PRAKTIKUM KE 1-2
PENGAMATAN SIFAT KIMIA DAN LAJU RESPIRASI PADA BUAH DAN
SAYUR
Oleh :
Kelompok 8
Sektor industri berbasis pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi
tulang punggung perekonomian di Indonesia. Salah satu hasil sektor pertanian yaitu
sayur dan buah. Sebagian besar masyarakat Indonesia di desa menjadi petani sayur dan
buah, karena sayur dan buah sangat diminati masyarakat.
Sayur dan buah sangat diperlukan oleh manusia. Hampir setiap hari, manusia
memakan sayur dan buah karena sayur dan buah memiliki kandungan gizi yang baik
dan diperlukan oleh tubuh. Pada umumnya sayur dan buah mengandung vitamin, serat,
gula dan mineral. Setiap sayur dan buah memiliki karakteristik dan kandungan gizi
masing-masing sesuai dengan varietas, jenis, pemeliharaan tanaman, iklim, cara
pemanenan dan kondisi penyimpanan.
Sifat kimia dari sayur dan buah perlu diketahui untuk memastikan bahwa sayur
dan buah yang dikonsumsi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga
untuk mengetahui kandungan kimia yang ada dalam sayur dan buah seperti pH, Total
asam tertitrasi, Vitamin C, dan total padatan terlarut.
Buah dan sayur sudah lama dikenal sebagai sumber vitamin C, khususnya
kelompok jeruk, nenas, tomat, sedangkan wortel dan buah dan sayur yang mengandung
pigmen karotenoid dikenal sebagai sumber pro-vitamin A (Pardede, 2013). Pengukuran
kadar vitamin dalam sayur dan buah bisa dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan
Iod. Selain vitamin, sayur dan buah juga mempunyai total padatan terlarut. Total
padatan ini menunjukan kadar atau jumlah kandungan guka yang terkandung dalam
sayur atau buah.
Sayur dan buah juga melakukan proses respirasi. Respirasi adalah suatu proses
yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida
(CO2) serta energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi metabolisme dan
reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan. (Nurjannah, 2002)
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang mempunyai sifat mudah
rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik sebagai makhluk hidup (Will et
al., 1982 dalam Nurjannah 2002), dan tidak mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan hidupnya. Komoditi ini masih melangsungkan reaksi
metabolismenya sesudah dipanen. Dua proses terpenting di dalam produk seperti ini
sesudah diambil dari tanamannya adalah respirasi dan produksi etilen.
1.2 Tujuan
Sayur dan buah adalah bahan pangan yang sering ditemukan di Indonesia. Pada
buah memiliki sifat berbeda – beda saat pasca panen seperti ada yang memiliki sifat
klimaterik dan non klimaterik. Menurut (Febrianto, 2009), buah klimaterik
menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih
seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen.
Vitamin C atau disebut juga sebagai asam askorbat yang mempunyai rumus
kimia C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal kuning keputihan
yang mudah larut dalam air, memiliki sifat asam dan reduktor yang kuat. Sifat yang
paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah
teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag.
Total Padatan Terlarut adalah ukuran dari jumlah material yang dilarutkan
dalam air. Bahan ini dapat mencakup karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat,
kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, dan ion- ion lainnya. Pada dasarnya
total padatan terlarut suatu bahan meliputi gula reduksi, gula non reduksi, asam-asam
organik, pektin dan protein (Tessler,1994 dalam Fatyanah, 1999).
Kadar asam pada buah juga dapat dapat digunakan untuk menentukan
kematangan buah.Pematangan pada buah pada umumnya menyebabkan kandungan
asam pada buah menjadi minimal.Metode untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan
titrasi dengan menggunakan larutan basa seperti larutan NaOH.pH pada sampel yang
diuji akan meningkat dengan penambahan zat tersebut.Larutan phenolphthalein akan
menunjukkan warna merah muda pada pH 8.3-10.Penentuan total asam tertitrasi juga
dipengaruhi oleh berat equivalen asam.
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM
100g buah
100g buah
Penetesan filtrat
100g buah +
100ml
akuades
Penghancuran
Penyaringan
Indikator pati
Filtrat 25 ml
1 ml
Perhitungan
kadar Vitamin C
E. Laju respirasi
Penyusunan Alat
Pengamatan respirasi
Daftar Pustaka
Febrianto. 2009. Klasifikasi Tanaman dan Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pantastico, E. R. B., 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
Buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan Komeriyani. UGM Press,
Yogyakarta
https://www.pengolahanpangan.com/2016/11/nilai-ph-bahan-pangan.html
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhadi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Liberty.
Pardede, Erika. (2013). Tinjauan Komposisi Kimia Buah Dan Sayur: Peranan Sebagai
Nutrisi Dan Kaitannya Dengan Teknologi Pengawetan Dan Pengolahan. Journal VISI,
Vol 21 No.3. Hal. 1-16
Nurjanah, Sarifah. (2002). Kajian Laju Respirasi Dan Produksi Etilen Sebagai Dasar
Penentuan Waktu Simpan Sayuran Dan Buah-Buahan. Jurnal Bionatura, Vol. 4, No. 3,
November 2002 : 148 - 156
Nama : David Restu Mahesha
Nim : 1607198
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.1. Hasil
Sifat kimia buah dan sayur dapat diamati dengan beberapa metode
pengamatan, diantaranya; pengukuran pH, penghitungan total padatan terlarut
pada bahan, penghitungan dari total asam yang dititrasi dari filtrat bahan, dan
penghitungan kadar Vitamin C. Pada praktikum kali ini praktikan telah
melakukan pengujian yang telah disebutkan diatas untuk menentukan dan
mengamati sifat-sifat kima pada buah dan sayur yang menjadi sampel nya.
5.1.2. Pembahasan
5.1.2.1 pH
pH merupakan suatu derajat yang menentukan keasaman atau
kebasaan suatu zat. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur pH
pada bahan pangan, salah satu nya menggunakan pH meter. Pada praktikum
kali ini praktikan menggunakan pH meter untuk mengukur kadar atau
derajat pH pada sampel yang akan diuji.
Air murni bersifat netral, dengan pH nya pada suhu 25oC ditetapkan
sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang dari 7 disebut bersifat asam., dan
larutan dengan pH lebih dari tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali.
Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan
kehidupan atau industry pengolahan kimia seperti kimia, biologi,
kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan
oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains dan teknologi lainnya juga
memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah (Sadler & Murphy,
1998).
Setelah melakukan pengukuran derajat pH pada sampel, di dapatlah
hasil seperti yang terdapat pada table hasil diatas. pH pada sebuah bahan
pangan tentunya memiliki standar layak untuk dikonsumsi. Jika suatu bahan
pangan memiliki derajat pH yang terlalu asam atau terlalu basa, jika
dikonsumsi akan menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan dan
mengganggu kesehatan.
Pengukuran pH secara kasar biasa dilakukan dengan kertas pH atau
kertas indicator pH, dengan perubahan warna pada level pH yang
bervariasi. Indicator ini mempunyai keterbatasan pada tingkat akurasi
pengukuran dan dapat terjadi kesalahan pengamatan warna yang
disebabkan larutan sampel yang berwarna atau sampel yang keruh.
Dengan melihat derajat keasaman (pH) suat makanan apabila Ph>7
maka makanan itu derajat keasamannya sedikit dan hamper tidak ada
(basa), sedangkan bila pH<7 maka makanan itu memiliki derajat keasaman
yang tinggi, dan sebaiknya konsumsi makanan dengan pH<7 harus
dikurangi karena dapat mengganggu kesehatan. Makanan dengan pH<5
dapat menyebabkan terganggunya system pencernaan, sebab pH dalam
tabung sudah asam, sehingga apabila makanan dengan pH<5 tetap
dikonsumsi dengan jumlah yang banyak akan menyebabkan beberapa
penyakit, dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat seperti
kenker usus, menipisnya lambung (lambung bocor), dan lain-lain (Sadler &
Murphy, 1998).
Dari hasil yang praktikan dapat setelah melakukan pengujian tertera
pada tabel hasil pengamatan sifat kimia buah dan sayur.
Kebanyakan bahan pangan segar alami yang dikonsumsi manusia sebagai
bahan pangan berifat asam. Rentang nilai pH untuk sayuran ialah dari 6,5
sampai 4,6. Rentang untuk buah-buahan ialah dari 4,5 sampai 3,0 (Norman,
1988). Sesuai dengan pernyataan Norman diatas, hasil pengamatan untuk
pH pada semua sampel sudah sesuai dan layak untuk dikonsumsi maupun
diolah menjadi produk pangan lain nya.
5.1.2.2 Total Padatan Terlarut (TPT)
Padatan terlarut erat kaitannya dengan kandungan karbohidrat dalam
sayur dan buah karbohidrat dalam sayur dan buah terdiri dari monosakarida,
oligosakarida dan polisakarida yang terlarut dalam cairan sel sayuran dan
buah. Monosakarida utama adalah glukosa, fruktosa, manosa, xylosa dan
arabinosa. Oligosakarida berupa sukrosa dan selain itu karbohidrat juga
ditemukan dalam bentuk pati yang selama penyimpanan akan terurai
menjadi gula sederhana (Tjahjadi, 2008).
selama penyimpanan akan terjadi perubahan kandungan pati dan gula
sederhana, dimana kandungan pati akan menurun dan terhidrolisis menjadi
sukrosa yang akan dipecah lagi menjadi sukrosa dan fruktosa (Tjahjadi,
2008).
Praktikan menggunakan Refraktometer sebagai alat untuk mengukur
total padatan terlarut pada bahan pangan yang digunakan sebagai sampel
pengamatan. Pada setiap bahan memiliki komposisi karbohidrat yang
berbeda. Dari hasil pengamatan, belimbing adalah bahan pangan yang
memiliki total padatan terlarut paling banyak dibandingkan dengan bahan
pangan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa belimbing memiliki komposisi
karbohidrat paling banyak.
5.1.2.3 Total Asam Tertitrasi (TAT)
Total Asam Tertitrasi (TAT) berhubungan dengan pengukuran total
asam yang terkandung dalam makanan. TAT merupakan penduga pengaruh
keasaman terhadap rasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan
pH (Sadler & Murphy, 1998). Nilai TAT meliputi pengukuran total asam
yang terdisosiasi dan tidak terdisosiasi, sedangkan pH hanya mengukur
total asam dalam kondisi terdisosiasi (Harris, 2000).
Tingkat keasaman suatu bahan pangan sangat berhubungan erat
dengan total asam yang ada pada bahan itu sendiri. Yang arti nya semakin
rendah pH pada suatu bahan maka akan semakin tinggi keasaman bahan
tersebut. Standar tingkat keasaman pada suatu bahan pangan terdapat pada
pernyataan Norman pada pembahasan pH diatas. Bisa ditarik kesimpulan
jika pH suatu bahan sudah sesuai dan dinyatakan layak untuk dikonsumsi
baik sekali maupun secara terus menerus, maka tingkat keasaman yang
dikandung nya pun bisa dikatakan aman dan layak untuk dikonsumsi.
Setelah dilakukan pengamatan, praktikan mendapati perbedaan total
asam yang tertitrasi pada sampel. Hal ini desbabkan oleh beberapa hal, salah
satu nya yaitu kematangan. Jenis asam banyak ditemukan pada beberapa
jenis tanaman, terutama tanaman buah-buahan. Asam-asam ini terdapat
dalam jumlah kecil dan merupakan hasil antara (intermediete) dalam
metabolisme, yaitu dalam siklus kreb (siklus asam trikarboksilat), siklus
asam glioksilat, dan siklus asam shikimat. Rasa asam yang ada juga dapat
disebabkan oleh adanya vitamin C. Buah yang mempunyai kandungan gula
tinggi biasanya juga disertai adanya asam. Pada buah klimaterik, asam
organik menurun segera setelah proses klimaterik terjadi. Jumlah asam akan
berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah tersebut.
Selama penyimpanan keasaman buah bervariasi tergantung tingkat
kematangan, jenis dan suhu penyimpanan. Biasanya buah yang masih muda
memiliki kandungan asam yang lebih tinggi (Harris, 2000)
5.1.2.4 Kadar Vitamin C
Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam
keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin
C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila
terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi.
Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan
asam (Almatsier, 2005).
Praktikan melakukan pengujian kadar vitamin C menggunakan
metode titrasi, sampel yang digunakan meliputi beberapa bahan pangan
komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan.
Vitamin C dapat ditemukan pada bahan makanan nabati maupun
hewani. Sumber utama vitamin ini adalah buah-buahan dan sayur-sayuran
seperti melon, jeruk, tomat, strowberi, aspargus, brokoli, kubis, dan
kembang kol. Sedangkan bahan makanan yang berasal dari hewan seperti
daging dan susu kandungan vitamin C nya lebih sedikit (Winarno, 2004).
Pengujian kandungan vitamin C dilakukan dengan metode titrasi
DCPIP (Sadasivam & Manickam, 1992). Kadar vitamin C yang terdapat
pada bahan pangan bervariasi, tergantung dari bahan pangan itu sendiri.
Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel didapatkan hasil yang tertera
di tabel pengamatan sifat kimia buah dan sayur. Praktikan menyimpulkan
bahwa dari 4 sampel yang diuji, wortel memiliki kadar vitamin C tertinggi
dengan persentase kadar vitamin C sebesar 10.56%.
5.2.2 Pembahasan
Respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan
oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein
dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-
elektron. Beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk mengukur
proses respirasi ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2 ( Winarno FG, 1981).
Produk pertanian yang berbeda kemungkinan mempunyai laju respirasi
yang berbeda pula, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat
perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara umum, sel‐sel muda
yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Masa
simpan produk dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkungan
yang dapat memperlambat laju respirasi dan transpirasi melaluipenurunan suhu
produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan
menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk (
Winarno FG, 1981).
Praktikan melakukan pengujian terhadap laju respirasi beberapa bahan
pangan yang dijadikan sebagai sampel pengamatan. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui perbedaan laju respirasi pada bahan pangan yang dijadikan
sebagai sampel pengamatan. Pada hasil pengamatan yang dicantumkan terdapat
berbagai macam perubahan yang meliputi bobot, kadar CO2, dan Warna. Pada
sifiat fisik lainnya seperti tekstur dan aroma tidak mengalami perubahan yang
spesifik sehingga sangat sulit untuk. Hal ini bisa terjadi karena faktor internal
dan eksternal
a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organisme, maka akan
semakin banyak jumlah CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi
jaringan mempengaruhi laju respirasi, pada buah-buahan yang
banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin
cepat. Produk yang lebih kecil ukurannya mengalami laju respirasi
lebih cepat daripada buah yang besar, karena mempunyai
permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan udara sehingga
lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk-produk
yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah, dan
pada jaringan muda proses metabolisme akan lebih aktif dari pada
jaringan lebih tua (Pantastico, 1986).
b. Faktor External
Umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan
10°C. Pemberian etilen pada tingkat pra-klimaterik akan
meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan oksigen pada
ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar
oksigen, maka laju respirasi akan semakin cepat. Konsentrasi CO2
yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan
sayuran karena terjadi gangguan pada respirasinya. Kerusakan atau
luka pada produk juga sebaiknya dihindari karena dapat memicu
terjadinya respirasi sehingga umur simpan produk semakin pendek
(Pantastico, 1986).
5.3 Kesimpulan
1. Nilai pH untuk sayuran yang kurang dari 6,5 sampai 4,6 dan buah-buahan 4,5
sampai 3,0 tidak layak untuk dikonsumsi dan dapat mempengaruhi kesehatan.
2. Total padatan yang terkandung pada sebuah bahan pangan dipengaruhi oleh
komposisi karbohidrat bahan pangan itu sendiri.
3. Keasaman bahan pangan berbanding lurus dengan derajat pH bahan pangan itu
sendiri.
4. Sumber vitamin C yang berasal dari bahan pangan hewani lebih sedikit
dibanding dengan bahan pangan komoditi buah dan sayur.
5. Ukuran dan ketebalan kulit bahan pangan mempengaruhi laju respirasi.
6. Semakin tinggi kadar Oksigen semakin cepat laju respirasi, sedangkan
konsentrasi karbondioksida yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan
bahan pangan
7. Proses respirasi beriringan dengan proses pematangan yang artinya komposisi
pada bahan pangan juga berubah.
Daftar Pustaka
Winarno FG. (1981). Harvesting Physiologi. Jakarta: Literature Hudaya.
Harris. (2000). Quantitative Chemical Analysis 5. New York(US): W H Freeman and Company.
Pantastico. E. (1986). Post Harvest Physiology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sadler. G., & Murphy. P. (1998). pH and titrable acidity. Di dalam: Nielsen SS, editor. Kluwer
Academic(US): Plenum Publishers.
Sadasivam. S., & Manickan. A. (1992). Biochemical Methods for Agricultural Sciences. New
Delhi India: Wiley Eastern Limited.
Winarno FG. (2004). Food and Nutrition Chemicals. Jakarta: Gramedia Main Library.
Nama : Fegi Oktapiani
Nim : 1606841
IV. Hasil Dan Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami membahas tentang sifat kimia dan laju respirasi
pada sayur dan buah yang bertujuan untuk mengetahui sifat kimia beberapa jenis buah
yang meliputi pH, totalan padat ter;arut, total asam tertitrasi, dan kandungan asam
askorbat, pada buah dan sayur yaitu apel, belimbing, tomat, dan wortel. Setiap bahan
pangan memiliki karakteristik fisik kimia yang berbeda-beda, perbedaan ini akan
mempengaruhi umur simpan, penyimpanan dan penanganan pasca panen pada
pengolahannya.
Setelah melakukan percobaan untuk mengetahui sifat kimia, terdapat hasil yang
diuji pada buah apel yaitu buah apel memiliki kandungan pH sebesar 3.97 dengan total
asam tertitrasi 6.7 Brix, total asam terlarut sebesar 102% dan vitamin.c sebanyak 3.784
mg/g bahan. Seementara buah belimbing, pH nya didapat sebesar 4.63, dengan total
asam tertitrasi 6 Brix, total asam terlarut sebesar 68.4% dan vitamin.c sebanyak 4.92
mg/g bahan. Sedangkan untuk tomat, pH nya adalah sebesar 4.27, total asam tertitrasi
3.8 Brix, total asam terlarut sebesar 0.11% dan vitamin.c sebanyak 1.686 mg/g bahan.
Dan wortel dengan pH sebesar 5.86, total asam tertitrasi 3.2 Brix, total asam terlarut
sebesar 60% dan vitamin.c sebanyak 10.56mg/g bahan. Jadi terdapat perbedaan berupa
pH, TPT, TAT, dan vit c.
a. pH
Cara melakukan pengujian TPT dengan menggunakan kertas saring, setelah itu
teteskan filtrat yang diperoleh keatas refraktometer. Kandungan gula sering diukur
sebagai padatan terlarut total. Padatan terlarut total mencakup gula dan asam, tetapi
gula menempati porsi yang utama. Dan didapatkan hasil pada table apel memiliki TPT
paling tinggi yaitu 6.8 Brix yang berarti kandungan gula dan asam pada apel adalah
yang paling tinggi atau paling banyak diantara yang lain.
Faktor umur dan kematangan buah sangat mempengaruhi kadar TPTdan TAT.
Setelah pemasakan, kandungan gula akan meningkat akibat adanyakon!ersi pati
menjadi gula dengan bantuan amilase dan fosforilase.Sementara itu, kandungan asam-
asam organik dalam buah menurun sejalandengan pemasakan akibat pemakaian asam-
asam tersebut pada siklus krebs respirasi. (Wills, et al.,|1989 dalam Agustina, S., 2015,
hlm 5)
c. Total Asam Tertitrasi
Total asam tertitrasi nilai TAT meliputi pengukuran total asam yang terdisosiasi
dan tidak terdisosiasi, sedangkan pH hanya mengukur total asam dalam kondisi
terdisosiasi saja.
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti oleh pengeluaran
sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air (Deddy Muctadi, 1992 dalam
Octavianti Paramita, 2010). Substrat yang paling banyak diperlukan tanaman untuk
proses respirasi dalam jaringan tanaman adalah karbohidrat dan asam-asam organik
bila dibandingkan dengan lemak dan protein (Octavianti Paramita, 2010)
Laju respirasi dilakuan bertujuan untuk mengetahu cara pengukuran laju reaksi
pada sayur dan buah seperti pada table dibawah ini:
Pisang (3) -17.653 Sb= 77.8 Sb= lunak Sb= khas Sb= kuning
Ss= 78 ++ +++ ++
Ss= lunak Ss= khas Ss= kuning ++
++ +++
Jeruk (1) -38.937 Sb= 144.5 Sb= keras Sb= khas Sb= hijau
Ss= 144.5 ++ +++ kekuningan
Ss= keras ++ Ss=khas ++
+++ Ss= hijau
kekuningan
++
Jeruk (2) -15.860 Sb= 144.2 Sb= keras + Sb= khas ++ Sb= hijau
Ss= 144.2 Ss= keras + Ss=khas ++ kekuningan +
Ss= hijau
kekuningan +
Jeruk (3)
Tomat (1) -116.005 Sb= 75 Sb= keras Sb= khas ++ Sb= merah
Ss= 75.1 ++ Ss= khas + oranye +
Ss= keras ++ Ss= merah
oranye +
Tomat (2) -81.63 Sb= 75 Sb= keras + Sb= khas Sb= merah +
Ss= 75 Ss= keras + +++ Ss= merah +
Ss= khas
+++
Tomat (3) Sb= 74.8 Sb= keras + Sb= khas ++ Sb= merah +
Ss= Ss= keras + Ss= Ss=
Wortel (1) -515.52 Sb= 109.5 Sb= keras Sb= khas ++ Sb= oranye
Ss= 109.1 ++ Ss= khas ++ ++
Ss= keras ++ Ss= oranye ++
200
0
-200
-400
-600
-800
Pisang Jeruk Tomat Wortel
1 -59.732 -38.937 -116.005 -515.52
2 -62.66 -15.86 -81.63 -543.08
3 -17.653 0 0 -579.23
1 2 3
Rahmayanti, dkk. 2011. Makalah untuk Ilmu Bahan Makanan :Sayuran dan Buahan.
Banjarbaru
2. Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut menunjukan banyaknya gula yang terlarut dalam
sari buah atau sayur yang diukur semakin besar derajat Brix yang terbaca maka
kandungan gula pada buah dan sayur semakin besar dan semakin tinggi.
Dalam uji total padatan terlarut memiliki hasil yaitu, apel 6.8 Brix, belimbing 6 Brix,
tomat 3.8 Brix, dan wortel 3 Brix. Padatan terlarut erat kaitannya dengan kandungan
karbohidrat dalam sayur dan buah dimana menurut Tjahjadi (2008) karbohidrat dalam
sayur dan buah terdiri dari monosakarida, oligosakarida dan polisakarida yang terlarut
dalam cairan sel sayuran dan buah. Monosakarida utama adalah glukosa, fruktosa,
manosa, xylosa dan arabinosa. Oligosakarida berupa sukrosa dan selain itu karbohidrat
juga ditemukan dalam bentuk pati yang selama penyimpanan akan terurai menjadi gula
sederhana.
Kemudian menurut Tien (2008) selama penyimpanan akan terjadi perubahan
kandungan pati dan gula sederhana, dimana kandungan pati akan menurun dan
terhidrolisis menjadi sukrosa yang akan dipecah lagi menjadi sukrosa dan fruktosa.
Dari hasil diatas yang memiliki total padatan terlarut adalah apel yaitu, 6.8 Brix,
maka Karbohidrat dalam buah apel tinggi.
5. Laju Respirasi
Dalam uji laju respirasi dilakukan selama tiga hari. Setelah tiga hari dilakukannya
laju respirasi, maka berlanjutnya pengamatan fisik dan penitrasian pada sampel. Laju
respirasi dipengaruhi oleh umur atau tipe pertumbuhan, substrat, ketersediaan oksigen,
dan suhu pada lingkungan.
Gas CO2 yang dihasilkan dari respirasi beberapa waktu tertentu ditangkap oleh
obsorber (larutan NaOH). Menurut (Hasbullah, 2007), Jumlah CO2 yang terserap dapat
dihitung dengan cara mentitrasi absorben dengan asam kuat (HCL).
Untuk buah – buah tertentu, jumlah gas CO2 yang akan dihasilkan akan terus
menurun hingga tahap “senescene” namun tiba – tiba jumlah CO2 meningkat kemudian
menurun kembali. Buah yang melakukan proses respirasi seperti ini disebut buah
klimaterik. Sedangkan buah yang mengalami terus menurunnya jumlah CO2 pada
proses respirasi disebut buah non klimaterik.
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Tien. R. Muchtadi, Sugiyono, Fitriyono A., (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Penerbit Alfabeta. Bandung.