240210170077
10-2
10-2
Sam
Kel Media Σ10-2 Σ10-3 TPC BAM Gambar
pel
10-3
10-2
10-2
Sam
Kel Media Σ10-2 Σ10-3 TPC BAM Gambar
pel
10-2
10-3
10-2
10-2
Bahan yang dilakukan untuk pengujian bakteri halofilik adalah ikan peda
dan ikan asin. Ikan peda dan ikan asin adalah produk pangan tradisional yang
sangat populer di Indonesia, merupakan hasil pengolahan ikan dengan fermentasi
selektif, menggunakan garam sebagai media seleksi, dan memanfaatkan mikroba-
mikroba halofilik serta enzim-enzim proteolitik.
Ikan peda merupakan salah satu pengawetan hasil perikanan dengan cara
kombinasi antara penggaraman dan fermentasi. Proses penggaraman ini bertujuan
untuk mengikat kadar air yang ada pada tubuh sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Tetapi ada mikroorganisme toleran terhadap kadar
garam tinggi. Bahkan mikroorganisme tersebut membutuhkan konsentrasi
minimal tertentu untuk pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).
Ikan asin berbeda dengan ikan peda, ikan asin adalah produk pengawetan
yang dilakukan melalui proses penggaraman dan pengeringan. Pada pengawetan
ikan ini, bakteri yang mungkin tumbuh adalah bakteri halofilik karena bakteri
halofilik dapat bertahan dalam garam dengan konsentrasi yang tinggi. Ikan asin
dimungkinkan bakteri halofilik dapat berkembang biak dengan baik karena ikan
asin diproses dengan penggaraman yang berkadar tinggi dan dilakukan
pengeringan untuk mengawetkannya.
Bahan yang digunakan adalah ikan peda dan ikan asin karena ikan peda
dan ikan asin mengandung kadar garam yang tinggi dan dapat digunakan untuk
pengujian bakteri halofilik yang dapat hidup di lingkungan yang memiliki kadar
garam. Kadar garam yang terdapat dalam ikan peda dan ikan asin sangat besar
ragamnya berkisar antara 0,3-8,1% dan 5,7-21,2%.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah, pertama-tama, sampel ikan
peda dipotong sedikit dan dihancurkan dengan menggunakan mortal dan alu
sampai halus. Ikan peda yang telah dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 1
gram dengan menggunakan neraca analitik. Sampel diencerkan sampai
pengenceran sampai 10-3. Untuk melakukan pengenceran sampai 10-3, pertama-
tama, ikan peda yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 9 ml NaCl Fis lalu dihomogenkan menggunakan vortex dan pengenceran
yang terjadi adalah pengenceran 10-1. Larutan NaCl Fis digunakan sebagai bahan
pengencer dikarenakan larutan ini dapat mencegah perubahan pH lingkungan dan
Ignes Tifanny
240210170077
empat bagian sama besar dengan menggunakan spidol lalu dihitung jumlah titik
pada salah satu bagian lalu hasil perhitungan dikali empat.
Perhitungan total bakteri yang ada pada sampel dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya metode hitungan preparat (Total Plate Count) dan
hitungan mikroskopis langsung (Direct Count). Pada praktikum ini, digunakan
metode TPC (Total Plate Count) yang mengacu pada BAM (Bacteriological
Analytical Manual). Prisip dari metode TPC adalah menumbuhkan sel
mikroorganisme yang masih hidup pada media agar, sehingga mikroorganisme
akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat secara langsung
dan dapat dihitung dengan mata. Dengan metode ini, kita dapat menghitung sel
yang masih hidup, menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam media tersebut
serta dapat mengisolasi dan mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut.
Perhitungan dengan metode TPC hanya dilakukan terhadap cawan petri dengan
jumlah koloni antara 30-300. Perhitungan TPC dinyatakan sebagai jumlah koloni
hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer.
𝑥 1 .10 2 +𝑥 2 + 10 3
TPC = 2
Apabila ada cawan petri dengan jumlah koloni yang kurang dari 30 atau lebih dari
30, diambil jumlah terbesar lalu dikalikan faktor pengencernya.
Sedangkan untuk menghitung jumlah koloni menggunakan metode BAM
(Bacteriological Analytical Manual) dapat digunakan rumus:
𝐶
N = { 1𝑥𝑛 1 + 0,1𝑥𝑛 2 } 𝑥 𝑑
N = total bakteri
Σc = jumlah seluruh koloni yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua
d = pengenceran terkecil
Jika ada cawan dengan jumlah koloni diluar kisaran 25-250 maka dipilih cawan
yang mempunyai jumlah koloni yang paling mendekati. Jika ada cawan dengan
jumlah koloni <25 maka cara perhitungannya adalah <25x1/d. Dan jika ada cawan
dengan jumlah koloni >250 maka dipilih cawan yang berjumlah paling mendekati
batas atas kisaran tersebut.
Ignes Tifanny
240210170077
Minum
6,4. 2,14.
2 an sari PCA 120 116 10-3
104 104
buah
Ignes Tifanny
240210170077
PCA+
2,76.
Sukrosa 304 9 9.103
104
30% 10-3
10-2
8,34.
PCA 188 148 3.104
104 10-3
8 Madu
10-2
PCA+
1,52. 1,38.
Sukrosa 304 152
105 104 10-3
30%
Ignes Tifanny
240210170077
3,49. 9,45.
PCA 38 66 -
104 103
Susu
12 kental
manis
PCA+
2,32. 8,54. -
Sukrosa 53 41
104 103
30%
10-2
2,5. 2,27.
PCA 250 476
104 104 10-3
18 Sirup
10-2
PCA+
6,76. 2,83.
Sukrosa 312 676
105 10 10-3
30%
gula tinggi. Jenis mikroba yang termasuk osmofilik adalah jenis bakteri dan
khamir. Beberapa jenis bakteri bersifat osmotolerant, yaitu bakteri yang dapat
tumbuh dengan atau tanpa konsentrasi gula tinggi, misalnya bakteri Leuconostoc
(Sukarminah dkk, 2010). Pada umumnya yang cenderung tahan terhadap
konsentrasi gula yang tinggi adalah jenis khamir.
Khamir osmofilik dapat tumbuh pada substrat dengan konsentrasi gula
tinggi pada aw sekitar 0.62-0.65. Khamir ini menyebabkan kerusakan pada buah-
buahan kering, madu, sirup, bir, roti, dan sebagainya. Contoh dari khamir yang
bersifat osmofilik adalah Sacharomycesrouxi dan S. mellis, jenis yang dapat
menghidrolisis laktosa yaitu Saccharomyces fragilis dan yang sering
menyebabkan kerusakan pada madu, sirup dan molase yaitu
jenis Zygosaccharomyces nussbaumeri (Sukarminah dkk, 2010). Karena kadar air
dari sampel mengandung gula maka sebagian dari air yang ada tidak tersedia
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan
berkurang. Maka sampel yang memiliki kadar gula yang lebih tinggi akan lebih
awet. Selain garam, gula juga digunakan sebagai bahan alami yang digunakan
dalam proses pengawetan pangan.
Mikroorganisme pada umumnya tidak dapat tumbuh pada lingkungan
dengan tekanan osmotik yang tinggi karena cairan dalam sel bakteri akan
berdifusi keluar dan sel akan kisut dan mati. Melihat keadaan tersebut,
penggunaan gula sangat tepat sebagai bahan pengawet karena gula dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan sifat-sifatnya yang dapat
mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi bahan pangan dan menurunkan aw
bahan pangan, juga dapat mengakibatkan tekanan osmotik substrat sehingga
menyebabkan sel mikroorganisme mengalami plasmolisis. Oleh karena itu, sering
dilakukan penambahan gula dalam jumlah besar pada bahan pangan untuk
menaikkan tekanan osmotik dari bahan pangan tersebut. Tetapi ada
mikroorganisme yang tahan hidup pada lingkungan dengan tekanan osmotik
tinggi. Bahkan mikroorganisme ini membutuhkan medium tertentu untuk
pertumbuhannya, bakteri ini adalah bakteri osmofilik (Fardiaz, 1992).
Sampel yang digunakan untuk pengujian bakteri osmofilik adalah
minuman sari buah, madu, susu kental manis dan sirup. Minuman sari buah,
Ignes Tifanny
240210170077
madu, susu kental manis, dan sirup memiliki kadar gula yang tinggi. 1 gram
sampel masing-masing ditimbang dan diencerkan sampai pengenceran 10-3.
Kemudian 1 ml pengenceran 10-2 dan 10-3 dinokulasikan pada cawan dengan
menggunakan metode tuang. Untuk mengetahui apakah terdapat bakteri dalam
sampel yang terkandung gula itu atau tidak, digunakan media yang dikhususkan
untuk menumbuhkan kapang dan khamir yaitu PCA (Plate Count Agar) dan PCA
yang ditambah dengan sukrosa 30% yang diinkubasi selama 3 hari pada suhu
30oC. Penambahan 30% sukrosa pada media PCA bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi gula terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan juga
dimaksudkan untuk mengkondisikan lingkungan media sehingga cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme osmofilik. Jumlah koloni yang tumbuh pada media
yang ditambahkan sukrosa sebanyak 30% seharusnya lebih sedikit daripada media
yang tidak ditambahkan sukrosa, yang kemungkinan terjadi karena bakteri yang
tumbuh bersifat osmofilik. Setelah 3 hari, cawan petri dikeluarkan lalu dihitung
jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada sampel menggunakan metode TPC.
Hasil pengamatan yang didapatkan pada sampel minuman sari buah,
jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media PCA adalah 6,4.104 sedangkan
pada media PCA+sukrosa 30%, jumlah koloni bakteri yang tumbuh adalah 9.103.
Jumlah koloni pada media yang ditambahkan sukrosa lebih sedikit daripada yang
tidak ditambahkan sukrosa yang berarti sesuai dengan literatur. Mikroorganisme
yang kemungkinan tumbuh pada sampel sari buah adalah bakteri, kapang, dan
khamir yang bersifat osmofilik seperti bakteri Leuconostoc, khamir
Zygosaccharomyces, dan khamir Saccharomyces rouxxi.
Hasil pengamatan yang didapatkan pada sampel madu adalah jumlah
koloni bakteri yang tumbuh pada media PCA adalah 8,34.104, sedangkan pada
media PCA+sukrosa 30%, jumlah koloni bakteri yang tumbuh adalah 1,52.105.
Pada sampel madu, jumlah koloni pada media yang ditambahkan sukrosa lebih
banyak daripada media yang tidak ditambahkan sukrosa, hal ini mungkin
disebabkan karena kesalahan pada saat praktikum seperti kurang bersihnya alat-
alat-alat praktikum yang digunakan sehingga terjadi kontaminasi dari alat-alat
tersebut maupun kontaminasi dari udara luar. Mikroorganisme yang kemungkinan
tumbuh pada sampel sari buah adalah bakteri, kapang, dan khamir yang bersifat
Ignes Tifanny
240210170077
10-2
10-2
10-2
diberikan untuk membuktikan apakah bakteri yang tumbuh pada media adalah
bakteri amilolitik. Pati yang tidak terhidrolisis akan membentuk warna biru
dengan yodium yang menunjukkan tidak terdapatnya enzim amilase yang
dihasilkan oleh bakteri selain bakteri amilolitik. Pati yang terhidrolisis di
sekeliling koloni akan terlihat areal bening, sebagai akibat aktivitas enzim
amilase. Warna jernih tersebut mengindikasikan bahwa pati atau amilum sudah
terhidrolisis oleh eksoenzim pada bakteri. Menurut Fardiaz (1992) warna jernih
atau bening pada sekeliling bakteri setelah ditambahkan yodium disebabkan
karena amilum tidak dapat bereaksi lama dengan yodium. Areal berwarna coklat
kemerahan di sekeliling koloni menunjukkan hidrolisis sebagian terhadap pati.
Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji
jagung yang bersih melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip
cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling dengan tepung dan
memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, oleh karena itu tepung jagung digunakan
untuk pengujian amilolitik (Lorenz, 1991). Di sekeliling koloni terlihat areal
bening yang menunjukkan bahwa bakteri amilolitik dapat menghidrolisis semua
pati sebagai akibat aktivitas enzim amilase yang membuktikan bahwa bakteri
yang tumbuh adalah bakteri amilolitik. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada
sampel tepung tapioka berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan
menggunakan metode TPC adalah 6,8.104. Perkiraan bakteri yang tumbuh pada
tepung jagung adalah E.Coli.
Tepung beras adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari beras yang
digunakan untuk membuat kue. Tepung beras mengandung banyak pati dan
protein tanpa gluten (Soeparno, 1994). Di sekeliling koloni terlihat areal berwarna
kecoklatan yang menunjukkan bahwa bakteri amilolitik dapat menghidrolisis
sebagian pati yang membuktikan bahwa bakteri yang tumbuh tidak semuanya
adalah bakteri amilotik melainkan ada bakteri kontaminan yang disebabkan
mungkin karena alat yang digunakan tidak steril. Jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada sampel tepung beras berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan
menggunakan metode TPC adalah 2,12.104. Perkiraan bakteri yang tumbuh pada
tepung beras adalah Clostridium butyricium dan E.coli.
Ignes Tifanny
240210170077
Tepung terigu berasal dari biji gandum yang telah mengalami proses
pengeringan dan pengecilan ukuran. Kandungan karbohidrat atau pati dalam
tepung terigu cukup tinggi. Di sekeliling koloni terlihat areal bening yang
menunjukkan bahwa bakteri amilolitik dapat menghidrolisis semua pati sebagai
akibat aktivitas enzim amilase yang membuktikan bahwa bakteri yang tumbuh
adalah bakteri amilolitik. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada sampel tepung
terigu berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan menggunakan metode TPC
adalah 1,3.105. Jenis bakteri yang mungkin tumbuh pada sampel tepung terigu
adalah Bacillus subtilis.
Tepung tapioka adalah salah satu olahan dari ubi kayu. Tepung tapioka
umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat pada sel umbi singkong.
Kandungan pati pada tepung tapiokaini cukup tinggi yaitu 37,70%. Tapioka
banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri
pangan (Buckle, 1987). Di sekeliling koloni terlihat areal bening yang
menunjukkan bahwa bakteri amilolitik dapat menghidrolisis semua pati sebagai
akibat aktivitas enzim amilase yang membuktikan bahwa bakteri yang tumbuh
adalah bakteri amilolitik. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada sampel tepung
tapioka berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan menggunakan metode
TPC adalah 1,56.105. Perkiraan bakteri yang tumbuh pada tepung tapioka adalah
Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, dan Succinnimonas amyloytiva
yang dapat menghidrolisis enzim amilase.
Tabel 4. Pengamatan Pengujian Mikroorganisme Lipolitik
Kel Sampel Media Σ10-2 Σ10-3 TPC BAM Gambar
10-2
Mente 1,06.
4 NA 136 92 2.104
ga 105 10-3
Ignes Tifanny
240210170077
NA+
2,76. 2,5.
1% 336 276 10-3
105 104
lemak
6,98. 2,21. -
NA 116 128
104 104
Marga
10
rin
NA+
4,08. 3,7. -
1% 468 408
105 104
lemak
10-2
4,4.1
NA 592 440 4. 104
05 10-3
14 Kornet
10-2
NA+
2,72.
1% 344 300 3.105
104
lemak
Ignes Tifanny
240210170077
10-2
2,66. 2,41.
NA 340 266
105 104 10-3
Pindaka
20
s 10-2
NA+
4,5.1
1% 312 45 4. 103
04 10-3
lemak
pangan. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak, dan dapat dioleskan.
Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang
masing-masing mempunyai titik cair masing-masing (Herudiyanto, 2006). Lemak
dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Reaksi ini dapat dipercepat
dengan adanya enzim lipase. Dengan adanya lipase dalam bahan pangan, lemak
akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10% (Winarno, 1992).
Hidrolisis bersifat menurunkan mutu bahan pangan. Asam lemak bebas
yang dihasilkan oleh reaksi hidrolisis ini dapat memberikan rasa dan bau tengik
pada lemak atau minyak tersebut (Herudiyanto, 2006). Lipase bisa berasal dari
bahan pangan itu sendiri atau dari kontaminasi bakteri, khamir atau kapang. Jenis-
jenis mikroorganisme yang mempunyai sejumlah spesies bersifat lipolitik
misalnya bakteri Pseudomonas, Alcaligenes dan staphylococccus; kapang yang
termasuk jenis Rhizopus, Geotrichum, Aspergillus dan Penicillum; serta khamir
yang termasuk jenis Candida, Rhodotorula dan Hansenula. Mikroorganisme
lipolitik adalah kelompok mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk
menghidrolisis dan mengoksidasi lemak. Mikroorganisme lipolitik dapat
memproduksi lipase sehingga mampu menghidrolisis lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Mikroorganisme lipolitik dapat menyebabkan bahan pangan
mengandung lemak berbau tengik.
Sampel yang digunakan pada pengujian mikroorganisme lipolitik adalah
mentega, margarin, kornet, dan pindakas. Seluruh sampel yang digunakan
mengandung lemak, dan seperti kita ketahui, terdapat beberapa jenis bakteri yang
mampu hidup pada media lemak dan memiliki enzim lipase untuk menghidrolisis
lemak. Hidrolisis lemak sendiri bersifat menurunkan mutu bahan pangan. Asam
lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi hidrolisis ini dapat memberikan rasa dan
bau tengik pada lemak atau minyak tersebut (Herudiyanto, 2006). Melihat
keadaan tersebut, maka penting sekali untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan
bakteri lipolitik, sehingga kita dapat meminimalisir kerusakkan produk pangan
yang diakibatkan penghidrolisisan lemak oleh bakteri lipolitik ini.
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan diencerkan sampai pengenceran
10 . Pengenceran 10-2 dan 10-3 dimasukkan ke dalam cawan petri steril yang
-3
berbeda. Media yang digunakan adalah NA dan NA yang ditambahkan lemak 1%.
Ignes Tifanny
240210170077
kekuatan mekanik yang tinggi, tahan terhadap perubahan suhu yang ekstrem, dan
toksisitasnya relatif rendah. Umur simpan daging kornet dalam kaleng dapat
mencapai 2 tahun atau lebih, tergantung proses pengolahan, jenis kaleng,
penyimpanan, dan distribusi. Kebusukan kornet dalam kaleng dapat disebabkan
oleh proses pembuatan yang tidak benar, kebocoran wadah karena penutupan
yang kurang baik, atau penyimpanan pada suhu yang tidak tepat dan terlalu lama.
Kebusukan tersebut tidak selalu dapat dideteksi dari penampakan wadah karena
tidak selalu diikuti oleh perubahan bentuk wadah (Soeparno,1994). Berdasarkan
tabel di atas, hasil percobaan yang didapatkan adalah berupa jumlah koloni bakteri
pada media NA adalah sebanyak 4,4.105. Sedangkan pada media NA+1% lemak,
jumlah koloni bakteri yang tumbuh adalah 3.105. Jumlah koloni yang tumbuh
pada media NA+1% lemak lebih sedikit daripada pada media NA yang berarti
terjadi kesalahan pada saat praktikum yang mungkin disebabkan karena
kontaminasi dari luar. Timbul titik-titik merah yang menunjukkan bakteri yang
tumbuh merupakan bakteri lipolitik. Perkiraan bakteri yang tumbuh pada kornet
pada media NA adalah Pseudomonas dan Alcaligenes yang berbentuk coccus dan
merupakan bakteri gram negatif sedangkan bakteri yang tumbuh pada kornet pada
media NA+1% lemak adalah Micrococcus yang berbentuk coccus dan merupakan
bakteri gram positif.
Pindakas atau mentega kacang ini adalah produk makanan berbentuk pasta
yang diperoleh dari pengolahan kacang tanah (Arachis hypogea L.) melalui
proses pengongsengan dan penggilingan dengan atau tanpa penambahan bahan-
bahan lain yang diizinkan. Kandungan lemak pada pindakas adalah 5-55 % b/b.
Kandungan lemak ini cukup tinggi, berasal dari lemak nabati. Berdasarkan tabel
di atas, hasil percobaan yang didapatkan adalah berupa jumlah koloni bakteri pada
media NA adalah sebanyak 2,66.105. Sedangkan pada media NA+1% lemak,
jumlah koloni bakteri yang tumbuh adalah 4,5.104. Jumlah koloni yang tumbuh
pada media NA+1% lemak lebih sedikit daripada pada media NA yang berarti
terjadi kesalahan pada saat praktikum yang mungkin disebabkan karena
kontaminasi dari luar. Timbul titik-titik merah yang menunjukkan bakteri yang
tumbuh merupakan bakteri lipolitik. Perkiraan bakteri yang tumbuh pada pindakas
pada media NA adalah Psedomonas dan Alcaligenes yang berbentuk coccus dan
Ignes Tifanny
240210170077
merupakan bakteri gram negatif sedangkan bakteri yang tumbuh pada mentega
pada media NA+1% lemak adalah Serratia yang berbentuk basil dan merupakan
bakteri gram negatif.
Ignes Tifanny
240210170077
V. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Pengujian Bakteri Halofilik, Bakteri
Osmofilik, Uji Amolitik, dan Uji Lipolitik adalah sebagai berikut:
1. Bakteri halofilik merupakan bakteri yang membutuhkan konsentrasi NaCl
minimal tertentu untuk pertumbuhannya.
2. Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan untuk uji halofilik adalah ikan
peda dan ikan asin yang termasuk pada bahan pangan berkadar garam ekstrim
yaitu sebesar 20%.
3. Garam mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan dan berfungsi untuk bahan
pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan
pangan. Kadar garam yang cukup tinggi (lebih dari 20%) akan mampu
menghambat bakteri pembusuk dan hanya mikroba halofilik yang tumbuh.
Semakin tinggi konsentrasi garam semakin sedikit pertumbuhan mikroba.
4. Mikroorganisme osmofilik adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
medium dengan konsentrasi gula tinggi.
5. Mikroorganisme yang termasuk mikroorganisme osmofilik adalah bakteri dan
khamir.
6. Penambahan sukrosa dimaksudkan untuk memperkaya medium sehingga dapat
menjadi tempat yang optimum bagi pertumbuhan mikroba osmofilik.
7. Bakteri osmofilik yang dapat menghidrolisis gula adalah Lactobacillus,
Bacillus dan Clostridium, Leuconostoc, dan Zymomonas mobilis.
8. Kelompok bakteri lipolitik memproduksi lipase, yaitu enzim yang mengkatalis
hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol.
9. Penambahan 1% lemak pada uji lipolitik membuat bakteri yang tumbuh lebih
banyak.
10. Penambahan NR sebagai indikator untuk mengetahui termasuk bakteri
lipolitik atau bukan.
11. Penambahan NR mengakibatkan perubahan warna menjadi merah disekitar
area koloni bakteri lipolitik.
12. Mikroorganisme amilolitik adalah mikroorganisme yang dapat memecah pati
yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana,
terutama dalam bentuk glukosa.
Ignes Tifanny
240210170077
DAFTAR PUSTAKA
Adiono, dan H. Purnomo. 2007. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia-Press,
Jakarta
Buckle, K. A.,R. A. Edwards, G.H. Fleet, dan Wooton. 1978. Ilmu Pangan.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI Press),
Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Herudiyanto, Marleen. 2016. Bahan Ajar Pengantar Teknologi Pengolahan
Pangan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Lorenz K.J., Kulp K. 1991. Handbook of Cereal Science and Techmology. Marcel
Dekker, New York
Maturin, Larry dan J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count, BAM (Bacteriological
Analytical Manual) Chapter 3. Food And Drug Administration, U.S.
Pelczar, M. J., E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Penerjemah
Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari
Angka. Universitas Indonesia, Jakarta
Sukarminah, E., Debby M. Sumanti, dan In-in Hanidah. 2008. Mikrobiologi
Pangan. Jurusan Teknologi Industri pangan. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian. Universitas Padjajaran, Jatinangor
Sukarminah E., Debby M. Sumanti, dan In-in Hanidah. 2010. Mikrobiologi
Pangan. Jurusan Teknologi Industri pangan. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian. Universitas Padjajaran, Jatinangor
Tjahjadi, Carmencita. 2008. Pengantar Teknologi Pangan Volume II. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-3. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Wiguna, Anarda. 2015. Total Plate Count. Available at:
http://duniachemistry.blogspot.co.id/ (Diakses pada tanggal 28 Mei 2018)
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta