Anda di halaman 1dari 54

TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengisolasi bakteri halofilik dari beberapa produk pangan.


2. Mahasiswa dapat mengerjakan pewarnaan gram.
ALAT DAN BAHAN
Alat

Cawan Petri

Pipet ukur

Ball pipet

Jarum se

Erlenmeyer

Tabung reaksi

Pembakar spirtus

Beaker glass 50 ml

Spatula

Kapas

Neraca analitik

Mikroskop
Bahan

Ikan peda

Ikan teri

Media

Nutrient Agar (NA)

Larutan NaCl fisiologis

NaCl (5%, 10%, dan 15%)

Alkohol 70%

PEMBAHASAN
Garam merupakan bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan
pangan lainnya. Garam berpertan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar
tertentu. Namun, masih tetap ada jenis mikroorganisme yang dpat tumbuh pada bahan pangan
yang mengandung garam, baik garam dengan kadar rendah, maupun garam dengan kadar tinggi.
Jenis ini disebut dengan bakteri halofilik.
Praktikum kali ini adalah melakukan pengujian bakteri halofilik. Halofilik memiliki asal
kata dari Bahasa Yunani, yaitu : halo yang artinya garam, dan pholis yang artinya suka. Jadi,
bakteri halofilik merupakan bakteri yang membutuhkan konsentrasi Natrium chlorida (NaCl)
minimal tertentu untuk pertumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum
bervariasi, yaitu 2 5 % untuk bakteri halofilik ringan, 5 20 % untuk bakteri halofilik sedang,
dan 20 30 % untuk bakteri halofilik ekstrim. Bakteri halofilik ringan antara lain
Pseudosomonas, Moraxella, Flavobacterium, Acinobacter, dan spesies Vibrio. Kelompok
halofilik ringan ini sering dijumpai pada ikan dan kerang-kerangan. Bacillus, Micrococcus,
Vibrio, Acinetobacter, dan Moraxella termasuk kelompok bakteri halofilik sedang. Sedangkan
bakteri halofilik ekstrim biasanya tampak berwarna merah atau merah muda dan berasal dari
kelompok bakteri Halobacterium dan Halococcus serta sering tampak pada makanan yang telah
diawetkan dengan penggaraman. (Fardiaz, 1992).
Selain ketiga golongan tersebut ada juga bakteri yang termasuk halotoleran (tahan
garam). Golongan bakteri ini dapat hidup dengan atau tanpa garam. Garam yang dibutuhkan oleh
halotoleran sekitar 5% atau lebih. Kelompok bakteri halotoleran antara lain Bacillus,
Micrococcus, Corynobacterium, Streptococcus, dan Clostridium (Fardiaz, 1992).
Beberapa bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna yang disebut
bacteriorodhopsin. Bakteri tersebut dengan cepat akan menguraikan bahan pangan dan
menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya bahan pangan akan menjadi lunak dan berwarna
keabu-abuan (Buckle, 1987).
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan
menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya

membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulanbulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat (Anonima, 2009)
Menurut Tjahjadi (2008), penambahan garam pada bahan pangan dapat berfungsi sebagai
pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan dari bahan pangan tersebut. Alasan mengapa
garam digunakan sebagai bahan pengawet adalah :

Karena garam dapat mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga aktifitas air (Aw)
dalam bahan pangan tersebut menjadi rendah, dan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
pangan tersebut akan susah untuk bertumbuh.

Garam (NaCl), mengandung ion Cl- yang memiliki kadar toksisitas yang tinggi terhadap
mikroorganisme sehingga dapat menghambat respirasi mikroorganisme tersebut.

Garam yang terdapat dalam bahan pangan dapat mempengaruhi tekanan osmotik sehingga
mengakibatkan mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan menjadi lisis.
Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan Kalium
chlorida (KCl) yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi kalium
yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple
bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium (Sukarminah,
2008).
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan untuk uji halofilik adalah ikan peda dan
ikan teri. Ikan peda merupakan produk fermentasi spontan dengan jumlah dan jenis mikroba
yang bervariasi. Ikan peda dapat dibuat dari ikan kembung (Rastrelliger sp.), ikan lemuru
(Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.) atau ikan selar (Caranx sp.). Menurut Anonimb
(2009), mikroba yang berperan selama proses fermentasi adalah mikroba yang berasal dari ikan
itu sendiri. Mikroflora yang ditemukan pada ikan kembung terutama adalah bakteri gram negatif,
tidak membentuk spora, berbentuk batang atau koki seperti Pseudomonas, Vibrio, Moraxella,
Acinobacter, dan Flavobacterium. Pada penggaraman dan pemeraman terjadi proses fermentasi
yang dilakukan oleh bakteri pembentuk asam seperti Streptococcus, Leuconostoc, Lactobaccilus,
dan Micrococcus. Proses pembuatan ikan peda dilakukan dengan cara seperti yang dilampirkan
sebelumnya.
Ikan peda termasuk pada bahan pangan dengan kadar garam ekstrim yaitu sekitar 20%,
sehingga mikroorganisme yang dapat tumbuh merupakan mikroorganisme yang memang sangat
tahan garam. Garam bersifat bakteriostatik dan merupakan elektrolit yang mampu memecah

ikatan air dalam protein. Akibat lebih lanjut adalah terjadinya denaturasi protein. Garam sebagai
pengawet berfungsi menaikkan tekanan osmotik sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis
pada sel mikroorganisme, dehidrasi, dan bersifat racun akibat terbentuknya ion klorida serta
menyebabkan sel mikroorganisme menjadi peka terhadap karbondioksida (Sukarminah,2008).
Garam yang digunakan harus mempunyai kemurnian tinggi. Artinya mengandung garam
NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam calcium dan
magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik. Selain itu garam
pada pembuatan ikan peda ini digunakan sebagai antibakteri dan untuk menyeleksi serta
menumbuhkan hanya bakteri halofilik (Sukarminah,2008).
Ikan teri (Stolephorus spp.) adalah sekelompok ikan laut kecil yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, merupakan anggota keluarga dari Engraulidae. Ikan teri sama seperti jenis ikan
laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Nama ini mencakup berbagai ikan
dengan warna tubuh perak kehijauan atau kebiruan. Kegunaan ikan teri antara lain :
1. Mencegah dari osteoporosis.
2. Mempertkuat gigi.
Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila
dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan
mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan teri yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses
pengolahan, di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan teri
ini adalah melalui pengasinan (Anonim b, 2009).
Menurut Perdana (2009), untuk membuat ikan teri yang dikeringkan dengan memiliki

rasa asin, dapat dilakukan dengan cara berikut ini:


Ikan yang berukuran kecil (sering disebut ikan teri), sebelum diolah tidak perlu dilakukan
penyiangan atau pembuangan isi perut. Jadi ikan cukup dibersihkan dari kotoran dan dicuci

bersih.
Untuk memperoleh rasa asin, maka teri yang sudah dibersihkan direndam dalam larutan garam
dengan konsentrasi 0.51% atau tergantung dari tingkat keasinan teri yang dikehendaki selama 1

3 jam.
Ikan teri yang sudah direndam dalam air garam kemudian ditiriskan dan dikeringkan hingga
kering. Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan ikan teri yang sudah direndam
dalam air garam di atas rak penjemuran. Pengeringan dapat dilakukan di bawah terik matahari
atau dengan menggunakan pengering buatan.

Pada praktikum kali ini praktikkan menguji keberadaan bakteri halofilik dengan sampel
ikan peda dan ikan teri yang diinokulasikan pada media Nutrien Agar (NA). NA merupakan
media yang mempunyai spesifikasi untuk pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Selanjutnya,
sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dihaluskan. Lalu, dibuat pengenceran sampai tingkat
pengenceran 10-3.
Diambil masing-masing 1 ml sampel dari pengenceran 10 -2 dan 10-3 untuk diinokulasikan
menngunakan metode tuang dengan media NA, NA + 5% NaCl, NA + 10% NaCl, dan NA +
15% NaCl ke dalam cawan petri. Kemudian, buatlah angka delapan untuk mencampur media
dengan sampel agar merata. Tujuan daari penambahan NaCl yang bervariasi adalah untuk
mengetahui kebutuhan garam terhadap pertumbuhan bakteri koliform rendah hingga koliform
ekstrim, sedangkan untuk medium yang tidak ditambah NaCl adalah untuk mendeteksi
pertumbuhan bakteri non-koliform. Langkah selanjutnya yaitu inkubasi selama dua hari pada
suhu 30C.
Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Pengamatan Jumlah Koloni Bakteri
Sampel

Media
NA
NA + 5% NaCl

Ikan peda
NA + 10% NaCl
NA + 15% NaCl
NA
NA + 5% NaCl
Ikan teri

NA + 10% NaCl
NA + 15% NaCl

Jumlah Koloni
Pengenceran 10-2
Pengenceran 10-3
129

13

137

16

16

38

SPC
(cfu/g)
< 3,0 . 104
(1,3 . 104)
< 3,0 . 104
(1,4 . 104)
< 3,0 . 104
(2,0 . 103)
< 3,0 . 104
(1,6 . 104)
3,8 . 103
< 3,0 . 104
(1,0 . 102)

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2012


Ikan Peda
Dari hasil yang didapat maka pada sampel ikan peda dapat diketahui bahwa dengan
bertambahnya kadar NaCl yang digunakan pada media, maka jumlah koloni bakteri yang tumbuh

semakin menurun. Hal tersebut membuktikan keberadaan garam sebagai zat anti mikroba
sehingga kemampuan tumbuh mikroorganisme menurun. Bentuk dan warna bakteri yang tumbuh
bervariasi, antara lain bulat putih, bulat kuning, dan lonjong putih.
Koloni yang tumbuh kemudian dilakukan pewarnaan gram. Bakteri yang mendapat
perlakuan pewarnaan gram adalah dua bakteri yang paling dominan tumbuh, yaitu yang
berbentuk bulat dan berwarna putih pada media NA + 10% NaCl serta bakteri berbentuk lonjong
dan berwarna putih yang tumbuh pada media NA.
Pertama pada bakteri yang tumbuh pada media NA dengan pengamatan di bawah
mikroskop didapat bakteri berbentuk coccus dan berwarna merah yang berarti bakteri tersebut
termasuk bakteri gram negatif. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, diduga bakteri yang tumbuh adalah
bakteri Pseudomonas.
Pseudomanas ini termasuk famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini merupakan bakteri
yang dapat menyebabkan kebusukan makanan, bersifat motil dengan flagella polar. Bakteri ini
berbentuk bulat, gram negatif dan dalam perumbuhannya membutuhkan O 2 (aerobic). Dapat
mensintesis faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin. Beberapa species bersifat proteolitik dan
lipolitik, dan dapa membentuk pigmen (Sukarminah, 2008).
Kedua, pengamatan dilakukan terhadap bakteri yang tumbuh pada media NA + 10%
NaCl. Ketika diamati di bawah mikroskop, tidak terlihat jelas bentuk dan warna dari bakteri ini.
Hal ini dikarenakan sel bakteri yang sangat tipis sehingga tidak dapat terlihat oleh mikroskop
atau karena kesalahan praktikan saat menggunakan mikroskop. Selain itu kemungkinan karena
terjadi kesalahan saat menginokulasikan sel bakteri pada objek glass. Dugaan sementara bakteri
yang tumbuh pada media ini adalah Micrococcus, Pediococcus, atau Pseudomonas, karena
dilihat dari bentuk sel bakterinya yang berbentuk coccus.
Bakteri Micrococcus termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri berbentuk coccus, gram
positif, berpasangan, tetrad atau kelompok kecil, aerobic, katalase positif dan tidak berspora.
Bakteri ini mempunyai suhu optimal untuk pertumbuhan 25 30C, dapat mengoksidasi glukosa
menjadi asam. Kebanyakan species bersifat proteolitik dan beberapa bersifat lipolitik. Beberapa
species tahan garam, membuata garam ammonium sebagai sumber N, bersifat termodurik (tahan
suhu pasteurisasi). Bakteri ini banyak ditemukan pada debu dan air serta berbagai bahan pangan
segar (Sukarminah, 2008).

Bakteri Pediococcus merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada sampel dengan
konsentrasi NaCl sebanyak 7% .Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam
laktat (BAL) dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Genus
Pediococcus termasuk golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan
yang kaya nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi.
Bakteri ini tergolong homofermentatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah
25-30 C dan pH optimum 6. Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau
ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu, resistensi antibiotik, dan NaCl (Sukarminah, 2008).

Ikan Teri
Setelah dilakukan pengamatan terhadap ikan peda selanjutnya dilakukan pengamatan
terhadap ikan teri. Pengamatan pertama dilakukan terhadap ikan teri yang diletakkan pada media
NA. Pada pengenceran 10-2 dan 10-3 tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Pengamatan
selanjutnya dilakukan pada sampel ikan teri dengan media NA + 5% NaCl. Pada pengenceran 102

tidak ditemukan 3 koloni bakteri yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3 ditemukan adanya

koloni sebanyak 16 koloni dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam. Ada yang
berwarna putih dengan bentuk bulat dan berwarna putih oranye dengan bentuk bulat pula. Selain
itu, ditemukan pula pertumbuhan khamir pada pengenceran 10-2 berwarna putih dengan bentuk
menjari. Maka nilai SPC nya adalah 1,6 x 104 cfu/g.
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram terhadap bakteri yang paling dominan tumbuh
yaitu bakteri yang berbentuk bulat dan berwarna putih. Lalu, diamati di bawah mikroskop.
Koloni yang tumbuh merupakan bakteri gram positif karena ketika diamati di bawah mikroskop
ternyata berwarna ungu dan berbentuk basil. Bakteri tersebut diduga adalah bakteri jenis
Halobacterium. Menurut Buckle (1987), bakteri ini termasuk bakteri jenis halofilik yang dapat
tumbuh pada konsentrasi NaCl dengan kisaran 3,5% sampai jenuh. Bakteri ini dapat ditemui
pada air laut dan larutan garam. Pada ikan teri sendiri, kerusakan yang disebabkan karena bakteri
halofilik adalah ditandai dengan adanya bercak-bercak merah pada permukaan ikan.
Khamir yang ditemukan tumbuh pada media NA + 5% NaCl, diduga merupakan khamir
Debaromyces. Khamir ini merupakan khamir tahan garam, tumbuh pada makanan yang

mengandung garam dalam jumlah yang tinggi. Bentuk sel nya bulat atau oval, membentuk
pelikel pada daging asin kering.
Pengamatan selanjutnya pada sampel ikan teri dengan media NA + 10% NaCl. Pada
pengenceran 10-2 ditemukan koloni sebanyak 38 koloni dan pada pengenceran 10-3 tidak
ditemukan pertumbuhan bakteri. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat dan berwarna putih. Maka
nilai SPC nya adalah 3,8 x 103

cfu/g

. Sedangkan, dengan media NA + 15% NaCl, pada

pengenceran 10-2 ditemukan 1 koloni yang tumbuh dan pada pengenceran 10-3 tidak ditemukan
adanya koloni yang tumbuh. Maka perhitungan SPC nya adalah 1,0 x 102 cfu/g .
Setelah itu dilakukan pewarnaan gram dan pengamatan di bawah mikroskop. Sel bakteri
yang mendapat perlakuan pewarnaan gram adalah bakteri yang paling dominan tumbuh, yaitu
bakteri dengan bentuk bulat dan berwarna putih. Setelah diamati di bawah mikroskop ternyata
koloni yang tumbuh berbentuk basil dan merupakan gram positif, sama seperti pengamatan
sebelumnya. Bakteri tersebut diduga adalah bakteri jenis Halobacterium.
Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halofilik yang mampu mengubah
tekstur maupun rupa daging ikan. Selain disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan
mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh jamur, ragi, dan beberapa serangga
dalam bentuk larva atau dewasa.
Menurut Anonimb (2009), beberapa kerusakan mikrobiologis yang biasa terjadi pada ikan
asin, yaitu:
1. Pink Spoilage
Kerusakan ini disebabkan oleh bakteri halofilik yang secara perlahan-lahan berkembang
biak dan membentuk pigmen berwarna kuning kemerah-merahan. Bakteri tersebut dengan cepat
akan menguraikan daging ikan dan menimbulkan bau busuk dan tengik. Akibatnya daging akan
menjadi lunak dan berwarna keabu-abuan serta mudah lepas dari

tulangnya. Jenis bakteri

penyebab pink spoilage yang paling dominan adalah Sarcina sp, Serratia, Salinaria, dan
Micrococci.
2. Dun Spoilage
Kerusakan ini dikarenakan semacam jamur yang hidup hanya pada permukaan daging
ikan dan membentuk pigmen berwarna keabu-abuan. Gejala yang terjadi biasanya pada ikan asin
yang mempunyai kadar air di bawah 17%.

3. Rust Spoilage
Untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ikan asin, garam akan
senyawa karbonil. Jika bereaksi dengan asam amino, senyawa
senyawa cokelat keabu-abuan dengan bau

melepaskan

tersebut akan menghasilkan

tengik yang mencolok.

4. Saponifikasi
Kerusakan ini disebabkan aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan lender berbau
sangat busuk. Kerusakan tersebut sangat membahayakan kesehatan manusia, karena tidak hanya
terjadi pada permukaan ikan tetapi juga menyerang bagian dalam. Bakteri yang umum
menimbulkan saponifikasi adalah Mycobacteria.
5. Taning
Kerusakan ini dikarenakan sejenis bakteri pembusuk tertentu yang muncul karena proses
penetrasi garam ke dalam daging ikan berlangsung sangat
dalam tubuh ikan kurang merata. Ciri-ciri
atau bercak merah sepanjang

lambat atau penyebarannya di

ikan yang terserang taning, timbulnya noda

tulang punggung ikan dan timbulnya bau yang sangat busuk.

6. Salt Burn
Kerusakan ini terjadi karena penggunaan garam halus secara berlebihan pada saat
penggaraman. Apabila ikan asin dijemur, bagian luar akan kering sedangkan bagian dalam masih
tetap basah. Penyebabnya adalah terjadinya penarikan air yang sangat cepat pada bagian luar,
sehingga sel tubuh ikan akan berkoagulasi dan mengakibtakan proses difusi air dari sel-sel tubuh
bagian dalam menjadi terlambat.
Ukuran kehigienisan dan suhu selama pengolahan dan penyimpanan memegang peranan
penting dalam jumlah bakteri halotoleran dari produk ikan asin. Tidak menutup kemungkinan
juga timbulnya jamur pada produk ikan asin yang dihasilkan. Dari beberapa mikroorganisme
yang merusak, ada yang bisa dihilangkan dengan mudah yaitu pencucian saja. Tapi untuk bakteri
pembusuk dan patogen harus dihilangkan dengan penambahan senyawa kimia. Cara untuk
menghilangkan mikroba yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan menggunakan Trisodium
Phosphate (TSP). Trisodium phosphate (TSP, Na3P04) merupakan bahan tambahan makanan
yang termasuk dalam Generally Recognized As Safe (GRAS). Efek antimicrobial dari TSP telah
diuji pada beberapa tipe makanan berbasis daging, ayam, ikan dan daging domba. TSP
membunuh mikroorganisme dengan cara melewati permeabel dan mengganggu sitoplasma dan

membran terluar dari sel bakteri karena terdiri dari pH alkali yang dapat dengan mudah
melepasnya dari kandungan intraseluler dan pada akhirnya sel akan mati (Anonima, 2009).
KESIMPULAN
1. Bakteri halotoleran dapat tetap tumbuh dengan atau tanpa garam.
2. Golongan bakteri halofilik membutuhkan garam dengan kadar tertentu untuk tumbuh.
3. Garam bisa mengubah tekanan osmosis pada bakteri sehingga menyebabkan lisis dan akhirnya
bakteri tidak dapat tumbuh ataupun mati.
4. Garam (NaCl) terdiri dari Na dan Cl dimana Cl mempunyai daya toksisitas yang tinggi yang
5.

menyebabkan bakteri tidak tumbuh, menghambat respirasi dan juga aktivitas bakteri.
Bakteri yang tumbuh pada sampel ikan peda diduga merupakan bakteri Micrococcus,

6.

Pediococcus, dan Pseudomonas.


Bakteri yang tumbuh pada sampel ikan teri diduga adalah bakteri jenis Halobacterium yang
berbentuk basil dan merupakan bakteri gram positif.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima.
2009.
Ilmu
Pangan.
Available
at:
http://www.ilmupangan.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=39&Itemid=44. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
Anonimb.
2009.
Mengenal
Mutu
Ikan Asin
dan
Ikan
Kering. Available
at:
http://minapadijaya.com/mengenal-mutu-ikan-asin-ikan-kering. Diakses pada tanggal 20 Mei
2012.
Buckle, K. A, Edwards, R. A, Fleet, G. H dan M. Wootto. 1987. Ilmu Pangan. UIPress : Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Perdana,

M.

2009.

Fermentasi

pada

Ikan

Peda.

Available

http://www.dotcomsecrets.com/blogs/content/fermentasi-pada-ikan-peda.
pada tanggal 20 Mei 2012.

at:

Diakses

Sukarminah, E., D.M. Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan. Penerbit Universitas
Padjadjaran : Jatinangor.
Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan (Volume II). Penerbit Universitas
Padjadjaran : Jatinangor.

VI.

PEMBAHASAN

Laporan ini akan membahas hasil praktikum pengujian bakteri halofilik yang telah dilaksanakan
pada tanggal 25 April 2011.
Garam biasanya digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Dengan penambahan garam akan
menaikan konsentrasi dan menurunkan kadar air. Mikroorganisme pada umumnya tidak dapat
tumbuh pada aw rendah karena tidak ada cukup air untuk mendukung pertumbuhannya. Tetapi
ada mikroorganisme toleran terhadap kadar garam tinggi. Bahkan mikroorganisme ini
membutuhkan konsentrasi minimal tertentu untuk pertumbuhannya bakteri tersebut adalah
bakteri halofilik (Fardiaz, 1992).
Adapun pengelompokan bakteri halofilik dibagi menjadi tiga golongan yaitu bakteri halofilik
sedang, konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimum adalah 5-20%, 20-30%
untuk bakteri halofilik ekstrem, dan bakteri halofilik yang tumbuh pada konsentrasi garam 2-5%,
bakteri ini tergolong bakteri halofilik ringan. Bakteri yang bersifat halofilik diantaranya adalah
Halobacterium, Sarcina, Micrococcus, Pseudomonas, Vibrio, Pediococcus, dan Alcaligenes
(Fardiaz, 1992).
Praktikum kali ini akan dilakukan pengujian bakteri halofilik dengan menggunakan sampel ikan
peda. Ikan peda terdiri dari dua jenis ikan, yaitu ikan peda merah (ikan peda betina) memiliki
lemak yang tinggi, dan ikan peda putih (ikan peda jantan) memiliki lemak yang rendah. Pada
praktikum kali ini akan digunakan sampel ikan peda merah, yang bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat bakteri halofilik pada sampel tersebut dan bakteri jenis apa sajakah yang hidup
pada konsentrsi garam tertentu. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan diencerkan
menggunakan 9 ml larutan buffer fosfat sampai pengenceran 10-3. Kemudian sebanyak 1 ml
pengenceran 10-2 dan 10-3 dinokulasikan pada cawan dengan menggunan metode tuang. Media
yang digunakan adalah media NA, NA + 5 % NaCl, NA + 10 % NaCl, dan NA + 15% NaCl.
Nutrient Agar (NA) adalah jenis media umum yang biasa digunakan untuk membiakan bakteri.
Kemudian diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30oC. Amati jumlah, bentuk dan warna koloninya.
Kemudian hitung nilai SPC dan dilanjutkan dengan pewarnaan gram. Setelah dilakukan
pewarnaan gram, amati dibawah mikroskop.
Menurut Fardiaz (1992), untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitungan
cawan digunakan suatu standar yang disebut Standart Plate Counts (SPC). Ketentuannya adalah
sebagai berikut :

Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 dan
300.

Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang
besar di mana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.

Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu
koloni

Menurut Fardiaz (1992), dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni,
diantaranya sebagai berikut :

Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama (satuan) dan
angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus
dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.

Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, berarti
pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni pada
pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30
dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus
dicantumkan di dalam tanda kurung.

Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti
pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni pada
pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300
dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan
di dalam tanda kurung.

Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30
dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran
tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut
dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil
tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.

Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua
cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran
yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni di antara 30 dan 300.
Pengamatan bentuk dan ukuran sel koloni bakteri akan tampak jelas jika dilakukan pewarnaan
terhadap sel. Teknik pewarnaan gram harus sesuai prosedur karena dapat mengakibatkan
kesalahan identifikasi antara gram positif dan gram negatif. Teknik pewarnaan gram tersebut
dapat menghasilkan warna merah dan ungu atau biru. Dalam proses ini, olesan bakteri yang
sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan lugol, larutan
alkohol (bahan pemucat) 95%, dan zat pewarna berupa zat warna safranin.
Sebelum dilakukan pewarnaan gram, yang harus dilakukan adalah membuat apusan bakteri
terlebih dahulu. Cara membuat apusan bakteri yaitu, pertama nyalakan bunsen terlebih dahulu.
Pada setiap pengerjaan mikrobiologi usahakan untuk bekerja didekat bunsen agar lingkungan
tetap steril dan menghindari kontaminan. Setelah menyalakan bunsen, sterilkan gelas objek
dengan kapas atau tisu yang sudah diberi alkohol 70%. Perhatikan serabut kapas yang ada di
gelas objek, jangan sampai tertinggal satu helaipun serabut kapas karena dapat mengganggu pada
saat melakukan pengamatan bentuk bakteri di bawah mikroskop. Kemudian lalukan gelas objek
di sekitar api bunsen yang menyala untuk memastikan kesterilan gelas objek. Setelah itu oleskan
akuades steril terlebih dahulu pada gelas objek dengan menggunakan ose loop setipis mungkin.
Kemudian ambil sampel dengan menggunakan ose loop steril pada permukaan media NA.

Setelah itu oleskan sampel setipis mungkin pada gelas objek dengan penyebaran yang merata.
Kemudian lakukan fiksasi dengan cara melalukan gelas objek di atas api secara cepat.
Setelah apusan bakteri kering dilanjutkan dengan pewarnaan gram. Cara pewarnaan gram yaitu,
pertama teteskan pewarna Kristal violet selama satu menit di atas film pada gelas objek.
Kemudian bilas dengan akuades dengan cara membilas gelas objek pada posisi miring.
Kemudian keringkan setelah kering tetesi dengan lugol selama satu menit lalu bilas kembali
dengan akuades dan keringkan. Setelah kering hilangkan warna pada gelas objek dengan
menggunakan alkohol 95% selama 10 20 detik lalu bilas dengan akuades dan keringkan
kembali. Kemudian warnai dengan larutan safranin selama 20 detik lalu bilas dengan akuades
dan keringkan dengan kertas serap atau tisu. Setelah pewarnaan selesai, siapkan cover glass dan
bersihkan dengan menggunakan kapas atau tisu yang sudah di beri alkohol 70%. Kemudian
letakkan cover glass di atas bakteri yang telah di warnai dan lakukan pengamatan di bawah
mikroskop. Setelah semuanya dilakukan sesuai prosedur, pewarnaan gram tersebut akan
menghasilkan warna merah dan ungu atau biru. Bakteri yang diwarnai dengan pewarnaan gram
ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Bakteri
Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet sehingga akan terlihat berwarna
ungu di bawah mikroskop. Sedangkan bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal
violet setelah dicuci dengan alkohol, dan pada saat diberi zat pewarna safranin akan tampak
berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi
dinding selnya.
Larutan yang digunakan pada pewarnaan gram memiliki 2 fungsi yaitu ada larutan pengucak dan
larutan pembanding. Yang termasuk larutan pengucak adalah alkohol yang berfungsi untuk
membersihkan sisa warna yang masih tertinggal dalam sampel yang akan diamati. Sedangkan
larutan pembanding ini berfungsi sebagai patokan apakah sampel tersebut mempertahankan
Kristal violet atau tidak sehingga dengan adanya larutan pembanding inilah kita bisa menentukan
sampel mana yang tergolong gram positif dan gram negatif.
Selanjutnya, penambahan safranin berguna sebagai pewarna pada pengamatan bakteri ini. Hal ini
terkait dengan hubungan antara bakteri dan zat pewarna basa yang menonjol yang disebabkan
asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel bakteri. Jadi, jika bakteri diberi warna,
muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif dalam zat pewarna
basa. Sebaliknya, zat pewarna asam akan ditolak oleh muatan negatif bakteri secara menyeluruh.
Jadi, ketika bakteri diolesi dengan zat pewarna, asam akan menghasilkan pewarnaan pada daerah
latar belakang saja.
Bakteri gram positif dan gram negatif, didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap warna
tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga
pewarnaan gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel.
Bakteri yang digolongkan dalam jenis bakteri gram negatif memiliki lapisan membran yang
selapis saja, sedangkan bakteri gram positif memiliki membran yang agak tebal sehingga dapat
hidup pada keadaan lingkungan yang ekstrim, seperti pH yang rendah, suhu tinggi dan lain
sebagainya. Bakteri yang bersifat patogen pada umumnya adalah bakteri yang digolongkan
dalam bakteri yang memiliki gram negatif. Karena memiliki membran yang tebal dan kuat
sehingga bakteri yang bersifat patogen dapat hihup pada keadaan atau lingkungan yang kurang

baik. Perbedaan mendasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding
selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme
gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan
pencucian alkohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran
tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal (25-50nm) sedangkan bakteri negatif lapisan
peptidoglikogennya tipis (1-3nm).
Hasil pengamatan pengujian bakteri halofilik dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Pengamatan Jumlah Koloni Bakteri pada Ikan Peda

Jumlah koloni
Kel

Media

Nilai SPC Keterangan


10-2

10-3

1
< 3 x 103
NA

13
(5 x 102)

Tumbuh
khamir

2
< 3 x 103
NA + 5% NaCl

28

(2.8 x 103)

3
< 3 x 103
NA + 10% NaCl

(8 x 102)

4
< 3 x 103
NA + 15% NaCl

28

18

(2.8 x 103)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011)


Tabel 2. Gambar dari Pengamatan pada Ikan Peda

Kel

Media

Jumlah Koloni

10-2

Gambar

10-3

Keterangan

Basil, gram -

Dugaan
Bakteri

Bakteri umum (semua


bakteri dapat tumbuh di
media) sehingga tidak
dapat diidentifikasi
secara pasti

NA

Gambar

NA
2

+
5% NaCl

Keterangan

Kokus, gram +

Dugaan
Bakteri

Pediococcus dan
Micrococcus

Kokus

Kokus

Gambar

NA
3

Keterangan

10% NaCl

Dugaan
Bakteri

Ketika pewarnaan gram Ketika perwarnaan gram


karena bakteri terlalu
karena bakteri terlalu
tipis tidak jelas terlihat tipis tidak jelas terlihat
warnanya
warnanya

Micrococcus dan
Pseudomonas

Micrococcus dan
Pseudomonas

Gambar
NA
4

+
15% NaCl

Keterangan

Kokus, gram -

Basil, gram -

Dugaan
Bakteri

Pseudomonas

Vibrio, Alkaligenes dan


Halobacterium

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011)


Kultur pada media NA saja, jumlah koloni pada pengenceran 10-2 dan 10-3 adalah 5 koloni dan 13
koloni. Hal ini menunjukan bakteri halofilik yang sebelumnya hidup pada ikan peda, tidak dapat
menyesuaikan diri dengan baik sehingga koloni yang mampu bertahan dan tumbuh hanya
sedikit. Kemungkinan bakteri yang tumbuh pada cawan adalah bakteri halofilik toleran atau
halofilik ringan atau bahkan bukan bakteri halofilik.
Kultur pada media NA + 5 % NaCl, hanya pada pengenceran 10-2 saja yang ditumbuhi koloni.
jumlah koloni pada pengenceran 10-2 adalah 28 koloni. Berdasarkan pewarnaan gram yang
kemudian dilanjutkan dengan pengamatan dibawah mikroskop, bakteri berbentuk kokus dan
gram positif. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, kemungkinan bakterinya adalah Pediococcus dan
Micrococcus.
Jumlah koloni pada media NA + 10% NaCl adalah 8 koloni pada pengenceran 10-2 dan 3 koloni
pada pengenceran10-3. Hal ini menunjukan bakteri halofilik yang sebelumnya hidup pada ikan
peda, tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga koloni yang mampu bertahan dan
tumbuh hanya sedikit. Koloni yang tumbuh pada cawan terlalu tipis sehingga pada saat
pewarnaan gram tidak dapat terlihat jelas warnanya. Bakteri pada media NA + 10% NaCl
berbentuk kokus, dan kemungkinan bakterinya adalah Micrococcus dan Pseudomonas.
Jumlah koloni pada media NA + 15 % NaCl, jumlah koloni pada pengenceran 10-2 dan 10-3
adalah 28 koloni dan 18 koloni. Bedasarkan pengamatan dengan pewarnaan dan mikroskop,
bakteri termasuk gram negatif dan berbentuk basil. Dari ciri-ciri tersebut, yang paling cocok
dengan data hasil pengamatan adalah bakteri dengan family Halobacterium, dengan spesies
Halobacterium salinarum. Bakteri jenis ini tumbuh pada konsentrasi 3.5% sampai jenuh. Bakteri
ini bisa dikatakan sebagai bakteri halofilik sedang.
Jumlah koloni yang tumbuh pada media juga tergantung darimana bagian yang di ambil sebagai
sampel pada ikan peda.
VII.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:

Bakteri halofilik yang terdapat pada ikan peda lebih banyak yang bersifat halofilik
ekstrim.

Halobacterium salinarum termasuk dalam bakteri halofilik sedang

Media yang kadar garamnya rendah membuat bakteri halofilik yang dipindahkan pada
media sulit beradaptasi.

Jumlah koloni yang tumbuh pada media juga tergantung darimana bagian yang di ambil
sebagai sampel pada ikan peda.

DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pengetian halofilik
Semua organisme memiliki sekumpulan kondisi yang spesifik di mana mereka berkembang.
Pikirkan tentang cara manusia hidup. Kita lebih suka untuk tinggal di daerah yang ditetapkan
dengan kondisi cuaca tertentu. Beberapa orang senang hidup di Utara di mana ada, musim dingin
yang panjang. Lainnya memilih untuk tinggal di tepi pantai di mana suhu tetap terus konstan dan
hangat. Ada banyak organisme yang hidup dalam kondisi yang yang kita anggap tidak ramah.
Halofilik adalah organisme yang hidup di lingkungan yang sangat asin. Pada Halofilik namanya
berarti menyukai garam dalam bahasa Yunani. Semua mikro organisme Halofilik, kebanyakan
dari mereka adalah bakteri, sementara beberapanya merupakan eukariota sangat primitif.
Eukariota adalah organisme yang lebih kompleks dengan inti dan organel yang terikat membran.
Halofilik ditemukan di tempat-tempat asin seperti Great Salt Lake di Utah dan Laut Mati.
Mereka unik karena mereka membutuhkan tingkat tinggi garam yang akan mematikan bagi
kebanyakan organisme.
Klasifikasi Halofilik
Halofilik dapat ditemukan terutama di domain Archaea, tetapi ada beberapa di Bakteri dan
domain Eukarya. Domain Archaea mengandung sel tunggal mikroorganisme prokariotik kuno.
Ini berarti mereka semua terdiri dari satu sel dan tidak memiliki inti atau organel membranterikat dalam sel. Mereka sangat primitif. Domain Bakteri mengandung organisme yang lebih
baru dalam sejarah Bumi. Mereka bisa dalam berbagai bentuk dan prokariotik juga. Domain
Eukarya mengandung organisme yang paling berkembang yang memiliki nukleus dan organel
yang terikat membran. Halofilik biasanya masuk kategori sedikit, sedang, atau ekstrim
berdasarkan jumlah garam yang dapat mereka tolerir di lingkungan mereka.

Contoh Halofilik
Meskipun tidak banyak spesies yang dikenal sebagai halofilik, mereka yang telah ditemukan
cukup beragam. Salah satu contoh umum dari Halophile adalah Halobakterium. Ini adalah
anggota dari domain Archaea dan ditemukan di badan air dengan konsentrasi yang sangat tinggi
garam. Para ilmuwan telah menemukan bahwa banyak protein dari bakteri tidak dapat berfungsi
jika mereka tidak terkena konsentrasi tinggi garam. Bakteri ini baik bulat atau berbentuk batang
dan dapat diwarnai merah atau ungu. Halobacterium telah ditemukan di Great Salt Lake serta
Laut Mati. Astrobiologis juga mempelajari kemungkinan organisme yang ditemukan di Mars.
Mereka percaya bahwa mereka bisa bertahan hidup di sana karena banyaknya garam yang telah
ditemukan. Mereka percaya bakteri bisa bertahan jika mengelupasi dirinya dalam garam untuk
menghindari paparan ultraviolet hidup. Hal ini membuat bakteri yang kuno yang sangat
signifikan dalam dunia modern.
Contoh lain dari Halofili dapat ditemukan di danau asin Botswana. Mereka milik genus Nitzschia
dan diatom eukariotik. Diatom adalah jenis protista mengambang bebas sering disebut sebagai
ganggang. Studi Nitzschia telah menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mereproduksi dalam
lingkungan yang tidak mengandung jumlah sedang garam.

Ringkasan Halofilik
Halofilik adalah mikroorganisme yang membutuhkan tingkat tinggi garam agar dapat mampu
menyelesaikan semua fungsi hidup mereka dan bertahan hidup. Sebagian besar halofilik yang
telah ditemukan adalah organisme prokariotik sederhana, sementara yang lain eukariota.

pengujian halofilik

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semua organisme memiliki sekumpulan kondisi yang spesifik di mana mereka
berkembang. Pikirkan tentang cara manusia hidup. Kita lebih suka untuk tinggal di daerah yang
ditetapkan dengan kondisi cuaca tertentu. Beberapa orang senang hidup di Utara di mana ada,
musim dingin yang panjang. Lainnya memilih untuk tinggal di tepi pantai di mana suhu tetap
terus konstan dan hangat. Ada banyak organisme yang hidup dalam kondisi yang yang kita
anggap tidak ramah.
Halofilik adalah organisme yang hidup di lingkungan yang sangat asin. Pada Halofilik
namanya berarti menyukai garam dalam bahasa Yunani. Semua mikro organisme Halofilik,
kebanyakan dari mereka adalah bakteri, sementara beberapanya merupakan eukariota sangat
primitif. Eukariota adalah organisme yang lebih kompleks dengan inti dan organel yang terikat
membran.
Halofilik dapat ditemukan terutama di domain Archaea, tetapi ada beberapa di Bakteri
dan domain Eukarya. Domain Archaea mengandung sel tunggal mikroorganisme prokariotik
kuno. Ini berarti mereka semua terdiri dari satu sel dan tidak memiliki inti atau organel
membran-terikat dalam sel. Mereka sangat primitif. Domain Bakteri mengandung organisme
yang lebih baru dalam sejarah Bumi. Mereka bisa dalam berbagai bentuk dan prokariotik juga.
Domain Eukarya mengandung organisme yang paling berkembang yang memiliki nukleus dan
organel yang terikat membran. Halofilik biasanya masuk kategori sedikit, sedang, atau ekstrim
berdasarkan jumlah garam yang dapat mereka tolerir di lingkungan mereka.

Meskipun tidak banyak spesies yang dikenal sebagai halofilik, mereka yang telah
ditemukan cukup beragam. Salah satu contoh umum dari Halophile adalah Halobakterium. Ini
adalah anggota dari domain Archaea dan ditemukan di badan air dengan konsentrasi yang
sangat tinggi garam. Para ilmuwan telah menemukan bahwa banyak protein dari bakteri tidak
dapat berfungsi jika mereka tidak terkena konsentrasi tinggi garam. Bakteri ini baik bulat atau
berbentuk batang dan dapat diwarnai merah atau ungu. Halobacterium telah ditemukan di Great
Salt Lake serta Laut Mati. Astrobiologis juga mempelajari kemungkinan organisme yang
ditemukan di Mars. Mereka percaya bahwa mereka bisa bertahan hidup di sana karena
banyaknya garam yang telah ditemukan. Mereka percaya bakteri bisa bertahan jika
mengelupasi dirinya dalam garam untuk menghindari paparan ultraviolet hidup. Hal ini membuat
bakteri yang kuno yang sangat signifikan dalam dunia modern.

Contoh lain dari Halophile dapat ditemukan di danau asin Botswana. Mereka milik genus
Nitzschia dan diatom eukariotik. Diatom adalah jenis protista mengambang bebas sering
disebut sebagai ganggang. Studi Nitzschia telah menunjukkan bahwa mereka tidak dapat
mereproduksi dalam lingkungan yang tidak mengandung jumlah sedang garam.
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan
untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian
mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak
beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam
prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok
kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam
kultur murni.

komposisi nutrien adar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat
1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan
autoklaf pada 121C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan.
1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari praktikum pengujian mutu ini adalah untuk memngetahui dan mempelajari
proses pengujian bakteri hemofilik yang ada pada produk hasil perikanan.
1.2.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum pengujian mutu ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya bakteri
hemofilik pada roduk perikanan yang mengalami proses penggaraman.
IV. DATA
Kelompok 1. (Ikan Peda)
N
o
1

Media
Na

Jumlah Koloni

Nilai SPC

10-2

10-3

48 koloni (1

14 koloni

4,8 x 103

11 koloni

9,8x103

spreder)

Na + NaCL

98 koloni ( 2

5%

spreder)

Gambar

Na + NaCL

56 koloni (1

10%

spreder)

Na + NaCL

126 koloni

25%

2 koloni

5,6x103

5 koloni (1

1,3x104

spreder)

Kelompok 2. (Ikan Peda)


N
o

Media

Jumlah Koloni
10-2

10-3

Nilai SPC

Na

75 koloni

10 koloni

7,5x 10-3

Na + NaCL

54 koloni

11 koloni

5,4x 103

5%

Gambar

Na + NaCL

57 koloni

11 koloni

5,7x103

43 koloni

15 koloni

4,3x 1-4

10%

Na + NaCL
25%

Kelompok 3. (ikan Asin)


N
o
1

Media

Jumlah Koloni

Nilai SPC

10-2

10-3

14 Koloni ( 1

6 koloni (2

spreder)

spreder)

Na + NaCL

17 Koloni ( 8

1 spreder

1,7x103

5%

spreder)

Na + NaCL

12 Koloni

13 koloni

1,3x104

10%

( 4spreder)

Na

1,4x103

Gambar

Na + NaCL

14 koloni (2

5 koloni (1

25%

spreder)

spreder)

1,4x103

Kelompok 4. (Ikan Asin)


N
o
1

Media

Jumlah Koloni

Nilai SPC

10-2

10-3

81 koloni (1

6 koloni

8,1 x103

224 koloni

17 koloni

2,2 x104

Na + NaCL

73koloni ( 2

`16 koloni

7,3 x103

10%

spreder)

Na + NaCL

148 koloni

25 koloni

1,5 x104

Na

spreder)

Na + NaCL
5%

25%

Gambar

Kelompok 5. (Ikan Teri Asin)


N
o
1

Media
Na

Jumlah Koloni

Nilai SPC

10-2

10-3

34 koloni ( 2

34koloni

3,4x104

200 koloni

2,3x104

2,0x105

spreder)

Na + NaCL

230 koloni( 13

5%

spreder)

Na + NaCL

180 koloni( 3

208

10%

spreder)

koloni( 1
spreder)

Gambar

Na + NaCL

97 koloni( 22

25%

spreder)

400 koloni

>3,0x105
400

Kelompok 6. (Ikan Teri Asin)


N
o
1

Media
Na

Jumlah Koloni
10-2

10-3

788 Koloni

142 Koloni

Nilai SPC
>3,0x104
788

Na + NaCL

1188 Koloni

137 Koloni

5%

1188

Na + NaCL

840 Koloni ( 1

230 Koloni

10%

spreder)

( 1 spreder)

Na + NaCL

712 Koloni

157 Koloni

25%

>3,0x105

>3,0x104
840

>3,0x104
712

Gambar

Kelompok 7. (Ikan Pindang)


Jumlah Koloni
N
o

Media

Na

Nilai SPC
10-2

10-3

470 Koloni

480
Koloni

>3,0x104
480

Gambar

Na +

450 koloni

NaCL 5%

250
Koloni

>3,0x104
450

Na +
NaCL 10%

Na +
NaCL 25%

Kelompok 8. (Ikan Pindang)


N
o

Media

Jumlah Koloni
10-2

10-3

Nilai SPC

Gambar

Na

520 Koloni

318
Koloni

Na +

400 Koloni

57 Koloni

NaCL 5%

Na +

Na +
NaCL 25%

520

>3,0x104
400

600 Koloni

NaCL 10%

>3,0x104

156
Koloni

480 Koloni

56 Koloni

>3,0x104
600

>3,0x104
480

V. PEMBAHASAN

Berdasarkan teori yang ada, garam merupakan bahan yang sangat penting dalam
pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya (Ilmu Pangan, 2007). Garam berperan
sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Namun, masih tetap ada
jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan pangan yang mengandung garam, baik
garam dengan kadar rendah, maupun garam dengan kadar tinggi. Jenis ini disebut dengan
bakteri halofilik. Bakteri halofilik membutuhkan konsentrasi NaCl minimal tertentu untuk
pertumbuhannya (Srikandi F, 1992).
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan peda, ikan teri asin, ikan teri
asin dan ikan pindang. Medium yang digunakan adalah medium NA, NA+NaCl 5%, NA+NaCl
10%, NA+NaCl 25%. Tujuan daripada penambahan NaCl yang bervariasi adalah untuk
mengetahiu kebutuhan garam terhadap pertumbuhan bakteri koliform rendah hingga koliform
ekstrim, sedangkan untuk medium yang tidak ditambah NaCl adalah untuk mendeteksi
pertumbuhan bakteri non-koliform. Garam mempengaruhi aktivitas air (Aw) sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, tetapi bakteri halofilik mampu tumbuh dalam
penyimpanan yang lama sehingga pertumbuhan bakteri halofilik pada medium diperkirakan
sedikit(Buckle at all, 1987).
Sampel dilakukan pengenceran seperti biasa sebelum diisolasi dengan tujuan yang
sama, yaitu agar sampel tidak terlalu pekat, serta untuk mengurangi jumlah koloni
mikroorganisme yang akan diisolasi. Setelah dilakukan pengenceran, diambil sebanyak 1 mL
dari masing-masing pengenceran kemudian dituang ke dalam masing-masing cawan petri yang
telah ditentukan mediumnya.

Pada praktikum kali ini akan digunakan sampel ikan peda, yang bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat bakteri halofilik pada sampel tersebut dan bakteri jenis apa
sajakah yang hidup pada konsentrsi garam tertentu. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan
diencerkan menggunakan 9 ml larutan NaFis 0,9%

sampai pengenceran 10 -3. Kemudian

sebanyak 1 ml pengenceran 10-2 dan 10-3 dinokulasikan pada cawan dengan menggunan
metode tuang. Media yang digunakan adalah media NA, NA + 5 % NaCl, NA + 10 % NaCl, dan
NA + 25% NaCl. Nutrient Agar (NA) adalah jenis media umum yang biasa digunakan untuk
membiakan bakteri. Kemudian diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30 oC. Dan diamati jumlah,
bentuk dan warna koloniny kemudian dihitung nilai SPC.
1. Sampel dengan medium NA
Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda (kelompok 1) pada medium
pengenceran 10-2 terdapat 48 koloni (1 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 14
koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh ada 4,8x 103
Ikan peda merupakan salah satu pengawetan hasil perikanan dengan cara kombinasi
antara penggaraman dengan fermentasi. Proses penggaraman ini bertjuan untuk mengikat
kadar air yang ada pada tubuh hingga sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Tetapi ada mikroorganisme toleran terhadap kadar garam tinggi. Bahkan
mikroorganisme ini membutuhkan konsentrasi minimal tertentu untuk pertumbuhannya bakteri
tersebut adalah bakteri halofilik (Fardiaz, 1992).
Selanjutnya sampel ikan peda (kelompok 2) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 75
koloni. sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 10 koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh
ada 7,5x 103

Sampel ikan asin (kelompok 3) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 14 koloni (1


spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 6 koloni (2 spreder. Jadi bakteri yang
tumbuh ada 1,4x103
Ikan asin merupakan produk pengawetan yang dihasilkan melalui proses penggaraman
dan pengeringan. Pada pengawetan ikan ini bakteri yang mungkin tumbuh dalam suasana
garam yaitu bakteri halofilik. Karena halofilik dapat bertahan dalam garam yang dalam
konsentrasi yang tinggi. Ikan asin ini dimungkinkan bakteri halofilik dapat berkembang biak
dengan baik karena ikan asin ini diproses dengan penggaraman yang berkadar garam tinggi
dan dilakukan pegeringan untuk mengawetkannya. Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk
mengetahui bakteri halofilik yang tumbuh dalam berbagai media untuk membandingkan bakteri
yang mungkin tumbuh dalam medium tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan metode tuang
yang diinkubasi selama 2 hari untuk menumbuhkan bakteri.

Sampel ikan asin (kelompok 4) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 81 koloni (1


spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 6 koloni (2 spreder. Jadi bakteri yang
tumbuh ada 8,1x103.
Sampel ikan teri asin (kelompok 5) pada medium pengenceran 10-2 terdapat 34 koloni
(2spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 34 koloni (4spreder). Jadi bakteri yang
tumbuh ada 3,4x104
Sampel ikan teri asin

(kelompok 6) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 788

koloni .Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 142 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada
3,0x104 (788).

Sampel ikan pindang (kelompok 7) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 470 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 480 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 3,0x10 4
(480).
Sampel ikan pindang (kelompok 8) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 520 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 318 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 3,0x10 4
(520).
Dari semua sampel dengan media Na diketahui bahwa yang memiliki nilai SPC paling
tinggi adalah kelompok 6 dengan nilai 3,0x10 4 (788). Hal ini bisa disebabkan bahwa bakteri
halofilik yang sebelumnya hidup pada ikan teri asin, dapat menyesuaikan diri dengan baik
sehingga koloni yang bertahan dan tumbuh dengan banyak.
2. Sampel Dengan Media NA +NaCl 5%
Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda (kelompok 1) pada medium
pengenceran 10-2 terdapat 98 koloni (2 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 11
koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh ada 9,8x103
Selanjutnya sampel ikan peda (kelompok 2) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 54
koloni. sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 11 koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh
ada 5,4x 103
Sampel ikan asin (kelompok 3) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 17 koloni (8
spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 2 spreder koloni bakteri. Jadi bakteri
yang tumbuh ada 1,7x103
Sampel ikan asin (kelompok 4) pada medium pengenceran 10-2 terdapat 224 koloni.
sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 17 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 2,2x104

Sampel ikan teri asin (kelompok 5) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 230 koloni
(2 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 200 koloni (2 spreder). Jadi bakteri
yang tumbuh ada 2,3x104
Sampel ikan teri asin (kelompok 6) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 1188 koloni
.Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat

142 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada

3,0x105(1188).
Sampel ikan pindang (kelompok 7) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 450 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 420 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 3,0x10 4
(450).
Sampel ikan pindang (kelompok 8) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 400 koloni
(2 spreder). Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 57 koloni (6 spreder). Jadi bakteri
yang tumbuh ada 3,0x104 (400).
Dari semua sampel dengan media Na + NaCl 5% diketahui bahwa yang memiliki nilai
SPC paling tinggi adalah kelompok 6 dengan nilai >3,0x105 1188. Hal ini bisa disebabkan
bahwa bakteri halofilik yang sebelumnya hidup pada ikan teri asin, dapat menyesuaikan diri
dengan baik sehingga koloni yang bertahan dan tumbuh dengan banyak. bakteri halofilik
membutuhkan konsentrasi NaCl minimal tertentu untuk pertumbuhannya. Kebutuhan garam
untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 5-20% untuk bakteri halofilik sedang, dan 20-30%
untuk bakteri halofilik ekstrem. Spesies yang tumbuh baik pada medium yang mengandung 25% garam disebut halofilik ringan.
3. Sampel Dengan Media NA +NaCl 10%

Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda (kelompok 1) pada medium


pengenceran 10-2 terdapat 56 koloni (1 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 2
koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh ada 5,6x103
Selanjutnya sampel ikan peda (kelompok 2) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 57
koloni. sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 13 koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh
ada 5,7x 103
Sampel ikan asin (kelompok 3) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 12 koloni (4
spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 13 koloni (2 spreder). Jadi bakteri yang
tumbuh ada 1,3x103
Sampel ikan asin (kelompok 4) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 73 koloni (2
spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 16 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada
7,3x103
Sampel ikan teri asin (kelompok 5) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 180 koloni
(2 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 208 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh
ada 2,0x105
Sampel ikan teri asin (kelompok 6) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 840 koloni
(2 spreder) .Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 230 koloni (1 spreder). Jadi bakteri
yang tumbuh ada 3,0x104 (840).
Sampel ikan pindang (kelompok 7) pada medium pengenceran 10 -2 dan 10-3 tidak dapat
dihitung dikarenakan banyaknya koloni yang tumbuh dalam cawan petri.
Sampel ikan pindang (kelompok 8) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 600 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 156 koloni (3 spreder). Jadi bakteri yang tumbuh
ada 3,0x104 (600).

Dari semua sampel dengan media Na + NaCl 10% diketahui bahwa yang memiliki nilai
SPC paling tinggi adalah kelompok 6. Hal ini bisa disebabkan bahwa bakteri halofilik yang
sebelumnya hidup pada pindang, dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga koloni yang
bertahan dan tumbuh dengan banyak. Kemungkinan bakteri yang tumbuh adalah bakteri
halofilik dan halotoleran yang sering ditemukan pada makanan berkadar garam tinggi atau di
dalam larutan garam.
Kadar

NaCl

yang

ditambahkan

sebagai

media

pertumbuhan

bakteri

sangat

mempengaruhi potensi hidup bakteri. Karena bakteri halofilik dapat bertahan sampai tingkat
penggaraman yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tujuan penambahan NaCly a n g
jumlahnya

bervariasi

u n t u k pertumbuhan

adalah

optimumnya,

untuk

mengetahui

sedangkan

untuk

kebutuhan
medium

yang

garam
tidak

ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding. Garam mempengaruhi aktivitas


air

(Aw)d a r i

bahan,

jadi

mengendalikan

pertumbuhan

mikroorganisme

d e n g a n s u a t u metoda yang bebas dari pengaruh racunnya, dan bakteri halofilik


dapat

tumbuhdalam

larutan

garam

yang

hampir

jenuh,

tetapi

bakteri

ini

membutuhkan waktu p e n y i m p a n a n y a n g l a m a u n t u k t u m b u h d a n s e l a n j u t n y a
t e r j a d i p e m b u s u k a n (Buckle et al 1987).
Ikan asin mempunyai kadar garam yang sangat tinggi dan hanya bakteri halofilik kuat
yang tumbuh dalam ikan asin ini. Sehingga bakteri pada ikan asin ini lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan pindang. Hal ini dikarenakan pada ikan asin telah dilakukan pengeringan sehingga
tidak ada lagi kandungan air pada produk ini. Padahal pada kenyataanya proses penggaraman
pada ikan asin lebih banyak sehingga seharusnya bakteri yang dapat tumbuh paling banyak.
Tetapi dapat juga ikan asin yang dijadikan sampel ini sedikit karena dipengaruhi oleh cara
pembuatannya sehingga bakteri yang dihasilkan lebih sedikit.

4. Sampel Dengan Media NA +NaCl 25%


Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda (kelompok 1) pada medium
pengenceran 10-2 terdapat 126 koloni .sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 5 koloni (1
spreder). bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh ada 1,3x104
Selanjutnya sampel ikan peda (kelompok 2) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 43
koloni. sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 15 koloni bakteri. Jadi bakteri yang tumbuh
ada 4,3x 103
Sampel ikan asin (kelompok 3) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 14 koloni (2
spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 5 koloni . Jadi bakteri yang tumbuh ada
1,4x103
Sampel ikan asin (kelompok 4) pada medium pengenceran 10-2 terdapat 148 koloni.
sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 25 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 1,5x104
Sampel ikan teri asin (kelompok 5) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 97koloni
(22 spreder). sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 400 koloni (jamur 1 dan spreder 3).
Jadi bakteri yang tumbuh ada 3,0x104 (400).
Sampel ikan teri asin (kelompok 6) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 712 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 157 koloni. Jadi bakteri yang tumbuh ada 3,0x10 4
(712).

Sampel ikan pindang (kelompok 7) pada medium pengenceran 10 -2 dan 10-3 tidak dapat
dihitung dikarenakan banyaknya koloni yang tumbuh dalam cawan petri.
Sampel ikan pindang (kelompok 8) pada medium pengenceran 10 -2 terdapat 480 koloni.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 terdapat 56 koloni (10 spreder). Jadi bakteri yang tumbuh
ada 3,0x104 (600).
Dari semua sampel dengan media Na + NaCl 25% diketahui bahwa yang memiliki nilai
SPC paling tinggi adalah kelompok 6. Hal ini bisa disebabkan bahwa bakteri halofilik yang
sebelumnya hidup pada pindang, dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga koloni yang
bertahan dan tumbuh dengan banyak. Kemungkinan bakteri yang tumbuh adalah bakteri
halofilik dan halotoleran yang sering ditemukan pada makanan berkadar garam tinggi atau di
dalam larutan garam.
Kadar

NaCl

yang

ditambahkan

sebagai

media

pertumbuhan

bakteri

sangat

mempengaruhi potensi hidup bakteri. Karena bakteri halofilik dapat bertahan sampai tingkat
penggaraman yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tujuan penambahan NaCly a n g
jumlahnya

bervariasi

u n t u k pertumbuhan

adalah

optimumnya,

untuk

mengetahui

sedangkan

untuk

kebutuhan
medium

yang

garam
tidak

ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding. Garam mempengaruhi aktivitas


air

(Aw)d a r i

bahan,

jadi

mengendalikan

pertumbuhan

mikroorganisme

d e n g a n s u a t u metoda yang bebas dari pengaruh racunnya, dan bakteri halofilik


dapat

tumbuhdalam

larutan

garam

yang

hampir

jenuh,

tetapi

bakteri

ini

membutuhkan waktu p e n y i m p a n a n y a n g l a m a u n t u k t u m b u h d a n s e l a n j u t n y a
t e r j a d i p e m b u s u k a n (Buckle et al 1987).
Ikan asin mempunyai kadar garam yang sangat tinggi dan hanya bakteri halofilik kuat
yang tumbuh dalam ikan asin ini. Sehingga bakteri pada ikan asin ini lebih sedikit dibandingkan

dengan ikan pindang. Hal ini dikarenakan pada ikan asin telah dilakukan pengeringan sehingga
tidak ada lagi kandungan air pada produk ini. Padahal pada kenyataanya proses penggaraman
pada ikan asin lebih banyak sehingga seharusnya bakteri yang dapat tumbuh paling banyak.
Tetapi dapat juga ikan asin yang dijadikan sampel ini sedikit karena dipengaruhi oleh cara
pembuatannya sehingga bakteri yang dihasilkan lebih sedikit.
PEMBAHASAN

Berdasarkan teori yang ada, garam merupakan bahan yang sangat penting
dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya (Ilmu Pangan, 2007).
Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar
tertentu. Namun, masih tetap ada jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
bahan pangan yang mengandung garam, baik garam dengan kadar rendah,
maupun garam dengan kadar tinggi. Jenis ini disebut dengan bakteri halofilik.
Bakteri

halofilik

membutuhkan

konsentrasi

NaCl

minimal

tertentu

untuk

pertumbuhannya (Srikandi F, 1992).


Pada praktikum kali ini berjudul Pengujian Bakteri Halofilik. Pemeriksaan
pada bahan pangan ini, bertujuan untuk menguji kemungkinan jenis bakteri halofilik
apa yang terdapat pada sampel. Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah
ikan peda dan ikan teri. Kedua jenis ikan ini merupakan contoh merupakan ikan
yang telah diasinkan. Medium yang digunakan adalah medium NA, NA+NaCl 5%,
NA+NaCl 10%, NA+NaCl 15%. Tujuan daripada penambahan NaCl yang bervariasi
adalah untuk mengetahiu kebutuhan garam terhadap pertumbuhan bakteri koliform
rendah hingga koliform ekstrim, sedangkan untuk medium yang tidak ditambah
NaCl

adalah

untuk

mendeteksi

pertumbuhan

bakteri

non-koliform.

Garam

mempengaruhi aktivitas air (Aw) sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan


mikroorganisme, tetapi bakteri halofilik mampu tumbuh dalam penyimpanan yang
lama

sehingga

pertumbuhan

sedikit(Buckle at all, 1987).

bakteri

halofilik

pada

medium

diperkirakan

Sampel dilakukan pengenceran seperti biasa sebelum diisolasi dengan tujuan


yang sama, yaitu agar sampel tidak terlalu pekat, serta untuk mengurangi jumlah
koloni mikroorganisme yang akan diisolasi. Setelah dilakukan pengenceran, diambil
sebanyak 1 mL dari masing-masing pengenceran kemudian dituang ke dalam
masing-masing cawan petri yang telah ditentukan mediumnya.

1. Sampel dengan medium NA


Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda pada medium pengenceran
10-2 terdapat 3 koloni bakteri sedangkan pada pengenceran 10 -3 tidak terdapat
pertumbuhan koloni bakteri.

jlh bakteri=3 x

1
= 30 x 102 ( 3,0 x 102 ) unit bakteri /gram
2
10

Selanjutnya dilakukan pewarnaan gram dengan mengambil koloni dari dari


pengenceran 10-2. Dari hasil pewarnaan yang diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 10, dapat diamati bakteri yang berwarna ungu dengan bentuk
cocus. Jadi dapat disimpulkan bakteri yang tumbuh pada sampel adalah bakteri
gram positif.
Sampel ikan teri pada medium pengenceran 10 -2 dan 10-3 tidak ditemukan
pertumbuhan koloni bakteri sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan lebih
lanjut.

2. Sampel dengan medium NA+5% NaCl


Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda pada medium pengenceran
10

-2

terdapat 1 koloni bakteri sedangkan pada pengenceran 10 -3 tidak terdapat

pertumbuhan koloni bakteri sama sekali. Jadi jumlah bakteri yang tumbuh ada
sebanyak 1,0 x 102 unit koloni/ml. Selanjutnya dilakukan pewarnaan gram dengan
mengambil koloni dari dari pengenceran 10 -2. Dari hasil pewarnaan yang diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10, terlihat warna ungu yang
menunjukkan bahwa bekteri yang terdapat dalam sampel ini termasuk ke dalam
jenis bakteri gram positif.
Pada

sampel

ikan

teri,

medium

pada

pengenceran

10 -2

ditemukan

pertumbuhan koloni bakteri sebanyak 12 koloni dan pada pengenceran 10 -3


sebanyak 1 koloni.

jlh bakteri=12 x

1
= 30 x 10 2 ( 1,2 x 103 ) unit koloni/ gram
2
10

3. Sampel dengan medium NA+10% NaCl


Setelah dilakukan pengamatan, sampel ikan peda pada medium 10 -2 maupun
10-3 tidak ditemukan sama sekali pertumbuhan bakteri. Sehingga tidak dapat
dilakukan pengamatan lebih lanjut. Kegagalan pada percobaan ini kemungkinan
disebabkan Karena pada saat penuangan medium ke dalam cawan petri tidak
sempurna sehingga menghasilkan medium yang jelek.
Pada sampel ikan teri, medium pada pengenceran 10 -2 tidak ditemukan
pertumbuhan

koloni

bakteri

sedangkan

pada

pengenceran

10 -3

ditemukan

pertumbuhan koloni bakteri sebanyak 1 koloni.

4. Ikan peda dengan medium NA+15% NaCl

Setelah dilakukan pengamatan, sampel pada medium 10 -2 maupun 10-3 tidak ditemukan
sama sekali pertumbuhan bakteri. Sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan lebih lanjut.

Pada sampel ikan teri, medium dengan pengenceran 10 -2 maupun 10-3 tidak
ditemukan pertumbuhan koloni bakteri sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan
lebih lanjut.

Berdasarkan hasil pengamatan dari masing-masing kelompok, dapat dilihat


bahwa semakin kita menambahkan konsentrasi NaCl pada medium, maka semakin
sedikit koloni mikroorganisme yang tumbuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kemungkinan jenis bakteri yang tumbuh adalah jenis bakteri halofilik ringan
karena koloni bakteri yang tumbuh lebih banyak pada medium NA dengan
penambahan NaCl kadar 5%. Selain itu, kemungkinan jenis bakteri yang tumbuh
adalah jenis bakteri halotoleran, yakni bakteri yang dapat tumbuh dengan atau
tanpa adanya garam, seperti pada medium hanya NA saja.

KESIMPULAN

Jenis bakteri yang tumbuh adalah jenis bakteri halofilik ringan dan bakteri
halotoleran.

Semakin tinggi tingkat NaCl yang ditambahkan pada medium NA, semakin
rendah koloni bakteri yang tumbuh.

Hasil pewarnaan gram menunjukkan bahwa hampir semua bakteri yang tumbuh
pada sampel ini termasuk ke dalam jenis bakteri gram positif.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle,

K.A.,

R.A.

Edwards,

G.H.

Fleet,

dan

M.

Wootton.2007.Ilmu

Pangan.Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta

Fardiaz, Srikandi.1992.Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Indonesia.


Jakarta
Rahmawati, Maulida Mulya. Mikrobiologi pangan di Indonesia dan Perspektif
Global.http://maulidamulyarahmawati.wordpress.com/mikrobilogi-pangan

di-

indonesia-dan-perspektif-global/ . Diakses pada tanggal 27 April 2010 pukul :


15.04 wib.
Sukarmina, E., Debby M. Sumanti. In-in Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan. Jurusan
Teknologi Industri pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas
Padjajaran. Jatinangor
Sumanti, Debby M.,Een Sukarminah.2008. Diktat Penuntun Praktikum Mikrobiologi
Pangan. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor
PENGARUH ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Sayuran dan buahan hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen jika dibiarkan
begitu saja akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi
parasit atau mikrobiologis. Perubahan-perubahan tersebut ada yang
mengntungkan, tetapi kalau tidak dikendalikan akan sangat merugikan.
.Sayuran dan buahan pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi, tetapi
rendah dalam kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap sayuran dan buah
berbeda, tergantung pada varietas, cara panen, pemeliharaan tanaman, keadaan
iklim, tingkat kematangan, kondisi selama pematangan dan kondisi ruang
pematangan.
Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal
dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun.
Etilen disebut juga ethane Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase
gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah
menguap.
Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan
tingkat tinggi, Etilen sering dimanfaatkan oleh para distributor dan importir buah.
Buah dikemas dalam bentuk belum masak saat diangkut pedagang buah. Setelah
sampai untuk diperdagangkan, buah tersebut diberikan etilen (diperam) sehingga
cepat masak.
Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil pada

buah muda, sehingga buah hanya memiliki xantofil dan karoten. Dengan demikian,
warna buah menjadi jingga atau merah.
Pada aplikasi lain, etilen digunakan sebagai obat bius (anestesi)
Fungsi lain etilen secara khusus adalah
Mengakhiri masa dormansi
Merangsang pertumbuhan akar dan batang
Pembentukan akar adventif
Merangsang absisi buah dan daun
Merangsang induksi bunga Bromiliad
Induksi sel kelamin betina pada bunga
Merangsang pemekaran bunga
1.2 Tujuan Percobaan.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh etilen pada pematangan buahbuahan.

II. DASAR TEORI


Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk

gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup, pada waktu-waktu
tertentu senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam
proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian (Winarno, 1992).
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai
hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormone karena dapat
memenuhi persyaratan sebagai hormone, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat
mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak
disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh
sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya (Aman, 1989).
Meskipun sekarang sudah ada bukti-bukti yang cukup meyakinkan yang mendukung
pandangan bahwa C2H4 (etilen) itu sesungguhnya merupakan hormon
pematangan, namun dalam penelitian dijumpai beberapa kesukaran, diantaranya:
selama ini orang belum berhasil menghilangkan seluruh C2H4 (etilen) yang ada
dalam jarigan untuk menunjukkan bahwa proses pematangan akan tertunda apabila
C2H4 (etilen) tidak ada (Pantastico, 1989).
Usaha-usaha untuk mengungkapkan atau mengetahui lebih lanjut tentang
biogenesis pembentukan etilen terus berlangsung dengan dimulai penelitianpenelitian oleh para pakar, kali ini penelitian dengan memenfaatkan etilen itu
sendiri dengan aktifitas yang khas pada jaringan beberapa buah-buahan yang
kemungkinan akan dapat menjelaskan suatu tanda Tanya berkaitan dengan
biogenesis pembentukan (Kartasapoetra, 1994).
Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang
esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe
jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan[9]. Etilen dibentuk dari
metionin melalui 3 proses[10]:
ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan
membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat.
Asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat sintase(ACC-sintase) kemudian
memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin).
Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini
dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen.
Dewasa ini dilakukan penelitian yang berfokus pada efek pematangan buah. ACC
sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk
memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga.
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam
air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering
digunakan sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut). Pada bidang pertanian
etilen digunakan sebagai zat pemasak buah. Etilen adalah hormon tumbuh yang
secara umum berlainan dengan auksin, griberelin dan sitokinin. Dalam keadaan
normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali.
Etilen di alam akan berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada
suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam
fase klimaterik.
Perlakuan pada buah mangga dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang

berbeda akan mempengaruhi proses pemasakan buah. Pemasakan buah ini terlihat
dengan adanya struktur warna kuning, buah yang lunak dan aroma yang khas.
Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan
tepung dan penimbunan gula. Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula
tersebut merupakan proses pemasakan yang ditandai dengan perubahan warna,
tekstur dan bau buah.
Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau hormonal,
dimana protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan buah
dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase klimatoris
setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami hambatan.
Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan. Etilen akan
mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau.
Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu
menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport,
pada kondisi anearob pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga
berpengaruh pada pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun
pada suhu di atas 30 0 C dan berhenti pada suhu 40 0 C, sehingga pada
penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang
pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah
memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat.
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik dan
buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung
amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu
kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang
telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan
buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya
sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis
buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen
endogen dan pematangan buah.
Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu
adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan jumlah
asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan
pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana
mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola.
Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya
proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen
mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel
menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga
metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih
merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat
dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzimenzim respirasi.

III. METODELOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Penetrometer
Refrakrometer
pH meter.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
pisang tua (mature),
pisang masak (ripe),
papaya, tomat.
3.2 Cara Kerja.
Simpan pisang yang telah tua dengan perlakuan sbb:
1. ditempat yang terbuka dengan suhu ruang.
2. di dalam wadah tertutup.
3. di dalam wadah tertutup dengan pisang yang telah masak.
4. dalam wadah tertutup, diberi gas karbit.
Lakukan pengamatan setiap hari selama 1 minggu terhadap warna, aroma,
kekerasan, kada padatan terlarut dan pH. Warna dan aroma diamati secara
organoleptik. Kekerasan diukur dengan Pneterometer, kadar padatan terlarut diukur
dengan refraktometer, sedang pH diukur dengan pH meter.

IV. PEMBAHASAN
Untuk menguji pengaruh etilen terhadap pematangan buah-buahan, pada pisang
tua yang diletakkan pada suhu ruang pada hari pertama tidak menunjukkan

perubahan yang berarti, sedangkan pada pisang tua yang ditempatkan dalam
wadah dengan menggunakan etilen (karbit), menunjukkan perubahan visual, yaitu
warna yang berubah dari hijau menjadi hijau kekuningan. Ini menunjukkan bahwa,
etilen yang diletakkan bersamaan buah pisang sudah mulai bekerja membantu
proses pematangan buah.
Cara ini banyak digunakan oleh pedagang buah yang pada saat sekarang ini sudah
banyak menggunakan etilen (karbit) untuk membantu pematangan buah dengan
cepat. Pada pisang tua yang diletakkan bersamaan dengan pisang masak, terjadi
perubahan pada pisang tua, yaitu pisang tua itu sedikit menguning. Hal ini terjadi
akibat dari gas etilen alami yang dikeluarkan oleh pisang yang dapat memicu
pematangan pada pisang tua.
Akibatnya pisang tua itu menjadi cepat matang, pada hari ke 2, pisang tua pada
ruangan terbuka semakin melunak, demikian juga pada wadaha yang diisi dengan
pisang tua dan matang juga semakin lunak. Namun kelunakan pada kedua wadah
tersebut berbeda.

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan percobaan ini adalah:
1. Etilen dapat mempercepat laju pematangan pada buah dan sayur.
2. Semakin banyak etilen yang digunakan pada pematangan buah-buahan, maka
semakin cepat proses pematangan pada buah tersebut.
3. Serat pada buah dan sayur mempersulit proses penyaringan pada buah-buahan
dan sayur-sayuran.

DAFTAR PUSTAKA
Aman, M. 1989. FISIOLOGI PASCA PANEN. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kartasapoetra, 1994. ILMU PENGETAHUAN BAHAN PANGAN. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Pantastico, 1989. DASAR-DASAR MEMILIH BUAH. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. KIMIA PANGAN DAN GIZI. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PERANAN ETILEN DALAM PEMASAKAN HASIL TANAMAN
Sejak tahun 1934 telah diidentifikasi adanya gas karbid (C2H4) atau etilen yang
dikeluarkan oleh buah yang matang dan gas tersebut dapat memacu pematangan.
Selanjutnya setelah C2H4 identitasnya diketahui secara pasti, C2H4 digunakan
untuk penanganan buah dan daya pemacu dibenarkan secara luas sehingga
digunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Hakekatnya C2H4 berfungsi untuk pematangan dan hal ini dapat dibuktikan bila
dapat ditunjukkan :
1. Tanpa adanya gas C2H4 tidak akan terpacu pemasakan (ripening)
2. Peranannya dalam proses pematangan tidak dapat diganti oleh senyawa lain
3. Reaksi respirasi segera terjadi bila C2H4 diberikan dari luar
4. Diperlukan untuk berbagai reaksi pemasakan
5. Produksinya berlangsung pada permulaan peristiwa yang menentukan
6. Konsentrasi internal sebelum peningkatan peristiwa yang menentukan itu sudah
mampu menimbulkan kegiatan fisiologi
Etilen (C2H4) adalah jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang
dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada suhu
kamar etilen berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan tanaman dan
pematangan hasil-hasil pertanian.
Di Amerika serikat, yaitu di sekitar tahun 1900, petani jeruk mempunyai kebiasan

memanen buah jeruk di saat kulitnya waktu masih hijau. Jeruk tersebut kemudian
dikumpulkan dalam suatu ruangan tertutup dan diterangi dipanaskan dengan
menggunakan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah beberapa waktu dalam
ruang atau gudang tersebut ternyata buah jeruk yang hijau itu berubah menjadi
kuning. Akan tetapi bila minyak tanah diganti dengan pemanas listrik, jeruk yang
berwarna hijau tersebut tidak akan berubah warnanya. Kemudian setelah dilakukan
penelitian, diketahui bahwa diantara beberapa gas hasil pembakaran minyak tanah
terdapat suatu gas yang dikenal sebagai gas etilen.
Etilen adalah gas yang dapat digolongkan sebagai hormon tanaman yang aktif
dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi
persyaratan sebagai hormon, yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam
jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1959 diketahui,
bahwa etilen tidak hanya berperanan dalam proses pematangan saja, tetapi juga
berperanan dalam mengatur pertumbuhan tanaman.
Secara tidak disadari, penggunaan etilen dalam proses pematangan sudah lama
dilakukan, jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dalam proses
pematangan. Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan
orang dengan proses pengasapan dengan memanfaatkan asap yang dihasilkan oleh
pembakaran daun-daun, kering atau setengah kering dan kemungkinan besar
dengan cara tersebut dapat menghasilkan etilen.
B. Peranan Etilen Dalam Pematangan Buah
Hubungan antara etilen dan pematangan buah dianggap penting sekali di dalam
menentukan hipotesa pematangan itu sendiri. Dari semua hipotesa-hipotesa yang
diajukan ada dua buah yang dianggap baik.
Menurut hipotesa pertama, pematangan diartikan sebagai manifestasi dari
senescene dimana organisasi antara sel menjadi rusak. Kerusakan ini merupakan
pelopor dari kegiatan hidrolisa oleh campuran enzim-enzim dan substrat. Terjadi
pemecahan khlorofil, pati, pektin dan tannin. Enzim-enzim ini akan mensitesa
bahan-bahan seperti etilen, pigmen, flavor, energi dan mungkin polipeptida.
Menurut hipotesa yang keda, pematanan atau senescene adalah suatu fase
terakhir dari proses penguraian dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan
untuk mensitesa enzim-enzim yang spesifik. Dalam kenyataannya, kedua hipotesa
di atas digunakan bersama-sama.
1. Sebagai Hormon Pematangan
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa etilen adalah sebuah hormon yang
penting di dalam proses pematangan buah. Jumlah etilen yang terdapat di dalam
buah-buahan baik dari permulaan klimakterik atau pada saat puncak klimakterik
dapat dilihat pada Tabel 3. Pada kenyataannya, jumlah etilen tersebut tidak selalu
tetapi, akan tetapi berubah-ubah selama proses pematangan. Misalnya pada pisang
yang akan memasuki proses pematangan, jumlah etilen yang ada di dalamnya kirakira 0,0 dan 0,5 ppm sampai beberapa jam sebelum proses pernafasannya
meningkat, sedangkan pada saat puncak klikmaterik jumlah etilen lebih kurang 130
ppm.

Tabel 3. Jumlah etilen di dalam buah-buahan pada saat pra dan puncak
klikmaterik
Jenis buah Konsentrasi (ppm)
Praklimaterik Puncak klimakterik
AdvokadPisang
Mangga
Semangka 0.5 1.0
1.0 1.5
0.04 0.08
0.8 300 700
25 40
3
27
Pada buah mangga, jumlah etilen sebesar 0.04 0.08 ppm yang ada di dalamnya
setelah buah dipanen, sudah cukup untuk memulai proses klimakterik.
Etilen selain dapat memulai klimakterik, juga dapat mempercepat terjadinya proses
ini.
Di samping itu, pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambah etilen
beberapa kali, akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.
Untuk lebih meyakinkan, apakah etilen itu betul-betul diperlukan dalam
pematangan. Dilakukan percobaan dengan menggunakan buah pisang. Buah pisang
yang masih hijau disimpan di dalam ruangan vakum dengan tekanan 0.2 atm.
Selama tiga bulan penyimpanan ternyata buah pisang tetap hijau, akan tetapi,
setelah secara berangsur-angsur dimasukkan etilen ke dalam ruangan tersebut,
warna pisang berubah menjadi kuning (matang).
2. Pengaruh Etilen Pada Bagian Tanaman
Etilen selain berperanan penting dalam pematangan buah, juga mempunyai
pengaruh yang tidak dapat diabaikan dalam sistem bagian tanaman lainnya.
Pada sistem cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengerutan,
menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat daun menjadi kuning dan
menyebabkan kelayuan.
Pada sistem akar, etilen dapat menyebabkan akar menjadi terpilin (terputar),
menghambat kecepatan pertumbuhan, memperbanyak tumbuhnya rambut-rambut
akar dan menyebabkan kelayuan.
Pada sistem umbi, etilen dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas, yiatu
mempercepat umbinya tunas, sedangkan pada sistem bunga, etilen dapat
mempercepat proses pemekaran kuncup, misalnya pada bunga mawar. Akan tetapi
kuncup yang telah mekar itu akan cepat menjadi layu. Pada bunga anggrek, etilen
menyebabkan warna bunga menjadi pucat, sedangkan pada bunga anyelir, dapat
menyebabkan keanekaragaman bunga.
3. Pengaruh Suhu dan tekanan Terhadap Produksi dan Aktifitas Etilen
Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu,
misalnya apel yang disimpan pada suhu 30C, penggunaan etilen dengan
konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses

pematangan maupun pernafasannya. Pada suhu di atas 350C, buah tidak akan
membentuk etilen. Suhu optimal untuk produski dan aktifitras etilen pada buah
tomat dan apel adalah 320C, sedangkan pada buah-buahan lainnya bervariasi
tergantung jenis buahnya.
Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat distimulasikan oleh kerusakankerusakan mekanis dan infeksi. Karena itu, adanya kerusakan mekanis pada buah
dapat mempercepat pematangan.
Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat menstimulasikan pembuatan etilen. Pada
buah peach yang disinari dengan sinar sebesar 600 Krad, ternyata dapat
mempercepat pembentukan etilen, apabila diberikan pada saat klimakterik. Sebab
bila diberikan pada saat praklimakterik, penggunaan sinar radiasi ini dapat
menghambat produksi etilen.
Peranan Etilen (C2H4)
1. Bertindak sebagai alelopati, yaitu etilen yang dikeluarkan oleh suatu tanaman
dapat mempengaruhi tanaman lainnya yang bisa merugikan bahkan mematikan.
Contoh : Etilen yang dikeluarkan buah yang sudah masak akan mempercepat buah
lainnya menjadi matang.
2. Auxin dapat menstimulir produksi etilen dengan menginduksi sintesis amino
cyclopropane carbocxylic acid (ACC).
3. Peranan etilen terhadap absisi, etilen menyebabkan absisi melalui percepatan
aktivitas enzim-enzim yang merusak dinding sel.
4. Etilen berpartisipasi pada kenaikan klimakterik
5. Etilen dapat memodifikasi permeabilitas dari membran sel dan mempercepat
aktivitas enzim-enzim yang terdapat pada membran tersebut.
6. Etilen berpengaruh terhadap sintesa dan kenaikan aktifitas enzim-enzim, seperti
malat dan piruvat dekarboksilase.
Pada medium Trypcase soy agar ( TSA ) adalah merupakan media Agar untuk pengisolasian
mikroorganisme yang bersifat aerobic

Media TSA
TSA merupakan media kultur universal, hampir semua jenis bakteri
bisa tumbuh pada media ini.
Trypticase Soy Agar digunakan untuk medium pertumbuhan dengan tujuan
mengamati morfologi koloni, mengembangkan kultur murni, pertumbuhan
untuktes biokimia. TSA juga biasa digunakan untuk penghitungan jumlah
bakteri. Media TSA memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan untuk
menumbuhkan berbagai macam jenis bakteri bakteri. Tetapi media ini
memiliki kelemahan harus menghitung terlebih dahulu.

Proses Pembuatan media TSA (Tryptone Soya Agar) adalah : sebanyak


40 gr TSA dilarutkan dalam 1 liter aquades lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer. Lalu media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121C
selama 15 menit. Kemudian sebagian media dituang ke tabung reaksi (media
agar miring) dan dalam cawan petri (agar petri). Setelah mengeras, media
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36oC, untuk agar petri diinkubasi secara
terbalik.

Anda mungkin juga menyukai