Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DAN GIZI PANGAN

BROWNING ATAU REAKSI PENCOKLATAN

CUT NADIA PUTRI SALMA DAN NABILA SALSABILA DEBIA ANANDA

ABSTRAK

Reaksi pencoklatan merupakan reaksi perubahan warna menjadi kecoklatan pada


pangan ketika mengalami perlakuan atau proses pengolahan. Reaksi pencoklatan
enzimatis terjadi ketika senyawa fenolat pada pangan bereaksi dengan enzim, oksigen,
pH asam. Reaksi non enzimatis seperti karamelisasi terjadi ketika terjadi perubahan
sukrosa akibat suhu tinggi dengan keberadaan senyawa asam atau basa. Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk memahami konsep dari reaksi pencoklatan serta pengaruh
asam dan basa terhadap sukrosa dengan pemanasan. Prinsip dari metode praktikum
reaksi enzimatis yaitu kentang (1x1x2 cm3) diberi perlakuan berbeda, yaitu dibiarkan di
udara terbuka, direndam pada larutan gula, direndam pada asam cuka, dan di blanching
pada suhu 75oC kemudian kentang diangkat dan didiamkan selama 75 menit dan
diamati perubahan warnanya. Reaksi non enzimatis dilakukan dengan tabung reaksi
diisi gula pasir yang masing – masing ditambahkan dengan aquades, asam asetat, HCl
0,1 N, air kapur, dan NaoH kemudian dipanaskan diatas bunshen selama 3 menit dan
diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil dari percobaan reaksi enzimatis yaitu
terjadi reaksi pencoklatan enzimatis yang ditandai perubahan warna coklat pada kentang
di udara terbuka, sedangkan non enzimatis yaitu terjadi perubahan warna larutan gula
yang semakin gelap seiring dengan kenaikan pH larutan. Kesimpulan dari percobaan
yang dilakukan yaitu perlakuan terbaik untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
enzimatis dan non enzimatis yaitu dengan pemberian senyawa asam pada kentang dan
gula.

Kata kunci : enzimatis, gula, kentang, oksigen, pH

PENDAHULUAN

Kentang merupakan salah satu tanaman umbi - umbian yang memiliki banyak
kandungan karbohidrat, namun apabila dikupas dan didiamkan pada udara terbuka akan
mengalami perubahan warna dikarenakan reaksi pencoklatan. Reaksi pencoklatan
(browning) merupakan reaksi perubahan warna ketika bahan pangan mengalami
perlakuan dan proses pengolahan. Reaksi pencoklatan merupakan proses perubahan
warna pada pangan dikarenakan perlakuan mekanis dan diolah menggunakan panas
Nurcahyono dan Zubaidah (2015). Reaksi pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan
adanya enzim fenolase di dalam pangan yang terkena kontak dengan oksigen. Reaksi ini
dapat terjadi karena adanya kontak dengan oksigen, enzim fenolase, dan pH sedikit
asam (Wardhani et al., 2016). Pencoklatan non enzimatis yaitu tidak melibatkan enzim
dan biasa melibatkan reaksi antara gugus yang ada dalam protein dengan
karbohidratnya. Reaksi pencoklatan non enzimatis dapat terdiri dari reaksi karamelisasi
dan maillard (Fatiasari et al., 2015).
Reaksi pencoklatan dapat memberi dampak yang menguntungkan terutama pada
bahan pangan seperti gula karena dapat memberi warna juga dapat menambah cita rasa.
Menurut Anggraeni et al. (2017) gula dapat membantu membentuk tekstur, memberi
warna, dan rasa melalui reaksi pencoklatan. Reaksi ini juga dapat menurunkan nilai
mutu dan gizi pada bahan pangan. Menurut Arsa (2016) reaksi browning selain dapat
mengurangi sifat organoleptiknya dapat juga menghasilkan perubahan rasa serta
hilangnya nutrisi pada bahan pangan tersebut. Berdasarkan pengaruh dan dampak reaksi
pencoklatan, sangat penting untuk memahami lebih lanjut mengenai proses pencoklatan
dan melihat reaksi yang terjadi. Praktikum ini diharapkan dapat mengetahui pemberian
perlakuan yang tepat pada kentang dan sukrosa agar tidak mengalami penurunan mutu
terutama dari segi warna. Maka dari itu, tujuan dari praktikum reaksi pencoklatan
adalah untuk memahami konsep dari reaksi pencoklatan serta memahami pengaruh
asam dan basa terhadap sukrosa.

MATERI METODE

Materi
Alat yang digunakan dan disediakan oleh laboratorium dalam percobaan ini
yaitu tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur 1 ml dan 10 ml, propipet, gelas ukur
10 ml, pipet tetes, kompor, sendok, pisau, kain lap, gelas beaker, bunsen, dan label.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu kentang, gula pasir sebanyak
500 gram, air mineral, NaHSO3, sukrosa, aquades, air kapur, larutan NaOH 0,1 N,
larutan asam asetat 0,1 N, larutan HCl 0,1 N, glukosa, dan dekstrin.
Metode
A. Reaksi Pencoklatan Enzimatis
Reaksi pencoklatan enzimatis dilakukan dengan cara asam cuka dan gula
masing- masing dilarutkan ke dalam 100 ml air mineral. Air mineral dipanaskan pada
suhu 75oC selama 3 menit. Sampel kentang dikupas dan dipotong sebanyak 4 potong
dengan ukuran 1 x 1 x 2 cm3. Empat potongan kentang tersebut diberikan perlakuan
yang berbeda yaitu, dibiarkan di udara terbuka, direndam dalam larutan asam cuka dan
larutan gula selama 1 menit, dan dimasukkan dalam air yang telah dipanaskan
(blanching) pada suhu 75oC selama 3 menit. Kentang diangkat dan didiamkan pada
wadah selama 75 menit. Perubahan yang terjadi diamati intensitas warna dan teksur
kentang tersebut.
B. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis
Reaksi pencoklatan non enzimatis dilakukan dengan cara lima tabung reaksi
disiapkan dan diisi masing-masing dengan ¼ sendok teh gula pasir. Tabung pertama
diisi dengan 2 ml aquades, tabung kedua diisi dengan 2 ml air kapur, tabung ketiga diisi
dengan 2 ml larutan HCl 0,1 N, tabung keempat diisi dengan 2 ml larutan NaOH 0,1 N,
dan tabung kelima diisi dengan 2 ml larutan asam asetat 0,1 N. Tabung tersebut
dipanaskan dengan bunsen selama 3 menit hingga terjadi perubahan warna menjadi
coklat. Perubahan intensitas warna yang terjadi pada gula pasir dibandingkan diantara
kelimanya.

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan aplikasi color grab yang didekatkan dan
diarahkan fokus kamera handphone pada sampel yang diamati (kentang dan larutan
gula) dengan melihat perbedaan intensitas warna yang terjadi sebelum dan sesudah
diberi perlakuan. Intensitas warna dapat diamati dalam bentuk nama warna, kode warna,
dan Lab dengan rentang skala tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan reaksi pencoklatan yang telah dilakukan diperoleh hasil


sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Reaksi Pencoklatan Enzimatis
Sampel Perlakuan Sebelum Sesudah
Di udara terbuka
(perlakuan control)

Lab (96, -11.9, 40.5) Lab (85.8, 3.9, 33.7)


(+) (+++)
Direndam asam cuka
(1 menit)

Lab (93.9, -2.1, 24.6)


Lab (96, -11.9, 40.5)
Kentang (+)
(+)
(1x1x2 cm3) Direndam lar. Gula
5% (1 menit)

Lab (97.7, -7.0, 26.4)


Lab (96, -11.9, 40.5) (+)
(+)
Diblanching 3 menit

Lab (95.6, -4.8, 17.7)


Lab (96, -11.9, 40.5) (+)
(+)
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.

Keterangan :
Kuning (+)
Coklat muda (++)
Coklat (+++)
Coklat tua (++++)
Berdasarkan percobaan reaksi pencoklatan enzimatis yang dilakukan, diperoleh
hasil potongan kentang yang mengalami perubahan warna setelah diberi perlakuan,
yaitu berwarna coklat jika didiamkan di udara terbuka. Hal ini disebabkan oleh reaksi
pencoklatan. Enzim polifenol oksidase yang terdapat dalam kentang mengalami kontak
dengan udara (oksigen) sehingga menjadi aktif dan membentuk warna coklat. Menurut
Pradhana dan Karouw (2017) kentang yang mengandung enzim polifenolase akan
bereaksi dengan oksigen membentuk O-hidroksi lalu O-kuinon yang secara cepat
mengalami polimerisasi membentuk warna kecoklatan. Kentang yang telah direndam
dengan asam cuka tetap berwarna kuning dikarenakan asam cuka dapat menurunkan pH
sehingga enzim fenolase menjadi tidak aktif dan reaksi pencoklatan dapat dihambat.
Menurut Dewi et al. (2012) asam asetat dapat meningkatkan derajat putih pada kentang
karena asam asetat bersifat asam dan dapat menurunkan pH sehingga enzim
polifenolase menjadi inaktif. pH optimal untuk terjadinya reaksi browning enzimatis
yaitu pH berkisar 6 – 7. Asam asetat juga bertindak sebagai chelating agent. Menurut
Indasah (2012) asam asetat dapat menghambat terjadinya pencoklatan dengan mengikat
logam divalen seperti Cu2+ yang berperan sebagai katalis dalam reaksi browning.
Kentang yang telah direndam larutan gula berwarna kuning karena larutan gula
dapat menghambat terbentuknya warna coklat karena reaksi pencoklatan. Menurut
Yustita (2017) larutan gula dapat melindungi kentang dari kontak langsung dengan
oksigen. Kentang yang telah di blanching tetap berwarna kuning, hal ini menunjukkan
reaksi browning dapat dihambat oleh suhu tinggi. Menurut (Sirait et al., 2018)
blanching dapat menginaktivasi enzim fenolase karena enzim dapat bereaksi optimum
pada suhu kisaran 30-40oC, jika suhu sudah mencapai 45 oC maka enzim mulai
terdenaturasi dan pada suhu 60 oC enzim akan terdekomposisi. Blanching juga dapat
menstabilkan senyawa antosianin pada kentang. Blanching dapat menstabilkan kadar
antosianin sehingga warna kentang dapat dipertahankan (Laga et al., 2020).

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Basa pada Karamelisasi Gula

Aquades Asam asetat HCl 0.1 N Air kapur NaOH

Lab (76.0,
5.9, 29.7)

(+++)
Perlakuan
Lab (64.4, Lab (89.4, -0.7, Lab (80.8, Lab (65.5,
2.1, 14.2) -0.2) 1.9, 5.7) -0.6, 24.1)

(++) (+) (+) (+++)

Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.

Berdasarkan percobaan reaksi pencoklatan non enzimatis yang dilakukan,


diperoleh hasil pemanasan gula dengan aquades menghasilkan warna coklat muda. Hal
ini dikarenakan ketika gula dilarutkan dengan aquades menghasilkan pH optimal yang
menyebabkan karamelisasi. Menurut Widyastuti et al. (2012) karamelisasi merupakan
pemecahan gula pasir (sukrosa) menjadi glukosa dan fruktosa, kemudian dengan suhu
tinggi akan mengeluarkan molekul air dari setiap molekul gula sehingga akan terbentuk
glukosan dan dilanjutkan dengan polimerisasi yang ditandai dengan pembentukan
warna gelap. Karamelisasi terjadi pada pH optimal. pH optimal untuk terjadinya
browning berada pada rentang 6,0 – 7,0 (Inggrid dan Soebandy, 2019).

Pemanasan gula dengan asam asetat dan HCl 0.1 N berwarna bening
kekuningan. Hal ini dikarenakan asam asetat dan HCl 0,1 N termasuk asam yang dapat
menurunkan pH dari gula tersebut. Senyawa asam juga bersinergi dengan antioksidan
sehingga dapat menghambat reaksi oksidasi dan pencoklatan. Menurut Arpi (2014)
penambahan asam dalam bahan pangan berperan sebagai penangkap oksigen sehingga
mencegah proses oksidasi, mendegenerasi fenolik atau antioksidan yang larut dalam
lemak. Pemanasan gula dengan air kapur dan NaOH menghasilkan warna yang lebih
gelap diantara yang lain yaitu coklat. Hal ini dikarenakan air kapur dan NaOH termasuk
basa dengan pH diatas 7. Nilai pH yang semakin tinggi akan menurunkan intensitas
kecerahan warna menjadi semakin gelap. Menurut Zuliana et al. (2015) intensitas
kecerahan warna pada larutan gula semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai
pH gula. Mekanisme terjadinya perubahan warna juga disebabkan karena pemanasan
yang mengubah larutan sukrosa membentuk senyawa 5-hidroksimetil 2-furfural (HMF).
Menurut (Fajarwati et al., 2017) sukrosa akan terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa
saat pemanasan dan membentuk senyawa HMF yang dapat menurunkan tingkat
kecerahan warna.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan reaksi pencoklatan yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa reaksi pencoklatan enzimatis dapat terjadi di udara terbuka dan
dapat dihambat dengan perendaman larutan gula, asam cuka, dan blanching. Reaksi
pencoklatan non enzimatis seperti karamelisasi sangat dipengaruhi oleh pH larutan gula.
Semakin tinggi pH larutan gula, maka semakin karamelisasi semakin optimal yang akan
menurunkan intensitas kecerahan warna. Perlakuan terbaik untuk meminimalisir reaksi
pencoklatan yaitu dengan pemberian senyawa asam.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, M. C., N. Nurwantoro, dan S. B. M. Abduh. 2016. Sifat fisikokimia roti


yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu yang ditambah berbagai jenis
gula. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 6(1).

Arpi, N. 2014. Kombinasi antioksidan alami α-tokoferol dengan asam askorbat dan
antioksidan sintetis BHA dengan BHT dalam menghambat ketengikan kelapa
gongseng giling (u neulheu) selama penyimpanan. J. Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia, 6(2).
Arsa, M. 2016. Proses pencoklatan (Browning Process) pada bahan pangan. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Azis, R. 2016. Pencoklatan pada buah pear. J. Technopreneur. 4 (2): 123 – 126.
Dewi, N. S. N. H. R. Parnanto, dan A. R. Ariyantoro. 2012. Karakteristik sifat
fisikokimia tepung bengkuang (Pachyrhizus erosus) dimodifikasi secara asetilasi
dengan variasi konsentrasi asam asetat selama perendaman. J. Teknologi Hasil
Pertanian, 7(2).

Fajarwati, N. H., N. H. R. Parnanto, dan G. J. Manuhara. 2017. Pengaruh konsentrasi


asam sitrat dan suhu pengeringan terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris
manisan kering labu siam (Sechium edule Sw.) dengan pemanfaatan pewarna
alami dari ekstrak rosela ungu (Hibiscus sabdariffa L.). J. Teknologi Hasil
Pertanian, 10(1): 50 – 66.
Fatriasari, W. W. Syafii, N. Wistara, K. Syamsu, dan B. Prasetya. 2015. Hidrolisis
enzimatis dan microwave bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult. f.))
setelah kombinasi perlakuan pendahuluan secara biologis dan
microwave. Journal of Agroindustrial Technology, 25(2).
Indasah, I. 2012. Dampak penambahan chelating agent (asam asetat, asam sitrat dan
jeruk nipis) terhadap kadar Fe, Zn dan protein daging kupang beras (Corbula
Faba). J. Ilmiah Kesehatan, 1(1): 37 – 49.

Inggrid, M. dan W. P. Soebandy. 2019. Penghambatan browning pada ekstrak apel


malang dengan asam organik. Dalam: Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan. Hal. 8.

Laga, A., L. Budyghifari, N. K. Sukendar, dan A. Syarifuddin. 2020. Produksi tepung


ubi jalar ungu dengan proses blanching untuk menjaga stabilitas senyawa
fungsionalnya. J. Sains dan Teknologi Pangan, 5(5).
Nurcahyono, I. D. dan E. Zubaidah. 2015. Effect of carboxymethyl cellulose
concentration as edible coating and drying temperature on physical and chemical
properties of instant dried carrot. Journal of Food and Agro-industry. 3(1): 192 –
202.
Pradhana, A. Y. dan S. Karouw. 2017. Pencegahan Pencoklatan dan Kekerutan pada
Permukaan Sabut Kelapa Muda dengan Antioksidan. J. Palma, 17 (2): 165 –
174.

Sirait, V. A., A. Z. Zulkifli, T. T. Handayani dan M. L. Lande. 2018. Pengaruh


penambahan asam sitrat terhadap proses non-enzimatik browning jus buah pir
yali (Pyrus bretschneideri Rehd.). J. Penelitian Pertanian Terapan, 18(3).
Wardhani, D. H., A. E. Yuliana, dan A. S. Dewi. 2016. Natrium metabisulfit sebagai
anti-browning agent pada pencoklatan enzimatik rebung ori (Bambusa
Arundinacea). J. Aplikasi Teknologi Pangan, 5(4).

Widyastuti, E. S., L. E. Radiati, I. Thohari, M. E. Sawitri, dan K. U. Al Awwaly. 2012.


Kajian suhu dan ph hidrolisis enzimatik dengan papain amobil terhadap pH,
total gula dan warna kecap cakar ayam. J. Ternak Tropika. 12(1): 63 – 71.

Yustita, A. A. 2017. Perbedaan kandungan kuersetin dan vitamin C apel (Malus


Sylvestris Mill) varietas manalagi pada proses pencegahan browning enzimatis
(larutan gula dan larutan asam sitrat). Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang.

Zuliana, C., E. Widyastuti, dan W. H. Susanto. 2015. Pembuatan gula semut kelapa
(kajian pH gula kelapa dan konsentrasi natrium bikarbonat). J. Pangan dan
Agroindustri.4(1).

Anda mungkin juga menyukai