Anda di halaman 1dari 96

KOPIGMENTASI ANTOSIANIN BUAH JAMBLANG

(Syzygium cumini) DENGAN ASAM


ASETAT DAN ALUM

CHINTIA NOVITA BARANI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana


pada Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2021
KOPIGMENTASI ANTOSIANIN BUAH JAMBLANG
(Syzygium cumini) DENGAN ASAM
ASETAT DAN ALUM

Oleh
CHINTIA NOVITA BARANI
A 251 14 032
SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana


pada Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang (Syzygium cumini)


dengan Asam Asetat dan Alum

Oleh:
Chintia Novita Barani
A 251 14 032

Telah diujikan dan dipertanggungjawabkan dihadapan Dewan Penguji

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Hj. Siti Nuryanti, M.Si


NIP. 19590119 198603 2 003

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Koordinator Program Studi


Universitas Tadulako Pendidikan Kimia

Purnama Ningsih, S.Pd., M.Si., Ph.D Dr. Tri Santoso, M.Si


NIP. 19741210 199903 2 001 NIP. 19640619 199203 1 002

ii
PENGESAHAN

Panitia Ujian Skripsi Program Strata Satu (S1) Universitas Tadulako, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Kimia, menerima dan mengesahkan
Skripsi dengan judul “Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang (Syzygium
cumini) dengan Asam Asetat dan Alum” yang telah dipertanggungjawabkan
oleh mahasiswa atas nama: Chintia Novita Barani, nomor stambuk A 251 14 032,
pada hari Kamis tanggal 12 Maret 2020. Maka atas nama Panitia Ujian Skripsi
Strata Satu (S1) menerima dan mengesahkan:

Panitia Ujian
No Jabatan Nama/NIP

1 Ketua Drs. Anang Wahid M. Diah, M.Si., Ph.D


NIP. 19690910 199603 1 003

2 Sekretaris Dr. H. Suherman, M.S


NIP. 19611231 198702 1 006

3 Penguji Prof. Daud K. Walanda, M.Sc, Ph.D


Utama/ NIP. 19641214 199102 1 001
Pembahas
4 Penguji I Prof. Dr. Hj. Siti Nuryanti, M.Si
NIP. 19590119 198603 2 003

5 Penguji II Drs. Paulus Hengky Abram, Ph.D


NIP. 19621002 199001 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Tadulako

Dr. Ir. Amiruddin Kade, S.Pd., M.Si


NIP. 19640619 199203 1 002

iii

Dr. Ir. Amiruddin Kade


S.Pd . M.Si NIP .
19640619 199203
1 002
iv
ABSTRAK

Chintia Novita Barani (2020). Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang


(Syzygium cumini) dengan Asam Asetat dan Alum. Skripsi Program Studi
Pendidikan Kimia. Jurusan Pendidikan MIPA. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Tadulako. Pembimbing (I) Siti Nuryanti (II) Paulus
Hengky Abram.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kestabilan


antosianin buah jamblang setelah dikopigmentasi dengan asam asetat dan alum.
Ekstraksi buah jamblang menggunakan metode maserasi dengan pelarut n-heksan,
etil asetat dan etanol-HCl 0,5%. Variasi perlakuan penelitian ini adalah
konsentrasi kopigmen asam asetat dan alum sebesar 2,5%; 5%; 7,5%; 10% yang
dipanaskan dengan suhu dan lama pemanasan yang divariasikan yaitu 80 ℃
selama 150 menit, setiap 30 menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi. Pada
suhu 60 ℃, pemanasan dilakukan selama 225 menit, setiap 45 menit sekali
dilakukan pengukuran absorbansi. Pada suhu 40 ℃, pemanasan dilakukan selama
300 menit, setiap 60 menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi. Pengukuran
absorbansi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Hasil penelitian
menunjukan terjadi kopigmentasi antosianin buah jamblang yang ditunjukan
dengan pergeseran λmaks dari 470 nm (ekstrak tidak terkopgmentasi) menjadi
500 nm (ekstrak terkopigmentasi asam asetat) dan 540 nm (ekstrak
terkopigmentasi alum). Total antosianin yang diperoleh sebesar 70,64 mg/L.
Penambahan kopigmen asam asetat dan alum dapat mempertahankan kestabilan
antosianin buah jamblang pada suhu pemanasan 60 ℃. Hal ini dapat dilihat pada
penurunan absorbansi yang tidak begitu signifikan apabila dibandingkan dengan
penurunan absorbansi pada suhu 40 dan 80 ℃, yang disertai dengan memudarnya
warna antosianin terkopigmentasi asam asetat dan alum selama proses pemanasan
berlangsung.

Kata kunci: Syzygium cumini, antosianin, kopigmentasi, asam asetat, alum,


spektrofotometer UV-VIS.

v
ABSTRACT

Chintia Novita Barani (2020). Co-pigmentation of Anthocyanin Java Plum


(Syzygium cumini) with Acetic Acid and Alum. Thesis of Bachelor, Chemistry
Education Study Program. Mathematics and Natural Sciences Education
Department. Teacher Training and Education Faculty. Tadulako University.
Supervisors: Siti Nuryanti, and Paulus Hengky Abram.

This study aimed to determine the effect of temperature on the stability of


anthocyanin java plum after co-pigmentation with acetic acid and alum. The
extraction of java plum used the maceration method with n-hexane, ethyl acetate,
and ethanol-HCl 0.5% solvents. Anthocyanin of java plum was co-pigmanted with
acetic acid and alum in a concentration of 2,5%; 5%; 7,5%; and 10%, then be
heated at various temperatures and heating times. At a temperature of 80 ℃ for
150 minutes, every 30 minutes an absorbance was measured. At a temperature of
60 ℃, the heating was carried out for 225 minutes, and every 45 minutes an
absorbance was measured. At a temperature of 40 ℃, the heating was carried out
for 300 minutes, and every 60 minutes an absorbance was measured. Absorbance
measurements were taken using a UV-VIS spectrophotometer. The results showed
that co-pigmentation of anthocyanin occurred proved by shifting λ max from 470
nm (unco-pigmented extract) to 500 nm (co-pigmented extract acetic acid) and
540 nm (co-pigmented extract alum). The total anthocyanin obtained was 70,64
mg/L. Acetic acid and alum co-pigments maintained the stability of anthocyanin
java plum at a heating temperature of 60 ℃. This can be seen from the decrease
absorbance which was not so significant compared to the decrease at temperatures
of 40 and 80 ℃, which are accompanied by the fading color of anthocyanin of
those co-pigmented with acetic acid and alum during the heating process.

Keywords: Syzygium cumini, Anthocyanin, co-pigmentation, acetic acid, alum,


UV-VIS spectrophotometer.

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada

Dia: Bagi Dialah Kemuliaan sampai selama-lamanya”.

Karya ini ku persembahkan kepada:


Tuhan Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Juruselamat Kekasih hatiku. Segala
puji syukur dan hormat hanya bagi Dia karena kasih dan Anugerah-Nya yang
telah memberikan hikmat dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan karya ini
seturut kehendaknya, dengan terus berpegang pada janjinya “Janji TUHAN
adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam
dapur peleburan di tanah. Engkau, TUHAN, yang akan menepatinya”. Kiranya
melalui karya kecilku ini Nama-Nya di permuliakan.

Kedua orang tuaku tercinta, Papa Marpaul Kelton Barani dan Mama Frida
Pelleng, terima kasih untuk cinta, kasih sayang, nasihat, dan doa yang tak
terhingga serta kesabaran dalam mendidik dan membesarkanku sampai saat ini
yang tidak dapat ku balas hingga akhir hidup ku.

Untuk adik-adikku tersayang Inggrid Frolencia Barani dan Lyly Barani, terima
kasih atas dukungan dan doa kalian.

Untuk Keluarga Siregar-Barani yang telah memberikan kasih dan dukungannya,


doa dan nasihat selama saya kuliah sampai saat ini.

Kiranya Tuhan Yesus Kristus selalu memberkati kalian keluarga yang ku


sayangi.

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Shalom
Segala pujian, syukur dan hormat bagi Tuhan yang Maha Esa karena atas

kasih dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang (Syzygium cumini) dengan Asam

Asetat dan Alum”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Prof. Dr. Hj. Siti Nuryanti, M.Si, Bapak Drs. Paulus Hengky Abram, Ph.D dan

Ibu Dra. Vanny Maria A. Tiwow, M.Sc., Ph.D yang dengan penuh kesabaran dan

kerelaan hati telah meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk memberikan

bimbingan, arahan, motivasi dan saran yang sangat berharga kepada penulis

selama penyusunan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan,

dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis dengan

segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P. Rektor Universitas Tadulako

2. Bapak Dr. Anshari Syafar, M.Sc Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Tadulako.

3. Bapak, Drs. Anang Wahid M. Diah, M.Si, Ph.D Wakil Dekan Bidang

Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

viii
4. Bapak Dr. Jusman, S.Pd., M.Si, Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

5. Bapak Dr. Iskandar, M.Hum Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

6. Ibu Purnama Ningsih, S.Pd., M.Si., Ph.D Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

7. Bapak Dr. Kasmudin Mustapa, S.Pd., M.Pd Koordinator Program Studi

Pendidikan Kimia.

8. Prof. Daud K. Walanda, M.Sc., Ph.D., Drs. Anang Wahid M. Diah, M.Si.,

Ph.D dan Dr. H. Suherman, M.S selaku dosen-dosen pembahas yang telah

memberikan kritik dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir

penulis.

9. Ratman, S.Pd., M.Pd., selaku kepala Laboratorum FKIP Universitas

Tadulako serta Tasrik, S.Pd, Dra Hj. Husnia, dan Nurbaya, A.Md selaku

laboran Laboratorium FKIP Universitas Tadulako.

10. Alm. Drs. Siang Tandi Gonggo, M.Si, selaku dosen wali penulis yang telah

memberi banyak nasihat dan motivasi.

11. Kakak rohaniku, Kak Lika Yulinda Bombong dan Eka Winda. Terima kasih

atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

12. Kak Jane Podung. Terima kasih untuk kasih dan doa yang telah kakak berikan

kepada penulis, terima kasih sudah menemani dan membantu penulis untuk

bisa menyelesaikan skripsi ini.

ix
13. Saudari-saudari KTB Ester, Kak Litha R. Sambue, dan Kak Tri Wiranti.

Terima kasih atas batuan, doa dan kebersamaan yang boleh terjalin.

14. Adik-adik KTB yang terkasih: Muti, Elin, Ella, Yuli, Ika, Indri, Ge, Adel,

Bella, Velin, Angel, Natal, Nanda, Elda, Tiani, Melda, Ayu, Ana, dan Riati.

15. Saudara-saudara pengurus UPEMKIP tahun 2017: Christina Ineke, Yulisda

Batu, Ersa William Lakukua, Sima Buttang, kak Kristian Alrois, Yuni

Laheping, Meggie Anggita Lukas, Cindy Tampoma, Riki Yafet, Vebriyanti

Amos, Indri, Juita, Vina Manggeni, kak Vindy, Delfris Arya Pratama, Ginto

Marisu, Evander William, kak Anto. Terimah kasih atas motivasi dan

kebersamaan yang terjalin selama ini serta pelajaran berharga yang kalian

bagikan.

16. Sahabat-sahabat seperjuanganku, mahasiswa kimia angkatan 2014 khususnya

kelas C (MOSCOVIAC): Siti Suhertina, Ria Dzulhijjaah, Lisa Nurwidya,

Nurul Rizki, Hardiyanti T Supit, Fitria Ramadhani, Yeyet Sri Rahmi, Chatur

Setiyawan, Muhammad Al-Gifary, Julio Franssisko, Delfris, Bagas,

Irmawati, Nur Nopiyanti, Glery Florisca, Karim, Ersa William, Fairuz, Kadek

Nia, Nur Anjar, Asmiati, Saskia Putri, Anna Kurnia, Rara Novita, Azizah

Putri, Dedi Aditya dan Regina yang telah memberikan bantuan

kebersamaanya sejak tahun 2014.

17. Sahabat-sahabat terkasih, Febryna Valencia Maddo, Novianti Patiung, Elvira

Trifena Lapedandi, Dahlia Sofiyatun, dan Gustita Sari, terima kasih atas

kebersamaan, pengalaman serta bantuannya dan dukungan kalian.

x
18. Teman-teman KKN angkatan 78 posko Labuan Lelea: Ni Nyoman Padma

Vimalasari, Fahtur, Sri, Irfan, Zul, Yeni Puji Astutik, Suci yang telah

memberikan banyak motivasi serta suasana kekeluargaan selama kurang lebih

1 bulan.

19. Dra. Ruslince Lande, MA sebagai kepala SMA BK Palu, Sonda, S.Pd sebagai

guru kimia SMA BK Palu, dan terkhusus teman-teman PLP SMA BK Palu.

Terima kasih atas bimbingan dan kebersamaan yang telah terjalin.

20. Saudara (i) ku di UPEMKIP, terima kasih atas doa, motivasi dan dukungan

yang kalian berikan, serta suasana kekeluargaan selama penulis menjalani

proses perkuliahan.

Penulis tak dapat membalas apa yang telah kalian berikan, kiranya

Tuhan menganugerahkan sukacita dan damai sejahtera serta memberkati kalian

dalam setiap tugas pelayanan yang dikerjakan. Akhir kata, semoga tulisan ini

dapat bermanfaat sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Palu, Januari 2021

Penulis

xi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Ii
HALAMAN PEGESAHAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
UCAPAN TERIMA KASIH vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB II PENELITIAN YANG RELEVAN, KAJIAN

PUSTAKA, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Yang Relevan 6


2.2 Tinjauan Pustaka 9
2.2.1 Buah Jamblang (Syzygium cumini) 9
2.2.2 Antosianin 11
2.2.3 Maserasi 13
2.2.4 Kopigmentasi 15
2.2.5 Asam Asetat 16
2.2.6 Alum 16

xii
2.2.7 Spektrofotometri UV-Vis 16
2.2.8 Kerangka Pemikiran 20
2.2.9 Skema Kerangka Pemikiran 21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 22
3.1.1 Lokasi Penelitian 22
3.1.2 Waktu Penelitian 22
3.2 Alat dan Bahan 22
3.2.1 Alat 22
3.2.2 Bahan 22
3.3 Preparasi Sampel 23
3.3.1 Ekstraksi Sampel 23
3.3.2 Pengukuran Kadar Total Antosianin 23
3.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 24
3.3.4 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan
24
Asam Asetat
3.3.5 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan
25
Alum
3.4 Analisis Data 25
3.4.1 Penentuan Kadar Total Antosianin 25
3.4.2 Uji Stabilitas Terhadap Suhu 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 27
4.1.1 Ekstrak Antosianin Kulit Buah Jamblang 27
4.1.2 Pengukuran Total Antosianin 27
4.1.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 28
4.1.4 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan 28
Asam Asetat

xiii
4.1.5 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan
29
Alum
4.2 Pembahasan 31
4.2.1 Preparasi Sampel 31
4.2.2 Ekstraksi Sampel 31
4.2.3 Pengukuran Kadar Total Antosianin 33
4.2.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 34
4.2.5 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan
35
Asam Asetat
4.2.6 Kopigmentasi Antosianin Buah Jambang dengan
36
Alum
4.2.7 Uji Stabilitas Terhadap Suhu 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 52

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Panjang Gelombang, warna teramati dan warna komplementer 18
4.1 Warna Filtrat dan Residu Hasil Ekstraksi Kulit Buah Jamblang 27
4.2 Total Antosianin Ekstrak Buah Jamblang 27
4.3 λ maks ekstrak antosianin tak terkopigmentasi, terkopigmentasi
28
dengan asam asetat dan terkopigmentasi dengan alum
4.4 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 40 ℃ 28
4.5 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 60 ℃ 29
4.6 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 80 ℃ 29
4.7 Kopigmentasi antosianin dengan alum pada suhu 40 ℃ 29
4.8 Kopigmentasi antosianin dengan alum pada suhu 60 ℃ 30
4.9 Kopigmentasi antosianin dengan alum pada suhu 80 ℃ 30

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Buah Jamblang 9
2.2 Struktur Dasar dari Antosianin 12
2.3 Skema Kerangka Pemikiran 21
4.1 Struktur Antosianin pada pH 1 dan pH 4,5 34
4.2 Grafik uji stabilitas antosianin ekstrak buah jamblang pada
kopigmentasi dengan asam asetat 2,5%; 5%; 7,5%; 10% pada 38
pemanasan (a) suhu 40 °C; (b) suhu 60 °C; (c) suhu 80 °C.
4.3 Bentuk Kesetimbangan Antosianin 40
4.4 Perubahan struktur antosianin akibat hidrasi 41
4.5 Grafik uji stabilitas antosianin ekstrak buah jamblang pada
kopigmentasi dengan alum 2,5%; 5%; 7,5%; 10% pada 42
pemanasan (a) suhu 40 °C; (b) suhu 60 °C; (c) suhu 80 °C.

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Skema Prosedur Kerja 53
2 Perhitungan 60
3 Dokumentasi Penelitian 63

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen yang berwarna kuat dan

larut dalam air yang menyebabkan hampir semua warna merah jambu, merah

merak, merah, merah sedunduk, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah

pada tumbuhan (Harborne, 1987).

Salah satu tumbuhan yang mengandung antosianin adalah buah

jamblang. Hal ini dapat dilihat dari ciri buah jamblang yang memiliki buah

berwarna hijau saat masih mentah dan berwarna ungu tua kehitaman saat matang

sempurna. Sari dkk. (2009) telah mengidentifikasi antosianin buah duwet

menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi – Diode Array Detection.

Antosianin yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah delfinidin-3,5-

diglukosida (41,29%), petunidin-3,5-diglukosida (27,79%), malvidin-3,5-

diglukosida (25,60%), sianidin-3,5-diglukosida (4,19%), dan peonidin-3,5-

diglukosida (1,13%). Kandungan total antosianin monomerik buah duwet matang

rata-rata sebesar 161 mg/100 g buah segar (bb) dan pada bagian kulit sebesar 731

mg/100 g kulit buah (bb).

Antosianin mudah rusak selama pengolahan buah-buahan dan sayuran

yang mengandung pigmen ini. Suhu tinggi, kadar gula meningkat, pH, dan asam

1
2

askorbat dapat mempengaruhi laju kerusakan antosianin (Nugraheni, 2014). Jika

dibandingkan dengan pewarna sintetik pada umumnya zat warna alami dari

sumber nabati maupun hewani, memiliki tingkat stabilitas warna yang lebih

rendah (Jackman & Smith, 1996). Peningkatan suhu pembuatan dan proses

penyimpanan dapat menyebabkan kerusakan dan perubahan antosianin secara

cepat melalui tahapan terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin dan

menghasilkan aglikon-aglikon yang labil; terbukanya cincin aglikon sehingga

terbentuk gugus karbinol dan kalkon yang tidak berwarna (Khaldun, 2013).

Olehnya itu perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan stabilitas antosianin

terhadap suhu.

Kopigmentasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan stabilitas antosianin (Sari, 2005). Kopigmentasi meningkatkan

stabilitas antosianin dengan membentuk ikatan kompleks antara senyawa

kopigmen dengan antosianin, sehingga mengurangi interaksi antosianin dengan

molekul air yang menyebabkan degradasi antosianin (Gozalez-Menzano dkk.,

2009).

Kopigmentasi adalah interaksi antara struktur antosianin dengan molekul

lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+) dan molekul organik lain seperti

senyawa falvanoid (flavon, flavonon, flavonol), dan sebagainya. Adanya

kopigmentasi antara antosianin dengan logam dan molekul organik lain cenderung

meningkatkan stabilitas warna antosianin dan menghasilkan warna yang lebih

terang dan terlindung dari oksidasi (Boulton, 2001). Hal ini terjadi karena adanya

interaksi antara struktur antosianin dengan molekul lain yang disebut dengan
3

senyawa kopigmen yaitu flavonoid (flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam

fenolik), alkaloid (kafein), asam amino, asam organik, nukleotida, polisakarida,

logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+), dan bahkan antosianin itu sendiri. Interaksi

komponen-komponen tersebut dapat terjadi melalui kopigmentasi intermolekul,

kopigmentasi intramolekul, kompleksasi logam, atau kopigmentasi dengan zat itu

sendiri (Munawaroh dkk., 2015). Kopigmen adalah senyawa yang digunakan

dalam kopigmentasi. Menurut Syafitri (2015), senyawa pembangkit warna atau

kopigmen yang dapat digunakan adalah tawas atau alum, jeruk nipis, kapur sirih,

tunjung, gula kelapa, gula jawa, cuka, asam jawa.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan kopigmen asam asetat dan

alum untuk kopigmentasi antosianin buah jamblang. Penggunaan asam asetat

dikarenakan antosianin stabil pada kondisi asam. Asam asetat adalah senyawa

yang termasuk asam organik. Menurut Munawaroh dkk. (2015), asam organik

dapat digunakan sebagai kopigmen untuk antosianin. Asam asetat memiliki

tetapan keasaman 1,8 x 10-5 (Siswoyo, 2009). Kondisi sedikit asam akan

meningkatkan intensitas warna antosianin, sehingga berwarna merah (Nugraheni,

2014). Penggunaan alum dikarenakan adanya logam Al3+ yang diduga dapat

membentuk kompleks stabil dengan antosianin. Alum merupakan kelompok

garam rangkap berhidrat dengan rumus kimia Al(SO4)2.12H2O, tidak mengandung

racun dan berbahaya bagi kesehatan, dengan pH 9 dan derajat keasaman 8

(mendekati normal). Alum dapat mengubah warna antosianin menjadi kebiruan

dengan membentuk kompleks (Syafitri, 2015).


4

Berdasarkan latar belakang di atas, antosianin lebih stabil pada kondisi

asam dan akan membentuk kompleks stabil dengan logam, maka peneliti

melakukan penelitian mengenai “Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang

(Syzygium cumini) dengan Asam Asetat dan Alum”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kestabilan antosianin buah jamblang

setelah dikopigmentasi dengan asam asetat?

2. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kestabilan antosianin buah jamblang

setelah dikopigmentasi dengan alum?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kestabilan antosianin buah

jamblang setelah dikopigmentasi dengan asam asetat.

2. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kestabilan antosianin buah

jamblang setelah dikopigmentasi dengan alum.


5

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan kestabilan warna antosianin ekstrak

buah jamblang terhadap temperatur dengan kopigmentasi menggunakan asam

asetat dan alum.

2. Aspek praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat tentang pemanfaatan antosianin buah jamblang sebagai pewarna

alami dengan menggunakan kopigmen asam asetat dan alum untuk

meningkatkan kestabilan warna antosianin.


BAB II

PENELITIAN YANG RELEVAN, KAJIAN PUSTAKA, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang pigmen antosianin telah banyak dilakukan

sebelumnya, diantaranya mencakup ekstraksi antosianin sampai kepada

penerapannya dalam berbagai disiplin ilmu. Berikut penelitian yang relevan

mengenai kopigmentasi antosianin:

Ferry (2015), telah melakukan penelitian tentang efektifitas antosianin

kulit buah jamblang sebagai penurun LDL darah tikus wistar yang mengalami

hiperkolesterolemia. Penelitian ini diawali dengan ekstraksi buah jamblang

menggunakan pelarut 0,1% HCl dalam etanol. Hasil penelitian menunjukkan

kadar antosianin total dalam ekstrak kulit buah jamblang sebesar 830 ± 15,52

mg/L. Uji spektrofotometri UV-VIS ekstrak menunjukkan serapan pada 274 dan

536 nm, yang merupakan ciri golongan flavonoid termasuk antosianin. Hasil TLC

ekstrak menunjukkan 2 noda, yaitu noda (a) Rf = 0,40 (petunidin-3-rhamnosa)

dan noda (b) Rf = 0,33 (sianidin-3-soporosa). Kemampuan antosianin buah

jamblang menurunkan LDL terbaik ditunjukkan oleh P3 yang diberikan ekstrak

kulit buah Jamblang sebanyak 69 g/150 BB dengan penurunan kadar LDL

mencapai 54,5% dan kenaikan HDL 16,6%.

6
7

Sari dkk. (2005) telah melakukan penelitian tentang ekstraksi dan

stabilitas antosianin kulit buah jamblang, dengan tujuan menghasilkan rendemen

antosianin tinggi dan mengetahui stabilitas antosianin yang diekstrak dari kulit

buah jamblang. Pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah air, etanol,

isopropanol, air : etanol (1:1), air : isopropanol (1:1), etanol : isopropanol (1:1),

dan air : etanol, Isopropanol (1:1:1); pada suhu ekstraksi suhu dingin (5 ℃) dan

suhu kamar (27 ℃). Hasil penelitan ini menunjukan total rendemen tertinggi yang

diperoleh sebesar 71,54% pada ekstraksi menggunakan kombinasi pelarut air :

isopropanol pada suhu ruang. Konsentrasi dan rendemen tertinggi diperoleh pada

ekstrasi menggunakan pelarut air : etanol pada suhu ruang berturut-turut

10.007,03 mg/L dan 2,78%. Stabilitas antosianin sangat dipengaruhi oleh suhu.

Pemanasan pada suhu 40 dan 60 ℃ antosianin buah jamblang mampu

mempertahanan stabilitasnya, sedangkan pemanasan pada suhu 80 dan 100 ℃

stabilitas warna menurun tajam selama 4 jam lama waktu pemanasan.

Lestario dan Andini (2016), telah melakukan penelitian tentang

kopigmentasi kuersetin apel terhadap stabilitas warna ekstrak buah duwet. Tujuan

penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh flavonoid tertentu terhadap stabilitas

warna antosianin buah duwet. Dalam penelitian ini, flavonoid yang digunakan

sebagai kopigmen adalah kuarsetin apel. Untuk menguji stabilitas antosianin

ekstrak buah duwet dilihat dari pergeseran panjang gelombang maksimum dan

pengaruh suhu. Hasil penelitian menujukan bahwa kopigmentasi terjadi terlihat

dari bergesernya panjang gelombang maksimum dari 510 nm ke 555 nm, dan

meningkatnya absorbansi pada panjang gelombang yang sama. Pada suhu 40 ℃,


8

60 ℃, dan sinar UV konsentrasi kopigmen yang ditambahkan belum dapat

meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet. Pada suhu 80 ℃ kopigmentasi

dapat sedikit mempertahankan stabilitas antosianin buah duwet. Suhu medium (≤

40 ℃) tanpa adanya sinar ataupun senyawa oksidator merupakan kondisi terbaik

untuk dapat mempertahankan stabilitas antosianin buah duwet.

Nusantara dkk. (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh

penambahan asam galat sebagai kopigmen antosianin murbei hitam. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menentukan efek kopigmentasi antosianin murbei

dengan asam galat terhadap panas dan menentukan rasio molar antosianin: asam

galat yang optimal untuk menstabilkan antosianin murbei. Ekstraksi dilakukan

menggunakan pelarut metanol-HCl 1%. Kadar antosianin diperoleh sebesar 435

mg/100 g. Variasi perlakuan penelitian ini adalah rasio molar antosianin: asam

galat: 1:0; 1:25; 1:50; 1:75; 1:100 yang dipanaskan pada suhu 60 ℃, 70 ℃, 80 ℃,

dan 90 ℃. Setelah pemanasan selesai, dilakukan pengukuran intensitas warna

setiap 45 menit pada suhu 60 ℃, 30 menit pada suhu 70 ℃, 30 menit pada suhu

80 ℃, dan 20 menit pada suhu 90 ℃. Pengukuran dilakukan pada panjang

gelombang 512 nm pada antosianin yang tidak terkopigmentasi dan 514 nm pada

antosianin yang terkopigmentasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-

VIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kopigmentasi meningkatkan stabilitas

antosianin murbei terhadap panas. Kopigmentasi dapat meningkatkan energi

aktivasi dan waktu paruh. Rasio molar optimal antosianin : asam galat adalah 1:75

dengan energi aktivasi sebesar 65,20 kJ/mol.


9

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Buah Jamblang (Syzygium Cumini)

Jamblang (Syzygium Cumini) merupakan tumbuhan beriklim tropis yang

berasal dari India, Burma, Ceylon. Tanaman ini juga tumbuh di bagian selatan

Asia termasuk Myanmar dan Afganistan. Di Indonesia, tanaman ini juga dikenal

dengan berbagai nama diantaranya adalah duwet, jambolan, jambul, dan jamun

(Nugraheni, 2014). Jamblang merupakan buah yang memiliki warna ungu tua.

Warna yang dihasilkan sangat pekat sehingga dapat meninggalkan noda atau

berbekas. Warna ini berpotensi menjadi pewarna alami. Warna ungu tua ini

mengidentifikasikan keberadaan antosianin.

Gambar 2.1 Buah Jamblang

Tanaman ini memiliki ciri kokoh, bercabang banyak, percabangannya

tidak beraturan dan rendah. Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai 30

meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian bawah

tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin

licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar
10

telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya.

Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau

berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus pandang.

Selagi muda, daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya menjadi kasar,

berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Bunganya kecil-kecil,

berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya

muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Buahnya berbentuk lonjong

sampai bulat telur, seringkali membengkok, bermahkotakan cuping kelopak.

Panjang buahnya 1-5 cm warnanya berubah dari hijau sampai ungu tua dan

berwarna hampir hitam saat sudah matang sempurna. Buahnya bergerombol dari

10-40 buah. Di Indonesia, daging buahnya berwarna putih sampai agak keunguan,

mengandung banyak sari buah, hampir tidak berbau. Daging buahnya berasa

sepat, dengan rasa bervariasi dari asam sampai agak manis. Memiliki kulit buah

yang tipis, halus dan mengkilat. Biji buahnya berjumlah 0-5 butir, berbentuk

lonjong, panjang sampai 3,5 cm dan berwarna hijau sampai cokelat (Nugraheni,

2014).

Nungraheni (2014) menuliskan dalam bukunya tentang klasifikasi dari

tanaman jamblang (Syzygium cumini) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium cumini
11

Manfaat atau kandungan bauh jamblang diantaranya kandungan

antioksidan. Marliani (2014) meneliti tentang aktifitas antioksidan pada buah

jamblang dengan hasil penelitian menunjukkan aktifitas antioksidan sebesar

319,89 ppm. Selain itu, buah jamblang juga mengandung beberapa senyawa

golongan polifenol lain seperti halnya tanin. Kandungan senyawa lain dalam buah

jamblang diantaranya antosianin, glukosa, fruktosa, asam sitrat, sianidin

diglikosida, petudin, dan malvidin. Buah jamblang banyak mengandung astringen,

yaitu suatu zat yang dipercaya dapat membantu penyembuhan luka diabetes

karena sifat astringen yang dapat menciutkan kulit (Nugraheni, 2014). Leimena

(2008) menyatakan kulit buah jamblang memiliki kadar air 83,53%, kadar abu

0,40%, kadar lemak 0,30%, kadar protein 0,68%, dan kadar karbohidrat 15,09%,

sedangkan kulit dan daging buah jamblang tanpa biji memiliki kadar air 86,51%,

kadar abu 0,21%, kadar lemak 0,13%, kadar protein 0,84%, dan kadar karbohidrat

12,31%.

2.2.2 Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen yang berwarna kuat dan

larut dalam air yang menyebabkan hampir semua warna merah jambu, merah

merak, merah, merah sedunduk, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada

tumbuhan tinggi (Harborne, 1987).

Menurut Nugraheni (2014), warna antosianin tergantung pada struktur,

dan juga pada keasaman buah. Antosianin banyak berwarna merah pada kondisi

asam dan membiru pada kondisi asam sedikit. Lebih dari 500 antosianin yang
12

berbeda telah diisolasi dari tanaman. Mereka semua didasarkan pada struktur inti

tunggal dasar, ion flavyllium.

1
R
2
R

7 +
R O 3
R

6 4
R R
5
R

Gambar 2.2 Struktur dasar dari antosianin.

Harborne (1987), mengatakan terdapat enam antosianidin yang umum

yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin.

Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis

dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini ialah sianidin yang

berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang

gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin, sedangkan warna merah

sedunduk, lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus

hidroksinya lebih satu dari sianidin. Peonidin, petunidin dan malvidin terdapat

sebagai sederetan glikosida (yaitu sebagai antosianin) dengan berbagai gula yang

terikat.

Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksil dan

metoksil yang terdistribusi dan berbagai macam pengaruh lingkungan. Sedangkan

total kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20

mg/100 g sampai 600 mg/100 mg berat basah (Sayuti & Yenrina, 2015). Warna
13

ekstrak antosianin berbeda-beda tergantung pH medianya. Pada media asam

berwarna merah, pada media basa berwarna biru dan pada media netral berwarna

ungu (Didi, 2005).

Lebih lanjut Sayuti & Yenrina (2015) mengatakan bahwa antosianin

memiliki beragam manfaat bagi kesehatan tubuh seperti dapat berfungsi sebagai

antioksiadan, antihipertensi, dan pencegah gangguan fungsi hati, jantung koroner,

kanker dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis. Antosianin juga

mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara,

dan bahan kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya

penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp, asam urat, penderita sakit

maag (asam lambung). Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan

menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik).

Antosianin, seperti flavonoid lainnya merupakan struktur dengan cicin

aromatik yang berisi subtituen komponen polar dan residu glikosil sehingga

menghasilkan molekul polar. Keadaannya yang polar membuat antosianin lebih

larut dalam air (pelarut polar) dibanding dalam pelarut non polar (Nugraheni,

2014).

2.2.3 Maserasi

Ekstraksi antosianin perlu memperhatikan beberapa faktor. Ekstraksi

adalah proses penarikan komponen / zat aktif suatu sampel dengan menggunakan

pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh faktor sifat

jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang

digunakan (Nugraheni, 2014). Metode ekstraksi yang sering digunakan


14

diantaranya ialah metode maserasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang

paling sederhana. Bahan yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope

(umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan

pengekstraksi (Voigt, 1994).

Teknik ekstraksi dengan pelarut sama-sama menginginkan solut lebih

larut dalam salah satu fase, karena itu kemampuan untuk melarutkan masing-

masing pelarut sangat penting untuk diketahui (Nuari, 2016). Menurut Markham

(1988), aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia

senyawa fenol, yaitu agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Sejumlah gugus

hidroksil yang dimiliki oleh flavonoid membuat dapat dalam bentuk glikosida,

flavonoid juga merupakan senyawa bersifat polar, oleh karena itu flavonoid cukup

larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dan air.

Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon yang

termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan

kloroform.

Metode ekstraksi yang paling baik untuk bahan yang berasal dari

tanaman adalah dengan melarutkan bahan ke dalam 1% HCl dalam metanol.

Metode ekstraksi yang paling baik dalam bahan pangan adalah dengan melarutkan

bahan dengan 1% HCl dalam etanol. Hal ini disebabkan karena sifat toksik dari

metanol meskipun ekstraksi dengan menggunakan etanol ini kurang efektif dan

lebih sulit mendapat konsentratnya. Berbagai contoh ekstraksi antosianin antara

lain ekstrraksi dengan menggunakan metanol dengan 1% HCl pada buah


15

cranberry dan anggur, dan ekstraksi dengan menggunakan campuran metanol,

asam asetat, dan air (25:1:24) pada blueberry (Nugraheni, 2014).

2.2.4 Kopigmentasi

Kopigmentasi merupakan interaksi antara struktur antosianin dengan

molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+) dan molekul organik lain

seperti senyawa falvanoid (flavon, flavonon, flavonol) dan sebagainya. Adanya

kopigmentasi antara antosianin dengan logam molekul organik lain cenderung

meningkatkan stabilitas warna antosianin dan menghasilkan warna yang lebih

terang dan terlindung dari oksidasi (Boulton, 2001). Kopigmentasi (penggabungan

antosianin dengan antosianin atau komponen organik lainnya) dapat

memperlambat proses degradasi. Bentuk kompleks turun dengan adanya protein,

tannin, flavonoid lainnya, dan polisakarida. Walaupun sebagian komponen

tersebut tidak berwarna, kopigmen dapat meningkatkan warna antosianin dengan

pergeseran batokromik, dan meningkatkan penyerapan warna pada panjang

gelombang penyerapan warna maksimum. Kompleks ini cenderung menstabilkan

selama proses dan penyimpanan. Antosianin sangat reaktif terhadap logam dan

membentuk kompleks stabil dengan timah, tembaga dan besi (Nugraheni, 2014).

Kopigmen adalah senyawa yang digunakan dalam proses kopigmentasi.

Kopigmen adalah senyawa tidak berwarna yang secara alami terdapat dalam sel

tanaman. Golongan flavanoid seperti flavon, flavonon dan flavanol, serta asam

fenolik dan asam amino merupakan kopigmen yang sering digunakan (Santoso &

Estiasih, 2014).
16

2.2.5 Asam Asetat

Asam asetat atau asam cuka merupakan senyawa yang termasuk asam

organik yaitu asam karboksilat. Menurut Hart dkk. (2003), asam karboksilat

tergolong polar, memiliki titik didih tinggi. Asam asetat memiliki rumus kimia

CH3COOH, dengan ciri larutan tidak berwarna, dapat larut dalam air, alkohol,

eter, dan kloroform, berbau sangat tajam dan membeku pada suhu 16,6 0C (Purba,

1996), sebutan untuk asam asetat murni adalah asam asetat glasial (Sukarini,

2003). Tetapan keasaman asam asetat adalah 1,8 x 10-5, titik didih 117,9

(Siswoyo, 2009).

2.2.6 Alum

Aluminium sulfat padat dengan nama lain: alum, alum padat, aluminium

alum, tawas, atau aluminium salt adalah produk berbentuk bubuk, butiran, atau

bongkahan, dengan rumus kimia Al2(SO4)3.xH2O. Alum sendiri adalah kelompok

garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Alum dikenal dengan

nama potassium aluminium sulfat dodekahidrat atau KAl(SO4)2.12H2O yang

dikenal banyak sebagai koagulan di dalam pengolahan air maupun limbah

(Hakim, 2005). Menurut Andarwulan (2012), beberapa logam bervalensi dua atau

tiga seperti magnesium dan aluminium dapat membentuk kompleks dengan

antosianin menghasilkan warna biru. Bentuk kompleks tersebut mengakibatkan

antosianin lebih stabil. Logam aluminium terdapat dalam alum.

2.2.7 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari

sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa
17

kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam

menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal

preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa

(Khopkar, 1984).

Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi

elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang

berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi (Khopkar,

1984). Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila

cahaya monokoromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya

tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian dipancarkan (It)

(Day & Underwood, 2002).

Menurut Nugraheni (2014), analisis spektroskopi UV dan sinar tampak

(UV-Vis) merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisis

struktur flavonoid. Hal ini dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data

mengenai jenis senyawa yang sama. Keuntungan dari cara spektroskopi ini adalah

sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis lengkap. Prinsip

dasar dari spektroskopi adalah bila suatu sinar melalui larutan kimia tertentu,

maka senyawa tersebuat akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu.

Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif karena

jumlah sinar yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung pada

jenis dan jumlah partikel.


18

Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna

komplementer dari warna yang teramati. Beberapa warna yang diamati dan warna

komplementernya terdapat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Panjang gelombang (nm) Warna Teramati Warna Komplementer


400 – 435 Lembayung (violet) Kuning-hijau
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Hijau-biru Jingga
490 – 500 Biru-hijau Merah
500 – 560 Hijau Ungu (purple)
560 – 580 Kuning-hijau Lembayung (violet)
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Hijau-biru
610 – 750 Merah Biru-hijau
Tabel 2.1 Panjang Gelombang, Warna Teramati dan Warna Komplementer

Komponen-komponen peralatan spektroskopi tersebut dijelaskan secara

garis besar oleh Sitorus (2009) sebagai berikut:

1. Sumber cahaya

Secara umum radiasi yang dihasilkan oleh material berupa sumber listrik

bertegangan tinggi atau pemanasan listrik. Tegangan listrik akan

menyebabkan eksitasi elektron pada benda dan waktu elektron kembali ke

tingkat energi yang lebih rendah (dasar) akan membebaskan radiasi berupa

emisi sejumlah energi tertentu (ΔE) tergantung tingkat eksitasinya dan energi

radiasi emisi inilah yang digunakan sebagai sumber radiasi. Sebagai sumber

radiasi UV digunakan lampu hidrogen (H) atau lampu deutirium (D). Gas

hidrogen atau deutirium diisi ke dalam bola lampu yang dilengkapi dengan

elektroda dan bila diberi tegangan listrik akan mengeksitasi elektron,

selanjutnya akan menghasilkan radiasi emisi cahaya sebagai sumber tenaga

radasi. Sedangkan sumber radiasi tampak yang juga menghasilkan sinar infra
19

merah (IR) dekat menggunakan lampu filamen tungsten yang dapat

menghasilkan tenaga radiasi 350-3500 nm.

2. Monokromator

Radiasi yang diperoleh dari berbagai sumber radiasi adalah sinar polikromatis

(banyak panjang gelombang). Monokromator berfungsi untuk mengurai sinar

tersebut menjadi monokromatis sesuai yang diinginkan. Monokromator

terbuat dari bahan optik yang berbentuk prisma.

3. Tempat sampel

Dalam bahasa sehari-hari tempat sampel (sel penyerap) dikenal dengan istilah

kuvet. Kuvet ada yang berbentuk tabung (silinder) tapi ada juga yang

berbentuk kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan kuvet adalah tidak

menyerap sinar yang dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak bereaksi

dengan sampel dan pelarut. untuk sinar UV digunakan quarts, sedangkan

untuk sinar tampak dapat digunakan gelas biasa namun quarts lebih baik.

4. Detektor

Detektro berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik atau

peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat (printer).

Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga listrik akan mencatat secara

kuantitatif tenaga cahaya tersebut. Persyaratan detektor yang baik adalah: (a).

Sensitivitas tinggi (b). Respon pendek (c). Stabilitasi lama dan (d). Sinyal

elektronik mudah diperjelas.


20

2.3 Kerangka Pemikiran

Antosianin merupakan pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air

yang menyebabkan hampir semua warna merah jambu, merah merak, merah,

merah sedunduk, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan

(Harborne, 1987). Antosanin dapat diperoleh dari kulit buah jamblang yang sudah

matang dengan warna ungu tua kehitaman.

Antosiain memiliki banyak kegunaan, diantaranya dapat digunakan

sebagai pewarna alami. Akan tetapi pemanfaatkan antosianin seringkali terkendala

akibat mudahnya pigmen ini terdegradasi oleh suhu tinggi. Jackman (1996)

menyatakan jika dibandingkan dengan pewarna sintetik pada umumnya zat warna

alami dari sumber nabati maupun hewani, memiliki tingkat stabilitas warna yang

lebih rendah. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan stabilitas antosianin

buah jamblang terhadap suhu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

kopigmentasi.

Kopigmentasi dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin.

Kopigmentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan sifat

antosianin yang lebih stabil dalam keadaan asam dan reaktif terhadap logam

dengan membentuk kompleks. Salah satu asam yang dapat digunakan sebagai

kopigmen antosianin buah jamblang adalah asam asetat yang merupakan asam

organik dengan tetapan keasaman 1,8 x 10-5. Selain itu, alum juga dapat

digunakan sebagai kopigmen antosianin buah jamblang karena mengandung salah

satu logam yang dapat membentuk kompleks stabil dengan antosianin yaitu logam

Al3+ sehingga dapat meningkatkan stabilitas antosianin.


21

Berdasarkan masalah diatas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

kopigmentasi antosianin buah jamblang dengan asam asetat dan alum.

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Kulit buah jamblang matang


berwarna ungu tua

Mengindikasikan keberadaan pigmen alami

Stabilitas
Antosianin rendah, mudah
rusak akibat
suhu tinggi
Upaya untuk
meningkatkan
stabilitas
antosianin
terhadap suhu

Kopigmentasi Uji stabilitas


antosianin buah antosianin buah
jamblang dengan jamblang pada
asam asetat dan berbagai variasi suhu
alum

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 – September 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat

gelas, blender, timbangan analitik, kertas saring Whatman no.1, shaker,

sentrifuge, corong Buchner, waterbath, dan spektrofotometer UV-Vis, vial-vial,

botol berwarna gelap, vacum rotary evaporator, pisau stainless steel.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah buah jamblang yang diperoleh dari daerah

kota Palu, n-heksan, etil asetat, etanol 96%, HCl 1 M, buffer pH 1, buffer pH 4,5,

asam asetat dengan variasi konsentrasi 2,5%; 5%; 7,5%; 10%, alum dengan

variasi konsentrasi 2,5%; 5%; 7,5%; 10%.

22
23

3.3 Preparasi Sampel

Sampel buah jamblang sebelumnya dilakukan sortasi atau pemilihan.

Buah jamblang yang digunakan adalah buah jamblang yang telah matang dengan

ciri buah berwarna ungu tua. Selanjutnya kulit buah jamblang dipisahkan dengan

daging buahnya menggunakan pisau stainless steel sehingga diperoleh kulit buah

jamblang siap untuk diekstraksi.

3.3.1 Ekstraksi Sampel

Ekstraksi antosianin dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 500 g

kulit buah jamblang dipotong kecil-kecil, dimasukkan ke dalam botol coklat atau

berwarna gelap. Kemudian 2500 mL n-heksan ditambahkan, diekstraksi dengan

maserasi selama 24 jam. Ekstrak disaring dengan kertas Whatman no.1 melalui

corong Buchner. Residu (ampas) diangin-anginkan, untuk menghilangkan pelarut.

Residu kering diekstrak lagi dengan 2500 mL etil asetat selama beberapa jam.

Ekstrak disaring diikuti oleh aerasi. Ekstrak residu kering dengan etanol-HCl

0,5% (v/v) selama beberapa jam dan kemudian disaring. Filtrat dikumpulkan,

kemudian dipekatkan dengan vakum rotary evaporator pada 60-65 °C sampai

ekstrak pekat diperoleh (Nuryanti dkk., 2012).

3.3.2 Pengukuran Kadar Total Antosianin

Pengukuran total antosianin buah jamblang dilakukan dengan

menggunakan filtrat hasil ekstraksi. Ekstrak dimasukan ke dalam 2 erlenmeyer

masing-masing sebanyak 5 mL. Erlenmeyer pertama ditambahkan 5 mL larutan

buffer pH 1 dan erlenmeyer kedua ditambahkan 5 mL larutan buffer pH 4,5.

Kedua bagian tersebut di ukur serapannya pada panjang gelombang 510 dan 700
24

nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kemudian menghitung serapan dan

kandungan antosianin sampel (Ashari, 2010).

3.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk ekstrak tak

terkopigmentasi dan ekstrak terkopigmentasi dengan asam asetat dan alum.

Masing-masing 1,5 mL ekstrak kulit buah jamblang tanpa penambahan asam

asetat dan tawas, serta ekstrak yang ditambahkan dengan asam asetat 10% dan

alum 10% di ukur serapannya pada panjang gelombang 200-700 nm, sehingga

diperoleh panjang gelombang maksimum ekstrak buah jamblang tak

terkopigemntasi dan terkopigmentasi dengan asam asetat dan tawas yang akan

digunakan untuk pengukuran (Nusantara dkk., 2017).

3.3.4 Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Asam Asetat

Sebanyak 1,5 mL ekstrak antosianin kulit buah jamblang dicampur

dengan asam asetat 20 mL dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%

dalam vial bertutup. Kemudian diuji stabilitasnya terhadap suhu.

Untuk uji stabilitas warna terhadap suhu: Vial-vial diatas dimasukkan ke

dalam waterbath pada suhu 40 ℃, 60 ℃, 80 ℃. Pemanasan dilakukan selama 300

menit untuk suhu 40 ℃, setiap selang waktu 60 menit diukur absorbansiya.

Pemanasan untuk suhu 60 ℃ dilakukan selama 225 menit, setiap selang waktu 45

menit diukur absorbansinya. Pemanasan untuk suhu 80 ℃ dilakukan selama 150

menit, setiap selang waktu 30 menit diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi

dilakukan pada panjang gelombang maksimum ekstrak terkopigmentasi asam


25

asetat yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu 500 nm. Semua pengukuran

dilakukan secara duplo (Lestario & Andini, 2016).

3.3.4 Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Alum

Sebanyak 1,5 mL ekstrak antosianin buah jamblang dicampur dengan

alum 20 mL dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dalam vial

bertutup. Kemudian diuji stabilitasnya terhadap suhu.

Untuk uji stabilitas warna terhadap suhu: Vial-vial diatas dimasukkan ke

dalam waterbath pada suhu 40 ℃, 60 ℃, 80 ℃. Pemanasan dilakukan selama 300

menit untuk suhu 40 ℃, setiap selang waktu 60 menit diukur absorbansiya.

Pemanasan untuk suhu 60 ℃ dilakukan selama 225 menit, setiap selang waktu 45

menit diukur absorbansinya. Pemanasan untuk suhu 80 ℃ dilakukan selama 150

menit, setiap selang waktu 30 menit diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi

dilakukan pada panjang gelombang maksimum ekstrak terkopigmentasi alum

yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu 540 nm. Semua pengukuran dilakukan

secara duplo (Lestario & Andini, 2016).

3.4 Analisis Data

3.4.1 Penentuan Kadar Total Antosianin

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar total senyawa

antosianin dalam kulit buah jamblang berdasarkan jenis pelarutnya. Pengukuran

menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis.

Menurut Sutharut & Sudarat (2012), penentuan total antosianin

menggunakan metode pH diferensial yaitu dengan mengukur absorbansi ekstrak


26

buah pada pH 1 dan pH 4,5 yang diukur pada panjang gelombang 510 nm dan 700

nm . Nilai absorbansi sampel ditentukan dengan rumus:

A = {(A510-A700) pH 1 – (A510-A700) pH 4,5}

Kandungan antosianin sampel dihitung dengan rumus:

Total antosianin (mg/L) =

Dimana:

A = Absobansi

MW = berat molekul sianidin-3-glukosida (449,2 g/mol)

DF = faktor pengenceran

= Absorpsivitas sianidin-3-glukosida (26.900 L/mol cm)

b = lebar kuvet

3.4.2 Uji Stabilitas Terhadap Suhu

Data absorbansi yang diperoleh untuk uji stabilitas warna ekstrak

terkopigmentasi asam asetat dan alum terhadap suhu, diplotkan terhadap lama

pemanasan, satu kurva untuk setiap suhu pemanasan, untuk melihat degradasi

antosianin dengan konsentrasi kopigmen yang berbeda, suhu yang berbeda dan

terhadap lama waktu pemanasan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Ekstrak Antosianin Kulit Buah Jamblang

Data warna filtrat dan residu hasil ekstraksi kulit buah jamblang

menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol-HCl 0,5%, disajikan pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Warna Filtrat dan Residu Hasil Ekstraksi Kulit Buah Jamblang

Sampel dan Pelarut Warna Filtrat Warna Residu


Bening dengan sedikit cairan
Kulit buah jamblang dan
berwarna ungu terpisah di Ungu pekat
n-heksan
bagian bawah.
Kulit buah jamblang dan
Kuning jernih Ungu
etil asetat
Kulit buah jamblang dan
Ungu Ungu pucat
etanol-HCl 0,5%

4.1.2 Pengukuran Total Antosianin

Hasil analisis total antosianin ekstrak buah jamblang berdasarkan nilai

absorbansi disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Total Antosianin Ekstrak Buah Jamblang


Absorbansi Total
Replikasi pH 1 pH 4,5 Antosianin
λ 510 nm λ 700 nm λ 510 nm λ 700 nm (mg/L)
1 2,050 1,689 0,408 0,874 69,05
2 2,045 1,659 0,408 0,871 70,89
3 2,049 1,647 0,407 0,867 71,97
Rata-rata 70,64

27
28

4.1.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum (λ maks) untuk

antosianin kulit jamblang tak terkopigmentasi, antosianin kulit jamblang

terkopigmentasi dengan asam asetat, antosianin kulit jamblang terkopigmentasi

dengan alum disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 λ maks ekstrak antosianin tak terkopigmentasi, terkopigmentasi dengan


asam asetat dan terkopigmentasi dengan alum
Ekstrak λ Maksimum Absorbansi
Tak Terkopigentasi 470 2,873
Terkopigmentasi dengan asam asetat 500 2,252
Terkopigmentasi dengan alum 540 1,538

4.1.4 Kopigmentasi Antosianin Kulit Buah Jamblang dengan Asam

Asetat

Hasil pengukuran absorbansi kopigmentasi antosianin kulit buah

jamblang dengan asam asetat dengan variasi konsentrasi 2,5%; 5%; 7,5%; 10%

yang kemudian diuji stabilitasnya terhadap suhu 40 ℃, 60 ℃, 80 ℃ disajikan

dalam Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6.

Tabel 4.4 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 40 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 60 120 180 240 300
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,711 0,678 0,665 0,670 0,651
5% 0,786 0,770 0,755 0,751 0,728
7,5% 0,854 0,825 0,788 0,786 0,774
10% 0,854 0,847 0,819 0,830 0,794
29

Tabel 4.5 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 60 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 45 90 135 180 240
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,810 0,807 0,770 0,751 0,759
5% 0,909 0,889 0,881 0,856 0,854
7,5% 0,904 0,893 0,862 0,853 0,844
10% 0,906 0,904 0,879 0,860 0,865

Tabel 4.6 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 80 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 30 60 90 120 150
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,689 0,676 0,608 0,593 0,612
5% 0,752 0,662 0,663 0,672 0,563
7,5% 0,782 0,734 0,653 0,583 0,648
10% 0,756 0,701 0,753 0,610 0,614

4.1.5 Kopigmentasi Antosianin Buah Kulit Jamblang dengan Alum

Hasil pengukuran absorbansi kopigmentasi antosianin kulit buah

jamblang dengan alum dengan variasi konsentrasi 2,5%; 5%; 7,5%; 10% yang

kemudian diuji stabilitasnya terhadap suhu 40 ℃, 60 ℃, 80 ℃ disajikan dalam

Tabel 4.7, Tabel 4.8, dan Tabel 4.9.

Tabel 4.7 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 40 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 60 120 180 240 300
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,683 0,616 0,587 0,585 0,636
5% 0,667 0,666 0,646 0,627 0,656
30

7,5% 0,697 0,697 0,659 0,656 0,663


10% 0,612 0,671 0,663 0,669 0,671
Tabel 4.8 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 60 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 45 90 135 180 240
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,602 0,621 0,586 0,574 0,656
5% 0,664 0,654 0,618 0,594 0,603
7,5% 0,774 0,672 0,638 0,619 0,631
10% 0,697 0,696 0,651 0,617 0,635

Tabel 4.9 Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat pada suhu 80 ℃

Absorban / Lama Waktu Pemanasan


Konsentrasi
Asam A1 A2 A3 A4 A5
Asetat 30 60 90 120 150
mnt mnt mnt mnt mnt
2,5% 0,580 0,604 0,447 0,582 0,490
5% 0,559 0,506 0,516 0,477 0,460
7,5% 0,646 0,588 0,514 0,600 0,471
10% 0,607 0,519 0,529 0,525 0,540
31

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap

kestabilan antosainin buah jamblang dengan penambahan kopigmen asam asetat

dan alum. Penelitian dilakukan untuk mempertahankan kestabilan warna atosianin

yang mudah rusak pada suhu tinggi. Pembahasan perlakuan maupun hasil

penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini, disajikan dalam penjelasan sebagai

berikut:

4.2.1 Preparasi Sampel

Penelitian ini memanfaatkan kulit buah jamblang. Buah jamblang yang

akan digunakan disortir terlebih dahulu. Sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah buah jamblang yang sudah matang dengan ciri memiliki warna buah

ungu kehitaman. Buah jamblang yang telah di pilih, dibersihkan dengan air

mengalir. Tujuan pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran pada sampel

buah jamblang. Selanjutnya, sampel buah jamblang yang telah bersih dipisahkan

kulit dengan daging buahnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kulit buah

jamblang yang berwarna ungu tua yang mengindikasikan keberadaan antosianin.

Kulit buah jamblang yang diperoleh di blender sampai halus dengan fungsi

memperkecil ukuran kulit buah jamblang sehingga mempermudah proses

ekstraksi.

4.2.2 Ekstrasi Sampel

Ekstraksi kulit buah jamblang dalam penelitian ini menggunakan metode

maserasi. Maserasi bertujuan untuk menarik senyawa antosianin dengan

menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat kelarutan antosianin. Penggunaan


32

metode maserasi mempertimbangkan sifat kelarutan bahan (sampel) yang akan

diekstraksi dan sifat antosianin yang mudah terdegradasi akibat panas.

Proses ekstraksi antosianin buah jamblang dilakukan dalam wadah yang

ditutup dengan aluminium foil. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontak

sampel dengan cahaya selama proses ekstraksi berlangsung. Menurut Basuki dkk.

(2005) kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

cahaya. Ekstraksi antosianin buah jamblang menggunakan tiga pelarut dengan

sifat yang berbeda, yaitu n-heksan, etil asetat dan etanol-HCl 0,5%. Fungsi pelarut

n-heksan adalah untuk menarik senyawa non polar yang terdapat pada sampel

sesuai dengan sifat kelarutan n-heksan yang non polar. Etil asetat berfungsi

sebagai pelarut yang akan menarik senyawa semi polar dari sampel sesuai dengan

sifat kelarutannya yang semi polar. Pelarut etanol bersifat polar sehingga dapat

menarik senyawa polar, khususnya antosianin. Penambahan HCl bertujuan agar

maserasi dapat berlangsung dalam suasana asam. Nugraheni (2014) menyatakan

bahwa antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam. HCl merupakan

jenis pengasam paling efektif. Hal ini dikarenakan HCl dapat mendenaturasi

membran sel tanaman dan melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel (Kristiana

dkk., 2012). Proses maserasi dengan tiga pelarut ini dilakukan selama 24 jam

bertujuan agar pelarut dapat menarik senyawa yang diinginkan dalam sampel

dengan baik.

Filtrat hasil dari maserasi dengan n-heksan, etil asetat, dan etanol-HCl

0,5% dikumpulkan, kemudian dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada

60-65 °C sampai ekstrak pekat diperoleh. Penggunaan vacum rotary evaporator


33

pada suhu 60-65 °C bertujuan untuk memekatkan ekstra, karena pada suhu

tersebut pelarut-pelarut yang digunakan menguap, sehingga ekstrak antosianin

yang diperoleh merupakan ekstrak pekat. Pelarut n-heksan mendidih pada suhu

60-70 °C (Utomo, 2016), etil asetat menguap pada suhu 77,1 °C (Azura dkk.,

2015), etanol dapat menguap pada suhu 60 °C (Zulfajri & Muttakin, 2017).

Ekstrak pekat antosianin yang diperoleh disimpan di dalam erlenmeyer yang telah

ditutup dan dibungkus dengan aluminium foil sehingga sampel tidak mudah rusak

oleh paparan dengan cahaya.

4.2.3 Pengukuran Kadar Total Antosianin

Pengukuran total antosianin buah jamblang dilakukan dengan

menggunakan filtrat hasil ekstraksi. Ke dalam 2 erlenmeyer di masukkan ekstrak

masing-masing sebanyak 1 mL. Erlenmeyer pertama ditambahkan 1 mL larutan

buffer pH 1 dan erlenmeyer kedua ditambahkan 1 mL larutan buffer pH 4,5.

Kedua bagian tersebut di ukur serapannya pada panjang gelombang 510 dan 700

nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kemudian menghitung serapan.

Serapan yang diperoleh akan digunakan untuk mengukur kandungan antosianin

sampel. Pengukuran total antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH

(Sutharut & Sudarat, 2012). Perbedaan pH yang digunakan adalah pada pH 1 dan

pH 4,5. Kondisi pH 1,0 antosianin dalam bentuk aksanium berwarna yang

mewakili jumlah antosianin dan senyawa-senyawa pengganggu. Pada pH 4,5

antosianin dalam bentuk hemiketal dan terjadi penurunan intensitas warna sampai

tidak berwarna, sehingga serapan yang ada adalah senyawa pengganggu. Panjang

gelombang yang digunakan untuk mengukur serapannya yaitu panjang gelombang


34

510 yang merupakan panjang gelombang sianidin-3-glukosida. Sianidin-3-

glukosida digunakan sebagai standar disebabkkan pigmen tersebut adalah pigmen

antosianin yang paling umum terdapat di alam (Lee dkk., 2005), sedangkan

panjang gelombang 700 nm digunakan sebagai faktor koreksi (Supiyanti, dkk.,

2010). Pengukuran absorbansi dilakukan sebanyak 3 kali. Pengulangan bertujuan

untuk mengurangi kesalahan pengukuran, sehingga perolehan data akurat

Berdasarkan absorbansi yang diperoleh dari pengukuran menggunakan

spektrofotometer UV-VIS, sampel kulit buah jamblang mengandung 70,64 mg/L

antosianin.

R1 R1
OH OH
B OH
+
HO O HO O
R2 R2
A + A +
O R O R
O R O R
Flavylium cation: orange to purple Hemiketal form: colorless
pH = 1,0 pH = 4,5

Gambar 4.1 Struktur Antosainin pada pH 1 dan pH 4,5 (Wrolstad dkk., 2005)

4.2.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Pengukuran panjang gelombang maksimum dalam penelitian ini

bertujuan untuk menentukan panjang gelombang antosianin buah jamblang tidak

terkopigmentasi, terkopigmentasi dengan asam asetat dan terkopigmentasi dengan

alum yang akan digunakan dalam pengukuran. Pengukuran panjang gelombang

dilakukan dengan memasukkan masing-masing 1,5 mL ekstrak buah jamblang ke

dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung reaksi 1 tidak ditambahkan kopigmen, tabung
35

reaksi 2 ditambahkan 20 mL asam asetat 10% dan tabung reaksi 3 ditambahkan

20 mL alum 10%. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh akan digunakan

dalam pengukuran untuk kopigmentasi antosianin buah jamblang (Nusantara dkk.,

2017).

Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang 400-580 nm.

Pengukuran panjang gelombang maksimum juga bertujuan untuk melihat

pergeseran absorbansi maksimum ekstrak terkopigmentasi. Hasil pengukuran

panjang gelombang masing masing untuk ekstrak tidak terkopigmentasi, ekstrak

terkopigmentasi dengan asam asetat dan ekstrak terkopigmentasi dengan alum

adalah 470 nm, 500 nm dan 540 nm, dengan serapan masing-masing 2,873; 2,252;

dan 1,538. Panjang gelombang maksimum ekstrak antosianin sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa karakteristik antosianin memiliki rentang

panjang gelombang maksimum 505-535 nm (Lestario, 2017).

4.2.5 Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Asam Asetat

Kopigmentasi antosianin buah jamblang dengan asam asetat

menghasilkan larutan berwarna merah. Hasil pengukuran panjang gelombang

maksimum menunjukan adanya pergeseran absorbansi maksimum dari ekstrak

tidak terkopigmentasi dengan ekstrak terkopigmentasi dengan asam asetat.

Pergeseran terjadi dari panjang gelombang 470 nm ke 500 nm. Pergeseran ini

adalah pergeseran batokromik. Hal ini menunjukan bahwa terjadi kopigmentasi

antara antosianin buah jamblang dengan asam asetat.

Kopigmentasi antosianin dengan asam asetat dilakukan dengan variasi

konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%. Variasi konsentrasi dilakukan bertujuan
36

untuk melihat pada konsentrasi mana antosianin dapat mempertahankan

stabilitasnya di ikuti dengan pemanasan pada suhu dan waktu pemanasan yang

divariasikan 80 ℃ selama 150 menit, setiap 30 menit sekali dilakukan pengukuran

absorbansi. Pada suhu 60 ℃, pemanasan dilakukan selama 225 menit, setiap 45

menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi. Suhu 40 ℃, pemanasan dilakukan

selama 300 menit, setiap 60 menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi.

Variasi suhu dan waktu pemanasan di dasarkan pada sifat antosianin yang mudah

rusak oleh panas selama proses pengolahan dan penyimpanan. Lestario (2017)

merekomendasikan pengolahan secara HTST (high temperature short time) untuk

mengurangi kerusakan pigmen. Panjang gelombang yang digunakan untuk

mengukur absorbansi adalah panjang gelombang maksimum yang diperoleh

sebelumnya untuk kopigmen asam asetat yaitu 500 nm.

4.2.6 Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Alum

Kopigmentasi antosianin dengan alum menghasilkan larutan berwarna

ungu kebiruan. Hal ini dikarenakan alum mempunyai pH 9 dengan derajat

keasaman 8 mendekati normal (Syafitri, 2015). Menurut Didi (2005), pada media

basa antosianin berwarna biru, dan pada media netral berwarna ungu. Hasil

pengukuran panjang gelombang maksimum menunjukan adanya pergeseran

absorbansi maksimum dari ekstrak tidak terkopigmentasi dengan ekstrak

terkopigmentasi dengan alum. Pergeseran terjadi dari panjang gelombang 470 nm

ke 540 nm. Pergeseran ini adalah pergeseran batokromik. Hal ini menunjukan

bahwa terjadi kopigmentasi antara antosianin buah jamblang dengan alum.


37

Kopigmentasi antosianin dengan alum dilakukan dengan variasi

konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%. Variasi konsentrasi dilakukan bertujuan

untuk melihat pada konsentrasi mana antosianin dapat mempertahankan

stabilitasnya di ikuti dengan pemanasan pada suhu dan waktu pemanasan yang

divariasikan 80 ℃ selama 150 menit, setiap 30 menit sekali dilakukan pengukuran

absorbansi. Pada suhu 60 ℃, pemanasan dilakukan selama 225 menit, setiap 45

menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi. Suhu 40 ℃, pemanasan dilakukan

selama 300 menit, setiap 60 menit sekali dilakukan pengukuran absorbansi.

Variasi suhu dan waktu pemanasan didasarkan pada sifat antosianin yang mudah

rusak oleh panas selama proses pengolahan dan penyimpanan. Lestario (2017)

merekomendasikan pengolahan secara HTST (high temperature short time) untuk

mengurangi kerusakan pigmen. Panjang gelombang yang digunakan untuk

mengukur absorbansi adalah panjang gelombang maksimum yang diperoleh

sebelumnya untuk kopigmen alum yaitu 510 nm.

4.2.7 Uji Stabilitas Terhadap Suhu

Uji stabilitas terhadap suhu dilakukan dengan membuat kurva data

absorbansi diplotkan terhadap lama pemanasan. Kurva uji stabilitas suhu

antosianin buah jamblang pada kopigmentasi dengan asam asetat 2,5%, 5%, 7,5%

dan 10% pada suhu 80 ℃, 60 ℃ dan 40 ℃ secara berturut-turut dapat dilihat pada

Gambar 4.2 sebagai berikut:


38

(a)

(b)

(c)
Gambar 4.2. Grafik uji stabilitas antosianin ekstrak buah jamblang pada
kopigmentasi dengan asam asetat 2,5%; 5%; 7,5%; dan 10% pada pemanasan
(a) Suhu 40 °C; (b) Suhu 60 °C; (c) 80 °C.
39

Pencampuran ekstrak antosianin buah jamblang dengan asam asetat

menghasilkan larutan berwarna merah. Samsudin dan Khoiruddin (2009) dalam

penelitiannya tentang ekstraksi, filtrasi membran dan uji stabilitas zat warna kulit

manggis menyatakan bahwa semakin rendah pH maka warna konsentrat semakin

merah dan stabil. Hal ini dapat dilihat melalui kenaikan serapan (absorbansi)

dengan semakin menurunnya pH. Kondisi pH 4, 3, 2 menunjukan warna

konsentrat semakin merah, dan semakin meningkatnya pH warna konsentrat

semakin berwarna kecoklatan. Hidayah dkk. (2014) menyatakan semakin rendah

pH maka warna konsentrat makin merah dan stabil atau jika pH semakin

mendekati 1 maka warna semakin stabil.

Hasil uji stabilitas suhu untuk ekstrak antosianin buah jamblang pada

kopigmentasi dengan asam asetat 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% menunjukan bahwa

pada suhu 60 °C antosianin buah jamblang lebih stabil dibandingkan dengan

pemanasan pada suhu 40 °C dan 80 °C. Hal ini dapat dilihat pada data absorbansi

yang lebih tinggi dari absorbansi pada suhu 40 °C dengan pemanasan paling lama

dan 80 °C paling singkat, juga dapat di amati melalui grafik uji stabilitasnya,

dimana penurunan absorbansi disetiap pemanasan mengalami penurunan yang

sangat kecil. Kopigmen asam asetet dapat sedikit mempertahankan kestabilan

antosianin buah jamblang pada suhu 60 °C. Penelitian ini menunjukan, pemanasan

pada suhu tinggi dengan lama pemanasan singkat dan pemanasan pada suhu

rendah dengan lama pemanasan yang panjang dapat mempengaruhi penurunan

stabilitas antosianin buah jamblang.


40

Menurut Andarwulan dkk. (2012), dalam larutan antosianin berada

dalam beberapa bentuk kesetimbangan tergantung pada kondisi pH. Bentuk

kesetimbangan tersebut adalah kation flavilum pada pH 1-2 (berada pada kondisi

paling berwarna dan paling stabil), kalkon ketika pH meningkat di atas 4

(antosianin berwarna kuning), quinouid (senyawa berwarna biru), dan basa

karbinol (senyawa tidak berwarna).


OH
-
Quinonoidal anionik (A-) O
(biru)
O O

Ogluc

=7 OH
pKa
-H+
OH
OH
O
OH
HO O
O O

Ogluc
Ogluc
OH
OH + Basa quinonoidal (A)
pK -H OH -H+
a= (Violet)
4 OH

HO +
O

Ogluc -H++H2O OH

OH OH
Kation flavilum (AH+) OH
HO O
(merah)

Ogluc
OH Basa karbinol (B)
(tidak berwarna)

OH
OH
OH
HO OH OH HO OH O
Ogluc

Ogluc
OH O E-kalkon (C)
OH
Z-Kalkon (C) (kuning)
(kuning)

Gambar 4.3. Bentuk Kesetimbangan Antosianin

Warna antosianin buah jamblang yang di kopigmentasi dengan asam

asetat menunjukan bahwa antosianin berbentuk kation flavilum dengan

penampakan warna larutan merah. Semakin lama dipanaskan pada suhu tinggi,
41

warna antosianin semakin memudar menjadi tidak berwarna. Hal ini di karenakan

antosianin dalam bentuk kation flavilum mengalami hidrasi sehingga terbentuk

basa karbinol yang tidak berwarna (Wulaningrum dkk., 2013). Perubahan bentuk

antosianin dapat dilhat pada gambar berikut:

R1 R1
OH OH
OH
+ B H2O, -H+
HO O HO O
R2 R2
+
A + -H2O, H

O R O R
O R O R

Gambar 4.4. Perubahan Struktur Antosianin Akibat Hidrasi

Suhu juga berpengaruh terhadap kestabilan antosianin. Hasil pengamatan

pada kurva uji stabilitas kopigmentasi antosianin menggunakan asam asetat

menunjukan bahwa suhu 80 °C pada setiap variasi konsentrasi kopigmen,

antosianin mengalami ketidakstabilan. Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang

dilakukan oleh Khuzaimah (2018) yang menyatakan semakin tinggi suhu

pemanasan maka absorbansi atau stabilitas warna semakin rendah, sehingga

warna merah akan berkurang. Andarwulan dkk. (2012) menyatakan pemanasan

dapat menyebabkan kesetimbangan antosianin cenderung menuju bentuk basa

karbinol atau kalkon yang tidak berwarna. Kerusakan akibat pemanasan terjadi

karena adanya hidrolisis yang terjadi pada ikatan glikosida antosianin sehingga

menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak stabil.

Hasil pengamatan uji stabilitas suhu antosianin buah jamblang pada

kopigmentasi dengan alum 2,5%; 5%; 7,5%; 10% pada suhu 80 °C, 60 °C dan 40

°C secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4.5 sebagai berikut:


42

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.5. Grafik uji stabilitas antosianin ekstrak buah jamblang pada
kopigmentasi dengan alum2,5%; 5%; 7,5%; dan 10% pada (a) Suhu 40 °C; (b)
Suhu 60 °C; (c) 80 °C.
43

Hasil uji stabilitas suhu untuk ekstrak antosianin buah jamblang pada

kopigmentasi dengan alum 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% menunjukan bahwa pada

pemanasan dengan suhu 40 °C dan 80 °C mengalami kestidakstabilan. Pada suhu

60 °C, antosianin memiliki serapan paling tinggi dibandingkan dengan pemanasan

pada suhu 40 °C dan °C. Pada suhu tinggi antosianin mengalami kerusakan, yang

dapat dilihat melalui rendahnya nilai absorbansi. Selain itu, semakin lama waktu

pemanasan nilai absorbansi juga semakin menurun (Wulaningrum dkk., 2013).

Laleh dkk. (2006) dalam penelitian tentang efek cahaya, temperatur, pH

dan spesies pada stabilitas antosianin pada empat spesies berberis menyatakan

bahwa peningkatan suhu mempercepat kerusakan antosianin, hal ini terlihat

melalui peningkatan kerusakan antosianin pada suhu 5 °C, 15 °C, 25 °C, 35 °C.

Kerusakan antosanin diakibatkan oleh hidrolisis struktur glikosida. Andarwulan

(2012) menyatakan pemanasan dapat menyebabkan kesetimbangan antosianin

cenderung menuju bentuk basa karbinol atau kalkon yang tidak berwarna.

Kerusakan akibat pemanasan terjadi karena adanya hidrolisis yang terjadi pada

ikatan glikosida antosianin sehingga menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak

stabil. Tahandugang (2014) dalam penelitiannya tentang kajian masa simpan

ekstrak antosianin ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.var. Ayamurasaki) tercampur

maltodekstrin dalam kemasan kapsul menyatakan kadar antosianin menurun

dengan meningkatnya waktu simpan dan menigkatnya suhu dari 50 ℃ dan 60 ℃.

Pengolahan antosianin pada suhu tinggi menyebabkan degradasi / kerusakan

antosianin, yang disebabkan oleh hidrolisis yang terjadi pada ikatan glikosida

antosianin sehingga menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak stabil (Andarwulan,


44

2012). Penggunaan kopigmen alum 10% dapat meningkatkan kestabilan

antosianin pada pemanasan dengan suhu 40 ℃. Ha ini dikarenakan alum

mengandung logam Al3+ yang di duga dapat membentuk senyawa kompleks yang

lebih stabil. Garam rangkap yang digunakan adalah Al2(SO4)3. Menurut Goto dkk.

(1976), penambahan garam dapat meningkatkan stabilitas antosianin. Hal tersebut

diakibatkan oleh pembentukan pasangan ion antara ion garam dan antosianin.

Menurut Lukas (2017) antosianin dan alum dapat bereaksi menurut persamaan

reaksi berikut:

C15H11O4 + Al2(SO4)3 +3H2O → 3C15H11O4.2Al3+ + 3H2SO4 + 3/2O2

Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa pemanasan suhu tinggi 80 ℃ dengan lama

pemanasan tersingkat yaitu selama 150 menit menunjukkan kopigmentasi dengan

asam asetat maupun alum tidak mampu mempertahankan stabilitas antosianin, dan

pemanasan pada suhu rendah 40 ℃ dengan lama pemanasan terpanjang yaitu

selama 300 menit menunjukan kopigmentasi kedua kopigmen asam asetat dan

alum juga belum mampu mempertahankan stabilitas antosianin yang ditandai

dengan penurunan absorbansi, serta semakin memudarnya warna yang dimiliki

oleh ekstrak tercampur kopigmen. Sari dkk. (2005) telah melakukan penelitian

tentang ekstraksi dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet. Hasil

penelitiannya menunjukan antosiainin buah duwet pada pemanasan suhu medium

(40 dan 60 ℃) mampu mempertahankan stabilitas warna diatas 80%, sedangkan

pada suhu tinggi (80 dan 100 ℃) stabilitas warna antosianin menurun drastis

hingga dibawah 20% selama 4 jam pemananasan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Semakin tinggi suhu pemanasan antosianin buah jamblang terkopigmentasi

asam asetat dan alum, semakin rendah kestabilan pigmen antosianin.

2. Semakin lama waktu pemanasan antosianin terkopigmentasi asam asetat dan

alum, semakin rendah pula kestabilan pigmen antosianin.

5.2 Saran

Saran penulis kepada peneliti selanjutnya adalah:

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian tentang

aplikasi pewarna dari hasil kopigmentasi antosianin buah menggunakan

kopigmen asam asetat dan alum.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian tentang

kopigmen-kopigmen lain yang dapat mempertahankan stabilitas antosianin

buah jamblang.

45
46

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Faradilla, R. H. F. (2012). Pewarna alami untuk pangan. South


East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)
Center: IPB.

Ashari, H. (2010). Ekstraksi dan karakterisasi antosianin dari ubi banggai maku
makulolong. Skripsi: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako.

Azura, S. L., Sutri, R., & Iriani. (2015). Pembuatan etil asetat dari hasil hidrolisis,
fermentasi dan esterifikasi kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.).
Jurnal Teknik Kimia USU, 4(1), 1-6.

Basuki, N., Harijono, Kuswanto, & Damanhuri. (2005). Studi pewarisan


antosianin pada ubi jalar. Agravita 27(1): 63-68.

Boulton, R. (2001). The Copigmentation of anthocyanins and its role in the color
of red wine: a critical review. American Journal of Enology and
Viticulture 52(2):67-85.

Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis kimia kuantitatif. Edisi


Keenam. Jakarta: Erlangga.

Didi, S. K. (2005). Potensi beras merah untuk penngkatan mutu pangan. Jurna
Litbang Pertanian, 24(3), 93-100.

Ferry, I. G. P. A., Manurung, M., Puspawati, N. M. (2015). Efektifitas antosianin


kulit buah jamblang (Syzygium cumini) sebagai penurun low density
lipoprotein darah tikus wistar yang mengalami hiperkolesterolemia.
Cakra kimia 3(12), 9-22.

González-Manzano, S., Dueñas, M., Rivas-Gonzalo, J.C., Escribano-Bailón, M.T.


dan Santos-Buelga, C. (2009). Studies on the copigmentation between
47

anthocyanins and flavan-3-ols and their influence in the colour


expression of red wine. Food Chemistry, 114(2): 649–656.

Goto, T., Hoshino, T. & Ohba, M. (1976). Stabilization effect of neutral salts on
anthocyains: flavilium salts, anhidrobase and genuine anthocyanins. J.
Agr. Biol. Chem. 40(8): 1593-1596.

Hakim, Y. (2005). Pengambilan logam Ni dalam limbah electroplanting dengan


proses koagulasi flokulasi. Skripsi: Universitas Diponegoro.

Harborne J. B. (1987). Metode fitokimia. Terjemahan dari: Phytochemical


Methods. Padmawinata, penerjemah. Bandung: ITBPr.

Hart, H., Craine, L.E., & Hart, D.J. (2003). Kimia organik suatu kuliah singkat
edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga.

Hidayah, T., Winarni, P. Dan Nini, W. (2014). Uji stabilitas pigmen dan
antioksidan ekstrak zat warna alami kulit buah naga. Indonesian Journal
of Chemical Science. 3(2): 136-140.

Jackman, R.L. & Smith J. L. (1996). Anthocyanin and batalains. Natural food
colourants. Second Edition. London: Blackie Academic and
Profersionals.

Khaldun, I. (2013). Kestabilan zat warna alami dari umbi ketela ungu (Ipomoea
batatas). Jurnal Chimiica Didactica Acta, 1(1), 34-40.

Khopkar, S.M. (1984). Konsep dasar kimia analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Khuzaimah, S. (2018). Uji stabilitas pigmen hasil ekstraksi zat warna alami dari
kulit buah naga (Hylocereus undatus). JTI, 2(2): 1-10.

Kristiana, H.D., Arivani, S. dan Khasanah, L.U. (2012). Ekstraksi pigmen


antosanin buah senggani (Melastoma malabathricum Auct. Non Linn)
dengan variasi jenis pelarut. Jurnal Teknosains Pangan. 1(1): 105-109.
48

Laleh, G. H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jameei, R. And Zare, S. (2006). The
effect of light, temperature, pH and species on stability of anthocyanin
pigments in four berberies spesies. Pakistan Journal of Nutrition, 5(1):
90-92.

Lee. J., Durst, R. W. & Wrolstad, R. E. (2005). Determination of total monomeric


anthocyanin pigment content of fruit juices, beverages, naturalcolorants,
and wines by the pH differential method: Collaborative study. Journal of
AOAC International, 88(5), 1269-1278.

Leimena, B.B. (2008). Karakterisasi dan purifikasi antosianin pada buah duwet
(Syzygium cumini). Skripsi: Institut Pertanian Bogor.

Lestario, L. N. (2017). Antosianin sifat kimia, perannya dalam kesehatan, dan


prospeknya sebagaii pewarna makanan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Lestario, L. N., dan Andini, S. (2016). Kopigmentasi kuersetinapel (pyrus malus)


terhadap stabilitas warna ekstrak buah duwet (syzygium cumini).
Prosiding Konser Karya Ilmiah, 2: 37-42.

Lukas, S.G.A. (2017). Pengaruh Proses Fiksasi terhadap Kualitas Warna Kain
Sutera pada Pemanfaatan Antosainin Hasil ekstraksi Kulit Buah Naga.
Skripsi Ssarjana Fakultas Teknik Kimia Universitas Politeknik Negeri
.Samarinda.

Markham, K. R. (1988). Cara mengidentifikasi flavonoid. Penerjemah


Padmawinata, K. Bandung: ITB.

Marliani, L., Kusriani, H., Sari, I. (2014). Aktifitas antioksidan daun dan buah
jamblang (Syzygium cumini L) skeel. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM, Sains, Teknologi, dan Kesehatan, 4(1), 201-206.

Munawaroh, H., Fadillah, G., Saputri, L. N. M. Z., Hanif, Q. A., Hidayat, R.,
Wahyuningsih, S. (2015). Kopigmentasi dan uji stabilitas warna
49

antosianin dari isolasi kulit manggis (garcinia mangostana l). Seminar


Nasional Matematika, Sains dan Informatika. ISBN 978-602-18580-3-5:
321-329.

Nuari, S. (2016). Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid ekstrak etanol buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus (F.A.C. Weber) briton & rose.
Skripsi: Universitas Tadulako.

Nugraheni, M. (2014). Pewarna alami sumber dan aplikasinya pada makanan


dan kesehatan. Yogyakarta: Graha ilmu.

Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C., dan Raharjo, T. J. (2012). Isolation
anthocyanin from roselle petals (hiniscus sabdariffa L) and the effect of
light on the stability. Indo. J. Chem. 12(2), 167-171.

Nusantara, Y. P., Lestario, L. N., Martono, Y. (2017). Pengaruh penambahan


asam galat sebagai kopigmen antosianin murbei hitam (morus nigra. l)
terhadap stabilitas termal. Agritech, 37(4), 428-436.

Purba, M. (1996). Ilmu kimia. Jakarta: Erlangga.

Samsudin, A. M., Khoiruddin. (2009). Ekstraksi, filtrasi membran dan uji


stabilitas zat warna dari kulit manggis (Garcinia mangostana). Skripsi:
Universitas Diponegoro.

Santoso, W. E. A., dan Estiasih, T. (2014). Kopigmentasi ubi jalar ungu dengan
kopigmen Na-kasienat dan protein whey serta stabilitasnya terhadap
pemanasan. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), 121-127.

Sari, P., Agustina, F., Komar, M., Unus., Fauzi, M., dan Lindriati, T. (2005).
Ekstraksi dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet (Syzygium
cumini). Jurnal Teknol. dan Industri Pangan 16(2), 142-150.

Sari, P., Wijaya. C. H., Sajuthi, D., Supratman, U. (2009). Identifikasi Antosianin
Buah Duwet (Syzygium cumini) Menggunakan Kromatografi Cair
50

Kinerja Tinggi-Diode Array Detection. Jurnal Teknol. dan Industri


Pangan 20(2), 103-110.

Sayuti,K. dan Yenrina, R. (2015). Antioksidan, alami dan sintetik. Padang :


Andalas University Press.

Siswoyo, R. (2009). Kimia organik. Jakarta: Erlangga.

Sitorus, M. (2009). Spektroskopi elusidasi struktur molekul organik. Yogyakarta:


Graha ilmu.

Sukarini, N.E. (2003). Studi penggunaan ampas kecap yang diproses dengan
larutan asam asetat untuk pakan terhadap komposisi kimia dan
karakteristik fisik daging ayam broiler. Tesis: Universitas Diponegoro.

Supiyanti, W., Endang, D.W., dan Kusmita, L. (2010). Uji aktivitas antioksidan
dan penentuan kandungan antosianin total kulit buah manggis (Garcinia
Mangostana 1). Majalah Obat Tradisiaonal, 15(2) : 64-70.

Sutharurut, J., Sudarat, J. (2012). Total anthocyanin and antioxidant activity of


germinated colored rice. International Food Research Journal, 19(1):
215-221.

Syafitri, R. (2015). Perbedaan Perbandingan larutan celup (Vlot) terhadap hasil


pencelupan bahan sutra menggunakan ekstrak kelopak bunga rossela
(Hibiscus sabdariffa L) dengan mordan tawas (Al2(SO4)3). Skripsi:
Universitas Negeri Padang.

Tahandugang, U. I. (2014). Kajian masa simpan ekstrak antosianin ubi jalar ungu
(Ipomea batatas L.var. Ayamurasaki) tercampur maltodkstrin dalam
kemasan kapsul. Skripsi: UNTAD.

Utomo, S. (2016). Pengaruh konsentras pelarut (n-heksana) terhadap rendemen


hasil ekstraksi minyak biji alpukat untuk pembuatan krim pelembab
kulit. Konversi, 5(1), 39-47.
51

Voigt, R. (1994). Buku pelajaran teknologi farmasi, Penerjemah Dr. Soendani


Noerono, Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wrolstad, R. E., Durst, R. W., & Lee, J. (2005). Tracking color and pigment
changes n anthocyanin products. Trends in Food Science and
Technology, 16, 423-428.

Wulaningrum, R. A., Sunarto, W., & Alauhdin, M. (2013). Pengaruh asam


organik dalam ekstraksi zat warna kulit buah manggis (Garcinia
mangostana). Indonesian Journal of Chemical Science, 2(2), 119-124.

Zulfajri, M & Muttakin. (2017). Metode ekstraksi antosianin dari kulit buah
Syzygium cumini (L.) skeels sebagi indikator alami asam basa. Seminar
Nasional II USM Eksplorasi Kekayaan Maritim Aceh di Era Globalisasi
dalam Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, 1 : 547-
553.
52

LAMPIRAN
53

LAMPIRAN 1
SKEMA PROSEDUR KERJA

1. Preparasi Sampel

Buah jamblang

- Disortasi/dipilih yang sudah matang


- Dicuci sampai bersih
- Dipisahkan kulit dan daging buah
menggunakan pisau stainless steel
Sampel kulit buah jamblang

- Dipotong kecil-kecil

Sampel kulit buah jamblang


yang telah siap di ekstraksi
54

2. Ekstraksi Sampel Buah Jamblang

500 gram kulit buah


jamblang

- Dipotong kecil-kecil
- Dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap.
- Ditambahkan 2500 mL n-heksan
- Diekstrak dengan maserasi selama 24 jam.
- Disaring dengan kertas Whatman no.1 melalui
corong buchner.

Residu Filtrat
- Diangin-anginkan untuk
menghilangkan pelarut.
- Diekstrak kembali dengan 2500 mL
etil asetat selama beberapa jam.
- Disaring dengan kertas Whatman
no.1 melalui corong buchner.

Residu Filtrat
- Diekstrak kembali dengan 2500 mL
etanol-HCl 0,5% selama beberapa
jam.
- Disaring dengan kertas Whatman
no.1 melalui corong buchner.

Residu Filtrat
- Dicampur
- Dimasukan
ke dalam
vacum
rotary
evaporator
pada 60-65
0
C
Ekstrak pekat
55

3. Pengukuran Kadar Total Antosianin

Filtrat hasil ekstraksi

- Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi,


masing-masing 5 mL

5 mL ekstrak 5 mL ekstrak

- Ditambahkan - Ditambahkan
5 mL larutan 5 mL larutan
buffer pH 1 buffer pH 4,5
- Diukur - Diukur
seranpannya seranpannya
mengguakan mengguakan
spektrofotome spektrofotome
ter UV-VIS ter UV-VIS
pada panjang pada panjang
gelombang gelombang
510 nm dan 510 nm dan
700 nm 700 nm
Absorban Absorban
56

4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

a. Ekstrak tak terkopigmentasi

5 mL ekstrak kulit buah jamblang

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi


- Diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 200-700 nm
sampai diperoleh panjang gelombang
maksimum

Panjang gelombang maksimum ekstrak

antosianin kulit buah jamblang tak

terkopigmentasi

b. Ekstrak Terkopigmentasi dengan Asam Asetat

1,5 mL ekstrak kulit buah jamblang

- Dimasukkan ke dalam tabung


erlenmeyer
- Ditambahkan asam asetat 10% 20 mL
- Diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 200-700 nm
sampai diperoleh panjang gelombang
maksimum

Panjang gelombang maksimum ekstrak

antosianin kulit buah jamblang terkopigmentasi

dengan asam asetat


57

c. Ekstrak Terkopigmentasi dengan Alum

1,5 mL ekstrak kulit buah jamblang

- Dimasukkan ke dalam tabung


erlenmeyer
- Ditambahkan alum 10% 20 mL
- Diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 200-700 nm
sampai diperoleh panjang gelombang
maksimum

Panjang gelombang maksimum ekstrak

antosianin kulit buah jamblang terkopigmentasi

dengan alum
58

5. Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Asam Asetat

Filtrat hasil ekstraksi

- Diambil masing-masing 1,5 mL


- Dimasukkan ke dalam 4 buah
vial

Vial Vial Vial Vial

1 2 3 4
- Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20
mL asam asetat mL asam asetat mL asam asetat mL asam asetat
2,5% 5% 7,5% 10%
- Dimasukkan - Dimasukkan - Dimasukkan - Dimasukkan
kedalam kedalam kedalam kedalam
waterbath pada waterbath pada waterbath pada waterbath pada
suhu 400C, 600C, suhu 400C, , suhu 400C, , suhu 400C, ,
800C. 600C, 800C. 600C, 800C. 600C, 800C.
- Diukur - Diukur - Diukur - Diukur
serapannya pada serapannya pada serapannya pada serapannya pada
masing-masing masing-masing masing-masing masing-masing
variasi suhu variasi suhu variasi suhu variasi suhu
pada panjang pada panjang pada panjang pada panjang
gelombang gelombang gelombang gelombang
maksimum maksimum maksimum maksimum
ekstrak ekstrak ekstrak ekstrak
terkopigmentasi terkopigmentasi terkopigmentasi terkopigmentasi
dengan asam dengan asam dengan asam dengan asam
asetat asetat asetat asetat
- - -
Absorban Absorban Absorban Absorban
59

6. Kopigmentasi Antosianin Buah Jamblang dengan Alum

Filtrat hasil ekstraksi

- Diambil masing-masing 1,5 mL


- Dimasukkan ke dalam 4 buah
erlenmeyer

Vial Vial Vial Vial

1 2 3 4
- Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20 - Di tambahkan 20
mL alum 2,5% mL alum 5% mL alumn 7,5% mL alum 10%
- Dimasukkan - Dimasukkan - Dimasukkan - Dimasukkan
kedalam kedalam kedalam kedalam
waterbath pada waterbath pada waterbath pada waterbath pada
suhu 400C, 600C, suhu 400C, , suhu 400C, , suhu 400C, ,
800C. 600C, 800C. 600C, 800C. 600C, 800C.
- Diukur - Diukur - Diukur - Diukur
serapannya pada serapannya pada serapannya pada serapannya pada
masing-masing masing-masing masing-masing masing-masing
variasi suhu variasi suhu variasi suhu variasi suhu
pada panjang pada panjang pada panjang pada panjang
gelombang gelombang gelombang gelombang
maksimum maksimum maksimum maksimum
ekstrak ekstrak ekstrak ekstrak
terkopigmentasi terkopigmentasi terkopigmentasi terkopigmentasi
dengan alum dengan alum dengan alum dengan alum

Absorban Absorban Absorban Absorban


60

LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN

A. Hasil pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-VIS


Absorbansi
Replikasi pH 1 pH 4,5
λ 510 nm λ 700 nm λ 510 nm λ 700 nm
1 2,050 1,689 0,408 0,874
2 2,045 1,659 0,408 0,871
3 2,049 1,647 0,407 0,867

B. Nilai absorbansi sampel ditentukan dengan rumus:


A = {(A510-A700) pH 1 – (A510-A700) pH 4,5}
a. Replikasi 1
A = (2,050 - 1,689) – (0,408 - 0,874)
A = 0,361 – (-0,466)
A = 0,827
b. Replikasi 2
A = (2,045 - 1,659) – (0,408 - 0,871)
A = 0,368 – (-0,463)
A = 0,849
c. Replikasi 3
A = (2,049 - 1,647) – (0,407 - 0,867)
A = 0,402 – (-0,460)
A = 0,862

C. Perhitungan total antosianin

Total antosianin (mg/L) =

a. Replikasi 1

Total antosianin =

Total antosianin =

Total antosianin = 69,05 mg/L


61

b. Replikasi 2

Total antosianin =

Total antosianin =

Total antosianin = 70,89 mg/L

c. Replikasi 3

Total antosianin =

Total antosianin =

Total antosianin = 71,97 mg/L

D. Rata-rata total antosianin

Rata-rata total antosianin =

= 70,64 mg/L

E. Standar deviasi

Standar deviasi (simpangan baku) suatu data dapat dihitung menggunakan rumus:

S=

S2 =

Keterangan:
S= Standar deviasi
Xi = Nilai X ke-i
62

= Nilai X rata-rata
N = banyaknya data

= (69,05 + 70,89 + 71,97)

= (211,91)

= 70,64

S2 =

S2 =

S2 =

S2 = 2,17975
S=

S = 1,4763976429
63

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

Keterangan: (kiri) sampel buah jamblang sebelum di pisahkan antara kulit dan

daging buah; (kanan) kulit buah jamblang yang telah dihaluskan

Penyaringan hasil maserasi


64

Keterengan: (kiri) filtrat hasil ekstraksi dengan n-heksan; (tengah) filtrat hasil

ekstraksi dengan etil asetat; (kanan) filtrat hasil ekstraksi dengan etanol-HCl 0,5%

Keterangan: (kiri) residu hasil ekstraksi dengan n-heksan; (tengah) residu hasil

ekstraksi dengan etil asetat; (kanan) residu hasil ekstraksi dengan etanol-HCl

0,5%.
65

Keterangan: (kiri) proses evaporator; (kanan) ekstrak pekat hasil evaporator.

Penguukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk


penentuan total antosianin

Keterangan: (kiri) ekstrak terkopigmentasi alum (kanan) ekstrak terkopiggmentasi


asam asetat.
66

Keterangan: (kiri) ekstrak di tambahkan alum dengan konsentrasi 2,5%, 5%,

7,5%, 10%; ) (kanan) uji stabilitas terhadap suhu 40 ℃, 60 ℃ dan 80℃.

Keterangan: (kiri) ekstrak di tambahkan alum dengan konsentrasi 2,5%, 5%,

7,5%, 10%; ) (kanan) uji stabilitas terhadap suhu 40 ℃, 60 ℃ dan 80℃.


67

Keterangan: (kiri) setelah pemanasan pada suhu 40 ℃; (kanan) setelah pemanasan

dengan suhu 60 ℃.

Keterangan: (kiri) hasil kopigmentasi dengan alum setelah pemanasan pada suhu
80 ℃; (kanan) hasil kopigmentasi dengan asam asetat setelah pemanasan pada
suhu 80 ℃.
68
69
70
71

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
LABORATORIUM UNIT KIMIA
Kampus Bumi Tadulako
Jalan :Soekarno Hatta Km. 9 Tclp: (0451) 429743 Fax. (0451) 422844

SURAT KETERANGAN
No. 1795A UN 28.l.2/KM.2021

Yang benanda tangan d i bawah ini Kepala Unit Laboratorium kimia FakuJtas Keguruan dan

Ilrnu Pendidikan Universitas Tadulako Palu, dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Chintia Novita Barani


No. Stambuk' : A 251 14 032
Program Studi : Pendidikan Kimia
Jurusan :Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Bahwa benar yang bersangkutan telah melaksanakan penelitian/observasi dari tanggal 30

Agust us 2018 s/d 28 September 20 1 8 dalam rangka menyelesaikan Karya Tulis Ilm iah

dengan judul: Kopigmentasi Antosiamn Kulit Buah Jamblang (Syzygium cumini) dengan Asam

Asetat dan Alum.

Demikian surat keterangan penelitian ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Palu, 25 Jan ua ri 2021


Kepala Lab. Unit Kimia

NIP.19660805 199311 1 001


72
73
74
75
76
77
78

RIWAYAT HIDUP

Chintia Novita Barani lahir di Makmur, 25 November 1996. Anak pertama dari

tiga bersaudara dari pasangan Marpaul Kelton Barani dan Frida Pelleng di desa

Makmur Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi.

Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Menusi pada tahun 2002 dan tamat pada

tahun 2008. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Palolo

tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011, kemudian lanjut di SMA Negeri 1 Palolo

pada tahun 2011 dan tamat pada tahun 2014. Setelah lulus SMA, tahun 2014

melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri),

terdaftar sebagai mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia FKIP

Universitas Tadulako.

Anda mungkin juga menyukai