Anda di halaman 1dari 96

PEMBUATAN BIODEGRADABLE FOAM DARI PATI

BIJI DURIAN (Durio zibethinus) DAN NANOSERAT


SELULOSA AMPAS TEH (Camellia sinensis)
DENGAN PROSES PEMANGGANGAN

SKRIPSI

Oleh

BANGKIT KALI SYAHPUTRA SIPAHUTAR


150405024

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PEMBUATAN BIODEGRADABLE FOAM DARI PATI
BIJI DURIAN (Durio zibethinus) DAN NANOSERAT
SELULOSA AMPAS TEH (Camellia sinensis)
DENGAN PROSES PEMANGGANGAN

SKRIPSI

Oleh

BANGKIT KALI SYAHPUTRA SIPAHUTAR


150405024

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2020

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
dengan judul “Pembuatan Biodegradable Foam dari Pati Biji Durian (Durio
zibethinus) dan Nanoserat Selulosa Ampas Teh (Camellia sinensis) dengan
Proses Pemanggangan”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulisan


banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Penelitian
yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T., selaku Koordinator Penelitian
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T, M.Sc dan Bapak M. Hendra S. Ginting.,
M.T selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM, selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Erni Misran, S.T., M.T., PhD selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang tetap memberikan motivasi dan wawasan serta semangat kepada
penulis dari awal perkuliahan sampai tugas akhir.
6. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik
Kimia yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan bantuan
kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.
7. Orang tua dan keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan baik
materil maupun spiritual.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta

Ayah Buyung Hesdi Sipahutar dan Emak Nuraini Rambe

Ayah dan Emak adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik dan
mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasihat dan doa yang tiada hentinya, yang
telah Ayah & Emak berikan selama ini.

Kakak-kakaku Tersayang

Syafrinawati Br Hutar dan Zubaidah Br Hutar

Terimakasihku untuk segala motivasi, dukungan, doa, dan semangat yang telah
diberikan

Semoga kiranya Allah Subhanahu Wata’ala selalu meridhoi segala jerih payah
Ayah Emak dan Saudaraku serta memberikan balasan yang terbaik

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Bangkit Kali Syahputra Sipahutar


NIM : 150405024
Tempat/Tgl. Lahir : Sionggang/26 Desember 1997
Email : bangkit.syahputra26@gmail.com
Nama Orang Tua : Buyung Hesdi Sipahutar dan
Nuraini Rambe
Alamat Orang Tua : Dusun IV Desa Sionggang
Kecamatan Buntu Pane Kabupaten
Asahan
Asal Sekolah:
 SD Negeri 015898 Siongang (2003-2009)
 SMP Negeri 1 Bandar Pasir Mandoge (2009-2012)
 MA Negeri Asahan (2012-2015)
Beasiswa yang pernah diperoleh:
1. Bidik Misi
2. Beasiswa Data Print Tahun 2019
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Pengurus Nasional Yayasan Hamada Foundation Bidang Lingkungan Hidup,
2018.
2. Anggota Divisi Sains dan Teknologi Inkubator Sains Universitas Sumatera
Utara.
3. Ketua Departemen Akademik dan Profesi Klub Kegiatan Kretivitas Mahasiswa
Islam (K3MI) Alhadiid Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara (HIMATEK FT USU): 2015 – sekarang.
5. Anggota Covalen Study Group (CSG): 2015 – sekarang.
6. Asisten Laboratorium Kimia Organik, Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara: 2017 – 2019.
7. Tutor Mata Pelajaran Kimia di Bimbingan Belajar Primagama, Medan, 2019.
8. Kerja Praktek di PT. Pertamina RU II, Dumai, September-Oktober 2018.
9. Lab Analyst di Specialty Fats Division (SFD Lab) PT Musim Mas Kawasan
Industri Medan II, Oktober 2019 – Sekarang.
Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal/ pertemuan ilmiah:
1. Proceedings of ISER 232nd International Conference, Malacca, Malaysia, 20th
– 21st October, 2019 dengan judul “The Effect of Filler Loading Tea Waste
Nanofiber on Mechanical Propreties of Biofoam”
2. Hak Paten Sederhana dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik
Indonesia, terhitung dari 21 Mei 2019 dengan Judul “Metode Pembuatan
Karbon Aktif dari Limbah Kulit Markisa Sebagai Adsorben”
3. Prosiding Simposium Nasional Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang 2017 dengan Judul “Pemanfaatan Limbah Pertanian Kulit Ubi Kayu
dalam Sintesis Produk Biofoam sebagai Pengganti Produk Styrofoam”

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:
1. Mahasiswa Berprestasi Utama II Universitas Sumatera Utara Tahun 2018.
2. Medali Emas dan Penemuan Terbaik dalam ajang World Young International
Exhibition, Kuala Lumpur, 10 Mei 2018.
3. Medali Perunggu dalam ajang International Invention and Innovative
Competition (InIIC) Series II, Langkawi, Malaysia, 20 Oktober 2018.
4. Medali Perak dalam ajang International Invention and Innovative Competition
(InIIC) Series I, Langkawi, Malaysia, 27 April 2019.
5. Delegasi Pertukaran Pelajar Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia di Universitas
Indonesia, Depok, 2016.
6. Best Presenter pada International Institute Engineers and Researcher,
Malacca, Malaysia, 2019.
7. Best Presenter Pada Ekspo dan Simposium Nasional Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, 2017.
8. Presenter pada TALENTA International Conference on Engineering, Science
and Technology (CEST), 2017.
9. Juara I Lomba Fotografi PIMNAS 32 Non-PKM Universitas Udayana Bali,
2019.
10. Juara I Lomba Esai Nasional dari FS2T Universitas Negeri Malang, 2017.
11. Juara I Lomba Esai Nasional Polymer Days STMI Jakarta, 2017.
12. Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional, UAYS Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta, 2017.
13. Juara II Esai Nasional “The Big Goal for Nation” Universitas Negeri Medan,
2017.
14. Juara II Esai Nasional Mukernas Fornas Sosmas, UNSYIAH Banda Aceh
2019.
15. Juara II Esai Nasional Fakultas Kehutanan USU, 2018.
16. Juara III Esai Nasional Milad BKKMTKI, 2017.
17. Juara III Esai Nasional “Innovation for Nation” oleh PPI Hungaria, 2017.
18. Top 6 Lomba Paper Nasional “Biology Expo” Universitas Jambi.
19. Top 10 Kompetisi Paper Mahasiswa Nasional, LIPI Bandung, 2017.
20. Top 10 Kompetisi Paper Mahasiswa Nasional, LIPI BPTM, Lampung, 2018.
21. Top 10 Kompetisi Paper Nasional, Green Chemistry oleh Kimia Analitik
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2017.
22. Top 10 Forum Teknologi Mahasiswa Nasional, Teknik Kimia, UNSRI,
Palembang, 2018.
23. Harapan I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional, MIPA Fest, Universitas
Padjadjaran, Bandung 2017.
24. Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Kandungan Alqur’an MTQ Mahasiswa
Nasional, Unsyiah, Banda Aceh 2019.
25. Penerima Hibah Dana Penelitian PKM-Penelitian Eksakta RISTEK DIKTI
2018.

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBUATAN BIODEGRADABLE FOAM DARI PATI BIJI
DURIAN (Durio zibethinus) DAN NANOSERAT SELULOSA
AMPAS TEH (Camellia sinensis) DENGAN
PROSES PEMANGGANGAN

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan


nanoserat selulosa (NSS) dari ampas teh dan PVA terhadap karakteristik produk
biofoam dari pati biji durian meliputi sifat fisika dan mekanik dari biofoam yang
dihasilkan serta mempunyai sifat-sifat yang lebih baik dan dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan pad pembuatan biofoam ini
yaitu dengan proses pemanggangan (baking process). Pada penelitian ini, sintesis
NSS dari ampas teh dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu proses delignifikasi,
pemutihan, hidrolisis dengan asam sulfat dan ultrasonikasi yang kemudian
dikarakterisasi. NSS dari ampas teh yang diperoleh akan dijadikan sebagai bahan
pengisi pada biofoam. Biofoam dibuat dari campuran pati biji durian dan PVA
sebagai matriks, dan dicampur dengan NSS dari ampas teh sebagai pengisi dengan
perbandingan komposisi NSS dari ampas teh 0%, 1%, 3% dan 5% (b/b) serta
variabel PVA dengan komposisi 10%, 20% dan 30% yang akan dicetak dengan
alat pemanggang (oven) dengan kondisi operasi suhu 80 oC dan waktu 60 menit.
Biofoam yang telah dicetak kemudian diuji sifat fisik dan mekanik serta
karakteristiknya. Hasil karakterisasi serat ampas teh dan NSS dari ampas teh
menggunakan FTIR dapat diketahui bahwa tidak banyak mengalami perubahan
kandungan senyawa setelah mengalami pengecilan ukuran, NSS yang dihasilkan
berbentuk seperti batang (rodlike) dengan diameter partikel rata-rata 64,27 nm
melalui karakterisasi TEM. Penambahan pengisi NSS dari ampas teh dan
konsentrasi PVA mampu mempengaruhi nilai kekuatan fisik dan mekanik
biofoam. Nilai kekuatan tarik biofoam tertinggi pada perbandingan komposisi
NSS ampas teh dan PVA 3%:10% sebesar 5,647 MPa. Persentase penyerapan air
dan kadar air terendah masing-masing pada perbandingan komposisi NSS dari
ampas teh-PVA 1%:30% berturut-turut sebesar 21,505% dan 1,515%. Nilai
densitas terendah dari biofoam pada perbandingan komposisi NSS dari ampas teh
dan PVA 0%:30% sebesar 1,022 g/cm3. Persentase kehilangan massa tertinggi
dari biofoam terjadi pada perbandingan komposisi NSS dari ampas teh dan PVA
5%:10% sebesar 60,256% dengan waktu degradasi selama 28 hari. Dari hasil
analisis SEM terhadap biofoam, dapat diketahui bahwa pada komposisi NSS dari
ampas teh dan PVA 3%:30% terlihat permukaan patahan yang lebih halus dan
juga pengisi yang terdispersi secara cukup merata.

Kata kunci: biofoam, NSS dari ampas teh, pati biji durian, PVA.

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SYNTHESIS OF BIODEGRADABLE FOAM FROM DURIAN
SEED STARCH (Durio zibethinus) AND TEA WASTE
CELLULOSE NANOFIBER (Camellia sinensis)
WITH BAKING PROCESS

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of filler loading of cellulose
nanofiber from tea waste and PVA on characteristics of biofoam products from
durian seed starch including the physical and mechanical properties of biofoam
produced and have better properties and can be applied in daily life day. The
method used is the baking process. In this research, cellulose nanofiber synthesis
from tea waste is carried out in several stages, namely the process of
delignification, bleaching, hydrolysis with sulfuric acid and ultrasonication which
is then characterized. Cellulose nanofiber from tea waste obtained will be used as
fillers in biofoam. Biofoam is made from a mixture of durian seed starch and PVA
as a matrix, and mixed with NSS from tea waste as a filler with a comparison of
cellulose nanofiber composition of tea waste 0%, 1%, 3% and 5% (w/w) and
variable of PVA with composition 10%, 20% and 30% to be produced with an
oven and operating temperature of 80oC for 60 minutes. The produced of biofoam
is then analyzed for physical and mechanical properties and their characteristics.
The results of the characterization of tea waste fibers and cellulose nanofiber
from tea waste using FTIR can be seen that there is not much change in the
compound content after a reduction in size, the resulting cellulose nanofiber is
shaped like a rod (rodlike) with an average particle diameter of 64.27 nm through
TEM characterization. The filler loading of cellulose nanofiber and PVA can
affect the physical and mechanical properties of biofoam. The highest tensile
strength value of biofoam in the composition ratio of cellulose nanofiber and PVA
3%:10% was 5.647 MPa. The lowest percentage of water absorption and
moisture content respectively in the cellulose nanofiber and PVA composition
ratio of 1%:30% was respectively 21.505% and 1.515%. The lowest density value
of biofoam in the cellulose nanofiber and PVA composition ratio of 0%:30% was
1,022 g/cm3. The highest percentage of mass loss from biofoam occurred at the
ratio of cellulose nanofiber and PVA composition of 5%:10% at 60.256% with a
degradation time of 28 days. From the results of SEM analysis on biofoam, it can
be seen that the cellulose nanofiber and PVA composition of 3%:30% shows a
smoother fracture surface.

Keywords: biofoam, cellulose nanofiber, durian seed starch, PVA, tea waste.

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................................... i


PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ iii
PRAKATA .................................................................................................................. iv
DEDIKASI .................................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... iiiixx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
2.1 Styrofoam .............................................................................................. 6
2.2 Biodegradable Foam ........................................................................... 7
2.2.1 Pati ............................................................................................ 7
2.2.2 Biji Durian ................................................................................ 8
2.2.3 Nanoserat Selulosa ................................................................... 9
2.2.4 Ampas Teh ............................................................................. 10
2.2.5 Polivinil Alkohol (PVA) ......................................................... 11
2.2.6 Magnesium Stearat ................................................................ 11
2.3 Metode Pembuatan Biodegradable Foam .......................................... 12
2.4 Karakterisasi Bahan Baku dan Produk ............................................... 14

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.1 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ..................... 14
2.4.2 Analisis Fourier Transform Infra-Red (FTIR) ....................... 14
2.4.3 Transmission Eelctron Microscope (TEM) ............................ 14
2.4.4 Analisis Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ........................... 15
2.4.5 Kadar Air (Moisture Content) ................................................ 15
2.4.6 Analisis Kerapatan (Density) .................................................. 16
2.4.7 Daya Serap Air (Water Absorption) ....................................... 16
2.4.8 Uji Biodegradasi ..................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 17
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 17
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 17
3.2.1 Alat ......................................................................................... 17
3.2.2 Bahan .................................................................................. 17
3.2.2.1 Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Pati
Biji Durian ................................................................ 17
3.2.2.2 Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan
Nanoserat Selulosa ................................................... 17
3.2.2.3 Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan
Biodegradable Foam ................................................ 18
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 18
3.3.1 Prosedur Pembuatan Pati Biji Durian ..................................... 18
3.3.2 Prosedur Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh ............ 19
3.3.3 Prosedur Pembuatan Biodegradable Foam ............................ 19
3.4 Analisis Bahan Baku dan Produk ....................................................... 20
3.4.1 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ..................... 20
3.4.2 Analisis Fourier Tranform Infra-Red (FTIR) ......................... 20
3.4.3 Transmission Eelctron Microscope (TEM) ............................ 20
3.4.4 Analisis Kekuatan Tarik Biodegradable Foam (Tensile
Strength) ................................................................................. 21
3.4.5 Analisis Kadar Air Biodegradable Foam (Moisture
Content) .................................................................................. 21
3.4.6 Analisis Densitas Biodegradable Foam ................................. 22

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.7 Analisis Penyerapan Air Biodegradable Foam (Water
Absorption) ............................................................................. 22
3.4.8 Analisis Biodegradasi Biodegradable Foam .......................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 23
4.1 Karakterisasi Nanoserat Selulosa (NSS) dari Ampas Teh
Sebagai Pengisi ................................................................................... 23
4.1.1 Karakterisasi Nanoserat Selulosa (NSS) dari Ampas
Teh Menggunakan Transmission Electron Miscroscope
(NSS) 23
4.1.2 Karakterisasi Ampas Teh Menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) ................................................... 26
4.2 Karakterisasi Biodegradable Foam .................................................... 27
4.2.1 Karakterisasi Morfologi Biofoam dengan Menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) ................................... 27
4.2.2 Karakterisasi Biofoam dengan Menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) ................................................... 29
4.2.3 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile
Strength) Biofoam ................................................................... 32
4.2.4 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus
(Tensile Strength) Biofoam ..................................................... 34
4.2.5 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Densitas (Density) Biofoam ............. 36
4.2.6 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Kadar Air (Moisture Content)
Biofoam 37
4.2.7 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Penyerapan Air (Water
Absorption) Biofoam. ............................................................. 40

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.8 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS dari Ampas
Teh dan PVA Terhadap Sifat Penguraian Alami
(Biodegradasi) ........................................................................ 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 46


4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 46
4.2 Saran ................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 48

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan TEM ................... 23
Gambar 4.2 Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan FTIR .................. 26
Gambar 4.3 Karakterisasi Morfologi Biofoam (a) Tanpa Pengisi dan (b)
Dengan Pengisi 30% NSS dari Ampas Teh Menggunakan
SEM .................................................................................................... 28
Gambar 4.4 Karakterisasi Biofoam Menggunakan FTIR ....................................... 29
Gambar 4.5 Hasil Analisis EDX Biofoam .............................................................. 31
Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Kekuatan Tarik Biofoam .................................................... 32
Gambar 4.7 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Persen Pemanjangan Saat Putus Biofoam........................... 34
Gambar 4.8 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Densitas Biofoam ................................................................ 36
Gambar 4.9 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Kadar Air Biofoam Pada Penambahan PVA 30% .............. 38
Gambar 4.10 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Kadar Air Biofoam ............................................................. 39
Gambar 4.11 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Penyerapan Air Biofoam Pada Penambahan PVA
30% ..................................................................................................... 41
Gambar 4.12 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Penyerapan Air Biofoam .................................................... 42

Gambar 4.13 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Biodegradasi Biofoam Pada Penambahan PVA 30% ......... 43
Gambar 4.14 Pengaruh Perbandingan NSS dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Biodegradasi Biofoam ........................................................ 44
Gambar L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian ...................................................... 59
Gambar L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh ...................... 60
Gambar L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam ..................................... 61

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik.................................................... 62
Gambar L2.5 Flowchart Analisis Kadar Air Biodegradable Foam ......................... 63
Gambar L2.6 Flowchart Analisis Densitas Biodegradable Foam ............................ 63
Gambar L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air Biodegradable Foam................. 64
Gambar L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi........................................................ 64
Gambar L4.1 Penyediaan Pati dari Biji Durian ........................................................ 69
Gambar L4.2 Penyediaan Nanoserat Selulosa dari Ampas Teh ............................... 69
Gambar L4.3 Proses Ultrasonikasi dengan Ultrasonic Bath .................................... 70
Gambar L4.4 Proses Pencetakan dengan Alat Baking Process (Oven) .................... 70
Gambar L4.5 Hasil Biodegradable Foam Berpengisi NSS dari Ampas Teh ........... 70
Gambar L5.1 Hasil Karakterisasi Ampas Teh Menggunakan FTIR ....................... 71
Gambar L5.2 Hasil Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan FTIR ........ 71
Gambar L5.3 Hasil Karakterisasi (a) Ampas Teh dan (b) NSS dari Ampas
Teh Menggunakan SEM dengan Perbesaran 2000x .......................... 72
Gambar L5.4 Hasil Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan TEM ........ 73
Gambar L5.5 Hasil Karakterisasi Pati dari Biji Durian Menggunakan FTIR .......... 73
Gambar L5.6 Hasil Karakterisasi Biofoam (a) Tanpa Pengisi NSS dari
Ampas Teh dan (b) Berpengisi NSS dari Ampas Teh
Menggunakan SEM ............................................................................ 74

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pati Biji Durian ............................................................ 9


Tabel L1.1 Data Nilai Kekuatan Tarik (Tensile Strength) [Mpa].............................. 56
Tabel L1.2 Data Nilai Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) [%] .... 56
Tabel L1.3 Data Hasil Pengukuran Densitas (Density) [g/cm3] ................................ 57
Tabel L1.4 Data Hasil Pengujian Kadar Air (Moisture Content) [g] ........................ 57
Tabel L1.5 Data Hasil Pengukuran Penyerapan Air (Water Absorption) [g] ............ 58
Tabel L1.6 Data Hasil Pengujian Biodegradasi [g] ................................................... 58
Tabel L3.1 Tabulasi Hasil Perhitungan Formulasi Bahan Baku ............................... 66

xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN ....................................................................... 56


L1.1 Data Nilai Kekuatan Tarik (Tensile Strength) [Mpa].............................. 56
L1.2 Data Nilai Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) [%] .... 56
L1.3 Data Hasil Pengukuran Densitas (Density) [g/cm3] ................................ 57
L1.4 Data Hasil Pengujian Kadar Air (Moisture Content) [g] ........................ 57
L1.5 Data Hasil Pengukuran Penyerapan Air (Water Absorption) [g] ............ 58
L1.6 Data Hasil Pengujian Biodegradasi [g] ................................................... 58

LAMPIRAN 2 FLOWCHART PENELITIAN ........................................................... 59


L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian .......................................................... 59
L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh .......................... 60
L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam ......................................... 61
L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik ........................................................ 62
L2.5 Flowchart Analisis Kadar Air Biodegradable Foam ............................. 63
L2.6 Flowchart Analisis Densitas Biodegradable Foam ................................ 63
L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air Biodegradable Foam ..................... 64
L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi ............................................................ 64

LAMPIRAN 3 CONTOH PERITUNGAN ................................................................ 65


L3.1 Perhitungan Fraksi Massa Bahan Baku Biofoam .................................... 65
L3.2 Perhitungan Ukuran Nanoserat Selulosa dari Ampas Teh
Menggunakan TEM................................................................................. 66
L3.3 Perhitungan Densitas Biofoam ................................................................ 67
L3.4 Perhitungan Kadar Air Biofoam .............................................................. 67
L3.5 Perhitungan Penyerapan Air Biofoam ..................................................... 68
L3.6 Perhitungan Biodegradasi Biofoam ......................................................... 68

xviii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN ..................................................... 69
L4.1 Penyediaan Pati dari Biji Durian ............................................................ 69
L4.2 Penyediaan Nanoserat Selulosa dari Ampas Teh .................................... 69
L4.3 Proses Ultrasonikasi dengan Ultrasonic Bath ......................................... 70
L4.4 Proses Pencetakan Dengan Alat Baking Process (Oven)........................ 70
L4.5 Hasil Biodegradable Foam Berpengisi NSS dari Ampas Teh ................ 70

LAMPIRAN 5 HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN .......... 71


L5.1 Hasil Karakterisasi Ampas Teh Menggunakan FTIR ............................. 71
L5.2 Hasil Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan FTIR .............. 71
L5.3 Hasil Karakterisasi Ampas Teh dan NSS dari Ampas Teh
Menggunakan SEM ................................................................................ 72
L5.4 Hasil Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan TEM .............. 73
L5.5 Hasil Karakterisasi Pati dari Biji Durian Menggunakan FTIR ............... 74
L5.6 Hasil Karakterisasi Biofoam Tanpa Pengisi dan Dengan Berpengisi
dari Ampas Teh Menggunakan SEM ...................................................... 75

xix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standard Testing Method


PVA Polivinil Alkohol
EPA Environmental Protection Agency
NSS Nanoserat Selulosa
PSA Particle Size Analyzer
XRD X-Ray Diffraction
FTIR Fourier Transform Infra-Red
SEM Scanning Electron Microscope
Biofoam Biodegradable Foam
TEM Tranmission Electron Microscope

xx
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Styrofoam merupakan salah satu jenis golongan plastik. Styrofoam lazim
digunakan sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang mudah
pecah seperti elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu
pilihan bahan pengemas makanan dan minuman (Sulchan dan Endang, 2007).
Bahan baku utama pembuat plastik termasuk styrofoam berasal dari minyak
bumi yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui.
Selain itu, styrofoam terbukti tidak ramah lingkungan karena tidak dapat diuraikan
sama sekali dan bahkan pada proses produksinya sendiri menghasilkan limbah yang
tidak sedikit sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5
terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency) (Hendrawati dkk.
2015). Kelemahan lain, styrofoam sangat berbahaya bagi kesehatan manusia
diakibatkan aktivitas migrasi residu monomer stirena sebagai unit penyusun
polistirena (PS) yang bersifat karsinogenik. Monomer-monomer tersebut akan
masuk ke dalam makanan dan selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh orang yang
mengonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini
tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar bersama urin
maupun feses dan bahan-bahan inilah yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bagi pemakainya serta dapat mengakibatkan kanker (Siswono, 2008).
Selain hal yang disebutkan di atas, tantangan lingkungan, ekonomi dan
keamanan telah mendorong banyak ilmuwan untuk mengganti sebagian polimer
berbasis petrokimia dengan jenis lain yang bersifat mudah terdegradasi secara
alami, seperti biodegradable foam (biofoam). Biofoam merupakan kemasan
alternatif pengganti styrofoam yang terbuat dari bahan baku alami yaitu pati
dengan tambahan serat untuk memperkuat strukturnya. Produk ini bersifat
biodegradable yang berarti bahwa produk ini dapat terurai dengan sendirinya
secara alami karena sifatnya yang terbuat dari bahan organik (tumbuhan). Proses
pembuatan biofoam juga tidak menggunakan bahan kimia berbahaya seperti
benzene dan styrene yang bersifat karsinogenik (Iriani dkk., 2011).

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa penelitian terbaru telah dilakukan untuk menghasilkan
biofoam dengan bahan baku pati. Hendrawati dkk. (2015) melakukan penelitian
mengenai pengaruh penambahan magnesium stearat dan jenis protein pada
pembuatan biodegradable foam dengan metode thermopressing (variasi
penambahan magnesium stearat pada 1; 1,6; 2,2; 2,8; 3,4 dan 4,0% w/w) dengan
penambahan magnesium stearat sebanyak 4% w/w memiliki tingkat penyerapan air
dan tingkat terdegradasi yang paling rendah. Sedangkan variasi jenis protein yang
digunakan yaitu protein kacang tanah, protein kacang kedelai dan protein putih telur.
Jenis protein yang ditambahkan pada biofoam berpengaruh terhadap penyerapan air,
degradasi dan kekuatan tarik. Kekuatan tarik terbesar dari semua variabel yang
diujikan diperoleh dari jenis protein kacang kedelai. Penelitian yang dilakukan oleh
Etikaningrum dkk. (2016) tentang pengaruh penambahan berbagai modifikasi
serat tandan kosong sawit pada pembuatan biodegradable foam dengan
konsentrasi penambahan serat (1%, 3% dan 5%). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penambahan konsentrasi serat tandan kosong sawit sebesar 5% dapat
menurunkan daya serap air, meningkatkan densitas dan kuat tekan.
Pati adalah salah satu polimer alami yang tersusun dari struktur bercabang
yang disebut amilopektin dan struktur lurus yang disebut amilosa. Pati dapat
diperoleh dengan cara mengekstrak dari biji-bijian yang kaya akan karbohidrat
seperti biji durian (Durio zibethinus). Biji durian merupakan salah satu sumber
pati yang mudah diperoleh dan terus menerus dikembangkan, kadar pati yang
terkandung dalam biji durian mencapai 19,36% (Cornelia dkk. 2013). Sumber
serat yang digunakan yaitu ampas teh (Camellia sinensis) yang merupakan limbah
rumah tangga dan sisa dari unit usaha makanan dan minuman. Ampas teh juga
memiliki kandungan protein dan serat kasar berturut-turut sebesar 29,36% dan
21,19% (Krisnan, 2005). Selain itu, ampas teh juga memiliki kandungan 23,23%
selulosa dan lignin 32,14% (Cavdar dkk. 2011). Angka ini menunjukkan bahwa
kandungan serat yang terdapat di dalam ampas teh cukup tinggi sehingga
memungkinkan digunakan sebagai sumber serat dalam pembuatan biofoam.
Polivinil alkohol (PVA) dan magnesium stearat juga digunakan sebagai
bahan tambahan dalam penelitian ini. PVA merupakan polimer sintetis yang
mudah larut dalam air dan dapat terdegradasi secara alami atau biodegradable.

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini yang menyebabkan PVA banyak digunakan sebagai bahan kemasan
alternatif yang menjanjikan karena sifatnya yang sangat baik dalam pembentukan
kemasan, tahan terhadap minyak dan lemak serta memiliki kekuatan tarik dan
fleksibilitas yang tinggi (Sunarti dkk. 2015). Penambahan magnesium stearat
berfungsi sebagai demolding agent yaitu sebagai bahan untuk mempermudah saat
melepaskan produk hasil pengovenan (baking) dari cetakan (Taufiqurrahman,
2014). Proses yang dikenal sebagai baking process pada pembuatan foam
mencakup dua langkah yakni yang pertama termasuk gelatinisasi pati dan
evaporasi air, memperluas campuran serta membentuk busa dan pada langkah
kedua yaitu pengeringan foam (Salgado dkk. 2007).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penelitian ini perlu dilakukan dengan
menggunakan pati biji durian dengan pengisi nanoserat selulosa (NSS) ampas teh
yang diharapkan dapat menjadi produk yang lebih baik dari styrofoam dari segi
ramah lingkungan maupun dari segi kesehatan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Pada penelitian ini dilakukan upaya untuk pembuatan produk bernilai ramah
lingkungan berupa biodegrable foam sebagai pengganti produk styrofoam dengan
memanfaatkan bahan organik yang ada di lingkungan. Berdasarkan latar belakang
yang telah disampaikan, maka penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh
penambahan NSS ampas teh dan PVA terhadap sifat fisika dan mekanik dari
produk biodegrable foam yang dihasilkan melalui metode baking process.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
NSS ampas teh dan PVA terhadap karakteristik produk biofoam dari pati biji
durian meliputi sifat fisika dan mekanik dan untuk mengetahui biodegradasi dari
biofoam yang dihasilkan serta mempunyai sifat-sifat yang lebih baik dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dengan pemanfaatan biji
durian dan ampas teh sebagai bahan baku pembuatan biofoam.
2. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang biofoam dari pati biji
durian dan NSS dari ampas teh serta memberikan informasi pengaruh
penambahan NSS ampas teh dan PVA terhadap kualitas biofoam yang
dihasilkan.
3. Mengaplikasikan biofoam yang dihasilkan sebagai pengganti styrofoam
sebagai alternatif kemasan pangan yang lebih sehat dan berwawasan
lingkungan.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Bahan baku utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pati biji durian, NSS ampas teh dan
polivinil alkohol (PVA) serta magnesium stearat.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
 Variabel Tetap
1. Massa total padatan + air = 50 gram
2. Perbandingan bahan padat : air (%) = 60:40
(Etikaningrum dkk. 2016)
3. Massa magnesium stearat = 4% massa campuran
(Hendrawati dkk. 2015)
4. Suhu dan waktu baking process = 80 oC selama 60 menit
(Hendrawati dkk. 2015)
 Variabel Berubah
1. Massa NSS ampas teh = 0%, 1%, 3% dan 5% massa
campuran
2. Massa PVA = 10%, 20% dan 30% massa
campuran

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis karakteristik serat ampas teh dan NSS, meliputi:


a. Analisis Gugus Fungsi (FTIR).
b. Transmission Electron Microscopy (TEM).

2. Analisis karakteristik biodegradable foam, meliputi:


a. Analisis gugus fungsi (FTIR).
b. Analisis morfologi (SEM).
c. Analisis kekuatan tarik (tensile strength).
d. Analisis Sifat Pemanjangan Saat Putus (elongation at break)
e. Analisis kerapatan (density).
f. Penyerapan air (water absorption).
g. Kadar air (moisture content).
h. Biodegradasi dengan metode tanam.

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STYROFOAM
Styrofoam merupakan senyawaan kimia polimer yang tersusun atas
bagian-bagian kecil penyusunnya (monomer). Nama kimia dari styrofoam ini
adalah polistiren. Senyawa penyusun dalam senyawa ini adalah stirena. Sulchan
(2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa monomer yang perlu diwaspadai
yaitu vinil klorida, akrilonitril, metakrilonitil, viniliden klorida serta stirena.
Polimer stirena ini bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai
indeks refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air, dapat larut dalam
alkohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat klorin. Polimer ini
mudah rapuh, sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan butadiena atau
akrilonitril. Menurut Karina (2015) menjelaskan bahwa plastik dengan kode
nomor 6 ini baru akan terdegradasi dalam kurun waktu 50 tahun. Styrofoam bukan
hanya mencemari lingkungan darat saja tetapi limbah styrofoam yang terbawa ke
laut akan dapat merusak ekosistem dan biota laut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari EPA (Environmental Protection
Agency) pada tahun 1986 telah disebutan bahwa dalam proses pembuatan
styrofoam sangat banyak dihasilkan limbah berbahaya, karena dalam proses
pembuatanya menimbulkan bau tidak sedap yang mengganggu pernapasan dan
melepaskan 57 zat berbahaya ke udara. Permulaan rantai produksi plastik adalah
minyak mentah dan gas alam. Etana dihasilkan dari proses penyulingan minyak
kilang yang khas dan merupakan salah satu produk utama gas alam. Setelah
proses itu, etana dijalankan melalui pemisahan uap dan produksi etilen. Minyak
mentah diproses melalui proses hidroalkilasi dan memperbaiki benzena yang
dihasilkan. Pada titik ini benzena dan etilen dimasukkan untuk sebuah reaktor dan
terjadi alkilasi untuk membentuk ethylbenzene. Ethylbenzene kemudian
dihidrogenasi ke monomer styrene. Polystyrene diproduksi oleh polimerisasi dari
monomer stirena. Ini adalah reaksi yang sangat eksotermik dan efektif dimulai
dengan menambahkan penyedia radikal bebas seperti benzoil peroksida dan
menyediakan pemanasan sederhana dari larutan (Dalaeli dkk., 2005).

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 BIODEGADABLE FOAM
Biodegradable foam (biofoam) merupakan salah satu jenis bioplastik yang
digunakan sebagai kemasan alternatif pengganti produk styrofoam (Hendrawati
dkk., 2015). Pembuatan biofoam sangat mempertimbangkan aspek bahan baku
yang ramah lingkungan dan salah satu yang menjadi pertimbangan penting adalah
aspek penambahan serat alami yang digunakan sebagai pengisi pada pembuatan
biofoam (Kabir dkk., 2014).
Biofoam dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran sesuai
kebutuhan. Proses pembuatannya dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya menggunakan teknologi thermopressing dan baking process dimana
adonan pati, serat serta bahan aditif lain dicampurkan dengan komposisi tertentu.
Biofoam dapat dibuat dengan campuran utama yaitu pati dan serat. Pati digunakan
dalam pembuatannya karena harganya yang murah dan mudah untuk didapatkan,
rendah toksisitas dan bersifat mudah terurai. Namun demikian, penggunaan pati
saja akan sangat menurunkan nilai kekuatan dari produk yang dihasilkan dan
memiliki nilai resistensi yang sangat rendah terhadap penyerapan air sehingga
untuk meningkatkan sifat kekuatan dan fleksibilitas dari produk dilakukan
penambahan serat untuk meningkatkan sifat mekanisnya (Kaisangsri dkk., 2012).
2.2.1 Pati
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan
α-(1→4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500-6.000 unit
glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1→4)
unit glukosa dengan rantai samping α-(1→6) unit glukosa. Dalam suatu molekul
pati, ikatan α-(1→6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4-5
%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin,
sangat banyak dengan derajat polimerisasi 10 5 s.d. 3 x 106 unit glukosa (Jacobs
dan Delcour, 1998). Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin dalam bentuk
makromolekul. Pati diproduksi dari semua tanaman hijau untuk menyimpan
energi dan merupakan sumber energi yang penting bagi manusia. Pati dapat
ditemukan dalam kentang, gandum, beras dan makanan lainnya, dan bervariasi
bentuknya, tergantung pada sumbernya (Abbas dkk. 2010).

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pati merupakan senyawa terbanyak kedua yang dihasilkan oleh tanaman
setelah selulosa. Pati bukan merupakan senyawa yang homogen. Sebagian besar
pati tersusun dari 2 komponen polimer glukosa yang utama, yaitu (Anggraini,
2013):
a) Molekul dengan rantai linear yang dikenal sebagai amilosa
Amilosa merupakan fraksi pati yang larut dalam air, tidak larut dalam n-
butanol atau pelarut organik polar lainnya, tersusun dari rantai lurus D-
glukosa yang berikatan α-(l,4) dengan derajat polimerisasi antara 100-400,
memiliki BM 4000-150.000. Amilosa akan memberikan warna biru tua
bila direaksikan dengan iodin.
b) Polimer glukosa rantai bercabang yang dikenal sebagai amilopektin
Amilopektin adalah fraksi pati yang tidak larut dalam air, yang selain
tersusun dari rantai lurus D-glukosa juga berikatan dengan α-(l,4) serta
memiliki rantai cabang α-(l,6). Amilopektin memiliki BM ±500.000 dan
apabila ditambahkan iodin maka akan memberikan warna coklat violet.
2.2.2 Biji Durian
Buah durian (Durio zibethinus) adalah buah musiman yang paling tersebar
merata di Asia Tenggara, khususnya Malaysia, Indonesia, Thailand dan Filipina.
Durian di Indonesia merupakan tanaman yang dibudidayakan, durian termasuk
familia bombaceae, genus durio dan spesies Durio zibethinus Murr. yang tumbuh
di daerah tropik. Kadar rata-rata pati yang terdapat dalam biji durian yaitu sekitar
19,36% (Cornelia dkk. 2013). Bedasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Sumatera Utara (2017) bahwa produksi buah durian cenderung meningkat tiap
tahunnya, pada tahun 2016 jumlah produksi buah durian meningkat sebesar
14,16% dari tahun 2015. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap melimpahnya
buah durian di Sumatera Utara termasuk pada kulit maupun bijinya.
Pada buah durian, bagian yang umum dikonsumsi adalah daging buah
yang persentasenya hanya sekitar 20-35%, bagian kulit 60-75% dan biji 5-15%
yang belum termanfaatkan secara maksimal (Sistanto dkk. 2017). Hingga saat ini
biji durian masih merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan
konsumen buah durian. Berikut ini pada Tabel 2.1 disajikan komposisi kimia dari
pati biji durian.

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pati Biji Durian
Komposisi (%) Pati Biji Durian
Karbohidrat (%) 83,92
Protein (%) 4,76
Lemak (%) 0,38
Abu (%) 0,25
Air (%) 10,71
Rasio amilosa : amilopektin 14:74
Sumber: Cornelia dkk. (2013)

2.2.3 Nanoserat Selulosa


Serat yang mengandung selulosa merupakan polimer alami yang sangat
kuat dan secara ekonomi relatif lebih murah (Iriani dkk. 2011). Serat selulosa
merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah, dapat diperbaharui, dan
ramah lingkungan. Kebutuhan serat alam akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya kebutuhan bahan-bahan yang ramah lingkungan (Mulyawan dkk.,
2015). Sifat serat selulosa yang membatasi penggunaannya secara luas adalah
sifat hidrofilnya. Sifat ini menghambat terjadinya pencampuran yang merata
apabila digunakan sebagai bahan pengisi produk termoplastik yang bersifat
nonpolar. Sifat hidrofil akan memudahkan penyerapan uap air, sehingga
menghasilkan ruang terbuka antarmuka yang selanjutnya akan menurunkan sifat
mekanisnya dan mengurangi kestabilan dimensi produknya. Serat selulosa juga
tidak dapat diproses pada suhu lebih dari 200 oC karena akan mudah terdegradasi,
sehingga tidak dapat digunakan bersama dengan bahan lain yang memerlukan titik
leleh lebih tinggi dalam prosesnya untuk membentuk bahan komposit. Serat
selulosa, sebagaimana biopolimer lainnya, mampu terbiodegradasi atau dapat
diurai oleh mikroorganisme. Sifat ini menguntungkan jika ditinjau dari aspek
lingkungan. Namun, di sisi lain sifat ini juga perlu diperhatikan, mengingat bahan
yang dapat terbiodegradasi tidak tahan lama atau rentan busuk dalam pemakaian,
penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan (John dan Thomas, 2008).
Struktur selulosa alam pada umumnya disusun sebagai mikrofibril yang
terhubung secara teratur membentuk serat selulosa dan memiliki kelebihan pada
beberapa sifat mekanik yang kompleks (Muhaimin dkk., 2014).

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nanoteknologi semakin banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik di
kalangan industri maupun kalangan peneliti. Salah satu bidang nanoteknologi
yang banyak menarik perhatian adalah nanoserat. Pergeseran ukuran serat dari
ukuran mikron menjadi ukuran nano disebabkan serat dalam ukuran nano
memiliki keunggulan yang lebih kaya. Beberapa keunggulan nanoserat di
antaranya memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang
lebih besar jika dibandingkan dengan serat sejenis dalam ukuran besar. Nilai
perbandingan untuk nanoserat lebih besar seribu kali (103) dibandingkan dengan
mikroserat (Nuryantini dkk., 2014). Modifikasi serat alam menjadi serat
berbentuk nano memerlukan serangkaian proses yang melibatkan proses kimiawi
dan mekanis. Aplikasi beberapa proses dapat memodifikasi struktur serat selulosa,
bahkan dapat merusak struktur serat yang dihasilkan. Faktor perubahan struktur
serat maupun kerusakan akibat proses yang diterapkan dapat bersifat
kontraproduktif terhadap keunggulan sifat suatu nanoserat (Wicaksono dkk.,
2013).
Nanoserat selulosa adalah bahan yang mengandung serat dengan panjang
dalam mikrometer dan lebar dalam kisaran nanometer, membentuk struktur
jaringan (Zhang dkk., 2013). Pada perkembangan penelitian tentang nanoserat,
dimana didefinisikan serat itu berukuran mikron dengan dimensi nano yang
bersilangan pada bagian strukturnya. Nanoserat memiliki area permukaan yang
sangat luas dan kadang-kadang memiliki sifat yang berbeda dengan material
lainnya (Harahap, 2017).
2.2.4 Ampas Teh
Teh (Camellia sinensis L.) adalah salah satu minuman yang paling banyak
dikonsumsi di dunia, di samping air dengan konsumsi per kapita 120 mL/hari.
Popularitas ini mungkin terkait dengan sifat sensorial, harga jual yang relatif
rendah, efek merangsang dan manfaat kesehatan potensial. Meskipun teh banyak
diminum untuk keseharian, efek obatnya telah banyak diteliti, memiliki sejarah
panjang yang kaya dengan referensi pertama hampir 5.000 tahun yang lalu. Teh
merupakan tanaman yang dibudidayakan di lebih dari 30 negara di seluruh dunia
(Dias dkk., 2013). Tanaman ini termasuk ke dalam keluarga Theaceae
(Mukhopadhyay dan Mondal, 2018).

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ampas teh merupakan hasil dari industri rumahan ataupun pabrik
minuman ringan yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Industri pangan
di Indonesia yang berkembang mengakibatkan banyaknya pabrik pengelola
minuman yang menghasilkan limbah dan belum dikelola dengan baik (Dyasmara
dkk., 2016). Kandungan utama dalam ampas teh yang digunakan dalam
pembuatan biodegradable foam ini adalah serat dan protein. Krisnan (2005)
menyebutkan bahwa kandungan serat kasar dan protein yang terdapat dalam
ampas teh berturut-turut yaitu sebesar 21,19% dan 29,36%. Selain itu, ampas teh
juga memiliki kandungan selulosa sebesar 23,23% dan lignin sebesar 32,14%
(Cavdar dkk. 2011). Total produksi pertumbuhan tanaman teh dari perkebunan teh
di Indonesia cenderung besar setiap tahunnya, seperti di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2017 total produksi mencapai 6.953 ton (Dirjenbun, 2016).

2.2.5 Polivinil Alkohol (PVA)


PVA (polivinil alkohol) merupakan polimer biodegradable hidrofilik yang
memiliki sifat dapat membentuk film dengan baik, larut dalam air, mudah dalam
proses, tidak beracun, dan biocompatible dan biodegradable (Pamela dkk., 2016).
Polivinil alkohol dapat meghasilkan gel yang cepat mengering dan membentuk
lapisan film yang transparan, kuat, plastis dan melekat dengan baik (Andini dkk.,
2017). Polivinil alkohol diproduksi secara komersial dari polivinil asetat, biasanya
dengan proses yang berkelanjutan. Karakteristik fisik dan penggunaan fungsional
spesifiknya bergantung pada derajat polimerisasi dan tingkat hidrolisis. Polivinil
alkohol diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu: dihidrolisis sebagian dan
dihidrolisis sempurna. PVA yang dihidrolisis secara parsial digunakan dalam
makanan. Polivinil alkohol adalah bubuk granular yang tidak berbau dan tidak
berasa, transparan, berwarna putih (Saxena, 2004).

2.2.6 Magnesium Stearat


Magnesium stearat adalah senyawa hidrofobik yang berfungsi untuk
mencegah menempelnya foam yang terbentuk pada cetakan (Hendrawati dkk.,
2015). Sehingga magnesium sterat pada proses pembuatan biodegradable foam
berguna sebagai demolding agent. Magnesium stearat adalah campuran garam
magnesium dari asam lemak diperoleh dari lemak dan minyak. Produk ini

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terutama terdiri dari magnesium stearat dan palmitat dalam berbagai proporsi.
Magnesium stearat dapat disintesis secara langsung dimana asam lemak langsung
bereaksi dengan sumber magnesium, seperti magnesium oksida untuk membentuk
garam magnesium dari asam lemak (JECFA, 2015). Magnesium stearat biasa
digunakan sebagai bahan aditif dalam proses pembuatan produk biodegradable
foam yang berguna sebagai demolding agent atau lubricant untuk memudahkan
pengeluaran produk dari cetakan (Iriani dkk., 2011).

2.3 METODE PEMBUATAN BIODEGRADABLE FOAM


Berbagai metode pembuatan biodegradable foam dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Metode Thermopressing
Thermopressing merupakan metode lain yang digunakan dalam
membuat biodegradable foam berbasis pati. Metode ini digunakan dengan
cara memanfaatkan panas yang dihasilkan dari alat thermopressing
machine. biodegradable foam yang dihasilkan dari metode ini sudah
memberikan sifat mekanis yang cukup baik, namun kelemahannya yaitu
sulit untuk dibentuk sehingga digunakan sistem pembuatan wafer dengan
membakar adonan yang diletakkan dalam cetakan panas. Uap dihasilkan
kemudian menjadi blowing agent untuk membentuk foam (Iriani dkk.,
2011). Prinsip dasar dari proses thermopressing adalah tahap persiapan,
memasukkan bahan ke dalam proses pemanasan sampai mencapai suhu
pembentukan dan peregangan lembaran mengikuti bentuk molding yang
sudah disiapkan, pendinginan sampai bentuk desain baru (Nuari, 2017).
2. Metode Ekstrusi
Metode ekstrusi memanfaatkan kemampuan pati untuk mengembang
atau berekspansi karena adanya pengaruh panas dan gesekan selama
proses ekstrusi. Teknologi ekstrusi pertama kali dikemukakan oleh Joseph
Baramat pada tahun 1797 yang kemudian mendorong berkembangnya
aplikasi pada industri pangan, plastik dan farmasi. Industri pangan
terutama makanan ringan mengalami revolusi besar dengan
diperkenalkannya twin screw extruder pada tahun 1960 (Iriani dkk., 2011).

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konsep dasar ekstrusi mirip injection molding yaitu material lewat melalui
hopper ke dalam barrel yang mana dicairkan dan didorong keluar karena
pergerakan dari screw. Proses ekstrusi biasanya untuk membentuk
komponen-komponen yang kontinyu dengan bentuk profil yang konstan
seperti misalnya film, sheet, filament, pipa, batangan dan lain-lain (Ariefin,
2013).
3. Metode Puffing dan Popping
Metode lain yang dapat digunakan untuk membuat biodegradable
foam adalah proses pemanasan dengan menggunakan bahan baku pati
dengan kelembaban rendah. Proses ini sama halnya dengan membuat
popcorn. Proses puffing dengan sistem eksplosi berlannjut dikembangkan
untuk biji-bijian yang tidak bisa mengembang secara alami saat
dipanaskan. Eksplosi puffing dapat menghasilkan foam based starch
berdensitas rendah dalam beberapa detik saja namun kurang sesuai untuk
membuat produk yang dibentuk (Iriani, dkk., 2011).
4. Metode Pemanggangan (Baking Process)
Proses yang dikenal sebagai baking process pada pembuatan foam
mencakup dua langkah yakni yang pertama gelatinisasi pati, memperluas
campuran serta membentuk foam dan pada langkah kedua yaitu
pengeringan foam. Kerugian bahan yang dihasilkan adalah kerapuhan dan
afinitasnya yang tinggi terhadap air. Untuk meningkatkan sifat-sifat ini,
pembangkitan bahan-bahan ini dari pati yang dimodifikasi atau setelah
penambahan plasticizer, polimer, serat dan aditif lainnya (Salgado dkk.,
2007). Pada dasarnya, proses memanggang dalam oven dikendalikan
dengan memodifikasi waktu dan suhu. Suhu operasi yang terlalu tinggi
akan menyebabkan warna gelap dan merusak komponen bahan. Namun,
suhu operasi yang terlalu rendah akan menyebabkan tekstur permukaan
yang kurang baik (Sani dkk., 2014).
Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan biodegradable foam
menggunakan proses pemanggangan dengan sistem pegovenan pada suhu
80oC selama 60 menit.

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4 KARAKTERISASI BAHAN BAKU DAN PRODUK
2.4.1 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Hasil analisis SEM digunakan untuk memperlihatkan penyebaran partikel
pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks
tersebar dengan merata atau tidak (Marbun, 2012). SEM merupakan alat yang
dapat digunakan untuk mempelajari atau mengamati rincian bentuk maupun
struktur mikro permukaan suatu objek yang tidak dapat dilihat dengan mata atau
dengan mikroskop optik. SEM digunakan untuk mengamati struktur micron,
topografi, morfologi, fraktografi sampel padatan dari bahan logam, polimer atau
keramik (Darni, 2011).

2.4.2 Analisis Fourier Transform Infra-Red (FTIR)


Pada dasarnya teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah
biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan
pengolahan data untuk mendapatkan resolusidan kepekaan yang lebih tinggi
(Purworini, 2015). FTIR (Fourier Transform Infra-Red) merupakan metode yang
menggunakan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi infra merah, radiasi
inframerah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi inframerah diserap oleh
sampel dan sebagian lagi dilewatkan/ditransmisikan. Hasil dari spektrum
merupakan besarnya absorbsi molekul dan transmisi yang membentuk pola
molekul dari suatu sampel. Seperti pola pada umumnya, struktur pola dari
spektrum inframerah yang dihasilkan tidak ada yang sama. Inilah yang membuat
spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis. Manfaat
informasi/data yang dapat diketahui dari FT-IR untuk dianalisis adalah
identifikasi material yang tidak diketahui, menentukan kandungan gugus fungsi
dan menentukan banyaknya komponen dalam suatu campuran (Thermo, 2001).

2.4.3 Transmission Electron Microsope (TEM)


Banyak teknik penentuan ukuran partikel didasarkan pada konsep
pengukuran ekivalen dimensi satu sederhana dan ini sering sangat memadai untuk
instrumentasi yang diperlukan. Mengukur ukuran partikel dalam dua atau lebih
dimensi terkadang dapat diinginkan tetapi juga dapat menghadirkan beberapa
tantangan pengukuran dan signifikan data (Malvern, 2015). TEM adalah salah

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
satu metode yang disetujui secara luas oleh ilmuwan bahwa spesimen ultra tipis
dengan kualitas tinggi diperlukan untuk penyelidikan hampir semua bahan ke
tingkat partikel (Dani dkk. 2015). Analisa menggunakan TEM mempunyai
kelebihan seperti mampu memberikan informasi tentang komposisi dari sampel
dengan resolusi yang tinggi (Lubis, 2015).

2.4.4 Analisis Kekuatan Tarik (Tensile Strength)


Pengujian tarik adalah salah satu uji stress strain mekanik yang bertujuan
untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya,
material uji ditarik sampai putus. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang
paling mendasar. Pengujian tarik sangat sederhana, tidak mahal dan sudah
mengalami standarisasi diseluruh dunia. Dengan menarik suatu material kita akan
mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tarikan dan sejauh mana
material itu bertambah panjang (Basri dkk., 2013).
Kekuatan tarik dan elongasi dari biodegradable plastik yang dihasilkan
dipengaruhi oleh kadar pati, kadar serat, pemlastis serta bahan kompatibilitas yang
dihasilkan. Pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di
seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8, di Jepang dengan JIS 2241
dan di Indonesia dengan ASTM D 638. Pada uji kekuatan tarik ini, dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang (Darni, 2011).

2.4.5 Kadar Air (Moisture Content)


Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa
pangan. Air dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu air bebas, air terikat
lemah atau air teradsorpsi dan air terikat kuat (Legowo dan Nurwantoro, 2004).
Kadar air perlu ditetapkan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan.
Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin besar pula kemungkinan bahan
tersebut rusak atau tidak tahan lama. Proses pengeringan sangat berpengaruh
terhadap kadar air yang dimiliki bahan tersebut (Chandra dan Inggrid 2013).

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.6 Analisis Kerapatan (Density)
Densitas bukan merupakan berat, tetapi densitas sebanarnya hasil
perhitungan massa per satuan volume. Kerapatan suatu bahan berpengaruh
terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin
meningkatkan sifat mekaniknya. Penentuan rapat massa (densitas) biofoam
dilakukan dengan cara dipotong seusai dengan ukuran dan tebal tertentu,
kemudian dihitung volumenya. Potongan biofoam ditimbang dan rapat massa
biofoam ditentukan dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya
(g/cm3) (Widyaningsih dan Dwi 2012).

2.4.7 Daya Serap Air (Water Absorption)


Pengujian water absorbtion mengacu pada standar SNI 1969:2008.
Biofoam dipotong dengan ukuran 2,5 x 5 cm, dilakukan penimbangan dan dicatat
sebagai massa biofoam awal. Kemudian biofoam direndam di dalam air selama 60
detik. Biofoam diangkat, kemudian dikeringkan menggunakan tisu untuk
menghilangkan sisa air yang menempel pada biofoam. Dilakukan penimbangan
lagi dan dicatat sebagai massa akhir foam. Perbedaan massa biofoam awal dan
akhir dicatat sebagai banyaknya air yang terserap oleh biodegradable foam. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan biofoam terhadap air. Uji water
absorption dilakukan dengan cara menghitung perubahan massa yang terjadi
akibat banyaknya air yang diserap oleh biofoam. Jumlah air yang diserap
dituliskan sebagai persen air yang terserap (Hendrawati dkk., 2015).

2.4.8 Uji Biodegradasi


Uji kemampuan biodegradasi bahan dilakukan untuk mengetahui pengaruh
alam terhadap plastik dalam jangka waktu tertentu, sehingga akan diperoleh
persentase kerusakan. Selanjutnya, dapat diperkirakan lamanya waktu yang
dibutuhkan oleh suatu bahan untuk terurai di alam secara sempurna (Anggaraini,
2013). Pada pengujian ini, kelembaban, suhu maupun kadar air pada tanah yang
digunakan tidak memerlukan penyesuaian apapun untuk memberikan keadaan
lingkungan yang sebenarnya yaitu kondisi kurang terkontrol dan berubah-ubah
sesuai dengan kondisi cuaca dan lingkungan sekitar (Lani dkk., 2014).

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Laboratorium Kimia Organik dan
Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 6 bulan.

3.2 ALAT DAN BAHAN


3.2.1 Alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan antara lain:

1. Blender 9. Ultrasonic bath


o
2. Termometer 110 C 10. Centrifuge
3. Beaker glass
4. Oven
5. Ayakan mesh 100 dan 200
6. Hot plate
7. Neraca analitik
8. Desikator
3.2.2 Bahan
3.2.2.1 Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Pati Biji Durian
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan pati biji durian antara
lain:
1. Biji Durian
2. Aquadest
3.2.2.2 Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Nanoserat Selulosa
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan nanoserat selulosa antara
lain:

1. Ampas Teh
2. Aquadest
3. NaOH
4. H2O2
5. H2SO4

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.2.3 Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Biodegradable Foam
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan biodegradable foam
antara lain:
1. Pati Biji Durian.
2. Nanoserat Selulosa
3. Polivinil Alkohol (PVA)
4. Magnesium Stearat
5. Aquadest (H2O)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN


3.3.1 Prosedur Pembuatan Pati Biji Durian
Adapun prosedur pembuatan pati dari biji durian merujuk pada metode yang
dilakukan oleh Mustafa (2015) yaitu:

1. Biji durian sebanyak 100 gram dikupas bagian selubung luar dan kulit arinya
kemudian dibersihkan dengan air bersih.
2. Biji dipotong dengan ukuran lebih kurang 1 cm 2 kemudian dihancurkan
menggunakan blender dengan bantuan air.
3. Bahan dikeluarkan dari blender dan disaring menggunakan saringan plastik
sampai diperoleh ampas dan cairan filtrat (suspensi pati).
4. Suspensi yang dihasilkan kemudian diendapkan selama 24-48 jam hingga pati
mengendap sempurna.
5. Cairan bagian bawah yang kaya pati kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman no. 1 hingga didapat pati basah.
6. Endapan yang diperoleh dikeringkan di dalam oven dengan suhu 70°C selama
30 menit.
7. Diperoleh serbuk pati kering, kemudian diayak dengan ayakan mesh 100.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.2 Prosedur Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh
Adapun prosedur pembuatan nanoserat selulosa merujuk pada metode yang
dilakukan oleh Dewanti (2018), Julianto dkk (2017) dan Lismeri dkk (2018)
yaitu:

1. Ampas teh terlebih dahulu dipreparasi dengan cara dicuci menggunakan air
panas hingga bersih, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari sampai
kering dan dihaluskan dengan blender sampai lolos pada ayakan mesh 200.
2. Sebanyak 10 gram dari ampas teh yang telah dipreparasi kemudian direndam
dalam NaOH 12% pada suhu 90-95oC selama 3 jam dan dicuci sampai netral.
3. Kemudian bahan dipucatkan (bleaching) sebanyak dengan H2O2 10% pada
suhu 80-90oC selama 1,5 jam dan dicuci sampai netral.
4. Dilakukan perlakuan hidrolisis asam menggunakan H2SO4 dengan konsentrasi
64% pada suhu 40oC selama 45 menit. Kemudian dicuci sampai pH netral.
5. Dilakukan proses ultrasonikasi pada suhu 70oC selama 90 menit.
6. Endapan kemudian dikeringkan dan didapatkan nanoserat selulosa ampas teh.

3.3.3 Prosedur Pembuatan Biodegradable Foam


Adapun prosedur pembuatan biodegradable foam adalah sebagai berikut
(Hendrawati dkk., 2015):
1. Bahan kering berupa pati biji durian yang telah dikeringkan, nanoserat selulosa
ampas teh, polivinil alkohol dan magnesium stearat ditimbang sesuai dengan
variabel penelitian. Perbandingan antara massa bahan kering dan basah (air)
adalah 30 g : 20 g, kemudian semua bahan dicampur dengan PVA yang telah
dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest pada 85oC hingga terbentuk
adonan yang homogen.
2. Adonan dituang ke dalam cetakan, kemudian ditekan dengan plat besi pada sisi
atas dan bawah masing-masing berdimensi 18 cm x 15 cm dengan ketebalan
0,5 cm kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 80oC selama 60
menit.
3. Setelah itu, dilepaskan dari cetakan dan didinginkan pada suhu ruangan selama
24 jam.
4. Sampel yang diperoleh dilakukan analisis sifat fisik dan mekanik.

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 ANALISIS BAHAN BAKU DAN PRODUK
3.4.1 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Analisis SEM ini dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas Negeri
Medan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Morfologi permukaan sensor diteliti dengan menggunakan mikroskop elektron
scanning Model Joel JSM 6460LA.
2. Sebelum pemeriksaan SEM, sampel yang dipasang di alas aluminium dan
dibiarkan dalam tutup sputtering yaitu, sebuah lapisan emas tipis 20 nm.

3.4.2 Analisis Fourier Transform Infra-Red (FT-IR)


Analisis gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan di Laboratorium Politeknik
Teknologi Kimia Industri Medan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Sampel dimasukkan dalam instrumen analisis, kemudian dicari spektrum yang
sesuai.
2. Hasil yang di dapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang
dengan intensitas.
3. Dihitung panjang gelombang dengan menggunakan alat FT-IR tersebut.

3.4.3 Transmission Electron Microscope (TEM)


Analisis ukuran partikel dengan menggunakan Transmission Electron
Microscope dilakukan di Laboratotium Kimia Universitas Gadjah Mada yang
beroperasi pada kondisi standar dengan tegangan 100 kV menggunakan
mikroskop Phillips. Pada penelitian ini, sampel diuji dengan menggunakan TEM
karena mampu menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan Scanning Electron
Microscope (SEM) dan dapat memudahkan analisis ukuran atom (dalam
jangkauan nanometer) dengan menggunakan energi berkas elektron sekitar 60
sampai 350 kiloelektron volt (keV).

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.4 Analisis Kekuatan Tarik Biodegradable Foam (Tensile Strength)
Analisis kekuatan tarik dari bahan dilakukan di Laboratorium Polimer,
Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara sesuai dengan ASTM
D638-02-2002 dengan prosedur:
1. Sampel dipotong dengan ukuran 13 mm x 57 mm dengan tebal ≤ 7 mm.
2. Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan spesimen pada genggaman
mesin uji.
3. Indikator ekstensi (extensomer) dipasang.
4. Alat pengukur regangan melintang dipasang.
5. Dilakukan pengukuran beban dan tegangan.
6. Kecepatan pengujian diatur sesuai dengan laju yang diperlukan.
7. Kurva tegangan-beban dicatat.
8. Selain itu dicatat pula nilai tegangan dan beban pada saat putus.
9. Kekuatan tarik dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1:

Kekuatan Tarik (kg/cm2) = (3.1)

3.4.5 Analisis Kadar Air Biodegradable Foam (Moisture Content)


Analisis kadar air dari biodegradable foam dilakukan di Laboratorium
Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara sesuai
dengan prosedur SNI-01-2891-1992.
1. Timbang dengan seksama sampel.

2. Keringkan pada oven suhu 105 0C selama 1 jam.

3. Dinginkan dalam desikator.

4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap dan dihitung
dengan Persamaan 3.2.

Kadar air = ( W1 / W ) x 100% (3.2)

Dimana:

W = massa sampel sebelum dikeringkan (g)

W1 = kehilangan massa setelah dikeringkan (g)

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.6 Analisis Densitas Biodegradable Foam
Analisis densitas dari biodegradable foam dilakukan di Laboratorium
Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara sesuai
dengan prosedur ASTM D792-91, 1991.
1. Sampel dengan ukuran tertentu dihitung volumenya dengan dimensi p x l x t
dalam satuan cm3.
2. Potongan biofoam ditimbang (g) dan rapat massa foam ditentukan dengan
membagi massa dengan volumenya (g/cm3).
Perhitungan densitas dilakkukan menggunakan Persamaan 3.3.

= (3.3)

3.4.7 Analisis Penyerapan Air Biodegradable Foam (Water Absorption)


Analisis daya serap air dari biodegradable foam dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrawati dkk., 2015.
1. Sampel putus dilakukan penimbangan dan dicatat sebagai masa foam awal.
2. Sampel direndam di dalam air selama 60 detik, kemudian diangkat dan
dikeringkan menggunakan tisu untuk menghilangkan sisa air yang menempel
pada foam. Dilakukan penimbangan lagi dan dicatat sebagai massa akhir.
3. Perbedaan massa foam awal dan akhir dicatat sebagai banyaknya air yang
terserap oleh bahan.

3.4.8 Analisis Biodegradasi Biodegradable Foam


Analisis biodegradasi dari sampel dilakukan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hendrawati dkk., 2015.
1. Sampel putus dilakukan penimbangan dan dicatat sebagai massa biofoam
awal.
2. Sampel dipendam dalam tanah selama 14 hari dengan kedalaman 10 cm.
3. Diangkat dan dikeringkan menggunakan tisu untuk menghilangkan sisa tanah
yang menempel pada biofoam.
4. Dilakukan penimbangan lagi dan dicatat sebagai massa akhir.
5. Perbedaan massa biofoam awal dan akhir dicatat sebagai banyaknya massa
sampel yang terdegradasi.

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI NANOSERAT SELULOSA (NSS) DARI AMPAS


TEH SEBAGAI PENGISI
4.1.1 Karakterisasi Nanoserat Selulosa (NSS) Dari Ampas Teh
Menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM)
Karakterisasi NSS dari ampas teh yang telah dihasilkan, diperoleh melalui
beberapa tahapan proses diantaranya yaitu delignifikasi, pemutihan, hidrolisis
dengan asam sulfat dan ultrasonikasi. Hasil karakterisasi NSS dari ampas teh
yang diuji dengan menggunakan TEM dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah
ini:

67,53 nm

66,22 nm

59,06 nm

Gambar 4.1 Karakterisasi NSS Dari Ampas Teh Menggunakan TEM

Gambar 4.1 merupakan hasil analisis NSS dari ampas teh melalui uji
Transmission Electron Microscope (TEM) dengan perbesaran pembacaan 100
nm. TEM cocok digunakan untuk pengukuran sampel dalam material padat pada
resolusi atomik. Informasi struktural diperoleh dengan pengukuran resolusi tinggi

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan difraksi elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada sebuah permukaan
material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron. Melalui pancaran
elektron ini bisa diketahui bentuk dan ukuran dari permukaan zat (Julianto dkk.,
2017).
Pada penelitian ini, ukuran awal dari sampel ampas teh yang digunakan
yaitu ampas teh berukuran 74 μm (lolos pada ayakan mesh 200). Ukuran NSS dari
ampas teh yang dihasilkan memiliki rentang 59,06 - 67,53 nm dengan 3 titik NSS
tersebar yaitu 59,06 nm, 66,02 nm dan 67,53 nm, sehingga rata-rata ukuran NSS
yang dihasilkan sebesar 64,27 nm. Sampel yang diukur dengan menggunakan
TEM ini telah memenuhi kriteria suatu serat berukuran nano yang memiliki syarat
panjang serat primernya kurang dari 100 nm. Partikel serat primer tersebut dapat
berbentuk bola, batang atau tabung, atau berbentuk acak (Masakke dkk., 2014).
Delignifikasi merupakan proses yang bertujuan untuk melarutkan
komponen lain dari ampas teh selain selulosa. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kandungan selulosa dan menurunkan kandungan hemiselulosa serta
lignin yang terdapat pada NSS dari ampas teh (Lismeri dkk., 2018). Pada
penelitian ini, delignifikasi menggunakan NaOH 12% (b/v) pada suhu yang dijaga
90 – 95 oC selama 3 jam. Melalui proses delignifikasi, komponen seperti
hemiselulosa, lignin, holoselulosa, dan komponen lain dapat larut. NaOH dipilih
karena lignin lebih larut dalam kondisi alkali sedangkan selulosa tidak.
Konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses delignifikasi tidak boleh melebihi
17% karena selulosa akan mengalami perubahan struktur yang sangat berbeda dari
aslinya pada konsentrasi NaOH 15 - 20% (Dewanti, 2018).
Selulosa yang diperoleh masih berwarna cokelat gelap karena masih
mengandung pigmen dan sisa lignin yang masih terikut dalam selulosa. Untuk
menghilangkan pigmen dan sisa lignin, maka dilakukan proses lanjutan yaitu
proses pemutihan dengan hidrogen peroksida (H2O2). H2O2 yang digunakan
adalah larutan H2O2 10% (b/v). Pemutihan dilakukan dengan pemanasan pada
suhu 85 – 90 oC selama 90 menit. Pemutihan pada waktu kurang dari 90 menit
akan menghasilkan tingkat kecerahan selulosa yang masih rendah, akan tetapi
ketika pemutihan lebih dari 90 menit, tingkat kecerahan selulosa cenderung
konstan. Sehingga, waktu 90 menit dipilih karena kondisinya paling optimum.

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Begitu pula suhu yang digunakan untuk pemutihan, suhu optimum adalah 80 oC
(Dewanti, 2018). Setelah selesai proses pemutihan, didapatkan nanoserat selulosa
yang berwarna kekuningan dari warna awal ampas teh cokelat pekat kehitaman.
Proses hidrolisis asam bertujuan untuk memecah bagian amorfus dari
selulosa sehingga mereduksi ukuran serat. Proses ini menggunakan larutan H2SO4
64% atau yang dinamakan dengan proses hidrolisis asam selama 45 menit dengan
temperatur 40oC. Ketika asam sulfat berdifusi ke dalam serat terjadi pemisahan
ikatan glikosidik sehingga terjadi pemisahan fibril pada selulosa. Kondisi ini
harus dijaga agar tidak terjadi hidrolisis sempurna glukosa (Julianto dkk., 2017).
Proses utrasonikasi merupakan proses mekanik dengan daya osilasi yang
digunakan untuk menghasilkan nanoserat selulosa melalui gaya hidrodinamik dari
alat ultrasonic bath (Khalil dkk., 2014). Pada awal proses ultrasonikasi, rantai
selulosa pada umumnya hanya mengalami peregangan ikatan dan medium belum
terpisah dengan baik. Semakin lama waktu ultrasonikasi, pemutusan rantai dan
dispersi material menjadi semakin sempurna dengan terbentuknya ukuran partikel
yang semakin kecil (Lismeri dkk., 2018). Pada penelitian ini digunakan kondisi
ultrasonikasi selama 90 menit pada suhu 70 oC.
Struktur morfologi NSS yang diperoleh dari hasil pembacaan pada
Gambar 4.1 berbentuk seperti batang (rodlike) yang sebagian besar masih
mengalami tumpang tindih (overlapping) dan membentuk gumpalan (aglomerasi).
Terlihat dari struktur NSS yang kurang menyebar secara merata dalam
membentuk serat tunggal. Hal ini umum terjadi disebabkan karena beberapa hal
seperti proses hidrolisis asam yang kurang sempurna dan tanpa disertai dengan
proses electrospinning (Muhaimin dkk., 2014).
Ukuran nanoserat selulosa biasanya diukur dalam satuan nanometer (1 nm
setara dengan 10-9 m) dan itu meliputi sistem yang ukurannya di atas dimensi
molekuler dan di bawah dimensi makroskopik (biasanya > 1 nm dan <100 nm)
(Khalil dkk., 2014). Sehingga pengisi NSS ampas teh dapat diklasifikasikan
sebagai serat pengisi berukuran nanometer.

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.2 Karakterisasi Ampas Teh Menggunakan Fourier Transform Infra Red
(FTIR)
Tujuan karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) serat dan
nanoserat selulosa dari ampas teh ini adalah untuk melihat gugus fungsi dan
perubahan gugus fungsi dari bahan ataupun senyawa yang digunakan. Serat awal
ampas teh berukuran 74 μm (lolos pada ayakan mesh 200) dan nanoserat selulosa
ampas teh berukuran 64,27 nm. Pada pembahasan ini, dilakukan pengujian FTIR
dan perbandingan hasil uji antara serat ampas teh dengan nanoserat selulosa
ampas teh untuk melihat gugus fungsi yang muncul atau hilang dari senyawa-
senyawa tersebut. Karakteristik FTIR dari serat dan nanoserat selulosa ampas teh
dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Transmitansi (%)

Serat Ampas Teh


Nanoserat Selulosa Ampas Teh

1031,5 1028,5

Bilangan Gelombang (cm-1)


Gambar 4.2 Karakterisasi Ampas Teh Menggunakan Fourier Transform Infra Red

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa terdapat beberapa puncak serapan (peak)
kunci yang dapat mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah
senyawa. Dari hasil uji FTIR yang dilakukan pada pengisi NSS dari ampas teh
menunjukkan puncak serapan yang diperoleh mengidentifikasi keberadaan gugus
fungsi khas dari kandungan serat ampas teh pada umumnya berupa unsur karbon
(C) dan hidrogen (H) yang merupakan senyawa umum dari ampas teh (Cavdar
dkk., 2011).

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahan pengisi NSS dari ampas
teh tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa setelah mengalami
pengecilan ukuran, yang ditandai dengan masih teridentifikasinya gugus senyawa
dari ampas teh berupa regang molekul OH (stretching) serat ampas teh dan NSS
dari ampas teh dengan bilangan gelombang berturut-turut 3335,35 cm-1 dan
3325,47 cm-1, H-C alifatik (stretching) serat ampas teh dan NSS dari ampas teh
dengan bilangan gelombang berturut-turut 2916,36 cm-1 dan 2915,37 cm-1, regang
molekul C-O (stretching) NSS dari ampas teh dengan bilangan gelombang
1622,50 cm-1 serta regang molekul C-O (bending) serat ampas teh dan NSS dari
ampas teh dengan bilangan gelombang berturut-turut 1031,50 cm-1 dan 1028,50
cm-1 (Baldemir dkk., 2017).

4.2 KARAKTERISASI BIODEGRADABLE FOAM


4.2.1 Karakterisasi Morfologi Biofoam Dengan Menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi biofoam dengan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) dilakukan untuk melihat struktur morfologi dan mengetahui
interaksi yang terjadi antara bahan pengisi dan matriks pada bagian putus dari
biofoam. Karakterisasi SEM dari biofoam tanpa pengisi dan biofoam berpengisi
NSS dari ampas teh dapat dilihat pada Gambar 4.3 (a) dan (b):

Mg Stearat

(a)

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mg Stearat

NSS

(b)
Gambar 4.3 Karakterisasi Morfologi Biofoam (a) Tanpa Pengisi dan (b) Dengan
Pengisi 30% NSS Dari Ampas Teh Menggunakan SEM

Gambar 4.3 (a) menunjukkan morfologi permukaan sampel putus biofoam


berpengisi NSS dari ampas teh sebesar 0% dan PVA 30% pada perbesaran
1.500x, terlihat permukaan sampel putus yang kasar dan padat tanpa serat. Hal ini
menunjukkan bahwa biofoam memiliki hambatan penyebaran yang rendah dan
mudah rusak. Pada morfologi permukaan putus tersebut terlihat sebagian
magnesium stearat yang tersebar dengan campuran pati dan PVA.
Gambar 4.3 (b) menunjukkan morfologi permukaan dari sampel putus
biofoam berpengisi NSS dari ampas teh 3% dan PVA 30% pada perbesaran
1.500x, terlihat permukaan sampel putus yang lebih halus yang mengindikasikan
ketahanan retak yang tinggi oleh pengisi. Terlihat bahwa pengisi NSS dari ampas
teh telah terdisribusi/terdispersi secara seragam pada matriks yang menunjukkan
telah terjadinya ikatan antarfasa (interfacial adhesion) yang baik antara pengisi
NSS dari ampas teh dan matriks berupa pati dan PVA. Interaksi pengisi NSS dari
ampas teh yang terdistribusi secara seragam pada matriks memegang peran yang
penting dalam meningkatkan sifat mekanik.

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada penelitian ini, magnesium stearat yang digunakan sebagai demolding
agent berfungsi sebagai pencegah lengketnya campuran dengan cetakan sehingga
menjadi lebih mudah untuk dipisahkan. Magnesium stearat merupakan senyawa
magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari
lemak, bentuk fisik sangat halus, putih berkilau dan tidak larut dalam air sehingga
tidak dapat larut dalam campuran dan tetap berbentuk gumpalan serbuk (Natalia,
2012). Hal ini umum terjadi pada pengisi dan campuran matriks jika terjadi
perbedaan sifat kepolaran antara keduanya (Tambunan dan Harahap, 2015).
Melalui hasil analisis biofoam dengan Energy Dispersive X-Ray (EDX) pada
Tabel 4.1 dapat diketahui kandungan unsur magnesium (Mg) dalam produk
biofoam sebesar 0,52 (%berat).

4.2.2 Karakterisasi Biofoam Dengan Menggunakan Fourier Transform


Infra Red (FTIR)
Karakterisasi biofoam dengan menggunakan Fourier Transform Infra Red
(FTIR) dilakukan untuk melihat gugus fungsi dan perubahan gugus fungsi dari
biofoam tanpa pengisi NSS ampas teh dan dengan pengisi NSS ampas teh 30%.
Karakterisasi dari biofoam tanpa pengisi dan biofoam berpengisi NSS dari ampas
teh 30% dapat dilihat pada Gambar 4.4:

Biofoam 0% NSS Ampas Teh


Biofoam 30% NSS Ampas Teh
Transmitansi (%)

Bilangan Gelombang (cm-1)


Gambar 4.4 Karakterisasi Biofoam Menggunakan Fourier Transform Infra Red

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa terdapat beberapa puncak serapan (peak)
kunci yang dapat mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah
senyawa. Dari hasil uji FTIR yang dilakukan pada biofoam mengidentifikasikan
keberadaan gugus fungsi khas dari kandungan produk biofoam pada umumnya
yaitu berupa unsur karbon (C) dan hidrogen (H) yang merupakan senyawa umum
dari biofoam karena sebagian besar bahan penyusunnya terdiri dari unsur karbon
dan hidrogen.
Dari hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahwa bahan penyusun
biofoam tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa baik tanpa
perlakuan penambahan pengisi NSS dari ampas teh maupun dengan penambahan
pengisi NSS dari ampas teh, yang ditandai dengan masih teridentifikasinya gugus
senyawa dari biofoam berupa regang molekul O-H biofoam berpengisi NSS dari
ampas teh dan tidak berpengisi NSS dari ampas teh dengan bilangan gelombang
berturut-turut 3432,23 cm-1 dan 3448,44 cm-1, C-H alifatik biofoam berpengisi
NSS dari ampas teh dan tidak berpengisi NSS dari ampas teh dengan bilangan
gelombang berturut-turut 2917,72 cm-1 dan 2920,21 cm-1, regang molekul C-O
biofoam berpengisi NSS dari ampas teh dan tidak berpengisi NSS dari ampas teh
dengan bilangan gelombang berutut-turut 1078,63 cm-1, regang molekul C=C
biofoam berpengisi NSS dari ampas teh dan tidak berpengisi NSS dari ampas teh
dengan bilangan gelombang berutut-turut 2343,39 cm-1 dan 2366,84 cm-1 serta
regang molekul C=C biofoam berpengisi NSS dari ampas teh dan tidak berpengisi
NSS dari ampas teh dengan bilangan gelombang berturut-turut 1643,64 cm-1 dan
1643,72 cm-1 (Coniwanti dkk., 2018).
Gugus fungsi yang paling banyak terdapat pada biofoam berpengisi NSS
dari ampas teh dan tanpa pengisi adalah gugus fungsi alkana yang didominasi oleh
keberadaan unsur karbon (C). Hal ini didukung dengan hasil analisis biofoam
dengan menggunakan Energy Dispersive X-Ray (EDX) yang menunjukkan
banyaknya kandungan karbon pada biofoam. Hasil analisis persentase kandungan
biofoam dapat dilihat pada Gambar 4.5.

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
cps/eV

45

40

35

30
Cl
K Mg
25 C O Na Cl K

20

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
keV

Gambar 4.5 Hasil Analisis EDX Biofoam

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa biofoam memiliki persentase unsur
(dalam persen berat). Kandungan unsur-unsur tersebut menunjukkan bahwa
kandungan karbon dan oksigen pada biofoam memiliki persentase yang tinggi
yaitu berturut-turut sebesar 65,91% dan 27,55% serta kandungan magnesium yang
berasal dari magnesium stearat sebesar 0,52%.

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.3 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biofoam
Pengujian kekuatan tarik dilakukan terhadap biofoam baik dengan
penambahan NSS dari ampas teh maupun tanpa penambahan pengisi NSS dari
ampas teh. Semakin besar nilai kekuatan tarik suatu bahan berarti dibutuhkan
gaya yang lebih besar untuk menarik bahan. Pengaruh perbandingan komposisi
NSS dari ampas teh dan PVA terhadap kekuatan tarik (Tensile Strength) biofoam
seperti pada Gambar 4.6:
7
6
Kekuatan Tarik (MPa)

5
4
PVA 10%
3
PVA 20%
2 PVA 30%
1
0
0 1 3 5
Penambahan NSS dari Ampas Teh (%)

Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Kekuatan Tarik Biofoam

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa penambahan pengisi NSS dari ampas teh
dapat meningkatkan nilai kekuatan tarik biofoam. Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa
nilai kekuatan tarik biofoam meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi
pengisi NSS ampas teh hingga mencapai nilai 5,647 MPa pada perbandingan
persentase komposisi NSS dari ampas teh dan PVA sebesar 3%:10%. Hal ini
disebabkan oleh komponen utama NSS dari ampas teh yaitu 21,19% serat kasar
(Krisnan, 2005) dan 23,23% selulosa (Cavdar dkk., 2011). Penambahan pengisi
berupa serat yang berukuran nano pada bahan polimer dapat meningkatkan sifat
mekanik dari biofoam, dimana semakin kecil ukuran partikel dari pengisi maka
luas permukaan akan semakin besar dan daya interaksi/adhesi antara kedua bahan
akan semakin besar pula sehingga sifat-sifat mekanik akan semakin bagus. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil yang didapat dengan penambahan NSS dari ampas teh

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat meningkatkan kekuatan tarik biofoam secara mekanik. Hasil ini didukung
dengan karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada Gambar 4.3 dari sampel
putus biofoam berpengisi NSS dari ampas teh yang telah terdistribusi secara
merata dan membentuk ikatan atarfasa (interfacial adhesion) yang baik sekaligus
mampu menahan gaya yang diberikan saat pengujian kekuatan tarik, sehingga
dapat meningkatkan nilai kekuatan tarik dari biofoam.
Akan tetapi, nilai kekuatan tarik biofoam mengalami penurunan pada
persentase perbandingan NSS dari ampas teh dan PVA 5%:10% hingga mencapai
nilai 1,117 MPa. Pada komposisi pengisi yang rendah, biofoam mengalami
peningkatan kekuatan tarik, namun ketika komposisi pengisi telah melewati suatu
titik optimum, maka partikel pengisi akan mengalami aglomerasi sehingga
menurunkan kekuatan tarik produk. Aglomerasi sangat mungkin terjadi karena
saat penambahan NSS dari ampas teh secara berlebih akan menghasilkan interaksi
antar sesama pengisi menjadi semakin kuat (filler-filler bonding) sehingga
menyebabkan interaksi antara pengisi dan matrik menjadi berkurang (Harahap
dkk., 2015). Hal ini juga didukung dengan penelitian terdahulu oleh Lani dkk.,
(2014) yang menyatakan bahwa penambahan NSS berupa Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) 20% pada variabel tertinggi yaitu pada titik optimum dapat
menurunkan sifat kekuatan tarik dari biofoam.
Dari Gambar 4.6 di atas dapat diketahui pula pengaruh penambahan PVA
terhadap kekuatan tarik biofoam. Penambahan NSS dari ampas teh bersamaan
dengan penambahan PVA juga dapat memperbaiki kualitas dari produk biofoam
dari segi fleksibilitas untuk mengurangi sifat kekakuan dari produk (Iriani dkk.,
2015). Kekuatan tarik biofoam cenderung menurun seiring dengan penambahan
komposisi PVA. Hal ini disebabkan karena PVA merupakan senyawa sintetik
biodegradable yang berfungsi sebagai plasticizer yang mampu memberikan sifat
plastis sama seperti gliserol (Merliani, 2018). Penambahan PVA akan
memberikan sifat fleksibilitas yang tinggi sehingga cenderung menurunkan kuat
tarik (Paramita, 2019). Selain itu, sama halnya dengan penambahan NSS pada
titik optimum, penambahan PVA juga dapat menyebabkan aglomerasi sehingga
nilai kekuatan tarik biofoam cenderung mengalami penurunan (Triyastiti dan
Didik, 2018).

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data dari Product Information Commercial mengenai sifat
mekanik dari styrofoam konvensional, kekuatan tarik styrofoam sebesar 0,1 MPa.
Sehingga produk biofoam yang dihasilkan memiliki kekuatan tarik yang lebih
besar dan memenuhui standar kekuatan tarik komersial.

4.2.4 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)
Biofoam
Pengujian pemanjangan saat putus dilakukan terhadap biofoam yang
dihasilkan dari penelitian, baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dari
ampas teh maupun tanpa penambahan pengisi NSS dari ampas teh. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah bahan dapat mengalami deformasi atau
pemanjangan ketika diberikan beban. Sifat pemanjangan pada saat putus juga
dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu beban dapat bersifat deformable
sebelum bahan mengalami putus. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari
ampas teh dan PVA terhadap sifat pemanjangan saat putus (Elongation at Break)
dari biofoam seperti pada Gambar 4.7 di bawah ini:

3,5

3,0
Pemanjangan Saat Putus (%)

2,5

2,0
PVA 10%
1,5
PVA 20%
1,0 PVA 30%

0,5

0,0
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Ampas Teh (%)

Gambar 4.7 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA terhadap
Persen Pemanjangan Saat Putus Biofoam

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa penambahan NSS dari ampas teh dapat
menurunkan nilai pemanjangan saat putus dari biofoam. Pada Gambar terlihat
bahwa nilai pemanjangan pada saat putus biofoam menurun pada semua variabel
penambahan NSS dari ampas teh. Pada persentase perbandingan NSS dari ampas
teh dan PVA 0%:30% nilai pemanjangan saat putus dari biofoam menurun dari
2,950% menjadi 1,047% pada persentase perbandingan NSS dari ampas teh dan
PVA 5%:30%. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan pengisi
menyebabkan matriks berkurang keelastisannya, sehingga material biofoam
menjadi lebih kaku (Hafizzuddin, 2014). Apabila suatu bahan cenderung tidak
elastis, maka bahan tersebut akan memiliki nilai pemanjangan saat putus yang
rendah. Hasil penelitian yang diperoleh didukung dengan penelitian terdahulu
menggunakan bahan pengisi berupa pengisi nanoserat selulosa TKKS yang
ditambahkan sebanyak 10%, 15% dan 20% massa (%wt) untuk meningkatkan
sifat mekanik dari produk komposit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
pemanjangan saat putus dari produk menurun dengan meningkatnya konten
pengisi nanoserat selulosa TKKS (Lani dkk., 2014).
Dari Gambar 4.7 di atas juga dapat terlihat pengaruh penambahan PVA
terhadap pemanjangan saat putus dari biofoam, dimana semakin tinggi persentase
penambahan PVA yang diberikan menyebabkan nilai pemanjangan saat putus
cenderung semakin meningkat. Pada perbandingan NSS dari ampas teh dan PVA
0%:10%, persentase pemanjangan saat putus sebesar 1,295% dan meningkat
menjadi 2,950% pada perbandingan NSS dari ampas teh dan PVA 0%:30%. Hal
ini disebabkan karena penambahan PVA menyebabkan bertambahnya keelastisan
dari produk biofoam, sehingga material biofoam menjadi lebih lentur karena sifat
PVA yang berfungsi sebagai plasticizer (Merliani, 2018). Apabila suatu bahan
cenderung elastis, maka bahan tersebut akan memiliki nilai pemanjangan saat
putus yang tinggi.

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.5 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Densitas (Density) Biofoam
Pengujian densitas dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari
penelitian, baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dari ampas teh maupun
tanpa penambahan pengisi NSS dari ampas teh dengan tujuan untuk mengetahui
perbandingan massa dan volume dari produk. Nilai densitas yang kecil dari suatu
bahan pada umumnya diinginkan karena memudahkan dalam proses
penggunaannya sebagai produk. Pengaruh perbandingan komposisi NSS dari
ampas teh dan PVA terhadap densitas seperti pada Gambar 4.8 di bawah ini:

PVA 10%
2,4
PVA 20%
2,2
PVA 30%
Densitas (g/mL)

1,8

1,6

1,4

1,2

1
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Ampas Teh (%)

Gambar 4.8 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Densitas Biofoam

Pada Gambar 4.8 di atas dapat dilihat bahwa penambahan NSS dari ampas
teh dan PVA terhadap densitas biofoam diperoleh nilai densitas tertinggi sebesar
1,993 g/cm3 yang didapat pada penambahan NSS dari ampas teh dan PVA
(3%:30%). Nilai densitas terendah diperoleh pada penambahan NSS dari ampas
teh dan PVA 0%:30%) yaitu sebesar 1,022 g/cm3. Namun, nilai ini masih lebih
tinggi jika dibandingkan dengan densitas styrofoam konvensional yaitu sebesar
0,05 g/cm3 (AVCalc, 2020).
Berdasarkan Gambar 4.8 di atas dapat dilihat bahwa dengan semakin
meningkatnya penambahan NSS dari ampas teh yang diberikan maka nilai

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
densitas yang diperoleh akan semakin meningkat. Hal ini karena NSS dari ampas
teh sebagai pengisi mampu mengisi ruang-ruang kosong pada matriks sehingga
meningkatkan kerapatan biofoam (Iriani, 2013). Hasil ini juga didukung dari
analisis morfologi putus biofoam dengan menggunakan SEM pada Gambar 4.3
yang bisa dilihat bahwa sebagian pengisi NSS dari ampas teh sudah terdistribusi
secara merata dan mengisi ruang kosong. Nilai densitas tertinggi diperoleh pada
penambahan NSS ampas teh 3% dan PVA 30%. Pada konsentrasi PVA yang
sama, dengan penambahan NSS ampas teh 5% akan mengurangi nilai densitas
biofoam yang dihasilkan. Pada saat penambahan pengisi, maka suatu saat akan
tercapai titik optimum yang membuat nilai densitas dari biofoam menjadi
menurun. Hal ini disebabkan karena semakin banyak pengisi yang digunakan
maka semakin tidak merata pula interaksi antar pengisi dan matriks sehingga ada
pengisi yang tidak berikatan dengan matriksnya (Clarena dan Lizda, 2013).
Pada Gambar 4.8 diatas juga dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya
konsentrasi penambahan PVA pada semua variasi penambahan NSS dari ampas
teh cenderung meningkatkan nilai densitas dari biofoam yang dihasilkan, hal
tersebut sesuai dengan penelitian Lee dkk., (2007) dimana peningkatan
konsentrasi PVA berpengaruh dalam menghasilkan densitas biofoam yang lebih
besar. Penambahan PVA juga akan menghambat kemampuan ekspansi, sehingga
berpengaruh terhadap nilai densitas yang dihasilkan, yaitu cenderung meningkat
(Iriani, 2013).

4.2.6 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Kadar Air (Moisture Content) Biofoam
Pengujian kadar air dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari
penelitian, baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dari ampas teh maupun
tanpa penambahan pengisi NSS dari ampas teh yang bertujuan untuk mengetahui
kandungan air yang terkandung di dalam sampel. Pengaruh perbandingan
komposisi NSS dari ampas teh dan PVA terhadap kadar air (moisture content)
biofoam seperti pada Gambar 4.9:

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6,0

5,0
Kadar Air (%)
NSS Ampas Teh
4,0
0%
3,0
1%
2,0 3%

1,0 5%

0,0
0 1 2 3 4
Waktu Pengeringan (Jam)

Gambar 4.9 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Kadar Air Biofoam Pada Penambahan PVA 30%

Berdasarkan Gambar 4.9 dapat diketahui bahwa semakin tinggi


penambahan NSS dari ampas teh, maka kadar air dalam produk semakin tinggi,
sedangkan semakin tinggi penambahan PVA maka kadar air dalam produk
semakin menurun. Kadar air biofoam pada penelitian ini berkisar antara 1,515%-
9,677%. Jika dibandingkan dengan nilai kadar air biofoam pada penelitian Iriani
(2013) yang terbuat dari tapioka murni sebesar 6,21%-8,40% dan Etikaningrum
(2017) sekitar 5,32%-8,19% maka nilai kadar air pada penelitian ini masih lebih
tinggi namun tergolong wajar. Hal ini dikarenakan pati biji durian bersifat
hidrofilik sehingga dapat menyerap banyak air dan menyebabkan kadar air
biofoam tinggi dibandingkan dengan kadar air styrofoam konvensional. Kadar air
biofoam berbasis pati umumnya adalah bahan alami yang bersifat higroskopis dan
dapat menyerap kelembaban dari lingkungan (Paramita, 2019).
Hal ini yang menyebabkan nilai kadar air biofoam jauh lebih tinggi dari
kadar air styrofoam yaitu hanya sebesar 1,11% (Kaisangsri dkk., 2012). Kadar air
biofoam yang paling mendekati nilai kadar air styrofoam konvensional yaitu
biofoam yang dihasilkan dengan perbandingan persentase NSS dari ampas teh dan
PVA 1%:30% sebesar 1,515%.

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengaruh penambahan NSS ampas teh mengakibatkan kadar air yang
cenderung semakin menurun. Pada komposisi PVA yang sama, kadar air pada
penambahan NSS dari ampas teh 1% turun drastis dari komposisi NSS dari ampas
teh 0%. Hal ini disebabkan karena formula komposisi dari pati biji durian pada
penambahan 0% NSS dari ampas teh masih sangat besar yaitu mencapai 23%
sehingga mendominasi dari komposisi yang lainnya, sedangkan penambahan pati
yang cukup besar akan semakin meningkatkan kadar air dari biofoam karena
sifatnya yang sangat hidrofilik sehingga memiliki kadar air yang besar pula
(Paramita, 2019).
Pada penambahan 1% NSS dari ampas teh pada persentase PVA yang
sama, kadar penambahan pati biji durian juga berkurang sehingga kadar air
biofoam juga mengalami penurunan. Kadar air kembali mengalami kenaikan pada
persentase penambahan NSS dari ampas teh 3% dan 5%, hal ini disebabkan
karena serat alam seperti serat ampas teh memiliki sifat hidrofilik yang tinggi,
sehingga penambahan NSS dari ampas teh yang semakin besar akan
meningkatkan sifat hidrofilik sehingga akan meningkatkan kadar air biofoam
(Fathoni dkk., 2017).

10
9 PVA 10%

8 PVA 20%
7 PVA 30%
Kadar Air (%)

6
5
4
3
2
1
0
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Ampas Teh (%)

Gambar 4.10 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Kadar Air Biofoam

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Salgado dkk., (2008) nilai kadar air pada biofoam juga
dipengaruhi oleh penambahan polimer sintetik seperti PVA. Kemungkinan besar
ini disebabkan karena PVA bersifat lebih hidrofobik dibandingkan pati. Hal ini
didukung oleh penelitian Cinelli dkk., (2006) yang menyatakan bahwa
penambahan PVA 10%-30% pada campuran pati kentang dapat meningkatkan
fleksibilitas dan ketahanan terhadap air dari biofoam (Paramita, 2019). Sehingga
seiring penambahan PVA, kadar air dari biofoam akan semakin menurun.
Persentase penurunan kadar air terbesar terjadi pada formula NSS ampas teh 0%
dengan perbandingan PVA pada 20% dan 30% yaitu dari 7,789% menjadi
5,016%.

4.2.7 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Dari Ampas Teh dan PVA
Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Biofoam
Pengujian penyerapan air dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari
penelitian, baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dari ampas teh maupun
tanpa penambahan pengisi NSS dari ampas teh yang bertujuan untuk
menunjukkan apakah biofoam dapat mengalami kerusakan apabila digunakan
pada keadaan terendam. Ketika bahan direndam dalam air, air akan berdifusi ke
dalam bahan. Hal ini dihindari karena air dapat merusak struktur bahan dari dalam
sehingga menurunkan sifat-sifat dari produk yang dihasilkan. Pengaruh
perbandingan komposisi NSS dari ampas teh dan PVA terhadap penyerapan air
(water absorption) biofoam seperti pada Gambar 4.11 di bawah ini:

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45,0
40,0

Penyerapan Air (%)


35,0
30,0 NSS Ampas Teh

25,0 0%
20,0 1%
15,0 3%
10,0 5%
5,0
0,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu Perendaman (Menit)

Gambar 4.11 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Penyerapan Air Biofoam Pada Penambahan PVA 30%

Dari Gambar 4.11 terlihat bahwa penyerapan air dari biofoam meningkat
dengan penambahan komposisi bahan pengisi NSS dari ampas teh dan menurun
seiring dengan peningkatan persentase komposisi penambahan PVA.
Nilai penyerapan air (water absorption) meningkat dengan bertambahnya
komposisi NSS dari ampas teh, hal ini disebabkan karena NSS dari ampas teh
memiliki sifat higroskopis yang mampu larut dalam air. Peningkatan penyerapan
air sehubugan dengan penambahan serat menunjukkan bahwa NSS dari ampas teh
memiliki tingkat hidrofilik yang sangat tinggi (Munthoub dan Wan, 2011). Hasil
daya serap air diperoleh pada konsentrasi NSS dari ampas teh 0% lebih besar. Hal
ini menunjukkan bahwa biofoam tanpa NSS dari ampas teh sejalan dengan
meningkatkan jumlah pati biji durian yang digunakan pada formula penelitian ini,
sehingga menyebabakan daya serap air yang meningkat karena sifat pati yang
hidrofilik dan mengakibatkan kecenderungan berikatan dengan air (Nurfitasari,
2018).
Nilai daya serap air menurun dengan penambahan 1% NSS dari ampas teh
disebabkan karena konsentrasi pati biji durian yang digunakan juga berkurang.
Pada konsentrasi PVA yang sama yaitu 30%, nilai daya serap air NSS dari ampas
teh 0% mengalami penurunan terbesar pada penambahan NSS dari ampas teh 1%.

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penurunan yang terjadi yaitu dari 42,188% menjadi 21,505%. Kondisi NSS dari
ampas teh 1% diduga menjadi titik optimum penambahan NSS dari ampas teh
disebabkan pada penambahan 3% dan 5% NSS dari ampas teh, nilai daya serap air
kembali mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Product Information
Commercial mengenai sifat mekanik dari styrofoam konvensional, penyerapan air
styrofoam sebesar 0,3%. Hal ini disebabkan karena serat alam seperti serat ampas
teh memiliki sifat hidrofilik yang tinggi, sehingga penambahan NSS dari ampas
teh yang semakin besar akan meningkatkan sifat hidrofilik sehingga akan
meningkatkan kadar air biofoam dan memiliki penyerapan air yang lebih besar
dari styrofoam komersial (Fathoni dkk., 2017).

70

60
Penyerapan Air (%)

50

40
PVA 10%
30
PVA 20%
20 PVA 30%
10

0
0 1 3 5
Persentase Penambahan NSS (%)

Gambar 4.12 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Penyerapan Air Biofoam

Pada Gambar 4.12 juga terlihat bahwa pada masing-masing penambahan


NSS dari ampas teh yang sama, peningkatan komposisi PVA menyebabkan
terjadinya penurunan persentase penyerapan air pada biofoam. Nilai penyerapan
air pada biofoam dipengaruhi oleh penambahan polimer sintetik seperti PVA. Hal
ini disebabkan karena PVA bersifat lebih hidrofobik dibandingkan pati. Hal ini
didukung penelitian Cinelli dkk., (2006) yang menyatakan bahwa penambahan
PVA 10% -30% pada campuran pati kentang dapat meningkatkan fleksibilitas dan
ketahanan terhadap air dari biofoam (Paramita, 2019). Sehingga seiring
penambahan PVA, daya serap air dari biofoam cenderung akan semakin menurun.

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Persentase penurunan nilai penyerapan air terbesar terjadi pada formulasi NSS
dari ampas teh 5% dari kadar PVA 20% dan 30% yaitu dengan nilai penurunan
dari 65,854% menjadi 36,842%. Hasil yang diperoleh telah sesuai, dimana
semakin besar penambahan NSS dari ampas teh akan menaikkan nilai penyerapan
air dan penambahan PVA maka akan menyebabkan penurunan persentase
penyerapan air biofoam.

4.2.8 Pengaruh Perbandingan Komposisi NSS Ampas Teh dan PVA


Terhadap Sifat Penguraian Alami (Biodegradasi)
Pengujian biodegradasi dilakukan terhadap biofoam yang dihasilkan dari
penelitian, baik dengan penambahan pengisi berupa NSS dari ampas teh maupun
tanpa penambahan pengisi NSS dari ampas teh yang bertujuan untuk mengetahui
berapa banyak komponen biofoam yang mampu terurai secara alami di tanah.
Kemampuan biodegradasi akan memberikan dampak yang baik bagi lingkungan
karena mampu terurai secara alami jika dibandingkan dengan produk-produk
konvensional seperti plastik ataupun styrofoam. Pengaruh perbandingan
komposisi NSS dari ampas teh terhadap sifat penguraian alami (biodegradasi) dari
produk yang dihasilkan seperti pada Gambar 4.13:

80,0
60,0
Kehilangan Massa (%)

40,0 NSS Ampas Teh


0%
20,0
1%
0,0
3%
0 7 14 21 28
-20,0 5%
-40,0
-60,0
Waktu Biodegradasi (Hari)

Gambar 4.13 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Biodegradasi Biofoam Pada Penambahan PVA 30%.

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemampuan rata-rata biodegradasi produk biofoam yang dihasilkan dapat
terdegradasi setelah 28 hari atau kurang lebih 4 minggu menggunakan metode
penimbunan di dalam tanah (soil burial) yang dikontrol dengan penambahan
bakteri dari Effective Microorganisms-4 (EM-4) yang mengandung bakteri
fotosintetik (Actinomycetes). Hasil penelitian ini memiliki laju degradasi yang
lebih lama jika dibandingkan dengan penelitian Iriani (2013) yang menjelaskan
bahwa sampel biofoam dari campuran tapioka, ampok dan PVA baru ditumbuhi
kapang pada hari ke-5 dan terdegradasi sempurna setelah 2 minggu dengan
menggunakan media PDA (potato dextrose agar).
Pada proses penambahan NSS dari ampas teh pada Gambar 4.14 dengan
waktu pengujian 28 hari, hasil yang diperoleh yaitu tingkat biodegradasi paling
tinggi terjadi pada penambahan NSS dari ampas teh 5% dan PVA 10% sebesar
60,256%, tingkat biodegradasi paling rendah terjadi pada penambahan NSS dari
ampas teh 0% dan PVA 30% sebesar 21,384%. Hal ini disebabkan oleh
perbandingan konsentrasi NSS dari ampas teh dan PVA, pada konsentrasi PVA
yang konstan, semakin banyak penambahan NSS dari ampas teh pada biofoam
maka akan semakin mudah terurai, karena NSS dari ampas teh merupakan
biofiller yang menyebabkan produk biofoam menjadi mudah terurai di tanah atau
bersifat organik (Jati, 2013).
70

60
Kehilangan Massa (%)

50

40
PVA 10%
30
PVA 20%
20 PVA 30%
10

0
0 1 3 5
Penambahan NSS Dari Ampas Teh (%)

Gambar 4.14 Pengaruh Perbandingan NSS Dari Ampas Teh dan PVA Terhadap
Biodegradasi Biofoam

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada konsentrasi NSS dari ampas teh yang konstan, proses penambahan
PVA dari 10%; 20% dan 30% diperoleh tingkat biodegradasi yang semakin
menurun. Pada penambahan NSS dari ampas teh 0%, diperoleh tingkat
biodegradasi dari penambahan PVA 10%, 20% dan 30% berturut-turut yaitu
54,717%; 24,439% dan 21,384%. Interaksi ikatan antar pati dan pengisi NSS dari
ampas teh akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah PVA
sehingga biofoam menjadi lebih kuat dan tidak mudah didegradasi oleh
mikroorganisme dalam tanah. Hal ini disebabkan karena PVA memiliki sifat
kemampuan menjaga berbagai komponen di dalam suatu campuran yang
terkandung di dalam bahan tersebut dari kontak dengan lingkungan sekitar
termasuk bakteri dari tanah (Swandaru, 2011).
Berdasarkan Gambar di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi
penambahan NSS dari ampas teh maka kemampuan biodegradasi biofoam
semakin tinggi pula, sedangkan semakin tinggi penambahan PVA yang digunakan
maka kemampuan bioderadasi biofoam semakin menurun.
Berdasarkan Data Standar Internasional (ASTM 5336), lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk styrofoam terdegradasi yaitu membutuhkan waktu 60 hari
untuk dapat terurai (Nurfitasari, 2018). Pada penelitian ini, waktu degradasi
biofoam selama 28 hari yang mendekati standar adalah konsentrasi NSS dari
ampas teh 5% dan PVA 10% dengan persen degradasi sebesar 60,256%.

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu:

1. Hasil karakterisasi serat ampas teh dan NSS dari ampas teh menggunakan
FTIR dapat diketahui bahwa tidak banyak mengalami perubahan
kandungan senyawa setelah mengalami pengecilan ukuran, NSS yang
dihasilkan berbentuk seperti batang (rodlike) dengan diameter partikel
rata-rata 64,27 nm melalui karakterisasi TEM.
2. Penambahan pengisi NSS dari ampas teh dan konsentrasi PVA mampu
mempengaruhi nilai kekuatan fisik dan mekanik biofoam. Nilai kekuatan
tarik biofoam tertinggi pada perbandingan persentase komposisi NSS
ampas teh dan PVA 3:10 sebesar 5,647 MPa. Persentase penyerapan air
dan kadar air terendah masing-masing pada perbandingan persentase
komposisi NSS dari ampas teh dan PVA 1:30 berturut-turut sebesar
21,505% dan 1,515%. Nilai densitas terendah dari biofoam pada
perbandingan persentase komposisi NSS dari ampas teh dan PVA 0:30
sebesar 1,022 g/cm3. Persentase kehilangan massa tertinggi dari biofoam
terjadi pada perbandingan persentase komposisi NSS dari ampas teh dan
PVA 5:10 sebesar 60,256% dengan waktu degradasi selama 28 hari.
3. Dari hasil analisis SEM terhadap biofoam, dapat diketahui bahwa pada
persentase komposisi NSS dari ampas teh dan PVA 3:30 terlihat
permukaan putus yang lebih halus dan juga pengisi yang terdispersi secara
cukup merata.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini
adalah:
1. Perlunya dilakukan variasi konsentrasi asam pada proses sintesis nanoserat
selulosa ampas teh agar diketahui pengaruhnya terhadap ukuran nanoserat
yang dihasilkan.
2. Perlunya dilakukan perlakuan variasi suhu pemanggangan dan waktu
proses agar diketahui pengaruhnya terhadap sifat fisik dan mekanik dari
biofoam yang dihasilkan.

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A., Sahar K. Khalil, dan Anis Shobirin Meor Hussin. 2010. Modified
Starches and Their Usage in Selected Food Product: A Review Study.
Journal of Agricultural Science 2(2).
Andini, T., Yusriadi dan Yuliet. 2017. Optimasi Pembentukan Film Polivinil
Alkohol dan Humektan Propilen Glikol pada Formula Masker Gel Peel
of Sari Buah Labu Kuning (Cucurbita moschata Duchesne) Peel-of Gel
Mask Formula As Antioxidant. Gelenkia Jurnal of Pharmacy, 3(2):165-
173
Anggraini, F. 2013. Aplikasi Plasticizer Gliserol pada Pembuatan Plastik
Biodegradable dari Biji Nangka. Skripsi, Jurusan Kimia Universitas
Negeri Semarang.
Ariefin. 2013. Stabilitas Bentuk dan Dimensi Plastik Polypropylene Terhadap
Kecepatan Putaran Screw Mesin Ekstrusi. Jurnal Teknologi. 13(1): 13-
15.
AVCalc. 2020. Density of Styrofoam (Material). (https://www.aqua-
calc.com/page/densiy-table/substance/styrofoam)
Badan Pusat Statistik (BPS). 2017. Produksi Buah-buahan menurut Jenis
Tanaman (ton), 2012-2016.
(https://sumut.bps.go.id/statictable/2017/11/17/749/produksi-buah-
buahan-menurut-jenis-tanaman-ton-2012---2016.html)
Baldemir, A. N. B. Kose, Nilai\\y, l., Sadi, Y., Vedat, Y dan Ismail, C.
2017..Synthesis and Characterization of Green Tea (Camellia Sinensis)
Extract And Its Major Components- Based Nanoflower: a New Stretegy
To Enhance Atimicrobial Activity, RSC Advance. 7 (2014): 44303-
44308.
Basri, M, W., Suhadirman dan Razali. 2013. Analisa Kekuatan Tarik Komposit
Polimer Diperkuat Serat Rotan (Calamus Inops Becc) Untuk Bangunan
Kapal Fiber Reinforced Plastics (FRP). Jurnal Ilmiah Mahasiswa (1)1:
154-158.

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Cavdar, A.D., Hulya, K dan Fatih, M. 2011. Tea Mill Waste Fibers Filled
Thermoplastic Composites: The Effects of Plastic Type and Fiber
Loading. Journal of Reinforced Plastic and Composites 30(10): 833-
844.
Chandra A dan Inggrid, H. M. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Larutan Perendam
pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat, November
:30–39.
Clareyna, E., D dan Lizda, J., M. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Komposit
Polimer Berpenguat Bagasse 2(2): 208-213.
Cinelli, P., Chiellini, E, Lawton, J. W. Dan Imam, S. H. 2006. Foamed articles
based on potato starch, corn fibers and poly(vinylalcohol), Polym
Degred Stabil, 91, 1147-1155.
Coniwanti, P., Linda, L dan Mardiyah, R. A. 2014. Pembuatan Film Plastik
Biodegradable dari Pati Jagung Dengan Penambahan Kitosan dan
Pemlastis Gliserol. Jurnal Teknik Kimia, 4(20). 22-30.
Cornelia, M., Rizal, S., Hefni, E dan Budi N. 2013. Pemanfaatan Pati Biji Durian
(Durio zibethinus) dan Pati Sagu (Metrixylon sp) dalam Pembuatan
Bioplastik. Jurnal Kimia dan Kemasan. 35(1).
Dalaeli, J., Fogle, C., Yang, J. 2005. Design and Feasibility of Polymer
Production from Orange Oil Derivatives. Polymers of Oranges:5-9.
Dani, M., Pudji, U., Teguh, YSPP., Parikin., Joachim M dan Arbi D. 2015.
Transmission Electron Microscopy Characterization of High-
Temperatur Oxidation of Fe-20Cr-5Al Alloy Prepared by Focused Ion
Beam Technique. Makara J. Tech. 19(2). 85-89.
Darni, Y. 2011. Penentuan Kondisi Optimum Ukuran Partikel dan Bilangan
Reynold pada Sintesis Bioplastik Berbasis Sorgum. Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan. 8(2) 95-103.
Dewanti, DP. 2018. Potensi Selulosa dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
untuk Bahan Baku Bioplastik Ramah Lingkungan. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 19(1). 81-88.

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dias, T.R., G. Tomas., M.S., Teixeira., M. G. Alves., T.F. Oleiveira dan B.M.
Silva. 2013. White Tea (Camellia Sinensis (L.)): Antioxidant Properties
And Beneficial Health Effects. IJFS. 2(2): 19-26.
Dirjenbun. 2016. Buku Statistik Teh 2014-2016. Diakses pada Agustus 2018.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2016/T
EH%202014-2016.pdf
Dyasmara, S.P., Syeikfani dan Yulia, N. 2016. Efektifitas Kompos Campuran
Ampas Teh, Kotoran Sapi dan Kotoran Kambing Terhadap Serapan N
Pada Tanaman Bawang Daun Pada Inceptisol. Jurnal Tanah dan
Sumber Daya Lahan. 3(1): 285-295.
Etikaningrum., Joko, H., Evi, S.I., Rizal, S dan Asep, W.P. 2016. Pengaruh
Penambahan Berbagai Modifikasi Serat Tandan Kosong Sawit pada
Sifat Fungsional Biodegradable Foam. Jurnal Penelitian Pasca Panen
Pertanian 13(3): 146-155.
Fathoni, A., Wijang, W. R dan Teguh, T. 2017. Pengaruh Perlakuan Panas Serat
Terhadap Sifat Tarik Serat Tunggal dan Komposit Cantula-rHDPE.
Jurnal Simetris, 8(1) 67-74.
Hafizuddin, Mohd Ab Ghani, Mohd Nazry Salleh, Ruey Shan Chen dan Sahrim
Ahmad, “The Effects of Rice Husk Content on Mechanical and
Morphological Properties of Recycled Polymer Biocomposites”.
American- Eurasian Journal of Sustainable Agriculture ISSN: 1995-
0748. 2014.
Harahap, H., Kelvin, H., Adrian, H., Elmer, S, dan Indra, S. 2015. Utilization Of
Cassava Peel Waste Modified Alkanolamide As Filler In Natural
Rubber Latex Products: The Effect Of Drying Time. Majalah Kulit
Karet dan Plastik, 31(1): 01-08.
Harahap, R.E. 2017. Isolasi Nanoserat Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (Elaeis
Guinensis Jack) dengan Menggunakan Tempo. Skripsi. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika daan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
Hendrawati, N., Anna, R. S dan Ilmi, N. W. 2015. Pengaruh Penambahan
Magnesium Stearat dan Jenis Protein Pada Pembuatan Biodegradable

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Foam Dengan Metode Baking Process. Jurnal Bahan Alam Terbarukan
4(2): 34-39.
Iriani, E, S., Kendri, W., Titi, C dan Asep, W. Permana. 2015. Sintesis
Nanooselulosa dari Seraat Nanas dan Aplikasinya sebagai Nanofiller
pada Film Berbasis Polivini Alkohol, Jurnal Penelitian Pascapanen
Pertanian, 12(10: 11-19.
Iriani, E. V. I. S. 2013. Pengembangan Produk Biodegradable Foam Berbahan
Baku Campuran Tapioka Dan Ampok, Disertasi, Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Iriani, I. S., Titi, C. S dan Nur, R. 2011. Pengembangan Biodegradable Foam
Berbahan Baku Pati. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 7(1): 30-
40.
Jacobs, H dan Delcour, J.A. 1998. Hydrothermal Modifications of Granular
Starch with Retention of The Granular Structure: Review. Journal of
Agricurtural and Food Chemical, 46 (8) : 2895−2905.
Jati, W. A. P. 2013. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Gelatin Terhadap
Kualitas Biodegradable Foam Berbahan Baku Pati Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus), Skripsi. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
JECFA. 2015. Magnesium Stearate. FAO JECFA Monograph.
John M.J dan Thomas S. 2008. Biofibres and biocomposites. Carbohyd Polym 71:
343–364.
Julianto, H., Moh, F dan Amaliya R. 2017. Ekstraksi Nanoselulosa dengan
Metode Hidrolisis Asam sebagai Penguat Komposit Absorpsi Suara.
Jurnal Teknik ITS. 6(2):242-245.
Kabir, H., Md. A. G., Farid, A., Farhana, B dan Md. Rakibul, Q. 2014.
Investigation of Physical and Mechanical Properties of Bamboo Fiber
and PVC Foam Sheet Composites. Universal Journal of Material
Science 2(6):119-124.
Kaisangsri, N., Orapin K dan Natta, L. 2012. Biodegradable Foam Tray From
Cassava Starch Blend with Natural Fiber and Chitosan. Industrial
Crops and Product. 37, : 542-546.

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karina, M. 2015. Penelitian dan Pengembangan Plastik Ramah Lingkungan di
Indonesia. Pusat Penelitian Fisika – LIPI: Bandung.
Khalil, H. P. S. A., Y. Davoudpour, N. A. S. Aprili, Azniza, M., N. D. N. Islam
dan Rudi, D. 2014. Nanocellulose Based Polymer Nanocomposite:
Isolation, Characterization and Applications,:1-31.
Krisnan, R. 2005. Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis)
Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler. JITV 10(1): 1-
5.
Lani, N. S., A. Johari dan M. Jusoh. 2014. Isolation, Characteriszation, and Application
of Nanocellulose from Oil Pal Empty Fruit Bunch Fiber as Nanocomposites.
Journal of Nanomaterial (2014), : 1-10.
Lee, H.S., H.J. Kim, S.G. Kim, S.H. Ahn. 2007. Evaluation Of Graphite
Composite Bipolar Plate For PEM (Proton Exchange Membrane) Fuel
Cell: Electrical, Mechanical, And Molding Properties. Journal of
Materials Processing Technology, 425-428.
Legowo, A. M. dan Nurwantoro, 2004.Analisis Pangan. Program Studi Teknologi
Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Lismeri, L., Gracelia, I., Yuli, D dan Novita H. 2018. Aplikasi Fiber Selulosa dari
Limbah Batang Ubi Kayu sebagai Film Komposit Berbasis Low
Density Polyethylene (LDPE). Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet
dan Plastik Ke-7. 69-82.
Lubis, K. 2015. Metoda-metoda Karakterisasi Nanopartikel Perak. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat. 21(79). 50-5.
Malvern, 2015. A Basic Guide to Particle Characterization. Malvern Instrument
Worldwide.
Marbun, Eldo Sularto. 2012. Sintesis Bioplastik Dari Pati Ubi Jalar Menggunakan
Penguat Logam ZnO Dan Penguat Alami Selulosa. Skripsi, Program
Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok.
Masakke, Y dan Muhaedah, R. 2015. Biosintesis Partikel Nano Perak
Menggunakan Ekstrak Metanol Daun Manggis (Garcinia mangostana
L). Sainsmat 4(1).
Merliani, N. 2018. Degradasi, Uji Mekanik dan Karakterisasi Polipaduan Poli
Asam Laktat dan Poli Ε-Kaprolakton Sebagai Bahan Baku Benang

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Operasi Serta Pengaruh Penambahan Pemlastis Polivinil Alkohol.
Skripsi. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Muhaimin, M., Wijayanti, D.A., Harini, S dan Kuwat, T. 2014. Fabrikasi
Nanofiber Komposit Nanoselulosa/PVA dengan Metode
Electrospinning. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng &
DIY, Yogyakarta.
Mukhopadhyay, M dan T.K. Mondal. 2018. Cultivation, Improvement, and
Environmental Impacts of Tea. Oxford Research Encyclopedia of
Environmental Science. 1-26.
Mulyawan, A.S., Arif, W.S dan Zubaidi, K. 2015. Identifikasi Sifat Fisik dan Sifat
Termal Serat-Serat Selulosa Untuk Pembuatan Komposit. Arena
Tekstil, 30(2): 75-82.
Munthoub, D. I dan Wan, A. W. A. R. 2011. Tensile and Water Absorption
Properties of Biodegradable Composites Derived from Cassava
Skin/Polyvinyl Alcohol with Glycerol as Plasticizer, Science
Malaysiana, 40(7): 713-718.
Mustafa, A. 2015. Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis
Neraca Massa. Agrointek, 9(2):127-133.
Natalia, S. 2012. Perbedaan Sifat Fisika Sediaan Tablet Sublingual Ekstrak Daun
Tembakau Dengan Variasi Ac-Di-Sol® Sebagai Super Disintegrant dan
Magnesium Stearat Sebagai Lubricant. Skripsi. Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Nuari, A. 2017. Analisis Laju Aliran Panas Pada Proses Thermoforming Blister
Packing Mesin PAM-PAC BP-102 dengan 2 Desain. Jurnal Teknik
Mesin 6(3): 207-214 .
Nurfitasari, I. 2018. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Gelatin Terhadap
Kualitas Biodegradable Foam Berbahan Baku Pati Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus). Skripsi. Universitas Negeri Alauddin,
Makassar.
Nuryantini, A.Y., M.P. Ekaputra, M.M. Munir., T. Suciati dan Khairurrijial. 2014.
Sintesis Nanoserat Poli(Vinil Alkohol) Dalam Bentuk Lembaran

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Pemintal Elektrik Multi Nozel dan Kolektor Drum. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia. 10(2): 186-193.
Pamela, V.Y., Rizal, S., Evi, S.I dan Nugraha, E.S. 2016. Karakteristik Mekanik,
Termal Dan Morfologi Film Polivinil Alkohol Dengan Penambahan
Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat Untuk Kemasan Multilayer. Jurnal
Penelitian Pasca Panen Pertanian. 113(2): 63-73.
Paramita, M. P. 2019. Pengaruh Variasi Waktu dan Suhu Proses Thermopressing
Pada Pengembangan Biodegradable Foam Berbasis Tapioka dan alpha-
Selulosa Kulit Singkong. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Purworini, P. 2015. Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Limbah Tandan Kelapa
Muda (Cocs nucifera Linn) sebagai Bahan Pengisi dalam Film Layak
Makan Pati Tapioka dengan Gliserol sebagai Plastisizer, Thesis,
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.
Salgado, P.R., Vivan, C. S., Sara, E. M. O., Adriana, M. N dan Joau, B. L.,
2007. Biodegradable Foam Based on Cassava Starch, Sun Flower
Proteins and Cellulose Fibers Obtained by a Baking Process. Journal
of Food Engineering. 85. 434-443.
Sani, N. A., Farah, S. T., Siti, M. M. K dan Nurashikin, A. B. A. 2014. Effect of
temperature and airflow on volume development during baking and its
influence on quality of cake. Journal of Engineering Science and
Technology. 9(3). 303-313.
Saxena, SK. 2004. Polyvinyl Alcohol. JECFA. 1(3).
Sistanto, Sulistyowati, E., Yuwana. 2017. Pemanfaatan Limbah Biji Durian
(Durio zibethinus Murr) sebagai Bahan Penstabil Es Krim Susu Sapi
Perah. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 12(1). 9-23.
Siswono. 2008. Jejaring Informasi Pangan dan Gizi, Vol. XIV. Jakarta: Ditjen
Bina Gizi Masyarakat.
Sulchan, Mohammad dan W., Endang Nur. 2007. Keamanan Pangan Kemasan
Plastik dan Styrofoam. 57(2).

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sunarti, T. C., Asep, W, P dan Evi, S.I. 2015. Sintesis Nanoselulosa dari Serat
Nanas dan Aplikasinya sebagai Nanofiller Pada Film Berbasis Polivinil
Alkohol. Jurnal Penelitian Pasca Panen Pertanian 12(1): 11-19.
Swandaru, R. 2011. Pengaruh Penambahan Polivinil Alkohol dan Perbedaan Rasio
Campuran Ampok Jagung dan Tapioka Terhadap Karakter Fisik
Biodegradable Foam, Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Tambunan, F. E dan Harahap, H. 2015. Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi
Bentonite Clay yang Dimodifikasi Dengan Alkanolamida dari Bahan
Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam. Jurnal Teknik Kimia
USU, 4(4) : 64-70.
Taufiqurrahman, A. 2014. Modifikasi Asam Ampas Sagu Dan Pengaruhnya
Terhadap Sifat Fisik Mekanik Biofoam. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Thermo, N. C. 2001. Introduction of Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Madison: Author.
Triyastiti, L dan Didik, K. 2018. Isoalasi Nanokristal Selulosa dari Pelepah Pohon
Salak Sebagai Filler Pada Film Berbasis Polivinil Alkohol (PVA).
Indonesian Journal of Materials Chemistry, 1(1): 39-45.
Wicaksono, R., Khaswar, S., Indah.Y dan Muhammad, N. 2013. Karakteristik
Nanoserat Selulosa dari Ampas Tapioka Dan Aplikasinya Sebagai
Penguat Film Tapioka. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 23(1): 38-
45.
Widyaningsih, Y. T. N. S dan Dwi K. 2012. Pengaruh Penambahan Sorbitol Dan
Kalsium Karbonat Terhadap Karakteristik Dan Sifat Biodegradasi Film
Dari Pati Kulit Pisang. 1–16.
Zhang, Y., Tiina, N., Carlos, S., Julio, A., Inggrid, C.H dan Orlando, J.R. 2013.
Cellulose Nanofi brils: From Strong Materials to Bioactive Surfaces.
Juournal Renew Material. 1(3): 195-211.

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN

L1.1 DATA NILAI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) [MPa]


Tabel L1.1. Data Nilai Kekuatan Tarik (Tensile Strength) [MPa]
PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata
10 0,232 0,733 0,779 0,581
20 0 1,396 1,257 1,296 1,316
30 1,318 1,281 1,068 1,222

10 0,983 1,001 1,164 1,049


20 1 4,246 3,128 3,381 3,585
30 1,582 2,438 3,864 2,628

10 1,708 6,317 8,917 5,647


20 3 1,693 6,951 7,608 5,417
30 2,041 2,041 8,885 4,322

10 1,970 1,346 1,234 1,517


20 5 0,947 1,015 1,428 1,130
30 1,107 1,163 1,080 1,117

L1.2 DATA NILAI SIFAT PEMANJANGAN SAAT PUTUS


(ELONGATION AT BREAK) [%]
Tabel L1.2. Data Nilai Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation at
Break) [%]
PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata
10 1,296 1,290 1,298 1,295
20 0 2,626 1,934 2,091 2,217
30 3,190 2,990 2,670 2,950

10 1,780 0,590 1,510 1,293


20 1 1,700 1,800 2,200 1,900
30 4,050 0,470 1,980 2,167

10 1,160 1,070 0,810 1,013


20 3 0,100 1,200 2,410 1,237
30 0,978 1,508 2,389 1,625

10 0,200 0,630 0,670 0,50


20 5 1,200 1,080 1,110 1,130
30 1,130 1,100 0,910 1,047

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L1.3 DATA HASIL PENGUKURAN DENSITAS (DENSITY)
Tabel L1.3. Data Hasil Pengukuran Densitas (Density) [g/cm3]
PVA (%) NSS (%) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata
10 1,265 1,137 1,336 1,246
20 0 1,250 1,289 1,456 1,332
30 1,356 0,684 1,027 1,022

10 1,452 1,609 1,259 1,440


20 1 1,370 1,400 1,609 1,460
30 0,214 1,949 1,250 1,138

10 1,551 1,694 1,393 1,546


20 3 1,310 1,860 1,917 1,696
30 1,681 1,578 2,720 1,993

10 1,563 1,178 1,402 1,381


20 5 1,550 1,181 1,458 1,396
30 1,186 1,424 1,246 1,285

L1.4 DATA HASIL PENGUJIAN KADAR AIR (MOISTURE CONTENT)


Tabel L1.4. Data Hasil Pengujian Kadar Air (Moisture Content) [g]
PVA NSS 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam
(%) (%)
10 3,65 3,46 3,4 3,4 3,4
20 0 4,75 4,48 4,38 4,38 4,38
30 3,19 3,06 3,03 3,03 3,03

10 1,9 1,88 1,86 1,86 1,86


20 1 1,66 1,64 1,63 1,63 1,63
30 1,32 1,31 1,3 1,3 1,3

10 1,74 1,66 1,65 1,65 1,65


20 3 1,88 1,81 1,81 1,81 1,81
30 1,6 1,56 1,55 1,55 1,55

10 0,93 0,86 0,84 0,84 0,84


20 5 0,99 0,94 0,93 0,93 0,93
30 0,9 0,88 0,86 0,86 0,86

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L1.5 DATA HASIL PENGUKURAN PENYERAPAN AIR (WATER
ABSORPTION)
Tabel L1.5. Data Hasil Pengukuran Penyerapan Air (Water Absorption)
[g]
PVA NSS 0 1 2 3 4 5 6 7
(%) (%) menit menit menit menit menit menit menit menit
10 1,2 1,44 1,54 1,62 1,67 1,8 1,88 1,97
20 0 1 1,1 1,16 1,21 1,23 1,27 1,42 1,46
30 1,28 1,47 1,55 1,61 1,63 1,71 1,76 1,82

10 1,09 1,24 1,26 1,35 1,37 1,44 1,51 1,51


20 1 1,85 2,01 2,08 2,12 2,16 2,2 2,25 2,3
30 0,93 1 1,01 1,05 1,07 1,1 1,13 1,13

10 1,19 1,34 1,43 1,51 1,52 1,55 1,69 1,75


20 3 1,17 1,29 1,35 1,36 1,41 1,43 1,47 1,53
30 0,97 1,06 1,11 1,14 1,15 1,18 1,25 1,32

10 1,14 1,28 1,42 1,45 1,67 1,74 1,8 1,82


20 5 0,82 0,97 1,06 1,1 1,23 1,28 1,33 1,36
30 0,95 1,01 1,06 1,09 1,18 1,23 1,25 1,3

L1.6 DATA HASIL PENGUJIAN BIODEGRADASI


Tabel L1.6. Data Hasil Pengujian Biodegradasi [g]
PVA NSS 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
(%) (%)
10 1,06 1,69 1,09 0,49 0,48
20 0 4,46 6,93 5,17 3,6 3,37
30 3,18 5,72 4,22 2,77 2,5

10 1,71 2,41 1,34 0,82 0,76


20 1 1,01 1,71 0,85 0,57 0,56
30 0,95 1,7 1,3 0,69 0,67

10 3,62 5,37 3,17 2,05 1,58


20 3 0,86 1,44 0,66 0,49 0,48
30 0,75 1,21 0,89 0,51 0,49

10 0,78 1,69 0,37 0,31 0,31


20 5 1,15 1,75 1,05 0,66 0,62
30 1,17 1,88 1,1 0,78 0,73

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 2
FLOWCHART PENELITIAN

L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian


Flowchart isolasi pati biji durian dapat dilihat pada Gambar L2.1:

Mulai

Dikupas bagian selubung luar dan kulit ari 100 g biji durian lalu dicuci
dengan air

Dipotong biji dengan ukuran 1 cm2 lalu dihancurkan dengan blender

Dikeluarkan campuran dari blender dan disaring dengan


saringan plastik hingga diperoleh ampas dan cairan filtrat

Diendapkan suspensi selama 24-48 jam hingga pati mengendap sempurna

Disaring bagian bawah kaya pati dengan kertas saring Whatman No. 1

Dikeringkan endapan di oven dengan suhu 70 °C selama 30 menit dan


Gambar 3.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian
diayak dengan ayakan mesh 100

Selesai

Gambar L2.1 Flowchart Isolasi Pati Biji Durian

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh

Flowchart pembuatan nanoserat selulosa ampas teh seperti pada Gambar


L2.2
Mulai

Dipreparasi ampas teh dengan cara dicuci dengan air bersih dan dikeringkan
di bawah sinar matahari dan dihaluskan sampai lolos pada ayakan mesh 200

Direndam sebanyak 10 g ampas teh hasil preparasi dalam


larutan alkali NaOH 12% pada suhu 90-95oC selama 3 jam,
dicuci sampai pH netral

Dipucatkan (bleaching) dengan H2O2 10% pada suhu 80-90oC


selama 90 menit, dicuci sampai pH netral

Tidak
Apakah bahan
menjadi pucat?

Ya

Dilakukan hidrolisis dengan H2SO4 64% pada suhu 40oC selama 45


menit. Kemudian dicuci sampai pH netral.

Dilakukan ultrasonikasi pada suhu 70oC selama 90 menit

Selesai

Gambar L2.2 Flowchart Pembuatan Nanoserat Selulosa Ampas Teh

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam
Flowchart pembuatan biodegradable foam dapat dilihat pada Gambar L2.3:

Mulai

Alat oven diatur sesuai dengan kondisi operasi suhu 80oC

Dicampurkan bahan kering pati, NSS dan Mg Stearat dengan


PVA yang telah dilarutkan dalam aquadest terlebih dahulu
diaduk hingga bahan tercampur rata.

Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam alat oven dan ditekan dengan plat besi pada
sisi atas dan bawah masing-masing berdimensi 18 cm x 15 cm dengan ketebalan 0,5 cm
selama 60 menit dengan kondisi suhu 80oC

Dibiarkan dalam suhu ruangan selama 24 jam dan


dilakukan analisis

Selesai
Selesai
Gambar L2.3 Flowchart Pembuatan Biodegradable Foam

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik Biodegradable Foam (Tensile
Strength)

Flowchart analisis kekuatan tarik biodegradable foam dapat dilihat pada


Gambar L2.4:

Mulai

Sampel dipotong dengan ukuran 13 mm x 57 mm dengan tebal ≤ 7 mm


mm.

Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan spesimen pada genggaman mesin uji

Indikator ekstensi (extensomer) dipasang.

Alat pengukur regangan melintang dipasang dan dilakukan pengukuran beban

dan tegangan.

Dihitung kekutan tekan dengan Persamaan 3.1

Selesai

Gambar L2.4 Flowchart Analisis Kekuatan Tarik

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L.2.5 Flowchart Analisis Kadar Air Bioderadable Foam (Moisture Content)

Flowchart Analisis kadar air dapat dilihat pada Gambar L2.5:

Mulai

Sampel putus ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah
dikeringkan

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100 - 105oC selama 1 jam

Setelah dingin dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan


ditimbang. Dilakukan pengulangan sampai didapatkan bobot tetap.

Selesai

Gambar L2.5 Flowchart Analisis Kadar Air

L2.6 Flowchart Analisis Densitas Bioderadable Foam

Flowchart Analisis densitas dapat dilihat pada Gambar L2.6:

Mulai

Ditimbang sampel putus dan dicatat sebagai massa (g)

Dihitung volumenya

Ditimbang sampel yang sudah dipotong kemudian dihitung dengan rumus analisis densitas

Selesai

Gambar L2.6 Flowchart Analisis Densitas

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air Bioderadable Foam (Water Absorption)
Flowchart Analisis penyerapan air dapat dilihat pada Gambar L2.7:

Mulai

Diukur massa sampel putus dan dicatat sebagai massa awal

Direndam sampel dalam air selama 60 detik

Diangkat dan dikeringkan dengan tisu

Ditimbang massa akhir sampel dan dihitung dengan rumus analisis penyerapan
air

Selesai

Gambar L2.7 Flowchart Analisis Penyerapan Air

L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi

Flowchart Analisis biodegradasi dapat dilihat pada Gambar L2.8:

Mulai

Disiapkan sampel putus dan ditimbang sebagai massa awal

Ditanam di bawah tanah dengan kedalaman 10 cm dan didiamkan selama 14 hari

Dibersihkan dan ditimbang hingga massanya konstan

Selesai
Gambar L2.8 Flowchart Analisis Biodegradasi

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN FRAKSI MASSA BAHAN BAKU BIOFOAM


Perhitungan fraksi massa bahan baku biofoam berpengisi NSS ampas teh
adalah sebagai berikut:

Perbandingan bahan padat : air (%) = 60:40


Massa total padatan + air = 50 gram
Massa padatan = 60% x 50 gram
= 30 gram
Massa air = 40% x 50 gram
= 20 gram
Massa magnesium stearat = 4% massa total campuran
= 4% x 50 gram
= 2 gram

Massa NSS ampas teh = 1% massa total campuran


= 1% x 50 gram
= 0,5 gram
Analog untuk persentase NSS 0%, 3%, dan 5%

Massa PVA = 10% massa total campuran


= 10% x 50 gram
= 5 gram
Analog untuk persentase NSS 20%, dan 30%
Hasil perhitungan untuk variabel lain ditunjukkan pada Tabel L.3.1

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel L3.1 Tabulasi Hasil Perhitungan Formulasi Bahan Baku
NSS Ampas Magnesium Pati Air
PVA (g)
Teh (g) Stearat (g) (g) (g)
5 23
0 10 18
15 13
5 22,5
0,5 10 17,5
15 12,5
2 20
5 21,5
1,5 10 16,5
15 11,5
5 20,5
2,5 10 15,5
15 10,5

L3.2 PERHITUNGAN UKURAN NANOSERAT SELULOSA DARI


AMPAS TEH MENGGUNAKAN TEM

Rumus:

Diketahui:
Ukuran Skala = 100 nm

1. Panjang skala = 25,40 cm


Panjang diameter gambar = 1,5 cm

=
25,40 x = 1500 nm
x = 59,06 nm

2. Panjang Skala = 37,76 cm


Panjang diameter gambar = 2,5 cm

=
37,76 x = 2500 nm
x = 66,20 nm

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Panjang Skala = 37,02 cm
Panjang diameter gambar = 2,5 cm

=
37,02 x = 2500 nm
x = 67,53 nm

L3.3 PERHITUNGAN DENSITAS


Perhitungan densitas biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan PVA
10% adalah sebagai berikut:
Massa sampel : gram
Volume sampel dihitung berdasarkan dimensi panjang x lebar x tebal dari sampel
dalam satuan cm3, dari data pengukuran volume didapatkan panjang 1,5 cm, lebar
1 cm dan tebal 0,5 cm sehingga volume sebesar 0,75 cm3.
Massa
Perhitungan densitas =
Volume
0,949
densitas =
0,75
densitas = 1,265 g/cm3

Perhitungan untuk densitas biofoam dengan variasi komposisi yang lain


sama seperti perhitungan densitas biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan
PVA 10% di atas.

L3.4 PERHITUNGAN KADAR AIR BIOFOAM


Perhitungan kadar air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0% dan
PVA 10% adalah sebagai berikut:
Massa awal sampel pada 0 jam : 3,65 g
Massa sampel setelah 4 jam : 3,40 g
3,65  3,40
Maka persentase kadar air = x100%  6,85%
3,65

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perhitungan untuk kadar air biofoam dengan variasi komposisi yang lain
sama seperti perhitungan kadar air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0%
dan PVA 10% di atas.

L3.5 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR BIOFOAM


Perhitungan penyerapan air biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0%
dan PVA 10% adalah sebagai berikut:
Massa awal : 1,20 g
Massa setelah 7 menit : 1,97 g
1,97  1,20
Maka persen penyerapan air = x100%  64,17%
1,20
Perhitungan untuk penyerapan air biofoam dengan variasi komposisi yang
lain sama seperti perhitungan penyerapan air biofoam dengan komposisi pengisi
NSS 0% dan PVA 10% pada waktu 1 menit di atas. Perhitungan diulang setiap 1
menit hingga penyerapan air konstan.

L3.6 PERHITUNGAN BIODEGRADASi BIOFOAM


Perhitungan biodegradasai biofoam dengan komposisi pengisi NSS 0%
dan PVA 10% adalah sebagai berikut:
Massa awal sampel pada 0 hari : 1,06 g
Massa sampel setelah 28 hari : 0,48 g
1,06  0,48
Maka persentase kadar air = x100%  54,72%
1,06
Perhitungan untuk biodegradasi biofoam dengan variasi komposisi yang
lain sama seperti perhitungan biodegradasi biofoam dengan komposisi pengisi
NSS 0% dan PVA 10% di atas.

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 PENYEDIAAN PATI DARI BIJI DURIAN

Gambar L4.1. Penyediaan Pati Dari Biji Durian

L3.2 PENYEDIAAN NANOSERAT SELULOSA DARI AMPAS TEH

Gambar L4.2. Penyediaan Nanoserat Selulosa Dari Ampas Teh

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L4.3 PROSES ULTRASONIKASI DENGAN ULTRASONIC BATH

Gambar L4.3. Proses Ultrasonikasi dengan Ultrasonic Bath

L4.4 PROSES PENCETAKAN DENGAN ALAT BAKING PROCESS


(OVEN)

Gambar L4.4. Proses Pencetakan dengan Alat Baking Process (Oven)

L4.5 HASIL BIODEGRADABLE FOAM BERPENGISI NSS DARI


AMPAS TEH

Gambar L4.5. Hasil Biodegradable Foam Berpengisi NSS Dari Ampas Teh

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 5
HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN
INSTRUMEN

L5.1 HASIL KARAKTERISASI AMPAS TEH MENGGUNAKAN FTIR


98
96
94
Transmittance [%]

92
90
88
86
84

3324.98

2916.15

1625.05

1027.42

561.50
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumber cm-1

Gambar L5.1. Hasil Karakterisasi


D:\USU\BANGKIT SYAHPUTRA\Serat Ampas Teh.0
Serat Ampas Teh Ampas
Instrument Teh
type and Menggunakan FTIR
/ or accessory 6/11/2019

Page 1/1
L5.2 HASIL KARAKTERISASI NSS DARI AMPAS TEH
MENGGUNAKAN FTIR
98
96
94
92
Transmittance [%]

90
88
86
84
82

3322.84

2912.54

1643.44

1025.04

555.31

3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


Wavenumber cm-1

Gambar L5.2. Hasil Karakteristik NSS Dari Ampas Teh Menggunakan FTIR
D:\USU\BANGKIT SYAHPUTRA\NSS Ampas Teh.0 NSS Ampas Teh Instrument type and / or accessory 6/11/2019

Page 1/1

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L5.3 HASIL KARAKTERISASI AMPAS TEH DAN NSS DARI AMPAS
TEH MENGGUNAKAN SEM

(a)

(b)
Gambar L5.3 Hasil Karakterisasi (a) Ampas Teh (b) NSS Dari Ampas Teh
Menggunakan SEM dengan Perbesaran 2000x

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L5.4 HASIL KARAKTERISASI NSS DARI AMPAS TEH
MENGGUNAKAN TEM

Gambar L5.4. Hasil Karakterisasi NSS Dari Ampas Teh Menggunakan TEM

L5.5 HASIL KARAKTERISASI PATI DARI BIJI DURIAN


MENGGUNAKAN FTIR

Gambar L5.5. Karakteristik Pati Dari Biji Durian Menggunakan FTIR

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
L5.6 HASIL KARAKTERISASI BIOFOAM TANPA PENGISI DAN
DENGAN BERPENGISI NSS DARI AMPAS TEH
MENGGUNAKAN SEM

(a) (b)
Gambar L5.6. Hasil Karakteristasi Biofoam (a) Tanpa Pengisi NSS Dari Ampas
Teh dan (b) Berpengisi NSS Dari Ampas Teh Menggunakan SEM

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai