240210170083
dan danau air asin. Bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna
yang disebut Bacteriorodhopsin. Bakteri ini hidup pada habitat yang berkadar garam
tinggi, seperti di laut mati dan danau air asin. Beberapa bakteri ini mampu melakukan
fotosintesis. Jenis klorofilnya disebut bakteri orhodopsin yang memberikan warna
ungu. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi.
Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 2 – 5 %
untuk bakteri halofilik ringan, 5 – 20 % untuk bakteri halofilik sedang, dan 20 – 30 %
untuk bakteri halofilik ekstrim. Bakteri halofilik ringan antara lain Pseudosomonas,
Moraxella, Flavobacterium, Acinobacter, dan spesies Vibrio. Kelompok halofilik
ringan ini sering dijumpai pada ikan dan kerang-kerangan. Bacillus, Micrococcus,
Vibrio, Acinetobacter, dan Moraxella termasuk kelompok bakteri halofilik sedang.
Sedangkan bakteri halofilik ekstrim biasanya tampak berwarna merah atau merah
muda dan berasal dari kelompok bakteri Halobacterium dan Halococcus serta sering
tampak pada makanan yang telah diawetkan dengan penggaraman. (Fardiaz, 1992).
Selain ketiga golongan tersebut ada juga bakteri yang termasuk halotoleran (tahan
garam). Golongan bakteri ini dapat hidup dengan atau tanpa garam. Garam yang
dibutuhkan oleh halotoleran sekitar 5% atau lebih. Kelompok bakteri halotoleran
antara lain Bacillus, Micrococcus, Corynobacterium, Streptococcus, dan Clostridium
(Fardiaz, 1992).
Bakteri umumnya memiliki tingkat Aw minimum sekitar 0,90 (Tjahjadi,
2008). Berbeda dengan bakteri halofilik yang justru mampu tumbuh dalam bahan
pangan berkadar garam yang hampir jenuh tersebut, meskipun membutuhkan waktu
yang lama untuk memulai pertumbuhannya.
Berdasarkan teori yang ada, garam merupakan bahan yang sangat penting
dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya (Buckle at all, 1987).
Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar
tertentu. Namun, masih tetap ada jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
bahan pangan yang mengandung garam, baik garam dengan kadar rendah, maupun
garam dengan kadar tinggi. Jenis ini disebut dengan bakteri halofilik. Bakteri
Luthfi Apriansyah
240210170083
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan NaCl-fis dan lakukan pengenceran
sampai 10-3. Pengenceran dilakukan dengan cara memasukkan sampel yang telah
dihaluskan dan ditimbang ke dalam tabung reaksi yang telah diisi NaCl-fis yang
kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex mixer. Setelah larutan
homogen, 1 mL NaCl-fis diambil menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke
tabung reaksi yang telah berisi NaCl-fis untuk memperoleh pengenceran 10-2 dan
dihomegenkan kembali dengan menggunakan vortex mixer, setelah homogen diambil
lagi 1 mL NaCl-fis 10-2 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl-
fis agar dihasilkan larutan NaCl-fis 10-3. Hasil pengenceran 10-2 dan pengenceran 10-3
dimasukkan ke dalam cawan petri lalu masing masing dituangkan media NA, NA +
NaCl 5%, NA + NaCl 10%, dan NA + NaCl 15%. Media yang digunakan dalam
praktikum ini adalah NA. NA merupakan media umum yang dapat ditumbuhi oleh
bakteri baik bakteri halofilik maupun bukan. Tujuan dari penambahan NaCl yang
jumlahnya bervariasi adalah untuk mengetahui kebutuhan garam untuk pertumbuhan
optimumnya, sedangkan untuk medium yang tidak ditambahkan NaCl digunakan
sebagai pembanding. Garam mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, sehingga
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari
pengaruh racunnya, dan bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang
hampir jenuh, tetapi bakteri ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk
tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan (Buckle dkk, 1987).
Setelah dicampurkan, cawan petri diputar membentuk angka 8 agar sampel
dengan media tercampur rata lalu diinkubasi selama tiga hari pada suhu 30C lalu
diamati dengan melakukan perhitungan dengan TPC dan BAM pada media yang
terdapat bakteri.
Hasil pengamatan yang didapatkan pada sampel ikan peda pada medium NA
dengan pengenceran 10-2 dan 10-3 terdapat koloni bakteri pada setiap masing-masing
pengenceran. Jumlah koloni yang didapatkan oleh kelompok 1 yaitu sebanyak 188
koloni bakteri untuk pengenceran 10-2 dan 124 koloni untuk pengenceran 10-3.
Sementara itu pada kelompok 11 didapatkan jumlah koloni yaitu sebanyak 664 koloni
bakteri untuk pengenceran 10-2 dan 328 koloni untuk pengenceran 10-3.
Luthfi Apriansyah
240210170083
Hasil yang didapatkan oleh kedua kelompok melebihi dari skala 30-300
sehingga untuk perhitungan TPC diambil jumlah koloni pada pengenceran terbesar
dan pada kelompok 6 didapat hasil sebesar 3,68 x 105 dan hasil untuk perhitungan
5
BAM sebesar 3 38 𝑥10 sementara kelompok 16 pada perhitungan TPC hasilnya
5
sebesar 5,84 x 105 dan hasil perhitungan BAM sebesar 1 26 𝑥10 . Hasilnya ternyata
masih juga melebihi batas maksimal cemaran bakteri di Indonesia.
Selanjutnya ikan peda pada medium NA + NaCl 15% yang diamati oleh
kelompok 7 didapatkan jumlah bakteri pada pengenceran 10-2 adalah 288 dan pada
pengenceran 10-3 adalah 66, hasil perhitungan TPC yang didapatkan ini adalah 1,473
5
x 105 serta untuk perhitungan BAM didapatkan hasil 3 22𝑥10 dan pada kelompok
17 pada pengenceran 10-2 didapat jumlah koloni 21 dan pada pengenceran 10-2 adalah
14 koloni dan hasil perhitungan TPC yang didapatkan pada medium ini adalah 2,32 x
3
104 serta untuk perhitungan BAM didapatkan hasil 3 18 𝑥10 . Hasil TPC dari
perhitungan kedua kelompok tersebut masih melebihi batas maksimum cemaran
bakteri pada ikan peda.
Jika kita lihat dari hasil perhitungan TPC dari setiap sampel yang dikerjakan
oleh kelompok sampel ikan peda semuanya melebihi batas maksimum cemaran
bakteri pada ikan peda di Indonesia. Hal ini terjadi mungkin karena pada praktikum
ini media yang digunakan merupakan tempat yang sangat cocok untuk pertumbuhan
bakteri halofilik ini atau bisa jadi ikan peda tersebut sudah rusak pada saat
penyimpanan.
Luthfi Apriansyah
240210170083
Minuman
sari buah PCA + 304 9 9 x 103
30%
Sukrosa
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini untuk pengujian bakteri
osmofilik ada 4 yaitu madu, minuman sari buah, susu kental manis, dan sirup. Untuk
setiap sampel diuji dengan menggunakan dua media yaitu dengan PCA dan dengan
PCA + sukrosa. PCA (Plate Count Agar) adalah suatu medium yang mengandung
0,5% tripton, 0,25% ekstrak khamir, dan 0,1 % glukosa sehingga semua mikroba
termasuk bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium
tersebut (Fardiaz, 1992). Ditambahkannya sukrosa pada media PCA juga dapat
membantu pertumbuhan bakteri osmofilik.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang terlebih dahulu tiap
sampel sebanyak 1 gram sebelum melakukan pengenceran. Pengenceran yang
dilakukan pada percobaan sampai dengan pengenceran 10-3. Setiap 1 ml dari
pengenceran 10-2 dan 10-3 dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah steril,
kemudian lakukan inkubasi pada suhu 30°C selama 2 hari.
Sampel pertama adalah minuman sari buah oleh kelompok 2. Pada media
PCA untuk pengenceran 10-2 terdapat 120 koloni dan untuk pengenceran 10-3
didapatkan hasil sebanyak 116 koloni. Perhitungan TPC dilakukan dan mendapat
4
hasil sebesar 6,4 x 104 dan untuk perhitungan BAM hasilnya sebesar 2 15 𝑥10 .
Sementara sampel PCA + sukrosa pada pengenceran 10-2 didapat 304 koloni dan
pengenceran 10-3 terdapat 9 koloni, sehingga untuk perhitungan TPC didapatkan hasil
4
sebesar 9 x 103 dan untuk perhitungan BAM didapatkan hasil sebesar 2 85 𝑥10 .
Batas cemaran bakteri pada minuman sari buah yang dibandingkan dengan
perhitungan TPC yang dihitung memiliki hasil yang melebihi batas..
Sampel kedua adalah madu dan digunakan oleh kelompok 8. Pada media PCA
pengenceran 10-2 didapatkan hasil sebanyak 188 koloni dan untuk pengenceran 10-3
didapatkan hasil sebanyak 148 koloni. Perhitungan TPC dilakukann dan hasilnya
sebesar 34 x 104 dan perhitungan BAM hasilnya sebesar 3,05 x 104. Untuk
pengenceran yang dilakukan pada media PCA + sukrosa didapatkan hasil pada
pengenceran 10-2 untuk sebanyak 304 koloni dan pada pengenceran 10-3 didapatkan
sebanyak 152 koloni. Hasil perhitungan TPC sebesar 1,52 x105 dan hasil perhitungan
Luthfi Apriansyah
240210170083
BAM sebesar 4,15 x 104 Kedua hasil perhitungan TPC didapatkan hasil yang
melebihi batas cemaran bakteri pada madu yang sebesar 5x103.
Sampel berikutnya ialah susu kental manis. Sampel ini digunakan kelompok
12 dan hasil pengamatan pada media PCA untuk pengenceran 10-2 sebanyak 38
koloni dan untuk pengenceran 10-3 sebanyak 66 koloni. Hasil SPC yang didapat
adalah 3,49 x 104 dan untuk perhitungan BAM didapatkan hasil sebesar 9,45 x 103
sedangkan untuk percobaan yang menggunakan menggunakan media PCA + sukrosa
didapat jumlah koloni pada pengenceran 10-2 adalah 53 koloni dan pada pengenceran
10-3 adalah 41 koloni. Hasil SPC yang didapat adalah 2,32 x 104 dan hasil
perhitungan BAM adalah 8,54 x 103.
Sampel terakhir adalah sirup yang digunakan kelompok 18. Hasil
pengamatan sampel pada media PCA pengenceran 10-2 didapatkan hasil 250 koloni
dan untuk pengenceran 10-3 sebanyak 576 koloni. Hasil SPC yang didapat adalah 2,5
x 104 dan BAM sebesar 7,51 x 104 sedangkan untuk percobaan yang menggunakan
menggunakan media PCA + sukrosa untuk pengenceran 10-3 adalah 676 koloni dan
untuk pengenceran 10-2 adalah 312 koloni. Hasil SPC yang didapat adalah 6,76 x 104
dan perhitungan BAM sebesar 8,98 x 104. Kontaminasi kemungkinan besar terjadi
karena jumlah koloni mikroba pada pengenceran 10-3 lebih banyak dari jumlah
bakteri saat pengenceran 10-2.
Luthfi Apriansyah
240210170083
serta komponen amilosa dan amilopektin (Buckle, 1985). Langkah pertama yang
dilakukan adalah ambil 1 gram tiap sampel tepung lalu dilakukan pengenceran hingga
10-3. Pengenceran menggunakan bahan pengenceran yaitu larutan NaCl fisiologis,
digunakannya larutan ini sebagai bahan pengencer dikarenakan larutan ini dapat
mencegah perubahan pH lingkungan dan dapat menjaga agar tetap steril. Pengenceran
ini dilakukan dengan tujuan untuk memperluas bidang hidup sampel agar
memudahkan pada saat perhitungan dan pengamatannya. Lalu diambil 1 ml sampel
dari pengenceran 10-3 dan dimasukkan ke dalam cawan petri lalu dituangkan media
NA. NA digunakan sebagai media karena NA merupakan medium umum yang akan
ditumbuhi oleh bakteri maupun bukan. Media NA tidak perlu ditambahkan larutan
apapun karena media NA telah mempunyai kadar karbohidrat yang cukup tinggi.
Media NA ini minimal mengandung 0,2-1% pati. Setelah dicampurkan, cawan petri
diputar membentuk angka 8 agar sampel dengan media tercampur rata lalu diinkubasi
selama 2 hari.
Sampel pertama adalah tepung jagung yang digunakan oleh kelompok 3A.
Hasil dari pengujian pada pengenceran 10-2 sebanyak 212 koloni dan pada
pengenceran 10-3 didapatkan hasil 334 koloni. Hasil perhitungan TPC didapat sebesar
2,12 x 104 dan perhitungan BAM didapatkan hasilnya adalah 4,96 x 104. Sampel
kedua adalah tepung beras yang digunakan oleh kelompok 9. Setelah 2 hari
diinkubasi, pada pengenceran 10-2 sebanyak 70 koloni sedangkan pada pengenceran
10-3 didapatkan hasil lebih banyak yaitu sebanyak 129 koloni. Hasil perhitungan TPC
adalah sebesar 6,8 x 104 dan untuk perhitungan BAM didapatkan hasil sebesar.
Sampel berikutnya ialah tepng terigu yang diuji oleh kelompok 13. Hasil
untuk pengenceran 10-2 adalah sebanyak 288 koloni dan untuk pengenceran 10-3 hasil
yang didapatkan sebanyak 232 koloni. Hasil perhitungan TPC adalah sebesar 1,304 x
105. dan hasil perhitungan BAM ialah sebesar 4,73 x 104.
Sampel yang terakhir ialah tepung tapioka yang diuji oleh kelompok 19. Hasil
yang didapatkan pada pengenceran 10-2 sebanyak 132 koloni dan pada pengenceran
10-3 didapatkan hasil sebanyak 300 koloni dan dari hasil dilakukan perhitungan TPC
Luthfi Apriansyah
240210170083
yang hasilnya sebesar 1,56 x 105. sementara perhitungan BAM hasilnya adalah 3,93
x 104.
Batas cemaran bakteri dalam produk tepung-tepungan di Indonesia adalah
sebesar 1x106 koloni/gr. Berdasarkan hasil perhitungan TPC yang telah dihitung,
pada sampel tepung jagung dan tepung beras ternyata berada di bawah batas sehingga
dapat dikatakan tepung jagung dan tepung beras layak dikonsumsi. Akan tetapi, pada
tepung terigu dan tepung tapioka hasil perhitungannya ternyata melewati batas
cemaran bakteri. Hal ini mungkin saja terjadi karena ada kesalahan pada praktikum
yang dilakukan atau kurangnya steril alat alat yang ada.
yang ditandai dengan lapisan merah dibawah koloni, lapisan merah tersebut
menunjukkan hidrolisis lipid pada pH rendah. Cawan yang lainnya dimasukkan
media NA + 1 % lemak lalu ditetesi NR steril juga sebanyak 2-4 tetes.
Cawan petri yang telah terisi medium dan sampel digerak-gerakkan
membentuk angka 8 untuk menghomogenkan sampel dan medium, kemudian
medium ditunggu sampai membeku, setelah membeku cawan petri dibungkus
menggunakan kertas dan diinkubasi dengan posisi terbalik. Hal ini ditujukan agar
medium tidak terkena uap air akibat kondensasi ketika diinkubasi. Proses inkubasi ini
dilakukan selama 2 hari dengan suhu 30oC.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah mentega, margarin, kornet
dan pindakas. Sampel pertama adalah mentega yang diuji oleh kelompok 4 dan
didapatkan jumlah koloni dengan media NA pada pengenceran 10-2 adalah sebanyak
136 koloni dan pada pengenceran 10-3 sebanyak 92 koloni. Hasil perhitungan SPC
yang didapat adalah 1,06 x 105. Sementara itu mentega pada media NA + 1% lemak
dihasilkan jumlah koloni pada pengenceran 10-2 sebanyak 335 koloni dan pada
pengenceran 10-3 adalah 276 koloni. Hasil perhitungan SPC yang didapat adalah 2,76
x 105.
Pada media NA, jenis bakteri Serratia adalah kemungkinan bakteri yang
tumbuh pada media ini. Bakteri ini termasuk kedalam jenis bakteri lipolitik. Bakteri
ini berbentuk batang motil dengan flagellum peritrikus. Beberapa galur membentuk
kapsul dan bakteri ini termasuk kedalam bakteri gram negatif. Banyak galur
menghasilkan pigmen merah muda, merah atau magenta.
Pada media NA + 1% lemak + NR, kemungkinan bakteri yang bertumbuh
adalah jenis bakteri Alkaligenes. Bakteri ini termasuk kedalam jenis bakteri lipolitik,
dimana sel berbentuk batang atau batang membulat, biasanya terdapat tunggal.
Bakteri ini termasuk kedalam bakteri gram negatif dan tidak membentuk endospora.
Sampel selanjutnya ialah margarin yang diuji oleh kelompok 10, dan
didapatkan hasil pada media NA dengan pengenceran 10-2 adalah sebanyak 116
koloni dan dengan pengenceran 10-3 sebanyak 128 koloni. Hasil perhitungan SPC
yang didapat adalah 6,98 x 104. Sementara itu pengenceran yang dilakukan dengan
Luthfi Apriansyah
240210170083
V. KESIMPULAN
1. Bakteri halofilik adalah bakteri yang membutuhkan konsentrasi NaCl minimal
tertentu untuk pertumbuhannya.
2. Bakteri yang bersifat osmofilik atau sakarofilik dapat tumbuh pada media
dengan konsentrasi gula yang tinggi.
3. Bakteri Amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati
menjadi menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk
glukosa.
4. Bakteri lipolitik adalah bakteri yang memproduksi lipase, yaitu enzim yang
mengkatalis hidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol.
5. Berdasarkan hasil perhitungan TPC dari setiap sampel uji halofilik, sampel
ikan peda semuanya melebihi batas maksimum cemaran bakteri pada ikan
peda di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena ada kesalahan pada saat
praktikum atau telah rusaknya sampel saat penyimpanan
6. Berdasarkan hasil perhitungan TPC pada sampel tepung jagung dan tepung
beras ternyata berada di bawah batas sehingga dapat dikatakan tepung jagung
dan tepung beras layak dikonsumsi. Akan tetapi, pada tepung terigu dan
tepung tapioka hasil perhitungannya ternyata melewati batas cemaran bakteri.
Hal ini mungkin saja terjadi karena ada kesalahan pada praktikum yang
dilakukan atau kurangnya steril alat alat yang ada.
7. Berdasarkan hasil pengamatan uji lipolitik, diperkirakan bakteri yang tumbuh
berasal dari jenis bakteri Serratia dan Alkaligenes.
Luthfi Apriansyah
240210170083
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. (1985). Ilmu Pangan
(Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 97-98.
Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan.
Bandung : UniversitasPadjajaran.
Sumanti, Debby M. dan Een Sukarminah. 2008. Diktat Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Pangan. Jatinangor : Universitas Padjajaran.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Herudiyanto, Marleen. 2006. Bahan Ajar Pengantar Teknologi Pengolahan
Pangan. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
Maturin, Larry and J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count. BAM
(Bacteriological Analytical Manual), Chapter 3. Food and Drug
Administration.
Wiguna, Anarda. 2015. Total Plate Count. Diakses dari:
http://duniachemistry.blogspot.co.id/ pada tanggal 28 Mei 2018.