Anda di halaman 1dari 28

SIFAT FISIK BAHAN I

Oleh:

Nama : Refli Safrizal


NIM : 0805106010025
Kelompok : III
Asisten : Saiful Bahri

LABORATORIUM TEKNIK PASCA PANEN


JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2010
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan, meskipun demikian bukan
berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan (solid) dan begitu juga sebaliknya,
dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair. Pada bahan pangan uji sifat fisik biasanya dilakukan
terhadap kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap
PH, total asam, dan kadar gula. Diantara sifat fisik tersebut berat dan volume biasanya dipakai untuk
pemutuan buah berdasarkan kuantitas. Dalam kegiatan pascapanen lainnya seperti pengemasan dan
pengangkutan, sifat fisik sangat diperhatikan.
Berat jenis dari produk pertanian dapat digunakan untuk menduga kematangan dari buah. Volume
merupakan salah satu sifat fisik yang banyak digunakan dalam perhitungan awal menduga sifat fisik yang
lain seperti massa jenis. Volume bahan pangan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran
berdasarkan pendekatan aproksimasi (pendekatan geometris) dan dengan menggunakan
metode platform scale.
Dalam beberapa hal bentuk dapat diaproksimasikan dengan salah satu dari bentuk geometri
berikut ini:
1. Spheroid prolat
2. Spheroid oblat
3. Right circular cone atau silinder

B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mempelajari cara penentuan volume dan massa jenis dengan metode pengukuran menggunakan
pendekatan aproksimasi (pendekatan geometris).
2. Untuk mempelajari cara penentuan volume dan massa jenis dengan metode platform scale.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan, meskipun demikian bukan
berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan (solid) dan begitu juga sebaliknya,
dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair. Bahan pangan pada umumnya bersifat encer. Kedua
sifat bahan pangan inilah yang diketahui sebagai sifat alir bahan pangan. Bahan pangan yang memililki
sifat alir yang sangat mudah mengalir disebut fluiditas (Kanoni, 1999).
Pada berbagai tingkat kematangan buah dan sayuran, sifat fisik dan kimia bahan tersebut
berbeda-beda. Uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan
tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap PH, total asam, dan kadar gula (Solube Solida)
(Khatir, 2006).
Sifat fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam menangani masalah-
masalah yang berhubungan dengan merancang suatu alat khusus untuk suatu produk hasil pertanian
atau analisa prilaku produk dan cara penanganannya. Karakteristik sifat fisik pertanian adalah bentuk,
ukuran, luas permukaan, warna, penampakkan, berat, porositas, densitas dan kadar air. Bentuk dan
ukuran sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan pengeringan, rancangan
pengecilan ukuran, masalah distribusi dan penyimpanan bahan, seperti elektoistatistik, pantulan cahaya
dalam evaluasi warna, dan dalam pengembangan alat grading dan sortasi (Suharto, 1991).
Pada pemasakan buah, kandungan zat-zat terlarut dan oleh karena itu berat jenis bertambah.
Itulah sebabnya mengapa telah diusulkan kemungkinan menggunakan berat jenis sebagai metode
pengujian kemasakan secara cepat. Buah-buah yang mengapung di atas air mempunyai berat jenis lebih
kecil, jadi masih belum masak. Buah-buah yang tenggelam mempunyai berat jenis lebih besar dari 1,
total zat terlarut lebih banyak dan oleh karena itu berarti sudah matang (Pantastico, 1989).

III. PROSEDUR PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Kamis/17 Juni 2010
Tempat : Laboratorium Teknik Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian-Unsyiah
Waktu : Pukul 08.30 WIB

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan:
No. Nama Alat Jumlah
1. Jangka sorong 1 buah
2. Mistar 1 buah
3. Pisau 1 buah
4. Gelas ukur 1 buah
5. Timbangan Analitik 1 buah

Bahan yang digunakan:


No. Nama Bahan Jumlah
1. Apel malang 2 buah
2. Apel Washington 2 buah
3. Bengkuang 2 buah
4. Jeruk 2 buah
5. Pear 2 buah

C. Cara Kerja
1. Penentuan volume dan massa jenis dengan metode pengukuran menggunakan pendekatan
aproksimasi

Ditimbang berat dengan menggunakan timbangan analitik


Dihitung sumbu mayor (a)
Diambil foto untuk dokumentasi pada lampiran
Dihitung sumbu minor (b)
Diambil foto untuk dokumentasi pada lampiran
Dihitung volume dengan menggunakan rumus spheroid prolat:
V= 4/3 (ab2)
Dihitung volume dengan menggunakan rumus spheroid oblat:
V= 4/3 (a2b)
Dihitung massa jenis dengan menngunakan rumus: = m/V
Dicatat data hasil pengamatan pada tabel data hasil pengamatan

Hasil
2. Penentuan volume dan massa jenis dengan metode platform scale

Bengkuang

Ditimbang berat (X1) dengan menggunakan timbangan analitik


Diisi air ke dalam gelas ukur, kemudian ditimbang beratnya (X2)
Dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi air, sampai tenggelam
Ditimbang berat bahan di dalam air (X3) dengan menggunakan timbangan analitik
Diambil foto untuk dokumentasi pada lampiran
Dihitung selisih antara X3 dengan X2

Dihitung volume dengan menggunakan rumus: V =

Dihitung massa jenis dengan menggunakan rumus: =


Dicatat data hasil pengamatan dalam tabel data hasil pengamatan

Hasil

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Pengamatan


Data hasil pengamatan pada percobaan ini terlampir pada lampiran.

B. Analisa Data
1. Penentuan volume dan massa jenis dengan metode pengukuran menggunakan pendekatan
aproksimasi

Tabel 1. Tabel hasil analisa data

Sampel Sumbu Sumbu Volume (cm3) Berat Massa jenis


Mayor (a) Minor (b) (gr) (gr/cm3)
1 9,26 cm 8,32 cm so: 2986,85 cm3 291 gr 0,0974 gr/cm3
Ket: so: spheroid oblat

Untuk menghitung volume spheroid oblat, digunakan rumus: V=4/3 (a2b)

Untuk menghitung massa jenis, digunakan rumus: = m/V

Sampel 1:
Volume sampel = 4/3 * (3,14 * (9,26)2 * (8,32)) = 2986,85 cm 3
Massa Jenis = 291 / 2986,85 = 0,0974 gr/cm 3

2. Penentuan volume dan massa jenis dengan metode platform scale

Tabel 2. Tabel data hasil pengamatan


Sampel X1 (gr) X2 (gr) X3 (gr) X3 X2 Volume (cm3) Massa jenis
(gr) (gr/cm3)
1 291 gr 360 gr 652 gr 292 gr 2986,85 cm3 0,996 gr/cm3

Untuk menghitung volume, digunakan rumus: V =

Untuk menghitung massa jenis, digunakan rumus: =

V= =

= =
= 292 cm3 = 0,996 gr/cm3
C. Pembahasan
Dari hasil analisa data di atas, nilai volume dan massa jenis dari bahan pangan yang digunakan
sebagai sampel adalah bengkuang. Pada perhitungan volume dan massa jenis menggunakan metode
perhitungan spheroid oblat, nilai volume dan massa jenis dari sampel 1 adalah so V: 2986,85
cm3 dan : 0,0974 gr/cm3. Sedangkan pada perhitungan menggunakan metode platform scale, nilai
volume dan massa jenis yang di dapat pada sampel 1 adalah V: 292 cm 3 dan : 0,996 gr/cm3. Perbedaan
nilai volume dan massa jenis yang di dapat antara perhitungan dengan menggunakan metode
perhitungan aproksimasi (kemiripan geometris) dengan perhitungan dengan menggunakan
metodeplatform scale adalah terdapat pada metode perhitungan dan aspek tinjauan bahan pangan,
dimana pada metode perhitungan berdasarkan aproksimasi bentuk, volumenya ditinjau berdasarkan nilai
jari-jari atau sumbu minor dan sumbu mayor atau kemiripan geometris, sedangkan pada perhitungan
dengan menggunakan metode platform scale, volume bahan pangan ditinjau berdasarkan perbedaan
berat bahan dengan berat air. Perbedaan massa jenis pada kedua sampel juga berbeda-beda, hal ini
juga dikarenakan perbedaan metode perhitungan, dimana jika volume suatu bahan pangan berbeda,
maka otomatis massa jenisnya juga berbeda.
Volume dan massa jenis adalah dua sifat fisik yang sangat erat kaitannya dalam penanganan
pascapanen bahan (komoditi) pangan. Volume merupakan salah satu sifat fisik bahan pangan yang
digunakan dalam perhitungan awal untuk mendiga sifat fisik yang lain seperti berat jenis, dan sifat fisik
yang lainnya. Sedangkan berat jenis adalah sifat fisik bahan pangan yang dapat digunakan untuk
menduga kematangan dari buah, contohnya buah durian, dimana buah durian memiliki berat jenis yang
kecil pada saat sudah masak. Dengan kata lain, volume dan massa jenis serta sifat fisik lainnya pada
suatu bahan pangan berperan penting dalam kegiatan sortasi dan grading (pemutuan).
Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu
klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Klimaterik adalah suatu periode
mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai
dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO 2 yang mendadak
selama pematangan buah. Contoh buah-buahan yang tergolong buah klimaterik adalah apel, pisang,
mangga, apokat, papaya, tomat. Non klimaterik adalah suatu periode yang bertolak belakang dengan
klimaterik dimana Setelah di panen proses respirasi CO 2 yang di hasilkan oleh buah tidak terus
meningkat tapi langsung turun secara perlahan-lahan. Contoh buah-buahan yang tergolong buah Non
klimaterik adalah Semangka, ketimun, anggur, limau, jeruk, dan nenas.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil analisa data dan pembahasan, maka dalam praktikum ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perbedaan nilai volume dan massa jenis antara perhitungan aproksimasi (kemiripan geometris) dengan
perhitungan metode platform scale adalah terdapat pada metode perhitungan dan aspek tinjauan bahan
pangan.
2. Volume dan massa jenis serta sifat fisik lainnya pada suatu bahan pangan berperan penting dalam
kegiatan sortasi dan grading (pemutuan).
3. Buah klimaterik dapat diperam agar matang secara sempurna, sedangkan buah non klimaterik tidak
dapat diperam.
B. Saran
1. Diharapkan alat-alat dan bahan praktikum yang bersangkutan dapat lebih lengkap lagi untuk
memaksimalkan kegiatan praktikm seperti yang tercantum di dalam penuntun praktikum.
2. Diharapkan agar tata letak alat-alat di laboratorium lebih rapi dan telah terkelompokkan sesuai modul
praktikum untuk kemudahan dan kenyamanan praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Kanoni, Sri, 1999. Handout Viskositas TPHP. Universitas Gadjah Mada: Jogjakarta.

Khatir, Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan Pasca Panen. Faperta_UNSYIAH:
Banda Aceh.

Pantastico, 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran-sayuran Tropika dan
Subtropika. Gadjah Mada University Press: Jogjakarta.

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.


Analisa karakter fisik bahan pangan yakni analisa sifat maupun bentuk dari suatu bahan
untuk mengetahui kualitas demi kepentingan produksi. Karakter fisk bahan dapat mencakup
aspek luas antara lain bentuk, struktur, sifat-sifat optik, warna, dan penampakan, serta sifat-
sifat yang berhubungan dengan panas. Adapun beberapa nalisa yang dilakukan pada saat
analisa karakter fisik bahna yakni densitas kamba, bobot jenis, tekstur, viskositas, dan total
padatan terlarut.
Karakter fisik bhan dari hasil pertanian menjadi salah satu patokan untuk menentukan
kualitas dari bahan tersebut. Jika karakter fisik dari bahan tersebut baik dan sesuai standar
maka bahan tersebut dapat di produksiatau diproses lanjut menjadi prosuk yang
mempunyai harga jual yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika karakter fisik bahna tidak
baik makan kita dapat mensiasatinya atau mengolah lanjut sehingga tidak menurunkan nilai
jual.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mengetahui densitas kamba ari tepung beras, tepung ketan, tepung tapioka, tepung
terigu, dan garam
2. Mengetahui bobot jenis dari air, susu, minyak, dan larutan gula
3. Mengtahui tingkat tekstur buah tomat mentah, tomat setengah matang, tomat matang,
dan jelly.
4. Mengetahui viskositas minyak, larutan gula dengan berbagai konsentrasi (20%, 40%,
60%) dan susu.
5. Mengetahui total padatan terlarut pada tomat mentah, tomat setengah matang, dan
tomat matang serta larutan gula
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisik dan Kimia Hasil Pertanian
Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan meskipun demikian bukan
berarti bahan-bahan cair tidak mengandung bahan-bahan padatan (solid) dan begitu juga
sebaliknya, dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair. Bahan pangan pada umumnya
bersifat encer, kedua sifat bahan pangan inilah yang diketahui sebagai sifat alir bahan
pangan. Bahan pangan yang mempunyai sifat alir yang mudah mengalir disebut Fluiditas.
(Kanoni, 1999)
Pada berbagai tingkat kematangan buah dan sayuran, sifat fisik dan kimia bahan tersebut
berbeda-beda. Uji sifat fisik biasanya dilakukan untuk mengtahui tingkat kekerasan, warna,
rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap pH, total
asam dan kadar gula (solube solida). (Khatir,2006)
Sifat fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam menangani
masalah-masalah yang berhubungna dengna merancang suatu alat khusus untuk suatu
prosuk hasil pertanian atau analisa perilaku produk dan cara penanganannya. Karakter fisik
pertanian meliputi bentuk, ukuran luas permukaan, warna, penampakan, berat, porositas,
densitas, dan kadar air. Bentuk dan ukuran sangat penting dalam perhitungan energi untuk
pendinginan dan pengeringan, rancangan pengecilan ukuran, masalah distribusi dan
penyimpanan bahan seperti elektrostatistik, pantulan cahaya dalam evaluasi warna, dan
dalam pengembngan alat grading dan sortasi. (Suharto,1991)
2.2 Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu
tertentu. Bobot jenis juga didefinisikan sebagai perbandingan ketentuan suhu zat terhadap
kerapatan air. Bobot juga merupakan bilangan murni atau tanpa dimensi yang dapat diubah
menjadi kerpatan dengan menggunakan rumus yang cocok. (Respati,2002)
Pada pemasakan buah kandungan zat-zat terlarut dan oleh karena itu berat jenis semakin
bertambah. Itulah sebabnya mengapa telah diusulkan kemungkinan menggunakan berta
jenis sebagai metode pengujian pemasakan secara tepat. Buah-buah ynag mengapung
diatas air,mempenyai berat jenis lebih kecil jadi belum masak. Buah-buah yang memiliki
berat jenis lebih dari 1, total zat terlarut lebih banyak dan oleh karena itu berarti sudah
matang. (Pantastico.1989)
Menurut Bird (2001), terdapat 3 macam dari bobot jenis, yakni :
1. Bobot jenis sejati : Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang
terbuka dan tertutup.
2. Bobot jenis nyata Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori atau lubang
terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.
3. Bobot jenis efektif : Massa partikel dibagi volume partikel termasuk rongga yang tertutup
2.3 Densitas
Menurut Respati (2000), metode-metode yang digunakan dalam penentuan densitas pada
cairan, yaitu:
a. Metode Piknometer
Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang yang
ditempati cairan ini. Sehingga dibuthkan wadah untuk menimbang yang dinamakan
Piknometer. Ketelitian metode ini akan bertmbah hingga mencapai keoptimuman
tertentudengan bertambahnya volume piknometer.keoptimuman ini terletak pada sekitar isi
ruang 30ml.
b. Metode Neraca Mohr-westphal
Benda dari kaca yang dibenamkan tergantung pada balok timbnagn yang ditoreh menjadi
10 bagian sama dan disetimbangkan dengan bobot lawan, keuntungan metode ini adalah
penggunaan waktu yang singkat dan mudah dilakukan.
c. Metode Neraca Hidrostatik
Metode ini berdasarkan hukum archimedes sutu benda yang dicelupkan kedalam cairan
akan kehilangan massa sebesar berta volume cairan yang terdesak.
d. Metode Aerometer
Penentuan kerapatan dengan metode aerometer berskala (timbnagan benam, sumbu)
didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung gelas tercelup yang sepihak
diberati dan pada kedua ujung yang ditutup pelelehan.
2.4 Tekstur
Analisa tekstur (kekerasan) bahan pangan menggunakan alat yakni Pnetometer. Alat ini
merupakan alat yang digunkan untuk mengukur tingkat kekerasan atau tekstur suatu bahan
dengan prinsip mengukur kedalaman jarum penusuk. Oleh karena itu, pnetometer
dilengkapi jarum penusuk dan penyangga beban maka kedalaman tusukan semakin keras
demikian sebaliknya semakin dalam jarum masuk kedalam bahan semakkin lunak
bahannya. (Bird,2001)
Tekstur merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan sifta-sifat mekanis,
geometris dan bentuk permukaan yang tampak pada bahan pangan tersebut sifat-sifat
mekanis yang mempengaruhi tekstur suatu bhan pangan yaitu meliputi hardness,
fractobility, chewiness, dan springiness. Sedangkan sifat-sifat geometris yang
mempengaruhi tekstur meliputi segala hal yang berhubungan dengan size, shape, dan
susunan partikel dalam produk. (Schroder, 2003)
2.5 Viskositas
Viskositas(kekentalan) dapat dianggap suatu gesekandibagian dalam suatu fluida. Karena
adanya viskositas ini maka untuk menggerakkan salah satu lapisan fluida diatasnya lapisan
lain haruslah dikerjakan gaya karena pengaruh gaya F, lapisan zat cair dapat bergerak
dengan kecepatan V, yang harganya semakin kecil untuk lapisan dasar sehingga timbul
gradien kecepatan.baik zat cair maupun gas mempunyai viskositas hanya saja zat cair lebih
kental (viscous) daripada gas tidak kental (mobile). (Martoharsono, 2006)
Viskositas cairan akan menimbulkan gesekan antara bagian-bagian atau lapisan-lapisan
cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang terjadi
ditimbulkan oleh gaya kohesi dalam zat cair.sedangkan viskositas gas ditimbulkan oleh
peristiwa tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul gas. Beberapa cairan ada yang
dapat mengalir lambat jadi, viskositasnya tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya
suatu cairan. (Yazid, 2005)
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN METODE KERJA
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum analisis karakter fisik hasilpertanian yakni jangka
sorong, petridish, piknometer, pnetometer, viskometer, handrefraktometer, beaker glass
600ml.

3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum analisis karakter fisik hasil pertanian yakni
tepung terigu, tepung beras, tepung beras ketan, tepung tapioka, garam, tomat mentah,
tomat setengah matang, tomat matang, jelly, larutan gula 20%, larutan gula 40%, larutan
gula 60%, susu, dan minyak.

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Pengukuran Densitas Kamba
1. Menghitung dan mengukur volume petridish.
2. Mengisi Petridish dengan bahan hingga penuh.
3. Menimbang berat petridish beserta isinya.
4.Menghitung Densitas.
Rumus :
Density Bulk = (massa bahan)/(volume petridish)
3.3.2 Pengukuran Bobot Jenis
1. Menimbang Piknometer kosong dan mencatat hasilnya
2. Mengisi piknometer dengan bahan sampai batas tanda.
3. Menimbang piknometer yang berisi bahan dan mencatat hasilnya
4. Menghitung bobot jenisnya
Rumus :
BJ = (massa bahan)/(volume piknometer kosong)

3.3.3 Pengukuran Tekstur Bahan


1. Memastikan mata ayam tepat dibulatan hitam
2. Memasang jarum penusuk.
3. Mengatur jarum penunjuk pada sikap nol.
4. Menaikkan batang penyangga beban dengan menggunakan kunci pemegang jarum.
5.Meletakkan bahan pada dasar alat.
6. Mengatur jarum penusuk tepat diatas bahan tanpa melukai permukaan bahan
7.Menarik kunci pemegang jarum sehingga jaru menusuk bahan.
8. Menekan batang pengatur jarum penunjuk dan mengukur jarak tembus jarum.
9. Menghitung tekstur
Rumus :
Tekstur : rata-rata x 1/10

3.3.4 Pengukuran Viskositas


1. Menuang bahan kedalam beaker glass.
2. Memilih spindel dengan menyesuaikan tingkat kekentalan bahan.
3. Memasukkan pangkal spindel kedalam lubang penghubung rotor.
4. Menurunkan spindel hingga batas kedalam bahan.
5. Memutar spindel dengan kecepatan tertentu hingga stabil.
6. Membaca skala yang ditunjuk pada dial reading.
7. Menghitung viskositas bahan
Rumus :
Viskositas (cps) = skala x faktor

3.3.5 Pengukuran Total Padatan terlarut


1. Meneteskan air bahan pada flat iluminator.
2. Melihat skala yang ditunjuk.
3. Membersihka kaca flat iluminator jika sudah selesai.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel.1 Pengukuran Densitas Kamba

Bahan Vol.Petridish (cm) Massa bahan Densitas Kamba

Tp. Beras 79.9 37.393 0.468

Tp. Beras Ketan 112.9 54.061 0.478

Tp. Tapioka 104.1 43.623 0.419


Tp. Terigu 101.6 56.364 0.554

Garam 108.4 90.839 0.838

Rumus perhitungan :
Volume Petrisdish = .r
Density Bulk =(massa bahan)/(volume petridih)
= 56.364/101.6
= 0.554

Tabel.2 Pengamatan Bobot jenis

Massa pikno-meter Massa akhir


Bahan kosong(mp) (ma) Vol. piknometer BJ

Air 32.116 81.595 50ml 0.989

Susu 31.77 82.23 50ml 1.0092

Minyak 20.827 43.506 25ml 0.907

Lar. Gula I 28.382 83.836 50ml 1.1

Lar. Gula II 29.132 94.325 50ml 1.3

Rumus Perhitungan:
BJ () = (ma-mp)/(vol.piknometer)
= (94.325-29.132)/50ml
= 1.3 grml

Tabel.3 Pengamatan Tekstur


percobaan

Bahan I II III IV Rata-rata Tekstur(mm)

Tomat Mentah 56 49 59 54,6 5,46

TomatMatang 478 579 258 438,3 43,83

Tomat matang 180 346 85 203,67 20,367

Jelly II 321 323 275 277 299 29,9

Jelly II 605 603 603 604 604 60,4

Perhitungan
Rata-rata = (jumlah nilai tekstur)/(banyaknya percobaan)
= (56+49+59)/3
= 54,6
Tekstur = Rata-rata x 1/10
= 54,6 x 1/10
= 5,46

Tabel.4 Pengamatan Viskositas

Bahan Skala Faktor Viskositas (cps)

3,6 200

Air 3,4 100 530

Lar. Gula 20% 3 40 120

3,5 200

Lar. Gula 40% 3,5 100 525


Lar. Gula 60% 3,5 200 700

Susu 1,5 200 300

Perhitungan :
Viskositas (cps) = skala x faktor

Tabel.5 Pengamatan total padatan terlarut

Bahan TAT (Brix)

Tomat mentah 4

TomatMatang 4,5

Tomat matang 4,6

Lar. Gula I 45

Lar. Gula II 63

4.2 Pembahasan
Percobaan desnsitas kamba, alat yang digunakan berupa petridish yang kemudian di isi
bahan hingga penuh. Hasil perhitungan didapat dari perbandingan massa bahan dengan
volume petridish kosong. Pada berbagai jenis tepung didapatkan hasil yang tidak jauh beda
dari masing-masing jenis yakni sekitar 0,4-0,5 dan garam didapatkan hasil 0,838. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Wirakarta (1992), bahwa densitas kamba dari bahan makanan
yang berupa bubuk berkisar 0,3-0,8 gr/ml.
Percobaan pengamatan bobot jenis menggunakan metode piknometer, dimana ditimbang
terlebih dahulu piknometer kosong dan piknometer yang berisi zat yang akan diuji. Selisih
dari penimbangan merupakan massa zat cair, dan untuk menegtahui bobot jenis dari zat
cair tersebut maka menggunakan perbandingan antara massa zat cair dengan volume
piknometer yang tertera pada alat. Dari hasil praktikum didapat bobot jenis dari air 0,989
gr/ml. Hal ini berselisih sedikit dengan bobot jenis air yang sebenarnya yakni kisaran
0,99718gr/ml (Lachman, 1994). Bobot jenis susu didapat 1.0092 gr/ml. Variasi bobot jenis
susu berkisar 1,0135-1.0510 karena biasanya perusahaan pemerahan yang mempunyai
berbagai jenis sapi mencampur air susu hasil pemerahannya (Adhan, 1984). Bobot jenis
susu sekurang-kurangnya 1,028 gr/ml (Darmadja, 1993). Percobaan perhitungan bobot
jenis minyak didapatkan hasil 0.907 gr/ml. Bobot jenis dari minyak berbeda-beda
tergantung pada bahan dasar yang digunakan, akan tetapi bobot jenis minyak berkisar
0,945-0,985 gr/ml (Lachman ,1994). Larutan gula, bobot jenis yang didapat saat praktikum
yakni 1,1 gr/ml an 1,3 gr/ml pada konsentrasi yang berbeda.
Percobaan pengamatan tekstur bahan menggunakan tomat dengan berbagai tingkat
kematangan yakni tomat mentah, tomat setengah metang, dan tomat matang serta jelly
dengan tingkat kekerasan yang berbeda. Didapatkan hasil pada tomat mentah bertekstur
senilai 5.46 mm, tomat setengah matang 43,83 mm, dan tomat matang 20,367mm.
Indikator kemasakan dan mutu buah terdapat pada warna kulit, bentuk, dan ukuran buah,
berat jenis, seta tekstur buah (Gardjito, Wardana, 2003). Pada jelly didapatkan hasil 29,9
dan 60,4mm.
Percobaan pengamatan viscositas menggunakan viskometer brookfield. Bahan yang diuji
adalah air, larutan gula dengan berbagai konsentrasi (20%, 40%, 60%) dan susu. Hasil
yang didapat adalah pada air viskositasnya 530cps, larutan gula 20% 120cps, larutan gula
40% 525 cps, larutan gula 60% 700cps serta pada susu 300cps. Adanya bahan tambhan
pada zat cair akan meningkatkan viskositas cairan, makin kental suatu cairan maka makin
besar gaya yang dibutuhkan bahan untuk mengalir pada kecepatan tertentu (Bird, 2001)
Percobaan pengamatan total padatan terlarut menggunakan alat Hand-Refraktometer dan
bahan yang digunakan adalah tomat dengan berbagai tingkat kemasakan dan larutan gula
dengan konsentrasi yang berbeda. Hal yang dilakukan pertama kali adalah meneteskan
cairan bahan pada kaca flat iluminator maka akan langsung terlihat skala yang ditunjuk.
Pada tomat mentah didapatkan hasil total padatan terlarut 4Brix, tomat setengah matang
4,5Brix, tomat matang 4,6Brix. Buah yang masih muda mempunyai kandungan gula yang
relatif sedikit dan sedikit asam, yang menyebabkan perbandingan total zat terlarut dengan
asam tinggi, dengan semakin masaknya buah total paatan terlarut bertambah (Pantastico,
1989)
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum analisa pangan II dengan judul Analisi Karakter fisik Hasil Pertanian,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Densitas kamba pada bahan yang berbentuk bubuk berkisar 0,3-0,8 gr/ml
2. Bobot jenis air senilai 0,989 gr/ml, bobot jenis susu berkisar 1,0135-1,0510 gr/ml, bobot
jenis minyak berkisar 0,945-0,985 gr/ml, bobot jenis larutan gula bergantung seberapa
besar konsentrasi nya
3. Testur buah tergantung pada tingkat kemasakn buah, semakin masak buah semakin
besar nilai tekstur nya.
4. Semakin banyak bahan tambahan pada suatu zat cair maka semakin besar pula
viskositas nya karena semakin besarnya daya zat cair untuk mengalir.
5. Semakin masak buah semakin besar total padatn terlarutnya karena semakin tinggi nya
kandungan gula.

DAFTAR PUSTAKA
Ade, B.I.O,B.A.Akiwande,I.F.Bulariniwa and A.OO Adeblyi. 2009. Evaluation of Tigernut
(cyperus esculatus)-wheat Composite Flour and Bread. African Journal of food science. 12:087-092
Adhan,Moch. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air susu. Jakarta: Andi Press
Ansel,H.C. 2004.Kalkulasi Farmasehl. Jakarta: EGC
Bird, Tony. 2001. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia
Darmadja,D. 1993. Pengantar pertanian dari Daerah Tropis. Yogyakarta: Gadjahmada
University
Gardjito,Murdjati dan Agung Setya Wardana. 2003. Hortikultura, Teknik Analisis
Pascapanen.Yogyakarta: Transmedia Global Wacana
Kanoni, Sri. 1999. HandOut ViskositasTPHP. Yogyakarta: Gadjahmasa University
Khatir, Rita. 2006. Penuntun Praktikum fisiologi dan Teknologi Penanganan Pascapanen.
Faperta_UNSYIAh. Banda Aceh
Lachman. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia
Martoharsono, Soemanto. 2006. Biokimia I. Yogyakarta : Gadjahmada University
Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah dan Sayuran Tropika dan
Subtropika.Yogyakarta: Gadjahmada University
Respati, H. 2000. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Schroder, M. 2003. Food Quality Consumer Value. NewYork: Springer
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Wirakarta, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi Press
Share this:

Twitter

Facebook

Google

PENGUKURAN KELUNAKAN BUAH DAN SKALA WARNA
PADA BUAH TOMAT

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Buah-buahan dan sayuran setelah panen akan tetap


melangsungkan proses pemasakan sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan fisik dan kimia didalam bahan. Tomat merupakan komoditas hortikultura yang
rentan terhadap kerusakan. Hal ini disebabkan aktivitas metabolisme yang masih berlanjut.
Selama proses tersebut berlangsung akan terjadi proses-proses deteriorasi yang
mengakibatkan kehilangan hasil pada buah sehingga buah cepat rusak. Kehilangan pasca
panen yang terjadi di daerah tropis berkisar antara 5-50%. Salah satu proses yang terjadi
selama pemasakan buah setelah panen adalah penurunan kekerasan (pelunakan) dan
perubahan warna.
Pelunakan kulit dan daging buah termasuk dalam beberapa perubahan sifat fisik selama
pemasakan buah (Pantastico, 1989). Pelunakan buah terjadi karena adanya perubahan
komposisi senyawa-senyawa penyusun dinding sel (Wills et al., 1989). Pengukuran
kekerasan/kelunakan buah dapat dilakukan secara kulaitatif dengan cara menekan dengan
jari atau secara kuantitatif dengan penetrometer. Prinsip kerja dari alat ini adalah mengukur
kedalaman tusukan dari jarum penetrometer per bobot beban tertentu dalam waktu tertentu (
mm/g/s).


Perubahan warna memperlihatkan indikasi kematangan pada buah. Perubahan tersebut
ditandai dengan hilangnya warna hijau akibat adanya degradasi klorofil (Wills et al., 1989),
dan aktifitas dari pigmen lainnya seperti likopen (antosianin), flavonoid, dan karotenoid
(Winarno dan Arman, 1981) selama pemasakan. Pada jenis buah tertentu telah
dikembangkan skala warna yang menunjukan indeks kematangan buah sehingga data
menjadi kuantitatif dan dapat diolah secara statistik.


Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelunakan dan skala warna pada buah
tomat dengan berbagai tingkat kematangan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum pengukuran kelunakan buah dan skala warna pada buah tomat dilakukan di
Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada hari Kamis tanggal 27 September 2012.


Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah penetrometer dan chart skala warna.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah beras tiga buah tomat dengan perbedaan
tingkat kematangan yaitu green, turning dan light red.

Metode Pelaksanaan
Penentuan skala warna
Buah tomat yng disediakan ditentukan tingkat kematangannya dengan cara mencocokan
warna buah sesuai dengan skala warna yang tertera pada chart skala warna buah tomat.
Buah di susun dari skala warna terkecil hingga terbesar. Dimulai dari green, breakers,
turning, pink, light red dan red, dan selanjutnya di foto untuk kebutuhan dokumentasi.

Pengukuran kelunakan buah
Pengukuran kelunakan buah tomat diuji dengan alat penetrometer. Pengukuran dilakukan
pada tiga buah tomat dengan tingkat kematangan green, turning dan green light. Masing-
masing buah di ukur pada tiga tempat yaitu pangkal, ujung dan tengah. Cara kerja alat
penetrometer dimulai dengan mengatur beban seberat 50 gram selanjutnya atur jarum
penunjuk skala kedalam tusukan ke angka nol. Waktu yang digunakan dalam pengujian
dilakukan selama 5 detik. Tempatkan buah dibawah jarum sehingga ujung jarum menempel
pada buah tapi tidak menusuk kulit buah. Pencet tombol start dan tunggu hingga berhenti.
Selanjutnya baca jauhnya skala penanda bergeser dari angka nol.

TINJAUAN PUSTAKA
Pasca panen tomat

Pemanenan produk hortikultura berbeda dengan pemanenan tanaman pangan.


Hal ini dikarenakan pemanenan produk hortikultura memiliki perbedaan antar komoditas dan tujuan
pemanenannya. Pemanenan produk hortikultura harus mempertimbangan mutu produk karena mutu
menjadi penentu harga pasar produk. Konsumen biasanya memperhatikan nilai mutu suatu buah
didasarkan pada penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan zat gizi. Secara keseluruhan
kualitas buah dipengaruhi oleh penampilan (ukuran, bentuk, warna, kilapan dan cacat), tekstur
(kekerasan, kelembutan, dan serat), flavour (rasa dan aroma), nilai nutrisi (karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral), dan keamanannya yaitu keamanan dari kandungan senyawa toksik dan mikroba
(Kader, 1992). Zulkarnain (2010) mengungkapkan bahwa mutu produk hortikultura dibedakan atas
kondisi dan penampakan. Kondisi produk mencerminkan adanya penyakit, kerusakan maupun
kelainan fisiologis, sednagkan penampakan mengacu pada sifat visual produk seperti warna, bentuk
dan ukuran.
Selama proses pematangan, tomat akan mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun
kimia. Perubahan secara fisik yang terjadi diantaranya adalah perubahan warna kulit, ukuran,
perubahan tekstur serta kekerasan buah. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan mutu,
kondisi dan penampakan buah tomat sehingga menurunkan harga jualnya.

Kelunakan buah tomat



Salah satu perubahan yang akan terjadi pada buah setelah dipanen adalah tingkat kelunakan buah.
Kondisi ini terjadi karena adanya perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut.
Jumlah zat-zat pektat selama pematangan buah akan meningkat. Selama pematangan buah kandungan
pektat dan pektinat yang larut akan meningkat sehingga ketegaran buah akan berkurang (Matto et al.,
1989).
Menurut Hobson dan Grierson(1993), buah tomat akan menjadi lunak disaat terjadi reduksi galactan,
araban dan polyurodin di dinding sel. Zat-zat yang ada pada dinding sel akan terdegradasi sehingga
dinding sel akan lunak.
Menurut Zulkarnain (2010), selama pematangan buah akan menjadi lunak dan kadar bahan-bahan
pectin meningkat. Hal ini dikarenakan pelarutan pectin memengaruhi sifat-sifat fisik dinding sel yang
berdampak pada integrasi structural buah. Proses ini akan semakin cepat jika buah berada pada suhu
yang tinggi.

Skala warna buah tomat


Pematangan buah tomat dapat diketahui dengan melihat perubahan warna kulit buah tomat. Warna
kulit buah tomat akan berubah dari hijau penuh (green) menjadi merah penuh (red). Klasifikasi
perubahan warna kulit tomat dapat dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 1. Klasifikasi pematangan buah tomat
Simmonds (1989) menyatakan selama proses pematangan warna kulit akan mengalami perubahan dari
hijau gelap menjadi berwarna kuning/merah. Hal tersebut terjadi karena klorofil mengalami degradasi
disertai menurunnya konsentrasi klorofil dari 50-100 mg/kg pada kulit pisang hijau menjadi nol pada
stadia matang penuh. Hobson dan Grierson (1993) menjelaskan perubahan warna pada tomat terjadi
karena klorofil dalam jaringan rusak.


HASIL DAN PEMBAHASAN



Hasil

Tabel 1. Data kelunakan tomat berdasarkan tingkat kematangan dari enam kelompok

Tingkat Kematangan Kelunakan (mm/g/5s)
Kelompok Ulangan MG B T P R R P T U
U1 19 22 19
A1 U2 33 36 38
U3 80 91 38
U1 15 7 17
A2 U2 43 33 54
U3 45 66 72
U1 17 17 24
A3 U2 28 32 27
U3 56 61 71
U1 16 19 26
A4 U2 23 23 24
U3 76 82 50
U1 23 13 14
A5 U2 38 31 35.5
U3 62 44 66
U1 25 20 21
A6 U2 44 42 60
U3 81 82 75
Keterangan tingkat kematangan :
MG : Mature green; B : Breaker; T : Turning; P : Pink; LR : Light Red; R : Red
P : Pangkal; T : Tengah; U : Ujung;

Tabel 2. Rata-rata kelunakan tomat berdasarkan tingkat kematangan
Tingkat Kelunakan (mm/g/5s)
Kematangan P T U
MG 19.17 16.33 20.17
B 38 31 35.5
T 34.7 33.7 39.7
P 33.5 32.5 42
LR 66.67 71 62

Pembahasan

Pada praktikum pasca panen kali ini dilakukan dua kegiatan sekaligus yaitu menentukan
indeks skala warna pada masing-masing sample buat tomat yang diberikan serta menguji
tingkat kelunakan buah tomat tersebut. Kegiatan penentuan indeks skala warna dilakukan
dengan mengamati dan membandingkan secara langsung sample buah tomat dengan
standar indeks skala warna yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengklasifikasian tingkat
kombinasi antara warna merah dan hijau serta guratan yang ada pada sisi tomat, maka
diperoleh hasil lima skala warna pada sample buah tomat yaitu mature green (matang
hijau), breaker, turning, pink, dan light red. Perbedaan indeks skala warna tersebut
menunjukkan adanya perbedaan tingkat kematangan pada masing-masing sample buah
tomat.
Warna buah tomat disebabkan oleh pigmen yang dikandungnnya seperti klorofil, karoten dan
likopen (Winarno dan Wirakartakusuma, 1979). Perubahan warna yang terjadi selama
proses pematangan disebabkan oleh adanya proses degradasi maupun proses sintesis dari
pigmen-pigmen tersebut misalnya degradasi klorofil yang diikuti dengan munculnya pigmen
likopen. Menurut Eskin et al. (1971), perubahan warna yang terjadi juga dipengaruhi oleh
peningkatan laju respirasi dan perubahan tekstur buah tomat.
Kegiatan kedua yang dilakukan adalah menentukan tingkat kelunakan dari masing-
masing sample buah tomat yang memiliki perbedaan tingkat kematangan. Penentuan tingkat
kelunakan dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Setiap sample buah tomat
dilakukan tiga kali ulangan yaitu penusukan pada bagian pangkal, tengah dan
ujung. Parameter yang diukur adalah kedalaman penusukan jarum terhadap buah tomat
(mm/g/5s). Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kelunakan buah maka buah
tersebut semakin lunak.
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil bahwa pada tingkat kematangan mature
green menunjukkan nilai yang paling kecil yaitu 19.17 mm/g/5s (pangkal), 16.33 mm/g/5s
(tengah), dan 20.17 mm/g/5s (ujung), sedangkan nilai kelunakan buah tertinggi yaitu saat
tomat memiliki tingkat kematangan light red dengan nilai kelunakan pada pangkal, tengah,
ujung secara berturut-turut yaitu 66.67 mm/g/5s, 71 mm/g/5s dan 62 mm/g/5s. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai kelunakan buah dipengaruhi oleh dengan tingkat kematangan
buah. Semakin matang buah maka nilai kelunakan buah semakin tinggi, sedangkan nilai
kekerasan akan semakin kecil. Kondisi ini terjadi karena adanya perombakan protopektin
yang tidak larut menjadi pektin yang larut. Jumlah zat-zat pektat selama pematangan buah
akan meningkat. Selama pematangan buah kandungan pektat dan pektinat yang larut akan
meningkat sehingga ketegaran buah akan berkurang (Matto et a., 1989). Muchtadi (1992)
menyatakan penurunan kekerasan pada buah tomat terjadi akibat terjadinya depolimerisasi
karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding sel sehingga akan melemahkan dinding sel dan
ikatan kohesi antar sel sehingga viskositas sel menurun dan tekstur tomat menjadi lunak.
Menurut Apandi (1984) perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi
lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan akibat respirasi dan transpirasi. Proses
kelayuan ini merupakan masa senescence atau penuaan yang disusul dengan kerusakan
buah. Adanya proses respirasi dan transpirasi menyebabkan buah dan sayur kehilangan air
akibat berkurangnya karbon dalam proses respirasi. Jika air di dalam sel berkurang maka sel
akan menjadi lunak dan lemas.
Berdasarkan tabel 2 juga dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kelunakan pada ujung lebih
besar dibandingkan dengan pangkal dan tengah, sedangkan nilai kelunakan pada bagian
tengah adalah nilai terkecil. Hal ini menunjukkan bahwa tomat matang pada bagian ujung,
pangkal kemudian tengah buah.


DAFTAR PUSTAKA
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni.Bandung.
Hobson, G.E. and Grierson, D. 1993. Tomato. In Burg, S.P. (Ed.). Postharvest Physiology
and Hypobarie Storage of Fresh Produce. CABI Publishing. USA.
Kader, A. A.1992. Postharvest biology and technology. p. 15-20. In A. A. Kader (Ed.).
Bananas and Plantains. Postharvest Technology of Horticulture Corps. Agriculture ang
Natural Resources Publication, Univ. of California. Bakerley.
Matto, A. K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata dan C. T Phan. 1989.
Perubahan-perubahan kimiawi selama pematangan dan penuaan, p. 160-197. Dalam Er. B.
Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan dari Postharvest Physiology, Handling
and Utilization Tropical and Sub-tropical Fruits and Vegetables. Diterjemahkan oleh
Kamariyani. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Muchtadi, D.1992. Fisiologi Pascapanen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen.

Pantastico, Er.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika (Terjemahan Kamariyani). Gajahmada
University Press. Yogyakarta. 409 hal.

Setijorini, L. E. 2000. Aplikasi Poliamin Prapanen untuk Mempertahankan Kualitas Buah


Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Setelah Panen. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB.
Bogor. Setijorini, L. E. 2000. Aplikasi Poliamin Prapanen untuk Mempertahankan Kualitas
Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Setelah Panen.Tesis. Program Pasca Sarjana.
IPB. Bogor.
Simmonds, N. W. 1966. Banana. 2nd Edition. Longman Inc, New York. 446 p.
Wills, R.B.H., W.B. McGlasson, D. Graham, T.H. Lee, and E.G. Hall. 1989. Postharvest: An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. An Avi Book, Van
Nostrand Reinhold. New York. 164p.

Winarno, F.G. dan M. Arman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta. 97 hal.

Zulkarnain, H. 2010. Dasar-dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta. 336 hal.

Anda mungkin juga menyukai