Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PATI

“SWELLING POWER DAN SOLUBILITY”

Oleh
Heri Wiranto Samosir
J1A115043

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebanyakan karbohidrat yang kita makan ialah tepung/ amilum/ pati, yang
ada dalam gandum, jagung, beras, kentang, padi-padian, buah-buahan dan sayuran.
Karbohidrat pada tumbuh-tumbuhan dibentuk dari proses fotosintesis pada daun dari
CO2 dan H2O. Karbohidrat adalah hasil alam yang melakukan banyak fungsi penting
dalam tubuh mahkluk hidup.
Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan, terutama dalam
hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih
dari 80% tanaman pangan terdiri dari bijibijian atau umbi-umbian dan tanaman
sumber pati lainnya.
Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang
sering disebut sebagai granula. Granula pati tidak larut dalam air pada temperatur
ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau
dan tidak berasa. Bentuk dan ukuran granula pati berbeda-beda tergantung dari
sumber tanamannya dan merupakan karakteristik setiap jenis pati. Ukuran granula
pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil, dan sebaliknya dengan
yang besar.
Karakteristik pati dapat dilihat dari pembengkakan granula (swelling power),
kelarutan (Solubility), dan Persentase (%) Transmitan. Maka dari itu penting untuk
mengetahui karakteristik pati yaitu pada nilai swelling power dan solubility untuk
penggunaan dan pemanfaatan pati lebih lanjut.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pembengkakan granula (swelling
power) dan kelarutan (solubility) pati singkong yang telah di olah pada praktikum
sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pati
Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang jumlahnya cukup banyak
dalam suatu bahan pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam air, diikuti
dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian, dan pengeringan. Secara fisik,
pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati lebih putih dan lebih halus. Sebagai
bahan pangan, pati merupakan sumber energi, yang menghasilkan energi 4 kkal/gram.
Homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik ini merupakan komponen utama
dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati banyak digunakan dalam berbagai produk
pangan, antara lain sebagai bahan pengikat, pengental, pembentuk gel, emulsifier,
enkapsulasi, pembentuk film, pembentuk tekstur, agensia penstabil (stabilizer) dan
lain-lain.
Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk granula
pati ialah semikristal yang terdiri dari unit amorphous. Menurut Hodge dan Osman
(1976), bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena
itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain
adalah bentuk granula, lokasi hilum, letak birefringence, serta permukaan granulanya.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan _-glikosidik. Pati
disusun oleh unit D-glukopiranosa. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut
amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan engan ikatan _-(1,4)-
D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan
cabang, dengan ikatan _-(1,6)-D-glukosa (Winarno, 1995). Pada umumnya pati
mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa.
Menurut Winarno (2004), Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan
oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin.
Amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer -D-glukosa yang
berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan
amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran
derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati.
Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan
fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran
amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).
Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses
mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya
pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras,
pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas.
Granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa apabila
dalam keadaan murni. Granula pati memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi.
Bentuk, ukuran, dan sifat granula pati tergantung dari sumber patinya, ada yang
berbentuk bulat, oval, atau tak beraturan (Koswara, 2006).

2.2 Karakteristik Pati


2.2.1 Pembengkakan Granula (Swelling Power)
Pembengkakan granula atau swelling power merupakan suatu sifat yang
menunjukkan volume dan berat maksimum pati meningkat selama mengalami
pengembangan di dalam air. Swelling power juga dapat diartikan yaitu suatu sifat
yang mencirikan daya kembang suatu bahan, dalam hal ini kekuatan tepung untuk
mengembang. Swelling power terjadi karena adanya ikatan non kovalen antara
molekul-molekul pati. Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan
hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat
pemanasan sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus
mengembang sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimal yang
dapat dicapai oleh granula pati (Swinkels, 1985).
Ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya
mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah
molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka
semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan
akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi,
granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa (Fleche, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembengkakan granula antara lain
perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul.
Degradasi pati menghasilkan rantai amilosa dan amilopektin yang semakin pendek
sehingga jaringan internal granula pati akan melemah dan mudah menyerap air,
selanjutnya granula pati mengembang dan akan meningkatkan pembengkakan
granula (swelling power) (Odedeji dan Adeleke, 2010).

2.2.2 Kelarutan (Solubility)


Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukur berat supernatan
yang telah dikeringkan dari hasil pengukuran pembengkakan granula (Pomeranz,
1991). Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa terutama yang
memiliki rantai pendek akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Semakin
tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati.
Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu (Pomeranz, 1991). Pati
singkong memiliki kelarutan 15-35% tergelatinisasi pada suhu 75-88oC untuk granula
berukuran kecil (Moorthy, 2004).
Hasil penelitian Widyasaputra (2013) menunjukkan bahwa nilai kelarutan
pada tepung ubi jalar fermentasi dengan lama fermentasi yang dilakukan cenderung
berubah-ubah, hal ini terjadi karena semakin lama fermentasi maka semakin banyak
molekul pati yang dihidrolisis menjadi gula sederhana kemudian dihidrolisis kembali
menjadi asam-asam organik.
2.2.3 Persentase (%) Transmittan
Pengukuran persentase transmitan merupakan metode yang paling mudah
dan murah untuk melihat kecenderungan retrogradasi pasta pati. Persentase
transmitan dapat diperoleh dengan uji kejernihan pasta. Menurut Otegbayo et al.
(2009), kejernihan pasta terkait dengan retrogradasi dimana penurunan nilai
transmitan menunjukkan kecenderungan retrogadasi dari pasta pati. Retrogradasi
adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Beberapa
molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas,
meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang
ada di sekitarnya.
Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang
fleksibel dan tidak kaku namun jika sudah dingin, energi kinetik tidak lagi cukup
tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu
kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan
dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian
mereka menggabungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semacam
jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 2002). Menurut
Swinkles (1985), retrogradasi pasta pati atau larutan pati memiliki beberapa efek
yaitu peningkatan viskositas, terbentuknya kekeruhan, terbentuknya lapisan tidak
larut dalam pasta panas dan terbentuknya gel.
Menurut Balgopalan et al. (1988), pati alami yang memiliki swelling power
tinggi dan kecenderungan retrogradasinya rendah memiliki kejernihan pasta yang
tinggi. Suspensi pati alami dalam air berwarna buram (opaque), namun proses
gelatinisasi pada granula pati dapat meningkatkan transparansi larutan tersebut. Hasil
penelitian Suriani (2008) menyatakan bahwa nilai kejernihan pasta pati garut
termodifikasi lebih kecil dibandingkan dengan pati garut tanpa modifikasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa minggu genap pukul 15.00-
selesai dan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah oven, aluminium foil,
timbangan analitik, refrigator, loyang tertutup, thermometer, blender, ayakan 100
mesh. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pati singkong

3.3 Prosedur Kerja


Pertama disiapkan alat dan bahan, kemudian ditimbang berat tabung dan
sebanyak 0,5 gram sampel pati dimasak dengan menggunakan 20 ml air pada suhu
65dan 85℃ selama ±30 menit. Setelah itu sampel didinginkan segera hingga
mencapai suhu ruang kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung sentrifuse, lalu
disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Dituangkan supernatant
kedalam cawan petri, kemudian dikeringkan pada suhu 105℃, lalu ditimbang.
Dilakukan perhitungan swelling power dan solubility dengan menggunakan rumus
yang telah disediakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Hasil perhitungan swelling power dan solibility pati singkong
No Suhu Air Swelling Power Solubility
1 65℃ 5885,8 gr/gr 8,06%
2 85℃ 6741,6 gr/gr 10,87%

4.2 Pembahasan
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran,
maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang,
sagu, ubi kayu, ganyong, pisang dan sorgum.
Swelling power merupakan karakteristik pembengkakan granula pati yang
didominasi oleh amilopektin, sementara amilosa bertindak seperti inhibitor terjadinya
pembengkakan granula. Solubility yang merupakan peristiwa pelarutan amilosa
keluar granula diketahui juga terjadi pada granula belum pecah, hal ini ditandai
dengan adanya amilosa yang terdeteksi pada pemanasan suspense pati pada suhu 50-
85℃.
Terdapat dua cara menghitung swelling power dan solubility namun metode
pengukurannya menggunakan prinsip yang sama pati yag diketahui berat pengukuran
air berlebih (biasanya 1% W/V). Pemanasan dilakukan pada suhu tertentu dan lama
pemanasan tertentu (biasanya 20 menit). Berat pati yang telah menyerap air
dipisahkan dari sisa air yang tidak terserap melalui proses sentrifugasi. Swelling
power dapat dihitung tanpa mempertimbangkan kadar air awal dan jumlah pati yang
terlarut selama pemanasan.
Pada praktikum swelling power dan solubility digunakan jenis pati yang sama
untuk setiap kelompok. Berdasarkan hasil pengamatan didapat bahwa nilai swelling
power merupakan karakteristik yang dimiliki oleh amilopektin , sementara amilosa
bertindak seperti inhibitor terjadinya pembengkakan granula. Solubility adalah
parameter yang berkaitan dengan keberadaan molekul air seperti amilosa. Perbedaan
nilai swelling power dan solubility yang didapat untuk setiap kelompok ini mungkin
disebabkan oleh adanya perbedaan rantai amilosa dan amilopektin pada struktur pati
tersebut. Nilai swelling power yang lebih tinggi dibandingkan nilai solubility ini
disebabkan adanya perbedaan jumlah amilosa dan amilopektin pada pati tersebut. Pati
yang digunakan tersebut lebih banyak mengandung amilopektin disbanding amilosa
sehingga nilai swelling powernya lebih besar.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Nilai swelling power yang diperoleh dari suhu 65℃ terhadap pati singkong yaitu
5885,8 gr/gr. Nilai swelling power yang diperoleh dari suhu 85℃ terhadap pati
singkong adalah 6741,6 gr/gr. Kelarutan (Solubility) pati singkong pada suhu 65℃
memiliki nilai 8,06%. Kelarutan (Solubility) pati singkong pada suhu 85℃ memiliki
nilai 10,87%. Perbedaan nilai swelling power dapat terjadi karena adanya perbedaan
kadar amilosa dan amilopektin.Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula
pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak
mengeluarkan amilosa.

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum dilakukan dengan sesuai prosedur yang ada, agar
didapatkan hasil yang sesuai pada praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adeleke, R.O. dan J.O. Odedeji, 2010. Functional properties of wheat and sweet
potato flour blends. Pakistan J. Nutrition 9 (6) : 535-538.
Fleche G. 1985. Chemical Modifikation and Degradation of Starch, Di dalam G.M.A.
Van Beynum dan J.A. Roels ed Starch conversion technology. London:
Applied Science Publ.
Hodge, J.E, dan E.M. Osman, 1976. Carbohydrates, didalam Food Chemistry. D.R.
Fennema, ed. Macel Dekker, inc. New York dan Basel.
Koswara, 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ.1959. Structure of The Starch Granules.
Cereal Chem. 36 : 534 – 544
Li, J.Y. dan Yeh, A.I., 2001. Relationships Between Thermal, Rheological
Characteristics and Swelling Power for Various Starches. Journal of Food
Engineering, 50: 141–148
Moorthy, E., 2004. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) .URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2924 5/4/Chapter%20II.pdf,
diakses pada tanggal 13 mei 2016.
Murillo, dkk. 2008. Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics
of Oxidized Barley and Corn Starches. Starch/ Starke Vol 60. 634 - 645.
Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. United States of America : Delmar,
Thomson Learning.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego :
Academic Press Inc.
Swinkels, 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam: G.M.A.V.
Beynum dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker,
Inc., New York
Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka.
LAMPIRAN

a. Perhitungan
 Suhu 65℃
- Berat tabung kosong = 6,4 gram
- Berat cawan petri kosong = 31,897 gram
- Supernatan kering = 32,11 gram
- Sedimen basah = 11,52 gram
(11,52−6,4)𝑔𝑟𝑎𝑚
- Swelling power = [0,5(32,11−31,697) × 100%
5,12
= 0,5−0,413 × 100%
5,12
= 0,087 × 100%

= 5885,8 %
0,413
- Solubility = × 100%
5,12

= 8,06%

 Suhu 85℃
- Berat tabung kosong = 6,52 gram
- Berat cawan petri kosong = 33,08 gram
- Supernatan kering = 33,52 gram
- Sedimen basah = 10,565 gram
(10,565−6,52)𝑔𝑟𝑎𝑚
- Swelling power = × 100%
[0,5(33,52−33,08)
4,045
= × 100%
0,5−0,44
4,045
= × 100%
0,56

= 6741,6 %
0,44
- Solubility = 4,045 × 100%

= 10,87%
b. Gambar

Tabung reaksi kosong Cawan petri kosong Pati yg ditambahkan

yg sedang ditimbang yg sedang ditimbang 20ml air

Berat sedimen basah Berat supernatant 65oC Berat supernatant 85oC

Anda mungkin juga menyukai