Anda di halaman 1dari 43

PENGUJIAN DENGAN INDERA PENDENGARAN

(Cheetos, Doritos, dan Kerupuk Udang)

OLEH :
RETTA KRISTANATA SIMARMATA (180305072)

LABORATORIUM TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...i

DAFTAR GAMBAR………………………………….…………………………ii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang…..………………………..……………….…………….....1
Tujuan………………………………………………………………………2

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………....3

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Percobaan . …………………………………………6
Bahan ………………………………………………………………………6
Alat …………………………………………………………………………6
Prosedur Percobaan …….………………………………………………...6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil………………………………………………………………………...7
Pembahasan………………………………………………………………..8

KESIMPULAN …………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...15

LAMPIRAN …………………………………………………………………….16

i
DAFTAR GAMBAR

No. Hal
1. Mekanisme penginderaan pendengaran ……………………………………...9

2. Bahan yang digunakan pada pengujian ……………………………………..12

ii
DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Hasil Pengujian dengan Indera Pendengaran (Cheetos, Doritos, dan

Kerupuk Udang)…………………………………………………………….7

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keripik dan kerupuk merupakan makanan cemilan yang disukai oleh

hampir seluruh masyarakat Indonesia baik dikonsumsi langsung maupun sebagai

makanan pelengkap saat mengonsumsi nasi. Ditinjau dari bahan bakunya keripik

dan kerupuk memiliki perbedaan, keripik pada umumnya berbahan baku sayuran

yang dilapisi dengan tepung kemudian digoreng atau umbi dan buah yang

dipotong tipis lalu digoreng, sedangkan kerupuk adalah makanan yang terbuat dari

adonan tepung yang ditambahkan lumatan bahan pangan seperti buah, sayur,

udang, dan ikan, dikukus, diiris, dikeringkan kemudian digoreng.

Salah satu parameter penting penentu mutu keripik dan kerupuk adalah

tekstur. Pengujian tekstur produk pangan dapat berupa kekerasan, elastistitas, dan

kerenyahan. Kerenyahan dapat didefinisikan sebagai tekstur yang dinilai

berdasarkan kemudahan produk untuk digigit dan dapat melibatkan indera

pendengaran dalam pengujiannya. Kerenyahan suatu produk pangan biasanya

dipengaruhi oleh komposisi bahan pada produk tersebut seperti polisakarida (pati)

yang terdapat pada keripik dan kerupuk.

Selain komposisi bahan pada produk, kandungan air juga sangat

mempengaruhi kerenyahan produk pangan. Setiap produk pangan memiliki

standar atau syarat mutu persentase kadar air minimal dan maksimal yang harus

dipenuhi pada saat pengolahan. Untuk produk keripik dan kerupuk kadar air

maksimal sesuai SNI adalah 11%. Apabila keripik dan kerupuk dikemas dan

disimpan dalam wadah yang tidak tepat dapat menyebabkan produk menyerap uap

1
2

air yang kemudian menyebabkan kerupuk tidak renyah atau dikenal dengan istilah

“melempem”.

Dalam pengolahan keripik dan kerupuk diperlukan metode persiapan

bahan baku, pemasakan, pengemasan, dan penyimpanan yang tepat untuk

mempertahankan kualitas produk yang akan dihasilkan. Identifikasi tingkat

kerenyahan produk pangan dapat dilakukan secara sensoris menggunakan indera

pendengaran dan menggunakan instrumen pengukur kerenyahan seperti texture

analyzer. Texture analyzer digunakan untuk mengukur keretakan (fracturability)

dan kerenyahan dan menggunakan bermacam-macam jenis probe tergantung tipe

sampel dan tujuan analisis.

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat

kerenyahan masing – masing bahan dengan dua perlakuan yang diuji

menggunakan indera pengengaran (Cheetos, Doritos, dan Kerupuk Udang).


TINJAUAN PUSTAKA

Uji organoleptik terhadap produk pangan penting dilakukan untuk

mendapatkan nilai tingkat penerimaan produk dari berbagai parameter penilaian.

Dalam prosesnya, sampel yang akan diuji harus disajikan dalam wadah yang

sudah diberikan label kode dengan bentuk, ukuran, suhu dan jumlah yang sama

untuk menghindari adanya pengaruh perbedaan penampilan yang merupakan

salah satu parameter penilaian. Posisi sampel yang diuji juga diletakkan tidak

berurutan namun secara acak agar tidak menimbulkan bias (Syah, 2012).

Tekstur atau kerenyahan merupakan salah satu atribut sensoris yang

digunakan untuk menentukan kualitas produk dan penerimaan produk di kalangan

konsumen. Pengujian kerenyahan produk seperti makanan ringan dapat dilakukan

menggunakan uji sensoris maupun menggunakan alat instrumen yang saling

berkorelasi untuk mencapai beberapa tujuan, seperti menemukan instrumen yang

dapat mengukur kualitas pengendalian makanan di industri, memprediksi tingkat

penerimaan dan kesukaan konsumen, memahami penilaian tekstur dan rasa para

panelis, dan meningkatkan metode instrumental untuk melengkapi hasil uji

sensoris (Paula dan Silva, 2014).

Penggunaan instrumen dan metode pengujian kalibrasi dalam menentukan

tekstur suatu produk pangan bertujuan untuk meningkatkan akurasi hasil dan

apabila pengujian secara sensoris tidak memungkinkan untuk dilakukan. Menurut

literatur Kwak, dkk., (20190 terdapat 3 metode fisikofisik dan metode referensi-

kalibrasi yang digunakan untuk menentukan korelasi antara pengukuran

instrumental dan pengukuran sensoris yaitu model Stevens, Fechner, dan

3
4

Beidgler. Namun metode yang paling sesuai untuk menentukan kerenyahan

produk keripik kentang adalah model Fechner.

Kerenyahan produk pangan dapat diidentifikasi melalui suara nyaring

yang dihasilkan saat produk mengalami penekanan atau saat dikunyah.

Rangsangan suara yang dihasilkan berkontribusi pada kesan sensorik secara

keseluruhan yang dapat digunakan dalam penentuan kesegaran maupun kekerasan

produk tersebut. Secara kinestetik parameter pembeda antara produk renyah dan

tidak renyah diantaranya kekerasan produk, kepadatan, intensitas suara nyaring

dan daya pecah dari produk pangan yang diuji (Meilgaard, dkk., 2007).

Adapun mekanisme pengujian kerenyahan produk pangan melalui indera

pendengaran (telinga) melibatkan telinga luar, gendang telinga, ossikel, dan

koklea. Proses pendengaran terjadi saat gelombang suara yang berasal dari sampel

melalui udara masuk ke telinga diubah menjadi getaran cairan di dalam telinga,

kemudian diikuti dengan pergerakan sel rambut di cochlea. Selanjutnya getaran

akan diterima di dendrit sebagai potensial aksi dan dihubungkan dengan saraf

pendengaran atau auditory nerve (Roosita, dkk., 2016).

Beberapa parameter yang mempengaruhi kekerasan dan kerenyahan

produk pangan seperti kerupuk adalah karakteristik ketebalan bahan, proses

homogenisasi adonan, kandungan bahan lain seperti pati dan kadar air pada bahan.

Semakin rendah kandungan air dalam produk maka akan semakin renyah produk

dan sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan metode perlakuan pendahuluan

terhadap produk untuk meningkatkan kerenyahannya dengan penyangraian

dengan suhu dan waktu tertentu yang dapat menguapkan air dalam bahan

(Irmayanti, dkk., 2017).


5

Parameter lain yang dapat mempengaruhi sifat kerenyahan produk pangan

adalah komposisi dan kandungan bahan. Diketahui bahwa produk kripik dan

kerupuk diolah dengan menggunakan tepung sebagai bahan bakunya, dimana

tepung mengandung banyak pati. Pada pati terjadi proses gelatinisasi yang

kemudian dapat mempengaruhi tekstur produk setelah diolah. Gelatinitasi pati

dapat digambarkan sebagai proses pembengkakan dan pelarutan dengan

melibatkan pemisahan fasa parsial dari dua polimer pati. Pengayaan amilosa di

ruang antar dan intragranular disebabkan oleh imisibilitas termodinamika amilosa

dan amilopektin (Barsby, dkk., 2001).

Kerenyahan produk kerupuk juga dipengaruhi oleh ketebalan kerupuk saat

diiris dan bahan tambahan yang digunakan dalam adonan seperti daging ikan dan

udang. Kandungan protein ikan dan udang yang ditambahkan pada bahan dapat

meningkatan kerenyahan karena dapat menebalkan granula – granula amilopektin.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulfahmi, dkk., (2014) yang

menyatakan bahwa kerupuk ikan dengan konsentrasi penambahan ikan tertinggi

sebesar 2,5 : 1 mengalami peningkatan kerenyahan sebesar 95,64% dibandingkan

produk kerupuk kontrol tanpa tambahan daging ikan.


METODOLOGI

Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan yang berjudul Pengujian dengan Indera Pendengaran

dilakukan pada hari Sabtu, 13 Maret 2021 pukul 10.00 WIB sampai dengan

selesai di Jl. Sibatu – Batu Blok I, Pematangsiantar.

Bahan

Adapun bahan yang diguakan untuk percobaan ini adalah air mineral,

cheetos, doritos, dan kerupuk udang yang diperoleh dari Alfamart, Jl. Gereja,

Pematangsiantar.

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah piring/ wadah,

gunting, label, gelas plasik, sendok, penutup mata, buku, dan pulpen.

Prosedur Percobaan

- Disiapakan masing – masing bahan diatas piring atau wadah.

- Dibagi masing – masing bahan menjadi dua perlakuan.

- Diberikan air pada masing – masing bahan perlakuan pertama.

- Diidentifikasi tingkat kerenyahan masing – masing bahan melalui indera

pendengaran praktikan.

- Dicatat hasil pengujian terhadap masing – masing bahan.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil Pengujian dengan Indera Pendengaran (Cheetos, Doritos, dan


Kerupuk Udang).
Keterangan
No Bahan
Benar Salah
1. - Cheetos renyah 
- Cheetos tidak renyah 
2. - Doritos renyah 
- Doritos tidak renyah 
3. - Kerupuk udang renyah 
- Kerupuk udang tidak renyah 

7
8

Pembahasan

Uji inderawi dapat didefinisikan sebagai metode pengujian suatu bahan

atau produk pangan yang didasarkan pada proses penginderaan yang merupakan

suatu proses fisio-psikologis yaitu kesadaran atau pengenalan alat indera akan

sifat – sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima oleh alat indera.

Penginderaan merupakan reaksi mental jika alat indera mendapatkan rangsangan

atau stimulus. Pengujian sensoris menggunakan alat indera bersifat subjektif

karena hasil pengukurannya dipengaruhi oleh faktor – faktor fisik, psikologis

maupun faktor eksternal panelis.

Pengujian sensoris memiliki tujuan dan target yang berbeda - beda

tergantung pada bidang pengujiannya, dan pada bidang penelitian dan

pengembangan produk pengujian sensoris memiliki beberapa tujuan, yaitu

membandingkan beberapa macam prototipe yang sedang dikembangkan,

memahami pengaruh bahan baku, bahan tambahan, dan proses terhadap

karakteristik produk, menghubungkan data sensori, data instrumen dengan data

konsumen, dan untuk pemetaan produk (product mapping), pencocokan produk

(product matching), dan reformulasi produk.

Kerenyahan merupakan salah satu sifat penting dalam penilaian

organoleptik produk dan daya penerimaan produk pangan kering seperti keripik

dan kerupuk. Penilaian terhadap tekstur dan kerenyahan produk pangan penting

untuk dilakukan untuk mengetahui daya penerimaan produk sebelum dipasarkan

ke masyarakat. Penilaian parameter tekstur dan kerenyahan dapat dilakukan

dengan pengujian sensoris menggunakan indera peraba dan pendengaran dan

melalui instrumen seperti texture analyzer.


9

Indra pendengaran termasuk indra yang terletak di dalam telinga. Telinga

merupakan alat untuk menerima getaran yang berasal dari benda yang bergetar,

dan memberikan kesan suara pada kita. Getarannya dapat berasal dari udara dan

dapat berasal dari benda padat atau benda cair, yang melalui medium udara

sampai dan diterima di telinga sebagai rangsangan. Telinga luar terdiri dari liang

telinga luar (meatus acusticus eksternus) yang berfungsi menghantarkan getaran

suara dan mempertahankan kelembaban suhu dari udara yang masuk, telinga

tengah berupa rongga kecil yang berisi udara berfungsi sebagai penyalur getaran

suara, dan telinga bagian dalam (labyrin), suatu rongga berisi cairan perilimpe dan

letaknya di tulang pelipis yang berfungsi melindungi bagian dalam.

Adapun gambaran mekanisme pendengaran dapat dilihat pada gambar 1

dibawah ini.

Gambar 1. Mekanisme pendengaran

Kerenyahan dari produk pangan seperti kerupuk diperoleh dari kandungan

polisakarida yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan hemiselulosa, serta

akibat adanya proses gelatinisasi pada saat pengolahan kerupuk. Gelatinisasi

merupakan proses yang terjadi ketika pati dipanaskan di media air dimana granula

pati akan membengkak karena air masuk seiring naiknya suhu pemanasan dan

akhirnya pecah. Pada saat granula pati pecah, pati akan mengalami retrogadasi.

Semakin tinggi tingkat retrogadasi pati maka emakin rendah tingkat kerenyahan
10

dari bahan berpati setelah digoreng. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat pecahnya

jaringan yang dibentuk oleh amilosa setelah keluar dari granula pati. Pati

membentuk gel pati dari jaringan tersebut dan gel pati yang semakin padat akan

menghambat penguapan air dari dalam jaringan pati saat dilakukan penggorengan.

Proses pengembangan kerupuk disebabkan oleh terlepasnya air yang

terikat dalam gel pati pada saat penggorengan. Pada awalnya air berubah wujud

menjadi uap air akibat meningkatnya suhu saat penggorengan berlangsung

kemudian mendesak pati untuk keluar sehingga terjadi pengosongan yang

membentuk kantong-kantong udara pada keripik yang telah digoreng. Kantong-

kantong inilah yang menyebabkan keripik menjadi renyah. Tekstur kering

kekrupuk hasil penggorengan tergantung pada kemudahan terputusnya partikel

penyusunnya pada saat pengunyahan serta tergantung pada ukuran dan kekokohan

granula – granula pati yang sudah mengembang.

Kerenyahan secara sensori dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah

kejadian penghancuran produk di dalam mulut akibat gaya yang rendah. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kerenyahan produk pangan adalah

kandungan atau komposisi bahan, bentuk dan tebalnya produk, dan perlakuan

pendahuluan yang diberikan terhadap produk sebelum proses pengolahan. Salah

satu perlakuan pendahuluan yang mampu meningkatkan kerenyahan produk

seperti keripik dan kerupuk adalah pengukusan dan perebusan.

Keripik dan kerupuk merupakan produk pangan yang pada umumnya

menggunakan tepung tapioka yang mengandung pati sebagai bahan baku.

Perlakuan pendahuluan keripik dan kerupuk dengan pengukusan dan perebusan

dilakukan untuk melonggarkan jaringan bahan melalui pembebasan substansi


11

material jaringan ke medium dan akan terjadi gelatinisasi pati akibat panas. Selain

itu pemanasan bahan juga akan mengakibatkan hilangnya integritas membran sel

serta hilangnya turgor dan difusi material selullar keluar dari jaringan. Proses ini

dapat memaksimalkan pengembangan keripik yang akan menyebabkan

terbentuknya matriks solid yang lebih rapuh, banyak solid, dan meningkatkan

kerenyahan produk.

Kandungan air dalam produk keripik dan kerupuk juga menjadi salah satu

aspek penting yang harus diperhatikan, dimana jika produk mengandung air

dengan jumlah yang melebihi batas syarat akan menyebabkan menurunnya tingkat

kerenyahan produk. Kerupuk merupakan produk pangan uang memiliki sifat

higroskopis atau mudah menyerap air sehingga semakin banyak uap air yang

diserap maka semakin mudah melempem produk tersebut. Sifat renyah bahan

pangan dapat hilang akibat terjadinya absorbsi air pada bahan pangan, sehingga

tekstur makanan kering akan terjadi plastisisasi dan softening pada matrik pati dan

protein yang akan meningkatkan kekuatan mekanik produk.

Pada praktikum pengujian dengan indera pendengaran yang telah

dilakukan terhadap 3 jenis bahan dengan 2 perlakuan yang berbeda, diketahui

bahwa intensitas suara renyah setiap produk berbeda beda dimana produk kerupuk

udang merupakan produk dengan bunyi renyah yang paling dominan, kemudian

produk doritos, dan cheetos. Hal ini dipengaruhi oleh jenis komposisi dan bahan

yang digunakan dalam pengolahan produk tersebut. Adapun gambar bahan yang

diuji dalam praktikum ini dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.
12

Gambar 2. Bahan yang digunakan dalam pengujian

Produk cheetos memiliki tekstur yang paling keras dari ketiga jenis bahan

uji karena diolah dengan menggunakan tepung jagung yang mengandung kadar

serat lebih tinggi sebagai bahan baku dan dipengaruhi oleh produk yang bulat

memanjang dalam ukuran kecil Produk doritos memiliki bentuk yang tipis juga

terbuat dari tepung jagung sehingga memiliki tekstur yang lebih keras namun

tetap renyah. Kemudian produk kerupuk udang memiliki tekstur yang paling

renyah karena mengandung komposisi tepung tapioka dan daging udang

mengandung protein yang dapat meningkatkan kerenyahannya, sesuai dengan

literature Zulfahmi, dkk., (2014) yang menyatakan protein dari daging ikan dan

udang dapat meningkatan kerenyahan kerupuk karena dapat menebalkan granula –

granula amilopektin.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengidentifikasi

tingkat kerenyahan bahan yang diuji, diperoleh hasil pengujian yang menunjukkan

praktikan mampu menentukan jenis produk yang reyah dan tidak renyah melalui

indera pendengaran. Dari ketiga produk yang diuji, dapat disimpulkan bahwa

praktikan memiliki kepekaan yang baik terhadap indentifikasi bahan Adapun

faktor yang mempengaruhi hasil pengujian dengan indera pendengaran adalah

jenis, karakteristik dan tekstur produk, jumlah air yang ditambahkan, dan tingkat

kepekaan panelis saat pengujian.


KESIMPULAN

1. Uji inderawi dapat didefinisikan sebagai metode pengujian suatu bahan

atau produk pangan yang didasarkan pada proses penginderaan yang

merupakan suatu proses fisio-psikologis yaitu kesadaran atau pengenalan

alat indera akan sifat – sifat benda karena adanya rangsangan yang

diterima oleh alat indera.

2. Kerenyahan secara sensori dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah

kejadian penghancuran produk di dalam mulut akibat gaya yang rendah.

Kerenyahan sebagai salah satu sifat penting dalam penilaian organoleptik

produk dan daya penerimaan produk pangan kering seperti keripik dan

kerupuk.

3. Mekanisme pendengaran dalam mengidentifikasi tesktur dan kerenyahan

adalah gelombang suara yang berasal dari sampel melalui udara masuk ke

telinga diubah menjadi getaran cairan di dalam telinga, kemudian diikuti

dengan pergerakan sel rambut di cochlea, lalu getaran akan diterima di

dendrit sebagai potensial aksi dan dihubungkan dengan saraf pendengaran.

4. Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kerenyahan produk pangan

adalah kandungan atau komposisi bahan, bentuk dan tebalnya produk, dan

perlakuan pendahuluan yang diberikan terhadap produk sebelum proses

pengolahan. Beberapa perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kerenyahan dan tekstur produk pangan adalah dengan

pengukusan, perebusan dan pemberian zat kapur pada bahan yang akan

diolah.

13
14

5. Salah satu proses yang terjadi pada pengolahan produk kerupuk adalah

gelatinisasi dimana pati dipanaskan di media air dimana granula pati akan

membengkak karena air masuk seiring naiknya suhu pemanasan dan

akhirnya pecah dan mengalami retrogadasi dimana semakin tinggi tingkat

retrogadasi pati maka emakin rendah tingkat kerenyahan.

6. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa kerupuk

udang memiliki tekstur yang lembut dan renyah. Hal ini dipengaruhi oleh

komposisinya yaitu tepung tapioka dan daging udang dimana tepung

tapioka mengandung amilopektin dan amilosa yang memiliki daya

kembang pada saat terjadinya gelatinisasi yang mampu meningkatkan

kerenyahan kerupuk.

7. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa produk

cheetos dan doritos memiliki tekstur yang sedikit keras. Hal ini

dipengaruhi oleh komposisi produk yang terbuat dari tepung jagung yang

mengandung kadar serat tinggi yang menyebabkan tekstur tepung menjadi

lebih kasar sehingga produk diolah dengan ukuran yang tipis dan kecil

untuk mendapatkan produk yang renyah.

8. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menambahkan air

terhadap 3 jenis produk uji, didapati hasil dimana kerupuk udang yang

berubah tekstur menjadi melempem dan lebih lunak dibandingkan dengan

produk doritos dan cheetos. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan amilosa

dan amilopektin pada amilosa yang lebih mudah menyerap air

dibandingkan tepung jagung pada cheetos dan doritos.


DAFTAR PUSTAKA

Barsby, T. L., A. M. Donald, dan P. J. Frazier. 2001. Starch, Advances in


Structure and Function. The Royal Society of Chemistry, Cambridge.
Irmayanti, H. Syam, dan P. Jamaluddin. 2017. Perubahan tekstur kerupuk berpati
akibat suhu dan lama penyangraian. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. 3(2017) : S165 – S174.
Kwak. H. S., S. S. Kim, Y. H. Chang, M. Saleh, dan Y. Lee. 2019. Prediction of
sensory crispness of potato chips using a reference-calibration method.
Journal of Food Quality. 2019. 1 – 6.
Meilgaard, M. C., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 2007. Sensory Evaluation
Techniques Fourth Edition. CRC Press, New York.
Paula, A. M. dan A. C. C. Silva. 2014. Texture profile and correlation between
sensory and instrumental analyses on extruded snacks. Journal of Food
Engineering. 121(2014) : 9 – 14.
Roosita, K., V. U. Subandriyo, K. R. Ekayanti, dan N. M. Nurdin. 2016. Fisiologi
Manusia. IPB Press, Bogor.
Syah, D. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. IPB Press, Bogor.
Zufahmi, A. N., F. Swastawati, dan Romadhon. 2014. Pemanfaatan daging ikan
tenggiri (Scomberomorus commersoni) dengan konsentrasi yang berbeda
pada pembuatan kerupuk ikan. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(4) : 133 – 139.

15
LAMPIRAN

Buku Data

16
17

Literatur
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Anda mungkin juga menyukai