Anda di halaman 1dari 13

SATUAN OPERASI

STERILISASI KOMERSIAL

OLEH :
KELOMPOK 4

NOVITA ROFIANATUL JANNNAH 1810511036


I GUSTI AYU BUDI YELIARI 1810511037
MUHAMMAD TAUFIQ ALDIANTO 1810511038
CHRISTIAN ALDO 1810511039
ANDREAS KURNIAWAN 1810511040
NI LUH KETUT AYU GAYATRI PRADNYA ANDINI 1810511041
TEDDY ANDERSON 1810511042
BRIANDY HUANGSON 1810511044
HEILGA BAYU SIWI 1810511045
PUTU SUPARTINI 1810511046
JACINTA ZAREKA IZREL 1810511047
MADE DESYANI BUANA 1810511048

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan atau produk pangan memiliki karakteristik yang beragam, salah
satunya adalah cepat rusak. Oleh karena itu, untuk mencegah kerusakan bahan
atau produk pangan maka dilakukan proses pengawetan. Pengawetan pangan
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti pendinginan atau
pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, penambahan bahan
pengawet, dan pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi). Sterilisasi merupakan
suatu proses membebaskan suatu peralatan atau bahan dari mikroorganisme yang
tidak dikehendaki (Ramona et al, 2007). Sterilisasi yang biasanya digunakan
untuk bahan pangan disebut Sterilisasi Komersial.

Sterilisasi Komersial telah banyak digunakan dalam industri pangan. Prinsip


kerja sterilisasi adalah membunuh semua mikroba dengan suhu tinggi. Tujuan
utama dalam sterilisasi komersial ini adalah untuk menghilangkan semua mikroba
yang terdapat dalam bahan atau produk pangan sehingga masa simpannya dapat
bertambah. Namun sterilisasi dapat merubah karakteristik dari bahan atau produk
karena menggunakan suhu yang tinggi. Maka dari itu, perlu pemahaman yang
mendalam mengenai proses sterilisasi komersial untuk menghindari kesalahan
yang tidak diinginkan.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Sterilisasi Komersial.
2. Untuk mengetahui metode dan faktor-faktor yang mempengaruhi
Sterilisasi Komersial.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Sterilisasi Komersial.
4. Untuk mengetahui alat yang digunakan dan aplikasi Sterilisasi Komersial
pada bidang Pangan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sterilisasi


Istilah sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba. Karena
beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas. Maka sterilisasi
biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi misalnya 121oC (250oF) selama 15
menit. Ini berarti bahwa setiap partikel dari makanan tersebut harus menerima
jumlah panas yang sama. Misalnya jika suatu makanan dalam kaleng akan
disterilisasi, maka beberapa tempat pada makanan di dalam kaleng tersebut lebih
lambat menerima panas. Waktu yangdiperlukan untuk sterilisasi seb enarnya
tergantung dari besarnya kaleng yang digunakan dan kecepatan perambatan panas
dari makanan tersebut.
Sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses yang efektif membunuh atau
menghilangkan agen menular (seperti jamur, bakteri, virus dan prion) dari
permukaan, peralatan, makanan, obat-obatan, atau media kultur biologis. Dalam
prakteknya sterilisasi dicapai oleh paparan dari objek yang akan disterilkan untuk
kimia atau agen fisik untuk waktu yang ditentukan. Berbagai agen yang
digunakan sebagai steriliants adalah: suhu tinggi, radiasi pengion, cairan kimia
atau gas. Keberhasilan proses tergantung pada pilihan metodeyang diterapkan
untuk sterilisasi.

Sterilisasi Komersial adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik
penyebab kebusukan makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetapkan.
Makanan yang telah mengalami sterilisasi komersial mungkin masih mengandung
sejumlah jasad renik yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang
biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut.

2.2 Metode Sterilisasi

Secara garis besar proses sterilisasi produk pangan dibagi menjadi 2, yaitu
sterilisasi dalam kemasan dan sterilisasi produk yang belum dikemas.

2.2.1 Sterilisasi dalam Kemasan (Sterilisasi Pengalengan)


Sterilisasi produk pangan dalam kemasan seperti kaleng, gelas,
atau retort pouch dilakukan dengan tahapan pengisian, pengeluaran udara
(exhausting), penutupan, sterilisasi, dan pendinginan. Tahap pengisian
dilakukan setelah produk pangan diblansing untuk sayuran dan buah-buahan
atau diberi perlakuan pra-pemasakan untuk produk hewani. Pada proses
pengisian, medium penghantar panas sekaligus dimasukan kedalam wadah
kemasan. Medium tersebut selain sebagai penghantar panas juga berperan
sebagai bumbu atau pemberi rasa, seperti larutan garam, larutan gula, dan
saus.
Proses pengeluaran udara atau exhausting kemudian dilakukan sebelum
penutupan atau sealing. Tujuannya adalah mengeluarkan udara dalam
kemasan untuk mencegah pemuaian yang berlebihan ketika kemasan dan
produk pangan dipanaskan. Penghilangan oksigen juga bertujuan mencegah
korosi dan perubahan oksidatif produk pangan. Uap air digunakan untuk
mengeluarkan udara. Ketika didinginkan, uap air tersebut mengembun pada
permukaan produk sehingga kondisi vakum tercipta.
Pengeluaran udara dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pengisian panas dalam (hot filling) produk pangan kedalam
kemasan. Teknik ini biasa digunakan sebagai perlakuan
pemanasan  awal yang dapat menurunkan waktu proses.
2. Pengisian produk pangan dalam kondisi dingin (cool filling)
kemudian dilakukan pemanasan kemasan dan isinya pada suhu 80-
95oC dengan tutup kemasan sebagian terbuka.
3. Penghilaangan udara secara mekanis menggunakan pompa vakum.
4. Penghilangan udara menggunakan uap air, yaitu aliran uap air
dilewatkan pada kemasan sebelum penutupan. Metode ini paling
sesuai untuk produk pangan yang berwujud cair karena biasanya
terdapat sejumlah udara yang terperangkap dan permukaan datar
sehingga tidak mengganggu aliran uap air.
Jenis kemasan yang digunakan untuk produk sterilisasi dapat berupa
logam atau kaleng, botol, atau gelas selai, kemasan retort pouch fleksibel atau
nampan (tray) yang bersifat kaku. Penutupan kemasan ini harus dilakukan
secara khusus. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa tutup tidak
mengalami kebocoran yang dapat berakibat kehilangan kondisi vakum dan
aseptis.
Pada proses sterilisasi, panas dipindahkan dari uap air atau air
bertekanan tinggi menuju kemasan yang mengandung produk pangan. Pada
umumnya, koefisien pindah panas permukaan kemasan sangat tinggi dan
tidak menjadi faktor pembatas pada proses pindah panas. Faktor-faktor
penting yang mempengaruhi laju penetrasi panas ke dalam produk pangan
adalah jenis produk, ukuran kemasan, agitasi kemasan, suhu retort atau
sterilizer, bentuk kemasan dan jenis kemasan.
Setelah sterilisasi, kemasan didinginkan dengan air. Uap air secara
cepat berkondensasi dalam retort, tetapi produk pangan mendingin lebih
lambat dan tekanan dalam kemasan tetap tinggi. Pemberian uadara
bertekanan tinggi dilakukan untuk mencegah kemasan menjadi penyok.
Ketika suhu produk pangan telah mencapai di bawah 100 oC, tekanan udara
yang tinggi diturunkan dan pendinginan dilanjutkan sampai di bawah 40oC.
Air pada permukaan kemasan kemudian dikeringkan untuk mencegah korosi
dan mempermudah pelabelan.

Produk pangan yang dikemas dalam gelas atau kemasan fleksibel dapat
disterilisasi dengan menggunakan air panas pada tekanan udara tinggi. Gelas
lebih tebal dibandingkan kaleng, tetapi mempunyai konduktivitas termal yang
lebih rendah yang berakibat pada proses pemanasan yang lebih lama dengan
resiko kejut panas yang lebih tinggi. Produk pangan cair atau semicair
biasanya diproses secara horizontal untuk menjamin bahwa ketebalan produk
seragam. Sirkulasi yang lebih baik diperoleh jika posisi kemasan vertikal,
tetapi perlu dipastikan bahwa produk tidak menumpuk pada bagian bawah
kemasan yang akan berakibat pada perubahan laju penetrasi panas.

2.2.2 Sterilisasi tanpa Kemasan (Sterilisasi Ultra High Temperature)


Suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih pendek dapat di
lakukan jika produk pangan di sterilisasi sebelum dikemas dalam kemasan
yang telah disterilisasi. Metode ini merupakan dasar proses UHT yang juga di
sebut pengolahan aseptis (aseptic processing). Metode ini telah di terapkan
untuk produk pangan berwujud cair, seperti susu, jus, kosentrat buah, dan
krim; serta produk pangan yang mengandung parkulat diskret seperti
makanan bayi, sous tomat, sayuran dan buah-buahan, serta sup. Kualitas
produk UHT setara dengan produk yang diawetkan dengan iradiasi dan
pendinginan. Akan tetapi, produk UHT mempunyai umur simpan yang lebih
pendek jika disimpan tanpa pendinginan yaitu kurang dari 6 bulan.
Pada metode UHT, pemanasan produk pangan terjadi secara cepat
sampai suhu tertentu (holding temperature), dan efek letal sebagian besar
terjadi pada suhu tertentu tersebut. Proses pemanasan UHT biasanya
dilakukan dengan pemanasan sampai temperatur 271oF (133oC) selama
beberapa detik. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT
menyebabkan mutu sensori (warna, aroma, dan rasa khas susu segar) serta
mutu zat gizi relatif tidak berubah. Metode UHT seperti halnya pengalengan
termasuk ke dalam sterilisasi komersial.
Pada proses pengolahan susu UHT dikenal dua tipe pemanasan, yaitu
pemanasan langsung (direct heating) dan tidak langsung (indirect heating).
Pada tipe pemanasan langsung terjadi pencampuran antara susu dan uap
panas (injeksi uap panas pada susu ataupun injeksi susu ke dalam uap panas).
Sedangkan pada tipe pemanasan tidak langsung, tidak terjadi kontak antara
uap panas dengan susu (menggunakan PHE atau Plate Heat Exchange). Alat
yang digunakan dalam proses UHT adalah autoklaf (jika kapasitasnya kecil)
dan retort (jika kapasitasnya besar).

Produk pangan pada metode UHT dipanaskan dalam plat penukar panas
tipis dengan kendali suhu dan waktu sterilisasi yang ketat. Produk yang sudah
disterilisasi didinginkan dalam plat penukar panas yang kedua atau dalam
wadah vakum (vacuum chamber). Kemasan yang digunakan dapat berupa
karton berlaminasi yang lebih murah dari segi harga dan biaya distribusinya.
Kemasan tersebut disterilisasi terlebih dahulu dengan hidrogen peroksida.
Mesin pengisi dijaga steril melalui proses sterilisasi menggunakan sinar
ultraviolet dan udara di sekitar mesin dijaga steril dengan menggunakan
penyaringan udara.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sterilisasi
2.3.1 Keasaman (Nilai pH)

Bakteri pembentuk spora umumnya tidak tumbuh pada pH < 3,7 maka
proses pemanasan produk berasam tinggi biasanya tidak begitu tinggi, cukup
untuk membunuh kapang dan khamir. Nilai pH kritis yang perlu diperhatikan
adalah pH 4,5. Nilai pH ini dipilih sebagai pembatas yang aman, dimana pada
pH lebih rendah 4,5 Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.

2.3.2 Viskositas

Viskositas berhubungan dengan cepat atau lambatnya laju pindah panas


pada bahan yang dipanaskan yang mempengaruhi efektifitas proses panas.
Pada viskositas rendah (cair) pindah panas berlangsung secara konveksi yaitu
merupakan sirkulasi dari molekul-molekul panas sehingga hasil transfer
panas menjadi lebih efektif. Sedangkan pada viskositas tinggi (padat),
transfer panas berlangsung secara konduksi, yaitu transfer panas yang
mengakibatkan terjadinya tubrukan antara yang panas dan yang dingin
sehingga efektifitas pindah panas menjadi berkurang.

2.3.3 Jenis Medium Pemanas

Pada umumnya menggunakan uap (steam) dengan teknik pemanasan


secara langsung (direct heating). Selain itu, terdapat pula teknik pemanasan
tidak langsung (indirect heating) yang biasanya dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam alat pemindah panas antara lain PHE (Plate
Heat Exchanger), tubular HE dan scraped swept surface HE. Jenis alat
pemindah panas ini umumnya digunakan dalam proses pemanasan sistem
kontinu.

2.3.4 Jenis dan Ukuran Kaleng

Jenis kemasan yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan


perambatan panas ke dalam bahan. Misalnya, wadah/kemasan yang terbuat
dari bahan yang tipis seperti retort pouch dan stand up pouch, transfer
panasnya lebih cepat dibandingkan dengan kemasan/wadah yang terbuat dari
kaleng dengan volume bahan yang sama. Untuk kaleng yang berdiameter
lebih besar, efektifitas transfer panas lebih rendah dibandingkan kaleng
dengan ukuran diameter yang lebih kecil, karena penetrasi panas lebih cepat.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Sterilisasi


2.4.1 Sterilisasi Pengalengan
 Kelebihan
1. Dapat memformulasi dan mengalengkan berbagai jenis makanan.
2. Mutunya baik dan stabil (tetap) baik pada skala besar dan kecil.
3. Kemasan kaleng melindungi isi dari segala bentuk benturan fisik
sehingga bentuk isi tetap utuh.
4. Daya awet makanan menjadi lebih lama.

5. Dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja (cocok untuk


makanan siap saji.

 Kekurangan
1. Hydrogen Swell. Hydrogen swell terjadi karena adanya tekanan
gas hydrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada
makanan dengan logam pada kaleng kemasan.
2. Interaksi antara bahan dasar kaleng dengan makanan. Kerusakan
makanankaleng akibat interaksi antara logam pembuat kaleng
dengan makanan kehilangan zat gizi yang menyebabkan
tercampurnya zat tersebut dengan makanan.
3. Kerusakan biologis.
4. Botulisme (kontaminasi oleh spora C. botulinum).
2.4.2 Sterilisasi Ultra High Temperature
 Kelebihan
1. Ukuran kemasan bebas.
2. Harga kemasan lebih murah.
3. Produktivitas tinggi karena dapat diproses secara otomatis.

4. Energi lebih efisien dengan proses pasteurisasi.

 Kekurangan
1. Biaya operasional yang tinggi.
2. Pengolahan lebih kompleks.
3. Metode UHT harus dilengkapi dengan peralatan sterilisasi
kemasan, kondisi lingkungan dan mesin pengisi yang steril.
2.5 Alat Sterilisasi
2.5.1 Retort
Retort adalah alat untuk mensterilisasi bahan pangan yang sudah
dikalengkan. Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi
> 100oC dengan tujuan utama memusnahkan spora patogen dan pembusuk.
Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba yang dapat
tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas dibandingkan
dengan sel vegetatifnya.

Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan
air membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam
retort, sehingga terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut
digunakan untuk memanaskan bahan yang terdapat dalam wadah. Jumlah
panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung beberapa
faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta pH bahan makanan.
Sterilisasi makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu
proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan
kebusukan makanan. Pada kondisi penyimpanan renik tahan proses sterilisasi,
tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang
ditetapkan untuk makanan tersebut. Sterilisasi komersial mempunyai dua tipe
yaitu tipe sterilisasi dalam kemasan (in batch sterilization), dimana bahan dan
kemasan disterilisasi bersama-sama setelah bahan dikalengkan, dan tipe
aseptis (in flow sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilkan secara
terpisah kemudian bahan dimasukkan ke dalam kemasan dalam ruangan steril
atau kondisi aseptis. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari
suhu yang digunakan.

2.5.2 Autoklaf
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilkan bahan dengan menggunakan uap bertekanan dan bersuhu tinggi.
Sterilisasi dengan autoklaf umumnya menggunakan tekanan sebesar 15 Psi
dan suhu sebesar 121oC selama kurang lebih 15 menit. Suhu yang tinggi
dalam autoklaf dapat membunuh berbagai macam mikroorganisme. Tujuan
autoklaf yang utama adalah untuk membunuh endospora (sel resisten yang
diproduksi oleh bakteri). Sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan
antibiotik sehingga memerlukan penanganan khusus untuk membunuhnya.
Endospora mati pada suhu 100oC (titik didih air pada tekanan atmosfer
normal) sehingga dalam autoklaf dengan suhu 121oC, maka endospore akan
mati dalam waktu 4-5 menit saja. Namun, menurut Hendrawati (2017), waktu
sterilisasi produk susu terbaik dengan autoklaf yaitu selama 10 menit dengan
suhu 110oC.

Autoklaf dapat mensterilkan baik alat maupun bahan pangan dalam


waktu yang relatif singkat hingga tidak ada organisme yang hidup lagi.
Autoklaf menggunakan suhu dan tekanan tinggi sehingga memberikan
kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibandingkan dengan udara
panas biasa. Namun, autoklaf membutuhkan sumber panas yang terus
menerus sehingga membutuhkan perawatan terus menerus.

2.6 Aplikasi Sterilisasi


Pemanasan sterilisasi komersial sering dilakukan pada bahan pangan yang
sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah.
Bahan pangan berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan
hewani seperti daging, susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis dan
jagung. Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko mengandung spora bakteri
Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di
dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan
pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu
di atas 100oC, umumnya sekitar 121oC dengan menggunakan uap air selama
waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk
spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini
hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng,
seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng.
Beberapa produk yang melalui proses sterilisasi adalah produk makanan
kaleng dan susu UHT. Sterilisasi produk pengalengan (canning) perlu diatur
sesuai dengan dimensi dan ukuran kaleng. Pada produk kaleng, suhu dan waktu
sterilisasi yang dilakukan juga lebih tinggi daripada suhu sterilisasi standar,
karena panas yang mengalir dari luar ke dalam kaleng tergolong lebih lambat.
Pada produk susu UHT, susu disterilisasi terlebih dahulu kemudian dimasukkan
ke dalam kemasan yang sudah disterilisasi juga. Sterilisasi susu dapat dilakukan
dengan alat autoklaf (dalam skala kecil) dan retort (dalam skala besar).
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Sterilisasi adalah upaya membebaskan bahan pangan dari semua mikroba.


Metode dalam sterilisasi komersial secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu
sterilisasi dalam kemasan dan sterilisasi produk yang belum dikemas. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi komersial yaitu nilai
keasaman (nilai pH) bahan, viskositas bahan, jenis medium pemanas, serta jenis
dan ukuran kaleng. Kelebihan sterilisasi komersial pada bahan pangan adalah
memperpanjang umur simpan, sedangkan kekurangannya adalah dapat
menurunkan nilai gizi bahan apabila terjadi kesalahan pada saat proses
berlangsung. Alat yang digunakan dalam sterilisasi komersial umumnya adalah
retort dan autoklaf. Beberapa contoh penerapan sterilisasi komersial dalam bidang
pangan adalah makanan kaleng dan susu UHT.
DAFTAR PUSTAKA

Dear, Teta. 2012. Sterilisasi dan Pengalengan. https://www.scribd.com/doc/


102445141/Sterilisasi-dan-Pengalengan. Diakses pada 11 Mei 2019.

Core, Hope. 2013. Sterilisasi.


https://www.scribd.com/document/145433137/Paper -Sterilisasi. Diakses
pada 11 Mei 2019.

Rusmayanti, Fitri. 2016. Analisis Nilai F0 Sterilisasi Retort pada Produk


Smoothie (Susu Ph Asam) Menggunakan Data Logger di PT Sanghiang
Perkasa (Kalbe Nutritionals). Universitas Mercu Buana: Jakarta.

Amalia, Diah Rizky. 2016. Penetapan Kadar Protein pada Susu Ultra High
Temperature (UHT) Kemasan dengan Metode Kjeldhal. Universitas
Sumatera Utara: Medan.

Hendrawati, Tri Yuni; Utomo, Suratmin. 2017. Optimasi Suhu dan Waktu
Sterilisasi pada Kualitas Susu Segar di Kabupaten Boyolali. Jurnal
Teknologi. Vol. 9 No. 2 (97-101). Universitas Muhammadiyah; Jakarta.

Rizal, Muchamad Saiful; Sumaryati, Enny; Suprihana. 2016. Pengaruh Waktu dan
Suhu Sterilisasi Terhadap Susu Sapi Rasa Coklat. Jurnal Ilmu-ilmu
Pertanian “Agrika”. Vol. 10 No. 1 (20-30). Universitas Widyagama;
Malang.

Anda mungkin juga menyukai