Anda di halaman 1dari 19

Ekstraksi Pati Alami

Agus Tendi Ahmad Bustomi1, Anisa Nuraeni2, Nada Syakirah Supriatna3,


Lisdiantini Hielganingsih4, Wilya Citra5
Kelompok 2
Pendidikan Teknologi Agroindustri FPTK UPI

Abstract. Pati merupakan sumber kalori yang sangat penting karena sebagian karbohidrat
dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk ini. Pati terutama banyak terdapat dalam umbi –
umbian seperti ubi jalar, ubi kayu dan kentang, biji – bijian seperti beras, gandum dan bulgur.
Pati didapatkan dengan 2 cara ekstraksi yaitu ekstraksi cara basah dan ekstraksi cara kering.
Secara analisis, percobaan – percobaan sebelumnya menunjukan hasil bahwa ekstraksi cara
basah lebih banyak menghasilka pati dibanding dengan ekstraksi cara kering. Dalam penelitian
ini menggunakan ekstraksi cara basah dan menghasilkan rendemen 17,18%, 6,13%, 4,44%,
dan 30,22% untuk singkong, ubi jalar, kentang dan jagung secara berurutan. Serta memiliki
warna yang paling terang tertinggi yaitu pati singkong dan yang paling terendah yaitu pati
kentang.

Kata Kunci : Pati, Ekstraksi Pati, Umbi – umbian

1. Introduction
Pati merupakan karbohidrat kompleks yang mana sebagian besar pati alami mengandung dua
jenis utama polisakarida, yaitu amilosa dan amilopektin. Pati memiliki peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari baik itu dalam bidang pangan maupun non pangan, dipergunakan dalam
industri farmasi, tekstil maupun kimia dan lainnya. Pati diperoleh dengan cara mengekstraksi
tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti singkong, gandum, ubi, dsb. Pati juga dapat
diperoleh dari hasil ekstraksi biji-bijian. Ekstraksi pati merupakan proses mendapatkan pati
dari suatu tanaman dengan cara memisahkan pati dari komponen lainnya yang terdapat pada
tanaman tersebut. Ekstraksi pati pada umbi-umbian dan serealia merupakan salah satu cara
pemanfaatan dan peningkatan mutu umbi-umbian dan serealia. Dengan ekstraksi ini umbi-
umbian dan serealia memiliki umur simpan yang lebih panjang. Tujuan dari kajian ini adalah
untuk mengetahui prosedur pembuatan pati (ekstraksi pati alami) dengan berbagai metode
ekstraksi.
2. Methods

2.1. Waktu dan tempat praktikum


Waktu : Rabu, 18 September 2019 – Jum’at, 20 September 2019
Tempat : Lab. Teknologi Pengolahan Pangan, Lt. 4 Gedung Baru FPTK UPI

2.2. Alat dan bahan


Alat Bahan
1. Oven 1. Singkong
2. Loyang 2. Ubi
3. Ayakan Thyller 3. Kentang
4. Talenan 4. Kacang hijau
5. Grinder 5. Jagung kering
6. Blender 6. Larutan Na-bisulfit 0,2 %
7. Baskom 7. Larutan NaOH 0,1 %
8. Penyaring plastik/steinless 8. Akuades
9. Kain saring
10. Pisau
11. Peeler
12. Gelas ukur
13. Beaker glass
14. Timbangan
15. Parutan
16. Spatula dan sendok
17. Cling wrap
2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Ekstraksi Pati Cara Basah pada Umbi-umbian (singkong, ubi, dan kentang)

Umbi-
umbian

Penimbangan umbi
seberat 500 gram

Pengupasan umbi Kulit


kemudian dicuci umbi

Penimbangan kembali Bobot bahan


umbi setelah dikupas segar bersih

Penyawutan untuk
meningkatkan luas permukaan

Penambahan akuades dengan


Akuades perbandingan berat bahan : air (4:1)

Penyaringan akuades dari umbi yang


Ampas
sudah tercampur pati umbi (peremasan
umbi
dan pemberian tekanan → ekstrasi)

Pengendapan hasil ekstraksi


selama 12-24 jam

Pemisahan cairan dan


Cairan
endapan pati

Pemindahan endapan ke
loyang

Pengeringan endapan pati pada


suhu 40-45℃, selama 6-14 jam

Cont.
Cont.

Penggilingan pati kering dengan


grinder hingga menjadi tepung

Pengayakan dengan ayakan thyller Berat pati


100 mesh kering

Penimbangan pati kering

Perhitungan rendemen pati dan


pengamatan karakteristik sensorinya

Hasil

2.3.2 Ekstraksi Cara Basah pada Serelia dan Kacang-kacangan (Kacang Hijau dan Jagung
Kering)

Bahan

Penimbangan seberat
250 gram

600 ml larutan Perendaman dalam larutan Na-


Na-bisulfit 0,2% bisulfit 0,2% selama 12 jam

Pencucian, kemudian tiriskan

Penghancuran bahan dengan


300 ml
menggunakan blender hingga
akuades
diperoleh bubur (agak kasar)

300 ml Pemindahan bubur ke


akuades dalam baskom

Cont.
Cont.

Penyaringan dengan kain


Bubur bagian
saring untuk menghilangkan
yang kasar
bagian yang kasar

1000 ml Penambahan akuades ke


akuades dalam bubur pati

Pengendapan selama
12-24 jam

Pemisahan cairan dan


Cairan
endapan

100 ml larutan Penambahan larutan NaOH


NaOH 0,1% 0,1% pada endapan

Pengadukan hingga homogen

Pendiaman selama 1 jam


hingga mengendap

Pemisahan cairan
Cairan
dengan endapan

Pemindahan endapan
ke loyang

Pengeringan endapan (pati) pada


suhu 40-45℃ selama 6-14 jam

Penggilingan pati kering


dengan grinder

Cont.
Cont.

Pengayakan dengan
ayakan thyller 100 mesh

Berat pati
Penimbangan pati kering kering

Perhitungan rendemen dan pengamatan


karakteristik sensori pati kering

Hasil

berat pati
Rendemen = (berat bahan segar bersih) 𝑥 100%
Karakteristik sensori = warna dengan indera, warna dengan alat kromamometer (L*, a*, b*),
dan tekstur.

3. Results and Discussions


Kelompok Bahan Berat Berat Rendemen Warna Tekstur Warna
bersih pati *L *a *b
1 Singkong 390 g 67 g 17,18% Putih Halus 100 - 5,1
bersih (+2) (+3) 3,1
2 Ubi 450 g 27,6 g 6,13% Putih Kesat 97,7 - 6,2
kekuningan (+1) 1,8
(+1)
3 Kentang 450 g 20 g 4,44% Putih Halus 87,6 - 5
keabuan (+3) 2,6
(+1)
4 Jagung 250 g 75,7 g 30,28% Krem Halus 91,3 - 22
muda (+3) 0,0
5 Kacang 250 g - - Hijau army Lembek - - -
Hijau (+3) (+2)

3.1 Singkong
Pemanfaatan pati ubi kayu sudah dikenal secara luas baik dalam skala industri maupun
dalam skala industri dalam pembuatan olahan pangan maupun olahan non pangan. Dewasa
ini sebagian besar hasil ubi kayu dalam negeri dimanfaatkan untuk pangan yakni sekitar
75% selebihnya untuk pakan 2%, industri non pangan 14% dan hilang karena tercecer
sebesar 9% (Hafsah,2003). Pengolahan ubi kayu menjadi pati dapat meningkatkan nilai
ekonomi dari umbi kayu sehingga berpotesi dalam meningkatkan perekonomian.
Singkong merupakan jenis umbi – umbian yang termasuk umbi kayu yang berasal dari
Amerika selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh,
1983 dalam Chan 1983). Pengujian karakterisasi sensori pati singkong meliputi warna,
tekstur dan perhitungan rendemen.

3.1.1 Ekstraksi Pati Singkong


Ekstraksi pati ubi kayu (singkong) dilakukan dengan menghancurkan terlebih dahulu
singkong yang telah di kupas, hasil parutan singkong mengalami pencoklatan (Browning)
enzimatis dikarenakan enzim phenolase yang aktif dalam singkong karena terpapar udara.
Pencoklatan akan cepat terjadi karena luas permukaan hasil parutan singkong lebih besar.
Ekstraksi pati menggunakan perbandingan Air : Parutan Singkong = 4 : 1 dan diendapkan
selama 12 jam sehingga dihasilkan endapan pati. Granula pati tidak larut dalam air pada
temperatur ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak
berbau dan tidak berasa (Hodge dan Osman, 1976). Namun pada pati basah yang baru saja
dihilangkan sedikit berbau asam karena sisa dari air ekstraksi (endapan).

3.1 Pengeringan Pati


Setelah penghilangan air, dilakukan pengeringan pada pati untuk menghilangkan air
yang masih terkandung dan menghilangkan bau yang masih tertinggal. Bau yang terdapat
pada pati merupakan sisa cairan yang tidak terpisahkan (terbuang) sehingga dalam
pengovenan cairan tersebut menguap dan bau yang terdapat dalam pati menghilang.

3.1.3 Karakteristik Fisik Pati


Hasil pengujian sifat fisik ubi kayu (singkong) menghasilkan derajat putih yang
tertinggi dan dapat dikatakan terbaik karena derajat keputihan pada colorimeter simbol L
(Light/Terang) mencapai angka 100. Berdasarkan spesifikasi persyaratan mutu SNI tahun
1994, derajat putih pati singkong dalam syarat mutu I dengan syarat minimal 94,50. Selain
itu didapat A = -3,1 dan B = 5,1.
Ukuran granula pati ubi kayu berkisar antara 5-25 µm dengan bentuk granula yang
dapat dikatakan sama dan tidak berbeda yaitu bulat, ada juga yang bulat terpotong dan elips.
Akan tetapi. Bentuk dari tiap pati ubi kayu ini jika dibandingkan dengan bentuk pati dari
bahan lain misalnya jagung dan sagu. menarnpilkan perbedaan yang sangat jelas Pati
jagung dominan dengan bentuk hexagonal atau bersegi banyak. scdangkan pati sagu rata-
rata berbentuk lonjong dan lonjong terpotong (Van Bcytultr clan Roe ls. l9S5). Ukuran
granula pati ini berpengaruh terhadap tekstur dan Susan kristal pati, semakin kecil ukuran
granula pati maka semakin halus dan tekstur pati tersebut (Donald, A.M. 2004).
Dari penelitian kadar air dan aktivitas air dalam bahan pangan sangat besar
peranannya terutama dalam menentukan tekstur bahan pangan. Penggunaan suhu dan
lama pengeringan yang semakin meningkat mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap
tekstur tepung umbi. Dimana semakin tinggi suhu dan semakin lama pengeringan semakin
menyukai tekstur dari tepung umbi . Tekstur suatu bahan pangan sangat mempengaruhi
rasa bahan pangan tersebut, tekstur yang baik akan mendukung cita rasa suatu bahan
pangan. Sejalan dengan pendapat deMan (1997), tekstur merupakan aspek penting dari
mutu makanan, kadang-kadang lebih penting dari aroma dan warna.
Besarnya rendemen tepung yang dihasil kan dapat diketahui dari kadar bahan
keringnya. Semakin tinggi kadar bahan kering ubi kayu, maka semakin tinggi pula
rendemen tepung yang dihasilkan. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada
varietas/klon, lingkungan (radiasi sinar matahari, suhu, pemupukan, kelembaban tanah)
dan umur tanaman (Bradbury dan Holloway, 1988). Dikutip dari United States Department
of Agriculture, Agricultural Research
Service, USDA Food Composition Databases bahwa rendemen pati berkisar antara 34-38%
sedangkan dalam hasil penelitian rendemen pati singkong yaitu 17% hal ini kurang sesuai
dengan teori karena terdapat kesalahan yang mungkin terjadi saat proses pengupasan yang
mengakibatkan sebagian daging umbi kayu (singkong) terbuang sehingga bahan yang
mengandung pati terbuang.

3.2 Ubi Jalar


Pada praktikum ekstraksi pati alami, digunakan sampel ubi jalar. Ubi jalar (Ipomoea
batatas L.) merupakan salah satu tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia.
Sebelum dilakukan ekstraksi, mula-mula ubi jalar di timbang terlebih dahulu sebanyak 500
gram, kemudian di bersihkan dari kulitnya dan dilakukan pencucian, setelah bersih ubi
jalar kembali di timbang. Dari berat awal 500 gram didapatkan 450 gram berat bersih ubi
jalar, langkah selanjutnya adalah proses pemarutan ubi hingga menjadi bubur ubi, hal ini
bertujuan untuk memecah dinding sel agar pati yang terdapat di dalamnya dapat keluar
(Mustafa, 2015). Setelah di dapatkan bubur ubi dilakukan penambahan air dengan
perbandingan (1:4) dan dilakukan pemerasan dengan menggunakan kain saring, pati
diremas atau diberi tekanan sehingga dapat lolos dari kain saring yang dikenal sebagai
suspensi pati. Setelah disaring, pati di endapkan selama 12-24 jam untuk memisahkan air
dengan endapan..
Setelah didapatkan endapan yang diinginkan dengan karakteristik seperti adonan atau
pasta, endapan tersebut dipindahkan ke dalam loyang yang sudah dibersihkan, kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40-45oC selama 12-24 jam. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air pada pasta pati sehingga didapatkan pati kering, kadar air yang tinggi
akan memicu tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan, seperti mikroorganisme
pembusuk. Pati ubi kering dihancurkan atau digiling menggunakan grinder supaya
didapatkan tepung pati ubi yang dapat lolos pada ayakan dengan ukuran 100 mesh.
Berdasarkan perhitungan rendemen, didapatkan bahwa rendemen tepung pati ubi adalah
6,13%. Hasil tersebut kurang sesuai dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan,
menurut Kariada et al. (2007) rendemen rata-rata yang dihasilkan tepung pati ubi jalar
adalah 26,50% sedangkan menurut Alivia (2005) tingkat rendemen mencapai 27,4%.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendemen tersebut, yaitu interaksi
antara umur panen dan klon ubi jalar yang digunakan (Indrie dkk, 2009). Selain itu, umbi
tidak tahan disimpan dalam jangka waktu yang lama, sehingga harus diperhatikan panen,
penanganan pasca panen, hingga distribusi. Faktor pengolahan juga berperan penting dalam
menghasilkan rendemen, misalnya pada proses pemerasan yang kurang optimal sehingga
mengakibatkan sel pati tidak terekstraksi dengan sempurna, proses penggilingan pun
berpengaruh terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan, karena jika tidak ditangani
dengan baik maka akan banyak tepung pati yang terbuang karena ukurannya yang kecil dan
halus sehingga mudah terbawa oleh udara.
Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik fisik, tepung pati ubi memiliki warna putih
kekuningan sesuai dengan warna yang terlihat kasat mata, lalu dilakukan pengujian
mnggunakan chromamometer dan didapatkan tingkat kecerahan (*L) sebesar 97,7,
memiliki sedikit warna hijau (*a) sebesar -1,8 dan berwarna kekuningan (*b) sebesar 6,2.
Selain dari warna, tepung pati ubi juga diamati teksturnya, hasilnya adalah tepung pati ubi
bertekstur halus tetapi agak sedikit kesat.

3.3 Kentang
Pati kentang diekstraksi dari umbi Solanum tuberosum, yang pertama kali
dibudidayakan sekitar tahun 200 M di Peru. Pati kentang biasanya diisolasi dari kentang
cull, kentang surplus, dan aliran limbah dari pengolahan kentang. Namun, ada kultivar
khusus yang dikembangkan untuk pembuatan pati. Umbi kentang umumnya mengandung
65-80% pati (b/b).
Proses pembuatan pati kentang alami dimulai dari pengecilan ukuran setelah kentang
diberishkan dan dicuci, pengecilan ukuran ini berfungsi untuk meningkatkan luas
permukaan kentang, sehingga saat proses pengeringan dilakukan bisa terjadi dengan cepat.
Sebelumnya pencucian dilakukan untuk menghilangkan getah dan kotoran serta benda
asing.
Penambahan akuades pada pati yang telah dikecilkan ukurannya berfungsi untuk
menghilangkan bahan yang larut air dan menghilangkan getah yang masih tertinggal di
kentang. Kemudian dilakukan peremasan dan tekanan (ekstraksi) yang berfungsi untuk
mengeluarkan pati dari jaringan-jaringan pada kentang. Prinsip ekstraksi adalah pemisahan
komponen dari suatu campuran menggunakan suatu pelarut yang bertujuan untuk menarik
zat aktif dalam sampel. Pelarut yang digunakan pada ektraksi pati alami adalah akuades.
Jumlah pelarut yang digunakan harus maksimal, agar ekstraksi menghasilkan ekstrak atau
endapan.
Pengendapan hasil ektraksi pati dapat terjadi karena terjadinya penggumpalan ekstrak
dengan pelarut yang kemudian terjadi kontak dengan bahan (sampel) dan pelarut, sehingga
pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan masaa dengan
cara difusi (Sudjadadi, 1988 dalam Rahayu, S., 2017). Pengeringan endapan pati ini
dilakukan agar diperoleh pati kering. Setelah pati kering dilakukan penggilingan dan
kemudian diayak. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan thyller 100 mesh.
Semakin kecil ukuran mesh ayakan yang digunakan, akan semakin besar rendemen yang
dihasilkan. Ukuran mesh pengayakan tepung menjadi salah satu titik kritis dalam proses
penepungan teknik kering.
Pati kentang kering yang telah di dapatkan kemudian di timbang untuk diperoleh berat
pati kering, agar rendemen pati kentang dapat di hitung. Rendemen menyatakan hasil yang
diperoleh dari bahan segar bersih yang diekstrak. Rendemen sangat penting diketahui untuk
pembuatan produk.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dari 450 gram berat bersih kentang diperoleh
pati kentang seberat 20,0 gram, dengan besar rendemen 4,44%. Sementara menurut
Ratnayake dan D. S Jackson (2003), menyebutkan bahwa total rendemen pati kentang hasil
dua kali pengulangan ekstraksi adalah sebesar 12% dari kentang mentah. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan dua kali ekstraksi (pemerasan dan pemberian tekanan) dapat
meningkatkan total rendemen pati kentang. Maka, nilai rendemen yang didapatkan saat
praktium dengan satu kali ektraksi tidak berbeda jauh dari literatur yang didapatkan.
Pati kentang mengandung kadar amilosa sebanyak 23% dan kadar amilopekti sebanyak
77% (Sunarti et.al, 2002 dalam Niken dan Dicky Adepristian, 2013). Hal ini dikarenakan
sebagian besar pati pada kentang mengandung rantai percabangan amilopektin yang tinggi
(Pomerans, 1991 dalam Niken dan Dicky Adepristian, 2013).
Pati kentang alami memiliki suhu gelatinisasi yang relatif rendah, dan menunjukkan
viskositas tinggi pada gelatinisasi, tetapi dapat rusak karena pemanasan dan pengadukan.
Hal ini menunjukkan bahwa pati kentang dapat membentuk edible film yang bermanfaat
dan memiliki daya ikat yang tinggi.
Tahapan penting dari pembuatan pati kentang yang memerlukan pengendalian untuk
mempertahankan produk berkualitas adalah dalam tahapan ektraksi dan pengayakan. Sebab
dari tahapan tersebut akan ditentukan banyaknya kadar pati kentang yang diperoleh.
Sementara dari tahapan pengayakan, akan menentukan kehalusan pati yang dihasilkan dan
besarnya rendemen pati yang akan digunakan dalam pembuata produk. Pembuatan pati
kentang alami dapat digunakan untuk produk pudding instan, isian pie, permen, permen
karet, dll.

3.4 Jagung
Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang dapat diekstrak dan menghasilkan
pati sekitar 72-73%. Pada dasarnya proses pembuatan pati pada jagung sama dengan
pembuatan pati pada komoditas lain. Tahapannya meliputi, biji dihancurkan, ekstrak pati,
penyaringan, pengendapan, dan sentrifugasi, selanjutnya proses pengeringan, kemudian
gumpalan pati dihaluskan dan diayak, Satin (dalam Suarni dkk, 2013, hlm. 51). Pada
prakteknya sebelum dilakukan ekstrasi, biji jagung yang akan digunakan harus dilakukan
perendaman terlebih dahulu menggunakan larutan Na-bisulfit 0,2% selama 12 jam.
Perendaman ini bertujuan untuk mempertahankan mutu pati yang dihasilkan terutama
warnanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap bahan pangan yang mengalami
proses pengeringan akan mengalami perubahan warna menjadi cokelat (browing).
Sehingga biji jagung perlu melalui proses sulfurisasi terlebih dahulu untuk dapat
dipertahankan mutu patinya. Proses sulfurisasi ini tidak hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan Na-bisulfit tetapi bisa juga menggunakan sulfur dioksida. Larutan-
larutan tersebut dipilih untuk proses sulfurisasi karena mampu menghambat reaksi
pencokelatan enzimatis dengan bantuan enzim fenolase yang tinggi dan irreversibel dan
dapat mereduksi secara langsung hasil oksidasi quinon menjadi senyawa fenolat
sebelumnya, sehingga regenerasi fenolase akan terhambat. Kemudian dalam
pembuatannya, endapan pati jagung juga direndam dalam 100 ml larutan NaOH 0,1%.
Penggunaan larutan NaOH ini dapat memungkinkan terjadinya proses hidrolisis yang
mengubah struktur pati sehingga terjadi gelatinisasi pati dengan reaksi eksotermik. Hasil
dari tahapan tersebut didapatkan rendemen pati sebesar 30,28%. Hal ini sesuai dengan
penelitian Suarni dkk yang mengatakan bahwa jagung mempunyai rendemen pati dengan
kisaran 28,95-41,77%. Rendemen pati pada jagung ini dipengaruhi oleh sifat agronomis
setiap varietas, seperti bobot biji, mutu biji, umur panen, dan tipe atau jenis biji jagung yang
digunakan. Selain itu hasil rendemen pati juga dipengaruhi oleh proses yang dilakukan,
diantaranya adalah proses pemisahan pati dengan kain saring yang akan menyebabkan pati
terbawa oleh serat jagung, kemudian proses perendaman juga akan menyebabkan pati larut
bersama air rendaman, dan waktu pengendapan yang tidak lama pun akan menyebabkan
rendemen pati berkurang.
Dari hasil pengamatan warna dan tekstur didapatkan hasil bahwa pati jagung
mempunyai tekstur yang halus dan berwarna krem muda atau putih kekuningan. Selain itu,
pengamatan warna pun dilakukan dengan menggunakan alat chromameter dengan metode
analisis kolorimeter yang didasarkan pada pengukuran L*,a*, dan b*. Dari hasil
pengukuran didapatkan hasil pati jagung mempunyai tingkat kecerahan yang tinggi yang
dilihat dari besarnya nilai L* yaitu 91,3. Lalu pati jagung mempunyai warna yang sedikit
kehijauan yang dilihat dari kecilnya nilai a* yaitu -0,0, kemudian pati jagung juga
mempunyai warna kekuningan yang dilihat dari nilai positif b* yaitu 22. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pati jagung mempunyai warna cerah kekuningan. Hasil ini cukup
relevan dengan penelitian Sakinah dan Insan (2018) yang menunjukkan bahwa pati jagung
dari varietas Ps-43 mempunyai nilai L*, a*, dan b* yaitu sebagai berikut 84,30, 0,25, dan
3,47.

4. Conclusions

Ekstraksi pati alami dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu cara kering dan cara
basah. Untuk mendapatkan pati yang berkualitas terdapat beberapa prosedur yang penting
untuk diperhatikan, yaitu proses ekstraksi (peremasan & penyaringan) karena proses ini
mempengaruhi banyaknya pati yang dapat dikeluarkan dari dinding-dinding selnya dan
mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan. Selain itu proses penggilingan dan
pengayakan juga menjadi hal yang harus diperhatikan, karena akan menentukan tekstur dari
pati yang sesuai dengan standar.
References
_________. (2006). Starch. www.lsbu.ac.uk/starch.htm.
Affandi, A R dkk. (2017). Pengaruh Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi Larutan NaOH terhadap
Nilai Rendemen Pati Umbi Cilembu. Seminar Nasional Hasil Pengabdian kepada
Masyarakat (Snhpkm)-Vii Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Pgri Semarang ISBN 978-602-14020-5-4
Alivia, P. 2005. Pengaruh Varietas dan Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Ubi Jalar.
Universitas Muhammadiyah: Malang.
Ambarsari, I, dkk. (2009). Rekomendasi dalam Penetapan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar.
Penerapan SNI Produk Pupuk Fosfat Alam untuk Pertanian (Eddy Sapto Hartanto).
Anonim. (2003). Tapioca starch and modified starch. SCT.Co.Ltd., Bangkok.
Bradbury, J.H. and Holloway, W.D. (1988) Chemistry of Tropical Root Crops. Australian
Centre for International Agricultural Research, Canberra, 101-119.
Chaplin, M. (2002). Starch. http://www.sbu.ac.uk.
deMan, J. M. (1997). Kimia Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Dewitasari, Leni R., dan Ismi R. 2017. Rendemen dan Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun
Sanseviera sp. Lampung : Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (3): 197-202,
pISSN 1410-5020.
Dodi, A & Darmajana. (2010). Upaya Mempertahankan Derajat Putih Pati Jagung dengan
Proses Perendaman dalam Natrium Bisulfit. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia ISSN 1693-4393. Diakses dari http://repository.upnyk.ac.id/541/1/8.pdf
Donald, A.M. (2004). Understanding starch structure Ana functionality. University of
Cambridge, UK
Fleche, G. (1985). Chemical modification and degradation of starch. Di dalam van Beynum,
G.M.A. dan J.A. Roels (Eds). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc, New
York
Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M. (2001) Properties of Corn and Wheat Starch
Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their Size, EJPAU, Vol.
4.
Hodge, J.E. dan E.M. Osman. (1976). Carbohydrates, pp. 41-130. Di dalam O.R. Fennema,
ed. Principle of Food Science. Part I. Food chemistry. Mercel Dekker, Inc. New York
Jacobs, H. dan J.A.Delcour. (1998). Modifications of granular starch, with retention of the
granular structure : a review. J. Agric. Food Chem. 46(8):2895-2905
Martunis. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Kuantitas dan Kualitas
Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia,
(on line), vol. 4, nomor 3.
Mustafa, Arnida. (2015). Analisis Proses Pembuatan Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis Neraca
Massa. Agrointek volume 9 No.2
Niken dan Dicky Adepristian. 2013. Isolasi Amilosa dan Amilopektin dari Pati Kentang.
Semarang : Jurnal Teknlogi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 3, Tahun 2013, Halaman
57-62.
Parker, R. (2003). Introduction to Food Science. Delmar. United States of America.
Rahayu, S. 2017. Bab II Tinjauan Pustaka, [online]. Tersedia di
http://eprints.polsri.ac.id/5160/3/File%20III.pdf. [Diakses pada 24 September 2019].
Ratnayake dan D. S. Jackson. 2003. Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (Second
Edition). Lincoln : Academic Press, ISBN 978-0-12-227055-0.
Sakinah, A R & Insan. (2018). Isolasi, Karakterisasi Sifat Fisikokimia, dan Aplikasi Pati
Jagung dalam Bidang Farmasetik. Farmaka Suplemen 16(2), 430-442. Diakses dari
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/17575/pdf
Suarni, dkk. (2013). Keragaman Mutu Pati Beberapa Varietas Jagung. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 32(1), 50-56. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/124615-ID-keragaman-mutu-pati-
beberapa-varietas-ja.pdf
Susanty dan Fairus Bachmid. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Refluks
Terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L.). Jakarta :
KONVERSI Vol. 5 No. 2 Oktober 2016, ISSN 2252-7311.
Ulum, M. B. 2018. Pengaruh Ukuran Partikel (Mesh) Tepung Terhadap Karakteristik Tepung
Buah Mulberry (Morus Nigra. L). Bandung : Skripsi Program Studi Teknologi Pangan,
Universitas Pasundan.
Winarno, F. G., (2004). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wurzburg, O.B. (1989). Introduction. Di dalam Wurzburg, O.B. (Ed). Modified Starchs :
Properties and Uses. CRC Press, Inc., Florida
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum Pembuatan Pati Alami
Kelompok 1

Gambar 1. Endapan Pati Singkong Gambar 2. Pati singkong kering

Gambar 3. Hasil pengukuran warna pati Gambar 4. Pati Singkong


singkong dengan chromameter
Kelompok 2

Gambar 5. Ekstraksi Pati Ubi Jalar Gambar 6. Pemisahan endapan pati dan
air

Gambar 7. Pemisahan endapan pati dan Gambar 8. Pati yang siap dikeringkan
air
Gambar 9. Pati yang sudah kering Gambar 10. Pati Ubi Jalar

Kelompok 3

Gambar 12. Pati kentang siap


Gambar 11. Ekstraksi pati kentang
dikeringkan
Gambar 13. Pati kentang sudah kering Gambar 14. Hasil pengukuran warna
pati kentang dengan chromameter

Kelompok 4

Gambar 15. Perendaman jagung dengan Gambar 16. Ekstraksi pati jagung
Na-bisulfit
Gambar 17. Pati jagung yang sudah Gambar 18. Pati jagung yang sudah
kering halus

LAMPIRAN PERHITUNGAN RENDEMEN PATI

Kelompok 1
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖
Rendemen Pati Singkong = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100%
67
Rendemen Pati Singkong = 𝑥 100%
390
Rendemen Pati Singkong = 17,18%

Kelompok 2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖
Rendemen Pati Ubi Jalar = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100%
27,6
Rendemen Pati Ubi Jalar = 𝑥 100%
450
Rendemen Pati Ubi Jalar = 6,13%

Kelompok 3
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖
Rendemen Pati Kentang = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100%
20
Rendemen Pati Kentang = 450 𝑥 100%
Rendemen Pati Kentang = 4,44%

Kelompok 4
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖
Rendemen Pati Jagung = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 𝑥 100%
75,7
Rendemen Pati Jagung = 𝑥 100%
250
Rendemen Pati Jagung = 30,28%
LAMPIRAN PENUGASAN
Nama Tugas
Agus Tendi Ahmad Bustomi Abstrak + Pembahasan Singkong
Annisa Nuraeni Metode + Pembahasan Kentang
Lisdiantini H Lampiran + Pembahasan Jagung
Nada Syakirah S Kesimpulan + Pembahasan Ubi
Wilya Citra Pendahuluan + Edit

Anda mungkin juga menyukai