Anda di halaman 1dari 29

Angeline

240210170081
Kelompok 14

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


4.1. Pengujian Bakteri Halofilik
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengujian Bakteri Halofilik
Sampel Media Ʃ10-2 Ʃ10-3 TPC BAM Gambar
Ikan NA 188 124 7,14x10 4
2,84x104 Ʃ10-2
peda

Ʃ10-3

Ikan NA+NaCl 120 TBUD 1,2x104 1,09x104 Ʃ10-2


peda 5%

Ʃ10-3

Ikan NA+NaCl 312 368 3,68x105 2,84x104 Ʃ10-2


peda 10%

Ʃ10-3

Ikan NA+NaCl 288 66 4,74x104 3,22x104 Ʃ10-2


peda 15%

Ʃ10-3

Ikan asin NA 664 328 3,28x105 2,98x104 Ʃ10-2


Angeline
240210170081
Kelompok 14

Ʃ10-3

Ikan asin NA+NaCl 340 260 2,6x105 2,36x104 Ʃ10-2


5%

Ʃ10-3

Ikan asin NA+NaCl 804 584 5,84x105 5,31x104 Ʃ10-2


10%

Ʃ10-3

Ikan asin NA+NaCl 21 14 2,1x103 2,5x103 Ʃ10-2


15%

Ʃ10-3

(Sumber : Dokumentasi Pribadi , 2018 )


Bahan pangan yang akan disimpan untuk jangka waktu yang lama memerlukan
perlakuan tertentu untuk memperpanjang daya simpan. Pengawetan pada umumnya
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang
merupakan faktor penyebab utama terjadinya pembusukan pangan. Proses pengawetan
ada berbagai macam yaitu pembekuan, proses termal, fermentasi, pengeringan dan
penggunaan bahan pengawet yang salah satunya menggunakan garam dan dikenal
sebagai proses penggaraman.
Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar
tertentu. Mikroorganisme proteolitik atau pembusuk dan pembentuk spora merupakan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

bakteri yang mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam rendah (sekitar 6%).
Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botulinum kecuali Streptococcus
aureus dapat dihambat dengan konsentrasi garam 10-12%. Beberapa jenis
mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh cepat
dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan
sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme.
Penambahan garam akan meningkatkan konsentrasi garam dan menurunkan
kadar air. Mikroorganisme pada umumnya tidak dapat tumbuh pada Aw rendah karena
tidak terdapat cukup air untuk mendukung pertumbuhannya. Tetapi terdapat
mikroorganisme yang toleran terhadap kadar garam tinggi. Mikroorganisme ini
membutuhkan konsentrasi garam minimal tertentu untuk pertumbuhannya. Bakteri
tersebut adalah bakteri halofilik (Fardiaz, 1992). Bakteri jenis ini banyak ditemukan
pada makanan berkadar garam tinggi atau di dalam laut yang memiliki kadar garam
tinggi. Bakteri ini membutuhkan NaCl minimal tertentu untuk pertumbuhannya.
Kebutuhan garam untuk pertumbuhannya bervariasi antara 2-5% untuk halofilik
ringan, 5-20% untuk halofilik sedang dan 20-30% untuk halofilik ekstrim.
Praktikum kali ini yaitu melakukan pengujian bakteri halofilik pada jenis
produk ikan yang dijadikan sampel yaitu ikan peda dan ikan asin. Dengan adanya
pengujian ini telah diketahui mikroorganisme apa saja yang terdapat pada sampel ikan
peda dan ikan asin yang telah mengalami proses penggaraman. Bahan makanan yang
telah dilakukan proses penggaraman masih dapat terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, baik garam dengan kadar rendah, maupun garam dengan kadar tinggi.
Jenis ini disebut dengan bakteri halofilik. Bakteri halofilik adalah bakteri yang dapat
hidup pada kondisi konsentrasi garam yang tinggi. Kebutuhan garam untuk
pertumbuhan dapat bervariasi, yaitu :
1. Halofilik ringan : kadar garam ≤5 %
2. Halofilik sedang : kadar garam 5-20 %
3. Halofilik ekstrim : kadar garam 20-30 %
Angeline
240210170081
Kelompok 14

4. Bakteri halotolerant : bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya
garam, contohnya adalah halobacterium, Sarcina, Micrococcus, Pseudomonas,
Vibrio, Pediococcus, Alcaligens.
Bakteri halofilik membutuhkan konsentrasi NaCl minimal tertentu untuk
pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Bakteri halofilik umumnya mempunyai kandungan
KCl yang tinggi dalam selnya karena bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang
tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofilik mempunyai membran purple
bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.
Praktikum ini menggunakan sampel ikan peda dan ikan asin untuk pengujian
bakteri halofilik. Ikan merupakan bahan pangan yang bersifat sangat perishable.
Komposisi rata-rata daging ikan berkisar antara 18-15% padatan, 14-20% protein, 0.2-
20% lemak dan 1.0-1.8% abu. Daging ikan mudah dicerna dan kandungan asam amino
esensialnya sama baiknya dengan daging sapi atau hewan ternak lainnya, sehingga
daging ikan merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi. Lemak ikan juga
mudah dicerna dan kaya akan asam lemak tak jenuh. Ikan kaya akan vitamin yaitu
vitamin A dan D serta pada ikan laut merupakan sumber mineral yang sangat penting
yaitu yodium. Kandungan zat besi ikan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
daging yang lain. Produk ikan yang dikonsumsi beserta tulangnya merupakan sumber
kalsium dan fosfor yang baik (Tjahjadi dan Marta, 2011).
Ikan peda merupakan produk fermentasi spontan dengan jumlah dan jenis
mikroba yang bervariasi. Ikan asin merupakan produk yang dibuat melalui proses
penggaraman dan pengeringan. Ikan peda dan ikan asin dapat dibuat dari ikan kembung
(rastrelliger sp.), ikan lemuru (Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.) atau ikan
selar (Caranx sp.). Mikroflora yang ditemukan pada ikan kembung terutama adalah
bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau koki seperti
Pseudomonas, Vibrio, Moraxella, Acinobacter, dan Flavobacterium. Penggaraman
dan pemeraman ikan peda terjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri
pembentuk asam seperti Streptococcus, Leuconostoc, Lactobaccilus, dan Micrococcus.
Pembuatan ikan peda melalui proses fermentasi dengan penggaraman dan
merupakan salah satu proses pengawetan. Proses penggaraman ini merupakan proses
Angeline
240210170081
Kelompok 14

pengawetan yang dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam badan ikan
sampai titik tertentu. Tujuan dari proses penggaraman ini yaitu agar bakteri yang tidak
diinginkan tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi di dalam ikan. Selain sebagai
pengawet, garam juga dapat memberikan rasa flavor dan cita rasa khas pada ikan peda
(Buckle et al, 1985). Garam bersifat bakteriostatik dan merupakan elektrolit yang
mampu memecah ikatan air dalam protein. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya
denaturasi protein. Garam sebagai pengawet berfungsi menaikkan tekanan osmotik
sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroorganisme, dehidrasi, dan
bersifat racun akibat terbentuknya ion klorida serta menyebabkan sel mikroorganisme
menjadi peka terhadap karbondioksida.
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses,
yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Hasil akhir dari pengawetan dengan
proses penggaraman adalah ikan asin. Meskipun memiliki nilai gizi yang tinggi, ikan
asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat golongan rendah.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994); Moeljanto (1976), secara garis besar
selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya
cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat
akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan
keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Semakin
lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin lambat dengan
menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam
di dalam tubuh ikan. Ketika sudah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam di
luar dan di dalam tubuh ikan, maka pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti
sama sekali. Saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan
penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat
dagingnya berubah.
Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan paling bayak digunakan
untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan pengawet atau
tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1993), garam dapur diketahui merupakan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

bahan pengawet paling tua yang digunakan sepanjang sejarah. Garam dapur
mempunyai daya pengawet tinggi karena beberapa hal, antara lain :
1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan
sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.
2) Garam dapur dapat menyebabkan protein daging dan protein mikroba terdenaturasi.
3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena perubahan
tekanan osmosa.
4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi pada
mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya.
Media yang digunakan dalam pengamatan terhadap bakteri halofilik adalah
NA, NA + NaCl 5%, NA + NaCl 10%, dan NA + NaCl 15% dengan menggunakan
metode agar tuang, dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu 30oC. Proses inkubasi
dilakukan selama 3 hari karena mikroorganisme yang ditumbuhkan membutuhkan
waktu untuk menyesuaikan diri dengan medium tumbuhnya. Medium NA dibuat
dengan menggunakan perbandingan massa dan volume. Media dengan kadar NaCl
dibuat dengan melarutkan NA dengan larutan garam sesuai dengan konsentrasi yang
diperlukan. Penggunaan media NA tanpa penambahan NaCl bertujuan untuk
mengamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri halotolerant atau bakteri yang
memiliki toleransi terhadap kadar garam. Perbedaan kadar NaCl yang digunakan
bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan bakteri halofilik sesuai tingkat
garamnya. Penambahan garam pada medium NA berfungsi untuk menekan
pertumbuhan bakteri karena garam bersifat hidrokopis. Garam akan meningkatkan
tekanan osmotik substrat, sehingga terjadi penarikan air dari dalam bahan pangan
keluar. Akibatnya, kadar air daging ikan menurun karena sel akan kehilangan air dan
mengalami pengerutan sehingga mikroba yang tidak tahan garam tidak dapat tumbuh.
Garam dapat mengganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan
denaturasi protein. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C karena pada suhu tersebut
bakteri tumbuh secara optimum. (Moeljanto, 1993)
Praktikum dimulai dengan melakukan pengenceran hingga 10-3. Tujuan dari
pengenceran yaitu agar mikroorganisme yang akan dikembangkan atau dibiakan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

dalam sampel dapat teramati dengan baik atau tidak menumpuk (dapat dihitung).
Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung pada perkiraan
jumlah mikroorganisme dalam sampel yang akan di amati. Digunakan perbandingan 1
: 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran
berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya
(Pelczar, Jr et al. 1986).
Teknik pengenceran yang dilakukan saat praktikum yaitu 1 gram sampel yang
telah dihancurkan menggunakan mortal dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan larutan NaCl fisiologis 0,85% sebanyak 9 ml. Larutan NaCl fisiologis
0,85% digunakan sebagai bahan pengencer karena bersifat buffer atau mampu
mempertahankan pH dan bersifat isotonis dengan cairan sel bakteri sehingga tidak akan
terjadi osmosis dan sel mikroba tetap hidup. Sampel dimasukkan ke vortex mixer agar
homogen dan ditunggu hingga padatan sampel mengendap agar saat dilakukan
pengenceran sampel padatan tidak menyumbat mulut pipet. Perlakuan tersebut adalah
pengenceran pertama atau 10-1. Pengenceran 10-2 dan 10-3 diambil masing-masing 1 ml
dengan menggunakan volume pipet. Setiap melakukan pengenceran harus
menggunakan pipet ukur yang berbeda agar menghasilkan larutan dengan pengenceran
yang sesuai. Cairan dalam pipet dipindahkan ke dalam cawan petri yang kemudian
dituangkan media NA dengan atau tanpa kadar garam tertentu. Media lalu dituangkan
dan digoyangkan cawan petri membentuk angka 8 secara perlahan agar media dan
sampel tercampur, setelah itu tunggu agar di dalam cawan petri tersebut membeku
sehingga menjadi agar lalu balikkan dan dibungkus dengan wrap plastic agar cawan
petri tidak terbuka, kemudian cawan petri tersebut diinkubasi selama 3 hari pada suhu
30oC. Semua kegiatan harus dilakukan didekat bunsen untuk meminimalisasi
kontaminan dari luar sehingga lingkungan sekitarnya aseptis.
Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah
menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar, sehingga
mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini dapat
menghitung jumlah sel yang masih hidup, menentukan jenis mikroba yang tumbuh
Angeline
240210170081
Kelompok 14

dalam media tersebut, serta dapat mengisolasi dan mengidentifikasi jenis koloni
mikroba. Metode Total Plate Count (TPC) memiliki keuntungan yaitu dapat
mengetahui jumlah mikroba yang dominan dan dapat mengetahui jenis mikroba lain
yang terdapat dalam media. Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu
memungkinkan terjadinya koloni yang berasal dari 1 sel mikroba, memungkinkan
memperkecil jumlah sel mikroba sebenarnya, memungkinkan ada jenis mikroba
tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan media, jika jumlah populasi
mikroba diluar 30-300 maka akan menghasilkan perhitungan yang kurang teliti, dan
perhitungan populasi mikroba hanya dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang
umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih. Perhitungan Total Plate Count
(TPC) dinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor
pengencernya. Cara menghitung koloni pada cawan harus memperhatikan hal-hal
berikut yaitu cawan yang dipilih dan dihitung antara 30-300, beberapa koloni yang
bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah
koloninya diragukan dapat dihitung sebagai 1 koloni, dan suatu deretan koloni yang
terlihat 1 garis tebal dihitung sebagai 1 koloni. Data dilaporkan sebagai Standard Plate
Count (SPC) yang harus mengikuti peraturan (SNI 01-2897-1992). (Wiguna, 2015)
Hasil Pengamatan dengan metode Total Plate Count (TPC) adalah ikan peda
dengan sampel NA mengandung 7,14 x 104 CFU/ml, ikan peda dengan media NA +
NaCl 5% mengandung 1,2 x 104 CFU/ml, ikan peda dengan media NA+ NaCl 10%
mengandung 3,68 x 105 CFU/ml, ikan peda dengan media NA + NaCl 15%
mengandung 4,74 x 104 CFU/ml, ikan asin dengan media NA mengandung 3,28 x 105
CFU/ml, ikan peda dengan media NA+ NaCl 5% mengandung 2,6 x 105 CFU/ml, ikan
asin dengan media NA+ NaCl 10% mengandung 5,84 x 105 CFU/ml, ikan asin dengan
media NA+ NaCl 15% mengandung 2,1 x 103 CFU/ml. Menurut Moeljanto, garam
akan meningkatkan tekanan osmotik substrat, sehingga terjadi penarikan air dari dalam
bahan pangan keluar. Akibatnya, kadar air daging ikan menurun karena sel akan
kehilangan air dan mengalami pengerutan sehingga mikroba yang tidak tahan garam
tidak dapat tumbuh. Garam dapat mengganggu kerja enzim proteolitik karena dapat
mengakibatkan denaturasi protein. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C karena pada
Angeline
240210170081
Kelompok 14

suhu tersebut bakteri tumbuh secara optimum. (Moeljanto, 1993). Oleh karena itu,
semakin tinggi konsentrasi NaCl pada media seharusnya jumlah koloni bakteri yang
tumbuh semakin sedikit. Hasil pengamatan ikan peda dengan media NA + NaCl 10%
dan 15% mengalami penyimpangan, dan hasil pengamatan ikan asin dengan media
NA+ NaCl 10% mengalami penyimpangan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan prosedur ataupun pada proses penggaraman ikan tidak merata.
Cara perhitungan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
adalah dengan memilih cawan yang mempunyai koloni 25-250 koloni. Lalu dihitung
dengan rumus :
∑𝐶
𝑁=
[(1x𝑛1 ) + (0,1x𝑛2 )]x(d)
Keterangan :
ƩC : jumlah total koloni dari semua cawan yang dihitung
N : jumlah koloni per ml/gram
n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua
d : tingkat pengenceran yang diperoleh dari cawan yang pertama dihitung
Jika diperoleh cawan petri dengan jumlah koloni diluar 25-250 maka dipilih
cawan petri dengan jumlah koloni jika <25 maka dilaporkan <25 x 1/d, jika dijumpai
cawan dengan jumlah koloni >250 maka dipilih cawan yang berjumlah paling
mendekati batas atas kisaran tersebut. (Maturin and Peeler, 2001).
Hasil Pengamatan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
adalah sampel ikan peda dengan media NA mengandung 2,84 x 104 ml/gram, sampel
ikan peda dengan media NA + NaCl 5% mengandung 1,09 x 104 ml/gram, ikan peda
dengan media NA + NaCl 10% mengandung 2,84 x 104 ml/gram, sampel ikan peda
dengan media NA + NaCl 15% mengandung 3,22 x 104 ml/gram, sampel ikan asin
dengan media NA mengandung 2,98 x 104 ml/gram, sampel ikan asin dengan media
NA + NaCl 5% mengandung 2,36 x 104 ml/gram, sampel ikan asin dengan media NA
+ NaCl 10% mengandung 5,31 x 104 ml/gram, sampel ikan asin dengan media NA +
NaCl 15% mengandung 2,5 x 103 ml/gram. Hasil pengamatan sampel ikan peda dengan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

media NA + NaCl 10% dan 15% dan hasil pengamatan ikan asin dengan media NA +
NaCl 10% mengalami penyimpangan pertumbuhan bakteri dimana tidak sesuai dengan
teori yang dijelaskan oleh Moeljanto, 1993. Penyimpangan tersebut dimungkinkan oleh
karena kesalahan praktikan dalam melakukan prosedur praktikum ataupun proses
penggaraman ikan pada pembuatan ikan peda dan ikan asin yang tidak merata.
4.2. Pengujian Bakteri Osmofilik
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengujian Bakteri Osmofilik
Sampel Media Ʃ10-2 Ʃ10-3 TPC BAM Gambar
Madu PCA 188 148 8,34x10 4
3,05x104 Ʃ10-2

Ʃ10-3

Madu PCA + 304 152 1,52x105 1,38x104 Ʃ10-2


30%
Sukrosa

Ʃ10-3

Sari Buah PCA 120 116 6,4x104 2,15x104 Ʃ10-2

Ʃ10-3

Sari Buah PCA + 304 9 9,0x103 2,5x103 Ʃ10-2


30%
Sukrosa

Ʃ10-3
Angeline
240210170081
Kelompok 14

Susu PCA 38 66 3,49x104 9,45x103


Kental -
Manis
Susu PCA + 53 41 2,32x104 8,55x103
Kental 30% -
Manis Sukrosa
Sirup PCA 250 576 2,5x104 2,27x104 Ʃ10-2

Ʃ10-3

Sirup PCA + 312 676 6,76x105 2,84x104 Ʃ10-2


30%
Sukrosa

Ʃ10-3

(Sumber : Dokumentasi Pribadi , 2018 )


Bahan pangan yang terdapat di pasaran dewasa ini sangat beragam, seiring
dengan perkembangan zaman dan perubahan selera konsumen. Tetapi kendala yang
dihadapi untuk memenuhi kebutuhan konsumen adalah kenyataan bahwa bahan pangan
sangat mudah sekali rusak (perishable). Oleh karena itu, pada berbagai bahan pangan
sering dilakukan tindakan pengolahan yang bertujuan untuk mengawetkan bahan
pangan tersebut, salah satunya yaitu dengan penambahan gula. Selain untuk
mendapatkan rasa manis, pada konsentrasi tinggi gula berfungsi sebagai pengawet
makanan/minuman, misalnya pada sirup, selai dan manisan buah. Gula terlibat dalam
pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan. Gula dapat memberikan
stabilitas bahan pangan terhadap mikroorganisme jika ditambahkan konsentrasi yang
cukup. Gula dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan
pangan. Kadar gula yang tinggi dapat mempengaruhi Aw bahan pangan sehingga
mikroorganisme tidak dapat hidup. Walaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula
pada Aw bukan merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen


yang berbeda-beda tetapi dengan nilai aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan
yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme. Gula dapat
menghambat pertumbuhan mikroba karena beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Dapat mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi makanan dan menurunkan Aw
makanan.
2. Dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat sehingga menyebabkan sel mikroba
mengalami plasmolisis.
Mikroorganisme pada umumnya tidak dapat tumbuh di lingkungan dengan
tekanan osmotik tinggi karena cairan dalam sel bakteri akan berdifusi keluar dan sel
akan kisut dan mati. Penambahan gula dalam jumlah besar pada bahan pangan
bertujuan untuk menaikan tekanan osmotik dari bahan pangan tersebut. Ada beberapa
mikroorganisme yang tahan hidup pada lingkungan dengan tekanan osmotik tinggi.
Mikroorganisme ini membutuhkan medium yang terdapat gula dengan
konsentrasi minimal tertentu untuk pertumbuhannya bakteri tersebut yaitu bakteri
osmofilik. Bakteri osmofilik adalah bakteri yang dapat hidup dengan tekanan osmotik
tinggi, yaitu pada medium dengan konsentrasi gula tinggi. Beberapa jenis bakteri
bersifat osmotoleran, yaitu dapat tumbuh dengan atau tanpa konsentrasi gula tinggi.
Kapang dan khamir mempunyai kemampuan osmotik yang lebih besar dari bakteri
(Balia, 2008). Khamir osmofilik dapat tumbuh pada substrat dengan konsentrasi gula
tinggi, aktivitas air sekitar 0.62-0.65. Khamir ini menyebabkan kerusakan pada buah-
buahan kering, madu, sirup, bir, roti, dan sebagainya. Contoh khamir yang bersifat
osmofilik adalah Sacharomyces rouxii dan S. Mellis. Jenis bakteri yang dapat
menghidrolisis laktosa yaitu Saccharomyces fragilis serta jenis Zygosaccharomyces
nussbaumeri yang dapat menyebabkan kerusakan pada madu, sirup dan molase
(Fardiaz, 1992).
Air merupakan komponen bahan pangan yang mempengaruhi sifat fisik, kimia,
dan biologis bahan pangan. Perubahan fisik dapat mempengaruhi tekstur bahan pangan
serta adanya perubahan kadar air. Peranan air sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan bakteri. Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

bakteri osmofilik pada bahan pangan adalah zat gizi. Mikroorganisme membutuhkan
makanan yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar
untuk pertumbuhan sel.
Tetapi meskipun telah dilakukan pengolahan tidak menutup kemungkinan
bahan pangan tersebut bebas dari kontaminasi mikroorganisme. Praktikum kali ini
adalah melakukan pengujian bakteri osmofilik pada berbagai bahan pangan. Bakteri
osmofilik adalah bakteri yang dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi gula
tinggi.
Sampel yang akan diuji kandungan mikroorganismenya pada praktikum kali ini
adalah sirup, minuman sari buah, madu dan susu kental manis. Menurut SNI (1994),
sirup didefinisikan sebagai larutan gula pekat (sakarosa : High Fructose Syrup dan atau
gula inversi lainnya) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang
diijinkan. Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sukrosa. Kadar
sukrosa biasanya tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Kadar gula yang telah
ditentukan yaitu karena jika lebih dari 66% sirup akan mengalami pengkristalan
sementara jika kurang dari 62% sirup mudah membusuk. Selain sukrosa dan gula lain
dapat ditambahkan pula senyawa poliol, seperti sorbitol dan gliserin serta dapat
ditambahkan juga zat anti mikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, kapang dan
khamir (Haqiqi, 2011).
Berdasarkan Tressler dan Woodroof (1976), proses pembuatan sirup buah
terdiri atas 2 tahap, yaitu pembuatan saribuah dan pembuatan sirup gula. Kemudian sari
buah dan sirup gula dimasak dengan cara dipanaskan sambil dilakukan pengadukan.
Pemasakan dihentikan setelah total padatan terlarut sirup buah mencapai 65°Brix,
kemudian dilakukan pembotolan. Pada saat pemasakan dapat ditambahkan bahan
tambahan makanan untuk memperbaiki warna, cita rasa, aroma, dan daya simpan dari
sirup buah, misalnya penambahan asam sitrat (Tressler dan Joslyn, 1961). Asam sitrat
dapat berfungsi sebagai pengawet karena pada pH rendah (kurang dari 4.6)
mikroorganisme berbahaya seperti Clostridium botulinum akan sulit untuk tumbuh dan
berkembang (Wong, 1989). Susu kental manis adalah susu sapi yang airnya dihilangkan
dan ditambahkan gula, sehingga menghasilkan susu yang sangat manis rasanya dan
Angeline
240210170081
Kelompok 14

dapat bertahan selama satu tahun bila tidak dibuka. Madu adalah cairan yang
menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan
serangga lainnya dari nektar bunga. Jika Tawon madu sudah berada dalam sarang
nektar dikeluarkan dari kantung madu yang terdapat pada abdomen dan dikunyah
dikerjakan bersama tawon lain, jika nektar sudah halus ditempatkan pada sel, jika sel
sudah penuh akan ditutup dan terjadi fermentasi. Rasa manis madu disebabkan oleh
unsur monosakarida fruktosa dan glukosa, dan memiliki rasa manis yang hampir sama
dengan gula. Madu memiliki rasa yang berbeda daripada gula dan pemanis lainnya.
Kebanyakan mikroorganisme tidak bisa berkembang di dalam madu karena rendahnya
aktivitas air yang hanya 0.6.
Media yang digunakan pada pengujian mikroorganisme osmofilik adalah PCA
dan PCA yang ditambah 30% sukrosa. PCA merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme yang umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total (semua
jenis bakteri) yang terdapat pada setiap sampel seperti makanan, produk susu, air
limbah dan sampel - sampel lainnya yang juga biasanya menggunakan metode Total
Plate Count (TPC). Plate Count Agar (PCA) merupakan media padat, yaitu media yang
mengandung agar sehingga setelah dingin media tersebut akan menjadi padat. Plate
Count Agar (PCA) pertama kali dikembangkan oleh Buchbinder, Baris, dan Goldstein
pada tahun 1953 atas permintaan dari American Public Health Association (APHA).
Masing-masing dari setiap sampel dibuat pengenceran hingga 10-3. Tujuan dari
pengenceran yaitu agar mikroorganisme yang akan dikembangkan atau dibiakan dalam
sampel dapat teramati dengan baik atau tidak menumpuk (dapat dihitung). Penentuan
besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung pada perkiraan jumlah
mikroorganisme dalam sampel yang akan di amati. Digunakan perbandingan 1 : 9
untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran
berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya
(Pelczar, Jr et al. 1986).
Teknik pengenceran yang dilakukan saat praktikum yaitu setiap sampel diambil
sebesar 1 gram kemudian dipindahkan ke tabung berisi 9 ml NaCl fisiologis 0,85% lalu
dikocok dengan vortex mixer sampai homogen. Perlakuan tersebut berarti adalah
Angeline
240210170081
Kelompok 14

pengenceran pertama atau 10-1. Pada praktikum kali ini dilakukan pengenceran hingga
10-3. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang
sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti,
artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda atau baru
agar menghasilkan larutan dengan pengenceran yang sesuai. Prinsipnya bahwa pipet
tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama. Cairan dalam
pipet dipindahkan ke dalam cawan petri yang kemudian dituangkan media PCA dengan
atau tanpa kadar garam tertentu. Media lalu dituangkan dan digoyangkan cawan petri
membentuk angka 8 secara perlahan agar media dan sampel tercampur, setelah itu
tunggu agar di dalam cawan petri tersebut membeku sehingga menjadi agar lalu
balikkan dan dibungkus dengan plastic wrap, kemudian cawan petri tersebut diinkubasi
selama 3 hari pada suhu 30oC. Semua kegiatan harus dilakukan didekat bunsen untuk
meminimalisasi kontaminan dari luar sehingga lingkungan sekitarnya aseptis.
Larutan NaCl fisiologis 0,85% digunakan sebagai bahan pengencer karena
bersifat buffer atau mampu mempertahankan pH dan bersifat isotonis dengan cairan
sel bakteri sehingga tidak akan terjadi osmosis dan sel mikroba tetap hidup. Setelah
pengenceran dilakukan selanjutnya yaitu penanaman sampel ke dalam media. Sampel
yang ditanam pada media berasal dari dua pengenceran terakhir yaitu pengenceran 10-
2
dan pengenceran 10-3 dengan teknik agar tuang. Setelah 3 hari masa inkubasi,
dilakukan perhitungan mikroba pada media.
Hasil Pengamatan dengan metode total plate count (TPC) adalah sampel madu
dengan media PCA mengandung 8,34x104 CFU/ml, sampel madu dengan media PCA
+ 30% sukrosa mengandung 1,52x105 CFU/ml, sampel sari buah dengan media PCA
mengandung 6,4x104 CFU/ml, sari buah dengan media PCA + 30% sukrosa
mengandung 9,0x103 CFU/ml, sampel susu kental manis dengan media PCA
mengandung 3,49x104 CFU/ml, sampel susu kental manis dengan media PCA + 30%
sukrosa mengandung 2,32x104 CFU/ml, sampel sirup dengan media PCA mengandung
2,5x104 CFU/ml, dan sampel sirup dengan media PCA + 30% sukrosa mengandung
6,76x105 CFU/ml. Menurut Desrosier, kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila
ditambahkan ke dalam bahan pangan, air dalam bahan pangan akan terikat sehingga
Angeline
240210170081
Kelompok 14

tidak dapat dipergunakan oleh mikroba dan Aw menjadi rendah. (Desrosier, 1988).
Hasil pengamatan sampel madu dan sirup dengan media PCA + 30% sukrosa
mengalami penyimpangan karena jumlah bakteri yang tumbuh lebih banyak
dibandingkan dengan media tanpa sukrosa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
karena bakteri bersifat osmofilik dan konsentrasi sukrosa yang digunakan kurang dari
40%, ataupun kesalahan praktikan dalam menjalankan prosedur praktikum.
Hasil Pengamatan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
adalah sampel madu dengan media PCA mengandung 3,05x104 ml/gram, sampel madu
dengan media PCA + 30% sukrosa mengandung 1,38x104 ml/gram, sampel sari buah
dengan media PCA mengandung 2,15x104 ml/gram, sampel sari buah dengan media
PCA + 30% sukrosa mengandung 2,5x103 ml/gram, sampel susu kental manis dengan
media PCA mengandung 9,45x103 ml/gram, sampel susu kental manis dengan media
PCA + 30% sukrosa mengandung 8,55x103 ml/gram, sampel sirup dengan media PCA
mengandung 2,27x104 ml/gram, sampel sirup dengan media PCA + 30% sukrosa
mengandung 2,84x104 ml/gram. Berdasarkan perhitungan BAM, sampel sirup dengan
media PCA + 30% sukrosa mengandung lebih banyak bakteri dibandingkan media
tanpa sukrosa, hal ini menyimpang dari penjelasan teori Desrosier, 1988.
Penyimpangan dimungkinkan bakteri pada media PCA + 30% sukrosa bersifat tahan
terhadap konsentrasi gula tinggi ataupun kesalahan praktikan dalam melaksanakan
prosedur praktikum.
4.3. Pengujian Bakteri Amilolitik
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengujian Bakteri Amilolitik
Sampel Media Ʃ10-2 Ʃ10-3 TPC BAM Gambar
Tepung NA 212 334 2,12x104 1,93x104 Ʃ10-2
Jagung

Ʃ10-3
Angeline
240210170081
Kelompok 14

Tepung NA 70 129 6,8x104 1,81x104 Ʃ10-2


Beras

Ʃ10-3

Tepung NA 288 232 1,304x105 2,1x104 Ʃ10-2


Terigu

Ʃ10-3

Tepung NA 132 300 1,56x105 1,2x104 Ʃ10-2


Tapioka

Ʃ10-3

(Sumber : Dokumentasi Pribadi , 2018 )


Setiap mikroorganisme memerlukan makanan dan nutrisi untuk hidup.
Makanan yang diperlukan oleh tiap mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan
jenis mikroorganismenya misalnya saja bakteri amilolitik yang memerlukan pati
sebagai makanannya. Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu
memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa.
Jenis mikroorganisme amilolitik umumnya adalah kapang, tetapi beberapa jenis bakteri
juga ada, jenis yang mempunyai spesies bersifat amilolitik misalnya Clostridium
butyricium dan Bacillus subtilis (Fardiaz, 1992).
Mikroorganisme yang bersifat amilolitik dapat memecah pati (amilum) yang
terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam
bentuk glukosa. Reaksi hidrolisis pati menyebabkan pencairan pati sehingga
menyebabkan perubahan pada cita rasa makanan. Amilum merupakan karbohidrat
yang masuk dalam jenis polisakarida. Polisakarida merupakan makromolekul, polimer
Angeline
240210170081
Kelompok 14

dengan beberapa monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Beberapa


polisakarida berfungsi sebagai materi simpanan atau cadangan yang nantinya ketika
diperlukan akan dihidrolisis untuk menyediakan gula bagi sel. Kemampuan untuk
memanfaatkan gula atau unsur yang berhubungan dengan konfigurasi yang berbeda
dari glukosa merupakan hasil kemampuan organisme untuk mengubah substrat
menjadi perantara-perantara sebagai jalur untuk fermentasi glukosa (Campbell, 2002).
Amilum tidak dapat langsung digunakan, sehingga bakteri harus menghidrolisis
amilum terlebih dahulu menjadi molekul sederhana dan masuk ke dalam sel. Bakteri
yang bersifat amilotik dapat menghasilkan enzim amilase yang dapat memecah pati di
luar sel menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu glukosa yang diperlukan untuk
proses metabolisme bakteri tersebut. Pati yang dihidrolisis oleh enzim amilase juga
akan menghasilkan maltosa, maltotriosa, dan isomaltosa. Bila pati dihidrolisis oleh
enzim transglukosidase (dari bakteri Bacillus macerans), akan dihasilkan suatu
oligosakarida, yaitu dekstrin Schardinger.
Praktikum kali ini yaitu menguji bahan pangan yang diduga banyak
mengandung bakteri amilotik. Kebanyakan mikroorganisme amilolitik tumbuh subur
pada bahan pangan yang banyak mengandung pati atau karbohidrat, misalnya pada
berbagai jenis tepung. Tepung yang dipakai sebagai sampel pada praktikum kali ini
yaitu tepung terigu, tepung tapioka, tepung jagung, dan tepung beras. Untuk pengujian
bakteri halofilik digunakan media NA yang dibuat duplo, kemudian diinkubasi selama
3 hari pada suhu 30oC. Perlakuan setelah inkubasi 3 hari adalah penetesan larutan
iodium 1 % pada cawan petri. Larutan iodium disini berfungsi sebagai indikator apakah
pati yang terdapat sampel terhidrolisis oleh bakteri amilolitik atau tidak. Koloni yang
terbentuk ditetesi dengan larutan yodium 1%. Pati yang tidak terhidrolisis akan
membentuk warna biru dengan yodium, sedangkan pati yang terhidrolisis di sekeliling
koloni akan terlihat sebagai areal bening, sebagai akibat aktivitas enzim amilase. Areal
berwarna coklat kemerahan di sekeliling koloni menunjukkan hidrolisis parsial
terhadap pati. (Sumanti dkk, 2008).
Tepung terigu sebagai bahan makanan adalah tepung yang dibuat dari
endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan / atau Triticum
Angeline
240210170081
Kelompok 14

compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, Vitamin B1,
Vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikan. Tepung terigu mengandung protein
dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu.Tepung tapioka adalah tepung pati yang diekstrak dari umbi
singkong. Kandungan utama tapioka adalah karbohidrat; dengan kadar rendah protein,
lemak jenuh, dan sodium. Kandungan vitamin dan mineral di dalamnya tidaklah
signifikan. Tepung jagung, pati jagung, atau tepung maizena adalah pati yang
didapatkan dari endosperma biji jagung. Tepung jagung merupakan bahan makanan
populer yang biasa digunakan sebagai bahan pengental sup atau saus, dan digunakan
untuk membuat sirup jagung dan pemanis lainnya. Tepung beras adalah tepung yang
dibuat dari beras yang ditumbuk atau digiling. Tepung beras tidak sama dengan pati
beras yang dibuat dengan merendam beras dalam larutan alkali. Tepung beras dapat
dijadikan pengganti dari tepung gandum bagi penderita intoleransi gluten karena
tepung beras tidak mengandung gluten.
Praktikum dimulai dengan pengenceran sampel. Masing-masing dari setiap
sampel dibuat pengenceran hingga 10-3. Tujuan dari pengenceran yaitu agar
mikroorganisme yang akan dikembangkan atau dibiakan dalam sampel dapat teramati
dengan baik atau tidak menumpuk (dapat dihitung). Penentuan besarnya atau
banyaknya tingkat pengenceran tergantung pada perkiraan jumlah mikroorganisme
dalam sampel yang akan di amati. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan
pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung
1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya (Pelczar, Jr et al. 1986).
Teknik pengenceran yang dilakukan saat praktikum yaitu setiap sampel diambil
sebesar 1 gram kemudian dipindahkan ke tabung berisi 9 ml NaCl fisiologis 0,85% lalu
dikocok dengan menggunakan vortex mixer agar homogen. Perlakuan tersebut berarti
adalah pengenceran pertama atau 10-1. Pada praktikum kali ini dilakukan pengenceran
hingga 10-3. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara
yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu
diganti, artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda
atau baru. Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari
Angeline
240210170081
Kelompok 14

sumber yang sama. Semua kegiatan harus dilakukan didekat bunsen untuk
meminimalisasi kontaminan dari luar.
Larutan NaCl fisiologis 0,85% digunakan sebagai bahan pengencer karena
bersifat buffer atau mampu mempertahankan pH dan bersifat isotonis dengan cairan
sel bakteri sehingga tidak akan terjadi osmosis dan sel mikroba tetap hidup. Setelah
pengenceran dilakukan selanjutnya yaitu penanaman sampel ke dalam media. Sampel
yang ditanam pada media berasal dari dua pengenceran terakhir yaitu pengenceran 10-
2
dan pengenceran 10-3 dengan teknik agar tuang
Media yang dipakai untuk pengujian bakteri amilotik adalah NA hal ini karena
NA merupkan media yang umum ditumbuhi oleh bakteri. Setelah ditanam pada media
NA, sampel kemudian diinkubasi pada suhu 300C selama 3 hari. Kemudian diamati
setelah proses inkubasi selesai, koloni dihitung dengan metode TPC dan BAM dan
penetesan iodium diatas tiap koloni bakteri yang tumbuh dengan tujuan untuk
mengetahui apakah pati terhidrolisis seluruhnya atau tidak. Pati yang berikatan dengan
iodin (I2) akan menghasilkan warna biru (Winarno, 1992).
Hasil Pengamatan dengan metode total plate count (TPC) adalah sampel tepung
jagung dengan media NA mengandung 2,12x104 CFU/ml, sampel tepung beras dengan
media NA mengandung 6,8x104 CFU/ml, sampel tepung terigu dengan media NA
mengandung 1,304x105 CFU/ml, dan sampel tepung tapioka dengan media NA
mengandung 1,56x105 CFU/ml. Data hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa
pada sampel tepung tapioka mengandung lebih banyak koloni bakteri dibandingkan
dengan sampel lainnya.
Hasil Pengamatan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
adalah sampel tepung jagung dengan media NA mengandung 1,93x104 ml/gram,
sampel tepung beras dengan media NA mengandung 1,81x104 ml/gram, sampel tepung
terigu dengan media NA mengandung 2,1x104 ml/gram, dan sampel tepung tapioka
dengan media NA mengandung 1,2x104 ml/gram. Dari hasil pengamatan tersebut
menunjukkan bahwa pada sampel tepung terigu mengandung paling banyak koloni
bakteri dibandingkan dengan sampel lainnya.
4.4. Pengujian Bakteri Lipolitik
Angeline
240210170081
Kelompok 14

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengujian Bakteri Lipolitik


Sampel Media Ʃ10-2 Ʃ10-3 TPC BAM Gambar
-
Margarin NA 116 128 6,98x104 2,22x104
NA +
Margarin 1% 468 408 4,08x105 3,71x104 -
Lemak
Ʃ10-2

Mentega NA 136 92 1,06x105 2,07x104 Ʃ10-3

Ʃ10-2

NA +
Mentega 1% 336 276 2,76x105 2,51x104 Ʃ10-3
Lemak

Ʃ10-2

Kornet NA 592 440 4,4x105 4,0x104 Ʃ10-3

Ʃ10-2

NA +
Kornet 1% 344 300 3,0x105 2,73x104
Lemak Ʃ10-3

Ʃ10-2
Pindakas NA 340 266 2,66x105 2,42x104
Angeline
240210170081
Kelompok 14

Ʃ10-3

Ʃ10-2

NA +
Pindakas 1% 312 45 4,5x104 4,09x103 Ʃ10-3
Lemak

(Sumber : Dokumentasi Pribadi , 2018 )


Banyak penyebab kerusakan lemak yang terkandung dalam suatu bahan
pangan. Kerusakan lemak pada bahan pangan ditandai dengan adanya ketengikan pada
bahan pangan yang disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu absorbsi bau oleh
lemak, aktivitas enzim, aktivitas mikroba serta ketengikan yang disebabkan oleh
oksigen udara terhadap lemak. Hal ini terjadi karena autooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam lemak (Winarno, 1992). Oksidasi dan minyak berlangsung melalui
suatu reaksi yang disebut mekanisme radikal bebas. Reaksi dimulai dengan
pembentukan radikal bebas oleh suatu energi kuantum akibat terlepasnya hidrogen
(proton) dari karbon alfa metilen dekat ikatan rangkap gugus asam lemak tak jenuh dari
molekul lemak. Radikal bebas tersebut dengan oksigen akan membentuk peroksida
radikal yang tidak stabil. Selanjutnya peroksida radikal dengan asam lemak yang lain
(RH) dapat membentuk hiperperoksida (ROOH). Hiperperoksida ini akan dipecah
menjadi senyawa organik lebih sederhana seperti aldehid, keton, alkohol dan asam-
asam dengan karakteristik bau dan cita rasa tengik (Winarno, 1992).
Perubahan yang terjadi pada makanan berlemak mungkin juga disebabkan oleh
reaksi oksidasi akibat aktivitas mikroorganisme yang mempunyai enzim-enzim
oksidase. Bakteri yang mempunyai enzim oksidase kuat pada umumnya adalah bakteri
gram negatif, sedangkan bakteri gram positif biasanya mempunyai aktivitas oksidase
yang sangat lemah. Pseudomonas dan Achromobacter (oksidase positif kuat) dapat
tumbuh pada suhu pendinginan dan sering menimbulkan ketengikan pada produk-
produk yang disimpan pada suhu rendah seperti mentega dan makanan berlemak
Angeline
240210170081
Kelompok 14

lainnya. Bakteri yang bersifat oksidase positif sering ditemukan di dalam susu dan
produk-produk susu, molase dan silase jagung.
Lemak lebih sukar dipecah oleh mikroorganisme jika dibandingkan dengan
karbohidrat dan protein, meskipun ada beberapa mikroorganisme yang memproduksi
enzim lipase yang dapat menghidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Gliserol kemudian dapat dipecah oleh mikroorganisme seperti halnya dengan
pemecahan karbohidrat. Kapang pada umumnya memproduksi lipase dalam jumlah
tinggi dan menyerang makanan-makanan dengan kandungan lemak tinggi sehingga
menimbulkan bau tengik. Kapang yang dapat menghidrolisis lemak diantaranya yaitu
dari jenis Rhizopus, Geotricum, Aspergillus, dan Penicillum. Serta khamir dari jenis
Candida, Rhodoturula, dan Hansenul, dan bakteri dari jenis Pseudomonas,
Alcaligenes, dan Staphylococcus. Salah satu contoh yang bersifat kuat misalnya P.
fluorescens. (Buckle dkk, 1985).
Menurut Gaman, dkk (1981) lemak merupakan campuran trigliserida yang
terdiri atas 1 molekul gliserol yang berikatan dengan 3 molekul asam lemak. Lemak
memiliki sifat antara lain: tidak larut dalam air, bila dipanaskan akan terjadi perubahan
pada titik cair, titik asap dan titik nyala, serta plastis dan bentuknya mudah berubah-
ubah bila mendapat tekanan, bisa mengalami ketengikan, dan reaksi dengan alkali akan
membentuk sabun dan gliserol. Lipid misalnya trigliserida merupakan sumber energi
bagi sejumlah mikroorganisme. Untuk mendapatkan energi dari lipid, mikroba
menghasilkan enzim lipase dan esterase yang memecah ikatan ester menghasilkan
gliserol dan asam lemak. Enzim lipase mampu menghidrolisis lemak dan memecahkan
menjadi 3 molekul asam lemak dan 1 molekul gliserol. Banyak bakteri yang bersifat
aerobic dan proteolitik juga aktif juga bersifat lipolitik.
Dalam bidang mikrobiologi pangan, pengelompokkan bakteri berdasarkan atas
sifat pertumbuhannya dalam suatu bahan pangan dinilai penting bila dibandingkan
dengan pengelompokkan bakteri dengan kriteria yang lain, karena dengan cara
pengelompokkan seperti itu, maka bila diketahui ada sejenis bakteri yang masuk ke
bahan pangan akan mudah diduga perubahan-perubahan apa yang akan terjadi.
Pengelompokkan bakteri berdasarkan sifat-sifat pertumbuhannya diantaranya adalah
Angeline
240210170081
Kelompok 14

bakteri lipolitik. Kelompok bakteri lipolitik memproduksi lipase, yaitu enzim yang
mengkatalis hidrolis lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol yang akan
mempengaruhi kualitas dan cita rasa makanan. Banyak bakteri yang bersifat aerobik
dan proteolitik aktif dan juga bersifat lipolitik. Mengetahui keberadaan mikroba
lipolitik ini digunakan indikator berupa indikator Neutral Red, dimana akan
menghasilkan warna merah jika lemak dalam medium dihidrolisis menjadi asam-asam
lemak yang menyebabkan pH medium menurun, sehingga warna merah akibat
penurunan pH tersebut terbentuk. Jadi Neutral Red juga disebut indikator pengukur
pH. (Sumanti dan Sukarminah, 2008)
Praktikum kali ini yaitu dilakukan pengujian terhadap sampel yang diduga
mengandung mikroorganisme lipolitik. Adanya bakteri lipolitik akan memperpendek
daya simpan sampel karena mikroorganisme tersebut akan mampu mempercepat
kerusakan bahan pangan. Sampel yang akan diuji adalah margarin, mentega, kornet,
dan pindakas. Definisi margarin itu sendiri adalah produk makanan berbentuk emulsi
(w/o), baik semipadat maupun cair, yang dibuat dari lemak makan dan atau minyak
makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi,
interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian, sebagai bahan utama serta
mengandung air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Dalam margarin siap
makan yang digunakan sebagai sampel, terdapat kandungan lemak yang cukup tinggi,
yaitu maksimal 80% b/b yang sebagian besar terdiri dari lemak nabati.
SNI 01-3541-2002 mengklasifikasikan margarin menjadi tiga, yaitu margarin
siap makan, margarin industri dan margarin spread. Margarin dimaksudkan sebagai
pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama
dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi water in oil, yaitu
fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Mentega adalah makanan produk susu,
dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari susu. Mentega adalah emulsi air-
dalam-minyak, kebalikan dari krim. Mentega tetap padat saat didinginkan, tetapi
meleleh secara konsisten pada suhu kamar / suhu ruangan. Mentega hampir sama
dengan roombutter tetapi roombutter adalah mentega yang wanginya tajam dan
berwarna putih. Kornet kalengan biasanya terbuat dari daging sapi, tepung terigu, gula,
Angeline
240210170081
Kelompok 14

garam, dan bumbu. Selain itu, pembuatan kornet juga membutuhkan polifosfat dan
natrium nitrit. Polifosfat digunakan untuk membantu proses pembuatan kornet dan
meningkatkan kualitasnya. Sementara natrium nitrit berfungsi untuk menghentikan
pertumbuhan mikroorganisme, mengawetkan, serta memberi rasa khas dan warna
merah atau pink pada kornet. Makanya kornet kalengan memiliki masa simpan lebih
lama dibanding kornet frozen food dan tidak perlu disimpan di kulkas jika belum
dibuka. Daging kornet kalengan biasanya sudah matang dan siap disantap dan kornet
mengandung protein yang tinggi, sehingga dapat memberi asupan nutrisi yang bagus.
Pindakas merupakan nama lain dari selai kacang tanah. Selai merupakan salah satu
usaha pengolahan lanjut untuk menambah masa simpan produk hasil pertanian yang
umumnya mudah rusak. Beberapa selai memerlukan kadar padatan terlarut 68% untuk
mencapai kualitas yang dikehendaki. Dalam pembuatan selai gula menjadi salah satu
formulasi wajib ditambahkan sebab kadar gula akan mempengaruhi produk. Gula
dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavour
yang idela. Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsentrasi
tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut), larutan gula dapat mencegah pertumbuhan
bakteri, ragi, dan kapang. Mekanismenya, gula menyebabkan dehidrasi sel mikroba
sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat siklus perkembangbiakan. Dalam
pembuatan selai, teknik pengawetan dikonsumsikan pula dengan tingkat rendah,
pasteurisasi dan penambahan bahan kimia seperti natrium benzoat.
Untuk pengujian mikroorganisme lipolitik digunakan media NA dan media NA
yang ditambahkan 1% , kemudian diteteskan indikator neutral red secara cepat lalu
diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30°C. Penggunaan medium NA bertujuan untuk
mengidentifikasikan bakteri secara spesifik. Penambahan lemak 1% bertujuan untuk
memberikan perbandingan terhadap terhidrolisisnya lemak dari sampel. Penetesan
indikator neutral red bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya mikroorganisme
lipolitik yang tumbuh. Dengan indikator ini, mikroorganisme lipolitik dapat
teridentifikasi dengan adanya warna merah pada koloni. Warna merah tersebut
didapatkan dari hidrolisis asam lemak yang dilakukan oleh mikroorganisme lipolitik
yang menghasilkan gliserol yang kemudian bereaksi dengan neutral red membentuk
Angeline
240210170081
Kelompok 14

senyawa berwarna merah. Sedangkan penetesan indikator neutral red secara cepat
bertujuan untuk mencegah pembekuan dini media karena indikator neutral red tidak
dapat melekat pada media apabila media sudah beku.
Hasil Pengamatan dengan metode total plate count (TPC) adalah sampel
margarin dengan media NA mengandung 6,98x104 CFU/ml, sampel margarin dengan
media NA + 1% lemak mengandung 4,08x105 CFU/ml, sampel mentega dengan media
NA mengandung 1,06x105 CFU/ml, sampel mentega dengan media NA + 1% lemak
mengandung 2,76x105 CFU/ml, sampel kornet dengan media NA mengandung 4,4x105
CFU/ml, sampel kornet dengan media NA + 1% lemak mengandung 3,0x105 CFU/ml,
sampel pindakas dengan media NA mengandung 2,66x105 CFU/ml, dan sampel
pindakas dengan media NA + 1% lemak mengandung 4,5x104 CFU/ml. Hasil
pengamatan tersebut menunjukkan sampel margarin dengan media NA + 1% lemak
mengandung paling banyak mikroorganisme dibandingkan dengan sampel lainnya.
Hasil Pengamatan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM)
adalah sampel margarin dengan media NA mengandung 2,22x104 ml/gram, sampel
margarin dengan media NA + 1% lemak mengandung 3,71x104 ml/gram, sampel
mentega dengan media NA mengandung 2,07x104 ml/gram, sampel mentega dengan
media NA + 1% lemak mengandung 2,51x104 ml/gram, sampel kornet dengan media
NA mengandung 4,0x104 ml/gram, sampel kornet dengan media NA + 1% lemak
mengandung 2,73x104 ml/gram, sampel pindakas dengan media NA mengandung
2,42x104 ml/gram, dan sampel pindakas dengan media NA + 1% lemak mengandung
4,09x103 ml/gram. Hasil pengamatan menunjukkan sampel kornet dengan media NA
mengandung paling banyak mikroorganisme dibandingkan dengan sampel lainnya.
Pengujian sampel menggunakan neutral red menunjukkan bahwa sampel-
sampel yang digunakan menghasilkan warna merah dengan indikator neutral red
kecuali sampel pindakas dengan berarti lemak dalam medium dihidrolisis menjadi
asam-asam lemak yang menyebabkan pH medium menurun, sehingga timbul warna
merah akibat penurunan pH tersebut. (Sumanti dan Sukarminah, 2008)
Angeline
240210170081
Kelompok 14

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini :
1. Pengujian bakteri halofilik pada praktikum ini dilakukan pada produk olahan ikan
yaitu ikan peda dan ikan asin. Semakin tinggi kadar garam pada media, semakin
sedikit jumlah bakteri yang dihasilkan namun pada praktikum tidak sesuai karena
kesalahan dalam melakukan prosedur.
2. Bakteri osmofilik adalah bakteri yang membutuhkan konsentrasi gula yang tinggi
untuk pertumbuhannya. Jenis mikroba yang termasuk osmofilik adalah jenis
bakteri dan khamir, misalnya beberapa spesies dari Leuconostoc.
3. Makanan yang mengandung gula dengan konsentrasi yang tinggi pada umumnya
tahan terhadap mikroorganisme pembusuk tetapi masih rentan terhadap
mikroorganisme osmofilik dan osmotoleran.
4. Bakteri osmofilik membutuhkan konsentrasi gula yang tinggi untuk
pertumbuhannya. Sedangkan bakteri halofilik membutuhkan konsentrasi NaCl
minimal tertentu untuk pertumbuhannya.
5. Penambahan NaCl pada ikan peda dan ikan asin berfungsi sebagai alat fermentasi
dan pengawet, antibakteri dan untuk penyeleksi yang hanya menumbuhkan bakteri
halofilik. Pemberian garam juga mempengaruhi aktifitas air (aw) dari bahan
pangan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
6. Uji amilolitik bertujuan untuk melihat pertumbuhan bakteri yang dapat memecah
pati yang terdapat dalam sampel. Amilolitik, yaitu mikroorganisme yang dapat
memecah pati yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih
sederhana, terutama dalam bentuk glukosa. Pati atau amilum adalah karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak
berbau.
7. Pati yang tidak terhidrolisis akan membentuk warna biru dengan yodium,
sedangkan pati yang terhidrolisis di sekeliling koloni akan terlihat sebagai areal
bening, sebagai akibat aktivitas enzim amilase. Areal berwarna coklat kemerahan
di sekeliling koloni menunjukkan hidrolisis parsial terhadap pati.
Angeline
240210170081
Kelompok 14

8. Bakteri lipolitik dapat memproduksi lipase, yaitu enzim yang mengkatalis hidrolis
lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol yang akan mempengaruhi kualitas
dan cita rasa makanan.
9. Uji lipolitik dilakukan pada bahan pangan yang mengandung lemak. Uji lipolitik
positif ditandai dengan adanya koloni bakteri berwarna merah akibat penambahan
indikator NR. Bakteri yang menghidrolisis lemak akan menghasilkan gliserol dan
asam lemak sehingga dapat mengubah warna indikator. Semua sampel
terhidrolisis menghasilkan asam lemak dan gliserol.
10. Mikroba lipolitik adalah mikroba yang memecah atau menghidrolisis lemak,
fosfolipid. Indikator Neutral Red menghasilkan warna merah jika lemak dalam
medium dihidrolisis menjadi asam-asam lemak yang menyebabkan pH medium
menurun, sehingga warna merah akibat penurunan pH tersebut terbentuk.
11. Media NA merupakan media umum untuk pertumbuhan semua golongan bakteri.
Angeline
240210170081
Kelompok 14

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2002. Standar Nasional Indonesia, 01-3541-2002.
Margarin. Jakarta
Balia, R. L. 2008. Mikrobiologi Pangan. Terjemahan dari: Food Science. UI Press :
Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI-Press),
Jakarta
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Maturin, Larry and J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count.BAM (Bacteriological
Analytical Manual), Chapter 3. Food and Drug Administration.
Moeljanto. 1984. Penanganan Ikan Segar. PT. Penebar Swadaya : Jakatra
Tjahjadi, Carmencita, dan H.Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan Vol. I. Jurusan
Teknologi Industri Pangan Universitas Padjajaran, Jatinangor
Wiguna, Anarda. 2015. Total Plate Count. Diakses dari:
http://duniachemistry.blogspot.co.id/ pada tanggal 28 Mei 2018.
Winarno, F.G. 1983. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai