Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH PERENDAMAN UMBI SINGKONG DALAM

LARUTAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK


MUTU KERIPIK SINGKONG

FITRI SURYANI BR GINTING

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perendaman


Umbi Singkong dalam Larutan Asam Asetat terhadap Karakteristik Mutu Keripik
Singkong adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014

Fitri Suryani Br Ginting


NIM F24100094
ABSTRAK
FITRI SURYANI BR GINTING. Pengaruh Perendaman Umbi Singkong dalam
Larutan Asam Asetat terhadap Karakteristik Mutu Keripik Singkong. Dibimbing
oleh SUGIYONO.

Modifikasi proses pengolahan umbi singkong diharapkan dapat


menghasilkan keripik singkong dengan karakteristik mutu yang spesifik. Salah
satu upaya modifikasi proses pengolahan keripik singkong adalah dengan
menggunakan asam asetat sebagai media perendaman umbi singkong. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman umbi singkong
dalam larutan asam asetat terhadap karakteristik mutu keripik singkong.
Perlakuan pada penelitian ini adalah dengan merendam umbi singkong dalam
larutan asam asetat pada konsentrasi 0.5 %; 1.0 %; 2.0 %; dan 3.0 % masing-
masing selama 2 jam; 4 jam; dan 6 jam. Perendaman umbi singkong dalam
larutan asam asetat selama 2 jam dan 4 jam menghasilkan keripik singkong
dengan nilai kerenyahan dan kekerasan terendah. Selanjutnya perlakuan
perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat konsentrasi 0.5% dan 1.0
% selama 0.5 jam; 1 jam; 1.5 jam; dan 2 jam menunjukkan keripik singkong hasil
perendaman dalam larutan asam asetat selama 0.5 jam dan 1.5 jam adalah yang
memiliki nilai kerenyahan terendah. Uji organoleptik menunjukkan kesukaan
terbesar adalah pada keripik singkong dengan perlakuan perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam dan menjadi keripik
singkong dengan mutu yang terbaik. Perlakuan perendaman umbi singkong dalam
larutan asam asetat telah menghasilkan keripik singkong dengan karakteristik
mutu yang spesifik, diantaranya warna yang lebih cerah, rasa pahit yang
berkurang, aroma keripik singkong yang lebih disukai, serta tekstur yang lebih
renyah dan lebih tidak keras. Keripik singkong terbaik disimpan selama 4 minggu
dalam kemasan plastik polypropylene pada suhu ruang. Selama penyimpanan
menunjukkan hasil bahwa baik keripik singkong dengan perlakuan perendaman
umbi singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam (sampel) maupun
keripik singkong tanpa perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat (kontrol)
mengalami peningkatan kecerahan. Namun peningkatan kecerahan ini juga diikuti
oleh penurunan nilai a dan b. Selama penyimpanan juga menunjukkan bahwa laju
peningkatan nilai kerenyahan dan kekerasan pada sampel adalah lebih besar
dibanding kontrol. Terjadi penurunan nilai kesukaan panelis terhadap kedua jenis
keripik singkong yang menunjukkan terjadinya penurunan kualitas keripik
singkong selama penyimpanan. Sampai penyimpanan minggu kedua, bilangan
peroksida kontrol lebih besar dibanding sampel. Namun selama penyimpanan
terjadi peningkatan bilangan peroksida sampel dengan laju yang lebih besar
dibanding kontrol.

Kata kunci :asam asetat, bilangan peroksida, singkong, keripik.


ABSTRACT

FITRI SURYANI BR GINTING. Effects of Soaking of Cassava


Tubers in Acetic Acid Solution on Quality Characteristics of Cassava Chips.
Supervised by SUGIYONO

Processing modification of cassava tubers is expected to produce the


cassava chips with specific quality characteristics. One form of the
modification process is by using acetic acid as medium of soaking of cassava
tubers. This study was aimed to know the effects of soaking of cassava tubers
in acetic acid solution on quality characteristics of cassava chips. The
treatments of this research were soaking cassava tubers in acetic acid
solution with concentrations of 0.5; 1.0; 2.0 and 3.0 for 2 hours; 4 hours;
and 6 hours. Soaking of cassava tubers in acetic acid solution for 2 hours
and 4 hours resulted cassava chips with the lowest brittleness and hardness.
Then, soaking treatments of cassava tubers in acetic acid solution with
concentrations of 0.5 and 1.0 for 0.5 hour; 1 hour; 1.5 hours; and 2 hours
showed that cassava chips with soaking treatment in acetic acid solution for
0.5 hour and 1.5 hours resultedthe lowest brittleness. Organoleptic test
showed that cassava chips with soaking treatment in acetic acid solution with
concentration of 1.0 for 1.5 hours had the greatest sensory value and be the
best cassava chips. The soaking treatment in acetic acid solution acid has
produced cassava chips with specific quality characteristics, such as brighter
on colors, reduced bitter taste, flavor was preferred, and the texture wasnt
harder. The best cassava chipswas stored for 4 weeks in polypropylene
plastic packaging at room temperature. The brightness ofboth of cassava
chips with soaking treatment inacetic acid solution with concentration of 1.0
for 1.5 hours (the sample) and cassava chips without acetic acid soaking
treatment (control) increased during storage. The increased of brightness
was also followed by a decreased in the value of a and b. The rate of increase
in the value of brittleness and hardness in the sample were greater than that
of control. The sensory value for sample and control decreased, and it
showed the decreased of quality characteristics of cassava chips during
storage. Up to second week of storage, the peroxide value of sample was
greater than that of control. The peroxide value of sample increased at
greater rate than that of control during storage.

Keywords: acetic acid, cassava, chips, peroxide value.


PENGARUH PERENDAMAN UMBI SINGKONG DALAM
LARUTAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK
MUTU KERIPIK SINGKONG

FITRI SURYANI BR GINTING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai September 2014 ini
adalah pengolahan pangan, dengan judul Pengaruh Perendaman Umbi Singkong
dalam Larutan Asam Asetat terhadap Karakteristik Mutu Keripik Singkong.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak (Majid Ginting), Ibu (Juniati Br
Tarigan), Kakak (Dewy Chitra Br Ginting), Adik (Artanta Ginting), serta seluruh
keluarga besar atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih kepada Bapak
Prof Dr Ir Sugiyono MAppSc selaku dosen pembimbing skripsi dan yang telah
mendanai penelitian penulis, Bapak Dr Ir Budi Nurtama MAgr dan Ibu Dr Elvira
Syamsir STP., MSi selaku dosen penguji dalam ujian akhir serta yang telah
memberikan banyak saran dalam penulisan skripsi penulis, seluruh teknisi
laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta seluruh staff Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu penulis selama penelitian.
Disamping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dimyati yang telah
senantiasa membantu penyediaan bahan baku singkong varietas Manggu selama
pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat-
sahabat saya Roma ES, Satriani KS, Dessy JD, Christine S, Kartika ST, Cony AP,
Isnaini AL, dan teman-teman seperjuangan ITP angkatan 47, serta Dedy LT, yang
senantiasa memberi doa serta dukungan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan di
Indonesia.

Bogor, Desember 2014

Fitri Suryani Br Ginting


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Tahapan Penelitian 2
1. Penelitian Pendahuluan 2
1.1 Karakterisasi Umbi Singkong 2
1.2 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman
dalamLarutan Asam Asetat 2
2. Penelitian Lanjutan 3
2.1 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman
dalam Larutan Asam Asetat Perlakuan Terpilih 3
2.2 Penyimpanan Keripik Singkong 3
Prosedur Analisis 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
1. Penelitian Pendahuluan 8
1.1 Karakterisasi Umbi Singkong 8
1.2 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman
dalam Larutan Asam Asetat 9
2. Penelitian Lanjutan 12
2.1 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman
dalam Larutan Asam Asetat 12
2.2 Penyimpanan Keripik Singkong 19
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 45
DAFTAR TABEL

1 Karakteristik umbi singkong varietas Manggu 9


2 Komposisi kimia umbi singkong varietas Manggu 9
3 Nilai warna keripik singkong penelitian pendahuluan 12
4 Nilai warna keripik singkong penelitian lanjutan 14
5 Kadar pati, amilosa, dan amilopektin keripik singkong hasil perendaman
dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam dibanding kontrol 17
6 Hasil analisis proksimat keripik singkong hasil perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva analisis profil tekstur 10


2 Kerenyahan keripik singkong penelitian pendahuluan 10
3 Kekerasan keripik singkong penelitian pendahuluan 11
4 Kerenyahan keripik singkong penelitian lanjutan 13
5 Kekerasan keripik singkong penelitian lanjutan 13
6 Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan keripik singkong 15
7 Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma keripik singkong 16
8 Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa keripik singkong 16
9 Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur keripik singkong 16
10 Tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan keripik singkong 17
11 Perubahan kerenyahan keripik singkong selama penyimpanan 19
12 Perubahan kekerasan keripik singkong selama penyimpanan 19
13 Perubahan nilai warna L keripik singkong selama penyimpana 20
14 Perubahan nilai warna a keripik singkong selama penyimpanan 20
15 Perubahan nilai warna b keripik singkong selama penyimpanan 21
16 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap penampakan keripik
singkong selama penyimpanan 22
17 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadaparoma keripik singkong selama
penyimpanan 22
18 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadaprasa keripik singkong
selama penyimpanan 22
19 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap tekstur keripik singkong selama
penyimpanan 23
20 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadapkeseluruhan keripik singkong
selama penyimpanan 23
21 Bilangan peroksida keripik singkong selama penyimpanan 24
DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakter fisik umbi singkong varietas Manggu 28


2 Analisis proksimat umbi singkong varietas Manggu 28
3 Analisis tekstur keripik singkong penelitian pendahuluan 28
4 Analisis statistik tekstur keripik singkong penelitian pendahuluan 29
5 Analisis warna keripik singkongpenelitian pendahuluan 31
6 Analisis tekstur keripik singkong penelitian lanjutan 32
7 Analisis statistik keripik singkong penelitian lanjutan 32
8 Analisis warna keripik singkong hasil penelitian lanjutan 34
9 Analisis statistik uji organoleptik keripik singkong 35
10 Kadar pati, amilosa, dan amilopektin sampel terbaik dan kontrol 40
11 Analisis proksimat keripik singkong terbaik 40
12 Analisis tekstur keripik singkong selama penyimpanan 41
13 Analisis warna keripik singkongselama penyimpanan 41
14 Uji organoleptik keripik singkong selama penyimpanan 42
15 Bilangan peroksida keripik singkong selama penyimpanan 44
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Singkong (Manihot esculenta) yang sering dikenal juga dengan nama ubi kayu
atau ketela pohon merupakan jenis tanaman tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat
potensial di industri maupun unit bisnis karena ketersediaannya dan peluang
pengolahannya. Singkong termasuk dalam sumber karbohidrat terbesar di Indonesia
menduduki urutan ketiga setelah padi dan jagung, sehingga menjadi sangat potensial
bila dimanfaatkan dalam pengolahan industri makanan (Lidiasari et al. 2006).
Singkong di Indonesia semakin dibudidayakan sejalan dengan permintaan pasar
akan hasil olahan singkong, salah satunya yang semakin populer adalah keripik
singkong. SNI 01-4305-1996 tentang keripik singkong mendefinisikan keripik
singkong sebagai produk makanan ringan dari umbi singkong (Manihot sp) yang
melalui proses perajangan, penggorengan baik dengan maupun tanpa penambahan
bahan makanan yang lain dan tambahan makanan yang diizinkan. SNI ini juga
menyebutkan bahwa kriteria uji dan persyaratan mengenai karakteristik keripik
singkong diantaranya adalah memiliki bau yang normal, memiliki rasa khas, warna
yang normal, serta tekstur yang renyah. Keripik singkong juga tergolong dalam
kelompok pangan dengan umur simpan yang panjang yakni sampai berbulan-bulan
sehingga memiliki prospek ekonomi yang baik (BSN 1996).
Prospek pengembangan usaha keripik singkong dirasakan cukup menjanjikan
khususnya di Indonesia. Hal ini seiring dengan berubahnya pola hidup masyarakat
yang mengarah pada gaya hidup vegetarian yang juga didukung oleh ketersediaan
singkong yang potensial. Namun dengan berkembangnya kemajuan jaman, maka
keinginan dan tingkat kepuasan masyarakat juga ikut meningkat. Melihat banyaknya
usaha sejenis di masyarakat, maka diperlukan pengolahan keripik singkong yang
sederhana namun dapat memenuhi keinginan masyarakat dan memiliki daya saing di
pasaran (Lidiasari et al. 2006).
Salah satu upaya untuk memperoleh produk keripik singkong yang memiliki
daya saing di pasaran adalah dengan memodifikasi proses pengolahan. Salah satu
upaya modifikasi proses pengolahan keripik singkong adalah dengan menggunakan
asam asetat sebagai media perendaman umbi singkong. Penambahan asam asetat
sebagai media perendaman umbi singkong diharapkan dapat menghasilkan keripik
singkong dengan karakteristik mutu yang spesifik, diantaranya keripik singkong
dengan nilai kerenyahan dan kekerasan lebih rendah serta dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat terhadap karakteristik mutu keripik singkong.
2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini yakni diketahuinya cara pengolahan umbi
singkong yang menghasilkan keripik singkong dengan karakteristik mutu yang spesifik.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi singkong varietas
Manggu dengan umur panen 7-8 bulan, asam asetat (asam cuka), air, dan minyak
goreng kelapa sawit.

Alat

Alat yang digunakan adalah slicer, deep fat fryer, oven listrik, tanur listrik,
pemanas Kjeldahl lengkap, alat ekstraksi soxhlet (kondensor dan pemanas listrik),
texture analyzer TA Xt2i dan jenis probe untuk mengukur kerenyahan dan kekerasan
yakni probe 0.25s, chromameter Minolta CR-310, buret 50 mL, serta spektrofotometer
UV-160.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yakni 1) penelitian pendahuluan yang meliputi
karakterisasi umbi singkong dan pembuatan keripik singkong dengan perlakuan
perendaman dalam larutan asam asetat; 2) penelitian lanjutan yang meliputi pembuatan
keripik singkong dengan perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat perlakuan
terpilih dan penyimpanan keripik singkong terbaik hasil uji organoleptik.

1. Penelitian Pendahuluan

1.1 Karakterisasi Umbi Singkong


Karakterisasi umbi singkong meliputi sifat fisik umbi singkong (diameter,
panjang, warna, dan berat rerata per umbi) serta komposisi kimia (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat).

1.2Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman dalam


Larutan Asam Asetat
Pembuatan keripik singkong meliputi tahap pengupasan, pencucian umbi
singkong, pemotongan umbi singkong dengan panjang 10 cm, perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat yaitu dengan perlakuan A= konsentrasi
larutan asam asetat dimana A1= 0.5 %; A2= 1.0 %; A3= 2.0 %; A4= 3.0 % dan
B= lama perendaman dimana B1= 2 jam; B2= 4 jam; B3= 6 jam. Rasio umbi dan
larutan asam asetat yang digunakan adalah sekitar 500 gram umbi singkong
direndam dalam 1 liter larutan asam asetat. Umbi singkong yang telah direndam
kemudian dibilas dan dirajang dengan tebal 1.2 mm dan digoreng dalam deep fat
fryer pada suhu 170 oC selama 1.45 menit. Masing-masing keripik singkong
yang dihasilkan dianalisis profil tekstur terkait kerenyahan dan kekerasan dengan
3
texture analyzer dan data yang diperoleh diolah dengananalisis ragam (ANOVA)
dua arah, yakni untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam asetat dan lama
perendaman umbi singkong terhadap kerenyahan dan kekerasan keripik singkong.
Jika didapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Selain itu
dilakukan juga analisis warna dengan chromameter menggunakan skala Hunter
Lab, dimana L menunjukkan kecerahan, a menunjukkan warna merah jika
bernilai positif dan warna hijau jika bernilai negatif, b menunjukkan warna
kuning jika bernilai positif dan warna biru jika bernilai negatif. Data-data yang
diperoleh dari analisis fisik tekstur dan warna obyektif dari keripik singkong
hasil perlakuan pada tahapan ini digunakan untuk menentukan perlakuan lama
perendaman dan konsentrasi asam asetat yang digunakan sebagai perlakuan
terpilih dalam pembuatan keripik singkong berikutnya.

2. Penelitian Lanjutan

2.1 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman dalam


Larutan Asam Asetat Perlakuan Terpilih
Proses pembuatan keripik singkong pada tahapan ini adalah sama seperti
pembuatan keripik singkong hasil pada penelitian pendahuluan, namun kali ini
menggunakan perlakuan terpilih, yakni melalui perendaman umbi singkong
dalam larutan asam asetat dengan perlakuan A1= 0.5 % dan A2= 1.0 % selama
B1= 0.5 jam; B2= 1 jam; B3= 1.5 jam; serta B4= 2 jam. Selain itu terdapat
kontrol yakni keripik singkong yang dibuat dari umbi singkong tanpa perlakuan
perendaman.
Selain analisis profil tekstur dan warna obyektif seperti yang diterapkan
pada keripik singkong hasil perlakuan tahapan sebelumnya, pada keripik
singkong hasil perendaman dalam larutan asam asetat perlakuan terpilih juga
dilakukan uji organoleptik untuk memilih produk keripik singkong terbaik.
Pemilihan produk keripik singkong terbaik dilakukan dengan menganalisis data
hasil uji organoleptik yang diperoleh menggunakan analisis ragam (ANOVA).
Jika didapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji Dunnet. Keripik singkong
hasil perlakuan dengan penerimaan terbaik selanjutnya diuji kimia dengan uji
proksimat yang sama dengan uji proksimat bahan baku umbi singkong serta
dilakukan juga uji kadar amilosa amilopektin.

2.2 Penyimpanan Keripik Singkong


Produk keripik singkong terbaik dan keripik singkong tanpa perlakuan
perendaman dikemas dalam plastik PP (polypropylene) dan disimpan selama 4
minggu pada suhu ruang. Setiap minggunya diamati perubahan sifat tekstur dan
warna obyektif, perubahan sifat organoleptik, serta uji bilangan peroksida dengan
titrimetri.

Prosedur Analisis

a. Kadar Air (SNI 01- 3751-2006)


Analisis kadar air sampel dilakukan dengan metode oven. Cawan aluminium
kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 130 oC selama 15 menit. Cawan
4

dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan
kosong ditimbang (A). Sebanyak 2 gram sampel (W) dimasukkan ke dalam
cawan dan ditimbang beserta cawan. Cawan beserta sampel dimasukkan ke
dalam oven untuk dikerigkan pada suhu 130 oC selama 1 jam., untuk kemudian
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (Y). Selanjutnya cawan berisi
sampel dikeringkan kembali di oven pada suhu yang sama selama 15-30 menit.
Pengeringan diulang sampai dicapai bobot konstan (selisih bobot 0.005 gram).
Penimbangan menggunakan neraca analitik. Kadar air sampel diukur dengan
cara :

( )
Kadar air =

Keterangan :
W = bobot sampel awal (g)
Y = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g)
A = bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (SNI 01- 3751-2006)


Cawan porselin (cawan pengabuan) dimasukkan ke dalam tanur untuk
dibakar selama 15 menit. Cawan didinginkan dalam desikator danditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (W) dan dimasukkan ke dalam cawan
yang telah dibakar. Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur untuk
dibakar sampai didapatlan abu berwarna abu-abu atau sampai didapat bobot
konstan. Pengabuan dilakukan pada suhu 550 oC selama 6 jam. Cawan beserta
sampel hasil pengabuan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (X).
Penimbangan menggunakan neraca analitik. Kadar abu sampel diukur dengan
cara :

( )
Kadar Abu =

Keterangan :
W = bobot sampel awal (g)
X = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g)
A = bobot cawan kosong (g)

c. Kadar Protein (SNI 01- 3751-2006)


Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.5-1
gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl,
selanjutnya ke dalam labu Kjeldahl diitambahkan juga campuran katalis selen
dan 10 mL H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan di atas pemanas listrik sampai
mendidih dan larutan berwarna jernih kehijauan. Proses dilakukan di dalam
lemari asap atau pada alat destruksi yang dilengkapi unit pengasap. Selanjutnya
campuran dibiarkan dingin untuk selanjutnya diencerkan dengan air secukupnya.
Sebanyak 50 mL larutan H2BO3 2 % dan 2-4 tetes indikator (campuran 2
bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam
alkohol) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL untuk selanjutnya diletakkan
di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan
5
H3BO3. Sebanyak 15 mL atau lebih larutan NaOH 30 % dimasukkan dan
dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 mL destilat di erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung di dalam
erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer selanjutnya dititrasi dengan HCL 0.05 N
sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan kadar protein juga
dilakukan untuk blanko. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan cara :

( )
Kadar N (%) =
Kadar protein = %N x faktor konversi

Keterangan :
Faktor konversi = 6,25

d. Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)


Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak
1-2 gram dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi kapas.
Selongsong yang berisi sampel tersebut disumbat dengan kapas untuk kemudian
dikeringkan di dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 oC selama kurang lebih
1 jam. Selanjutnya kertas berisi sampel dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringakan dan
diketahui bobotnya. Selanjutnya dilakukan pengekstrakan dengan heksana atau
pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Heksana selanjutnya
disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu
105 oC. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang. Pengeringan diulang sampai
tercapai bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

( )
Kadar Lemak =
Keterangan :
W = bobot sampel (g)
W1 = bobot lemak sebelum ekstraksi (g)
W2 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi (g)

e. Kadar Karbohidrat (Winarno 1986)


Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference dengan
mengurangkan 100 % dengan penjumlahan total kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak sampel.

f. Analisis Profil Tekstur(Peleg & Bagley1983)


Analisa profil tekstur keripik singkong hasil seluruh perlakuan perendaman
dilakukan dengan dua cara, yakni secara subyektif (uji organoleptik) dan secara
obyektif (texture analyzer). Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan
texture analyzer adalah dengan memberi gaya kepada bahan dengan besaran
tertentu sehingga diperoleh profil tekstur bahan yang diukur. Cara pengukuran
tekstur kerenyahan dan kerenyahan keripik singkong dilakukan dengan
menyalakan texture analyzer, program texture analyzer dijalankan pada
computer. Selanjutnya dipilih parameter tekstur yakni kekerasan dan
kerenyahanserta golongan contoh bahan yang diukur yakni golongan keripik
singkong yang pernah diukur sebelumnya. Kemudian dilakukan pemilihan dan
6

pemasangan jenis probe yang sesuai pada alat, yakni probe 0.25s untuk
kekerasan dan kerenyahan. Setelah itu dilakukansetting pada program texture
analyzer untuk texture profile analyzer. Kemudian dilakukan pengukuran tekstur
keripik singkong. Pengolahan data hasil pengukuran texture analyzer dilakukan
dengan mencatat data dan plot grafik yang diperoleh dari texture analyzer yang
selanjutnya dilakukan perhitungannilai rata-rata.

g. Analisis Warna (Ramsey 2012)


Analisis warna keripik singkong dilakukan dengan metode chromameter.
Analisis warna dilakukan dengan cara mempersiapkan alat chromameter, steker
dimasukkan dan alat chromameter dikalibrasi. Pengukuran contoh dilakukan
dengan meletakkan measuring head pada contoh yang diukur, dan menekan
measure atau tombol pada measuring head. Selanjutnya pengukuran dilakukan
selama 5 detik pada permukaan bahan, kemudian dilakukan pencatatan terhadap
hasil pengukuran.

h. Uji Organoleptik (Meilgaard et al.1999)


Uji organoleptik keripik singkong hasil seluruh perlakuan perendaman
dilakukan terhadap 70 panelis tidak terlatih dengan menggunakan uji rating
hedonik. Atribut sensori yang diujikan adalah tekstur, warna, aroma, rasa, dan
keseluruhan.Sampel disajikan dengan kode tertentu secara acak yang selanjutnya
diberi penilaian oleh panelis sesuai tingkat kesukaan, yakni pada skala 1 sampai
7. Data skor tekstur yang diperoleh kemudian diolah secara statistik
menggunakan software SPSS dengan uji ANOVA. Untuk tahap penyimpanan,
dilakukan juga uji yang sama menggunakan 10 panelis terseleksi. Seleksi panelis
dilakukan dengan bantuan software excel sequential test. Penilaian kriteria mutu
tekstur keripik singkong mengacu pada Tabel 1.

Tabel 1 Penilaianmutu sensori keripik singkong dengan


rating hedonic

Skor Penilaian terhadap kriteria mutu


1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
3 Agak tidak suka
4 Netral
5 Agak suka
6 Suka
7 Sangat suka

i. Analisis Pati (Metode Anthrone, AOAC 1997)


Kadar pati dapat ditentukan dengan menggunakan faktor pengali , dimana
kandungan pati adalah 0.9 x kandungan glukosa. Analisis kandungan glukosa
sendiri ditentukan denganmetode penetapan total gula salah satunya dengan
metode Anthrone. Prinsip analisis total gula dengan metode Anthrone adalah
kalorimetri, dimana pereaksi Anthrone bereaksi dengan karbohidrat dalam asam
sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas dan diukur dengan
7
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Cara penentuan total gula
dengan metode Anthrone adalah dengan terlebih dahulu membuat kurva standar,
yakni dengan cara larutan glukosa standar 0.2 mg/mL sebanyak 0.2 mL; 0.4 mL;
0.6mL; 0.8 mL; dan 1.0 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup untuk
kemudian diencerkan menjadi 1.0 mL Selain itu dibuat juga blanko dengan cara
1 mL air destilat dipipet ke dalam tabung reaksi lain. Ke dalam masing-masing
tabung tersebut dimasukkan 5 mL pereaksi Anthrone 0.1 % dalam asam sulfat
untuk dipanaskan selama 12 menit. Setelah dingin, maka diukur absorbansinya.
Penetapan contoh dilakukan dengan cara 1 mL contoh dipipet ke dalam tabung
reaksi dan langkah selanjutnya mengikuti sebagaimana pembuatan kurva standar.
Hasil analisis total gula ini selanjutnya digunakan untuk analisis kadar pati.
Perhitungan total gula dan kadar pati mengikuti rumus:

( )
( )
Total gula (ppm) =
( )
Kadar pati (%) =
Keterangan :
a = nilai a pada kurva standar
b = nilai b pada kurva standar
W = berat contoh (g)

j. Analisis Amilosa (AOAC 1990)


Kandungan amilosa dapat ditentukan berdasarkan kemampuannya bereaksi
dengan senyawa iodine menghasilkan kompleks berwarna biru dan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer. Penetapan kadar amilosa dilakukan
dengan cara mebuat kurva standar terlebih dahulu dengan cara memasukkan 40
gram amilosa murni kedalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL etanol 95 % serta
9 mL NaOH 1 N. Larutan ini kemudian dipanaskan sekitar 10 menit. Setelah
dingin, maka ditepatkan hingga 100 mL di labu takar. Larutan kemudian dipipet
sebanyak 1 mL; 2 mL; 3 mL; 4 mL; dan 5 mL ke dalam labu takar 100 mL dan
masing- masing ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak 0.2 mL; 0.4 mL; 0.6 mL;
0.8 mL; dan 1.0 mL serta masing- masing 2 mL larutan iodium. Larutan
ditepatkan 100 mL dan setelah 20 menit diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 625 nm. Penetapan contoh dilakukan dengan cara yang hampir sama
dengan pembuatan kurva standar dengan memasukkan 100 mg contoh kedalam
tabung reaksi, dan selanjutnya memalui tahap yang sama dengan pembuatan
kurva standar. Contoh yang diambil sebanyak 5 mL. Perhitungan kadar amilosa
mengikuti rumus:

( )
( )
Kadar amilosa (ppm) =
Kadar amilosa (%) = kadar amilosa (ppm)/10000
Keterangan :
a = nilai a pada kurva standar
b = nilai b pada kurva standar
W = berat contoh (g)
8

k. Uji Bilangan Peroksida (AOAC Official Methods 965.33)


Keberadaan senyawa peroksida secara titrimetri dilakukan dengan
mengukur sejumlah iod yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh
peroksida di dalam pelarut asam asetat/kloroform. Cara untuk menentukan
bilangan peroksida yakni sebanyak 2.5 gram contoh minyak keripik singkong
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, selanjutnya ditambahkan 30 mL
pelarut CH3COOH-CHCL3. Larutan dikocok untuk ditambahkan 5 mL larutan KI
jenuh dan didiamkan selama 15 menit sambil digoyang sesekali. Selanjutnya
ditambahkan 30 mL air destilata. Sebelum titrasi dilakukan, maka terlebih dahulu
ditambahkan 0.5 mL indikator pati 1 %. Kemudian titrasi dilakukan sampai
warna biru menghilang. Penetapan bilangan peroksida dilakukan juga untuk
blanko dengan cara yang sama, namun jumlah Na2S2O3 0,02 N untuk titrasi
blanko harus lebih kecil atau sama dengan 0,1 mL. Perhitungan bilangan
peroksida menggunakan rumus :

( )
BP =
Keterangan :
BP = bilangan peroksida (meq peroxide/ kg contoh)
Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi contoh (mL)
Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blanko (mL)
N = konsentrasi sodium thiosulfat (N)
W = berat contoh (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penelitian Pendahuluan

1.1 Karakteristik Umbi Singkong


Singkong memiliki umbi atau akar pohon dengan ukuran yang beragam
tergantung varietasnya.Penelitian kali ini menggunakan singkong varietas Manggu
yang merupakan varietas unggul asal Sukabumi. Umbi singkong Manggu dapat
dipanen pada umur 8-10 bulan pasca tanam dengan diameter 4-5 cm. Namun untuk
pembuatan keripik, sebaiknya menggunakan umbi singkong dengan umur panen 7-
8 bulan. Warna umbi singkong Manggu warna tidak cepat berubah. Singkong
varietas ini memiliki rasa yang enak sehingga termasuk dalam jenis singkong
konsumsi dan dapat diolah menjadi berbagai macam makanan yang salah satunya
adalah keripik singkong (Carolina 2009).
Penelitian tahap ini adalah melakukan karakterisasi umbi singkong varietas
Manggu yang mencakup analisis fisik dan kimia berupa analisis proksimat lengkap.
Hasil analisis fisik umbi singkong varieatas Manggu yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
9

Tabel 1 Karakteristik umbi singkong varietas Manggu

Dimensi Rata- rata SD Kisaran


Panjang (cm) 27.85 3.68 24.95 - 30.75
Diameter (cm) 5.10 0.66 4.70 - 5.50
Warna Putih Putih
Berat per umbi (g) 540.25 52.00 503.00 - 577.50

Berdasarkan komposisi kimianya, umbi singkong merupakan sumber energi


yang kaya karbohidrat namun miskin protein. Kadar karbohidrat umbi singkong
mencapai 34.7 %, sedangkan kadar proteinnya hanya sekitar 1,2 % (Departemen
Kesehatan R.I 1992). Hasil analisis kimia umbi singkong varietas Manggu
menunjukkan kadar karbohidrat dan protein yang lebih tinggi dari umbi singkong
umumnya, yakni dengankadar karbohidrat sekitar 36.96 % dan kadar protein
sekitar 1.50 %. Lebih jelasnya hasil analisis proksimat lengkap umbi singkong
varietas Manggu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia umbi singkong varietas Manggu

Parameter Rata- rata (%) SD


Kadar air 58.42 0.81
Kadar abu 1.67 0.01
Kadar protein 1.50 0.03
Kadar lemak 1.45 0.02
Kadar karbohidrat 36.960.85

1.2 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman dalam


Larutan Asam Asetat
Penggunaaan asam asetat sebagai media perendaman umbi singkong
mempengaruhi karakteristik mutu keripik singkong yang dihasilkan. Faktor lama
perendaman dan konsentrasi asam asetat yang digunakan sebagai media
perendaman umbi singkong mempengaruhi karakteristik mutu keripik singkong
baik dari segi kerenyahan, kekerasan, dan warna keripik singkong.
Kekerasan dan kerenyahan merupakan karakteristik terpenting pada keripik
singkong. Kekerasan merupakan parameter primer tekstur, sedangkan kerenyahan
merupakan parameter sekunder tekstur. Kekerasan sering diistilahkan dengan sifat
bahan pangan yang kokoh, sedangkan kerenyahan diistilahkan dengan sifat bahan
pangan yang garing atau rapuh (Bourne 2002). Pengukuran tekstur keripik singkong
dengan texture analyzer menghasilkan grafik yang menunjukkan nilai kekerasan
dan kerenyahan yang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 merupakan grafik dari
salah satu pengukuran tekstur keripik singkong.Nilai kerenyahan ditunjukkan oleh
puncak yang pertama kali terbaca pada tekanan yang pertama. Nilai kekerasan
ditunjukkan oleh maksimum gaya atau nilai puncak pada tekanan pertama (Faridah
et al. 2012).
10

Force (g) kerenyahan

kekerasan

Time (sec)

Gambar 1 Kurva analisis profil tekstur


Hilangnya sifat renyah maupun keras bahan pangan merupakan
penyebab utama penolakan konsumen terhadap makanan kering
(Amertaningtyas et al. 2010). Hasil penelitian perendaman umbi singkong
dalam larutan asam asetat pada penelitian pendahuluan adalah diperolehnya
keripik singkong dengan karakteristik tekstur yang dapat dilihat pada Gambar 2
dan Gambar 3 serta warna keripik singkong pada Tabel 3.
Gambar 2 dan 3 menunjukkan hasil analisis tekstur keripik singkong
dengan texture analyzer penelitian perendaman umbi singkong dalam larutan
asam asetat konsentrasi 0.5 %; 1.0 %; 2.0 %; dan 3.0 % masing masing selama
2 jam; 4 jam; dan 6 jam. Hasil analisis tekstur mencakup nilai kekerasan dan
kerenyahan keripik singkong.

800
700
600
Force (g)

500
400
300
200
100
0
2 4 6 2 4 6 2 4 6 2 4 6
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
0.5% 1.0% 2.0% 3.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 2 Kerenyahan keripik singkong


11
900
800
700
600

Force (g)
500
400
300
200
100
0
2 4 6 2 4 6 2 4 6 2 4 6
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
0.5% 1.0% 2.0% 3.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 3 Kekerasan keripik singkong

Hasil analisis statistik yang dilakukan terhadap tekstur keripik singkong,


menunjukkan terdapat pengaruh yang sinifikan dari perlakuan perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat terhadap kerenyahan dan kekerasan keripik
singkong. Perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat
selama2 jam dan 4 jam adalah yang menghasilkan keripik singkong yang
signifikan berbeda dibanding perlakuan perendaman umbi singkong selama 6
jam. Perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat selama 2
jam dan 4 jam menghasilkan keripik singkong dengan nilai kerenyahan dan
kekerasan terendah. Hal ini berarti dibutuhkan tenaga yang lebih kecil dalam
gram Force untuk memecah atau menghancurkan keripik singkong dengan
perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat konsentrasi selama 2 jam dan
4 jam.
Nilai kekerasan dan kerenyahan yang rendah pada sampel keripik
singkong hasil perendaman asam asetat selama 2 jam dan 4 jam tersebut
menunjukkan bahwa proses hidrolisis pati selama perendaman umbi singkong
menghasilkan rasio amilosa amilopektin yang menurunkan nilai kerenyahan dan
kekerasan keripik singkong yang dihasilkan. Rasio amilosa amilopektin sendiri
mempengaruhi tingkat pengembangan dan tekstur dari produk pangan (Matz
1992). Walau demikian, hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan antar sampel keripik singkong hasil perendaman
umbi singkong selama 2 jam dan 4 jam menjadi acuan dipilihnya perlakuan
perendaman dengan penggunaan asam asetat konsentrasi terendah dan lama
perendaman tersingkat sebagai perlakuan terpilih dalam pembuatan keripik
singkong selanjutnya.
Analisis fisik terhadap warna dilakukan menggunakan chromameter dan
menghasilkan nilai warna L, a, dan b. Nilai warna tersebut menunjukkan warna
keripik singkong yang dihasilkan, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel
3 memperlihatkan nilai warna keripik singkong hasil perendaman umbi
singkong dalam larutan asam asetat konsentrasi 0.5 %; 1.0 %; 2.0 %; dan 3.0 %
masing -masing selama 2 jam; 4 jam; dan 6 jam.
12

Tabel 3Nilai warna keripik singkong dengan chromameter

Nilai warna
Perlakuan L a b
2 jam 62.84 0.05 3.71 0.09 29.31 0.14
0.5% 4 jam 63.79 0.03 -0.05 0.06 27.23 0.06
6 jam 66.45 0.13 -1.96 0.02 24.09 0.04

2 jam 66.34 0.05 2.38 0.03 28.61 0.01


1.0%
4 jam 66.98 0.02 -0.10 0.03 29.23 0.06
6 jam 67.23 0.03 -0.99 0.02 24.69 0.04

2 jam 67.48 0.03 1.95 0.02 26.45 0.01


2.0%
4 jam 67.53 0.05 0.58 0.01 26.59 0.02
6 jam 66.47 0.08 0.39 0.03 26.40 0.05

2 jam 67.04 0.08 1.67 0.01 23.98 0.02


3.0%
4 jam 68.45 0.04 2.81 0.01 26.40 0.08
6 jam 71.86 0.03 0.07 0.02 24.10 0.03

Berikutnya dari segi warna pada Tabel 3 terlihat dimana semakin lama waktu
perendaman dan semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka
semakin cerah keripik singkong yang dihasilkan. Selain itu dari Tabel 3 terlihat
bahwa perendaman umbi singkong selama 2 jam dan 4 jam rata-rata menghasilkan
keripik singkong yang lebih kuning dibanding keripik singkong hasil perendaman
dalam larutan asam asetat selama 6 jam, khususnya pada konsentrasi asam asetat
0.5 % dan 1.0 %. Berdasarkan hasil analisis tekstur dan warna obyektif tersebut
maka disimpulkan untuk pembuatan keripik singkong berikutnya digunakan
konsentrasi larutan asam asetat 0.5 % dan 1.0 % serta lama perendaman lebih kecil
dan sama dengan 2 jam sebagai perlakuan terpilih pada penelitian lanjutan.

2. Penelitian Lanjutan

2.1 Pembuatan Keripik Singkong dengan Perlakuan Perendaman dalam


Larutan Asam Asetat Perlakuan Terpilih
Asam asetat yang lebih dikenal dengan nama asam cuka merupakan salah satu
asam karboksilat paling sederhana dan tergolong dalam asam lemah. Asam asetat
termasuk pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2 yang seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH,
atau CH3CO2H. Dalam kehidupan sehari-hari asam cuka digunakan untuk pemberi
rasa asam pada makanan, sedangkan di dunia industri makanan dimanfaatkan untuk
menurunkan pH bahan, penahan warna, pelarut, dan sebagai pengawet (Sutresna
2007).
Perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat pada
tahapan ini dipilih berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan
sebelumnya. Proses perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat yang
dipilih adalah dengan perlakuan A= konsentrasi larutan asam asetat dimana A1=
13
0.5 % ; A2= 1.0 % ; dan B= lama perendaman dimana B1= 0.5 jam ; B2= 1 jam;
B3= 1.5 jam; B4= 2 jam. Perlakuan inilah yang digunakan di dalam proses
pembuatan keripik singkong. Keripik singkong yang dihasilkan selanjutnya
dianalisis fisik dengan texture analyzer untuk kekerasan dan kerenyahan. Hasil
analisis tekstur keripik singkong yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Gambar 5.

600
500

Force (g)
400
300
200
100
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 4 Kerenyahan keripik singkong

700
600
500
Force (g)

400
300
200
100
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 5 Kekerasankeripik singkong

Hasil analisis tekstur keripik singkong hasil perlakuan perendaman


umbi singkong dalam larutan asam asetat yang diukur dengan texture analyzer
kemudian diolah secara statistik dengan ANOVA. Hasil analisis statistik
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor lama
perendaman dan konsentrasi asam asetat yang digunakan sebagai media
perendaman umbi singkong. Perendaman umbi singkong dalam larutan asam
asetat selama 1.5 jam dan 0.5 jam adalah yang signifikan berbeda dengan keripik
singkong lainnya. Keripik singkong hasil perendaman 1.5 jam dan 0.5 jam inilah
yang memiliki nilai kerenyahan terendah. Hal ini berarti dibutuhkan tekanan yang
14

lebih kecil dalam gram Force untuk memecah atau menghancurkan keripik
singkong hasil perendaman umbi singkong selama 1.5 jam dan 0.5 jam. Hasil ini
juga menunjukkan bahwa hidrolisis pati selama perendaman umbi singkong
dalam larutan asam asetat selama waktu tersebut akan menghasilkan rasio amilosa
amilopektin yang menurunkan nilai kerenyahan produk. Penelitian sebelumnya
yakni oleh Shin et al. (2013) telah membuktikan rasio amilosa amilopektin bahan
adalah yang utama mempengaruhi tekstur dari produk yang dihasilkan.
Analisis fisik keripik singkong hasil perlakuan perendaman terpilih juga
mencakup analisis warna obyektif dengan chromameter.Hasil nilai warna L, a,
dan b keripik singkong dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai warna keripik singkong dengan chromameter

Nilai warna
Perlakuan L a b
Kontrol 62.06 0.47 1.61 0.04 27.12 0.54

0.5 jam 62.19 0.73 1.92 0.36 25.88 0.43


0.5% 1 jam 62.46 0.61 4.00 0.25 24.63 1.28
1.5 jam 63.02 0.59 5.14 0.53 28.66 0.97
2 jam 63.66 0.85 5.04 0.13 28.23 0.47
0.5 jam 64.10 0.57 0.70 0.10 27.38 1.35
1.0% 1 jam 65.41 0.71 1.51 0.15 28.14 0.76
1.5 jam 66.94 0.54 1.53 0.17 28.08 0.32
2 jam 70.34 2.17 1.96 0.10 29.87 0.91

Tabel 4 menunjukkan hal yang sama saat pengukuran warna keripik


singkong pada penelitian pendahuluan, bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan
asam asetat dan semakin lama waktu perendaman umbi singkong dalam larutan
asam asetat, maka nilai L yang menunjukkan kecerahan keripik singkong yang
dihasilkan semakin tinggi. Selain itu, keripik singkong hasil perendaman dalam
larutan asam asetat juga seluruhnya lebih cerah dibandingkan dengan kontrol,
yakni keripik singkong tanpa perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan
asam asetat. Nilai a yang merujuk pada warna merah jika bernilai positif,
menunjukkan keripik singkong dengan konsentrasi larutan asam asetat 0.5 %
memiliki warna yang lebih merah dibanding kontrol maupun keripik singkong
dengan perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat 1.0 %. Berdasarkan nilai
b yang merujuk pada warna kuning jika bernilai positif, dapat dilihat bahwa
keripik singkong hasil perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat memiliki
warna yang lebih kuning dari kontrol.
Secara keseluruhan, dibandingkan dengan kontrol, keripik singkong yang
dihasilkan dengan perlakuan perendaman asam asetat adalah lebih cerah,
kekuningan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat serta semakin lama waktu
perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat, maka keripik singkong
yang dihasilkan juga semakin cerah kekuningan bahkan ketika diamati secara
subyektif terlihat semakin pucat. Hal ini dikarenakan bahwa pH berpengaruh
signifikan terhadap reaksi pencoklatan (Anupama et al. 2006). Reaksi pencoklatan
15
biasanya terjadi pada pH 9 sampai pH 10.5. Pada pH rendah, banyak grup amino
yang terprotonasi sehingga hanya sedikit asam amino yang tersedia untuk reaksi
pencoklatan. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan serta
semakin lama perendaman umbi singkong inilah yang menyebabkan semakin
sedikit juga asam amino yang bereaksi membentuk senyawa melanoidin (Eriksson
1981).
Sedangkan pada kontrol, yakni keripik singkong tanpa perlakuan
perendaman menunjukkan bahwa nilai L, a, dan b adalah lebih tinggi dibanding
keripik singkong hasil perlakuan perendaman. Singkong dikategorikan sebagai
bahan makanan sumber karbohidrat, bahkan pada singkong varietas Manggu
memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dari umbi singkong umumnya.
Hal ini menyebabkan ketika umbi singkong Manggu tersebut diproses dengan
perlakuan panas pada suhu tinggi seperti proses penggorengan, akan memicu
reaksi Karamelisasi yang ditandai dengan adanya proses pencoklatan, yang
dikategorikan dengan proses pencoklatan non-enzymatis. Singkong juga varietas
Manggu ini juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari umbi
singkong umumnya. Keberadaan protein tersebut memungkinkan bahwa pada saat
penggorengan umbi singkong juga terjadi reaksi pencoklatan non-enzymatis
lainnya yakni reaksi Maillard yang merupakan reaksi antara karbohidrat
khususnya gula reduksi dengan gugus amino (International Starch Institute 2005).
Oleh karena itu warna coklat pada keripik singkong kontrol, yakni tanpa
perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat ditimbulkan oleh reaksi
Karamelisasi dan Maillard yang berlangsung secara simultan selama
penggorengan.
Selain analisis fisik, keripik singkong hasil perlakuan perendaman terpilih
juga diuji secara organoleptik dengan uji rating hedonic oleh 70 panelis tidak
terlatih. Hasil dari uji organoleptik tersebut akan menentukan keripik singkong
terbaik yang selanjutnya akan melalui tahap penyimpanan. Hasil uji organoleptik
keripik singkong dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 10.

7
6
5
4
3
Skala

2
1
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 6 Tingkat kesukaan panelis terhadap


penampakan keripik singkong
16

7
6
5

Skala
4
3
2
1
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 7 Tingkat kesukaan panelis terhadap


aroma keripik singkong

7
6
5
Skala

4
3
2
1
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 8 Tingkat kesukaan panelis terhadap


rasa keripik singkong

8
7
6
5
4
3
Skala

2
1
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 9 Tingkat kesukaan panelis terhadap


tekstur keripik singkong
17

7
6
5
4
3

Skala
2
1
0
0.5 1 1.5 2 0.5 1 1.5 2
jam jam jam jam jam jam jam jam
Kontrol 0.5% 1.0%
Perlakuan lama perendaman (jam) dan
konsentrasi asam asetat (%)

Gambar 10 Tingkat kesukaan panelis terhadap


keseluruhan keripik singkong

Seluruh hasil uji organoleptik tersebut dianalisis statistik. Keripik singkong


terbaik ditentukan dari nilai kriteria uji keseluruhan, dimana hasil uji statistik
menunjukkankeripik singkong dengan perlakuan perendaman dalam larutan asam
asetat 1.0 % selama 1.5 jam adalah yang berbeda signifikan dengan keripik
singkong hasil perlakuan perendaman lainnya dengan nilai kesukaan tertinggi.
Dibandingkan dengan kontrol, yakni keripik singkong tanpa perlakuan
perendaman, keripik singkong hasil perlakuan perendaman umbi singkong dalam
larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam ini memiliki nilai rata-rata kesukaan
yang lebih tinggi. Selanjutnya dari segi tekstur jika dibandingkan secara rata-rata
dengan kontrol dari data sebelumnya diatas, terlihat bahwa keripik singkong hasil
perlakuan perendaman ini juga memiliki nilai kerenyahan dan kekerasan yang
lebih rendah. Warna keripik singkong hasil perlakuan perendaman umbi singkong
dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam ini juga lebih cerah dibanding
kontrol. Keseluruhan hasil analisis tersebutlah yang menjadi alasan dipilihnya
keripik singkong dengan perlakuan perendaman asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam
menjadi produk keripik singkong terbaik.
Setelah diperoleh keripik singkong terbaik, maka selanjutnya dilakukan
analisis kimia kadar amilosa amilopektin keripik singkong terbaik yang
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui proses yang
terjadi selama perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat yang
mempengaruhi tekstur keripik singkong yang dihasilkan. Hasil analisis kadar
amilosa dan amilopektin keripik singkong dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kadar pati, amilosa, dan amilopektin keripik singkong


hasil perendaman dalam larutan asam asetat 1.0 %
selama 1.5 jam dibanding kontrol

Rata-rata (%) SD
Parameter
Kontrol Sampel
Kadar pati 73.02 1.32 46.91 0.59
Kadar amilosa 6.08 0.07 4.09 0.11
Kadar amilopektin 66.94 1.26 42.82 0.61
18

Tabel 5 menunjukkan bahwa dibanding kontrol, kadar pati, amilosa,


dan amilopektin sampel adalah lebih rendah. Namun jika dibuat secara
perbandingan terjadi peningkatan rasio amilosa pada sampel dibanding kontrol
walaupun tidak terlalu besar. Peningkatan rasio amilosa tersebut disebabkan oleh
adanya proses modifikasi pati. Granula pati terdiri dari dua jenis pati yakni amilosa
yang memiliki struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, serta amilopektin
yang memiliki struktur bercabang dengan ikatan -(1.6)-D-glukosa (Tester et al.
2004). Modifikasi pati dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, maupun enzimatis.
Modifikasi pati secara kimia salah satunya adalah peristiwa lintnerisasi.
Lintnerisasi adalah sebutan untuk hidrolisis pati dengan asam. Hidrolisis pati
sendiri bertujuan untuk mengurangi bobot molekul pati dengan pemutusan rantai
pati sehingga diperoleh lebih banyak hidrolisat berupa polimer rantai linear dengan
bobot molekul lebih rendah. Perlakuan dengan asam akan memutus rantai amilosa
serta sebagian rantai linear amilopektin yang akan meningkatkan kandungan
amilosa. Semakin kuat jenis asam yang digunakan, maka semakin besar pula
kemampuannya dalam memutus ikatan pada rantai pati (Saguilan et al. 2005).
Diketahui bahwa asam asetat bukanlah asam kuat, serta konsentrasi yang
digunakan adalah rendah yakni 1.0 %, mengakibatkan hanya sedikit pati yang
terhidrolisis pada perendaman selama 1.5 jam.Walau demikian, peningkatan rasio
amilosa yang kecil tersebut telah dapat mempengaruhi karakteristik keripik
singkong yang dihasilkan. Terbukti dari hasil analisis fisik maupun organoleptik
yangtelah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yakni
penelitian Ediati et al.(2006) melaporkan bahwa rasio amilosa yang lebih tinggi
dibanding amilopektin akan menghasilkan pengembangan volume dan kerenyahan
terbaik pada produk. Perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam
asetat ini juga telah mempengaruhi warna keripik singkong yang dihasilkan seperti
yang dijelaskan sebelumnya, yakni banyak grup amino yang terprotonasi sehingga
hanya sedikit asam amino yang tersedia untuk reaksi pencoklatan. Semakin tinggi
konsentrasi asam asetat yang digunakan serta semakin lama perendaman umbi
singkong inilah yang menyebabkan semakin sedikit juga asam amino yang
bereaksi membentuk senyawa melanoidin (Eriksson 1981).

Keripik singkong terbaik yakni keripik singkong dengan proses perendaman


umbi singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam juga dianalisis
proksimat lengkap. Hasil analisis proksimat lengkap keripik singkong terbaik dapat
dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis proksimat keripik singkong


hasil perendaman umbi singkong dalam
larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam

Parameter Rata- rata (%) SD


Kadar air 1.11 0.02
Kadar abu 1.89 0.01
Kadar protein 2.53 0.06
Kadar lemak 29.08 0.02
Kadar karbohidrat 65.40 0.06
19

2.2 Penyimpanan Keripik Singkong


Analisis selama penyimpanan dilakukan setiap minggu yakni mencakup
analisis profil tekstur dan warna obyektif, analisis organoleptik, serta analisis
bilangan peroksida. Hasil analisis profil tekstur secara obyektif dapat dilihat pada
Gambar 11 dan Gambar 12.

550
y = 3.9x + 496.59
R = 0.8596
500
Force (g)

Kontrol
450 y = 22.987x + 424.88
R = 0.8955 Sampel

400
0 1 2 3 4
Minggu penyimpanan

Gambar 11 Perubahan kerenyahan keripik singkong


selama penyimpanan

600 y = 9.862x + 538.54


R = 0.7137
550
Force (g)

500
y = 26.121x + 447.88 Kontrol
450 R = 0.9347 Sampel

400
0 1 2 3 4
Minggu penyimpanan

Gambar 12 Perubahan kekerasan keripik singkong


selama penyimpanan

Persamaan regresi linear pada Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan


bahwa laju peningkatan nilai kerenyahan dan kekerasan pada sampel (keripik
singkong hasil perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat
1.0 % selama 1.5 jam) adalah lebih besar dibanding kontrol (keripik singkong
tanpa perlakuan perendaman asam asetat). Hal ini menunjukkan bahwa selama
penyimpanan, sampel kehilangan kerenyahannya lebih cepat dibanding kontrol
selama penyimpanan. Kehilangan kerenyahan oleh produk dihubungkan dengan
meningkatnya kadar air produk (Arimi et al 2010). Panelitian Nugroho (2007)
menunjukkan bahwa selama penyimpanan kerenyahan produk pangan berkadar
air rendah menurun oleh karena penyerapan uap air dari lingkungan. Ketika pati
maupun tepung digoreng, maka akan molekul air akan menguap yang
20

menyebabkan terbentuknya pori-pori pada bahan pangan. Nilai kekerasan bahan


pangan meningkat disebabkan oleh peningkatan jumlah air yang mengisi pori-
pori udara bahan pangan selama penyimpanan dari lingkungannya (Roudant et
al 2004). Perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat telah
mempengaruhi pengembangan produk. Hal ini seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, yakni menyebabkan keripik singkong hasil perendaman dalam
larutan asam asetat lebih mengembang atau lebih banyak pori-pori yang
terbentuk. Hal ini dimungkinkan menjadi penyebab saat penyimpanan terjadi
peningkatan kekerasan dan kehilangan kerenyahan keripik singkong hasil
perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat yang mendekati nilai
kekerasan dan kerenyahan keripik singkong tanpa perlakuan perendaman asam
asetat pada penyimpanan minggu ke-4.
Analisis fisik warna secara obyektif juga dilakukan terhadap keripik
singkong terbaik dan kontrol dengan chromameter yang hasilnya dapat dilihat
pada Gambar 13 sampai Gambar 15.

70 y = 1.522x + 62.156
R = 0.7665
68
Nilai warna

66
y = 1.496x + 61.75
64 R = 0.7948 Kontrol
Sampel
62

60
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 13 Perubahan nilai warna L keripik singkong selama


penyimpanan

5
4
3
Nilai warna

2
y = -0.896x + 3.23
1 R = 0.801 Kontrol
0 Sampel
-1 0 1 2 3 4 5
-2 y = -0.917x + 1.636
-3 R = 0.8075
Minggu penyimpanan

Gambar 14 Perubahan nilai warna a keripik singkong selama


penyimpanan
21

32
30
y = -0.84x + 29.386

Nilai warna
28
R = 0.3224
26
Kontrol
24
Sampel
22 y = -0.756x + 26.548
R = 0.6014
20
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 15 Perubahan nilai warna b keripik singkong selama


penyimpanan

Gambar 13 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kecerahan kedua


keripik singkong hasil perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat
1.0 % selama 1.5 jam (sampel) maupun keripik singkong tanpa perlakuan
perendaman asam asetat (kontrol). Berdasarkan persamaan regresi linear pada
Gambar 13 menunjukkan bahwa laju peningkatan kecerahan keripik singkong
kontrol sedikit lebih besar dari sampel. Selanjutnya pada Gambar 14
menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai a pada kedua jenis keripik singkong
selama penyimpanan. Namun dari persamaan regresi linear pada sampel dan
kontrol menunjukkan laju penurunan nilai a keripik singkong sampel adalah
sedikit lebih besar dibanding kontrol. Perubahan nilai b keripik singkong selama
penyimpanan ditunjukkan oleh Gambar 15. Pada Gambar 15 terlihat terjadi
penurunan nilai b untuk kedua jenis keripik singkong. Cervera et al. (2007)
menyebutkan cahaya dan ketersediaan oksigen mempengaruhi warna produk
selama penyimpanan. Pemaparan produk terhadap cahaya dan oksigen selama
penyimpanan menurunkan kualitas warna produk. Cahaya dan oksigen
merupakan faktor penyebab reaksi oksidasi yang menimbulkan warna coklat
atau kusam pada keripik singkong mengingat menggunakan kemasan PP pada
kondisi ruang.
Uji organoleptik dilakukan juga selama penyimpanan oleh 10 panelis
terseleksi untuk melihat perubahan tingkat penerimaan konsumen terhadap
keripik singkong pada kriteria uji penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan
keseluruhan selama 4 minggu penyimpanan. Hasil uji organoleptik keripik
singkong tahap penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16 sampai Gambar 20.
22

7
y = -0.1x + 6.17
R = 0.7246
6

Skala
5
Kontrol
y = -0.33x + 5.93
4 R = 0.7127 Sampel

3
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 16 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap penampakan


keripik singkong selama penyimpanan

6
y = -0.18x + 5.37
5 R = 0.4396
Skala

y = -0.21x + 5.17 Kontrol


4
R = 0.4955 Sampel

3
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 17 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap aroma


keripik singkong selama penyimpanan

5
y = -0.265x + 5.51
Skala

R = 0.9849
Kontrol
4 y = -0.355x + 5.61
R = 0.8906 Sampel

3
0 1 2 3 4 5
Minggu Penyimpanan

Gambar 18 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap rasa


keripik singkong selama penyimpanan
23
7

6
y = -0.5x + 6.14
5 R = 0.8938

Skala
Kontrol
4 y = -0.59x + 5.71 Sampel
R = 0.884
3
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 19 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap tekstur


keripik singkong selama penyimpanan

6
y = -0.34x + 5.91
Skala

5 R = 0.9081 Kontrol
4 y = -0.31x + 5.54 Sampel
R = 0.8596
3
0 1 2 3 4 5
Minggu penyimpanan

Gambar 20 Perubahan nilai kesukaan panelis terhadap keseluruhan


keripik singkong selama penyimpanan

Persamaan regresi linear pada Gambar 16 menunjukkan bahwa laju penurunan


nilai kesukaan panelis terhadap penampakan keripik singkong hasil perendaman
umbi singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam (sampel) adalah
lebih kecil dibanding keripik singkong tanpa perlakuan perendaman asam asetat
(kontrol). Gambar 17 menunjukkan baik sampel maupun kontrol mengalami
penurunan nilai kesukaan panelis terhadap aroma kedua jenis keripik. Selanjutnya
persamaan regresi linear pada Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan bahwa
penurunan nilai kesukaan panelis terhadap rasa dan tekstur keripik singkong kontrol
adalah lebih besar laju penurunannya dibanding sampel, namun tidak terlalu jauh
berbeda. Namun untuk kriteria uji keseluruhan yang ditunjukkan oleh Gambar 20,
terlihat bahwa penurunan nilai kesukaan panelis untuk kriteria uji keseluruhan
keripik singkong sampel adalah lebih besar laju penurunannya dibanding kontrol,
namun tidak terlalu jauh berbeda. Penurunan nilai kesukaan ini menunjukkan
terjadinya penurunan kualitas keripik singkong selama penyimpanan. Meskipun
terjadi penurunan nilai kesukaan panelis terhadap kedua keripik singkong selama
penyimpanan, namun dari Gambar 16 sampai Gambar 20 diatas menunjukkan bahwa
rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap keripik singkong sampel lebih besar
dibanding kontrol di setiap minggu penyimpanan.
24

Analisis kimia juga dilakukan selama masa penyimpanan, yakni analisis


bilangan peroksida. Analisis bilangan peroksida sering dijadikan acuan untuk
melihat seberapa besar kerusakan lemak oleh oksidasi, dimana senyawa inilah yang
selanjutnya akan terdegradasi menjadi senyawa volatile seperti aldehida, keton, dan
alkohol yang berperan dalam pembentukan aroma tengik (Kusnandar 2011). Hasil
analisis bilangan peroksida tahap penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21.

y = 2.426x + 30.136
meq Peroxibe/ kg

40
R = 0.9019
contoh

30
y = 7.302x + 10.724 Kontrol
20 R = 0.6817
Sampel
10
0 1 2 3 4
MInggu penyimpanan

Gambar 21 Bilangan peroksida keripik singkong selama


penyimpanan

Tingkat oksidasi dipengaruhi oleh berbagai parameter, diantaranya oksigen,


cahaya, adanya senyawa antioksidan, dan suhu penyimpanan (O'Brien dan O'Connor
2011). Hasil analisis bilangan peroksida terlihat bahwa bilangan peroksida pada
keripik singkong tanpa perlakuan perendaman asam asetat (kontrol) lebih besar
sampai penyimpanan minggu ke-2. Bilangan peroksida yang lebih rendah pada
keripik singkong dengan perlakuan perendaman umbi singkong dalam larutan asam
asetat disebabkan oleh adanya aktivitas antioksidan. Antioksidan dapat menurunkan
bilangan peroksida secara signifikan (Elsayed dan Amany 2011). Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat menstabilkan radikal bebas dengan cara melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi
berantai pembentukan radikal bebas yang menimbulkan oksidasi. Antioksidan dapat
memperlambat oksidasi walaupun digunakan dengan konsentrasi yang lebih rendah
dibanding dengan substrat yang dioksidasi (Buck 1991). Penelitian terdahulu oleh
Wulandari (2010) telah menggunakan asam asetat sebagai sebagai salah satu bahan
yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Walau demikian, persamaan regresi
pada Gambar 21 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, laju peningkatan
bilangan peroksida sampel (keripik singkong hasil perlakuan perendaman dalam
larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam) adalah lebih besar dibanding kontrol.
Peningkatan bilangan peroksida ini didorong juga oleh faktor kondisi penyimpanan,
mengingat dimana produk keripik singkong hanya menggunakan kemasan PP pada
kondisi ruang, sehingga memungkinkan oksigen dan cahayalebih mudah berinteraksi
dengan produk keripik singkong, sehingga memicu proses oksidasi. Selain itu,
peningkatan bilangan peroksida pada sampel bisa dipicu juga oleh penurunan
aktivitas antioksidan selama penyimpanan. Penelitian terdahulu oleh Eveline et
al.(2014) dan Gebi dan Hati (2014) telah membuktikan bahwa selama penyimpanan
pada suhu ruang, aktivitas antioksidan yang terkandung pada bahan pangan dapat
menurun. Selain itu, adanya perlakuan panas saat pengolahan bahan pangan akan
menurunkan kestabilan dan aktivitas antioksidan.
25
SIMPULANDAN SARAN

Simpulan

Modifikasi proses pengolahan keripik singkong dengan menggunakan larutan


asam asetat sebagai media perendaman umbi singkong dapat menghasilkan keripik
singkong dengan karakteristik mutu yang spesifik, diantaranya warna yang lebih cerah,
rasa pahit yang berkurang, aroma keripik singkong yang lebih disukai, serta tekstur
keripik singkong yang lebih renyah dan lebih tidak keras dibandingkan keripik
singkong tanpa perlakuan perendaman dalam larutan asam asetat. Perlakuan
perendaman umbi singkong dalam larutan asam asetat 1.0 % selama 1.5 jam telah
menghasilkan keripik singkong dengan nilai kesukaan terbaik. Hasil penyimpanan
keripik singkong menunjukkan bahwa di seiap minggu penyimpanan terjadi penurunan
kualitas keripik singkong dengan maupun tanpa perlakuan perendaman dalam larutan
asam asetat baik dari parameter tekstur, warna, maupun nilai organoleptiknya.
Bilangan peroksida keripik singkong hasil perlakuan perendaman dalam larutan asam
asetat lebih rendah dibanding keripik singkong tanpa perlakuan perendaman asam
asetat sampai penyimpanan minggu ke-2. Namun selama penyimpanan terjadi
peningkatan bilangan peroksida pada keripik singkong hasil perlakuan perendaman
asam asetat dengan laju lebih besar dibanding keripik singkong tanpa perlakuan
perendaman.

Saran

Perlu dilakukan evaluasi lanjut batasan rasio amilosa-amilopektin yang


menghasilkan tekstur keripik singkong yang baik.
26

DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas D, Masdiana CP, Manik ES, Khothibul UA.2010.Kualitas
Organoleptik (Kerenyahan dan Rasa) Kerupuk Rambak Kulit Kelinci pada
Teknik Buang Bulu yang Berbeda. Di dalam: Katz EE, Labuza TP. Effect
of Water activity on the Sensori Crispiness and Mechanical Deformation of
Food Product. J Food Science.49:403- 408.
Anupama D, Scott A, Rankin. 2006. Moderately Acidic pH Potentiates Browning
of Sweet Whey Powder. International Dairy Jornal. 16:822-828.
doi:10.1016/j.idairyj.2005.07.006.
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical
Chemist, 14th ed. AOAC Inc. Arlinton. Virginia
AOAC. 1997. Official Methods of Analysis. 15th ed. Arlington. Virginia
AOAC International Method 965.33. In; P Cuniff,ed. 1999. Official Methods of
Analysis of AOAC International, 16th ed., 5th revision. Gaithersburg(MD):
AOAC International.
Aparicio S, Flores HE, Tovar J, Garcia SF, Guterrez MF, Bello
LA.2005.Resistant Starch-Rich Powders Prepared by Autoclaving of
Native and Lintnerized Banana Starch: Partial Characterization. 57:405-
412.
Arimi JM, Duggan E, Sullivan M, Lyng JG, O'Riordan ED. 2010. Effect of Water
Activity on the Cripiness of a Biccuit (Crackerbread): Mechanical an
Acoustic Evaluation. Food Res Int. 43: 1650-1655.
Bourne, MC. 2002.Food, Texture and Viscosity Concept and
Measurement.Academic Press. London.
Buck. 1991. Antioxidant. Di dalam:Jim Smith (eds). Food Additive Users Hand
Book.London. Blackie & Sons Ltd. pp 149-183
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1992.Cara Uji Makanan dan
Minuman.http;//sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3279. [2
3 Desember 2013].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. Keripik Singkong. http://sisni.bsn.go.
id/. [23 Desember 2013].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Tepung Terigu sebagai Bahan
Makanan. http;//sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7341.
[23 Desember 2013].
Carolina. 2009. Menera Peluang Inovasi Berbasis Sampeu Manggu (Manihot
esculenta Linn). Subang: LIPI.
Cervera SS, Olarte C, Echavarri JF, Alaya F. 2007.Influence of Exposure to Light
on Sensorial Quality of Minimally Process Cauliflower.Journal of Food
Science. 37:12-18.
Chandra A, Hie MI, Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada
Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Parayangan:
Universitas Katolik Parahyangan.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan.Jakarta : Direktorat Gizi Departemen kesehatan RI.
Ediati R, Rahardjo B, Hastuti P. 2006. Pengaruh Kadar Amilosa terhadap
Pengembangan dan Kerenyahan Tepung Pelapis selama
Penggorengan.Agrosains. 19(4):395-413.
27
Elsayed Elbadrawy, Amany Sello. 2011. Evaluation of Nutritional Value and
Antioxidant Activity of Tomato Peel Extracts. Arabian J of Chemistry.doi:
10.1016/j.arabjc.2011.11.011.
Eriksson C.1981. Maillard Reaction in Food: Chemical, Physiological and
Technological Aspects. Pergamon Press. Oxford.
Eveline, Siregar TM, Sanny. 2014. Studi Aktivitas Antioksidan pada Tomat
(Lycopersicon esculentum) Konvensional dan Organik selama
Penyimpanan. Universitas Pelita Harapan. Tangerang.
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Wulandari N, Kusumaningrum HD.
Purnomo EH, Indrasti D. 2012. Analisis Pangan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Dwiyanti G, Hati NK. 2014. Aktivitas Antioksidan Teh Rosela ( Hibiscus
sabdariffa) selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
International Starch Institute. 2005. Maize (Corn). http://www.starch.dk/isi/starch.
(17 November 2014).
Kusnandar F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Lidiasari E, Syafutri MI, Syaiful F. 2006. Influence Of Drying Temperature
Difference On Physical And Chemical Qualities Of Partially Fermented
Cassava Flour.JIPI. 8:141-146.
Lu S, Tan TC, Cheng YL, Phoency L, Hua HC. 2013. Effect of Amylose Content
on Structure, Texture and -amylase Reactivity of Cooked Rice. J Food
Science and Technology. 54(1): 224-228.
Matz SA. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. Texas: Pan-tech
International Inc.
Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Technique. Florida,
USA: CRC Press LLC.
Nugroho A.2007. Kajian Metode Umur Simpan Produk Flat Wafer dengan
Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Model Kadar Air Kritis
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pangan IPB.
O'Brien NM, O'Connor TP. 2011. Milk Lipids | Lipid Oxidation.Encyclopedia of
Dairy Science. (2):716-720.doi:10.1016/B978-0-12-374407-4.00342-3.
Peleg M & EB Bagley. 1983. Physical Properties of Food. Connecticut: AVi
Publishing Company, Inc.
Roudaut G, Simatos D, Champion D, Contreras LE, Meste MI. 2004.Molecular
Mobility Around the Glass Transition Temperature: A Mini Review. Inn
Food Sci Em Technol. 5(2):127134.
Ramsey. 2002. http://www.konicaminolta.com/instruments/download/catalog/colo
r/pdf/cr400_catalog_eng.pdf. (21 Februari 2014).
Sutresna N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Tester RF, John K, Xin Q. 2004.Starch-Composition, Fine Structure and
Architecture.Journal of Cereal Science.39:151-165.
Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Wulandari T. 2010. Optimasi Penggunanan Campuran Asam Asetat dan Fenol
sebagai Antioksidan pada Karet Alam SIR 20[skripsi]. Medan:
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.
28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Karakter fisik umbi singkong varietas Manggu

Dimensi U1 U2 Rata-rata SD
Panjang (cm) 24.95 30.75 27.85 3.68
Diameter (cm) 5.50 4.70 5.10 0.66
Warna Putih Putih
Berat (g) 503.00 577.50 540.25 52.00

Lampiran 2 Analisis proksimat umbi singkong varietas Manggu

Nilai (%)
Parameter Rata-rata SD
U1 U2
Kadar air 58.65 58.20 58.42 0.81
Kadar abu 1.67 1.68 1.67 0.01
Kadar protein 1.52 1.48 1.50 0.03
Kadar lemak 1.47 1.44 1.45 0.02
Kadar karbohidrat 36.71 37.22 36.96 0.85

Lampiran 3 Analisis tekstur keripik singkong penelitian pendahuluan

Kerenyahan (gf) Kekerasan (gf)


Perlakuan
Rata-rata SD Rata-rata SD
2 jam 427.72 49.71 448.25 54.74
0.5 % 4 jam 464.70 53.11 477.41 58.08
6 jam 534.89 46.15 555.54 51.80
2 jam 425.02 51.54 490.87 86.89
1.0 % 4 jam 522.41 49.96 541.91 49.25
6 jam 463.66 38.02 517.26 80.27
2 jam 490.16 30.89 515.61 42.11
2.0 % 4 jam 449.33 66.87 470.86 71.22
6 jam 672.90 56.75 718.99 103.28
2 jam 513.19 81.27 560.61 65.86
3.0 % 4 jam 421.20 69.02 460.18 70.52
6 jam 600.56 46.52 630.64 92.81
29
Lampiran 4 Analisis statistik tekstur keripik singkong penelitian pendahuluan

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Britleness

Source Type III Sum df Mean Square F Sig.


of Squares
a
Corrected Model 641700.732 11 58336.430 3.685 .000
Intercept 29857569.456 1 29857569.456 1886.164 .000
Kons 89970.006 3 29990.002 1.895 .135
Lama_perendaman 287245.288 2 143622.644 9.073 .000
Kons * Lama_perendaman 264485.437 6 44080.906 2.785 .015
Error 1709616.972 108 15829.787
Total 32208887.160 120
Corrected Total 2351317.704 119

a. R Squared = .273 (Adjusted R Squared = .199)

Post Hoc Tests


Kons
Homogeneous Subsets
Britleness
Duncan

Kons N Subset

1% 30 470.363
0.5 % 30 475.770
3% 30 511.650
2% 30 537.463
Sig. .061

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 15829.787.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = 0.05.
30

Lama_perendaman
Homogeneous Subsets
Britleness
Duncan

Lama_perendaman N Subset

1 2

2 jam 40 464.023
4 jam 40 464.410
6 jam 40 568.003
Sig. .989 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 15829.787.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 40.000.
b. Alpha = 0.05.

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Hardness

Source Type III Sum df Mean Square F Sig.


of Squares
a
Corrected Model 672324.793 11 61120.436 3.582 .000
Intercept 34006837.414 1 34006837.414 1993.250 .000
Kons 101136.913 3 33712.304 1.976 .122
Lama_perendaman 327328.961 2 163664.481 9.593 .000
Kons * Lama_perendaman 243858.919 6 40643.153 2.382 .034
Error 1842587.563 108 17060.996
Total 36521749.770 120
Corrected Total 2514912.356 119

a. R Squared = .267 (Adjusted R Squared = .193)

Post Hoc Tests


Kons
Homogeneous Subsets
Hardness
Duncan

Kons N Subset

1 2

0.5 % 30 493.733
1% 30 516.680 516.680
31
3% 30 550.477 550.477
2% 30 568.487
Sig. .115 .150

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 17060.996.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = 0.05.

Lama_perendaman
Homogeneous Subsets
Hardness
Duncan

Lama_perendaman N Subset

1 2

4 jam 40 487.590
2 jam 40 503.835
6 jam 40 605.607
Sig. .579 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 17060.996.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 40.000.
b. Alpha = 0.05.

Lampiran 5 Analisis warna keripik singkong penelitian pendahuluan

Nilai warna
Perlakuan L a b
Rata-rata SD Rata-rata SD Rata-rata SD
2 jam 62.84 0.05 3.71 0.09 29.31 0.14
0.5 % 4 jam 63.79 0.03 -0.05 0.05 27.23 0.06
6 jam 66.45 0.13 -1.96 0.02 24.09 0.04
2 jam 66.34 0.05 2.38 0.03 28.61 0.01
1.0 % 4 jam 66.98 0.02 -0.1 0.03 29.23 0.06
6 jam 67.23 0.03 -0.99 0.02 24.69 0.04
2 jam 67.48 0.03 1.95 0.02 26.45 0.01
2.0 % 4 jam 67.53 0.05 0.58 0.01 26.59 0.02
6 jam 66.47 0.08 0.39 0.03 26.4 0.05
2 jam 67.04 0.08 1.67 0.01 23.98 0.02
3.0 % 4 jam 68.45 0.04 2.81 0.01 26.4 0.08
6 jam 71.86 0.03 0.07 0.02 24.1 0.03
32

Lampiran 6 Analisis tekstur keripik singkong penelitian lanjutan

Kerenyahan (gf) Kekerasan (gf)


Perlakuan
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
Kontrol 491.06 501.67 496.36 75.28 535.14 557.96 546.55 112.81
0.5 jam 430.35 420.90 425.63 60.90 450.17 426.78 438.50 68.20
1 jam 484.43 505.87 495.10 48.50 506.38 505.87 506.10 47.38
0.5 %
1.5 jam 374.26 372.38 373.30 44.36 380.68 395.27 388.00 58.88
2 jam 406.87 423.38 415.10 62.43 424.14 429.27 426.70 64.29
0.5 jam 417.38 402.86 410.10 34.89 444.36 413.96 429.20 48.53
1 jam 436.97 457.00 447.00 35.75 461.92 463.60 462.80 40.09
1.0 %
1.5 jam 435.43 444.03 439.70 48.63 442.12 447.48 444.80 50.01
2 jam 465.30 480.39 472.80 78.23 465.41 480.39 472.90 78.19

Lampiran 7 Analisis statistik tekstur keripik singkong penelitian lanjutan

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Brittleness

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares
a
Corrected Model 242930.084 7 34704.298 12.121 .000
12680.
Intercept 36308148.658 1 36308148.658 .000
812
Kons 10967.142 1 10967.142 3.830 .052
Lama_perendaman 119300.689 3 39766.896 13.889 .000
Kons * Lama_perendaman 112662.253 3 37554.084 13.116 .000
Error 526835.289 184 2863.235
Total 37077914.030 192
Corrected Total 769765.372 191

a. R Squared = .316 (Adjusted R Squared = .290)


33

Post Hoc Tests


Lama_perendaman
Homogeneous Subsets
Brittleness
Duncan

Lama_perendaman N Subset

1 2 3

1.5 jam 48 406.527


0.5 jam 48 417.871
2 jam 48 443.985
1 jam 48 471.065
Sig. .300 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2863.235.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 48.000.
b. Alpha = 0.05.

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Hardness

Source Type III Sum df Mean Square F Sig.


of Squares
a
Corrected Model 208796.827 7 29828.118 8.814 .000
Intercept 38210873.963 1 38210873.963 11291.176 .000
Kons 7604.109 1 7604.109 2.247 .136
Lama_perendaman 120834.850 3 40278.283 11.902 .000
Kons * Lama_perendaman 80357.868 3 26785.956 7.915 .000
Error 622681.020 184 3384.136
Total 39042351.810 192
Corrected Total 831477.847 191

a. R Squared = .251 (Adjusted R Squared = .223)


34

Post Hoc Tests


Lama_perendaman
Homogeneous Subsets
Hardness
Duncan

Lama_perendam N Subset
an 1 2 3

1.5 jam 48 416.387


0.5 jam 48 433.815 433.815
2 jam 48 449.802
1 jam 48 484.440
Sig. .144 .180 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 3384.136.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 48.000.
b. Alpha = 0.05.

Lampiran 8 Analisis warna keripik singkong penelitian lanjutan

0.5 % asam asetat


0.5 jam 1 jam
L a b L a b
U1 62.83 2.23 26.25 63.02 4.22 23.46
U2 61.54 1.61 25.52 61.91 3.77 25.80
Rata- rata 62.19 1.92 25.88 62.46 4.00 24.63
SD 0.73 0.36 0.43 0.61 0.25 1.28

0.5 % asam asetat


1.5 jam 2 jam
L a b L a b
U1 63.56 4.65 27.77 64.43 5.15 27.79
U2 62.49 5.62 29.55 62.88 4.92 28.66
Rata- rata 63.02 5.14 28.66 63.66 5.04 28.23
SD 0.59 0.53 0.97 0.85 0.13 0.47

1.0 % asam asetat


0.5 jam 1 jam
L a b L a b
U1 64.62 0.64 28.61 66.04 1.39 28.83
U2 63.58 0.76 26.14 64.78 1.64 27.44
35
Rata- rata 64.1 0.7 27.38 65.41 1.51 28.14
SD 0.57 0.1 1.35 0.7 0.15 0.76

1.0 % asam asetat


1.5 jam 2 jam
L a b L a b
U1 67.41 1.38 28.32 72.31 1.87 29.04
U2 66.48 1.67 27.84 68.37 2.04 30.69
Rata- rata 66.94 1.53 28.08 70.34 1.96 29.87
SD 0.54 0.17 0.32 2.17 0.1 0.91

Kontrol
L a b
U1 62.45 1.62 27.61
U2 61.66 1.61 26.63
Rata- rata 62.06 1.61 27.12
SD 0.47 0.04 0.54

Lampiran 9 Analisis statistik uji organoleptik keripik singkong

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Penampakan

Source Type III df Mean F Sig.


Sum of Squares Square
a
Model 13679.307 77 177.653 110.477 .000
Panelis 157.650 69 2.285 1.421 .020
Sampel 76.057 7 10.865 6.757 .000
Error 776.693 483 1.608
Total 14456.000 560

a. R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .938)


36

Post Hoc Tests


Sampel
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Penampakan
Dunnett t (2-sided)

(I) Sampel (J) Sampel Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Error Lower Upper
Bound Bound
*
0.5 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.97 .214 .000 -1.53 -.41
*
0.5 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.64 .214 .017 -1.20 -.08
*
0.5 % 1.5 jam 1 %; 2 jam -.86 .214 .000 -1.42 -.30
0.5 %; 2 jam 1 %; 2 jam -.50 .214 .103 -1.06 .06
*
1 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.67 .214 .011 -1.23 -.11
1 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.24 .214 .774 -.80 .32
1 %; 1.5 jam 1 %; 2 jam .11 .214 .994 -.45 .68

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 1.608.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Aroma

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares
a
Model 13403.716 77 174.074 142.678 .000
Panelis 113.330 69 1.642 1.346 .041
Sampel 30.341 7 4.334 3.553 .001
Error 589.284 483 1.220
Total 13993.000 560

a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .951)


37

Post Hoc Tests


Sampel

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Aroma
Dunnett t (2-sided)

(I) Sampel (J) Sampel Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound

0.5 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.21 .187 .764 -.70 .28


0.5 %; 1 jam 1 %; 2 jam .23 .187 .710 -.26 .72
0.5 % 1.5 jam 1 %; 2 jam .16 .187 .933 -.33 .65
0.5 %; 2 jam 1 %; 2 jam .24 .187 .653 -.25 .73
1 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.03 .187 1.000 -.52 .46
1 %; 1 jam 1 %; 2 jam .20 .187 .815 -.29 .69
*
1 %; 1.5 jam 1 %; 2 jam .63 .187 .005 .14 1.12

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 1.220.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Rasa

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares
a
Model 14504.386 77 188.369 125.733 .000
Panelis 109.671 69 1.589 1.061 .355
Sampel 72.886 7 10.412 6.950 .000
Error 723.614 483 1.498
Total 15228.000 560

a. R Squared = .952 (Adjusted R Squared = .945)


38

Post Hoc Tests


Sampel

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Rasa
Dunnett t (2-sided)

(I) Sampel (J) Sampel Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound
*
0.5 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.57 .207 .034 -1.11 -.03
0.5 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.10 .207 .997 -.64 .44
0.5 % 1.5 jam 1 %; 2 jam -.49 .207 .100 -1.03 .06
0.5 %; 2 jam 1 %; 2 jam .06 .207 1.000 -.49 .60
1 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam .03 .207 1.000 -.51 .57
1 %; 1 jam 1 %; 2 jam .41 .207 .213 -.13 .96
*
1 %; 1.5 jam 1 %; 2 jam .54 .207 .050 .00 1.09

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 1.498.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Tekstur

Source Type III Sum Df Mean F Sig.


of Squares Square
a
Model 18223.707 77 236.672 212.361 .000
Panelis 105.421 69 1.528 1.371 .032
Sampel 37.707 7 5.387 4.833 .000
Error 538.293 483 1.114
Total 18762.000 560

a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .967)


39

Post Hoc Tests


Sampel
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Tekstur
Dunnett t (2-sided)

(I) Sampel (J) Sampel Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Error Lower Upper
Bound Bound
*
0.5 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.56 .178 .012 -1.03 -.09
0.5 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.23 .178 .668 -.70 .24
*
0.5 % 1.5 jam 1 %; 2 jam -.61 .178 .004 -1.08 -.15
0.5 %; 2 jam 1 %; 2 jam -.17 .178 .879 -.64 .30
1 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.26 .178 .548 -.73 .21
1 %; 1 jam 1 %; 2 jam .01 .178 1.000 -.45 .48
1 %; 1.5 jam 1 %; 2 jam .19 .178 .834 -.28 .65

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 1.114.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Keseluruhan

Source Type III df Mean F Sig.


Sum of Squares Square
a
Model 16044.807 77 208.374 208.291 .000
Panelis 129.350 69 1.875 1.874 .000
Sampel 36.307 7 5.187 5.185 .000
48
Error 483.193 1.000
3
56
Total 16528.000
0

a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .966)


40

Post Hoc Tests


Sampel
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Keseluruhan
Dunnett t (2-sided)

(I) Sampel (J) Sampel Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I-J) Error Lower Upper
Bound Bound

0.5 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.39 .169 .117 -.83 .06


0.5 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.21 .169 .678 -.66 .23
0.5 % 1.5 jam 1 %; 2 jam -.34 .169 .202 -.79 .10
0.5 %; 2 jam 1 %; 2 jam -.13 .169 .959 -.57 .31
1 %; 0.5 jam 1 %; 2 jam -.27 .169 .432 -.71 .17
1 %; 1 jam 1 %; 2 jam -.07 .169 .999 -.51 .37
*
1 %; 1.5 jam 1 %; 2 jam .47 .169 .032 .03 .91

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = 1.000.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.

Lampiran 10 Kadar pati, amilosa, dan amilopektin sampel terbaik dan kontrol

Kontol Sampel
Parameter
U1 U2 Rata- Rata SD U1 U2 Rata- Rata SD
Kadar pati (%) 73.8 72.24 73.02 1.32 47.01 46.81 46.91 0.59
Kadar amilosa (%) 6.11 6.05 6.08 0.07 4.15 4.03 4.09 0.11
Kadar amilopektin (%) 67.69 66.19 66.94 1.26 42.86 42.79 42.82 0.61

Lampiran 11 Analisis proksimat keripik singkong terbaik

Nilai (%)
Parameter Rata- rata SD
U1 U2
Kadar air 1.13 1.09 1.11 0.02
Kadar abu 1.89 1.90 1.89 0.01
Kadar protein 2.58 2.48 2.53 0.06
Kadar lemak 29.07 29.09 29.08 0.02
Kadar karbohidrat 65.35 65.45 65.4 0.06
41

Lampiran 12 Analisis tekstur keripik singkong selama penyimpanan

Minggu ke-0 Minggu ke-1


Kontrol 1.0 %; 1.5 jam Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan
(gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf)
U1 491.06 535.14 435.43 442.12 493.62 531.43 443.93 506.64
U2 501.67 557.96 444.03 447.48 502.82 556.89 430.30 463.07
Rata-rata 496.36 546.55 439.73 444.80 498.22 544.16 437.11 484.85
SD 75.28 112.81 48.63 50.01 55.65 87.63 50.48 94.84

Minggu ke-2 Minggu ke-3


Kontrol 1.0 %; 1.5 jam Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan
(gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf) (gf)
U1 502.34 558.14 450.99 465.74 506.17 559.95 502.67 543.38
U2 511.57 551.39 462.37 503.93 515.43 551.73 487.54 529.86
Rata-rata 506.95 554.77 456.68 484.84 510.80 555.84 495.10 536.62
SD 43.11 64.14 54.35 62.85 37.68 55.81 50.03 57.54

Minggu ke-4
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
Kerenyahan Kekerasan Kerenyahan Kekerasan
(gf) (gf) (gf) (gf)
U1 516.00 597.02 531.05 552.79
U2 503.18 583.02 520.28 546.24
Rata-rata 509.59 590.02 525.67 549.52
SD 46.93 83.36 50.92 58.90

Lampiran 13 Analisis warna keripik singkong selama penyimpanan

Minggu ke-0
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
L a b L a b
U1 62.53 3.25 28.61 61.84 1.67 26.80
U2 59.87 4.92 28.76 62.04 1.31 24.33
Rata-rata 61.20 4.09 28.69 61.94 1.49 25.57
SD 1.46 0.92 0.09 0.11 0.19 1.36

Minggu ke-1
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
L a b L a b
42

U1 66.27 2.39 32.37 62.18 0.98 28.09


U2 65.40 0.97 29.73 61.46 1.77 26.12
Rata-rata 65.83 1.68 31.05 61.82 1.37 27.10
SD 0.48 0.78 1.45 0.40 0.43 1.08

Minggu ke-2
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
L a b L a b
U1 64.24 0.48 26.47 66.52 -0.28 24.85
U2 63.98 1.05 23.47 65.43 -0.46 26.14
Rata-rata 64.11 0.76 24.97 65.98 -0.37 25.50
SD 0.15 0.31 1.65 0.60 0.10 0.71

Minggu ke-3
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
L a b L a b
U1 66.80 0.14 28.45 69.22 -2.35 23.23
U2 65.73 0.71 26.77 65.33 -1.92 23.44
Rata-rata 66.27 0.42 27.61 67.28 -2.14 23.34
SD 0.59 0.31 0.92 2.13 0.24 0.13

Minggu ke-4
Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
L a b L a b
U1 67.26 0.23 26.23 65.38 -0.97 22.96
U2 69.92 0.26 26.20 67.99 -1.71 24.37
Rata-rata 68.59 0.24 26.21 66.69 -1.34 23.67
SD 1.46 0.03 0.05 1.43 0.41 0.77

Lampiran 14 Uji organoleptik keripik singkong selama penyimpanan

Minggu ke-0
Kriteria uji Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
Penampakan 5.90 5.70 5.80 0.70 6.10 6.10 6.10 0.55
Aroma 5.10 5.20 5.15 0.81 5.30 5.10 5.20 0.83
Rasa 5.50 5.50 5.50 0.61 5.50 5.50 5.50 0.69
Tekstur 5.70 5.60 5.65 0.81 6.10 6.00 6.05 0.69
Keseluruhan 5.50 5.30 5.40 0.60 6.00 5.80 5.90 0.72

Minggu ke-1
Kriteria uji Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
43
Penampakan 5.40 5.60 5.50 0.76 6.20 6.00 6.10 0.55
Aroma 5.30 5.30 5.30 0.73 5.50 5.60 5.55 0.60
Rasa 5.20 5.20 5.20 0.70 5.40 5.20 5.30 0.80
Tekstur 5.90 5.60 5.75 0.79 5.80 5.80 5.80 0.83
Keseluruhan 5.30 5.20 5.25 0.64 5.80 5.70 5.75 0.64

Minggu ke-2
Kriteria uji Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
Penampakan 5.40 5.50 5.45 0.60 6.10 5.90 6.00 0.65
Aroma 4.30 4.10 4.20 0.77 4.70 4.60 4.65 0.67
Rasa 5.20 5.00 5.10 0.55 4.90 5.00 4.95 0.83
Tekstur 4.00 4.00 4.00 1.03 5.30 5.30 5.30 0.80
Keseluruhan 5.10 5.00 5.05 0.69 4.80 5.10 4.95 0.83

Minggu ke-3
Kriteria uji Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
Penampakan 5.30 5.50 5.40 0.88 6.10 5.90 6.00 0.65
Aroma 4.80 4.60 4.70 0.66 5.30 5.00 5.15 0.67
Rasa 4.80 4.70 4.75 0.85 4.70 4.60 4.65 0.81
Tekstur 4.00 4.20 4.10 0.79 4.10 4.30 4.20 0.77
Keseluruhan 4.90 4.80 4.85 0.67 4.60 4.60 4.60 0.68

Minggu ke-4
Kriteria uji Kontrol 1.0 %; 1.5 jam
U1 U2 Rata-rata SD U1 U2 Rata-rata SD
Penampakan 4.30 4.10 4.20 0.70 5.60 5.70 5.65 0.59
Aroma 4.50 4.30 4.40 0.60 4.50 4.50 4.50 0.76
Rasa 4.00 3.90 3.95 0.83 4.40 4.60 4.50 0.76
Tekstur 3.30 3.50 3.40 0.60 4.40 4.30 4.35 0.81
Keseluruhan 4.00 4.10 4.05 0.69 4.90 5.00 4.95 0.76
44

Lampiran 15 Bilangan peroksida keripik singkong selama penyimpanan

SAMPEL
M-0 M-1 M-2 M-3 M-4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
BP (meq peroxide/ kg
contoh) 14.37 14.34 14.50 14.32 17.55 17.44 44.30 44.95 35.77 35.72
Rata- rata BP 14.35 14.41 17.50 44.63 35.75
SD 0.11 0.13 0.12 0.51 0.26

KONTROL
M-0 M-1 M-2 M-3 M-4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
BP (meq peroxide/ kg
contoh) 28.93 28.66 33.95 34.23 36.34 35.55 36.17 36.33 40.15 39.56
Rata- rata BP 28.80 34.09 35.95 36.25 39.86
SD 0.32 0.51 0.46 0.66 0.58
45

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabanjahe pada 6 April 1992 dan
merupakan anak ke dua dari Bapak Majid Ginting (Ayah)
dan Juniati Br Tarigan (Ibu). Penulis mengenyam
pendidikan di SMP Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 2004,
kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1
Kabanjahe pada 2007. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan
kuliah ke Institut Pertanian Bogor, departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama masa perkuliahan, penulis merupakan anggota dari organisasi daerah
Ikatan Masasiswa Karo (IMKA), anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pangan (HIMITEPA), juga aktif dalam kepanitiaan BAUR 2012. Selama masa
perkuliahan penulis juga mengikuti pelatihanGood Laboratory Practices (GLP) dan
ISO 22000:2009.

Anda mungkin juga menyukai