240210170080
V. PEMBAHASAN
5.1 Bakteri Halofilik
Halofilik memiliki asal kata dari Bahasa Yunani, yaitu : halo yang artinya
garam, dan pholis yang artinya suka. Jadi, bakteri halofilik merupakan bakteri yang
membutuhkan konsentrasi Natrium klorida (NaCl) minimal tertentu untuk
pertumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 2 –
5 % untuk bakteri halofilik ringan, 5 – 20 % untuk bakteri halofilik sedang, dan 20 –
30 % untuk bakteri halofilik ekstrim. Bakteri halofilik ringan antara lain Pseudomonas,
Moraxella, Flavobacterium, Acinobacter, dan spesies Vibrio. Kelompok halofilik
ringan ini sering dijumpai pada ikan dan kerang-kerangan. Bacillus, Micrococcus,
Vibrio, Acinetobacter, dan Moraxella termasuk kelompok bakteri halofilik sedang.
Sedangkan bakteri halofilik ekstrim biasanya tampak berwarna merah atau merah
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080
muda dan berasal dari kelompok bakteri Halobacterium dan Halococcus serta sering
tampak pada makanan yang telah diawetkan dengan penggaraman (Fardiaz, 1992).
Selain ketiga golongan tersebut ada juga bakteri yang termasuk
halotoleran (tahan garam). Golongan bakteri ini dapat hidup dengan atau tanpa garam.
Garam yang dibutuhkan oleh halotoleran sekitar 5% atau lebih. Kelompok bakteri
halotoleran antara lain Bacillus, Micrococcus, Corynobacterium, Streptococcus, dan
Clostridium ( Fadiaz, 1992).
Beberapa bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna yang
disebut bacteriorodhopsin. Bakteri tersebut dengan cepat akan menguraikan bahan
pangan dan menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya bahan pangan akan
menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan (Buckle, 1987).
Garam merupakan bahan bakteriostatik untuk beberapa bakteri meliputi bakteri
pathogen dan bakteri pembususk. Konsentrasi garam yang digunakan dalam fermentasi
ikan sangat menentukan mutu dari ikan peda karena pemberian garam mempengaruhi
jenis mikroba yang berperan dalam fermentasi (Ijong dan Ohta, 1996). Penambahan
garam pada proses pembuatan ikan peda bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu
(terkontrol) sehingga hanya mikroorganisme tahan garam (halofilik) yang dapat hidup
dan menghasilkan enzim proteolitik yang akan bereaksi pada produk sehingga
menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh bakteri halofilik akan memecah protein menjadi asam amino khususnya
asam glutamat yang berperan dalam pembentukan rasa gurih pada makanan (Estiasih,
2009).
Menurut Tjahjadi (2008), penambahan garam pada bahan pangan dapat berfungsi
sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan dari bahan pangan
tersebut. Alasan mengapa garam digunakan sebagai bahan pengawet adalah :
1. Karena garam dapat mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga
aktifitas air (Aw) dalam bahan pangan tersebut menjadi rendah, dan mikroorganisme
yang terdapat dalam bahan pangan tersebut akan susah untuk bertumbuh.
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080
2. Garam (NaCl), mengandung ion Cl- yang memiliki kadar toksisitas yang tinggi
terhadap mikroorganisme sehingga dapat menghambat respirasi mikroorganisme
tersebut.
3. Garam yang terdapat dalam bahan pangan dapat mempengaruhi tekanan osmotik
sehingga mengakibatkan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan
menjadi lisis.
Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan
kalium klorida (KCl) yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan
konsentrasi kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofilik ada yang
mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga
tahan terhadap ion Natrium (Sukarminah, 2008).
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan untuk uji halofilik adalah ikan
peda. Ikan peda merupakan produk fermentasi spontan dengan jumlah dan jenis
mikroba yang bervariasi. Ikan peda dapat dibuat dari ikan kembung (Rastrelliger sp.),
ikan lemuru (Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.) atau ikan selar (Caranx sp.).
Mikroba yang berperan selama proses fermentasi adalah mikroba yang berasal dari
ikan itu sendiri. Mikroflora yang ditemukan pada ikan kembung terutama adalah
bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau koki
seperti Pseudomonas, Vibrio, Moraxella, Acinobacter, dan Flavobacterium. Pada
penggaraman dan pemeraman terjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri
pembentuk asam seperti fermentasi yang dilakukan oleh bakteri pembentuk asam
seperti Streptococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Micrococcus. Proses
pembuatan ikan peda dilakukan dengan cara seperti yang dilampirkan sebelumnya.
Ikan peda termasuk pada bahan pangan dengan kadar garam ekstrim yaitu
sekitar 20%, sehingga mikroorganisme yang dapat tumbuh merupakan
mikroorganisme yang memang sangat tahan garam.
Diambil masing-masing 1 ml sampel dari pengenceran 10 -2 dan 10-3 untuk
diinokulasikan dengan media NA, NA + 5% NaCl, NA + 10% NaCl, NA + 15% NaCl
ke dalam cawan petri. Tujuan dari penambahan NaCl yang bervariasi adalah untuk
mengetahui kebutuhan garam terhadap pertumbuhan bakteri koliform rendah hingga
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080
koliform ekstrim, sedangkan untuk media yang tidak ditambahkan NaCl adalah untuk
mendeteksi pertumbuhan bakteri non koliform. Langkah selanjutnya yaitu diinkubasi
pada suhu 30°C.
Penambahan NaCl yang jumlahnya bervariasi juga bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bakteri halofilik dan adanya
peningkatan penambahan garam (NaCl) akan meningkatkan aktivitas protease
halofilik, sedangkan untuk media yang tidak ditambahkan NaCl digunakan sebagai
pembanding.
Dari hasil yang didapat dari pengenceran 10-2, jumlah rata-rata koloni pada
sampel ikan peda dengan media NA adalah 426, sedangkan jumlah koloni pada ikan
peda dengan media NA + 5% NaCl sebanyak 340, jumlah rata-rata koloni pada ikan
peda dengan media NA + 10% NaCl sebanyak 558 dan jumlah rata-rata pada ikan peda
dengan media NA + 15% NaCl sebanyak 143.
Bertambahnya kadar NaCl yang digunakan pada media, mengakibatkan jumlah
rata-rata koloni bakteri yang tumbuh semakin menurun. Hal tersebut membuktikan
keberadaan garam sebagai zat anti mikroba sehingga kemampuan tumbuh
mikroorganisme menurun. Namun, pada praktikum kali ini terdapat kesalahan pada
perhitungan jumlah koloni pada ikan peda yang menggunakan media NA + 10% NaCl
karena hasil yang didapat justru merupakan jumlah koloni terbanyak. Hal ini
disebabkan karena kurangnya ketelitian dalam melakukan perhitungan koloni.
Bakteri osmofilik adalah bakteri yang utmbuh pada media dengan konsentrasi
gula tinggi (Sukarminah, 2012). Jenis mikroba yang termasuk osmofilik adalah jenis
bakteri dan khamir. Beberapa jenis bakteri bersifat osmotolerant, yaitu bakteri yang
dapat tumbuh dengan atau tanpa konsentrasi gula tinggi, misalnya bakteri Leuconostoc.
Selain bakteri osmofilik, produk-produk pangan berkadar gula tinggi juga cenderung
dirusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif rusak
oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal lain (Buckle, 2009).
Khamir osmofilik dapat tumbuh pada substrat dengankonsentrasi gula tinggi
pada aw sekitar 0.62-0.65 (Sukarminah dkk, 2012). Khamir ini menyebabkan
kerusakan pada buah-buahan kering, madu, sirup, bir, roti, dansebagainya. Contoh dari
khamir yang bersifat osmofilik adalah Sacharomycesrouxii dan S. mellis, jenis yang
dapat menghidrolisis laktosa yaitu Saccharomyces fragilis dan yang sering
menyebabkan kerusakan pada madu, sirup dan molaseyaitu jenis Zygosaccharomyces
nussbaumeri (Fardiaz, 1992).
Pertama-tama, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukan ke
dalamtabung reaksi yang telah diisi 9 ml NaCl fisiologis, kemudian
dilakukan pengenceran hingga pengenceran 10-3. Setiap 1 ml dari pengenceran 10-2 dan
10-3 masing-masing dimasukan ke dalam 2 buah cawan petri yang berbeda. Selanjutnya
1 cawan petri yang berisi pengenceran 10-2 dan 10-3 masing-masing diisi dengan media
PCA dan 1 lagi diisi dengan media PCA + 30% sukrosa. Tujuan ditambahkannya
sukrosa pada media tersebut adalah sebagai indikator pertumbuhan bakteri osmofilik.
Kemudian cawan petri tersebut diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30ºC. Selanjutnya
dilakukan perhitungan TPC.
adalah minuman dengan 100% sari buah. Memerlukantambahan air dalam ukuran
tertentu untuk bisa dikonsumsi.
2. Fruit juice nectar
adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah air dan gula.
3. Fruit juice drink
adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah10-12%, minuman ini biasanya
ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet, dan pemanis karbohidrat
lainnya.
4. Multi fruit dan multi vitamin beverage
adalah jenis minuman yangdicampur berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk,
apel, nanas, dan sari buah lainnya.
Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah adalah mudah
terbentuknya endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan yang
kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Terbentuknya endapan pada minuman sari
buah disebabkan adanya partikel-partikel buah yang menyebabkan stabilitas sari buah
kurang baik, sehingga partikel-partikel tersebut cenderung memisahkan diri dari cairan
dan membentuk endapan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sampel minuman
sari buah pada media PCA dengan pengenceran 10-2 terdapat 120 koloni dan
pengenceran 10-3 terdapat 116 koloni. Sehingga didapat TPC nya yaitu 6,4x104 cfu/mL.
Selanjutnya, pada media PCA + 30% sukrosa pada pengenceran 10-2 terdapat
304 koloni. Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 9 koloni. Hasil perhitungan
TPC yang didapatkan pada media PCA + 30% sukrosa adalah 9,0 x 103 cfu/mL.
Mikroorganisme yang kemungkinan tumbuh di dalam sampel minuman
sari buah adalah bakteri, kapang, dan khamir yang bersifat osmofilik, seperti bakteri
Leuconostoc, khamir Zygosaccharomyces, dan khamir Saccharomyces rouxi.
Dikarenakan tidak mengamati di bawah mikroskop, maka tidak dapat diidentifikasikan
mikroorganisme yang tumbuh di dalam sampel.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sampel susu kental manis pada media
PCA pada pengenceran 10-2 terdapat 38 koloni dan pada pengenceran 10-3 terdapat 66
koloni dengan perhitungan TPC yaitu 3,49 x 104 cfu/mL. Selanjutnya pada media PCA
+ 30% sukrosa pada pengenceran 10-2 dan 10-3 masing-masing terdapat 53 dan 41
koloni sehingga hasil perhitungan TPC yang didapatkan pada media PCA
+ 30% sukrosa adalah 2,32 x 104 cfu/mL. Mikroorganisme yang kemungkinan tumbuh
di dalam sampel susu kental manis adalah bakteri, kapang, dan khamir yang bersifat
osmofilik, seperti bakteri Leuconostoc, dan khamir Saccharomyces rouxii.
dan lignin (Winarno, 1992). Polisakarida dapat dihidrolisis ke bentuk yang sederhana
dikatalis oleh enzim. Salah satunya adalah enzim amilase yang memecah amilum.
Enzim amilase bisa sudah berasal dari bahan maupun kontaminasi dari bakteri
penghasil amilolitik atau sakarolitik. Amilum terdapat pada pati. Pati merupakan
homopolimer glukosa dengan glukosa dengan ikatan α-glikosidik (Winarno, 1992).
Pati, terutama terdapat dalam jumlah tinggi pada golongan umbi, seperti kentang dan
pada biji-bijian, seperti jagung (Lehninger, 1982).
Bakteri Amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati
menjadi menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa.
Kebanyakan mikroorganisme Amilolitik tumbuh subur pada bahan pangan yang
banyak mengandung pati atau karbohidrat, misalnya pada berbagai jenis tepung.
Kebanyakan jenis mikroorganisme amilolitik adalah kapang, tetapi beberapa jenis
bakteri juga ada, jenis yang mempunyai spesies bersifat Amilolitik
misalnya Clostridium butyricium dan Bacillus subtilis (Fardiaz, 1992).
Praktikum kali ini akan dilakukan uji amilolitik dengan menggunakan berbagai
jenis sampel tepung, yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung beras, dan tepung
maizena. Masing-masing sampel (sebanyak 10 gram) diencerkan hingga 10 -3, lalu dari
pengenceran 10-2 dan 10-3 dituang ke dalam cawan petri. Media yang digunakan adalah
media NA yang khusus untuk menumbuhkan bakteri. Lalu diinkubasikan selama 3 hari
pada suhu 300C. Pengamatan yang dilakukan setelah inkubasi adalah hitung jumlah
koloni, dan perhitungan TPC.
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari akar ubi kayu
(cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas mengidentifikasikan kadar air
70%, pati 24%, serat 2%, protein 1% serta komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%.
Tahapan proses yang digunakan untuk menghasilkan pati tapioka dalam industri adalah
pencucian, pengupasan, pemarutan, ekstraksi, penyaringan halus, separasi,
pembasahan, dan pengering.
Hasil pengamatan yang didapat pada tepung tapioka dengan media NA pada
pengenceran 10-2 adalah 132 koloni dan pada pengenceran 10 -3 adalah 300 koloni.
Kedua angka tersebut menghasilkan TPC yaitu 1,56 x 105 cfu/mL.
adalah 212 dan 334 koloni. Sehingga didapat perhitungan TPCnya yaitu 2,12 x 10 4
cfu/mL.
Menurut SNI 01-2979-1992, pindakas atau mentega kacang ini adalah produk
makanan berbentuk pasta yang diperoleh dari pengolahan kacang tanah
(Arachis hypogea) melalui proses pengongsengan dan penggilingan dengan atau tanpa
penambahan bahan-bahan lain yang diizinkan. Setelah dipanen, kacang tanah
dipanggang di dalam oven. Setelah dioven, kacang tanah segera didinginkan dengan
tiupan angina agar tidak terlalu matang, sehingga warna tidak berubah dan kadar
minyak tidak berkurang. Kulit kacang tanah yang sudah matang dibuang dengan cara
menggesek-gesekkan kacang di antara ban dari karet. Biji kacang kemudian dibelah
dua untuk mengeluarkan tunas dan dikirim ke penggilingan setelah dibersihkan dan
disortir. Kacang tanah digiling sebanyak dua kali. Gilingan pertama membuat kacang
menjadi butiran-butiran kecil dan diteruskan dengan gilingan kedua setelah ditambah
garam, gula dan zat penstabil agar minyak tidak keluar.
Selai kacang tradisional biasasnya tidak mengandung zat penstabil, akibatnya
minyak keluar dari selai kacang yang telah disimpan beberapa lama. Selai kacang tanpa
zat penstabil harus disimpan di dalam lemari es agar minyak tidak keluar. Kandungan
lemak pada pindakas berdasarkan SNI 01-2979-1992 adalah 555% b/b.
Kandungan lemak ini cukup tinggi, berasal dari lemak nabati.
Pada sampel indakas ditemukan adanya pertumbuhan mikroorganisme lipolitik
pada media NA. Pada media NA yang ditambahkan sampel pindakas dengan
konsentrasi 10-2 terdapat 340 koloni yang tumbuh, sedangkan dengan konsentrasi 10-3
terdapat 266 koloni. Hasil perhitungan TPC dilaporkan 2,66 × 103 cfu/mL. Dari
pengamatan yang dilakukan pada media NA+lemak 1% terdapat 312 koloni pada
pengenceran 10-2 dan 45 koloni pada pengenceran 10-3. Hasil perhitungan TPC adalah
4,5 x 104 cfu/mL. Seharusnya jumlah mikroorganisme lipolitik pada NA+1% lemak
lebih banyak namun sepertinya terjadi keasalahan saat melakukan praktikum. Hal ini
dikarenakan adanya tambahan lemak pada media ini yang dibutuhkan mikroorganisme
lipolitik untuk berkembang biak. Penambahan lemak juga untuk menetralisasi atau
mengurangi karbohidrat yang mungkin terdapat pada komponen NA. Hal ini untuk
mencegah terjadinya fermentasi pada karbohidrat yang menghambat pertumbuhan
mikroba lipolitik (Pelczar, 1986), sehingga bakteri lipolitik dapat tumbuh lebih optimal
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080
VI. KESIMPULAN
1. Bakteri halofilik merupakan bakteri yang membutuhkan konsentrasi Natrium
klorida (NaCl) minimal tertentu untuk pertumbuhannya dan ditemukan pada sampel
ikan peda.
2. Bakteri osmofilik adalah bakteri yang utmbuh pada media dengan konsentrasi gula
tinggi dan ditemukan pada sampel minuman sari buah, madu, susu kental manis,
dan sirup.
3. Bakteri Amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati menjadi
menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa dan
ditemukan pada sampel tepung jagung, tepung beras, tepung terigu, dan tepung
tapioka.
4. Bakteri lipolitik adalah mikroba yang memecah atau menghidrolisis lemak,
fosfolipid dan turunannya dan ditemukan pada sampel pindakas., kornet, margarin,
dan mentega.
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
Edisi ke-4. Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Pangan Gizi IPB Bogor. Gramedia
Utama. Jakarta
Dewayanti, W., M. Z. Kanro dan H. Muhammad. 1999. Kajian peningkatan
pendapatan petani melalui pembuatan sari buah markisa skala rumah tangga.
Estiasih, Teti, Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hasnelly dan Sumartini. 2011. Kajian sifat fisiko kimia formulasi tepung
komposit produk organik. Seminar Nasional PATPI.375-379.
Ijong FG, Ohta Y. 1996. Journal of Science Food Agriculture.
Lehninger, A. L., 1982, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Maturin, Larry and J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count.BAM
(Bacteriological Analytical Manual), Chapter 3. Food and Drug Administration.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
Sukarminah, E., D.M. Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan.
Universitas Padjadjaran: Jatinangor.
Suprapti, M. 2005. Kedelai Tradisional. Kanisius. Jogjakarta.
Suriawiria, U. 2000. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Jakarta
Walstra P et al. (2006). Dairy Technology: Principles of Milk Properties and
Processes. CRC/Taylor and Francis. New York.
Wiguna, Anarda. 2015. Total Plate Count. Diakses dari:
http://duniachemistry.blogspot.co.id/ pada tanggal 28 Mei 2018.
Winarno, F.G., 1982. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sasya Windriya Dhaneswara
240210170080