Anda di halaman 1dari 8

Pembekuan Topik

F. Kusnandar, P. Hariyadi
dan E. Syamsir 10
Sub-topik 10.1. Prinsip Pembekuan

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah menyelesaikan sub-topik 10.1 ini, mahasiswa diharapkan mampu


menjelaskan prinsip pembekuan, tujuannya, pengaruh solut terhadap sifat
koligatif pembekuan dan panas laten pembekuan, proses pembekuan dan
kurva pembekuan.

Pendahuluan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana
produk pangan diturunkan suhunya sehinga berada di bawah suhu bekunya.
Selama proses pembekuan terjadi pelepas energi (panas sensibel dan panas
laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air dan menghentikan aktivitas mikroba
(bahkan beberapa dirusak), reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demi-
kian, produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (beberapa bulan hingga
tahun).

Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya di


bawah -2oC (28oF). Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk penga-
wetan bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air
atau aktivitas air tinggi), seperti buah, sayur, ikan, daging, dan unggas. Pada
suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90-95%) mem-
beku.

Proses pembekuan dan penyimpanan beku menyebabkan pengaruh positif


dan negatif terhadap bahan pangan yang dibekukan. Pengaruh positif dari pem-
bekuan antara lain menghambat pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba bah-
kan terbunuh oleh proses pembekuan) serta menurunkan laju reaksi kimia dan
biokimia sehingga meningkatkan umur simpan produk pangan. Dengan pembe-
kuan, umur simpan produk pangan dapat meningkat 3-40 kali lipat setiap penu-
runan suhu sebesar 10oC. Pengaruh negatif dari pembekuan pada bahan pangan
di antaranya adalah mengakibatkan kerusakan kimiawi, seperti denaturasi pro-
tein dan perubahan tekstur bahan pangan yang dibekukan. Beberapa produk
pangan bahkan akan lebih baik jika tidak disimpan beku, karena akan menga-
kibatkan kerusakan beku atau freezing injury.

Topik 10. Pembekuan 1


Laju pembekuan yang lambat akan mengakibatkan pembentukan kristal es
yang lambat dan kristal es yang terbentuk akan menjadi besar. Pembentukan
kristal es yang lambat dan membesar akan merusak struktur sel yang berakibat
pada menurunnya mutu bahan pangan. Hal ini dikarenakan sifat anomali air yang
berkaitan dengan peningkatan volume air yang membeku sebesar kurang lebih
9%. Sebaliknya, laju pembekuan yang cepat akan menghasilkan kristal es yang
kecil-kecil, sehingga kerusakan bahan pangan dapat dikurangi dan mutu bahan
pangan lebih terjaga.

Selama pembekuan, suhu produk pangan menurun hingga di bawah titik


bekunya, dan sebagian dari air berubah wujud dari fase cair ke fase padat dan
membentuk kristal es. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air terba-
tas sehingga aktivitas air pun menurun. Penurunan aktivitas air ini berpengaruh
pada penghambatan pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan bioki-
mia yang mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan. Dengan demikian,
pengawetan oleh proses pembekuan disebabkan oleh adanya kombinasi penu-
runan suhu dan penurunan aktivitas air.

Sifat Koligatif Bahan Pangan


Titik beku air yang terdapat dalam bentuk larutan akan berbeda dengan
titik beku dari air murni. Pada tekanan atmosfir, air murni umumnya membeku
pada suhu 0oC sedangkan air dalam bentuk larutan membeku di bawah 0oC. Sifat
penurunan titik beku larutan ini dikenal sebagai sifat koligatif larutan. Penurunan
titik beku larutan dipengaruhi oleh jenis pelarut dan tekanan udara. Untuk pela-
rut air pada tekanan atmosfer, penurunan titik beku larutan dirumuskan sebagai
berikut (persamaan 10.1):
2
Rg TAo BM A m
ΔT f = (1)
λ
dimana:
molsolut
m = molalitas ( ).
1000 gpelarut
TAo = titik beku pelarut murni (untuk air 0oC atau 273oK)
Rg = konstanta gas = 8.314 J/mol.K
λ = panas laten pembekuan, kJ/kg (untuk air 335 kJ/kg)
BMA = berat molekul pelarut

Dari persamaan (1) dapat dilihat bahwa penurunan suhu beku merupakan
fungsi dari konsentrasi dan Berat Molekul (BM) dari komponen terlarut. Karena
nilai Rg, TAo, BMA dan λ tetap (konstanta), maka rumus di atas dapat disederha-
nakan menjadi rumus berikut (persamaan 10.2):

ΔT f = K .m (2)

dimana: K = konstanta molal titik beku (untuk air bernilai 1.86 ).

Topik 10. Pembekuan 2


Bila titik beku larutan diketahui, maka fraksi mol air dalam larutan terse-
but dapat dihitung dengan persamaan 10.3 berikut:

λ ⎛ 1 1 ⎞
⎜⎜ − ⎟⎟ = ln X A (3)
R g ⎝ TAo TA ⎠

Contoh 1:

Suatu adonan es krim (ice cream mix) memiliki komposisi sebagai berikut:
10% butterfat, 12% solid non-fat (54.5% dari solid non fat ini adalah laktosa),
15% sukrosa, 0.22% stabilizer dan 62.78% air. Berapakah penurunan titik beku
ice cream mix tersebut?

Jawab:

Asumsikan bahwa hanya gula (laktosa dan sukrosa) yang mempunyai efek
menurunkan titik beku larutan.
2
Rg TA0 BM A m
ΔT f =
λ
BM sukrosa = BM laktosa = 342 mol/g

Fraksi gula = 0.15+0.12(0.545) = 0.2154

Fraksi air = 0.6278

0.2154 g gula g gula


Konsentrasi gula dalam air = = 0.3431 = 343.1
0.6278 g air 1000 g air

343.1
mol gula
m = 342 = 1.003 m
1000 gair

⎛ J ⎞ 2⎛ g ⎞⎛ mol ⎞
⎜ 8.314 ⎟(273) ⎜18 ⎟⎜⎜1.003 ⎟
⎝ mol.K ⎠ ⎝ mol ⎠⎝ kg ⎟⎠
ΔT f = = 1.86°K
J
1000.335
kg

Contoh 2:

Buah anggur diketahui memiliki kadar air 84.7%, titik beku (Tf) -1.8oC dan
panas laten (λ) 6003 J/mol. Hitunglah berapa fraksi mol air, fraksi mol zat
terlarut dan bobot molekul zat yang terlarut tersebut!

Jawab:

Soal di atas dapat dihitung dengan persamaan (3):

Topik 10. Pembekuan 3


λ1 ⎛ 1 1 ⎞
⎜⎜ − ⎟⎟ = ln X A
R g ⎝ T A0 T A ⎠

Dimana: λ1 = 6003 J/mol

Rg = 8.314 J/mol.K

TAo = 0oC = 273K

TA=-1.8oC = 271.2K

Dengan memasukkan nilai-nilai yang ada di atas, diperoleh perhitungan


sebagai berikut:

J
6003
mol ⎛ 1 − 1 ⎞
⎜ ⎟ = ln X A
J ⎝ 273K 271.2 K ⎠
8.314
mol.K
lnXA = -0.01755

XA = 0.9826 (fraksi mol air yang terdapat pada buah anggur).

Dengan mensubstitusi nilai fraksi mol ke dalam rumus perhitungan fraksi mol,
dapat diperkirakan nilai berat molekul zat terlarut:

84.7
X A = 0.9826 18
84.7 15.3
+
18 BM E

BME = 183.61 g/mol

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa buah anggur bertingkah laku


mirip larutan gula dalam air yang memiliki bobot molekul 183.61 mol/g dan fraksi
mol airnya sebesar 0.9826.

Panas Laten Pembekuan


Dalam menghitung waktu pembekuan, panas laten pembekuan air penting
untuk diperhatikan. Hal ini karena sekitar 75% dari total energi yang terlibat
dalam proses pembekuan digunakan untuk panas laten. Besarnya panas laten
tersebut adalah 333.3 kJ/kg air atau 144 BTU/lb air.

Panas laten pembekuan (λ) suatu larutan dipengaruhi oleh kandungan


padatan dalam pelarut tersebut. Perhitungan panas laten pembekuan larutan
adalah dengan mengalikan panas laten pembekuan pelarut murni dengan fraksi
massa pelarut dalam larutan. Air murni memiliki panas laten pembekuan sebesar
335 kj/kg, sehingga rumus untuk mengetahui panas laten pembekuan suatu
larutan dalam air adalah (mw = fraksi massa air):

Topik 10. Pembekuan 4


λ = (335.mw )
kJ
(4)
kg

Tabel 1 adalah panas laten beberapa bahan pangan yang dihitung dengan
menggunakan persamaan (1).

Tabel 1. Panas laten beberapa bahan pangan

λ ⎛ kJ ⎞
Bahan pangan Kadar air (%) ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ kg ⎠
Selada 94.8 317.6
Strawberi 90.8 304.5
Kacang panjang 88.9 297.8
Kentang 77.8 260.0
Daging kambing 58.0 194.3
Kacang merah, biji kering 12.5 41.9
Kurma kering 24.0 80.4

Kurva Pembekuan
Dalam proses pembekuan, air dari bahan pangan berangsur-angsur beru-
bah wujudnya dari air menjadi es, kemudian diturunkan lagi suhunya sehingga
berada di bawah titik bekunya. Proses pembekuan harus dikendalikan. Untuk
melihat proses pembekuan dan energi yang terlibat dalam proses pembekuan,
maka dibuat kurva pembekuan

Proses pembekuan
Dalam proses pembekuan, suhu bahan pangan diturunkan menjadi lebih
rendah dari suhu titik bekunya. Dengan demikian, terjadi perubahan fase air dari
cair, kemudian membeku pada titik bekunya dan lewat beku (berada di bawah
titik bekunya). Proses perubahan fase dari cair ke lewat beku ini membebaskan
panas. Profil perubahan fase air dalam produk pangan dari cair ke beku akan
berbeda dengan perubahan fase air murni (Gambar 1).

Proses pembekuan air terdiri dari tahap penurunan suhu air, dilanjutkan
dengan perubahan wujud air menjadi es, kemudian terjadi penurunan suhu kem-
bali. Dalam proses pembekuan, baik pada air murni maupun sistem pangan,
terjadi fenomena supercooling, yaitu suhu air menurun di bawah suhu bekunya,
tetapi kemudian meningkat lagi ke suhu titik bekunya (lihat Gambar 1). Suhu air
pada kondisi supercooling berada pada fase cair. Suhu supercooling dapat men-
capai 10oC di bawah titik bekunya. Setelah berada pada suhu titik bekunya, air
akan mulai membeku.

Topik 10. Pembekuan 5


Gambar 1. Perubahan wujud air dari fase cair ke fase
padat untuk air murni dan air dalam sistem

Berbeda halnya dengan proses pembekuan air murni, air yang terdapat
dalam bahan pangan merupakan suatu larutan. Sesuai dengan sifat koligatif
larutan, suhu pembekuan air menjadi lebih rendah. Jika pada air murni proses
pembekuan terjadi pada suhu konstan, maka di dalam sistem larutan proses
pembekuan terjadi pada suhu yang tidak sama (titik beku semakin menurun).
Hal ini karena pada proses pembekuan air, sebagian air yang menjadi pelarut
akan membeku yang menyebabkan konsentrasi larutan akan semakin tinggi.
Sebagai akibatnya, titik beku sistem pangan akan menurun. Pada titik eutetik,
sebagian air sudah membeku yang menyebabkan solut mengalami kondisi lewat
jenuh dan mulai membentuk kristal. Saat kristalisasi solut ini dilepaskan panas
laten (perubahan fase berlangsung pada suhu konstan). Selanjutnya, solut akan
menurun suhunya hingga mencapai suhu yang diinginkan (Gambar 1).

Untuk mempermudah perhitungan pembekuan bahan pangan, dibuat ske-


ma dengan mengabaikan fenomena-fenomena yang dijelaskan di atas. Sehingga
diagram pembekuan air tersebut disederhanakan menjadi diagram yang ditunjuk-
kan pada Gambar 2. Selama proses tersebut, bahan mengalami kehilangan
panas, yaitu panas sensibel dan panas laten.

Daerah-daerah yang ditunjukkan pada diagram kurva pembekuan tersebut


(Gambar 2) dapat diuraikan menjadi 3 tahap (daerah), yaitu (a) Daerah I
dimana terjadi penurunan suhu hingga mencapai titik bekunya, (b) Daerah II
dimana terjadi perubahan fase dari cair ke padat (es) pada suhu konstan; (c)
Daerah III dimana bahan yang membeku turun suhunya hingga mencapai suhu
yang diinginkan. Pada Daerah I dan III melibatkan panas jenis (panas sensible),
sedangkan pada Daerah II melibatkan panas laten. Persamaan yang digunakan
dalam menghitung jumlah panas yang hilang di masing-masing daerah adalah
sebagai berikut:

Topik 10. Pembekuan 6


Gambar 2. Kurva pembekuan (perubahan
fase dari cair ke beku)

Daerah I: Penurunan suhu hingga mencapai titik bekunya

Q1 = m Cp1 T1 (1)

dimana: m = massa bahan pangan


Cp1 = panas jenis bahan pangan sebelum dibekukan
T1 = perbedaan suhu

Daerah II: Perubahan fase dari cair ke padat (es) pada suhu konstan

Q2 = mw L, dimana (2)

dimana: mw = massa air


λ = panas laten pembekuan

Daerah III: Bahan beku turun suhunya hingga mencapai suhu tertentu

Q3 = mCp3T3 (3)

dimana: m = massa bahan pangan


Cp3 = panas jenis bahan pangan beku

T3 = perbedaan suhu

Topik 10. Pembekuan 7


Daftar Pustaka
Daubert,C.R., and Foegeding,E.A. 2003. Rheological principles for food analysis.
Ch. 30 in Food Analysis, 3rd ed. S.S. Nielsen (Ed.), Kluwer Academic, New
York.

Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis


Horwood, New York.

Maroulis,Z.B. dan Saravacos,G.D. 2003. Food Process Design. Marcel Dekker,Inc.

Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering:


Theory and Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.

Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed,


Academic Press, San Diego, CA.

Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand


Reinhold, New York.

Topik 10. Pembekuan 8

Anda mungkin juga menyukai