PENGERINGAN
ABSTRAK
Kata kunci : daun salam, oven, psychrometric chart, suhu, ubi merah
PENDAHULUAN
Proses pengeringan merupakan suatu metode yang digunakan sejak dulu pada
produk bahan pertanian. Proses pengeringan merupakan perpindahan sejumlah masa
uap air menggunakan sejumlah energi panas atau suhu tinggi untuk menguapkan
kandungan air dari bahan ke media pengering (Huriawati et al., 2016). Proses
pengeringan harus dilakukan pada kondisi suhu yang tepat, karena penggunaan suhu
dan laju udara yang terlalu tinggi dapat menghilangkan kandungan aktif bahan.
Pengeringan ini merupakan cara paling umum dilakukan untuk mengurangi kandungan
air serta aktivitas air bahan. Kadar air serta aktivitas air bahan yang semakin menurun
akan meminimalkan perubahan fisik dan kimiawi (pertumbuhan mikroba) pada bahan
kering selama penyempanan (Manalu dan Adinegoro, 2018).
Proses pengeringan dapat dibedakan berdasarkan media pemanasnya yaitu
pengering adiabatik, non adiabatik, dan campuran. Adiabatik terjadi dimana bahan yang
dikeringkan berkontak langsung dengan udara panas, non adiabatik yaitu kalor
berpindah dari bahan ke medium luar misalnya melalui permukaan logam yang
bersentuhan, serta pengeringan kombinasi antara adiabatik dan non adiabatik (Manfaati
et al., 2019). Pengeringan bahan pangan memiliki tujuan untuk mengawetkan bahan
pangan. Menurut Listyanto (2018) kadar air yang sedikit pada bahan akibat pengeringan
dapat memperpanjang masa simpan bahan karena kerusakan fisik dan kimia dapat
diminimalkan. Pengeringan bahan juga bertujuan untuk meminimalkan biaya dan
memudahkan dalam pengemasan serta pengangkutan karena beratnya yang lebih ringan
akibat hilangnya kadar air (Asgar dan Musaddad, 2019). Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk memahami prinsip dari metode pengeringan pada bahan pangan dan
manfaat dilakukannya pengeringan pada bahan pangan.
MATERI METODE
Materi
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu oven (Memmert, Jerman), aw
meter (Novasina, Jerman), termometer bola basah bola kering (Herma, Jerman),
timbangan (Excellent, Indonesia), dan thermo – hygrometer (Corona, Indonesia). Bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu ubi merah sebanyak 2 buah, 15 lembar daun
salam utuh, dan grafik psikometri (psychometric chart).
Metode
Keterangan:
A : Bobot cawan kosong
B : Bobot sampel
C : Bobot sampel + cawan setelah dipanaskan
Analisis Data
Berdasarkan tabel pengamatan nilai aw sampel, dapat diketahui bahwa ubi merah
pada perlakuan T1 dan T2 mengalami penurunan nilai Aw yang cukup siginifikan dari
0,853 menjadi 0,563 dan 0,536. Perlakuan T3, T5, dan T6 nilai Aw ubi merah tidak
menunjukan perubahan yang signifikan, namun perlakuan T4 nilai Aw ubi merah
mengalami penurunan yang sangat drastis dari 0,809 menjadi 0,243. Nilai aw daun
salam pada perlakuan T1 mengalami penurunan yang cukup drastis dari 0,788 menjadi
0,136 setelah 5 jam pengeringan dan perlakuan T2 juga mengalami penurunan yang
drastis dari 0,770 menjadi 0,130. Pada perlakuan T4 nilai Aw daun salam malah
mengalami kenaikan dari 0,785 menjadi 0,821. Komposisi air dalam bahan terdiri dari
air terikat dan air bebas. Air terikat terdapat dalam bahan dan air bebas adalah air yang
terikat dalam jaringan matriks bahan (Adri dan Hersoelistyorini, 2013). Nilai aw
menunjukkan jumlah air bebas di dalam bahan yang dibutuhkan mikroba untuk
pertumbuhan (Sarifudin et al., 2015). Tingginya jumlah air bebas pada bahan akan
mempengaruhi kecepatan penurunan nilai aw pada saat pengeringan. Nilai Aw daun
salam lebih cepat turun karena daun salam memiliki ketebalan yang lebih tipis
dibandingkan ubi merah. Ketebalan bahan dapat mempengaruhi kecepatan air dalam
bahan untuk menguap. Menurut Leviana et al. (2017) proses pengeringan dipengaruhi
oleh udara pengering dan ketebalan bahan yang dikeringkan.
Keterangan :
T1 = RH 15, oven heat T4 = RH 20, oven kondensasi
T2 = RH 15, oven kondensasi T5 = RH 25, oven heat
T3 = RH 20, oven heat T6 = RH 25, oven kondensasi
Berdasarkan hasil tabel kadar air sampel, dapat diketahui bahwa kadar air ubi
merah perlakuan T1 tidak banyak mengalami penurunan dari 55,524 % menjadi
52,884%. Nilai kadar air pada ubi merah perlakuan T2 mengalami penurunan signifikan
dari 68,736% menjadi 8,676%. Nilai kadar air pada ubi merah perlakuan T3 mengalami
penurunan yang tidak terlalu besar yaitu dari 54,826% menjadi 43,676%. Perlakuan T4
kadar air ubi merah mengalami penurunan yaitu dari 72,16% menjadi 36,96%. Pada
perlakuan T5 kadar air ubi merah mengalami penurunan dari 79,25% menjadi 52%.
Pada perlakuan T6 kadar air ubi merah malah mengalami kenaikan dari 73,25% menjadi
74,75%. Kadar air daun salam pada perlakuan T1 dan T2 mengalami penurunan yang
drastis dari 62,695% menjadi 5,5% dan 5,989%. Kadar air daun salam pada perlakuan
T3 mengalami penurunan yang drastis dari 75,75% menjadi 6%. Kadar air daun salam
pada perlakuan T3 mengalami penurunan tetapi tidak sebanyak perlakuan sebelumnya
yaitu dari 67,987% menjadi 38,203%. Daun salam mengalami penurunan kadar air yang
lebih banyak daripada ubi merah dikarenakan daun salam memiliki ketebalan yang lebih
tipis dibandingkan ubi merah. Menurut Mareta dan Awami (2011) ketebalan bahan
sangat mempengaruhi laju dan waktu pengeringan karena bahan yang lebih tebal
cenderung menyimpan lebih banyak kandungan air di dalam bahan. Bahan yang lebih
tebal akan lebih sulit dalam pengeluaran kadar air saat pengeringan. Hal ini dikarenakan
kadar air yang terdiri dari air bebas dan air teradsorbsi didalam bahan tersebut (Alizah
et al., 2019).
Pengeringan sampel sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar air sampel
sehingga nilai Aw nya juga menurun. Menurut Ardianto dan Wijaya (2021)
pengeringan merupakan metode untuk menurunkan kadar air hingga batas tertentu
sehingga aktivitas metabolisme pada mikroba akan terhenti dan akhirnya mati. Proses
pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu luas bahan yang
dikeringkan, suhu, kecepatan aliran udara, dan kelembapan udara. Menurut Yuliati
(2018) proses pengeringan dipengaruhi oleh suhu, RH, kecepatan aliran udara
pengering, kapasitas pengering, dan luas permukaan kontak antara padatan dengan
fluida panas.
Nilai kelembapan relatif (RH) sangat berpengaruh pada laju pengeringan.
Kelembaban relatif udara digunakan sebagai pengukuran jumlah uap air di udara
sebagai persentase ketahanan udara terhadap uap air pada suhu tertentu (Amir dan
Widodo, 2019).
Tingginya suhu udara pengering dapat mempengaruhi perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan untuk meningkat. Hal tersebut mengakibatkan terjadi
peningkatan transfer panas yang diberikan udara menuju bahan, sehingga mempercepat
proses penguapan air dari bahan (Amanto et al., 2015).
Perbedaan pada oven heat dan kondensasi dapat mempengaruhi proses
pengeringan bahan pangan. Oven heat menggunakan sumber panas yang dihasilkan dari
aliran panas dalam oven, konduksi dari logam, dan radiasi dari udara panas menuju
permukaan bahan (Naim et al., 2016). Oven heat memiliki suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kondensasi yang suhu pengeringannya relatif lebih rendah. Oven
kondensasi menggunakan kondensor yang mampu menciptakan suasana pengeringan
pada suhu rata-rata 50oC dan kelembapan relatif sekitar 24,5% (Aziz et al., 2019).
Penggunaan oven kondensasi lebih efektif dibandingkan oven heat dikarenakan oven
kondensasi memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan untuk pembuangan uap air
dan air kondensasi, sedangkan pada oven heat tidak sehingga produk bahan yang
dihasilkan lebih lembab. Sirkulasi pembuangan uap air dan air kondensasi tidak hanya
menghasilkan pengeringan yang lebih optimal, tetapi juga menggunakan kembali udara
kering hasil sirkulasi sehingga energi yang dihasilkan cenderung lebih rendah.
Nilai Aw bahan pangan berbanding lurus dengan kadar airnya. Semakin tinggi
kadar air bahan maka nilai aw nya juga semakin tinggi (Anggraeni et al., 2017). Hal ini
juga didukung oleh Sakti et al., (2016) bahwa kadar air yang tinggi pada bahan dapat
menyebabkan produk juga memiliki nilai aw yang tinggi sehingga lebih mudah
mengalami kerusakan oleh kontaminasi mikroba. Kadar air bahan juga mempengaruhi
suhu dan waktu pengeringan. Kadar air yang tinggi membuat suhu yang digunakan
untuk pengeringan lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama. Menurut Lisa et al.
(2015) semakin tinggi kadar air pada bahan pangan menyebabkan suhu pengeringan dan
waktu pengeringan semakin tinggi dan lama. Lama waktu pengeringan dapat
mempengaruhi kelembapan relatif pada saat proses pengeringan selesai.
Lamanya pengeringan sangat mempengaruhi nilai kelembaban relatif dimana
semakin lama waktu pengeringan maka kelembaban relatif rendah. Waktu pengeringan
yang semakin lama menyebabkan penguapan air dari bahan ke lingkungan akan
semakin banyak sehingga nilai kelembaban relatif akan semakin rendah (Amanto et al.,
2015). Suhu dan waktu pemanasan saat proses pengeringan dengan oven dapat
mempengaruhi kadar air sampel. Menurut Leviana dan Paramita (2017) semakin
tingginya suhu dan lamanya waktu pemanasan maka kadar airnya akan semakin sedikit.
Kadar air yang menurun akibat proses pemanasan sangat mempengaruhi nilai aw bahan
yang merupakan jumlah air bebas bagi mikroba untuk melakukan metabolismenya.
Nilai aw yang semakin menurun menyebabkan aktivitas pertumbuhan mikroba menjadi
terhambat. Menurut Sakti (2016) pengurangan kadar air pada sampel menyebabkan nilai
aw juga menurun yang dapat menghambat jumlah dan aktivitas mikroba.
Prinsip dari oven heat yaitu pemanasan udara buatan oleh elemen pemanas
untuk dimasukkan ke dalam ruang oven. Menurut Meriadi et al. (2018) oven heat
memiliki prinsip oven heat yaitu menggunakan elemen pemanas dalam ruang oven yang
menyebabkan udara di dalam ruang terkonveksi panas menuju bahan. Prinsip dari oven
kondensasi yaitu saat udara panas yang dihasilkan oleh elemen pemanas sudah jenuh,
uap air dari bahan akan dihisap masuk kedalam mesin dan air kondensasi akan dibuang
dan udara keringnya disalurkan kembali ke ruang oven melalui elemen pemanas.
Menurut Sujana et al. (2014) uap panas yang dihasilkan dari proses pengeringan akan
disalurkan menuju tanki air dengan dorongan angin yang dihasilkan fan, dan terjadi
proses kondensasi.
Diagram psikometrik digunakan untuk mengukur suhu pada bola kering
sehingga dapat mengetahui suhu yang optimal untuk pengeringan bahan dengan oven.
Penggunaan diagram psikometrik sangat penting untuk membantu perhitungan dan
menganalisis perpindahan energi dari proses dan siklus udara dengan mengetahui sifat
udara seperti temperatur bola kering dan kelembaban relatif (Tua et al., 2021). Thermo-
hygrometer digunakan untuk mengukur nilai suhu dan kelembaban pada ruang
pengeringan oven. Menurut Satya et al. (2020) thermohygrometer merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur besaran fisis termometer untuk pengukuran suhu dan
hygrometer untuk pengukuran kelembaban.
Termometer bola basah berwarna merah dan bola kering berwarna biru
dimasukkan ke dalam oven selama 10 menit, Termometer ini berfungsi untuk
mengetahui nilai kelembaban di dalam ruang pengering tersebut. Menurut Mushawwir
et al. (2020) penggunaan termometer bola basah dan bola kering bertujuan untuk
mengetahui fluktuasi temperatur serta kelembaban relatif (RH) dari ruang pengering
tersebut, nilai bola kering diketahui dari nilai suhu bola basah melalui diagram
psikometrik untuk mengetahui suhu pengeringan bahan. aw meter digunakan untuk
mengukur jumlah aktivitas air yang terdapat pada bahan dengan memasukkan sampel ke
dalam wadah aw meter yang nantinya akan terlihat angka stabil pada display. Menurut
Dipowaseso et al. (2018) aw meter digunakan untuk mengukur banyaknya air bebas
untuk mengetahui kadar mikroorganisme pada sampel. Semakin tinggi nilai aw meter,
maka sampel memungkinkan untuk mudah rusak oleh mikroba.
KESIMPULAN
Adri, D. dan W. Hersoelistyorini. 2013. Aktivitas antioksidan dan sifat organoleptik teh
daun sirsak (Annona muricata Linn.) berdasarkan variasi lama pengeringan. J.
Pangan dan Gizi, 4(1).
Alizah, N., D. K. Walanda, dan B. Hamzah. 2019. Analysis of Iron (Fe) and Zinc (Zn)
in Red Fruit (Pandanus conoideus De Vriese). J. Akademika Kimia. 8(2): 88-91.
Amanto, B. S., S. Siswanti, dan A. Atmaja. 2015. Kinetika pengeringan temu giring
(Curcuma heyneana valeton & van zijp) menggunakan cabinet dryer dengan
perlakuan pendahuluan blanching. J. Teknologi Hasil Pertanian, 8(2): 107-114.
Anggraeni, M. C., Nurwantoro, & Abduh, S. B. M. (2017). Sifat Fisikokimia Roti Yang
Dibuat Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu Yang Ditambah Berbagai Jenis
Gula. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(1), 52–56
Ardianto, A. dan M. Wijaya. 2021. Perubahan kadar air ubi kayu selama pengeringan
menggunakan pengering kabinet. J. Pendidikan Teknologi Pertanian, 3: 112-
116.
Asgar, A. dan D. Musaddad. 2019. Optimalisasi cara, suhu, dan lama blansing sebelum
pengeringan kubis. J. Hort 16(4)
Aziz, A., B. Herwanto, dan R. I. Mainil. 2019. Efek penggunaan water mist terhadap
tekanan, temperatur dan kinerja sistem mesin pengkondisian udara tipe terpisah.
J. Sistem Mekanik dan Termal, 3(2): 101-108.
Leviana, W. dan V. Paramita. 2017. Pengaruh suhu terhadap kadar air dan aktivitas air
dalam bahan pada kunyit (Curcuma longa) dengan alat pengering electrical
oven. J. Metana. 13(2): 37-44.
Lisa, M., M. Lutfi, dan B. Susilo. 2015. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap
mutu tepung jamur tiram putih ( Plaerotus ostreatus ) Effect of Temperature
Variation and Long Drying Of the Quality Flour White Oyster Mushroom
( Plaerotus ostreatus ). J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 3(3): 270–
279.
Listyanto, T. 2018. Teknologi Pengeringan Kayu dan Aplikasinya di Indonesia. UGM
PRESS. (Buku)
Manalu, L. P. dan H. Adinegoro. 2018. Kondisi proses pengeringan untuk menghasilkan
simplisia temuputih standar. J. Standardisasi, 18(1): 63 – 70.
Manfaati, R., H. Baskoro, dan M. M. Rifai. 2019. Pengaruh waktu dan suhu terhadap
proses pengeringan bawang merah menggunakan tray dryer. J. Fluida, 12(2): 43-
49.
Mareta, D. T. dan S. N. Awami. 2011. Pengemasan produk sayuran dengan bahan
kemas plastik pada penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin. J. Mediagro, 7(1).
Meriadi, M., S. Meliala, dan M. Muhammad. 2018. Perencanaan dan pembuatan alat
pengering biji coklat dengan wadah putar menggunakan pemanas listrik. J.
Energi Elektrik, 7(2): 47-53.
Nusi, D.T., Danes, V.R. and Moningka, M.E., 2013. Perbandingan Suhu Tubuh
Berdasarkan Pengukuran Menggunakan Termometer Air Raksa dan termometer
Digital Pada Penderita Demam Di Rumah Sakit Umum Kandou Manado.
eBiomedik, 1(1).
Sakti, H., S. Lestari, dan A. Supriadi. 2016. Perubahan mutu ikan gabus (channa
striata) asap selama penyimpanan. J. Teknologi Hasil Perikanan. 5(1): 11 – 18.
Sujana, I., Y. E. Prawatya, dan E. Wardenaar. 2014. Rancang bangun mesin press dan
dryer untuk meningkatkan kekuatan dan nilai estetika parket sabut kelapa
berlaminasi. J. Teknik Elektro, 6(2).
Suryaningsih, N. S., B. Rahardjo, dan B. Suratmo. 2012. Kadar air kritis pada proses
pengeringan dalam pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas (L) Lam.). J.
AGRICOLA. 2(2): 148-164.
LAMPIRAN
Keterangan :
Garis kuning : kelembaban relatif (RH) 15%
Garis merah : suhu bola basah 27 oC
Garis hitam : Suhu bolah kering
Jadi, didapatkan suhu bola kering = 51oC
T2 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(25,62−25,00)
= x 100
2,00
= 69 %
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,03−(28,82−28,18)
= x 100
2,03
= 68,473 %
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
69+68,473
=
2
= 68,736 %
T2 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(20,34−18,49)
= x 100
2,00
= 7,5 %
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,03−(24,97−23,14 )
= x 100
2,03
= 9,852 %
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
7,5+9,852
=
2
= 8,676 %
T3 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(21,72−21,22)
= x 100
2,00
= 75 %
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,02−( 23,90−22,58)
= x 100
2,02
= 34,653 %
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
75+34,653
=
2
= 54,826 %
T3 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(22,54−21,22)
= x 100
2,00
= 34 %
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,10−(24,65−23,66)
= x 100
2,10
= 52,857 %
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
34+52,857
=
2
= 43,428 %
T4 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(20,13−19,64)
= x 100
2,00
= 75,5%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,02−( 29,82−29,19)
= x 100
2,02
= 68,81%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
75,5+68,81
= %
2
= 72,16 %
T4 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,07−(21,57−19,64)
= x 100
2,07
= 6,76%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,01−( 20,82−20,16)
= x 100
2,01
= 67,16%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
6,76+67,16
= %
2
= 36,96 %
T5 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(20.96−20.54 )
= x 100
2,00
= 79%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(20,62−20,21)
= x 100
2,00
= 79.5%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
79+79.5
= %
2
= 79.25 %
T5 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(21.54−20.54)
= x 100
2,00
= 50%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(21.13−20,21)
= x 100
2,00
= 54%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
50+54
= %
2
= 52 %
T6 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(19,06−18,50)
= x 100
2,00
= 72%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(29,35−28,84)
= x 100
2,00
= 74,5%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
72+74,5
= %
2
= 73,25 %
T6 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(19,03−18,50)
= x 100
2,00
= 73,5%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(29,33−28,85)
= x 100
2,00
= 76%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
73,5+76
= %
2
= 74,75%
Daun Salam
T1 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,05−(21,45−20,72)
= x 100
2,05
= 64,390%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(21,31−20,53)
= x 100
2,00
= 61%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
64,390+61
= %
2
= 62,695 %
T1 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(22,67−20,72)
= x 100
2,00
= 2,5%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(31,23−29,40)
= x 100
2,00
= 8,5%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
2,5+8,5
= %
2
= 5,5 %
T2 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,05−(21,45−20,72)
= x 100
2,05
= 64,390%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(21,31−20,53)
= x 100
2,00
= 61%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
64,390+61
= %
2
= 62,695 %
T2 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,01−( 23,37−21,45)
= x 100
2,01
= 4,478%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(24,95−23,10)
= x 100
2,00
= 7,5%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
4,478+7,5
= %
2
= 5,989 %
T3 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(26,32−25,53)
= x 100
2,00
= 60,5%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(22,29−22,11)
= x 100
2,00
= 91%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
60,5+91
= %
2
= 75,75%
T3 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,00−(30,73−28,85)
= x 100
2,00
= 6%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(31,41−29,53)
= x 100
2,00
= 6%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
6+6
= %
2
=6%
T4 (0 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,01−( 25,64−25,01)
= x 100
2,01
= 68,657%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,05−(23,83−23,16)
= x 100
2,05
= 67,317%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
68,657+67,317
= %
2
= 67,987%
T4 (5 jam)
B−(C− A)
Kadar air I (%) = x 100
B
2,02−( 25,65−23,82)
= x 100
2,02
= 9,406%
B−(C− A)
Kadar air II (%) = x 100
B
2,00−(23,82−23,16)
= x 100
2,00
= 67%
Kadar air I (%)+ Kadar air II (%)
Rata−rata(%) =
2
9,406+67
= %
2
= 38,203%
50 43.43
36.96
40
30
20
8.68
10
0
0 5
jam ke-
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Daun Salam
50
Kadar air (%)
38.21
40
30
20
10 5.99
6
5.5
0
0 5
Jam ke-
T1 T2 T3 T4
0.8
0.7
0.6
0.5
Nilai Aw
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5
Jam Ke-
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Daun Salam
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5
Jam ke-
T1 T2 T3 T4 T5 T6