Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI PATOGEN BERBAGAI EKSTRAK

DAUN MANGROVE

ANTIMICROBIAL PATHOGEN EFFECTIVENNES OF VARIOUS

MANGROVE LEAF EXTRACTS

MONIKA LINDA

1527040018

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah

hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Bila dikemudian hari ternyata

pernyataan saya terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang

telah ditetapkan oleh Fakulktas Teknik Universitas Negeri Makassar,

Yang membuat pernyataan,

Nama : Monika Linda

NIM : 1527040018

Tanggal : 20 Juli 2020

ii
MOTTO

Tak perlu terbebani dengan masa lalu yang tak berpihak, karena masa

depan akan memberi ruang untuk menata lembaran yang kosong.

ORA ET LABORA (Bekerja & Berdoa)

Teruntuk mereka yang tiada henti menjadi penopang dikala suka maupun duka, Kiranya
lembaran demi lembaran ini memberi makna yang mengubahkan.

iii
ABSTRAK

Monika Linda, 2019. Efektivitas Antibakteri Patogen Berbagai Ekstrak Daun


Mangrove. Hasil Penelitian. Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian,
Fakultas Teknik. Universitas Negeri Makassar (dibimbing oleh Prof., Dr., Patang,
M.Si. dan Dr. Andi Sukainah, S.TP., M.Si.).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya hambat ekstrak daun
mangrove Avicennia marina, Rhizophora apiculata, dan Soneratia alba terhadap
pertumbuhan bakteri uji Gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella) Gram
positif (Bacillus cereus dan Staphylococus aureus). Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen dengan pendekatan kualitatif. Terdapat 3 perlakuan ekstrak
daun mangrove yang digunakan masing-masing 7.500 ppm, 15.000 ppm dan
30.000 ppm. Metode yang digunakan pada pengujian ini yaitu metode difusi
cakram dengan mengukur DDH (Diameter Daya Hambat) pertumbuhan bakteri
uji pada media agar. Data diolah dengan metode deskriptif berdasarkan hasil
pengamatan dan pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun
mangrove A. marina memiliki rendemen sebanyak 6.79%, R. apiculata memiliki
rendemen sebanyak 1.38 % dan S. alba memiliki rendemen sebanyak 3.92%.
Ketiga jenis ekstrak daun mangrove yang digunakan mampu menghambat
pertumbuhan E. coli dan Salmonella. Bakteri S. aureus hanya mampu dihambat
oleh ekstrak daun A. marina sedangkan bakteri B. cereus dihambat oleh ekstrak
daun S. alba. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak
daun mangrove yang paling efektif dalam menghambat bakteri uji adalah A.
marina dengan rendemen yang lebih tinggi daripada kedua jenis ekstrak daun
lainnya.

Kata Kunci : Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Soneratia alba,


Antibakteri, Daya Hambat

iv
ABSTRAK

Monika Linda, 2019. Antimicrobial Pathogen Effectivennes of Various


Mangrove Leaf Extracts. Hasil Penelitian. Program Studi Pendidikan Teknologi
Pertanian, Fakultas Teknik. Universitas Negeri Makassar (dibimbing oleh Prof.,
Dr., Patang, M.Si. dan Dr. Andi Sukainah, S.TP., M.Si.).

This study aims to determine the inhibitory ability of Avicennia marina,


Rhizophora apiculata, and Soneratia alba mangrove leaf extracts against the
growth of Gram-negative (Escherichia coli and Salmonella) Gram-positive
(Bacillus cereus and Staphylococus aureus) bacteria growth. This research is an
experimental research with a qualitative approach. There are 3 treatments of
mangrove leaf extract which are used respectively 7,500 ppm, 15,000 ppm and
30,000 ppm. The method used in this test is a disk diffusion method by measuring
DDH (Inhibitory Diameter) of the growth of test bacteria on agar media. Data is
processed by descriptive method based on observations and testing. The results
showed that A. marina mangrove leaf extract had a yield of 6.79%, R. apiculata
had a yield of 1.38% and S. alba had a yield of 3.92%. The three types of
mangrove leaf extract used can inhibit the growth of E. coli and Salmonella. S.
aureus bacteria can only be inhibited by A. marina leaf extracts while B. cereus
bacteria are inhibited by S. alba leaf extract. Based on the results obtained it can
be concluded that the most effective mangrove leaf extract in inhibiting the test
bacteria is A. marina with a higher yield than the other two types of leaf extract.

Key Words: Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Soneratia alba,


Antibacterial, Inhibition

v
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur hanya kepada Tuhan Pencipta Semesta atas segala

limpahan berkat dan kasih-Nya serta kesempatan berharga sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Antibakteri Patogen Berbagai

Ekstrak Daun Mangrove”. Skripsi ini diajukan dalam rangka menyelesaikan studi

strata satu untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Teknologi Pertanian.

Skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu BAB I Pendahuluan, BAB II Tinjauan

Pustaka, BAB III Metode Penelitian, BAB IV Hasil dan Pembahasan, dan BAB V

Simpulan dan Saran. Hasil analisis dan pembahasan penelitian menunjukkan

bahwa Ekstrak Daun Mangrove yang digunakan mampu menghambat beberapa

bakteri uji. Dengan demikian maka Ekstrak Daun Mangrove tersebut dapat

digunakan sebagai antibakteri patogen.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada ayahanda Prof. Dr. Patang,

S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I sekaligus penasehat akademik dan ibunda Dr.

Andi Sukainah, S.TP., M.Si. selaku pembimbing II sekaligus Ketua Program

Studi Pendidikan Teknologi Pertanian yang dengan penuh ketulusan, kesabaran

dalam membimbing dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.

Ucapan terima kasih pula penulis tujukan kepada ibunda Ratnawaty Fadilah,

S.TP., M.Sc. selaku penguji I dan bapak Reski Praja Putra, S.TP., M.Si. selaku

penguji II yang telah banyak meluangkan waktu memberi pendampingan penuh

kepada penulis. Ungkapan kasih yang dalam penulis sampaikan kepada kedua

vi
orang tua tercinta ayahanda Sulle dan ibunda Embong serta adik-adik tercinta

Ine Sintia, Dappi, Ribka Elsa yang telah menjadi inspirasi bagi penulis dalam

melalui setiap tahapan suka maupun duka sehingga mampu mencapai titik akhir

dari penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari dalam proses penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari

peran dan sumbangsih pemikiran serta dukungan lewat doa dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis dengan penuh kerendahan menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini, diantaranya:

1. Pimpinan Universitas Negeri Makassar pada masa penerimaan anggota baru

yaitu Ayahanda Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd. dan juga pimpinan dimasa

akhir studi ini yaitu Ayahanda Prof. Dr. H Husain Syam, M.Pd. serta

pimpinan fakultas hingga para staf yang telah memberi kesempatan kepada

penulis untuk boleh berproses hingga akhir di kampus orange.

2. Tim Mangrove (Ibu Andi Sukainah, Bapak Reski, Ibu Ratna, Ibu Anni, Elsa,

Ruly dan Mimi) yang telah memberi kesempatan berharga kepada penulis dan

berjuang bersama untuk boleh bergabung dan menyelesaikan project

penelitian ini, kiranya segala hal baik yang tersalurkan kepada penulis hingga

titik penyelesaian, boleh menjadi berkah dikemudian hari.

3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yang telah membagikan ilmu

dan memberi inspirasi dari setiap gerak yang tercipta, terkhusus ibu Kasma

vii
dan kak Aksa yang telah mendampingi dalam melalui proses yang panjang

dalam penelitian.

4. Ayahanda Muhammad Risal.S.TP., M.Pd selaku pendidik pada masa putih

abu-abu sekaligus sebagai orang tua kedua yang telah banyak membantu

dalam hal finansial, memberi inspirasi sehingga penulis boleh mengecap

dunia perkuliahan.

5. Ayahanda Mustari Amir, S.Pd., M.Pd. yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk mengisi waktu bermanfaat di laboratorium pada masa

putih abu-abu sekaligus sebagai pendamping dan motivator sehingga penulis

boleh tetap belajar meski dalam keterbatasan.

6. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada guru-guru TPHP SMKN 2

PINRANG Ibunda Nursiah S.Pd, Ibunda Husnih Husain, S.Pd., M.Pd, Ibunda

Aznawati Asti, SE. dan segenap guru-guru yang hingga kini tiada henti

memberi semangat kepada penulis dari kejauhan.

7. Kepada segenap seperjuangan tercinta dam juga adik-adik yang telah

berperan penting dalam meluangkan waktu “berjalan diatas lumpur demi

memanjat pohon mangrove, memetiknya dibawah terik matahari, menunggu

proses penyaringan dan evaporasi selama berjam-jam, menghitung jumlah

koloni bakteri hingga ribuan”, kiranya setiap proses yang kita lalui memberi

nilai positif dihari kemudian.

8. Para penghuni Aspuri 02 Pinrang yang telah menerima penulis dengan segala

keterbatasan dan selalu ada dalam setiap saat memberi diri untuk mengatasi

setiap kekurangan diri, terkhusus 015 yang meski sama-sama pada tahap

viii
akhir penyelesaian namun masih saja meluangkan waktu untuk mengatasi

setiap rintangan yang kadangkala menghampiri.

9. Keluarga Besar Kerukunan Mahasiswa Pinrang Universitas Negeri Makassar

yang telah mengajarkan berbagai dinamika berharga yang akan menjadi bekal

dimasa mendatang.

10. Transplanter yang telah menjadi kawan berjuang, PTP A yang menjadi

tempat berkeluh kesah bagi beberapa kawan didalamnya. Lalu tercipta

“Pareman” kelompok bermain untuk menyegarkan dan meregangkan pikiran

dari hiruk pikuk tanah rantau, kuharap jarak tak menjadi penghalang untuk

tetap merangkul.

11. PMK UNM, IPEPMA-SMS, FMI, GMKI Cab. Makassar Kom. Partam., PP-

KPMP serta HMPS PTP FT UNM yang telah membuka ruang menerima

segala keterbatasan untuk boleh melihat proses belajar meski penulis tidak

seutuhnya berperan.

12. Posko SMKN Luyo beserta warga Mambu yang telah menciptakan jejak

berharga, kiranya dipertemukan kembali pada lembaran kisah berikutnya.

13. Segenap keluarga tercinta terdekat maupun berjarak, yang telah memberi

banyak tawa dan bahagia serta kemudahan, tetaplah menjadi baik.

14. Teruntuk titipan sang pencipta yang telah memberi banyak hal baik yang

menjadi salah satu penopang lancarnya penyelesaian Skripsi ini, semesta

senantiasa menuntun.

Kiranya setiap jerih lelah, pemikiran dan jejak yang terukir bermanfaat bagi

semua pihak dan mendapatkan restu dari-Nya.

ix
Makassar, 25 April 2020
Penulis

Monika Linda

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN KEASLIHAN ii
MOTTO iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6


A. Kajian Teori 4
B. Kerangka Pikir 23
C. Hipotesis 25

BAB III METODE PENELITIAN 26


A. Jenis Penelitian 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian 26
C. Desain Penelitian 26
D. Populasi dan Sampel 27
E. Definisi Operasional Variabel 27
F. Prosedur Penelitian 28
G. Teknik Pengumpulan Data 35
H. Alat dan Bahan 35
I. Teknik Analisis Data 36

xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37
A. Hasil Penelitian 37
1. Deskripsi Data 37
2. Rendemen Ekstrak Daun Mangrove 37
3. Pewarnaan Gram Bakteri Uji 39
4. Uji Daya Hambat 40
a. Escherichia coli 41
b. Salmonella 42
c. Bacillus cereus 43
d. Staphylococcus aureus 44
B. Pembahasan 46
1. Rendemen Ekstrak Daun Mangrove 46
2. Pewarnaan Gram Bakteri Uji 48
3. Uji Daya Hambat 51
a. Escherichia coli 53
b. Salmonella 56
c. Bacillus cereus 63
d. Staphylococcus aureus

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 66


A. Simpulan 66
B. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN 72

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1 Rendemen Berat Sampel Daun Mangrove 38


4.2 Pewarnaan Gram Bakteri Uji 39
4.3 Kemampuan Daya Hambat masing-masing Ekstrak 40
Daun Mangrove terhadap Bakteri Uji
4.4 Hasil Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove 41
Avicennia marina terhadap Bakteri Uji
4.5 Hasil Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove 43
Rhizophora apiculata terhadap Bakteri Uji
4.6 Hasil Daya Hambat Ekstrak daun mangrove 44
Sonneratia alba terhadap Bakteri Uji
4.7 Penggolongan Kekuatan Antibakteri 51

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Daun Avicennia marina 7


2.2 Daun Rhizophora apiculata 8
2.3 Daun Sonneratia alba 10
2.4 Kerangka Pikir Penelitian 25
3.1 Desain Rancangan Penelitian 26
3.2 Skema Prosedur Uji Aktivitas Antibakteri 33
Ekstrak Daun Mangrove
4.1 Hasil Pewarnaan Gram Isolat E. coli, Salmonella, B. 40
cereus dan S. aureus
4.2 Zona Bening Ekstrak Daun A. marina Terhadap 41
Bakteri Uji E. coli, Salmonella, B. cereus dan S.
aureus
4.3 Zona Bening Ekstrak Daun R. apiculata Terhadap 43
Bakteri Uji E. coli, Salmonella, B. cereus dan S.
aureus
4.4 Zona Bening Ekstrak Daun S. alba Terhadap Bakteri 44
Uji E. coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus
4.5 Mekanisme Kerja Antimikroba Pada Bakteri 52
4.6 Flavonoid 55
4.7 Perbedaan Gram Positif dan Gram Negatif 57
4.8 Alkaloid 62

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data dan Analisis Data Penelitian 73

Lampiran B Dokumentasi 75

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di wilayah pasang surut air

laut. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki daerah pantai dan pesisir

yang merupakan habitat yang baik untuk pertumbuhan tanaman mangrove. Luas

kawasan mangrove di Indonesia mencapai 3,112,989 juta Ha atau 22,6 % dari

total luas mangrove dunia (Giri et al., 2011). Sulawesi Selatan memiliki luasan

mangrove mencapai 28.978 Ha (Kusuma, 2009). Luasan ini tersebar di beberapa

wilayah seperti Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Bone, Sinjai, Maros

dan beberapa wilayah pesisir lainnya. Tumbuhan mangrove yang tumbuh di

pesisir khususnya di Sulawesi Selatan sangat beraneka ragam mulai dari

Rhizophora Sp. Acanthus illicitolius, Avicennia Sp, Bruguiera Sp, Excoecaria

agallocha, Sonneratia alba dan lain sebagainya.

Tanaman mangrove jenis A. marina, R. apiculata dan S. alba merupakan

sebagian dari jenis-jenis tumbuhan mangrove yang banyak dijumpai di pesisir

pantai Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Ketiga jenis mangrove tersebut

memiliki kandungan senyawa bioaktif yang belum termanfaatkan dengan baik.

Penggunaan ketiga jenis daun dalam penelitian ini untuk membandingkan

kemampuan daya hambat masing-masing daun, hal ini dikarenakan perbedaan

kandungan senyawa bioaktif dari ketiga jenis daun mangrove.

1
Menurut Wibowo (2009), terhadap jaringan tanaman mangrove A. marina

mengandung senyawa-senyawa aktif yaitu alkaloid, saponin, tanin, flavonoid,

triterpenoid dan glukosida. Hampir semua bagian tanaman R. apiculata

mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan tannin (Rohaeti, 2010).

Herawati (2009), menyatakan bahwa ekstrak tumbuhan S. alba menunjukkan

aktivitas antimikroba yang tinggi dan berspektrum luas, sehingga berpotensi

sebagai sumber antimikroba alami serta memiliki potensi yang besar sebagai

sumber antioksidan alami.

Pengujian terhadap kemampuan daya hambat daun mangrove telah

dilakukan sebelumnya dalam penelitian Danata (2014) menunjukkan bahwa

ekstrak daun mangrove A. marina memiliki kemampuan menghambat

pertumbuhan bakteri S. aureus dan Vibrio alginolyticus. Hasil penelitian Rahayu

(2019) mengatakan bahwa konsentrasi ekstrak daun mangrove dalam

menghambat bakteri uji S. aureus dan E. coli tertinggi diperoleh pada konsentrasi

4000 ppm.

Daun mangrove merupakan komponen terbanyak pada bagian mangrove

dan memiliki kandungan senyawa yang cukup banyak, namun pemanfaatannya

masih sangat kurang. Kandungan senyawa daun mangrove memiliki peranan

penting di dalam dunia pangan dan kesehatan. Kandungan senyawa daun

mangrove seperti alkaloid, flavonoid, fenol, triterpenoid, steroid dan saponin yang

disebut dengan senyawa metabolit sekunder, senyawa tersebut digunakan untuk

racun ikan maupun antimikrobial (Kordi, 2012).

2
3

Daun mangrove juga mengandung senyawa bioaktif yang dapat

digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati berbagai macam gangguan

biologis seperti sebagai antioksidan, antitumor, antiinflammatory, antialergi,

antimikroba, antiageing, anticholinergic, anticonvulsant, antiartheroscelorotic

dan antituberculin (Prabhu et al., 2012). Salah satu kandungan senyawa bioaktif

yang paling kuat terdapat pada daun mangrove yaitu alkaloid. Senyawa alkaloid

bekerja sebagai antibakteri dengan cara berinteraksi dengan dinding sel yang

berujung pada kerusakan dinding sel. Alkaloid juga dapat berikatan dengan DNA

bakteri yang menyebabkan kegagalan sintesis protein (Cowan, 1999).

Antibakteri merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan atau membunuh bakteri penyebab infeksi dengan merusak dinding

sel, mengganggu sintesis protein dan menghambat kerja enzim. Bakteri patogen

merupakan mikroorganisme yang membahayakan serta mampu menginfeksi baik

manusia atau hewan hingga dapat menimbulkan infeksi ringan sampai kematian

(Pelczar dan Chan, 1986). Bakteri yang umum dan sering dijumpai menginfeksi

manusia di antaranya yaitu Escherichia coli, Salmonella, Bacillus cereus dan

Staphylococcus aureus, (James et al., 2002). Penyakit yang umum disebabkan

yaitu keracunan makanan, infeksi kulit ringan sampai infeksi berat, diare pada

bayi dan orang dewasa, infeksi saluran kemih, meningitis, empiema, endokarditis

atau sepsis dengan supurasi ditiap organ (Harti, 2015). Penyakit yang disebabkan

oleh mikroorganisme patogen merupakan penyakit menular yang cukup

berbahaya yang terkontaminasi melalui bahan makanan. Hal ini dikarenakan

produk bahan pangan merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme.


4

Berdasarkan uraian tersebut maka sangat perlu untuk melakukan suatu penelitian

yang menguji tentang kemampuan daya hambat daun mangrove terhadap bakteri

patogen.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang muncul yaitu, apakah

konsentrasi berbagai ekstrak daun mangrove memiliki kemampuan daya hambat

sebagai antibakteri patogen ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai pada

penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan daya hambat konsentrasi

berbagai ekstrak daun mangrove sebagai antibakteri patogen.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terbagi atas tiga, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Masyarakat

Hasil pengujian ekstrak daun mangrove diharapkan mampu meningkatkan nilai

ekonomis dari tumbuhan mangrove dengan memanfaatkannya sebagai produk


5

olahan sekaligus sebagai anti mikroba, sehingga pendapatan masyarakat pesisir

dapat meningkat.

2. Bagi Pemerintah

Pengujian kemampuan daya hambat ekstrak daun mangrove diharapkan menjadi

sumber informasi pihak yang terkait dan berkompeten (pangan, farmasi dan

kesehatan) dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan senyawa tanaman

mangrove.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan hasil dari penelitian

berdasarkan saran-saran yang telah disampaikan dalam rangka peningkatan

pemanfaatan ekstrak berbagai jenis daun mangrove.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Mangrove

a. Pengertian Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue dan grove berdasarkan gabungan

antara bahasa portugis dan inggris. Dalam bahasa portugis kata mangrove

digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan dalam

bahasa inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh

di daerah jangkauan pasang-surut dan juga untuk individu-individu spesies

tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut (Sosial et al., 2014).

Mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan untuk

menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa

spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk

tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1988). Sedangkan Kostermans (1982),

memberi pengertian bahwa mangrove adalah vegetasi berjalan yang cenderung

mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau buatan dengan

terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut.


7

Mangrove juga merupakan komunitas vegetasi/tumbuhan pantai tropis

yang mampu menyesuaikan diri pada daerah berlumpur atau daerah tergenang

pasang-surut. Secara umum mangrove adalah tanaman perdu yang tumbuh di

bawah tingkat pasang tinggi. Pohon mangrove hidup dalam suatu komunitas pada

suatu kawasan sehingga sering orang menyebut hutan mangrove. Mangrove

banyak ditemukan di tepi pantai, teluk yang dangkal, esturia, delta dan daerah

pantai yang terlindung (Coremap, 2012).

b. Jenis-jenis Mangrove

Menurut Nontji (1998), bahwa vegetasi mangrove di Indonesia merupakan

yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 spesies yang terbagi menjadi 35

jenis pohon, 5 jenis palem, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis

parasit. Beberapa jenis mangrove yang dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau

(Rhizophora Sp), api-api (Avicennia Sp), bogem (Sonneratia Sp), tancang

(Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), tengar (Ceriops Sp), dan buta-buta

(Excoecaria Sp). Namun dalam penelitian ini ada tiga jenis mangrove yang akan

di ekstrak untuk dilakukan uji efektivitas sebagai antimikroba patogen.

1) Avicennia marina

Avicennia marina atau biasa disebut daun api-api merupakan salah satu

spesies mangrove yang sangat penting. Mangrove api-api merupakan salah satu

jenis tumbuhan yang tersebar di seluruh Indonesia dan tersedia melimpah serta

etnobotanis memberikan berbagai manfaat, yakni memiliki aktivitas antimalaria

dan aktivitas sitotoksik, anti nematoda, antibakterial dan antiviral. Selain itu, daun
8

api-api juga telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan

penyakit kulit, rematik, cacar dan bisul (Jacoeb AM , 2011).

Gambar 2.1. Daun Avicennia marina (Pantai Kuri Cuddi, 2019)

Klasifikasi A. marina menurut (Dasuki, 1991) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Asteridae
Order : Lamiales
Family : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Species : Avicennia marina

Tumbuhan mangrove A. marina merupakan tumbuhan pionir pada lahan

pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada

berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini

merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat

pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan

mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol

membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun,

kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka pada saat telah matang, melalui

lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi
9

penyerapan air (Noor et al., 1999). Menurut Wibowo (2009), terhadap jaringan

tanaman mangrove api-api menunjukkan bahwa mangrove api-api mengandung

senyawa-senyawa aktif yaitu alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, triterpenoid dan

glukosida. Senyawa terpen contohnya triterpenoid merupakan golongan yang

berpotensi sebagai antimikroba (Robinson,1995).

2) Rhizophora apiculata

Tumbuhan mangrove Rhizophora apiculata merupakan salah satu jenis

tanaman mangrove, yaitu kelompok tanaman tropis yang bersifat halophytic atau

toleran terhadap garam (Irwanto, 2006). Spesies R. apiculata di dunia dikenal

secara umm sebagai red mangrove. Kulit batangnya akan berwarna kemerahan

bila basah.

Gambar 2.2. Daun Rhizophora apiculata (Pantai Kuri Cuddi, 2019)

Klasifikasi R. apiculata menurut (Noor, 2006) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
10

Spesies : Rhizophora apiculata

Pohon R. apiculata ini dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian sampai

dengan 30 meter dengan diameter batang mencapai 50 cm (Murdiyanto, 2003). R.

apiculata dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup tinggi terhadap kadar garam,

mulai dengan air tawar sampai dengan kadar garam yang tinggi (Pambudi, 2011).

Hampir semua bagian tanaman R. apiculata mengandung senyawa alkaloid,

saponin, flavonoid dan tannin (Rohaeti, 2010).

Alkaloid bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh

bakteri dan virus. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba karena

akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel (Rahayu, 2007). Tanin

merupakan senyawa fenolik komplek yang dapat menghambat aktivitas bakteri

sehingga tumbuhan yang mengandung tanin sering digunakan dalam bidang

farmasi karena tanin mengandung asam tanik yang telah digunakan sebagai

antiseptik (Trianto et al., 2004). R. apiculata merupakan salah satu tanaman yang

berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan antibakteri alamiah (Irwanto, 2006).

3) Sonneratia alba

Sonneratia alba merupakan tanaman mangrove yang tumbuh pada substrat

dari kombinasi antara batu, lumpur dan pasir dengan ke dalaman berkisar antara

18-22 cm (Katili, 2009). S. alba termasuk ke dalam suku Sonneratiaceae, pohon

dapat mencapai ketinggian 20 m.


11

Gambar 2.3. Daun Sonneratia alba (Pantai Kuri Cuddi, 2019)

Klasifikasi S. alba menurut (Smith, 1987) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia alba

Tanaman S. alba termasuk jenis pionir yang tumbuh di daerah pantai

paling depan, sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan

gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana

jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang

padat. Pada pantai pesisir yang berkarang mangrove ini tersebar secara vegetatif.

Tumbuh di tanah berlumpur dan berpasir. Kulit batang berwarna abu-abu atau

kecoklatan, permukaan kulit kasar, dan retakretak. Pada pohon muda, kulit

batangnya dilapisi semacam lapisan lilin untuk 15 mengurangi penguapan air dari

jaringannya. S. alba ini disukai bekantan yang memakan daunnya (Noor et al.,

1999).

Mangrove jenis S. alba termasuk jenis pionir yang tumbuh di daerah pantai

paling depan, sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan
12

gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Kurniaji (2014),

menyatakan bahwa ekstrak daun mangrove S. alba mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi secara in Vitro. Menurut Herawati (2009),

ekstrak tumbuhan S. alba menunjukkan aktivitas antimikroba yang tinggi dan

berspektrum luas, sehingga berpotensi sebagai sumber antimikroba alami serta

memiliki potensi yang besar sebagai sumber antioksidan alami.

c. Teknik Ekstraksi

Ekstraksi terhadap bahan tanaman bertujuan untuk memisahkan senyawa

bioaktif tanaman (biasanya dari senyawa tunggal atau kelompok senyawa).

Sebelum dilakukan proses ekstraksi sampel dikecilkan ukurannya untuk

memudahkan kontak dengan pelarut sehingga diharapkan semakin banyak

bioaktif yang dapat terekstrak (Sari, 2008). Ekstraksi terdiri atas tahap

penghancuran sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Ekstraksi bahan alam

umumnya dilakukan untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan

alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke

dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut,

suhu pelarut, dan tipe pelarut (Tohir, 2010). Salah satu metode yang sering

digunakan dalam ekstraksi senyawa bioaktif adalah metode maserasi.


13

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut

sebagai larutan pemisah antara padatan dan cairan dari bahan tertentu.

Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang

digunakan sederhana dan tidak dipanaskan sehingga bahan yang diinginkan tidak

terurai. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke

dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut,

suhu pelarut, dan tipe pelarut (Tohir, 2010).

Prinsip penggunaan pelarut ini bertumpu pada prinsip kimia dimana

pelarut seperti senyawa terlarut, artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa

polar dan pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar. Senyawa

golongan alkohol seperti etanol merupakan pelarut yang sangat baik untuk

mengekstraksi karena dapat mengekstraksi senyawa polar maupun nonpolar.

Menurut Sa’adah & Nurhasnawati (2015), frekuensi penggunaan etanol sebagai

pelarut lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya karena lebih efektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,

absorbsinya baik.

Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida,

kurkumin, kumarin, anrakinon, flavanoid, steroid, dammar dan klorofil. Lemak,

tanin dan saponin memiliki hasil ekstraksi lebih sedikit. Dengan demikian zat

pengganggu yang larut hanya terbatas. Etanol memiliki dua gugus dengan tingkat

kepolaran yang berbeda, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil
14

yang bersifat nonpolar yang menyebabkan etanol dapat digunakan untuk

mengekstrak senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya (Lumempouwa et al.,

2012).

Proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi tunggal. Proses

maserasi akan menyebabkan pecahnya membran sel sehingga metabolit sekunder

yang terdapat pada sitoplasma sampel akan larut ke dalam pelarut. Pemilihan

metode maserasi tunggal dikarenakan senyawa bioaktif bersifat tidak tahan panas.

Selain itu, metode maserasi merupakan metode yang mudah dilakukan dan

peralatannya sederhana. Menurut Pramana dan Chairul (2013), proses maserasi

sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah

dan mudah dilakukan, metode ini sangat tepat digunakan untuk senyawa yang

tidak tahan panas. Proses maserasi menyebabkan pelarut akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut

akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa

tersebut akan berlangsung terus-menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

2. Pengujian Antibakteri

Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau

bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang

merugikan. Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu


15

menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel

bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan

protein (Dwidjoseputro, 1980).

Senyawa antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri dan dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada manusia, hewan dan

tumbuhan. Senyawa antibakteri didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia

yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktifitas bakteri

(Pelczar dan Chan, 2005).

Menurut Davis dan Stout (1971), bahwa ketentuan kekuatan antibakteri

adalah sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat,

daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, 5-10 mm berarti sedang dan daerah

hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah. Sejalan dengan Jayanthi & Lalitha

(2013), daya hambat yang dihasilkan oleh bahan dapat dikategorikan menjadi

resistent jika daya hambatnya kurang dari 8 mm, intermediate jika yang

dihasilkan sebesar 8-13 mm, dan sensitive jika lebih besar dari 13 mm.

Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan

metode dilusi/pengenceran (Nurhayati, 2011). Metode difusi (Diffusion Test)

untuk menentukan daya hambat dari bahan antibakteri. Metode dilusi (Dillution

Test) digunakan untuk mengetahui MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan

MBC (Minimum bactericidal Concentration) pada bahan antibakteri. MIC

merupakan konsentrasi terendah bahan antibakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah bahan antibakteri yang

dapat membunuh mikroorganisme. Menurut Kusmiyati (2007), metode difusi


16

merupakan salah satu metode yang sering digunakan, salah satunya metode difusi

cakram kertas.

Metode difusi cakram kertas dilakukan dengan meletakkan cakram kertas

yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi dengan

bakteri. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada

tidaknya daerah hambatan disekeliling cakram. Metode pengenceran yaitu

mengencerkan zat antimikroba dan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi

steril. Masing-masing tabung itu ditambahkan sejumlah mikroba uji yang telah

diketahui jumlahnya. Pada interval waktu tertentu, dilakukan pemindahan dari

tabung reaksi ke dalam tabung-tabung berisi media steril yang lalu diinkubasikan

dan diamati penghambatan pertumbuhan.

3. Bakteri Uji

Dalam penelitian ini ada empat jenis bakteri patogen yang menjadi parameter uji,

yaitu bakteri E.coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus .

a. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang

dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Volume sel E.

coli berkisar 0.6-0.7 m3. Bakteri ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40 0C

dengan suhu optimumnya pada 370 C dan tergolong bakteri gram negatif.

(Escherich, 1885).
17

Klasifikasi dari E. coli menurut Gani (2003) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Prokaryotae
Fylum : Protophyta
Class : Schzommycetes
Ordo : Eurobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli

Pada umumnya, bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia.

Beberapa E. coli tipe O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan yang

serius pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan

bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa

adenin dari unit 28S rRNA sehingga menghentikan sintesis protein (Zhu et al.,

1994). Sumber bakteri ini contohnya adalah daging yang belum masak, seperti

daging hamburger yang belum matang.

Bakteri E. coli dalam jumlah yang berlebihan dapat mengakibatkan diare,

dan bila bakteri ini menjalar ke sistem/organ tubuh yang lain, maka akan dapat

menyebabkan infeksi. Jika bakteri E. coli sampai masuk ke saluran kencing maka

dapat mengakibatkan infeksi pada saluran kemih/kencing. (Zhu et al., 1994).

Selain di usus besar bakteri ini banyak terdapat di alam sehingga memasak

makanan hingga matang dan menjaga kebersihan merupakan upaya pencegahan

dampak buruk dari E. coli (Kaper et al., 2004).

b. Salmonella

Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang lurus, tidak

berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm.


18

Salmonella tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah

memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari

glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S, pada

biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung,

jernih, smooth, pada media BAP tidak menyebabkan hemolisis (Jawet’z et al.,

2005).

Klasifikasi bakteri Salmonella menurut Pelczar et al., (1958) sebagai berikut:

Divisio : Protophyta
Class : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Tribus : Salmonelleae
Genus : Salmonella

Salmonella bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhan Salmonella

pada suhu 37 0C dan pada pH 6-8. Salmonella memiliki flagel jadi pada uji

motilitas hasilnya positif, pada media BAP (Blood Agar Plate) menyebabkan

hemolisis. Pada media MC (Mac Conkay) tidak memfermentasi laktosa atau

disebut Non Laktosa Fermenter (NLF) tapi Salmonella memfermentasi glukosa,

manitol dan maltosa disertai pembentukan asam dan gas kecuali S. typhi yang

tidak menghasikkan gas. Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp

negatif dan sitrat kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan

menghasilkan H2S (Julius,1990).

Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut,

esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). S typhi, paratyphi A, B,

dan C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang

tercemar (Fathiariani, 2009). Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia,


19

sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus

halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus.

Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke

pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan

lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman S. typhi, S.

paratyphi A, B dan C yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau

minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman

Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun

(Widianto, 2009).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella disebut salmonellosis,

yaitu infeksi bakteri yang timbul dikarenakan tertelannya sel-sel Salmonella yang

masih hidup. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Fardiaz et al. (1981),

menunjukan bahwa gejala-gejala penyakit salmonellosis sangat dipengaruhi oleh

jenis bakteri Salmonella, strain mikrobia dan jumlah sel-sel bakteri yang tertelan.

Wabah penyakit ini juga ditandai oleh beberapa penyakit lain seperti leukopenia,

malaise, bronchitis dan pnemonia.

c. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram-positif, aerobik fakultatif,

berbentuk batang. Spora B. cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada

panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Selnya

berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan

sporangiumnya. (Ash et al., 1991). B. cereus merupakan penyebab paling umum


20

dua gejala klinis diare dan muntah pada keracunan makanan berbahan dasar

daging (Drobniewski, 1993). B. cereus dapat pula menyebabkan infeksi lain yang

lebih berbahaya seperti infeksi non gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan,

infeksi nosokomial, infeksi sistem saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi kulit,

endokarditis, dan osteomielitis (Bottone, 2010).

Klasifikasi bakteri B. cereus menurut Todar (2008) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus cereus

Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman

yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi

dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan

yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh

B. cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan

berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis

(disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah) (Ash et al.,

1991).

B. cereus mempunyai daya resisten terhadap anti mikroba dan dapat

menghasilkan antimikroba, sehingga bakteri ini mampu bertahan di dalam saluran

pencernaan. B. cereus resisten terhadap eritromisin, linkomisin, sefalosporin,

sikloserin, kloramfenikol, tetrasiklin, streptomisin dan neomisin. Antimikroba

yang dihasilkan adalah bakteriosin (Barbosa et al., 2005).


21

d. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak

bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk

pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol,

dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang

mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi

bakteri. (Jawetz et al., 2008).

Klasifikasi S. aureus menurut Bergey dalam Cappucino (1993) adalah sebagai


berikut:

Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Stahylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

S. aureus adalah bakteri jenis coccus (bulat) yang hidup bergerombol. Tak

seindah namanya Staphyle, dari bahasa yunani yang berarti anggur. Bakteri ini

merupakan mikroba berbahaya yang bisa menyebabkan infeksi pada kulit, atau

meracuni makanan sehingga menimbulkan penyakit serius pada manusia. S.

aureus biasanya hidup pada jaringan kulit dan lubang hidung manusia. Infeksi

biasanya dipicu oleh luka luar atau penetrasi bakteri melalui makanan yang
22

tercemar. Dalam jumlah terbatas bakteri ini juga terdapat pada pori-pori dan

permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Entjang, 2003).

S. aureus dapat mengganggu sistem imun pada tubuh manusia karena

mengikat antibodi, menyerang membran sel dan menyebabkan hemolisis serta

leukolisis yang mematikan sel tubuh manusia. Bakteri yang masuk ke dalam

aliran darah juga bisa bersarang di dalam paru-paru menyebabkan organ tersebut

bernanah dan infeksi klep jantung (Endocarditis) yang bisa mengakibatkan gagal

jantung. Infeksi pada sel tulang berakibat peradangan berat Osteomyelitis

(Syamsunir, 1992).

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup S. aureus tergantung pada sejumlah

faktor lingkungan seperti suhu, aktivitas air, pH, adanya oksigen dan komposisi

makanan. Parameter pertumbuhan fisik bervariasi untuk berbagai strain S. aureus.

Kisaran suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 12-44°C, dengan optimum

37°C. (Kumar, 2012). S. aureus resisten terhadap pembekuan dan bertahan

dengan baik dalam makanan yang disimpan di bawah -20°C. Namun,

kelangsungan hidup berkurang pada suhu -10 sampai 0°C. S. aureus mudah mati

dalam pasteurisasi atau memasak. Pertumbuhan S. aureus terjadi pada pH optimal

7,4. S. aureus adalah anaerob fakultatif sehingga dapat tumbuh di kondisi aerobik

dan anaerobik. Namun, pertumbuhan terjadi pada tingkat yang lebih lambat dalam

kondisi anaerob (Vasanthakumari, 2007).


23

B. Kerangka Pikir

Sulawesi Selatan memiliki luasan mangrove mencapai 28.978 Ha yang

tersebar di beberapa wilayah dan beraneka ragam. Saat ini, beberapa penelitian

telah mengkaji karakteristik senyawa fitokimia yang terdapat pada bagian

tumbuhan mangrove. Beberapa daun mangrove mengandung senyawa bioaktif

yang dapat digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antitumor, antialergi, dan

antibakteri.

Kontaminasi bahan pangan dari berbagai mikroorganisme patogen sangat

membahayakan terhadap kesehatan manusia, berbagai upaya dilakukan untuk

mengatasi permasalahan tersebut, salah satu alternatif yaitu penggunaan obat

antibiotik. Namun, obat antibiotik diduga memiliki efek samping yang berbahaya.

Penggunaan ekstrak daun mangrove ini diharapkan dapat menjadi bahan

antibakteri karena memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antibakteri

sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Berdasarkan

permasalahan di atas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.4
24

Potensi Mangrove Melimpah


1. Avicennia marina
2. Rizhophora apiculata
3. Sonneratia alba

Tingginya Kandungan Senyawa


Bioaktif Daun Mangrove (Alkaloid,
Flavonoid, Tanin, Polifenol, Glikosida,
Saponin, Triterpenoid)

Kontaminasi Bakteri Patogen


pada Bahan Pangan

Pengujian Zona Hambat Antibakteri


Patogen (Metode Difusi Cakram)

Bakteri Uji:
Uji Daya Hambat Salmonella
Uji Daya Hambat Escherichia coli
Uji Daya Hambat Bacillus cereus
Uji Daya Hambat Staphylococcus aureus

Gambar 2.4. Kerangka Pikir Penelitian

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka disusun hipotesis penelitian yaitu diduga

berbagai ekstrak daun mangrove memiliki kemampuan daya hambat sebagai

antibakteri patogen.
25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dengan mengukur

Diameter Daya Hambat (DDH) terhadap pertumbuhan bakteri Echerichia coli,

Salmonella, Bacillus cereus dan Sthapylococcus aureus . Metode yang digunakan

yaitu metode difusi cakram dengan cara mengukur diameter zona bening di

sekitar paper disk (kertas cakram) yang menunjukkan aktivitas bakteri (Bintang,

1993).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, proses ekstraksi dilakukan di

Laboratorium Kimia Politeknik Ujung Pandang, dilanjutkan uji efektivitas

antibakteri patogen yang bertempat di Laboratorium Pendidikan Teknologi

Pertanian, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini dimulai

pada Agustus sampai November 2019.


26

C. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 3 kali ulangan dengan konsentrasi ektsrak daun

mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba masing-masing 1.500 ppm, 7.500

ppm dan 30.000 ppm.

D. Definisi Operasional Variabel

Defenisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak daun mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba yang merupakan

hasil maserasi menggunakan pelarut yang kemudian diuapkan untuk

memperoleh ekstrak yang pekat.

2. Bakteri patogen yang akan diamati adalah bakteri E. coli, Salmonella, B.

cereus dan S. aureus merupakan bakteri yang menyebabkan infeksi hingga

keracunan pada manusia.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah

persiapan ekstrak daun mangrove dan tahapan kedua adalah pengujian ekstrak

daun mangrove terhadap pertumbuhan bakteri uji.

1. Persiapan Ekstrak Daun Mangrove

a. Pengambilan Daun Mangrove (Modifikasi Ridha et al., 2014)


27

1) Pemetikan daun dilakukan pada sore hari dengan cara memotong daun

yang memenuhi kriteria menggunakan gunting. Daun mangrove diambil

dari pantai Kuri Caddi’, Maros, Sulawesi Selatan. Karakteristik daun

mangrove yang diambil ialah daun utuh tanpa bekas sobekan ataupun

bekas rusak dan daun yang sudah tua.

2) Daun yang digunting yaitu daun urutan ke-3 sampai ke-8 dari pangkal

daun

3) Daun yang telah digunting dimasukkan ke dalam wadah plastik berukuran

besar dan tidak mudah robek dan memudahkan dalam pengangkutan

4) Setelah tiba di lokasi daun mangrove dimasukkan ke dalam wadah atau

baskom besar untuk proses pencucian

b. Pembuatan Simplisia Daun Mangrove (Modifikasi Ridha et al., 2014)

1) Daun mangrove dicuci menggunakan air mengalir yang bersih sebanyak

tiga kali

2) Proses pencucian dilakukan dengan menggosok setiap sisi daun untuk

menghilangkan lumpur yang melekat pada daun mangrove

3) Setelah daun mangrove bersih selanjutnya ditiriskan untuk mengurangi air

pencucian

4) Daun mangrove yang telah ditiriskan dimasukkan ke dalam tray lalu

dikeringkan dalam room dryer selama 5 hari pada suhu 50 0C.

5) Daun mangrove yang telah dikeringkan ditimbang lalu dipotong kecil dan

dihancurkan menggunakan blender hingga halus.


28

6) Daun mangrove yang sudah halus diayak hingga mendapatkan bubuknya

atau simplisia. Hasil pengayakan disimpan dalam toples kaca dan

diletakkan di tempat yang tidak terkena matahari secara langsung.

c. Pembuatan Ekstrak Daun Mangrove (Modifikasi Roihanah et al., 2012)

1) Simplisia dilarutkan sebanyak 200 gram dengan etanol 70% sebanyak

1500 ml selama 3 x 24 jam pada suhu kamar dan direndam pada toples

kaca.

2) Proses maserasi dilakukan selama 3 hari dengan pengulangan sebanyak 3

kali.

3) Pengadukan dilakukan setiap 24 jam.

4) Setelah 3 hari, campuran simplisia dan etanol disaring menggunakan

kertas saring Whatman agar filtrat yang dihasilkan tidak mempunyai

kotoran atau ampas sisa ekstraksi sehingga diperolah maserat (1).

5) Padatan hasil saring direndam kembali dengan etanol sebanyak 500 ml

selama sehari, disaring kembali dan diperoleh maserat (2)

6) Setelah disaring, maserat selanjutnya dipekatkan menggunakan evaporator

dengan suhu 40 oC sehingga menguapkan pelarut yang masih ada dan

hanya menghasilkan murni hasil ekstraksi dari daun mangrove pekat.

2. Pengujian Ekstrak Daun Mangrove

a. Sterilisasi Alat dan Bahan


29

Proses sterilisasi dilakukan dengan dua cara yaitu sterilisasi basah dan sterilisasi

kering. Sterilisasi basah menggunakan autoclave pada suhu 121 0C tekanan 1,5

atm selama 15 menit. Sterilisasi panas kering menggunakan oven pada suhu 130
0
C selama 2 jam.

b. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

1) Nutrient Agar ditimbang sebanyak 20 gram dan ditambahkan 1 liter

aquades diaduk sambil dipanasi diatas hotplate sampai bening dan

bergelembung.

2) Media Agar di sterilisasi pada suhu 121OC selama 15 menit menggunakan

autoklaf.

3) Pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukkan media ke

dalam tabung reaksi sebanyak ± 6 ml.

4) Tabung yang telah berisi media ditutup dengan kapas steril dan dilapisi

dengan aluminium foil serta plastik wrap.

5) Media lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121OC selama 15

menit.

6) Setelah proses sterilisasi media diletakkan miring ± 45O ditunggu hingga

memadat.

c. Peremajaan Biakan Bakteri Uji

1) Kultur bakteri asli diambil 1 ose menggunakan ose steril


30

2) Selanjutnya kultur bakteri digoreskan pada permukaan agar miring NA

dengan cara silang (zig-zag) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
O
C.

3) Setelah proses inkubasi biakan, bakteri siap digunakaan sebagai kultur

kerja.

d. Pewarnaan Gram

1) Isolat bakteri diambil satu ose secara aseptik lalu digoreskan pada objek

glass.

2) Objek glass difiksasi didekat api bunsen, selanjutnya ditetesi dengan

kristal violet dan didiamkan selama 1 menit lalu bilas dengan akuades.

3) Objek glass kembali tetesi dengan iodium dan dibiarkan selama 1 menit.

Setelah itu dibilas lagi dengan akuades. Kemudian ditetesi dengan safranin

dibiarkan 1 menit dan dibilas lagi dengan akuades.

4) Objek glass kembali ditetesi dengan imersion oil lalu diamati pada

perbesaran 1000x dibawah mikroskop .

e. Persiapan Inokulum Bakteri (Modifikasi Vivi et al., 2015)

1) Bakteri di remajakan dengan cara diinkubasi pada media NA miring

selama 24 jam pada suhu 37 OC

2) Suspensikan bakteri dengan cara ambil 1 ose dan masukkan ke dalam

tabung berisi 9 mL NaCl fisiologis 0,8%

3) Larutan yang berisi bakteri diaduk sampai homogen


31

4) Selanjutnya dilakukan pengenceran sebanyak 6 kali hingga diperoleh

jumlah sel bakteri yang akan digunakan (106) sel bakteri/mL.

f. Pembuatan Larutan Uji (Modifikasi Danata et al., 2014)

1) Larutan uji dibuat dengan larutan induk 30.000 ppm yaitu sebanyak 3

gram ekstrak daun mangrove dilarutkan dalam 100 ml aquades

2) Kemudian larutan induk tersebut diencerkan sesuai dengan konsentrasi

dari yang terendah yaitu 7.500 ppm dan 15.000 ppm untuk melakukan uji

aktivitas antibakteri.

g. Persiapan Paper Disk

1) Paper disk di sterilisasi terlebih dahulu dalam autoclav selama 15 menit

2) Paper disk dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah steril sebanyak

20 buah kemudian diteteskan ekstrak daun mangrove sebanyak 20 ppm

pada masing-masing konsentrasi selama 2 menit.

3) Kemudian media diinkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam.

4) Setelah larutan uji menyerap pada semua paper disk maka paper disk siap

untuk digunakan dalam pelaksanaan uji zona hambat

h. Pelaksanaan Uji Zona Hambat

1) Lakukan pengenceran hingga pengenceran 10-5 terhadap masing-masing

isolat mikroba yang telah diinkubasi selama 24 jam.


32

2) Pipet 1 mL sampel (isolat bakteri yang telah homogen) ke dalam cawan

petri steril.

3) Tuang media agar yang telah steril ke dalam cawan petri tersebut sebanyak

10-15 mL (metode pour plater).

4) Putar cawan petri, minimal 50x putaran dan dibiarkan memadat pada suhu

kamar.

5) Letakkan kertas cakram steril yang telah diteteskan masing-masing ekstrak

pada media agar padat yang telah tercampur suspensi bakteri uji

menggunakan pinset dengan sedikit ditekan.

6) Inkubasi Cawan petri yang telah berisi kertas cakram pada suhu 37 OC

selama 48 jam.

i. Pengamatan Zona Bening

Pengamatan zona bening dilakukan setelah diinkubasi selama 48 jam.

Hasil yang diperoleh dinyatakan positif jika terbentuk zona hambat (zona bening

di sekeliling paper disk) dan hasilnya dinyatakan negatif jika tidak terbentuk zona

hambatan. Bagian paper disk yang bening diukur menggunakan jangka sorong

untuk mengetahui diameter zona bening yang terbentuk setiap konsentrasi.


33

Persiapan Daun Mangrove

Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Mangrove

Sterilisasi Alat dan Bahan

Pembuatan Media

Peremajaan Biakan Bakteri Uji

Pewarnaan Gram dan Endospora

Persiapan Inokulum Bakteri dan Paper Disk

Pembuatan Larutan Uji

Pelaksanaan Uji Zona Hambat

Pengukuran Zona Bening Disekitar


Paper Disk

Gambar 3.2 . Skema Prosedur Uji Aktivitas Antibakteri Patogen Berbagai Ekstrak
Daun Mangrove
34

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan metode pengamatan dan perhitungan terhadap hasil penelitian yang

didapatkan. Hasil pengamatan uji daya hambat ekstrak daun mangrove diproses

dengan menggunakan rumus :

Zona hambat = diameter zona bening – diameter cakram

Pelaksanaan zona hambat antibakteri patogen dilakukan dengan metode

difusi agar menggunakan papper disk (kertas cakram) (diameter 6 mm). Diameter

Daya Hambat (DDH) diukur menggunakan jangka sorong untuk mengetahui daya

hambat ekstrak daun mangrove terhadap pertumbuhan bakteri patogen

(antibakteri).

Diameter zona hambat diukur dalam satuan millimeter (mm)

menggunakan jangka sorong dengan cara diameter keseluruhan dikurangi

diameter kertas cakram sebesar 6 mm. Kemudian diameter zona hambat tersebut

dikategorikan kekuatan daya anti bakterinya berdasarkan penggolongan Davis and

Stout (1971).

G. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan antara lain: autoklaf, inkubator, hotplate,

laminar air flow, Erlenmeyer, batang penggerus, cawan petri, lampu bunsen,

pinset, kertas pembungkus, plastik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, spidol,

timbangan analitik, pipet ukur, wadah pencucian, lemari penyimpanan, blender,

jangka sorong, alumunium foil, kertas saring Whatman, spatula, gelas ukur,
35

ayakan, pompa vakum, kain, botol kecil, toples kaca, corong buchner, jarum ose,

pipet tetes, glass objek, dan mikroskop.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun A. marina,

R. apiculata dan S. alba yang diperoleh di pantai Kuri Caddi, Kabupaten Maros,

Sulawesi Selatan, etanol 70 % sebagai pelarut dan pengencer ekstrak, bakteri uji

yang digunakan yaitu E.coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus, media NA,

aquades, NaCl, paper disk, alkohol 95 % , Kloramfenicol, DMSO 5%, kristal

violet, iodium, imersion oil, safranin, plastik wrap dan tissue.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data pada uji daya hambat berbagai ekstrak daun mangrove

terhadap E. coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus adalah bersifat deskriptif

berdasarkan zona hambat yang dihasilkan disekitar paper disk (kertas cakram).

Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri diukur dalam satuan mm pada paper

disk.
36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Data

Penelitian ini memiliki beberapa parameter yang diamati yaitu diameter

zona bening ekstrak daun mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba terhadap

bakteri uji E. coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus dengan metode difusi

cakram. Ekstrak daun yang digunakan adalah daun yang telah dimaserasi

menggunakan pelarut etanol 70%. Sebagai indikator penunjang, pengamatan

dilakukan terhadap total rendemen ekstrak daun mangrove dan karakteristik hasil

isolasi bakteri.

2. Rendemen Ekstrak Daun Mangrove

Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah ekstrak dan simplisia

menggunakan satuan persen (%). Bahan mengalami penyusutan yang begitu

signifikan hingga menjadi bahan kering karena diberi perlakuan pengeringan.

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara ekstrak

yang diperoleh dengan bahan yang diekstrak (Saskiawan dan Nur, 2015) .

Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak


37

yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan

100% (Sari, 2008). Rendemen dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


% Rendemen = 𝑥 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

Hasil rendemen yang didapatkan dari hasil evaporasi bahan dapat dilihat pada

Tabel 4.1

Tabel 4.1. Rendemen Berat Ekstrak Daun Mangrove

Bobot Ekstrak (gram) Rendemen (%)


Sampel
Berat Serbuk Ekstrak Kasar

A. marina 200 13.57 6.79

R. apiculata 200 2.75 1.38

S. alba 200 7.84 3.92


Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Hasil perhitungan rendemen menunjukkan persentase penyusutan masing-

masing sampel bervariasi. Perbedaan ini disebabkan karena lama waktu

pengeringan yang berbeda, lokasi penempatan sampel saat dimasukkan dalam

room dryer, ketebalan daun yang bervariasi dan kandungan kadar air yang

berbeda-beda serta pola adaptasi fisiologi yang berbeda terhadap lingkungannya.


38

3. Pewarnaan Gram Bakteri Uji

Pengujian karakterisasi isolat bakteri perlu dilakukan agar tidak terjadi

kekeliruan dalam penggunaan bakteri ketika melakukan pengujian daya hambat

nantinya. Oleh karena itu, identifikasi dilakukan secara mikroskopik yaitu dengan

pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dilakukan menggunakan reagen pewarnaan

gram bakteri kristal violet, iodium, safranin dan imersion oil. Pada bakteri uji

B.cereus juga dilakukan pewarnaan endospora. Hasil pengamatan pewarnaan

Gram isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Karakteristik Hasil Isolasi Bakteri

No Isolat Bentuk Warna Sifat Gram Pewarnaan Endospora

1 E.coli Batang Merah Negatif -

2 Salmonella Batang Merah Negatif -

berwarna ungu, ada titik-


3 B.cereus Batang Ungu Positif
titik merah, bentuk basil

4 S. aureus Batang Ungu Positif -


Sumber : Data Hasil Penelitian (2019)

Hasil pengamatan karakteristik bakteri menunjukkan bahwa bakteri E. coli

dan Salmonella tergolong dalam bakteri Gram negatif berbentuk batang dan

berwarna merah sedangkan untuk bakteri B. cereus dan S. aureus tergolong

bakteri Gram positif berbentuk batang dan bulat serta berwarna biru. Hal ini

menunjukkan bahwa keempat jenis bakteri uji yang digunakan sudah memenuhi

karakterisasi dari bakteri tersebut.


39

A B C
Gambar.4.1 Hasil Pewarnaan Gram Positif (A) dan Gram Negatif (B) Pewarnaan
Endospora B. cereus (C)

4. Uji Daya Hambat

Pengujian daya hambat dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai dari

sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media NA, peremajaan biakan bakteri uji,

perhitungan koloni, pewarnaan Gram dan pengecetan endospora, pembuatan

larutan uji, dan tahap yang utama dalam penelitian ini yaitu uji daya hambat yang

dilanjutkan dengan pengukuran diameter zona hambat disekitar paper disk. Hasil

uji kemampuan daya hambat masing-masing ekstrak daun dapat dilihat pada

Tabel 4.3.

Tabel. 4.3. Kemampuan Daya Hambat masing-masing Ekstrak daun mangrove


terhadap Bakteri Uji.
Jenis Ekstrak Jenis Bakteri Jenis Bakteri
Kandungan
Daun Mangrove Dihambat (+) Dihambat (-)
Saponin, Tanin, E. coli
A. marina Flavonoid, Salmonella B. cereus
Polifenol, Glikosida S. aureus
R. apiculata Saponin, Flavonoid, E. coli B. cereus
Polifenol Salmonella S. aureus
S. alba Alkaloid, E. coli
Flavonoid, Saponin, Salmonella S. aureus
Alkaloid B. cereus
Sumber : Data Hasil Penelitian (2019)
40

a. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang

dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer. Bakteri ini

dapat hidup pada rentang suhu 20-40 0C dengan suhu optimumnya pada 37 0C.

(Escherich, 1885). Bakteri E. coli dalam jumlah yang berlebihan dapat

mengakibatkan diare, dan bila bakteri ini menjalar ke sistem/organ tubuh yang

lain, maka akan dapat menyebabkan infeksi.

Uji aktivitas antibakteri patogen dilakukan pada ekstrak daun mangrove A.

marina, R. apiculata dan S. alba dengan berbagai konsentrasi terhadap bakteri uji

E. coli, menggunakan metode difusi cakram. Hasil uji aktivitas antibakteri dengan

pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.4. Hasil Daya Hambat Ekstrak daun mangrove terhadap Bakteri Uji
Escherichia coli
Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)
Ekstrak Daun
Konsentrasi (ppm)
Mangrove
7.500 15.000 30.000 (+) (-)
A. marina 6,2 6,7 7,0 10,7 0
R. apiculata 6,1 6,2 6,5 7,7 0
S. alba 6,1 6,1 6,2 6,5 0
Sumber : Data hasil penelitian (2019)

A B C

Gambar 4.2 Zona bening ekstrak daun A. marina (A), R. apiculata (B) dan S.
alba (C) terhadap bakteri uji E. coli
41

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina, R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji E. coli menunjukkan zona bening yang

dihasilkan berbeda-beda. Zona bening terluas yang terbentuk dari ketiga ekstrak

daun rata-rata diperoleh pada konsentrasi 30.000 ppm. Hasil menunjukkan

kemampuan daya hambat ekstrak daun A. marina terhadap daun bakteri uji lebih

tinggi dibandingkan kedua jenis ekstrak daun lainnya. Perbedaan kemampuan

daya hambat yang ditimbulkan disebabkan adanya perbedaan komposisi dan

konsentrasi senyawa metabolit sekunder pada masing-masing ekstrak daun

mangrove dalam menghambat bakteri E.coli.

b. Salmonella

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang lurus, tidak

berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm.

Salmonella bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhannya pada suhu 37


0
C dan pada pH 6-8. Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna

(mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar) (Fathiariani,

2009).

Pengujian aktivitas antibakteri patogen dilakukan pada ekstrak daun

mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji Salmonella

menggunakan metode difusi cakram. Hasil uji aktivitas antibakteri dengan

pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 4.5


42

Tabel 4.5. Hasil Daya Hambat Ekstrak daun mangrove terhadap Bakteri Uji
Samonella
Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)
Ekstrak Daun
Konsentrasi (ppm)
Mangrove
7.500 15.000 30.000 (+) (-)
A. marina 6,1 6,1 6,7 10,1 0
R. apiculata 6,4 7,3 7,8 11,3 0
S. alba 6,1 6,1 6,1 6,5 0
Sumber : Data hasil penelitian (2019)

A B C

Gambar 4.3. Zona bening ekstrak daun A. marina (A), R. apiculata (B) dan S.
alba (C) terhadap bakteri uji Salmonella

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina, R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji Salmonella menunjukkan terdapatnya

perbedaan diameter zona hambat yang dihasilkan dari masing-masing ekstrak

daun. Hasil menunjukkan ekstrak daun R. apiculata memiliki zona bening lebih

luas untuk setiap perlakuan dibandingkan dengan kedua jenis ekstrak daun

lainnya. Zona bening yang terbentuk pada ekstrak daun S. alba tidak mengalami

perubahan yang signifikan.

c. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, aerobik fakultatif,

berbentuk batang. Spora B. cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada
43

panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. B. cereus

merupakan penyebab paling umum dua gejala klinis diare dan muntah pada

keracunan makanan berbahan dasar daging (Drobniewski, 1993).

Pengujian aktivitas antibakteri patogen terhadap bakteri uji B. cereus

menggunakan ekstrak daun mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba dengan

berbagai konsentrasi menggunakan metode difusi cakram. Hasil uji aktivitas

antibakteri dengan pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel. 4.6. Hasil Daya Hambat Ekstrak daun mangrove terhadap Bakteri Uji B.
cereus.
Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)
Ekstrak Daun
Konsentrasi (ppm)
Mangrove
7.500 15.000 30.000 (+) (-)
A. marina 0 0 0 6,5 0
R. apiculata 0 0 0 7,8 0
S. alba 6,1 6,1 6,1 6,7 0
Sumber : Data hasil penelitian (2019)

A B C

Gambar 4.4. Zona bening ekstrak daun A. marina (A), R. apiculata (B) dan S.
alba (C) terhadap bakteri uji B. cereus

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina, R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji B. cereus menunjukkan bahwa zona

bening yang terbentuk dari masing-masing ekstrak daun sangat rendah. Hasil

menunjukkan hanya ekstrak daun S. alba yang memilii zona bening namun masih
44

sangat rendah, sedangkan ekstrak daun A. marina dan R. apiculata tidak memiliki

zona bening pada masing-masing konsentrasi. Hal ini dikarenakan konsentrasi

yang digunakan belum mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji tersebut.

d. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur ,

fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh

pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar

(20-25 ºC). S. aureus biasanya hidup pada jaringan kulit dan lubang hidung

manusia. Infeksi dipicu oleh luka luar atau penetrasi bakteri melalui makanan

yang tercemar. Dalam jumlah terbatas bakteri ini juga terdapat pada pori-pori dan

permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Entjang, 2003).

Uji aktivitas antibakteri patogen menggunakan berbagasi konsentrasi

ekstrak daun mangrove A. marina, R. apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji S.

aureus menggunakan metode difusi cakram. Hasil uji aktivitas antibakteri dengan

pengukuran diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel. 4.7. Hasil Daya Hambat Ekstrak daun mangrove terhadap Bakteri Uji S.
aureus.
Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)
Ekstrak Daun
Konsentrasi (ppm)
Mangrove
7.500 15.000 30.000 (+) (-)
A. marina 6,1 6,1 6,1 8.8 0
R. apiculata 0 0 0 7,8 0
S. alba 0 0 0 6,9 0
Sumber : Data hasil penelitian (2019)
45

A B C
Gambar 4.5. Zona bening ekstrak daun A. marina (A), R. apiculata (B) dan S.
alba (C) terhadap bakteri uji S. aureus

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina, R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji S. aureus menunjukkan rendahnya

bahwa zona bening yang terbentuk dari masing-masing ekstrak daun. Hasil

menunjukkan hanya ekstrak daun A. marina yang menunjukkan adanya zona

bening disekitar paper disk namun masih tergolong sangat rendah, sedangkan

ekstrak daun R. apiculata dan S. alba tidak memiliki kemampuan daya hambat

terhadap bakteri uji.


46

B. PEMBAHASAN

1. Rendemen Ekstrak Daun Mangrove

Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan

berat awal sampel yang digunakan. Rendemen menyatakan efektivitas pelarut

tertentu terhadap bahan dalam suatu sistem ekstraksi, tetapi tidak menunjukkan

tingkat aktivitas ekstrak tersebut. Menurut Parhusip (2006) rendemen ekstrak

merupakan faktor yang sangat penting karena menunjukkan banyaknya senyawa

organik yang larut dalam pelarut tersebut sesuai dengan polaritasnya. Rendemen

ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan

bobot sampel awal yang diekstrak.

Hasil penelitian (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa jumlah rendemen yang

dihasilkan dari penelitian ini memiliki nilai berbeda dari ketiga jenis daun

mangrove. Ekstrak daun A. marina menghasilkan rendemen sebesar 6.79%,

ekstrak daun R. apiculata sebanyak 1,38% dan ekstrak daun S. alba sebesar 3.93

% . Perbedaan jumlah rendemen diasumsikan bahwa jumlah bahan bioaktif dalam

ketiga bahan awal berbeda dalam segi kuantitatif. Sejalan dengan Nurhayati et al.

(2009) bahwa jumlah komponen bioaktif berbanding lurus dengan nilai rendemen

yang dihasilkan. Menurut Dewitasari et al. (2017) peningkatan efisiensi proses

ekstraksi diikuti dengan jumlah rendemen yang dihasilkan dengan tidak

mengesampingkan sifat-sifat lainnya.

Rendemen tertinggi diperoleh dari ekstrak daun A. marina, hal ini

disebabkan oleh kandungan masing-masing daun, dimana kandungan senyawa


47

bioaktif A. marina lebih banyak. Hasil analisis kualitatif yang telah dilakukan juga

menunjukkan bahwa ekstrak daun mangrove A. marina mengandung flavonoid,

saponin, tanin, dan polifenol. Menurut (Hosettmann, 1991) dalam Wibowo,

(2009) bahwa daun A. marina mengandung alkaloid, saponin, tannin, flavonoid,

triterponoid, fenol dan glikosida. Daun R. marina mengandung Alkaloid, Saponin,

Flavonoid dan Tannin (Rohaeti, 2010), sedangkan daun S. alba mengandung

Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Asam Fenolat dan Tanin. Putri et al. (2016), Raut

dan Anthapan (2013).

Hasil rendemen yang diperoleh melalui proses ekstraksi dilakukan

menggunakan metode maserasi tunggal. Proses maserasi akan menyebabkan

pecahnya membran sel sehingga metabolit sekunder yang terdapat pada

sitoplasma sampel akan larut ke dalam pelarut. Pemilihan metode maserasi

tunggal dikarenakan senyawa bioaktif bersifat tidak tahan panas. Selain itu,

metode maserasi merupakan metode yang mudah dilakukan dan peralatannya

sederhana. Menurut Pramana dan Chairul (2013), proses maserasi sangat

menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan

mudah dilakukan, metode ini sangat tepat digunakan untuk senyawa yang tidak

tahan panas. Proses maserasi menyebabkan pelarut akan menembus dinding sel

dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut

akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa

tersebut akan berlangsung terus-menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel.


48

2. Pewarnaan Gram Bakteri Uji

Pewarnaan Gram merupakan suatu metode untuk membagi spesies bakteri

menjadi 2 kelompok besar, yaitui Gram positif dan Gram negatif. Berdasarkan

reaksi dan sifat bakteri pada cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut

ditentukan dengan komposisi dinding selnya.

Hasil pewarnaan Gram terhadap bakteri uji (Tabel 4.2), isolat bakteri E.

coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus memiliki bentuk yang sama namun sifat

dan warna yang berbeda-beda. Uji karakterisasi menunjukkan bahwa bakteri yang

digunakan terbagi atas dua sifat yaitu bakteri Gram negatif dan bakteri Gram

positif. Penggunaan sifat bakteri yang berbeda untuk mengetahui kemampuan

daya hambat masing-masing ekstrak daun mangrove terhadap resistensi dinding

sel bakteri yang berbeda. Hasil pewarnaan Gram bakteri uji yang telah dilakukan

menunjukkan sifat bakteri tersebut sehingga layak untuk digunakan dalam

pengujian.

Perbedaan kepekaan bakteri Gram negatif dan Gram positif berkaitan

dengan struktur dalam dinding selnya, seperti jumlah peptidoglikan, sifat ikatan

silang dan aktivitas enzim autolik. Dimana bakteri Gram negatif memiliki struktur

dinding sel yang lebih tipis dibandingkan dengan Gram positif. Menurut James et

al. (2002) bahwa bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih

tipis yaitu mengandung peptidoglikan (5%-10%) dibandingkan dengan Gram

positif yang mengandung peptidoglikan (90%) dari komposisi dinding sel.

Komponen tersebut merupakan faktor yang menentukan penetrasi, pengikatan dan


49

aktivitas senyawa antimikroba. Lebih lanjut Purwoko (2009) menjelaskan

perbedaan nyata kedua bakteri tersebut bahwa bakteri Gram negatif dinding sel

terdiri atas beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar, sedangkan dinding sel

bakteri Gram positif terdiri atas berlapis-lapis peptidoglikan. Bakteri Gram positif

mempunyai tekanan turgor sebesar 15-20 atm lebih besar dari pada bakteri Gram

negatif yang hanya 1-5 atm.

Pada bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan

tipis asam teikoat dan teikuronat. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan di luar

dinding sel yang mengandung 5 -10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari

protein, lipopolisakarida dan lipoprotein. Bakteri Gram negatif mempunyai dua

lapisan lipid (bilayer lipid) yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS). Lapisan

ini tersusun atas fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003).

Polisakarida dalam dinding sel biasanya mengandung asam amino N-

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat. Pada gula amino ini terikat rantai-

rantai peptida pendek. Lapisan peptidoglikan lebih tebal (40 lapisan) pada dinding

sel bakteri Gram positif daripada dinding sel bakteri Gram negatif (1-5 lapisan)

(Lewis et al. 2007).

Bakteri Gram negatif memiliki dua lapisan lipid yang dipisahkan oleh

peptidoglikan. Ada juga outer membrane yang menempel pada lapisan

lipopolisakarida memperkuat sel dan melindungi dari lingkungan luar. Pada

membran ini ada porin dengan diameter 1-2 mm yang mengatur akses larutan ke

membran sitoplasma (Moat et al. 2002).


50

Pewarnaan Gram dilakukan menggunakan reagen pewarnaan gram bakteri

kristal violet, iodium, imersion oil, dan safranin. Menurut Hidayat (2011) ketika

sel bakteri yang terdapat pada kaca objek ditambahkan dengan pewarna kristal

violet yang bewarna ungu, maka sel bakteri akan menyerap pewarna tersebut.

Interaksi antara sel bakteri dengan kristal violet akan semakin kuat dengan

ditambahkan lugol. Ketika dicuci dengan alkohol, bakteri Gram positif akan tetap

mengikat kompleks kristal violet-lugol sehingga menjadi bewarna ungu.

Sedangkan bakteri Gram negatif akan kehilangan kompleks kristal violet lugol

karena lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis sehingga

menjadi tidak bewarna. Ketika ditambahkan dengan safranin yang bewarna merah

maka bakteri Gram negatif akan menyerapnya sedangkan bakteri Gram positif

tidak akan menyerap pewarna lagi.

Bakteri B. cereus juga dilakukan pewarnaan endospora. Dari hasil

pewarnaan spora terlihat bakteri berwarna ungu ada titik-titik merah, dengan

bentuk basil. Letak sporanya berada pada subterminal yaitu lokasi endosporanya

berada diantara tengah dan pinggir sel. Menurut Dwidjoseputro (2005) Spora

bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam

bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua

mikroorganismes itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar

yang tidak menguntungkan. Bakteri membentuk spora apabila kondisi lingkungan

tidak optimum lagi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya medium

mengering, kandungan nutrisi menyusut dan sebagainya (Hastuti, 2012). Menurut

Pratiwi (2008), bakteri yag membentuk spora merupakan fase tidur dari bakteri.
51

Endospora mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan

bagi bakteri maka bungkus spora akan pecah dan tumbuh bakteri.

3. Uji Daya Hambat

Pengujian daya hambat dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai dari

analisis kualitatif kandungan senyawa bioaktif ketiga jenis ekstrak daun manrove,

sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media NA, peremajaan biakan bakteri uji,

perhitungan koloni, pewarnaan Gram dan pengecetan endospora, pembuatan

larutan uji, dan tahap yang utama dalam penelitian ini yaitu uji daya hambat yang

dilanjutkan dengan pengukuran diameter zona hambat disekitar paper disk. Dalam

pelaksanaan uji daya hambat digunakan kontrol positif yaitu kloramfenikol.

Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang aktif

terhadap banyak bakteri Gram-positif dan Gram-negatif (Pelczar dan Chan 2008).

Kontrol negatif yang digunakan yaitu DMSO 5%. DMSO merupakan pelarut

polar apotik, tidak berwarna, dapat melarutkan senyawa polar dan nonpolar serta

tidak mempunyai aktivitas biologi. DMSO tidak akan mengganggu hasil

pengamatan karena tidak memberikan aktivitas terhadap pertumbuhan bakteri dan

jamur (Oktaviani, 2018).

Pada pengujian ini, masing-masing ekstrak daun mangrove, kontrol positif

dan kontrol negatif diserapkan pada kertas cakram steril sebanyak 0,4 μL. Kertas

cakram yang telah diserapkan, lalu dibiarkan kering selama kurang lebih 30

menit. Kertas cakram yang telah kering lalu diletakkan di atas media agar yang

sudah berisi bakteri uji, lalu diinkubasi pada suhu 28 0C selama 48 jam lalu
52

dilakukan pengukuran zona bening disekitar paper disk. Penggolongan kekuatan

antibakteri tersaji pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Penggolongan Kekuatan Antibakteri


Diameter Zona Hambat Golongan Kekuatan Antibakteri
< 5 mm Lemah
5-10 mm Sedang
10-20 mm Kuat
≥ 20 mm Sangat kuat
Sumber : Davis dan Stout (1971)

Berikut mekanisme kerja antimikroba terhadap kerusakan sel bakteri.

Gambar 4.7. Mekanisme Kerja Antimikroba Pada Bakteri (Giguere et al., 2013)

a. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun A. marina, R. apiculata dan S.

alba terhadap Bakteri Uji E. coli

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina , R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji E. coli yang telah di ekstrak dengan

etanol 70 % menunjukkan bahwa ketiga jenis ekstrak daun mangrove yang

digunakan memiliki kemampuan daya hambat terhadap E. coli. Zona bening

terluas rata-rata diperoleh pada masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 30.000


53

ppm. Perbedaan kemampuan daya hambat masing-masing ekstrak daun terhadap

bakteri E. coli yang dihasilkan disebabkan kandungan senyawa bioaktif pada

masing-masing ekstrak daun mangrove berbeda-beda.

Hasil penelitian (Tabel 4.4) menunjukkan bahwa kemampuan daya hambat

terluas diperoleh dari ekstrak daun mangrove A. marina dengan nilai masing-

masing 6.2 mm pada konsentrasi 7.500 ppm, 6.7 mm pada konsentrasi 15.000

ppm dan 7.0 mm pada konsentrasi 30.000 ppm. Adanya zona bening yang

dihasilkan disebabkan oleh rendemen daun mangrove yang dihasilkan lebih tinggi

dibandingkan dengan kedua jenis daun mangrove lainnya. Kandungan senyawa

bioaktif pada ekstrak daun A. marina juga lebih mudah untuk menembus dinding

sel.

Merujuk pada hasil ekstrak yang diperoleh, A. marina memiliki rendemen

ekstrak yang lebih berat sehingga konsentrasi senyawa-senyawa metabolit

sekunder yang diisolasi oleh pelarut diduga memiliki kandungan senyawa lebih

besar dalam proses merusak dinding sel bakteri uji. Senyawa-senyawa tersebut

lebih efektif sehingga menghasilkan daya hambat yang lebih besar. Hal ini juga

ditemukan Naiborhu et al., (1999) bahwa senyawa antimicrobial dapat bersifat

bakteriostatik pada konsentrasi minimum tertentu dan jika bahan antimikrobial

dihilangkan, perkembangbiakan bakteri berjalan kembali seperti semula.

Senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak daun mangrove sangat

berpotensi sebagai Antimikroba. Kandungan senyawa metabolit sekunder pada

daun mangrove ditemukan senyawa seperti alkaloid, sapponin, tannin, flavonoid,

terpenoid, triterpenoid dan glikosida (Hosettmann, 1991). Senyawa-senyawa


54

tersebut mempunyai cara kerja masing-masing dalam menghambat pertumbuhan

bakteri uji. Senyawa yang paling dominan yang terkandung dalam ketiga jenis

daun mangrove yaitu senyawa flavonoid.

Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk

senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Flavonoid dapat

merusak sel bakteri dengan memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid

penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Flavonoid

merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara

mendenaturasi protein dan dapat menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri

berhenti karena dikatalisir oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya

aktivitas metabolisme ini mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid juga

bersifat bakteriostatik yang bekerja melalui penghambatan (Estri & Anggerbeni,

2015).

(4.5) Flavonoid (Robinson, 1995)

Kerusakan tersebut menyebabkan terganggunya sintesis dinding sel

bakteri, fungsi membran sel bakteri, bahkan mungkin menyebabkan terganggunya

metabolisme sel bakteri. Hal ini sejalan dengan mekanisme kerja dari antimikroba

yang diungkapkan oleh Ganiswara, (1995) dan Lullmann et al. (2005) diantaranya

penghambatan terhadap sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi

membran sel, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat


55

dan penghambatan metabolisme sel. Tergangggunya aktivitas sel bakteri, dapat

dipastikan akan mengganggu pertumbuhan sel bakteri, dengan kata lain dapat

menghambat pertumbuhan sel bakteri.

b. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun A. marina, R. apiculata dan S.

alba terhadap Bakteri Uji Salmonella

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina, R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji Salmonella yang telah di ekstrak dengan

etanol 70 % menunjukkan bahwa ketiga ekstrak daun mangrove yang digunakan

memiliki kemampuan daya hambat terhadap bakteri Salmonella. Dimana zona

bening terluas rata-rata diperoleh pada masing-masing ekstrak dengan konsentrasi

30.000 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan daya hambat terluas

diperoleh dari ekstrak daun R. apiculata dengan nilai masing-masing 6.4 mm

pada konsentrasi 7.500 ppm, 7.3 mm pada konsentrasi 15.000 ppm dan 7.8 mm

pada konsentrasi 30.000 ppm. Zona bening yang dihasilkan disebabkan oleh

kandungan senyawa bioaktif yang terdapat didalam ekstrak daun yang mampu

menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hasil yang diperoleh sejalan dengan

penelitian Seepana et al., (2016) bahwa R. apiculata dapat menghambat bakteri

dan fungi.

Kemampuan ekstrak daun mangrove R. apiculata dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Gram negatif disebabkan adanya senyawa aktif yang

terkandung di dalam ekstrak daun mangrove R. apiculata. Senyawa aktif tersebut


56

terdiri dari Alkaloid, Saponin, Flavonoid terpenoid, dan Tannin (Rohaeti, 2010).

Kandungan senyawa terbanyak dalam daung mangrove R. apiculata yaitu

senyawa terpenoid.

Terdapatnya perbedaan diameter zona hambat pada masing-masing bakteri

juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan difusi, ukuran

molekul dan stabilitas bahan antibakteri, sifat media yang digunakan, jumlah

organisme yang diinokulasi, kecepatan tumbuh bakteri, konsentrasi bahan kimia

serta kondisi pada saat inkubasi. Mekanisme penghambatan antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri dapat berupa kerusakan dinding sel yang mengakibatkan

lisis atau penghambatan sintesis dinding sel, pengubahan permeabilitas membrane

sitoplasma sehingga menyebabkankeluarnya bahan makanan melalui dinding sel,

denaturasi protein sel dan perusakansistem metabolisme di dalam sel dengan cara

penghambatan kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Reid, 1972).

Perbedaan besarnya zona hambat yang terbentuk pada masing-masing

konsentrasi dapat diakibatkan karena adanya perbedaan besar kecilnya konsentrasi

atau banyak sedikitnya kandungan zat aktif antibakteri yang terkandung di

dalamnya serta kecepatan difusi bahan antibakteri ke dalam medium agar. Faktor-

faktor lain yang juga dianggap dapat mempengaruhi terbentuknya zona hambat

adalah kepekatan pertumbuhan antibakteri, reaksi antara bahan aktif dengan

medium dan temperatur inkubasi.

c. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun A. marina, R. apiculata dan S.

alba terhadap Bakteri Uji B. cereus


57

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun A. marina, R. apiculata dan S.

alba terhadap bakteri uji B. cereus yang telah di ekstrak dengan etanol 70 %

menunjukkan bahwa ketiga ekstrak daun mangrove yang digunakan hanya ekstrak

daun S. alba yang memiliki kemampuan daya hambat terhadap bakteri uji B.

cereus. Perbedaan kemampuan daya hambat ketiga jenis ekstrak daun terhadap

bakteri uji disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa bioaktif dari daun yang

digunakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan daya hambat terluas

diperoleh dari ekstrak daun mangrove S. alba dengan nilai masing-masing 6.1 mm

pada konsentrasi 7.500 ppm, 6.1 mm pada konsentrasi 15.000 ppm dan 6.1 mm

pada konsentrasi 30.000 ppm. Adanya zona bening yang dihasilkan disebabkan

oleh kandungan bioaktif ekstrak daun mangrove yang dihasilkan lebih tinggi

dibandingkan dengan kedua jenis daun mangrove lainnya.

Adanya zona hambat terhadap pertumbuhan koloni bakteri disebabkan

karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri

akibat kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun S.

alba yaitu Alkaloid, Flavonoid, Saponin, dan Tanin (Raut dan Anthapan, 2013).

Senyawa yang paling dominan yaitu senyawa Alkaloid. Senyawa Alkaloid

merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya

alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen. Alkaloid seringkali beracun dan sering digunakan secara luas dalam

bidang pengobatan (Harborne, 1996).


58

(4.7). Alkaloid (Robinson, 1995)

Mekanisme penghambatan alkaloid adalah dengan cara mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel

tidak terbentuk secara utuh dan mengganggu sintesis peptidoglikan sehingga

pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan

dinding selnya hanya meliputi membran sel Retnowati et al., (2011)

Zona hambat yang terbentuk terhadap bakteri uji masih tergolong dalam

kategori lemah. Rendahnya zona hambat dipengaruhi beberapa faktor seperti

proses pencucian, proses maserasi dan proses pelaksanaan zona hambat seperti

perendaman cakram didalam esktrak daun mangrove yang tergolong singkat

Pengambilan bakteri uji dengan ose dan disuspensikan dengan NaCl 0,9%

kemungkinan tidak tersuspensi dengan sempurna sehingga mempengaruhi hasil

penelitian. Faktor penggoresan bakteri uji yang tidak merata pada media Agar

juga dapat menyebabkan tidak terjadinya efek antibakteri disekeliling cakram

tersebut.

Bakteri B. cereus juga tergolong dalam bakteri Gram positif dengan

dinding sel yang lebih tebal dari gram negatif sehingga dibutuhkan konsentrasi

senyawa-senyawa yang sesuai dalam merusak dinding sel bakteri. Konsentrasi

ekstrak yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap zona bening yang

dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin


59

tinggi pula zona bening yang dihasilkan. Hal ini senanda dengan penelitian Dewi

(2010) menyebutkan bahwa semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak maka

semakin besar pula senyawa aktif yang terkandung didalam ekstrak, sehingga hal

tersebut memberikan pengaruh terhadap diameter zona hambat yang terbentuk

pada bakteri uji.

Hasil yang diperoleh jauh berbeda dibandingkan dengan penelitian Saad

(2012), yang melaporkan bahwa zona hambat yang dihasilkan jauh lebih luas

yaitu, zona hambat pada bakteri S. aureus adalah 11,5 mm dengan konsentrasi 1,0

mg dan 12,5 mm dengan konsentrasi 1,5 mg, pada bakteri E. coli menghasilkan

zona hambat 16,0 mm dan 17,5 mm dengan konsentrasi 1,0 mg dan 1,5 mg.

Kemungkinan perbedaan ini dikarenakan masih adanya kandungan garam pada

ekstrak kering, sehingga garam yang bersifat higroskopis atau mudah menyerap

air dapat merusak kandungan yang ada pada ekstrak daun S. alba.

d. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun A. marina, R. apiculata dan S.

alba terhadap Bakteri Uji S. aureus

Hasil pengujian daya hambat ekstrak daun mangrove A. marina , R.

apiculata dan S. alba terhadap bakteri uji S. aureus yang telah di ekstrak dengan

etanol 70 % menunjukkan bahwa dari ketiga jenis ekstrak daun mangrove yang

digunakan hanya ekstrak daun A. marina yang memiliki kemampuan daya hambat

terhadap bakteri uji. Perbedan kemampuan daya hambat ketiga jenis ekstrak daun

yang digunakan disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi dan konsentrasi

senyawa metabolit sekunder pada ekstrak dalam menghambat bakteri.


60

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan daya hambat yang

diperoleh dari ekstrak daun mangrove A. marina memiliki luas yang sama dari

ketiga perlakuan dengan nilai masing-masing 6.1mm pada konsentrasi 7.500 ppm,

6.1 mm pada konsentrasi 15.000 ppm dan 6.1 mm pada konsentrasi 30.000 ppm.

Zona bening yang dihasilkan disebabkan oleh rendemen daun mangrove yang

dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis daun mangrove lainnya.

Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian Danata (2014)

bahwa ekstrak daun mangrove A. marina dengan konsentrasi 1.600 ppm mampu

menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan zona hambatan rata-rata

sebesar 4,43 – 5,79 mm dan juga penelitian Subashree et al. (2010) bahwa

kemampuan antibakteri ekstrak metanol A. marina terhadap S. aureus

menunjukkan bahwa zona bening yang dihasilkan pada S. aureus lebih besar

dibandingkan dengan bakteri uji yang lain.

Merujuk pada hasil ekstrak yang diperoleh, A. marina memiliki rendemen

ekstrak yang lebih berat sehingga konsentrasi senyawa-senyawa metabolit

sekunder yang diisolasi oleh pelarut diduga memiliki kandungan senyawa lebih

besar dalam proses merusak dinding sel bakteri uji. Senyawa-senyawa tersebut

lebih efektif sehingga menghasilkan daya hambat yang lebih besar. Hal ini juga

ditemukan Naiborhu et al., (1999) bahwa senyawa antimicrobial dapat bersifat

bakteriostatik pada konsentrasi minimum tertentu dan jika bahan antimikrobial

dihilangkan, perkembangbiakan bakteri berjalan kembali seperti semula.

Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat perbedaan zona

hambatan yang nyata, bahkan dibandingkan dengan kontrol zona hambatan yang
61

terbentuk relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena konsentrasi bahan

bioaktif yang terdapat pada cakram terlalu rendah. Penggunaan aquades sebagai

pelarut untuk mengencerkan ekstrak menyebabkan rendahnya bahan bioaktif pada

kertas cakram. Aquades merupakan pelarut yang sangat polar sehingga tidak dapat

melarutkan senyawa-senyawa organik atau senyawa non polar. Berbeda dengan

metanol yang dapat digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat

melarutkan berbagai senyawa polar maupun non polar (Pavia et al, 1995).

Rendahnya daya hambat yang dihasilkan disebabkan oleh kandungan

fitokimia dari daun mangrove tidak menunjukkan daya hambat atau tidak keluar

pada saat ekstraksi dan juga diduga karena konsentrasi bahan bioaktif yang

terdapat pada cakram terlalu rendah. Konsentrasi daya hambat yang dihasilkan

oleh tumbuhan selain dipengaruhi larutan, penggunaan anatomi tumbuhan seperti

daun tua, pucuk dan kulit batang dapat mempengaruhi uji daya hambat

antimikroba (Abeysinghe, 2012). Bakteri S. aureus juga tergolong dalam bakteri

Gram positif dengan dinding sel yang lebih tebal dari Gram negatif sehingga

dibutuhkan konsentrasi senyawa-senyawa yang sesuai dalam merusak dinding sel

bakteri.

Kecilnya zona hambatan juga disebabkan ada koloni bakteri yang resisten

terhadap senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak daun mangrove. Menurut

Edberg dan Berger (1986), bakteri mempunyai resistensi intrinsik yaitu

ketidakmampuan antibiotika untuk mempenetrasi maupun mengikat protein

bakteri spesifik. Selain itu menurut Schlegel dan Schmidt (1994) bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas


62

organisme, medium kultur, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi agar, yaitu konsentrasi

mikroorganisme, komposisi media, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi.


63

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketiga


jenis ekstrak daun mangrove yang digunakan mampu menghambat pertumbuhan
E. coli dan Salmonella sedangkan bakteri S. aureus hanya mampu dihambat oleh
ekstrak daun A. marina dan bakteri B. cereus hanya dihambat oleh ekstrak daun S.
alba. Daya hambat yang dihasilkan secara keseluruhan juga masih tergolong
lemah yaitu rata-rata 6,8 ppm.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji antimikroba patogen


terhadap jenis daun mangrove yang lainnya, agar pemanfaatannya dalam dunia
kesehatan dan dalam pengaplikasian terhadap produk pangan dapat dimanfaatkan
lebih banyak.
64

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe PD. 2012. Antibacterial Activity of Aqueousand Ethanol Extracts of


Mangrove Speciescollected from Sainstech Farma. Vol.9 No.1. Journal of
Pharmaceutical and Biological Research. 2:79-83.
Anak Agung Ayu Putu Puspita Negara. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Bakau Hitam Rhizophora mucronata Terhadap Bakteri Penyebab Diare.
[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Arifin, H.N., R. Ningsih, A.A. Fitrianingsih, dan A. Hakim. 2013. Antibacterial
Activity Test Sea Cucumber Extract (Holothuria scabra) Sidayu Coast
Gresik Using Disk Diffusion Method. Alchemy, 2(2):101-149.
Cowan, M.M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical
Microbiology Reviews, October, Vol. 12, No. 4, Hal. 564-582.
Danata Ridha handriany, Yamindago Ade. 2014. Analisis Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Mangrove Avicennia Marina Dari Kabupaten Trenggalek
Dan Kabupaten Pasuruan Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus
Dan Vibrio Alginolyticus. Jurnal Kelautan.07 No 1. 11-17.
Davis & Stout. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Essay.
Journal Of Microbiology. Vol 22 No 4.
Davis WW, Stout TR. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic
Assay. Applied Microbiology 22 (4): 659-665.
Dasuki, A.U. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.
Dewi, F. K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda Citrifolia, Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar
(Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret Surakarta).
Dianita. 2011. Mekanisme Senyawa Kimia Antibiotik.
(online).(http://micymicy.blogspot.com/2011/02/blog12-keluhan-digesti-
skenario 113.html, diakses 18 Januari 2020).
Edberg, C dan Berger, AS. 1983. Antibiotika dan Infeksi. (Terjemahan dr.
Chandra Sanusi). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 219 hal.
Entjang. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Keperawatan. PT Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Escherich, T. 1885. Die Darmbakterien des Neugeborenen und Sauglings.
Fortschr. (Med. 3): 515-522; 547-554.
Fardiaz, S., S. Betty dan L. Jenie 1981. Masalah Keamanan Pangan dalam
Hubungannya dengan Mikrobiologi Veterineri. Kumpulan makalah
Kongres Nasional Mikrobiologi ke III Jakarta, 26 - 28 November 1981 :
307 - 310.
Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp) di Perairan Nongsa Batam
Provinsi Riau. Jurnal Natur Indonesia II.
Gani, A.K. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas Muhammadiyah, 2004.
65

Giguḕre, Steeve, Prescott, JhonF., Dowling, Patricia M. 2013. Antimicrobial


Therapy in Veterinary Medicine Fifth Edition. Published by Jhon Wiley
and Sons, Inc.
Giri, C., E. Ochieng, L. L. Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, J. Masek & N.
Duke. 2011. Status and Distribution of Mangrove Forests of The World
Using Earth Observation Satellite Data. Global Ecology and
Biogeography.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata dan I. Sudiro. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung. hlm: 4-234.
Harborne JB. 1996 Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan ke-2. ITB Press, Bandung.
Hidayat, Habibi. 2011. Karakterisasi Molekuler BAL Dengan Gen 16S rRNA
Penghasil ENzim Protease yang Berpotensi sebagai Probiotik dari
Fermentasi Markisa Kuning di Sumatera Barat. Padang: Universitas
Andalas
Herawati N, Jalaluddin N, Daha L, Firdaus Z. 2009. Sonneratia alba sebagai
Sumber Senyawa Antibakteri Potensional. Jurnal Indonesia Chemica
Acta. 2(2): 10-16
Hosettmann, K. 1991. Methods in Plant Biochemistry. Vol 6, Academic Press
New York.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.
Jacoeb AM, Purwaningsih S, Rinto. 2011. Anatomi, Komponen Bioaktif dan
Aktivitas Antioksidan Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 16 No 2 143-152.
Jawetz E. 1998. Obat-obat kemoteuratika. Di dalam: Katzung BG, editor. Staf
Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah.
Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta (ID): ECG. Terjemahan dari:
Basic and Clinical Pharmacology.
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran.
Edisi I ; Salemba Medika, Jakarta : 196 -198.
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta :Salemba Medika,
James J, Baker C, Swain H. 2002. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan.
Diterjemahkan oleh Indah Retno Wardhani. Jakarta : Penerbit Erlangga.
245 hal.
Kaper, J.B., J.P. Nataro and H.L. Mobley. 2004. Pathogenic E. coli. Nature
Reviews Microbiology 2 (2): 123-140
Katili, A. S. 2009. Penurunan Jasa (Servis) Ekosistem Sebagai Pemicu
Meningkatnya Perubahan Iklim Global. Jurnal Pelangi Ilmu. Vol. I : 1 –
11. Surabaya
Karou D, Savadogo A, Canini A, Saydou Y, Monstesano C, Simpore J, Coilizzi
V, Traore AS. 2005. Antibacterial Activity of Alkaloids from Sida Acuta.
African Journal of Biotechnology 4(12): 1452-1457.
66

Kusmana, C., Ani. S, Yekti. H, dan Poppy. O,. 2009. Pemanfaatan Jenis Pohon
Mangrove Api-api (Avicennia Spp) Sebagai Bahan Pangan Dan Obat-
Obatan. Institut Pertanian Bogor.
Kurniaji, Ardana. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove (Sonneratia
alba) Pada Bakteri (Vibrio harveyi) Secara In Vitro. Jurnal. Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Macnae, W. 1968. A General Account Of The Fauna And Flora Of Mangrove
Swamps And Forests In The Indo-West-Pacific Region. Advances Marine
Biology.
Madduluri S, Rao KB, Sitaram B. 2013. In Vitro Evaluation of Antibacterial
Activity of Five Indegenous Plants Extract Against Five Bacterial
Pathogens of Human. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences.:5(4): 679-684.
Mardiansyah dan S. Bahri. 2016. Potensi Tumbuhan Mangrove Sebagai Obat
Alami Antimikroba Patogen. Sainstech Farma Vol.9 No.1. ISSN : 2086 -
7816
Mulyani, Y., E. Bachtiar., M. U. Kurnia. A., (2013) Peranan Senyawa Metabolit
Sekunder Tumbuhan Mangrove Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophilla Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Akuatika. Vol. IV.
No. 1.
Nurhayati, 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit
Tanaman Secara Hayati yang Ramah Lingkungan [Tesis]. Palembang:
UNSRI.
Noer I.S dan Nurhayati L. 2006 Bioaktivitas Ulva reticulata Forsskal. Asal Gili
Kondo Lombok Timur Terhadap Bakteri. Jurnal Biotika, 5 ( 1): 45-60.
Noor, Y. R., Khazali, M. dan Suryadiputra, I. N. N., 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Dirjen PHKA dan Wetlands Internasional
Indoensia Progemme. Bogor.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta ;
Gramedia.
Oktavianus, S. 2013.Uji Daya Hambat Daun Mangrove Jenis Avecinea Marina
Terhadap Bakteri Vibro Parahaemolyticus. [Skripsi]. Makassar.
Universitas Hassanudin.
Pambudi, G.P. 2011. Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Jenis
Rhizophora Apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor.
Parhusip AJN. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan
[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pavia, D.L; G.M. Lampman, G.S. Kriz, and R.G. Engel; 1995, Organic
Laboratory Techniques, Saunders College Publishing, Florida, USA.
Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Penerbit PT. Bumi Aksara.
PELCZAR, M.J. and R.D. REID 1958. Mi-crobiology. Mc Graw Hill Book
Company, Inc. New York, 564 pp.
67

Pelczar, MJ., Reid RD. 1972. Microbiology. (3rd ed). McGraw Hill Book Co.New
York. 948.
Pelczar dan Chan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia.
1986.
Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Volume ke-
1, 2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, Penerjemah;
Jakarta : UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Pelczar, M.J, Chan, E.C.S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.
Terjemahan dari: Elements of Micribiology.
Prabhu, V., & Guruvayoorappan, C. 2012. Phytochemical Screening Of
Methanolic Extract Of Mangrove Avicennia marina (Forssk.) Vierh. Der
Pharmacia Sinica.
Pratiwi Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga: Yogyakarta
Raut, S.V., Anthaphan, P.D. 2013. Studies on Antimicrobial Activity of Leaves
Extract of Sonneratia alba. Current Research in Micribiology and
Biotechnology. Vol. 2 (1) : 43-50. April 2016. ISSN : 2460-9226.
Ravikumar S, M Gnanadesigan, P Suganthi, A Ramalakshmi. 2010. Antibacterial
potential of chosen mangrove plants against isolated urinary tract
infectious bacterial pathogens. International Journal of Medicine and
Medical Sciences. 2:94-99.
Ridha Handriany Danata, Ade Yamindago. 2014. Analisis Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Mangrove Avicennia marina Dari Kabupaten Trenggalek
Dan Kabupaten Pasuruan Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus
dan Vibrio alginolyticus. Jurnal Kelautan Volume 7, No. 1, April 2014
ISSN: 1907-9931
Rinda Rizkinita Putri, Rafitah Hasanah, dan Indrati Kusimaningrum. 2016. Uji
Aktivitas Antibakteri dan Uji Fitokimia Ekstrak Daun Mangrove
Sonneratia alba. Aquawarman Jurnal Sains dan Teknologi Akuakultur Vol.
2 (1) : 43-50. April 2016. ISSN : 2460-9226 43
Rismawati. 2018. Identifikasi bakteri endofit daun mangrove api-api putih
(Avicennia marina) dan Potensinya Menghasilkan Senyawa Anti Mikroba.
[Skripsi]. Makassar. UIN Alauddin Makassar.
Retnowati, Y., N. Bialangi, dan N.W. Posangi. 2011. Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus pada Media Yang Diekspos Dengan Infus Daun
Sambiloto (Andrographis paniculata). Jurnal Saintek, 6(2).
Roihanah, S., Sukoso dan Andayani. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teripang
Holothuria sp. Terhadap Bakteri Vibrio harveyi Secara In vitro. J. Exp.
Life Sci, 2(1):1-5.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB.Bandung.
Rohaeti, E., Batubara, I., Lieke, A., dan Darusman, LK. 2010. Potensi Ekstrak
Rhizophora sp. Sebagai Inhibitor Tirosinase. [Prosiding Semnas Sains
III]. IPB, Bogor.
Saad, S, Taher, M, Susanti, D, Qaralleh, H & Izyani, AF, 2012. In vitro
antimicrobial activity of mangrove plant Sonneratia alba. Asian Pacific
Journal of Tropical Biomedicine. http://ncbi.nlm.nih.gov/
68

Sari D. K. 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari


Xylocarpus granatum. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Saskiawan, I. dan Nur Hasanah. 2015. Aktivitas Antimikroba dan Antioksidan
Senyawa Polisakarida Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Prosiding
Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 1(5):1105-1109.
Scheuer JS. 1994. Produk Alami Lautan. Semarang (ID): IKIP Semarang Press.
Seepana R, K Perumal, NM Kada, R Chatragadda, M Raju, V Annamalai. 2016.
Evaluation of antimicrobial properties from the mangrove Rhizophora
apiculata and Bruguiera gymnorrhiza of Burmanallah coast, South
Andaman, India. Journal of Coastal Life Medicine. 4(6): 475-478.
Sri Rahayu, Rozirwan, Anna Ida Sunaryo Purwiyanto. 2019. Daya hambat
senyawa bioaktif pada mangrove Rhizophora Sp. sebagai antibakteri dari
perairan Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains 21
(3) 2019: 151-162. ISSN: 2597-7059. Universitas Sriwijaya

Susanti A. 2008. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica
less) terhadap Eschericia coli secara in vitro. Jurnal Universitas Airlangga
1(1): 25-28.
Syamsunir, A. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Perawat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tohir, AM., 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati
Untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (spodoptera litura fabr.).
Buletin Teknik Pertanian 15 (1).
Trianto AE, Wibowo, Suryono R, Septa S. 2004. Ekstrak Daun Mangrove
Aegiceras corniculatum sebagai Antibakteri Vibrio hervayi dan Vibrio
parahaemolyticus. Jurnal Ilmu Kelautan 9 (40).
Vivi P. Santoso, Jimmy Posangi, Henoch Awaloei dan Robert Bara. 2015. Uji
efek antibakteri daun mangrove Rhizophora apiculata terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Jurnal e-Biomedik
(eBm), Volume 3, Nomor 1.
Wibowo, C., Kusmana C,, Suryani A, Hartati Y. dan Oktadiyani P. 2009.
Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia sp.) sebagai bahan
Pangan dan Obat. [Prosiding Seminar Hasil-Hasil penelitian]. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Zhu, C., J. Harel, M. Jacques, C. Desautels, M. S. Donnenberg, M. Beaudry, and
J. M. Fairbrother. 1994. Virulence Properties and Attachingeffacing
Activity of E. coli O45 Associated from Swine Post Weaning Diarrhea.
Infection and Immunity 62: 4153-4159.
69

L
A
M
P
I
R
A
N
-
L
A
M
P
I
R
A
N
70

Lampiran A. Data dan Analisis Data Penelitian

Lampiran A.1. Perhitungan Mikroba

Pengenceran /
Nama
No Jumlah Koloni Total Mikroba
Mikroba
10-9 10-10
3.850 + 3.860 + 3.480 + 3.780
=
(1𝑥2) + (0.1𝑥2) 𝑥 10−10
14.970 𝑥 1010
3.850 3.480 =
1 E. coli 2,2
3.860 3.780
= 149.700.000.000.000
= 1,5 x 1014 koloni/ml
= 14,2 log koloni/ml
270 + 180 + 158 + 152
=
(1𝑥2) + (0.1𝑥2) 𝑥 10−10
760 𝑥 1010
270 158 =
2 Salmonella 2,2
180 152
= 3.454.545.454.545
= 3,5 x 1012 koloni/ml
= 12,5 log koloni/ml
781 + 689 + 559 + 636
=
(1𝑥2) + (0.1𝑥2) 𝑥 10−10
2.665 𝑥 1010
781 559 =
3 B. cereus 2,2
689 636
= 12.113.636.363.636
= 1,2 x 1013 koloni/ml
= 13,1 log koloni/ml
755 + 710 + 682 + 603
=
(1𝑥2) + (0.1𝑥2) 𝑥 10−10
2.750 𝑥 1010
755 682 =
4 S. aureus 2,2
710 603
= 12.500.000.000.000
= 1,2 x 1013 koloni/ml
= 13,1 log koloni/ml
71

Lampiran A.2. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji

3 𝑔𝑟𝑎𝑚 3.000.000 𝜇𝑙 𝜇𝑙
30.000 ppm = Larutan Induk 100 𝑚𝐿 = = 30.000 𝑚𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 30.000 𝑝𝑝𝑚
100 𝑚𝑙

15.000 ppm = V1 . N1 : V2 .N2

= 30.000 𝜇𝑙 . X: 100 mL . 15.000 𝜇𝑙

15.000 𝜇𝑙 . 100 𝑚𝐿
= = 50 mL
30.000 𝜇𝑙

7.500 ppm = V1 . N1: V2 . N2

= 30.000 𝜇𝑙 . X: 100 mL . 7.500 𝜇𝑙

7.500 𝜇𝑙 . 100 𝑚𝐿
= = 25 𝑚𝐿
30.000 𝜇𝑙

Keterangan :

V1 : Volume Larutan Induk yang Diambil

N1 : Konsentrasi Larutan yang Diencerkan

V2 : Volume Larutan Hasil Pengenceran

N2 : Konsentrasi Larutan yang Diencerkan


72

Lampiran B. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pemetikan Daun Mangrove


73

Gambar 2. Pencucian Daun Mangrove


74

Gambar 3. Penimbangan Daun

Mangrove Basah
75

Gambar 4. Pengeringan Daun Mangrove


76

Gambar 5. Penimbangan Daun

Mangrove Kering
77

Gambar 6. Penghalusan Daun Mangrove


78

Gambar 7. Proses Maserasi

Daun Mangrove
79

Gambar 8. Penyaringan Hasil Maserasi

Daun Mangrove
80

Gambar 9. Proses Evaporasi Daun Mangrove


81

Gambar 10. Proses Sterilisasi

Alat dan Bahan


82

Gambar 11. Proses Pembuatan Media


83

Gambar 12. Proses Peremajaan

Bakteri Uji
84

Gambar 13. Bakteri Uji (E.coli, Salmonella, B. cereus dan S. aureus)


85

Gambar 14. Perhitungan Jumlah Koloni


86

Gambar 15. Proses Pelaksanaan

Uji Daya Hambat


87

Gambar 16. Pengukuran Diameter

Daya Hambat

Anda mungkin juga menyukai