Anda di halaman 1dari 113

UNIVERSITAS INDONESIA

NANOENKAPSULASI EKSTRAK DAUN


SAMBILOTO(Andrographis paniculata) SEBAGAI INHIBITOR
α-GLUKOSIDASE PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

FARISA IMANSARI
1206212426

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2016

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

NANOENKAPSULASI EKSTRAK DAUN


SAMBILOTO(Andrographis paniculata) SEBAGAI INHIBITOR
α-GLUKOSIDASE PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

FARISA IMANSARI
1206212426

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2016

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

iii
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


HALAMAN PENGESAHAN

iv
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi ini. Pembuatan
makalah skripsi yang berjudul “Nanoenkapsulasi Ekstrak Daun
Sambiloto(Andrographis Paniculata) Sebagai Inhibitor α-Glukosidase Pada
Penderita Diabetes Mellitus‖ merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknologi Bioproses pada Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada:
1. Kepala Departemen Teknik Kimia, Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono,
M.Sc., Ph.D., atas seluruh kinerjanya sehingga penulis dapat mendapatkan
pendidikan di DTK UI dengan sangat baik,
2. Dosen pembimbing penulis, Ir. Rita Arbianti, M.Si., dan Dr. Tania Surya
Utami, S.T., M.T. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
dalam membimbing dan mengarahkan penulis,
3. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan
materi, serta selalu mendoakan penulis dalam mencapai cita – citanya
4. Yusrina Ilmia Rosa, Irsalina Imansari dan Kurnia Imansari selaku kakak
dan saudara kembar penulis yang selalu memberikan semangat dan juga
mendoakan saya
5. Bpk. Bambang dan Ibu Nihayah selaku kakek dan nenek penulis yang
senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis
6. Rekan satu topik penulis, Khansa Zahrani, yang selalu menjadi teman
diskusi dalam skripsi ini, menjadi tempat berkeluh kesah, dan selalu
memberi semangat kepada penulis
7. Teman-teman satu kelompok riset Khansa Fhani, Septi, Laras, Etri, Gina,
Mariana, Nathania, Guruh yang selama penyusunan skripsi saling
mengingatkan dan memberi semangat.

v
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


vi

8. Sahabat penulis, Claudia Harfian yang selalu menjadi teman berkeluh


kesah, menemanidalam mengerjakan skripsi, dan selalu memberi semangat
kepada penulis
9. Bapak Sriyono yang telah membantu mengurus berbagai administrasi
skripsi, Mas Eko yang telah membantu dalam melakukan penelitian di
laboratorium, serta seluruh pegawai Departemen Teknik Kimia UI
10. Sri Dwi Aryani, Fhani Meliana, Ranee Devina, Widya, Amirah selaku
teman dekat penulis yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan
11. Teman – teman MPM Komisi Keuangan 2013/2014 yang senantiasa
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis
12. Teman – teman paguyuban Jombang 2012 selalu yang memberi semangat
Penulis menyadari bahwa makalah skripsi ini masih belum sempurna
sehingga kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan agar dapat
menyempurnakan makalah skripsi ini. Semoga makalah skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 22 Juni 2016

Penulis

vi
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

vii
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


ABSTRAK

Nama : Farisa Imansari


Program Studi :Teknologi Bioproses
Judul :Nanoenkapsulasi Ekstrak Daun Sambiloto(Andrographis
Paniculata) Sebagai Inhibitor α-Glukosidase Pada Penderita
Diabetes Mellitus

Sambiloto merupakan tanaman herbalyang memiliki kandungan zat aktif


utama Andrografolida yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa pada penderita
diabetes dengan cara menghambat enzim α-glukosidase.Kemampuan ekstrak daun
sambiloto dalam menurunkan kadar glukosaakan semakin meningkat dengan
adanya teknik enkapsulsi dengan penyalut berupa komposisi Kitosan-
STPPsebagai penghantar obat menuju organ target. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan gambaran profil pelepasan nanopartikel sambiloto pada media fluida
sintetik dengan variasi konsentrasi penyalutnya serta pengujian inhibisi ekstrak
keji beling dalam menghambat enzim α-glukosidase. Penelitian ini menghasilkan
nanopartikel dengan efesiensi penyalutan dan loading capacity terbesar pada
variasi kitosan 2% dan STPP 1% sebesar 60% dan 46,29%. Kemampuan ekstrak
sambiloto sebagai inhibitor enzim α-glukosidase jugatelah dibuktikan dalam
penelitian ini, dengan persen inhibisi sebesar 33,17%. Profil pelepasan dengan
karakter penyalut yang resisten pada kondisi lambung diperoleh pada variasi
Kitosan 1%:1,5%.

Kata Kunci: Diabetes Mellitus, Andrografolida, Enkapsulasi, Enzim α-


glukosidase, Profil Pelepasan

viii
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


ABSTRACT

Name : Farisa Imansari


Major : Teknologi Bioproses
Title : Nanoencapsulation of Andrographis paniculata Extract As
α-Glucosidase Inhibitor in Patients with Diabetes Mellitus

Andrographis paniculata(A.paniculata) contain the main active substances


Andrografolidawhich helps lower glucose levels in diabetics by inhibiting the
enzyme α-glucosidase. The ability of the extract A.paniculatain lowering glucose
levels will increase with the technique enkapsulation with a coating of
composition Chitosan-STPP as a drug delivery to the target organ. This study
aimed to get an overview of A.paniculata release profile of nanoparticles in a
synthetic fluid media with various concentrations of coating and inhibition testing
nasty shard extract in inhibiting the enzyme α-glucosidase. This research resulted
in nanoparticles by coating efficiency and loading capacity of chitosan greatest
variation of 2% and 1% STPP 60% and 46.29%. The ability of
A.paniculataextracts as α-glucosidase enzyme inhibitors has been demonstrated in
this study, the percent inhibition of 33.17%. The release profile of the character of
a coating which is resistant to gastric conditions Chitosan is obtained on the
variation of 1%: 1.5%.

Keyword: Diabetic Mellitus, Andrographolide, Encapsulation, α-Glukosidase


Enzyme, Release Profile

ix
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 4
1.4. Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1. Diabetes Melitus ....................................................................................... 6
2.1.1. Klasifikasi Diabetes miletus .............................................................. 6
2.1.2. Pengobatan Diabetes Miletus ............................................................ 9
2.2. Sambiloto................................................................................................ 10
2.2.1. Klasifikasi Sambiloto ...................................................................... 11
2.2.2. Kandungan Fitokimia ...................................................................... 11
2.2.3. Andrografolida ................................................................................ 11
2.2.4. Enzim α-glukosidase ....................................................................... 13
2.2.5. Mekanisme Kerja Andrografolida................................................... 15
2.3. Nanopartikel ........................................................................................... 16
2.3.1. Kitosan ............................................................................................ 18
2.3.2. Pembuatan Nanopartikel dengan Metode Gelasi Ionik ................... 21
2.4. Mekanisme Pelepasan ............................................................................ 23
2.5. Metode Ekstraksi .................................................................................... 25
2.5.1. Metode ekstraksi dengan sonikasi ................................................... 26
2.6. Kromatografi Lapis Tipis ....................................................................... 26
2.7. Freeze Drying ......................................................................................... 27

x
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


xi

2.8. HPLC ...................................................................................................... 29


2.9. Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase ............................................... 30
2.10. Spektofotometri UV-Vis ..................................................................... 31
2.11. Rekam Jejak Penelitian ....................................................................... 32
BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 37
3.1. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 38
3.2. Variabel Penelitian ................................................................................. 39
3.2.1. Variabel Tetap..................................................................................... 39
3.2.2. Variabel Bebas .................................................................................... 39
3.2.3. Variabel Terikat .................................................................................. 39
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 40
3.4. Prosedur Penelitian ................................................................................. 42
3.4.1. Pengumpulan Bahan Tanaman........................................................ 42
3.4.2. Preparasi Sampel ............................................................................. 42
3.4.3. Ekstraksi .......................................................................................... 43
3.4.4. Uji KualitatifFitokimia .................................................................... 43
3.4.5. Pembuatan Nanopartikel ................................................................. 44
3.4.6. Uji penghambatan α-glukosidase secara in-vitro ............................ 45
3.4.6.1. Pembuatan larutan buffer fosfat pH 6,8 ....................................... 45
3.4.6.2. Pembuatan larutan substrat .......................................................... 46
3.4.6.3. Pembuatan larutan pembawa enzim ............................................ 46
3.4.6.4. Pembuatan larutan enzim ............................................................ 46
3.4.6.5. Pembuatan Na2CO3 0,2 M ........................................................... 46
3.4.6.6. Penyiapan larutan sampel ekstrak kasar ...................................... 46
3.4.6.7. Penyiapan larutan sampel ekstrak yang telahternanoenkapsulasi 46
3.4.6.8. Penyiapan larutan sampel Acarbose (obat kimia) ....................... 46
3.4.6.9. Penyiapan larutan sampel Diabetano (obat herbal) ..................... 47
3.4.6.10. Optimasi konsentrasi enzim α-glukosidase ............................. 47
3.4.6.11. Pengujian aktivitas inhibisi enzim α-glukosidas ekstrak ......... 48
3.4.6.12. Pengujian aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak 48
3.4.7. Uji Profil Pelepasan pada Media Fluida Sintetik ............................ 49
3.4.7.1. Preparasi media fluida sintetis ..................................................... 49
3.4.7.2. Preparasi kurva kalibrasi pelepasan pH 1,2 ................................. 49
3.4.7.3. Preparasi kurva kalibrasi pelepasan pH 7,4 ................................. 49

xi
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


xii

3.4.7.4. Pelepasan obat pada fluida sintesis secara seri ............................ 50


3.4.8. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis ......................................... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 53
4.1 Ektraksi Daun Sambiloto........................................................................ 53
4.2 Analisis Keberadaan Andrografolida di dalam Ekstrak dengan Metode
KLT 54
4.3 Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto ................................................... 56
4.3.1. Efesiensi penyalutan dan loading capacity ..................................... 60
4.3.2. Determinasi Analitis Morfologi Menggunakan FE-SEM ............... 62
4.3 Uji Inhibisi .............................................................................................. 67
4.4 Profil Pelepasan Matriks Secara Seri ..................................................... 72
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 76
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 76
5.2 Saran ....................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78
LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
Lampiran A. Proses Ekstraksi Pelaksanaan Penelitian ..................................... 83
A.1. Proses Ekstraksi..................................................................................... 83
A.2. Proses Uji Fitokimia .............................................................................. 83
A.3. Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto ............................... 84
A.3. Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto ............................... 85
Lampiran B. Perhitungan Data Hasil Percobaan............................................... 85
B.1. Pengolahan Data Proses Ekstraksi......................................................... 85
B.2. Perhitungan Rf Kromatografi Lapis Tipis Andrografolida ................... 86
B.3. Perhitungan Efisiensi Penyalutan .......................................................... 87
B.5. Perhitungan Loading capacity ............................................................... 88
Lampiran C. Perhitungan Persen Inhibisi Enzim .............................................. 88
C.1. Optimasi Konsentrasi Enzim ................................................................. 88
C.2. Persen Inhibisi Sampel .......................................................................... 89
C.2. Grafik % Inhibisi ................................................................................... 93
Lampiran D. Perhitungan Rilis Kumulatif ........................................................ 95
D.1.Kurva Kalibrasi Media Fluida Sitetis ..................................................... 95
D.2.Data Uji Pelepasan Kumulatif ................................................................ 96

xii
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1Letak sel Beta di dalam pankreas ........................................................ 7


Gambar 2. 2 Tanaman sambiloto .......................................................................... 10
Gambar 2. 3 Struktur molekul andrografolida ...................................................... 12
Gambar 2. 4 Spektrum KLT-Spektrofotodensitometri dari andrografolida.......... 12
Gambar 2. 5 Mekanisme enzim α-glukosidase ..................................................... 14
Gambar 2. 6 Mekanisme kerja andrografolida ...................................................... 16
Gambar 2. 7 Struktur (a) kitin dan (b) kitosan ...................................................... 19
Gambar 2. 8 Ikatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b) intramolekuler .. 20
Gambar 2. 9Pembentukan nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik ....... 21
Gambar 2. 10 Contoh profil pelepasan insulin dari nanopartikel ......................... 23
Gambar 2. 11 Rangkaian alat HPLC ..................................................................... 29
Gambar 2. 12 Reaksi enzimatis α-glukosidase dan (PNPG) ................................. 30
Gambar 3. 1 Diagram Penelitian ........................................................................... 38
Gambar 4. 1 Hasil uji KLT ................................................................................... 55
Gambar 4. 2 Interaksi kitosan dengan TPP ........................................................... 58
Gambar 4. 3 Nanopartikel ekstrak daun sambiloto ............................................... 58
Gambar 4. 4 Nanopartikel ekstrak setelah di sonikasi .......................................... 59
Gambar 4. 5 Nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto ........................................ 60
Gambar 4. 6 Hasil uji FE-SEM ............................................................................. 64
Gambar 4. 7 Perbandingan uji inhibisi seluruh sampel......................................... 69
Gambar 4. 8 Persen rilis kumulatif variasi 1, variasi 2, dan variasi 3 ................... 73

xiii
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Rekam jejak penelitian ......................................................................... 35


Tabel 4. 1 Presentase rendemen tiap ekstrak ........................................................ 54
Tabel 4. 2 Hasil efesiensi penyalutan dan drug loading........................................ 61
Tabel 4. 3 Diameter ukuran partikel pada variasi 1, variasi 2, dan variasi 3 ........ 65
Tabel 4. 4 Absorbansi enzim alfa glukosidase ...................................................... 67
Tabel 4. 5 Kadar Andrografolida dalam nanoenkapsulasi .................................... 70

xiv
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Miletus (DM) adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan
namun kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimalkan mungkin
dengan kontrol metabolik yang baik.DM merupakan penyebab utama dari
morbiditas dan mortalitas di dunia. Mortalitas pada DM meningkat dua kali
lebih tinggi disebabkan adanya komplikasi DM yang meliputi penyakit
kardiovaskuler, retinopati, nefropati, dan neuropati DM (Gaede et al., 2008).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar
keempat di dunia. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan dari
8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030
mendatang (WHO,2000). Secara garis besar DM terbagi menjadi 2 tipe yaitu, DM
tipe 1 atau insulin-dependent diabetes miletus (IDDM) dan DM tipe 2 atau
noninsulin-dependent diabetes miletus (NIDDM). DM tipe 1 merupakan suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Sementara itu,DM tipe 2 terjadi akibat gangguan pengikatan glukosa oleh
reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita
tidak tergantung pada pemberian insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas yang disebabkan
reaksi autoimun (WHO, 1999).Selβpankreasmerupakan satu-satunya sel tubuh
yang menghasilkaninsulinyangberfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam
tubuh. Bila kerusakanselβpankreastelah mencapai 80-90% maka gejala DMmulai
muncul. Kerusakan fungsi sel β pankreas karena kekuranganinsulin dan amylin
secara absolut dapat menyebabkan hiperglikemia.Hiperglikemia adalah keadaan
dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Dalam perkembangannya, usaha pengobatan secara farmakologi bagi
penderita diabetes sudah banyak digunakan, diantaranya,denganterapi obat
hipoglikemik oral seperti sulfonilurea dan acarbose, terapi insulin yang berguna

1
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


2

untuk menstabilkan kadar gula darah, atau kombinasi keduanya. Terapi insulin
merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β
Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di
dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Tetapi obat-obat antidiabetes yang
digunakan sering kali menimbulkan berbagai efek samping seperti halnya terapi
insulin pada DMtipe I (Dennis et al., 2005). Efek samping yang terjadi adalah
penurunan kadar glukosa darah di bawah normal dan obesitas.
Ekstrak tanaman herbal sambiloto (Andrographis paniculata) memiliki
kandungan zat aktif utama yaitu Andrografolida yang bertanggung jawab
terhadap aktivitas farmakologi (Widyawati, 2007; Niranjan et al., 2010) dan
berkhasiat sebagai antidiabetes. Andrografolidadapat merangsang pelepasan
insulin dan menghambat absorpsi glukosa melalui α-glukosidase dan α-amilase
(Subramanian et al., 2008).Berdasarkan hasil penilitian uji in-vitro, presentase
maksimum penghambatan α-glukosidase sebesar 89% pada konsentrasi 62.5
mg/ml sedangkan untuk enzimα-amilasemencapai 52,5% pada konsentrasi 62,5
mg/ml. Enzimα-glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat
menjadi glukosadan monosakarida lainnya diusus halus. Inhibisi terhadapenzim
ini menyebabkan penghambatan absorbsi glukosa, sehingga menurunkan keadaan
hiperglikemia setelah makan.Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat
enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakaridadi dalam
lumen usus halus(Info Obat Indonesia2009)
Namun, sambiloto memiliki sifatyang kurang larut dalam air, membatasi
distribusi bio,tidak stabil dalam kondisi basa dan asam pada pencernaan yang
ekstrem, dan memiliki waktu paruh biologis sangat pendek (2 jam). Enkapsulasi
terbukti dapat menjaga ekstrak herbal dari pengaruh perubahan termperatur,
penguapan, oksidasi, dan mencegah kerusakan yang disebabkan oleh cahaya
(Gupta et al., 2006).
Penerapan nanoteknologi tersebut dapat membantu
permasalahansambiloto dalam menghantarkan senyawa aktif kedalam tubuh.
Keuntungan dari penerapannanoteknologi diantaranya meningkatan area

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


3

permukaan, meningkatkan kelarutan, meningkatkan bioavailabilitas dalam


pemberian secara oral, dan proteksi obat dari degradasi.Kelebihan utama dari
nanopartikel adalah teknologi ini dapat mempertahankan pelepasan pada jangka
waktu yang lama.
Polimer yang memudahkan dalam penyiapan nanopartikel dapat dipilih
berupa polimer yang larut air. Salah satu polimer yang larut air adalah kitosan.
Kitosan memiliki sifat yang ideal, yaitu biocompatible, biodegradable, tidak
beracun, dan tidak mahal (Tiyaboonchai, 2003). Di samping itu, kitosan
merupakan polisakarida pada urutan kedua dalam hal ketersediaannya di alam dan
termasuk sebagai polielektrolit kationik (Wu et al., 2005). Kitosan tidak larut
dalam asam fosfat dan asam sulfat. Kitosan tersedia dalam rentang berat molekul
dan derajat deasetilasi yang luas. Pengunaan kitosan sebagai enkapsulator telah
banyak digunakan sebelumnya, diantaranya, penyalutan vitamin C dengan kitosan
(Desai dan Park, 2005), penyalutan katekin teh dengan kitosan (Hu et al., 2008),
dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa nanopartikel kitosandapat
memperbaiki absorpsi insulin dan memilikikemampuan berinteraksi dengan
mukosa usus(Alonso et al. 2005).Penggunaan kitosan sebagai enkapsulator juga
memiliki kelemahan yaitu, sifat mekanik kitosan yang rapuh harus distabilkan
dengan natrium tripoliposphat (STPP) sebagai ikatan silangnya, sehingga ketika
melewati pH yang sangat asam, matriks kitosan yang terbentuk masih belum
meluruh dan zat aktif tidak terlepas sebelum mencapai target. Dalam hal ini
sangatlah penting untuk meninjau profil release dari ekstrak daun sambiloto yang
telah dinanoenkapsulasi dengan penyalut kitosan agar mengetahui kinerja obat
tersebut didalam tubuh untuk mengurangi kadar glukosa darah bagi penderita
diabetes serta aktivitas penghambatan α-glucosidase ekstrak A. paniculata dan
andrografolida yang tersalutkan kitosan secara in vitro.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


4

1.2. Perumusan Masalah


Adapun masalah yang timbul akibat masalah ini dan ingin diselesaikan
lewat penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh rasio konsentrasi kitosan : STPP sebagai
nanoenkapsulator dari variasi 1%:1% ; 1%:1,5% ; dan 1%:2% yang
menghasilkan persen loading capacity dan efisiensi penyalutan optimum?
2. Bagaimana pengaruhvariasi konsentrasi ekstrak daun sambiloto dalam
nanoenkapsulator terhadap aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase?
3. Bagaimana perbandingan uji aktivitas inhibisi enzimα-glukosidase ekstrak
etanol daun sambiloto, nanopartikel ekstrak etanol daun sambiloto, obat
akarbose, dan Diabetano terhadap aktivitas antidiabtes?
4. Bagaimana karakteristik matriks nanopartikel ekstrak daun sambiloto yang
dapat menggambarkan profil pelepasan yang baik terhadap organ pencernaan
melalui simulasi media fluida sintetik?

1.3. Tujuan
Untuk menganalisis profil pelesapasan degradasi kitosan yang berkaitan
dengan pola kecenderungan pelepasan pada sediaan nanoenkapsulasi ekstrak
sambiloto tersalutkan kitosan didalam media sintetik fluida.
1. Mendapatkan rasio konsentrasi kitosan : STPP yang menghasilkan persen
loading capacity dan efisiensi penyalutan optimum
2. Mendapatkan persentase inhibisi enzim α-glukosidase oleh nanoenkapsulasi
ekstrak daun sambiloto sebagai inhibitor.
3. Mendapatkann gambaran profil pelepasan nanopartikel ekstrak daun sambiloto
berbasis perbandingan kitosan-STPP di dalam media fluida sintetik organ
pencernaan sampai ke target pelepasan .

1.4. Batasan Masalah


1. Ekstrak sambiloto yang digunakan sebagai antidiabetes berasal dari daun
sambiloto
2. Ektraksi dilakukan dengan metode sonikasi dengan rotary evaporator
3. Tidak dilakukan isolasi senyawa bioaktif untuk tujuan klasifikasi struktural

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


5

4. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%


5. Uji kualitatif fitokimia andragrafolida menggunakan kromatografi lapis tipis
6. Nanoenkapsulasi ekstrak sambiloto dilakukan dengan metode freeze drying
7. Analisis profil pelepasan dilakukan secara in vitro menggunakan simulasi
fluida sintesis dengan target pelepasan usus halus.
8. Evaluasi dari metode penelitian dilakukan dengan spektrofotometri sinar
tampak

1.5. Sistematika Penulisan


Secara rinci sistematikan penulisan dalam laporan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah penilitian, tujuan penelitian,
batasan masalah dan sistematika penulisan;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi mengenai teori-teori dasar dan tinjauan-tinjauan ilmiah yang
mendasari penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi rancangan umum penilitian, diagram alir penelitian, alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, serta metode
analisis dalam penelitian;
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi analisis data yang diperoleh dari penelitian dan serta pembahasannya.
Adapun pembahasan dari analisis meliputi hasil ekstraksi daun sambiloto, uji
kualitatif ekstrak daun sambiloto, nanopartikel ekstrak daun sambiloto dengan
variasi penyalut, pengujian karakteristik nanopartikel dengan determinasi analisis
menggunakan FTIR dan FESEM, analisis uji inhibisi Enzim α-glukosidase oleh
ekstrak daun sambiloto sebagai inhibitor, serta.analisis profil pelepasan,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi ringkasan dari hasil pencapaian tujuan penelitian serta saran optimalisasi
untuk penilitian selanjutnya.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus


Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). Insulin dibuat di pankreas, organ yang
terletak di belakang perut. Pankreas mengandung kelompok sel yang disebut
islets. Sel beta dalam islets membuat insulin dan melepaskannya ke dalam
darah.Jika sel-sel beta tidak memproduksi insulin yang cukup, atau tubuh tidak
merespon insulin yang hadir, glukosa akan menumpuk dalam darah dan bukannya
diserap oleh sel-sel dalam tubuh, sehingga menyebabkan pradiabetes atau
diabetes. Pradiabetes adalah suatu kondisi di mana kadar glukosa darah atau A1C
mencerminkan kadar glukosa darah rata - rata lebih tinggi dari normal tetapi tidak
cukup tinggi dikatakan diabetes. Pada diabetes, sel-sel tubuh kekurangan energi
meskipun kadar glukosa darah tinggi.
DM merupakan penyakit yang diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin.Obesitas juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya DM, salah satu alasan bahwa obesitas menurunkan jumlah reseptor
insulin didalam sel target insulin di seluruh tubuh, sehingga membuat jumlah
insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin
yang biasa (Guyton 1997).

2.1.1. Klasifikasi Diabetes miletus


Dalamperkembangannya, terdapat kecenderungan untuk melakukan
mengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya yang terbagi menjadi 4
tipe yaitu Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga Diabetes
Melitus Tipe 1, "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM) yang

6
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


7

disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional, dan Pra-
diabetes(DepKesRI, 2005).
DM tipe 1 ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang
disebabkan oleh reaksi otoimun. Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas
terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi
insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel σ memproduksi
hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β. Gambar 2.1 menunjukkan letak pulau langerhans.

Gambar 2. 1Letak sel Beta di dalam pankreas

Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas


langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah
yangmenyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain
defesiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon
yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia
akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita
DMWalaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe
1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi
penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang
diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini,
salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam
lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


8

jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme
glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh.
Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor
glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa (DepKesRI, 2005).
DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-
anak populasinya meningkat. Penyebab DM Tipe 2 berbeda dengan DM Tipe 1,
pada awalnya penderita DM Tipe 2 dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai ―Resistensi Insulin‖(DepKesRI, 2005).
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah
keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan,
dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita
hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua.Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa
depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko
tersebut(DepKesRI, 2005).
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Kondisi pra-diabetes

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


9

merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila
tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi
diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun(DepKesRI, 2005).

2.1.2. Pengobatan Diabetes Miletus


Pada dasarnya terdapat dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes,
yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan
obat.Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Penurunan berat
badan dengan cara diet dan olahraga telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai,
dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau
terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.Terapi insulin merupakan
satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans
kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen
untuk membantu agar metabolismekarbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi
insulin, namun hampir 30%ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi
hipoglikemik oral.Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang
umumnya dikemas dalam bentuk vial.
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II.Pemilihan obat hipoglikemik oral bergantung pada
tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan mekanisme kerjanya,
obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu obat-obat yang
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinida, sensitiser insulin
(obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin) meliputi
obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, dan inhibitor
katabolisme karbohidrat diantaranya inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


10

hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia) (Dirjen Bina Kefarmasian


dan Alat Kesehatan, 2005).

2.2. Sambiloto
Sambiloto yang juga dikenal sebagai ― King of Bitters ‖ bukanlah tumbuhan
asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Tinggi tanaman ini berkisar antarra
40-90 cm, memiliki batang berkayu. Daunnya berbentuk lanset dengan ujung dan
pangkal daun yang agak taja; berwarna hijau dengan permukaan halus dan bertepi
rata dengan panjang 3-12 cm dan lebar 1-3 cm.Cabang berbentuk segi empat dan
tidak berbulu, daun bagian atas cabang berbentuk seperti daun pelindung, bunga
tegak dan bercabang berbentuk tabung dan berbibir dengan bibir atas bunga
berwarna putih dengan warna kuning di bagian kepala serta bibir bunga bawah
berbentuk baji berwarna ungu. Buah Sambiloto berbentuk jorong dengan ujung
yang tajam (Muhlisah 1998). Gambar 2.2 menunjukkan morfologi tanaman
sambiloto.

Gambar 2. 2Tanaman sambiloto (Ratnani et al., 2012)

Tanaman ini ditemukan di dataran rendah dan tinggi, dan di tempat


naungan. Tanaman ini sering ditemukan tumbuh liar di tempat terbuka. Daerah
penyebaran dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m dan atas permukaan
laut, tetapi sering ditemukan tumbuh di bawah ketinggian 100 m di atas
permukaan laut(Muhlisah 1998).

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


11

2.2.1. Klasifikasi Sambiloto


Sambiloto (Andrographis paniculataL. Ness) merupakan salah satu tanaman
obat yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan di Indonesia dan
dinyatakan sebagai bahan obat fitofarmaka yang aman. Badan POM memasukkan
tanaman ini sebagai tanaman unggulan untuk dikembangkan dalam industri obat
fitofarmaka (Royani et al ., 2014)
Berikut adalah klasifikasi sambiloto (Prapanza et al., 2003)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Super Divisi : Spermathopyta (Tumbuhan Berbiji)
Divisi : Mangnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Kelas :Mangnoliopsida (Tumbuhan Berkeping Dua)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Species :Andrographis paniculata Nees
2.2.2. Kandungan Fitokimia
Sambiloto mengandung diterpene, lakton, dan flavanoid. Flavanoid
terutama ditemukan diakar tanaman, tetapi juga ditemukan pada bagian
daun.Didalam flavonoid terkandung senyawalain yaitu polymethosyflavone,
andrographin, panicolin, mono-o-methylwithin, apigenin -7, 4-dimetyl eter,
alkena, ketone, aldehyde, kalium, kalsium, natrium, asam kersik, dan
damar.Pada lakton kandungan kimia tertinggi terdapat pada daun dan cabang
sambiloto. Terdapat empat senyawa lakton yang ditemukan dalam daun sambiloto
yaitu, deoksiandrografolida, andrografolida, neoandrografolida dan 14-deoksi-11,
12-didehidroandrofolida (Ratnani et al., 2012). Andrografolida merupakan zat
aktif utama dari tanaman ini.

2.2.3. Andrografolida
Andrografolidamerupakan zat aktif utama dari tanaman ini. Adrografolida
termasuk kedalam kelompok trihidroksilakton berupa kristal tak berwarna dan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


12

mempunyai rasa yang sangat pahit dengan rumus molekul C20H30O5 (Chao dan
Lin, 2010). Gambar 2.3 menunjukkan struktur molekul andrografolida.

Gambar 2. 3Struktur molekul andrografolida (Ratnani et al., 2012)

Andrografolida mudah larut dalam metanol etanol, piridin, asam asetat,


dan aseton, tetapi sedikit larut dalam eter dan air. Secara fisika memiliki titik
leleh 228-230oC (Royani et al., 2014). Spektrum ultraviolet dalam
etanolλmaskimal 223nm (Kumoro, 2007), sedangkanspektrum ultraviolet pada
metanol λ 230(Depkes RI, 2010). Dalam bentuk kristalnya andrografolida akan
terdekomposisi apabila disimpan pada suhu 70 ̊C dengan kelembaban relatif
sebesar 75% selama 3 bulan (Royani et al., 2014).
Andrografolida tersebar sekitar 4%, 0,8-1,2% dan 0,5-6% pada ekstrak
herba yang dikeringkan pada batang, dan daun (Chao dan Lin, 2010). Kadar
senyawa andrografolid di dalam daun, memiliki jumlah tertinggi yaitu sebesar
2,5-4,8% dari berat keringnya (Prapanza dan Marito, 2003). Gambar 2.4
menunjukkan panjang gelombang andrografolida menggunakan spektrum KLT
spektofotodensitometri.

Gambar 2. 4Spektrum KLT-Spektrofotodensitometri dari andrografolida pada panjang gelombang


235 nm (Pawar, 2010)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


13

Penelitian lain menunjukan kadar andrografolida didalam ekstrak


kloroform sebesar 16,6% pada daun dan presentase kandungan andrografolid
dalam ekstrak etanol sebanyak 16,8%. Kadar ini sudah sesuai dengan ketentuan
DepKes RI (2009) bahwa kandungan andrografolid dalam ekstrak sambiloto
sebesar >15% (Rais, 2014).

2.2.4. Enzim α-glukosidase


Enzim α-glukosidase berfungsi memecah karbohidrat menjadi glukosa pada
usus halus manusia. Karbohidrat akan dicerna oleh enzim didalam mulut dan usus
menjadi gula yang lebih sederhana yang kemudian akan diserap ke dalam tubuh
dan meningkatkan kadar gula darah. Proses pencernaan karbohidrat tersebut
menyebabkan pankreas melepaskan enzim α-glukosidase ke dalam usus yang
akan mencerna karbohidrat menjadi oligosakarida yang kemudian akan diubah
lagi menjadi glukosa oleh enzim α-glukosidase yang dikeluarkan oleh sel – sel
usus halus yang kemudian akan diserap ke dalam tubuh.
Enzim α-glukosidase merupakan jenis enzim hidrolase yang mengatalisis
reaksi hidrolisis terminal non pereduksi dari substrat menghasilkan α-glukosa.
Enzim α-glukosidase (E.C.3.2.1.20) berperan dalam metabolisme pati dan
glikogen pada jaringan tumbuhan dan hewan yang dicirikan oleh berbagai substrat
yang mengenalinya yaitu maltosa, glukosamilosa, sukrosa, dan sebagainya
(Purwatresna, 2012).
Inhibitor alfa glukosidase dapatmenghambat penyerapan karbohidrat
makanan dan menekan hiperglikemia postprandial. Oleh karena itu,
penghambatan α-glukosidase bisa menjadi salah satu pendekatan yang paling
efektif untuk mengendalikan diabetes.Mekanisme enzim α-glukosidase dapat
dilihat pada Gambar 2.5.Inhibitorα-glukosidase adalah kelas obat
antihiperglikemik yang sering diberikan kepada individu dengan diabetes tipe 2
sebagai cara untuk mengendalikan kadar glukosa post-prandial (Holman et al,
1999;. Krentz & Bailey, 2005; Mooradian & Thurman, 1999). Kontrol tersebut
telah terbukti menjadi penting dalam mencegah perkembangan gangguan toleransi
glukosa terhadap diabetes tipe 2 dengan menurunkan hiperglikemia post-prandial
disebut juga ―starch-blocker‖ dan hiperinsulinemia, sehingga mengurangi
resistensi insulin dan tekana pada selpankreas (Scheen, 2003).

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


14

Hidrolisis dan Absorpsi Glukosa


Gambar 2. 5 Mekanisme enzim α-glukosidase

Akarbose juga merupakan salah satu obat oral yang berperan dalam
menghambat enzim alfa glukosidase. Namun, akarbose lebih ditujukkan untuk
menghambat aktivitas alfa amilase di dalam usus seperti glukoamilase (90%),
sukrase (65%), maltase (60%) dan isomaltase (10%) (Sim, 2010) .Obat ini hanya
mempengaruhi kadar glukosa darahpada waktu makandan tidak mempengaruhi
kadar glukosa darah setelah itu.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


15

2.2.5. Mekanisme Kerja Andrografolida


Andrografolida memiliki bioavailabilitas yang tinggi pada manusia. Setelah
pemberian peroral, 20 mg andrografolida segera diabsorbsi, mencapai nilai
puncak plasma dalam waktu 1,5 sampai 2 jam dengan waktu paruh 6,6
jam.Sementara pada penelitian lainnya menunjukkan waktu paruh andrografolida
relatif singkat, kurang lebih dalam waktu 2 jam. Setelah 72 jam, hampir 90%
andrografolidadieksresikan.Sebagian besar eksresinya ini melalui urin,sebagian
lainnya melalui saluran cerna.Pada beberapa studi dikatakan bahwa 80 persen
dari dosis andrografolida yang dikonsumsi akan dieksresikan dari tubuh dalam
waktu 8 jam (Widyawati, 2007).
Sebagai antidiabetes, ekstrak etanol herba sambiloto mempunyai efek
menurunkan glukosa darah pada mencit diabetes yang diinduksi dengan aloksan.
Efek antidiabetes meningkat dengan peningkatan dosis pada kisaran dosis yang
diberikan (0,5-2,0 g/kg BB). Kandungan andrografolid berperan dalam perbaikan
sel-sel β-insulin Langerhans dan meningkatkan sekresi insulin (Yulinah et al.,
2001; Hosain et al., 2007). Andrografolid dapat mengaktifkan α1-ARs yang
meningkatkan sekresi β-endorfin yang dapat merangsang opioid Μ-reseptor untuk
mengurangi glukoneogenesis hepatik dan meningkatkan penyerapan glukosa
dalam otot soleus (meningkatkan ekspresi GLUT 4), mengakibatkan penurunan
plasma glukosa tikus diabetes tipe 1 yang diinduksi oleh streptozotosin (Yu et al.,
2008; Ahmad et al., 2007; Akbar, 2011; Nugroho et al., 2012).
Dilaporkan pula enzim α-glukosidase seperti maltase, sukrase, isomerase,
dan glukomerase berfungsi menghidrolisis oligosakarida menjadi glukosa,
fruktosa dan monosakarida pada dinding usus halus yang dapat dihambat oleh
senyawa andrografolida sebagai inhibitorα-glukosidase.Penghambatan aktivitas
enzim ini efektif dalam mengurangi pencernaan karbohidrat dan proses
absorbsinya dalam usus halus sehingga dapat menurunkan kadar gula darah post
prandial penderita diabetes mellitus. Senyawa obat ini hanya berpengaruh
terhadap penurunan kadar gula darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi
kadar gula darah setelahnya. Inhibitor α-glukosidase juga dapat menghambat
aktivitas enzim α-amilase dalam menghidrolisis polisakarida dalam lumen usus

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


16

(DepKes RI, 2005). Mekanisme kerja andrografolida dalam menghambat enzim


α-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2. 6Mekanisme kerja andrografolida dalam menghambat enzim α-glukosidase

2.3. Nanopartikel
Nanopartikel merupakan dispersi partikel atau partikel padat yang memiliki
ukuran antara 1 sampai 1000 nm. Nanopartikel mengandung material
makromolekul dan dapat digunakan secara terapetik sebagai adjuvant pada vaksin

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


17

atau drug carriers, dimana zat aktif akan terlarut,terjerap, terenkapsulasi atau
menempel kedalam matriks nanopartikel (Allemann et a.l, 1993).
Tujuan utama pembuatan sistem nanopartikel sebagai salah satu sistem
penghantaran obat adalah untuk mengontrol ukuran partikel, karakter permukaan
dan pelepasan farmakologi dari zat aktif sehingga tercapai aksi obat yang
spesifik secara terapeutik dengan kecepatan dan regimen dosis yang optimal
(Mohanraj dan Chen, 2006). Secara singkat, sistem nanopartikel membantu untuk
meningkatkan stabilitas obat/protein dan bermanfaat untuk menghasilkan sistem
pelepasan obat yang terkontrol.Mohanraj dan Chen (2006) menjelaskan
keuntungan dari pemanfaatan nanopartikel dalam sistem penghantaran obat,
antara lain:
a. Ukuran partikel dan karakteristik nanopartikel dapat dengan mudah
dimodifikasi untuk mencapai baik target obat pasif maupun aktif secara
penggunaan parenteral.
b. Nanopartikel mengontrol dan menunda proses pelepasan obat selama
transportasi dan pada saat sampai di tempat pengobatan, mengubah
distribusi organ dari obat dan juga klirens obat dengan tujuan untuk
meningkatkan efikasi terapi obat dan mengurangi efek samping.
c. Karakteristik pelepasan terkontrol dan degradasi partikel dapat dengan
mudah diubah sesuai dengan pemilihan matriks yang digunakan.
d. Drug loading umumnya tinggi dan obat dapat digabungkan ke dalam
sistem tanpa adanya reaksi kimia. Hal ini merupakan faktor penting untuk
menjamin aktivitas obat.
e. Target obat yang spesifik dapat tercapai dengan menempelkan ligan yang
tertarget pada permukaan partikel atau melalui teknik magnetik.
f. Sistem nanopartikel dapat digunakan untuk berbagai rute administrasidan
sasaran pengobatan, termasuk oral, nasal, parenteral, intra-okular, dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan nanopartikel masuk ke dalam sistem
peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan.

Nanopartikel dapat disiapkan dari berbagai macam material, seperti protein,


polisakarida, dan protein sintetik. Preparasi nanopartikel yang paling sering
dilakukan adalah menggunakan tiga metode sebagai berikut: dispersi polimer;

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


18

polimerisasi dari monomer; dan gelasi ionik atau koaservasi dari polimer
hidrofilik.
Pemilihan bahan matriks (polimer) memiliki pengaruh dalam proses
menembus membran saluran intestinal. Beberapa polimer dapat bersifat
mukoadhesif seperti pada alginat, namun juga ada polimer yang membuka
epithelial tight junction seperti pada kitosan. Kedua karakteristik tersebut
mempermudah proses interaksi kompeks nanopartikel dengan permukaan mukus
dan memperpanjang waktu aksi. Pemilihan matriks (polimer) yang digunakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ukuran nanopartikel yang
diinginkan; karakteristik dasar obat yang digunakan, seperti kelarutan dan
stabilitasnya; karakteristik permukaan seperti muatan dan permeabilitasnya;
tingkat biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan toksisitas; serta profil pelepasan
obat yang diinginkan (Kreuter, 1994).
Sebuah sistem nanopartikel yang sukses adalah yang memiliki kapasitas
pembawa obat yang tinggi sehingga akan mengurangi jumlah material matriks
yang digunakan. Efesiensi enkapsulasi merupakan parameter yang
menggambarkan keberhasilan polimer memerangkap obat terlarut dalam proses
pembentukan nanopartikel Drug loading dan efisiensi enkapsulasi sangat
bergantung pada kelarutan obat yang stabil dalam material matriks atau polimer,
dimana akan berkaitan dengan komposisi polimer, bobot molekul, dan interaksi
antara obat dengan polimer. Idealnya, sistem nanopartikel yang berhasil, memiliki
kapasitas drugloading yang tinggi, sehingga mengurangi jumlah bahan matriks
(polimer) yang digunakan dalam administrasi obat. (Mohanraj dan Chen, 2006).

2.3.1. Kitosan
Kitosan merupakan polisakarida rantai lurus yang tersusun oleh manomer
glukosamin yang terhubung melalui ikatan (1-4) β-glikosidik. Kitosan diperoleh
dari proses deasetilasi kitin. Kitin merupakan poli-N-asetil-glukosamin,
sedangkan kitosan adalah kitin terdeasetilasi sebanyak mungkin tetapi tidak cukup
sempurna untuk dinamakan poli glukosamin. Struktur kitin dan kitosan
ditampilkan secara berurutan pada Gambar 2.7.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


19

Gambar 2. 7Struktur (a) kitin dan (b) kitosan (Susana, 2012)

Perubahan deasetilasi kitin menggunakan larutan NaOH pekat bertujuan untuk


mengubah gugus asetil dari kitin menjadi gugus amina pada kitosan.
Kitosan merupakan produk biologis yang bersifat kationik, nontoksik,
biodegradable, dan biokompatibel. Kitosan memilik gugus amino (NH 2) yang
relatif lebih banyak dibandingkan kitin sehingga lebih nukleofilik dan bersifat
basa. Kristalinitas kitosan disebabkan oleh ikatan hidrogen intermolekuler
maupun intramolekuler lebih rendah dibandingkan kitin sehingga lebih mudah
diaplikasikan dalam beberapa reagen. Kitosan tidak larut dalam air dan beberapa
pelarut organik seperti dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformanida (DMF),
pelarut alkohol organik dan piridin. Kitosan larut dalam asam organik/mineral
encer melalui protonasi gugus amino bebas 𝑁𝐻2 → 𝑁𝐻3 + pada pH kurang dari
6,5. Kitosan tersedia dalam rentang berat molekul dan derajat deasetilasi yang
luas. Berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD) adalah faktor utama yang
mempengaruhi ukuran partikel, pembentukan partikel, dan agregasi
(Tiyaboonchai, 2003). Untuk pemakaian dalam formulasi sediaan farmasetik,
kitosan harus memiliki persyaratan seperti berwarna putih ataukekuningan,
densitas 1,35 dan 1,40 g/cm3, pH 6,5-7,5, kandungan kelembaban <10%, derajat
deasetilasi 70-100%, material tidak larut <1%, tidak berasa, dan tidak berbau
(Miyazaki et al., 1981).

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


20

Gambar 2.8 menunjukkan ikatan hidrogen intermolekuler maupun intramolekuler

Gambar 2. 8Ikatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b) intramolekuler

Kitosan dipilih sebagai salah satu polimer yang baik untuk aplikasi
biomedis dan farmasetik karena sifat yang dimilikinya yaitu, kemampuannya
terbiodegradasi, biokompatibel, antimikroba, tidak toksik, dan antitumor. Selain
itu, kitosan dapat diaplikasikan dalam berbagai sediaan dan rute administrasi
(Kumar, 2000).
Obat akan berinteraksi dengan kitosan melalui interaksi elektrostatik, ikatan
hidrogen, dan interaksi hidrofobik (Tiyaboonchai, 2003). Selain itu, kitosan
memiliki karakter unik sebagai polimer, yakni bersifat mukoadhesif atau dapat
melekat pada permukaan mukosa. Karakteristik ini diakibatkan oleh interaksi
ionik antara gugus ammonium kuartener kitosan dengan permukaan mukus yang
bermuatan negatif. Saat melekat pada permukaan mukosa, kitosan dapat
membuka sementara tight junction antar sel-sel epithel glikoprotein, yaitu asam

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


21

sialat yang bersifat anionik. Pembukaan sementara ini memberi waktu yang lebih
panjang bagi interaksi dan transport obat ke dalam sel (Schipper et al., 1997).

2.3.2. Pembuatan Nanopartikel dengan Metode Gelasi Ionik


Proses petmbuatan nanopartikel secara garis besar memiliki dua prinsip
dasar, yaitu teknologi top down, dimana proses pembuatan partikel berukuran
nano dari bahan awal partikel yang berukuran lebih besar, dan teknolologi bottom
up, dimana partikel nano diperoleh dari dispensi molekuler suatu senyawa.
Terdapat empatmetode yang dapat digunakan untuk membuat nanopartikel
kitosan, diantaranya gelasi ionotropik, mikroemulsi, difusi emulsifikasi pelarut,
dan kompleks polielektrolit. Metode gelasi ionik merupakan metode yang paling
umum digunakan dalam penyiapan nanopartikel kitosan, karena sangat sederhana
dan mudah untuk dilakukan.
Gelasi atau pembentukan gel merupakan gejala penggabungan atau
pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jaringan tiga dimensi yang
sinambung dan dapat memerangkap air di dalamnya menjadi suatu struktur yang
kompak dan kaku yangtahan terhadap aliran bertekanan. Gel yang dapat menahan
air dalam strukturnya disebut hidrogel. Hidrogel dapat diklasifikasikan menjadi
hidrogel kimia dan hidrogel fisika. Contoh hidrogel kimia adalah hidrogel kitosan
yang berikatan silang secara kovalen (Keuteur, 1996). Gambar 2.9 menunjukkan
pembentukan nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik.

Gambar 2. 9Pembentukan nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik

Teknik preparasi kitosan menggunakan metode gelasi ionik pertama kali


dilakukan oleh Calvo dkk (1997) yang secara luas telah diuji dan dikembangkan
(Janes dkk, 2001; Pan dkk, 2002). Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan
dengan metode ini didasarkan pada interaksi elektrostatik antara grup amina
kitosan dan grup muatan negatif polianion seperti tripolifosfat (TPP). Pembuatan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


22

kompleks TPP-kitosan dilakukan dengan meneteskan droplet kitosan ke dalam


larutan TPP. Pada metode gelasi ionik, kitosan dilarutkan dalam larutan asam
encer untuk memperoleh kation kitosan. Larutan tersebut kemudian ditambahkan
dengan meneteskan ke dalam larutan polianionik TPP sambil diaduk, akibat
kompleksasi antara muatan yang berbeda, kitosan mengalami gelasi ionik dan
presipitasi membentuk partikel bulat seperti bola. Dengan demikian, nanopartikel
dibentuk secara spontan akibat pengadukan mekanis pada suhu kamar. Ukuran
dan muatan permukaan partikel dapat dimodifikasi dengan memvariasi rasio
kitosan terhadap bahan penstabil (stabilizer). Keuntungan dari metode gelasi ionik
adalah metodenya sederhana, tidak toksik, dilakukan pada temperatur ruangan,
ukuran dapat disesuaikan, memiliki kapasitas baik untuk berasosiasi dengan obat
makromolekul pada komposisi partikel(Agnihotri et al., 2004;Tiyaboonchai,
2003).
Metode gelasi ionik dipilih karena sederhana dan lebih umum serta
memiliki kompatibilitas dalam penyalutan beberapa zat aktif. Interaksi antara
kitosan dan TPP dapat dilihat pada Gambar 2.17. Berdasarkan beberapa
penelitian, penyalutan obat dengan metode gelasi ionik kitosan – TPP/STPP
memiliki ketahanan ketika melalui lambung. Salah satu contoh pengujian profil
release nanopartikel kitosan dengan gelasi ionik dilakukan oleh Etik Mardylati et
al. (BPPT) tahun 2012 untuk penyalutan insulin. Penelitian in-vitro profile release
obat dalam nanopartikel ini dilakukan dengan pembuatan media simulasi asam
lambung (pH 1,2) dan usus halus (pH 6,8) (Gambar 2.18). Hasil pengujian secara
in-vitro pada media simulasi asam lambung (dapar klorida pH 1,2) menunjukkan
bahwa tidak terjadi adanya pelepasan insulin pada media. Akan tetapi, pengujian
lebih lanjut pada media simulasi usus (dapar fosfat pH 6,8) juga menunjukkan
terjadinya delay pelepasan insulin pada media hingga menit ke-45. Diduga, pada
proses enkapsulasi insulin secara gelasi ionik terjadi juga ikatan elektrostatis
antara gugus positif dari kitosan dengan gugus negatif dari protein insulin,
sehingga memperlambat proses pelepasan. Gambar 2.10 adalah Contoh profil
pelepasan insulin dari nanopartikel pada media simulasi lambung dan usus

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


23

Gambar 2. 10 Contoh profil pelepasan insulin dari nanopartikel pada media simulasi lambung dan
usus (Etik Mardylati et al.,2012)

Dengan hasil percobaan tersebut, maka dapat diyakinkan bahwa pada penelitian
ini penyalut kitosan – STPP dengan metode gelasi ionik dapat aman
menghantarkan sampai ke usus dan kemudian akan menuju hati sesuai dengan
metabolisme obat pada umumnya. Ketika sampai pada organ hati, maka
nanopartikel melaksanakan tugasnya untuk menginhibisi enzim HMG-Koa
reduktase sehingga biosintesis kolesterol terhambat (Pratiwi, 2014).

2.4. Mekanisme Pelepasan


Pelepasan obat terjadi dengan tiga langkah yaitu difusi, degradasi, dan
penggembungan. Pada pori-pori suatu matriks polimer maka akan mengalir suatu
obat atau zat aktifnya melalui ruang antara ranta-rantai polimer. Proses pelepasan
obat yang berjalan dengan konstan disebabkan oleh ukuran pori dalam matriks

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


24

polimer yang ketebalan matriksnya tidak akan berubah. Pelepasan zat aktif terjadi
ketika kondisi tubuh yang berubah karena perubahan pH, suhu, enzim atau
stimulus lainnya dan sangat bergantung pada matriks polimer yang digunakan.
Model pelepasan yang dikenal dalam sistem pelepasan obat cukup banyak, seperti
controlled release, sustained release, delayed released, immediate release,
continous released, gradual released, proportionate released, long-term released,
program released, protacted released, dan lain – lain.
Delayed release atau lepas tertunda adalah sediaan yang bertujuan untuk
menunda pelepasan obat sampai sediaan melewati lambung, sedangkanextended
release atau sustained release atau lepas lambat adalah suatu sediaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan. Pada pelepasan langsung (immediete release), sebagian
obat terlepas segera dalam waktu singkat. Peristiwa ini disebut denganbrust effect.
Adapun extended release dosage form adalah suatu bentuk sediaan yang dibuat
dengan cara khusus, sediaan segera mencapai level obat terapi dan
mempertahankannya selama 8-12 jam setelah pemberian satu kali dosis tunggal.
Controlled release dosage form (sediaan dengan pelepasan terkontrol) adalah
bentuk sediaan yang dibuat secara khusus, sediaan dirancang untuk melepas obat
dengan kinetik orde nol dalam jumlah yang sesuai untuk mempertahankan level
obat terapeutik selama 24 jam atau lebih.(Teti, 2011)
Sistem penghantarobat biasanya menggunakan polimer, yang
karakteristiknya disesuaikan dengann formulasi desain untuk pelepasan obat.
Beberapa parameter yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik polimer
(berat molekul, viskositas, dan kelarutan dalam air). Salah satu mekanisme
pelepasan obat yang disalut dengan polimer kitosan didalam tubuh terjadi akibat
difusi, erosi, dan swelling. Difusi obat melalui membran kitosan, erosi kitosan
sehingga kitosan terdegradasi meninggalkan obat dan swelling dimana obat akan
menggembung hingga batas tertentu lalu pecah menyebabkan obat dalam partikel
terlepas seiring pecahnya partikel (Harahap, 2012).
Kualitas sistem penghantaran obat dapat diketahui dengan melakukan
evaluasi in vitro. Evaluasi in vitro adalah uji pendahuluan pada saat
pengembangan sediaan dan untuk mengetahui reproduksibilitas pelepasan zat

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


25

aktif. Evaluasi in vitro meliputi uji identitas, kemurnian, kekuatan, stabilitas,


performance bentuk sediaan, dan uji disolusi (Evelyn, 2014).

2.5. Metode Ekstraksi


Ekstraksi merupakan suatu proses selektif yang dilakukan untuk mengambil
zat-zat yang terkandung dalam suatu campuran dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Metode pemisahan ini bekerja berdasarkan prinsip kelarutan like dissolve
like, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat polar, dan sebaliknya. Proses ini
merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat, karena
preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian
komponen kimia yang terdapat pada tanaman. Pemisahan zat dari suatu campuran
relatif mudah dilakukan jika zat tersebut larut dalam pelarut yang digunakan,
sedangkan zat laintidak ikut larut. Dengan demikian, hasil ekstraksi yang
diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat dalam sampel dan
jenis pelarut yang digunakan (Khopkar, 2002)
Berdasarkan fase yang terlibat terdapat 2 jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-
cair dan ekstraksi padat-cair. Proses ekstraksi padat-cair sangat dipengaruhi oleh .
Perlakuan pendahuluan untuk bahan padat dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya dengan pengeringan bahan baku sampai kadar air tertentu dan
penggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi dengan memperbesar kontak
antara bahan dan pelarut (Harborne, 1996). Kontak yangintensif menyebabkan
komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut (Dian, 2015).
Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi.
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif
daricampuran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut adalah
selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun,
mudah diuapkan, dan harganya relatif murah. Perendaman suatu bahan dalam
pelarut dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam 3 tahapan, yaitu
masuknya pelarut ke dalam dinding sel tanaman dan membengkakkan sel,
kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding sel akan terlepas dan masuk ke
dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar
dari dinding sel tanaman (Hayati, 2005).

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


26

2.5.1. Metode ekstraksi dengan sonikasi


Penelitian ini mengekstraksi sambiloto secara langsung dengan sonikasi
menggunakan variasi etanol 70% dan etanol 96% yang kemudian di
konsentrasikan dengan rotaryevaporator pada suhu 60°C.
Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan
pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan
massa senyawa dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi
mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses
pembentukan gelembung - gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang
ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman
(Nurcahyanti, 2014).
Semua teori sepakat bahwa kejadian utama dalam sonikasi adalah
pembentukan, pertumbuhan, dan pemecahan gelembung yang terbentuk di dalam
cairan. Masalah selanjutnya adalah bagaimana gelembung dapat terbentuk,
mengingat fakta bahwa daya yang diperlukan untuk memisahkan molekul-
molekul air pada jarak 2 kali ikatan Van der Waals nya adalah sebesar 105
W/cm2, sedangkan dalam ultrasonik bath dengan daya 0,3 W/cm2sudah berhasil
mengubah air menjadi hidrogen peroksida. Banyak penjelasan berbeda
yangdiajukan untuk menjelaskan fenomena ini, tetapi semuanya berdasarkan pada
keberadaan partikel tertentu atau gelembung-gelembung gas yang menurunkan
gaya antarmolekul sehingga memungkinkan terbentuknya gelembung. Tahap
kedua adalah pertumbuhan gelembung yang terjadi melalui difusi uap zat terlarut
(solut) pada gelembung, dan tahap ketiga adalah pecahnya gelembung yang terjadi
ketika ukuran gelembung mencapai nilai maksimumnya. Berdasarkan mekanisme
hot-spot, ledakan gelembung tersebut menaikkan temperatur lokal hingga 5000 K
dan tekanan 1000atm. Kondisi ekstrim tersebut menyebabkan pemutusan ikatan
kimia (Wahyono, 2010).

2.6. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


27

juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakanuntuk memisahkan senyawa
– senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang
sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLTjuga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan
dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika
gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih
reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang
berguna untuk identifikasi senyawa. Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa
(bercak) dibagi dengan jarak yang ditempuh fasa gerak. Nilai Rf untuk senyawa
murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan
Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Senyawa yang memiliki nilai Rf sama dengan nilai
Rf senyawa pembanding dan pada pengulangan elusi dengan sistem yang berbeda
tetap memberikan nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan sementara bahwa
senyawa tersebut identik dengan senyawa pembanding (Hendayana, 1994).
Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari
campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi
senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang
ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari
gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum
mengalamiproses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut: Nilai Rf
untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑜𝑙𝑒 𝑕 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑅𝑓 = ……………(2.1)
𝑗𝑎𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑜𝑙𝑒 𝑕 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑢𝑡

2.7. Freeze Drying


Prinsip metode freeze drying adalah pengeringan suspensi sel dari fase cair
dengan cara sublimasi, sehingga tidak terjadi perubahan kimia pada bahan yang

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


28

dapat menyebabkan penghambatan difusi uap ke lingkungan, dan produk dapat


kering secara maksimal melalui proses pembekuan terlebih dahulu.Metode ini
dapat menghasilkan ekstrak yang lebih kering dibandingkan dengan metode
pemanasan. Diharapkan dengan metode ini maka senyawa-senyawa volatil dan
senyawa sensitif panas yang terdapat dalam ekstrak tidak rusak atau sedikit
komponen yang menguap.
Proses freezedrying dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama, yaitu proses
pembekuan.Tahap kedua, yaitu proses pengeringan primer melalui proses
sublimasi pada suhu rendah, sehingga menyebabkan sebagian besar air tertarik
dari suspensi beku sel. Sublimasi dapat terjadi pada jika suhu dan tekanan ruang
sangat rendah yaitu dibawah triple point terletak pada suhu 0,01°C dan tekanan
0,61 kPa, proses pengeringan harus dilakukan pada kondisi dibawah suhu dan
tekanan tersebut. Tekanan kerja yang umum digunakan adalah 60-600 Pa. Tahap
ketiga, yaitu proses pengeringan sekunder pada suhu yang lebih tinggi dengan
tujuan mengeringkan sisa air (Oktaviani, 2011).
Pengeringan beku (freeze drying) adalah metode pengeringan yang
mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan
pengeringan beku menurut Pujihastuti (2009), dibandingkan dengan metode
lainnya adalah :

1. Dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma,


warna, dan unsur organoleptik lain)
2. Dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan
perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil)
3. Dapat meningkatkan daya rehidrasi dan dapat kembali ke sifat fisiologis,
organoleptis, dan bentuk fisik yang hampir sama dengan sebelum
pengeringan
Namun, pengeringan dengan metode freezedryingmemiliki kelemahan yaitu
memerlukan peralatan yang mahal, teknik pengerjaan yang kompleks dan waktu
pengerjaan lama.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


29

2.8. HPLC
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan jenis
kromatografi cair yang digunakan untuk memisahkan dan menghitung senyawa
yang terlarut dalam suatu larutan. HPLC digunakan untuk menentukan kadar
senyawa tertentu dalam suatu larutan. Dalam HPLC dan kromatografi cair, di
mana larutan sampel bersentuhan dengan fase padat atau cair kedua, zat terlarut
yang berbeda dalam larutan sampel akan berinteraksi dengan fase stasioner.
Perbedaan pada interaksi dengan kolom dapat membantu pemisahan
sampelkomponen yang berbeda,satu denganyang lainnya.Ciri teknik ini adalah
penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fase gerak kedalam kolom. Dengan
memberikan tekanan tinggi, laju dan efesiensi pemisahan dapat ditingkatkan
dengan besar (Kupiec, 2004).

Gambar 2. 11 Rangkaian alat HPLC

Gambar 2.11memperlihatkan rangkaian alat atau komponen dasar yang digunakan


dalam HPLC, yang terdiri atas :

1. Eluen, berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel masuk
kedalam kolom pemisah;
2. Pompa yang berfungsi mendorong eluent dan sampel masuk kedalam
kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan perbedaan kecepatan
mengakibatkan perbedaan hasil;
3. Injector, tempat memasukkan sampel dan kemudian dapat didistribusikan
masuk kedalam kolom;
4. Kolom adalah jantung dari sistem yang dimana pemisahan terjadi

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


30

5. Detektor, setiap komponen yang terelusi dari kolom keluar sebagai puncak
pada layar data. Jenis utama dari detektor yang digunakan dalam HPLC
adalah indeks bias (RI), ultraviolet (UV-Vis) dan fluoresensi, tetapi ada
juga berbagai dioda, elektrokimia dan detektor konduktivitas.Metode yang
digunakan untuk deteksi tergantung pada detektor yang digunakan.
6. Rekorder data, berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk

Metode penghitunganyang digunakan dalam HPLC mengambil sebagian


besar teori metode kromatografi gas. Teori dasar untuk perhitungan melibatkan
pengukuran tinggi puncak atau daerah puncak. Sedangkan untuk menentukan
konsentrasi senyawa yaitu, dengan memplot daerah atau tinggi puncak dengan
konsentrasi substansi(Weiss. J, 1995). Adapun kelebihan dari metode ini adalah
waktu analisis cepat, volume sampel yang diperlukan sedikit, kepekaan tinggi,
kolom dapat digunakan kembali, dan dapat digunakan untuk sampel organik
ataupun anorganik.

2.9. Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase


Pengujian alfa glukosidase dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Metode spektofotometri banyak digunakan dalam pengujian in vitro dengan
menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa (pNPG) (Yuliastuti, 2011)
Pada uji ini, enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosa (PNPG) menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning.
Mekanisme reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Sim, 2010)

Alfa glukosidase

Gambar 2. 12Reaksi enzimatis α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa (PNPG)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


31

Intensitas warna kuning yang terbentuk dari p-nitrofenol ditentukan


absorbansinya dengan menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang
400 nm. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan absorbansi p-nitrofenol yang
terbentuk. Semakin tinggi kemampuan ekstrak tanaman menghambat aktivitasα-
glukosidase, maka akan semakin berkurang p-nitrofenol yang terbentuk.

2.10. Spektofotometri UV-Vis


Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan
yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer.Cahaya yang
dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron
valensi.
Spektrofotometri UV-Vis merupakan alat dengan teknik spektrofotometri
pada daerah ultraviolet dan sinar tampak. Alat ini digunakan untuk mengukur
serapan sinar ultarviolet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang di analsisi sebanding dengan jumlah sinar yang diserap
oleh zat yangerdapat dalam larutan tersebut. Dalam hal ini, hukum lamber – beer
dapat menyatakan hubungan antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam
larutan. Di bawah ini adalah persamaan Lamber- Beer :

𝐴 = log 𝑇 = 𝑎 𝑏 𝑐

A = absorban, T = transmitan, a = absortivitas molar (Lcm-1mol-1), b = panjang


sel (cm), dan c = konsentrasi zat (mol/L). Spektrum adsosbsi yang diperoleh dari
analisis dapat memberikan informasi panjang gelombang dengan adsorban
maksimum dari senyawa atau unsur. Panjang gelombang dan adsorban yang
dihasilkan selama proses analisis digunakan untuk membuat kurva standar.
Konsentrasi suatu senyawa atau unsur dapat dihitung dari kurva standar yang di
ukur pada panjang gelombang dengan adsorban maksimum.
Dari kurva standar kalibrasi dipersamaan garis Y = ax + b, dimana Y
merupakan serapan, dan x adalah konsentrasi unsur atau senyawa. Dari persamaan
garis tersebut dapat ditentukan konsentrasi sampel. Pada spektrofotometri UV-Vis

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


32

warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah komplemeter dari warna
yang teramati. Senyawa atau zat yang dapat diperiksa adalah yang memiliki ikatan
rangkap terkonyugasi atau kromofor. Senyawa yang mengandung gugus kromofor
akan mengabsorpsi radiasi sinar ultraviolet dan cahaya tampak jika diikat oleh
senyawa bukan pengabsorpsi (ausokrom).Gugus ausokrom yaitu gugus yang
mempunyai elektron non bonding dan tidak menyerap radiasi UV jauh contohnya
–OH, -NH2, -NO2, -X (Khopkar, 2007)

2.11. Rekam Jejak Penelitian


Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui cara
ekstraksi andrografolida dalam sambiloto, mengetahui manfaat dari senyawa
andrografolida, dan teknologi nanoenkapsulasi bahan – bahan yang ditujukan
untuk aktivitas andrografolida. Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan
untuk mengkaji metode ekstraksi yang tepat untuk senyawa andragrafolida dari
berbagai tanaman tradisional sambiloto yang berfungsi sebagai antioksidan,
antikanker, antibakteri dan antidiabetes.Sambiloto memiliki sifat antidiabetes
(mampu menurunkan kadar gula dalam darah) karena mengandung senyawa aktif
andrografolida (Subramanian et al. 2008).Pada penelitan Rais (2014),kandungan
senyawa androfrafolid yang dapat diekstraksi dengan pelarut kloroform dan etanol
menggunakan metode soxhletasi menghasilkan lebih dari 16%. Hal ini
membuktikan bahwa metode ekstraksi dengan cara tersebut dan menggunakan
kedua pelarut tersebut dapat menghasilkan ekstrak dengan kadar yang memenuhi
batas persyaratan yang ditetapkan Famakope Herbal Indonesia yaitu 15%.
Berdasarkan uji in-vitro dari isolat andrografolida, semakin tinggi
konsentrasi (dosis)isolatandrografolida menunjukkan peningkatan aktivitas
penghambatan enzim α-amilase dan α-glukosidase. Aktivitas tertinggi daya
hambat enzim α-amilase ditunjukkanpadadosis5mg/mLdengan28%dandaya
hambat enzim α-glukosidase ditunjukkan padadosis10mg/mLdengan17%. Ali et
al.(2006)menyatakanbahwa penghambatan aktivitas α-amilase dan α-
glukosidasedapatmenurunkankadarglukosadarahpostprandialhewancobatoleransig
lukosa
Studi mengenai nanoenkapsulasi dengan kitosan maupun zat lainnya
seperti kasein yang digunakan untuk mengenkapsulasi ekstrak sambiloto telah

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


33

dilakukan olehDinata(2014). Dari penelitian ini didapatkan ukuran nanopartikel


ekstrak daun sambiloto terkecil sebesar 235,43 nm dan efesiesnsi terbaik yaitu
84,46%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Dewi (2013) yang juga menggunakan
kasein sebagai penyalut. Nanosambiloto yang didapatkan dari penelitian ini
memiliki diameter rata – rata 120,57 nm lebih kecil dari yang dilakukan Dinata
(2014) dengan efesiensi penyalutan andrografolida sebesar 68,83%. Kitosan
sebagain enkapsulator juga telah diteliti karena potensinya yang besar dan non-
toksik. Sebagai bukti, telah banyak senyawa aktif yang telah dienkapsulasi dengan
kitosan, seperti insulin (Movaffagh, 2014) dan vaksin (Gordon et al., 2008)
dengan menggunakan metode gelasi ionik menghasilkan partikel nano dengan
ukuran 271 dan efesiensi penyalutan sebesar 93,45 % dan kulit buah manggis
(Rismana, 2014) partikel nano dengan ukuran 200-500 nm dan efesiensi
penyalutan sebesar 89,70 %. Kedua penelitian tersebut belum menganalisis
loading capacity dari kitosan sehingga diperlukan perhitungan loading capacity
untuk mengetahui bahan ekstrak yang tersalutkan per satuan berat kitosan.
Penelitian lebih lanjut mengenai penyalutan kitosan ekstrak herbal dilakukan oleh
Pratiwi (2014) menggunakan tanaman keji beling. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan variasi kitosan : STPP terkecil yaitu 1% : 1% menghasilkan
nanopartikel terkecil sebesar 76,6 nm dengan persentase efesiensi penyalutan
terbaik adalah 90,5% untuk fistoterol dan 93,6% untuk flavonoid. Penelitian
terbaru dilakukan oleh Clarissa (2015) dengan melakukan nanoenkapsulasi
ekstrak daun keji beling menggunakan penyalut PLA dan Kitosan : TPP.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Clarissa (2015) didapatkan hasil
persentase loading capcity dan efisiensi enkapsulasi terbaik pada penggunaan 1%
(b/v) PDLLA sebagai enkapsulator dan 0,1% (b/v) PVA sebagai emulgator,
dengan nilai masing-masing 49,348% dan 99,1%.
Penelitian terakhir yang telah dilakukan mengenai nanoenkapsulasi ekstrak
daun sambiloto dengan penyalut kasein sebagai antidiabetes oleh Hans (2014) dan
Pratiwi (2014) yangmelakukan nanoenkapsulasi senyawa aktif yang telah diisolasi
dan diidentifikasi oleh dari daun keji beling (Strobilanthes crispus) sebagai
antihiperkolesterolemiamaka penelitian berlanjut pada pengujian inhibisi dan
profil pelepasan dari ekstrak tanaman ini.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


34

Penelitian mengenai profil pelepasan ekstrak daun sambiloto dilakukan oleh


Evelyn (2014) yang melanjutkan penelitian dari Dewi (2013) dengan penyalut
kasein. Pada penelitian ini digunakan media fluida sintentik lambung (pH 2) dan
usus halus (pH 7,5). Hasil yang didapatkan menunjukkan pada media fluida
sitentik lambung, penyalut kasein dalam sediaan antidiabetes terdegradasi secara
cepat yaitu kurang dari 30 menit dan mengindikasikan kecenderungan pola brust-
release zat aktif, sedangkan pada media fluida sintetik usus halus penyalut kasein
dalam sediaan antidiabetes terdegradasi secara perlahan – lahan selama kurang
lebih 4 jam dan mengindikasikan kecenderungan pola sustained release zat aktif.
Penelitian lain mengenai profil pelepasan menggunakan penyalut kitosan
dan STPP dilakukan oleh Aini, (2016) menggunakan nanopartikel ekstrak daun
keji beling. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa efisiensi penyalutan
naopartikel terbesar diperoleh pada variasi kitosan : STPP 1% : 1% yaitu sebesar
96,64% dan nilai loading capacity terbesar diperoleh dari perbandingan kitosan :
STPP 1% : 1,5% dengan persentase 31,28%. Peninjauan hasil nanoenkapsulasi
pada penelitian ini dilanjutkan dengan uji profil pelepasan yang hasilnya
menggambarkan peristiwa burst release pada kondisi lambung dan sustained
release pada kondisi usus. Dalam penelitian ini diperoleh semakin tinggi
konsentrasi kitosan, maka semakin tinggi pula pelepasan kumulatif yang tebentuk.
Dibawah ini disajikan tabel yang merangkum ruang lingkup penelitian ini.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


35

Tabel 2. 1 Rekam jejak penelitian

Bahan atau Alat


Sumber Zat Aktif Kegunaan Metode Uji Aktivitas Peneliti
Utama
Andrographis
Inhibitor α-
paniculata Andrografol Etanol sebagai In vitro dengan Subramanian et
glukosidase dengan Maserasi
(daun ida pelarut spektrofotometri al. 2008
fokus antidiabetes
sambiloto)
Andrographis
Uji kualitatif dan
paniculata Andrografol Etanold dan
Kuantitatif Soxlet - Rais, 2014
(daun ida klorofom
menggunakan KLT
sambiloto
Insulin - Gelasi Ionik - - Movaffagh, 2014
Gordon et al.,
Vaksin - - Gelasi Ionik - -
2008
Kulit buah
- - Gelasi Ionik - - Rismana, 2014
manggis
Spektrofotometri dan
Uji kualitatif fitosterol dilanjut
Etanol 70%
Flavonoid dan uji kandungan MAE nanoenkapsulasi Pratiwi, 2014
sebagai pelarut
flavonoid dengan Kitosan :
TPP
Keji beling In vitro dengan
spektrofotometri
Inhibitor Enzim Etanol 70%
Flavonoid Sonikasi dilanjutkan dengan Desna, 2015
HMG-CoA Reductase sebagai pelarut
nanoenkapsulasi dan
uji profil pelepasan
Quercetin Uji aktivitas Sonikasi Etanol 70% Spektrofotometri dan Clarissa, 2015

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


36

aktioksidan sebagai pelarut dilanjut


nanoenkapsulasi
dengan PLA dan
Kitosan : TPP
Uji inhibisi enzim α-
Inhibitor α- glukosidase dengan
Ekstraksi Etanol 96% Veronica Dewi,
glukosidase dengan HPLC dilanjut
perkolasi sebagai pelarut 2013
fokus antidiabetes nanoenkapsulasi
dengan kasein
Inhibitor α-
Ekstraksi Etanol sebagai In vitro dengan
Andrographis glukosidase dengan Evelyne, 2014
perkolasi pelarut spektrofotometri
paniculata Andrografol fokus antidiabetes
(daun ida
Inhibitor α-
sambiloto) Ekstraksi Alkohol 96% In vitro dengan
glukosidase dengan Dinata, 2014
perkolasi sebagai pelarut spektrofotometri
fokus antidiabetes
In vitro dengan
Inhibitor α-
spektrofotometri
glukosidase Ekstraksi Etanol sebagai Penelitian yang
dilanjutkan dengan
denganfokus sonikasi pelarut akan dilakukan
nanoenkapsulasi dan
antidiabetes
uji profil pelepasan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


BAB 3
METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Dasar Proses Kimia Departemen


Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, Depok, Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Laboratorium Forensik, Polri.
Penelitian bersifat eksperimental di laboratorium. Secara garis besar, penelitian ini
meliputi preparasi simplisia, ekstraksi daun sambiloto menggunakan metode
sonikasi, pembuatan nanoenkapsulasi, uji inhibisi dan uji profil pelepasan.
Rancangan penelitian dirangkum pada diagram alir berikut ini (Gambar 3.1.)

37
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


38

3.1. Diagram Alir Penelitian

Studi Literatur

Preparasi Simplisia
Memilah daun dari batang dan akar, mengayak hingga diameter seragam 1,15 mm

Ekstraksi
 Metode ekstraksi ultrasonikasi dengan pelarut etanol 70%
 Rasio sampel terhadap pelarut 1 : 20 (g/mL)
 Pemisahan pelarut dengan rotary evaporator

Uji Kualitatif
Dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

Pembuatan Nanopartikel Ekstrak


 Metode gelasi ionik
 Melarutkan kitosan dalam asam asetat1%, menambahkan ekstrak di dalamnya,
meneteskan larutan kitosan-ekstrak ke larutan STPP sambil diaduk, kemudian
mensonikasi campuran
 Dengan variasi berat Kitosan : STPP ( 1:1 ; 1:1,5 ; 2:1)
 Sampel setelah mengalami pemecahan partikel pada gelasi ionik maka dipisahkan
dari supernatannya dengan sentrifugasi kemudian difreeze drying

ANALISA

Perhitungan Analisis ukuran - Uji inhibisi enzim alfa glukosidase Uji profil pelepasan
loading capacity morfologi partikel dengan membandingkan ekstrak secara in vitro pada
dan efesiensi menggunakan FE- kasar, andrografolida standar, media lambung dan
enkapsulasi SEM akarbosa, dan diabetano usus halus

Perhitungan dan Pembahasan

Gambar 3. 1Diagram Penelitian

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


39

3.2. Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan parameter-parameter yang akan mempengaruhi
dan menjadi fokus utama dalam penelitian. Pada penelitian ini.variabel-variabel
penelitian dibagi menjadi tiga jenis, yaitu variabel tetap, variabel bebas, dan
variabel terikat.

3.2.1. Variabel Tetap


Variabel tetap merupakan variabel yang tidak akan mengalami perubahan.
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel tetap adalah jenis daun sambiloto
yang akan digunakan dalam penelitian dan metode ekstraksi yang digunakan yaitu
ekstraksi sonikasi. Daun sambiloto akan diambil dari satu jenis yang sama dan
dari tempat yang sama. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
ketidakakuratan data ketika penelitian dijalankan.
Pada pengujian inhibisi enzim α-glukosidase variabel tetapnya adalah panjang
gelombang, pH dan suhu optimum inhibisi, sedangkan pada pengujian profil
pelepasan variabel tetapnya adalah konsentrasi ekstrak sampel keji beling yang
digunakan

3.2.2. Variabel Bebas


Variabel bebas merupakan variabel yang divariasikan untuk melihat pengaruh
variasi tersebut terhadap penelitian yang akan dijalankan. Pada penelitian ini,
yang menjadi variabel bebas adalahkonsentrasi ekstrak daun sambiloto pada uji
inhibisi enzim α-glukosidase, sertarasiokonsentrasi kitosan dan STPP sebagai
penaut silang pada uji profil pelepasan. Karena penimbangan yang tidak tepat
dapat menimbulkan ketidak akuratan dosis untuk menghambat enzimα –
glukosidase.

3.2.3. Variabel Terikat


Variabel terikat merupakan variabel yang hasilnya bergantung pada variabel
bebas yang digunakan dan menjadi fokus perhatian dalam penelitian. Pada
penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah persentase aktivitas inhibisi

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


40

enzim α-glukosidase, dan persentase release kumulatif pelepasan nanopartikel


pada simulasi fluida sintetik serta jenis profil pelepasan yang dihasilkan.

3.3. Alat dan Bahan Penelitian


Peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan

NO Alat FUNGSI
1 Timbangan digital Untuk menimbang bahan – bahan penelitian
2 Aluminium foil Menutup sampel agar terlindung dari kontaminan
3 Batang pengaduk Mengaduk larutan
4 Blender Menghancurkan simplisia
5 Botol vial Wadah untuk uji inhibisi
6 Bulb Mengambil larutan ketika menggunakan pipet
volume
7 Gelas kimia Wadah untuk membuat larutan
8 Gelas ukur Mengukur volume larutan
9 Botol sampel Sebagai wadah bahan – bahan penelitian
10 Pipet tetes Untuk mengambil larutan dalam volume besar
11
12 Kaca arloji Sebagai wadah untuk penimbangan massa
sampel
13 Inkubator Menginkubasi sampel pada uji in vitro enzimatis
14 Kertas saring Menyaring sampel
15 Kuvet Wadah sampel pada pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer
16 Lampu UV Melihat noda yang terbentuk pada plat silika gel 60
F254
17 Lemari pendingin Tempat penyimpanan bahan dan enzim
(refrigerator)
18 Magnetic Stirrer Mengaduk agar larutan tercampur dengan merata
19 Penggaris Mengukur pemotongan plat silika gel 60 F2 54
20 Penjapit Mengambil dan meletakkan plat silika ketika
proses KLT
21 Penumbuk Menghancurkan simplisia
22 pH meter Mengukur pH
23 Tabung reaksi Meletakkan sampel atau larutan uji
24 Pipet volume Mengambil dan memindahkan larutan dengan
jumlah yang akurat
25 Pompa vakum Memisahkan cairan hasil ekstraksi dengan residu
atau ampasnya

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


41

26 Chamber KLT Alat untuk kromatografi lapis tipis


27 Corong Media penuangan larutan agar tidak tumpah dan
membantu proses penyaringan
28 Freeze dryer Mengeringkan nanoenkapsulasi sambiloto dengan
menjadikannya dalam bentuk serbuk

Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan (sambungan)

NO Alat FUNGSI
29 Sieve analyzer Mengayak sampel daun sambiloto
30 Spatula stainless steel Mengambil bahan
31 Sonikator Untuk mengaduk bahan
32 Spektrofotometer Mengukur absorbansi inhibisi dan profil pelepasan
UV-Vis
33 Spektroskopi FTIR Identifikasi senyawa dalam ekstrak
34 Termometer Mengukur suhu
35 Vorteks Menghomogenkan campuran
36 Wadah kedap udara Tempat penyimpanan simplisia kering
37 Syringe Mengambil cairan pada uji pelepasan
38 Rotary evaporator Menguapkan sampel hasil ekstraksi
39 Plat silika gel 60 F254 Fasa diam untuk uji kualitatis kandungan senyawa
dengan kromatografi lapis tipis

Tabel 3.3 Bahan yang digunakan pada penelitian

BAHAN FUNGSI
NO
1 Daun Sambiloto Sebagai sumber senyawa Andrografolid
2 Etanol 70% Pelarut
3 Akuades Mencuci daun sambiloto dan pelarut
4 Kitosan untuk bahan penyalut
5 STPP untuk bahan penyalut (cross linker)
6 Enzim α – glukosidase untuk bahan dalam uji in vitro (pelepasan)
7 Bovine Serum Albumin Membuat larutan pembawa enzim
8 Dimetil sulfoksida Larutan untuk pembuatan kontrol
blangko
9 KCl Bahan untuk membuat pH 1,2
10 HCl Adjusting pH dan fluida sintesis

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


42

11 Tween 80 Emulsifier
12 p-Nitrophenyl α-D- Sebagai substrat dalam inhibisi enzim α –
glucopyranoside glukosidase
13 CH3COOH Pembuatan nanopartikel
Sampel pembanding sebagai obat
14 Akarbosa dan Diabetano
antidiabetes

Tabel 3.3 Bahan yang digunakan pada penelitian (sambungan)

BAHAN FUNGSI
NO
15 KH2PO4 Membuat buffer fosfat pH 6,8 pada uji
enzim α-glukosidase
16 Kloroform Fasa gerak untuk uji kualitatis kandungan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis
17 Metanol Fasa gerak untuk uji kualitatis kandungan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis
dan untuk membersihkan chamber KLT
18 Natrium karbonat Penghentian reaksi pada uji inhibisi
19 NaOH Membuat buffer fosfat pH 6,8 pada uji
enzim α-glukosidase ; untuk adjusting pH
dan media fluida sintesis

3.4. Prosedur Penelitian


Pada penelitian ini, terdapat beberapa tahapan proses yang akan dilakukan.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam ekstraksi dan
enkapsulasi dari ekstrak daun Sambiloto.

3.4.1. Pengumpulan Bahan Tanaman


Daun Sambiloto yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun yang sudah
berumur tua. Hal ini disebabkan karena pada daun Sambiloto yang berumur tua,
kandungan air yang terkandung dalam daun lebih sedikit sehingga kandungan air
yang terekstrak akan semakin sedikit dan memudahkan pada proses ekstraksi
3.4.2. Preparasi Sampel
1. Mengambil sampel daun Androgaphis paniculata
2. Mencuci sampel daun dengan air mengalir
3. Mengeringkan daun dengan inkubator pengering dengan kondisi suhu sekitar
38 – 40oC

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


43

4. Menghancurkan daun dengan blender sampai berbentuk serbuk, kemudian


mengayaknya dengan sieve analyzer hingga diperoleh sampe dengan ukuran
sekitar ±1,15 mm.
5. Menyimpan sampel dalam tempat tertutup pada suhu ruang.
3.4.3. Ekstraksi
1. Menimbang sampel serbuk daun sambiloto (Andrographis paniculata)
sebanyak 25 gram.
2. Mempersiapkan pelarut etanol 70%.
3. Mencampurkan etanol 70% dengan perbandingan massa sampel : pelarut
adalah 1:20 (b/v) dan sampel yang telah ditimbang dalam beaker glass
4. Menutup beaker glass dengan plastik wrap dan alumunium foil. Hal ini
dimaksudkan agar sampel yang diekstraksi tidak tumpah.
5. Mengekstraksi sampel menggunakan sonikator selama 60 menit dengan
kondisi operasi pada frekuensi 40 kHz, suhu 25 oC.
6. Memisahkan cairan hasil ekstraksi dengan residu (ampas) menggunakan
pompa vakum. Tujuannya adalah agar proses pemisahan berlangsung lebih
cepat.
7. Memekatkan hasil ekstraksi dengan vacuum rotary evaporator sampai
terbentuk ekstrak kental.
8. Menghitung rendemen yang dihasilkan

3.4.4. Uji KualitatifFitokimia


Tujuan dari uji kuantitatif adalah memberikan data kadar kandungan kimia
tertentu sebagaiidentitas. Menurut Saifudin et al. (2011), informasi data kadar
kandungan senyawa aktif dapat berkaitan pada efek farmakologinya.
1. Menyiapkan plat silika gel 60 F254dengan ukuran 2 x 7,5 cm.
2. Meyiapkan fasa gerak (eluen) yang digunakan yaitu kloroform : metanol
(9:1).
3. Mengambil eluen sebanyak 4 mL dan menuangkannya dalam chamber yang
kemudian didiamkan selama 30 menit.
4. Menotolkan ekstrak sebanyak 5μL pada titik penotolan yaitu jarak 1 cm dari
garis bawah menggunakan pipa kapiler.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


44

5. Setelah 30 menit, plat yang telah ditotolkan dielusi dengan memasukkan plat
ke dalam chamber.
6. Menunggu proses elusi yang terjadi sampai eluen mencapai garis batas atas.
7. Mengambil plat silika menggunakan penjepit untuk menghentikan proses
elusi.
8. Memeriksa noda-noda yang terbentuk di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm.
9. Mengukur nilai Rf dari noda yang terbentuk.
3.4.5. Pembuatan Nanopartikel
Pembuatan nanopartikel dilakukan dengan metode gelasi ionik dengan
perlakuan pengecilan ukuran menggunakan sonikator. Metode pembuatan
nanopartikel ini mengikuti metode yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) dan Aini
(2015). Prosedur pembuatan nanopartikel adalah sebagai berikut:
1. Membuat stok larutan asam asetat 1% sebanyak 500 mL dengan melarutkan 5
mL asam asetat glasial ke dalam 500 mL akuades.
2. Membuat nanopartikel dengan tahapan:
 Melarutkan 0,5 g kitosan ke dalam 50 mL asam asetat 1% (b/v) dengan
pengaduk magnet sampai homogen.
 Menimbang ekstrak daun sambiloto sebesar 0,15 g dan dilarutkan dengan
sedikit etanol 70% sekitar 5 tetes pipet.
 Memasukkan ekstrak daun sambiloto ke dalam larutan kitosan dan
mengaduk sampai homogen.
 Menyiapkan larutan STPP 1,5% (b/v) 25 mL dengan cara melarutkan
0,25 g dalam 25 mL akuades sampai terlarut sempurna.
 Menambahkan 200 μL Tween 80 0,1% (v/v) ke dalam larutan STPP dan
mengaduk dengan pengaduk magnet (magnetic stirrer).
 Meneteskan larutan kitosan-ekstrak dengan syringe ke dalam larutan
STPP disertai dengan pengadukan magnetik.
 Melanjutkan pengadukan sampai 30menit.
3. Melakukan prosedur pada poin 2 untuk variasi nanopartikel dengan
perbandingan kitosan : STPP 1%:1%, 1%:1,5%, dan 2%:1%

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


45

4. Melakukan pengecilan ukuran menggunakan sonikator dengan daya 130 Watt


dan frekuensi sebesar 20 kHz selama 60 menit.
5. Melakukan sentrifugasi terhadap larutan campuran sebelumnya untuk
memisahkan nanopartikel (endapan) dari supernatannya dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit.
6. Menyaring supernatan dengan kertas Whatmann No. 42 untuk mendapatkan
partikel – partikel yang tersisa.
7. Menghitung efisiensi penyalutan dan pemuatan obat melalui absorbansi
supernatan hasil sentrifugasi.
8. Memindahkan endapan ke dalam wadah dan menyimpan di freezer selama
satu hari.
9. Memasang tabung reaksi yang berisi sampel ke dalam port freeze dryer.
10. Mengatur kondisi operasi alat freeze dryer seperti berikut:
a. Menurunkan suhu sampai -47,6oC dengan laju penurunan suhu sebesar -
2oC.
b. Mengatur tekanan sebesar 13 Pa.
c. Menunggu sampai sampel berubah menjadi bubuk.
3.4.6. Uji penghambatan α-glukosidase secara in-vitro
Uji inhibisi enzim α-glukosidase dapat menunjukkan indikasi penghambatan
pada prosespencernaankarbohidratdanprosesabsorbsinyadalamusushalus sehingga
dapatmenurunkankadarguladarah postprandialpenderitadiabetesmellitus. Uji
inhibisi enzim α-glukosidase pada penelitian ini mengikuti metode yang dilakukan
oleh Dewi (2013) dan Aisyah (2014). Tahap untuk uji inhibisi enzim α-
glukosidase adalah sebagai berikut:
3.4.6.1. Pembuatan larutan buffer fosfat pH 6,8
Larutan buffer fosfat pH 6,8 dibuat dengan cara mencampurkan 50 mL
kalium dihidrogen fosfat 0,1 M dan 20,5 mL natrium hidroksida 0,1 N. Pada saat
penambahan natrium hidroksida harus dilakukan secara perlahan-lahan dengan
melakukan pengecekan pH menggunakan pH meter digital setiap penambahan.
Pembuatan 50 mL kalium dihidrogen fosfat 0,1 M dilakukan dengan menimbang
KH2PO4 sebanyak 0,68 g dan natrium hidroksida sebanyak 0,2 g.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


46

3.4.6.2. Pembuatan larutan substrat


Larutan substrat dibuat dengan melarutkan 0,0315 g p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida dalam 20 mL buffer fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh konsentrasi
substrat 5 mM.
3.4.6.3. Pembuatan larutan pembawa enzim
Larutan pembawa enzim dibuat dengan cara menimbang Bovine Serum
Albumin (BSA) sebanyak 6 mg yang dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 6,8
hingga 6 mL.
3.4.6.4. Pembuatan larutan enzim
Larutan induk enzim dibuat dengan melarutkan 3 μL enzim α-glukosidase
(1000 u/mL) dalam larutan pembawa enzim yang telah dibuat. Larutan induk yang
dihasilkan mempunyai konsentrasi 0,5 u/mL kemudian diencerkan hingga
mencapai konsentrasi 0,3 u/mL, 0,15 u/mL, 0,075 u/mL, dan 0,0375 u/mL.
3.4.6.5. Pembuatan Na2CO3 0,2 M
Larutan Na2CO3 0,2 M dibuat dengan melarutkan natrium karbonat
sebanyak 1,06 g dalam 100 mL bufferfosfat pH 6,8.
3.4.6.6. Penyiapan larutan sampel ekstrak kasar
Larutan dibuat dengan cara menimbang 0,1 g ekstrak kasar yang
dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO) kemudian dilarutkan dalam buffer
fosfat pH 6,8 sebanyak 0,5 mL sehingga akan diperoleh konsentrasi 20%. Larutan
ekstrak 20% kemudian diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan,
yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan 0,5%.
3.4.6.7. Penyiapan larutan sampel ekstrak yang telahternanoenkapsulasi
Larutan dibuat dengan cara menimbang 0,05 g hasil nanoenkapsulasi yang
dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO) kemudian dilarutkan dalam buffer
fosfat pH 6,8 sebanyak 0,25 mL sehingga akan diperoleh konsentrasi 20%.
Larutan hasil nanoenkapsulasi 20% kemudian diencerkan sesuai dengan
konsentrasi yang diinginkan yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan 0,5%.
3.4.6.8. Penyiapan larutan sampel Acarbose (obat kimia)
Larutan dibuat dengan cara menimbang 0,1 g Acarbose (obat kimia) dan
melarutkannya dalam buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 0,5 mL sehingga akan
diperoleh konsentrasi 20%. Larutan sampel Acarbose kemudian diencerkan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


47

menjadi konsentrasi yang diinginkan yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan
0,5%.
3.4.6.9. Penyiapan larutan sampel Diabetano (obat herbal)
Larutan dibuat dengan cara menimbang 0,1 g Diabetano (obat herbal) dan
melarutkannya dalam buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 0,5 mL sehingga akan
diperoleh konsentrasi 20%. Larutan sampel Diabetano kemudian diencerkan
menjadi konsentrasi yang diinginkan yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan
0,5%.
3.4.6.10. Optimasi konsentrasi enzim α-glukosidase
a. Pengujian blangko (B1)
Larutan dimetil sulfoksida (DMSO) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi5 mM. Campuran diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, ke dalam campuran
ditambahkan 250 μL larutan enzim dengan berbagai konsentrasi (0,3
u/mL, 0,15 u/mL, 0,075 u/mL, dan 0,0375 u/mL), campuran diiunkubasi
kembali selama 15 menit pada suhu 37oC. Reaksi dihentikan dengan
penambahan 2000 μL natrium karbonat (Na2CO3) 0,2 M. Campuran
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 400 nm.
b. Pengujian kontrol blangko (B0)
Larutan dimetil sulfoksida (DMSO) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi 5 mM. Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi, ke dalam
campuran ditambahkan 2000 μL natrium karbonat (Na 2CO3) 0,2 M,
campuran diiunkubasi kembali selama 15 menit pada suhu 37 oC.
Selanjutnya, campuran ditambahkan 250 μL larutan enzim dengan
berbagai konsentrasi (0,3 u/mL, 0,15 u/mL, 0,075 u/mL, dan 0,0375
u/mL). Campuran diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 400 nm.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


48

3.4.6.11.Pengujian aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak kasar


a. Pengujian sampel ekstrak kasar
Larutan sampel ekstrak kasar dengan berbagai konsentrasi (18%,
16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan 0,5%) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi 5 mM. Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi, ke dalam
campuran ditambahkan 250 μL larutan enzim dengan konsentrasi 0,075
u/mL, campuran diinkubasi kembali selama 15 menit pada suhu 37 oC.
Reaksi dihentikan dengan penambahan 2000 μL natrium karbonat
(Na2CO3) 0,2M. Campuran diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm.
b. Pengujian kontrol sampel ekstrak kasar
Larutan sampel ekstrak kasar dengan berbagai konsentrasi (18%,
16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan 0,5%) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi 5 mM. Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi, ke dalam
campuran ditambahkan 2000 μL natrium karbonat (Na 2CO3) 0,2 M,
campuran diinkubasi kembali selama 15 menit pada suhu 37 oC.
Selanjutnya campuran ditambahkan larutan enzim 250 μL dengan
konsentrasi 0,075 u/mL. Campuran diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm.
3.4.6.12.Pengujian aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak hasil
nanoenkapsulasi, obat Acarbose, dan obat Diabetano
Tahap pengujian dengan ekstrak hasil nanoenkapsulasi dan kontrol ekstrak
hasil nanoenkapsulasi, pengujian dengan sampel obat Acarbose dan kontrol
sampel obat Acarbose sebagai obat kimia, serta pengujian dengan sampel obat
Diabetano dan kontrol sampel obat Diabetano mengikuti metode yang sama
dengan poin 3.4.6.11.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


49

3.4.7. Uji Profil Pelepasan pada Media Fluida Sintetik


Uji profil pelepasan pada penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan
metode fluida sintesis. Uji profil pelepasan ini mengikuti metode yang dilakukan
oleh Aini (2015). Tahapan uji profil pelepasan adalah sebagai berikut:
3.4.7.1. Preparasi media fluida sintetis
Media fluida sintesis yang digunakan pada penelitian ini berupa dua jenis
buffer yang menunjukkan sistem pencernaan manusia. Pembuatan kedua buffer
tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Lambung (pH 1,2)
Melarutkan KCl 0,2 M sebanyak 0,7455 g dan HCl 0,2 M (perbandingan 1
: 1,7) dalam 135 mL akuades sambil diaduk.
b. Usus halus (pH 7,4)
Melarutkan KH2PO40,1 M sebanyak 1,3608 g dan NaOH 0,1 M sebanyak
0,1792 g dalam 144,8 mL akuades sambil diaduk.
3.4.7.2. Preparasi kurva kalibrasi pelepasan pH 1,2
Kurva kalibrasi disiapkan untuk memperoleh acuan korelasi antara data
absorbansi dengan konsentrasi dari sampel ekstrak daun sambiloto di dalam buffer
yang digunakan. Tahap pembuatan kurva kalibrasi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan 50 mL media fluida sintesis pH 1,2.
2. Melarutkan 2,5 mg ekstrak daun sambiloto dalam 25 mL larutan media
fluida sintesis pH 1,2 (konsentrasi 100 ppm) kemudian mengencerkan
larutan induk hingga memperoleh variasi konsentrasi larutan 5 ppm, 10
ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
3. Mengukur absorbansi ekstrak daun sambiloto dengan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 208 nm.
4. Membuat plot grafik antara absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi (sumbu
x) lalu merepresentasikannya dalam persaman garis lurus.
3.4.7.3. Preparasi kurva kalibrasi pelepasan pH 7,4
1. Menyiapkan 50 mL media fluida sintesis pH 7,4.
2. Melarutkan 2,5 mg ekstrak daun sambiloto dalam 25 mL larutan media
fluida sintesis pH 7,4 (konsentrasi 100 ppm) kemudian mengencerkan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


50

larutan induk hingga memperoleh variasi konsentrasi larutan 5 ppm, 10


ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
3. Mengukur absorbansi ekstrak daun sambiloto dengan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 208 nm.
4. Membuat plot grafik antara absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi (sumbu
x) lalu merepresentasikannya dalam persaman garis lurus.
3.4.7.4. Pelepasan obat pada fluida sintesis secara seri
Profil pelepasan nanosfer dihitung dalam persentase hilangnya senyawa obat
(andrografolida) pada fluida sintesis. Jumlah obat teoritis dapat ditentukan dengan
mengakumulasikan obat yang lepas dalam fluida sintesis ditambah obat yang
tidak terjerap (di dalam air cucian) sehingga dapat diketahui banyaknya obat yang
terperangkap dengan cara sebagai berikut:
1. Memasukkan 0,1 g matriks dari setiap variasi matriks ke dalam beaker
glass, menambahkan 50 mL media fluida sintesis pH 1,2, menutup beaker
glass dengan menggunakan plastic wrap dan menyimpan dalam inkubator
pada temperatur 37oC.
2. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur:
Mengambil 10 mL larutan dari beaker glass dengan jarum suntik dan
memindahkan ke dalam tabung sentrifugasi, melakukan sentrifugasi pada
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit.
3. Mengambil sebanyak 4 mL sampel dari tabung sentrifugasi dan
memasukkannya ke dalam botol vial sebagai sampel, mengembalikan
cairan di dalam tabung sentrifugasi ke dalam beaker glass dan
memasukkan 4 mL media fluida sintesis baru untuk menjaga volume
fluida sintesis konstan.
4. Melakukan pergantian buffer pH pada jam ke-3 dengan media fluida
sintesis pH 7,4 dengan dan tambahan enzim α-amilase 0,003% (w/w).
5. Metode pergantian buffer pH dilakukan dengan prosedur:
Menyaring bufferdan matriks dengan menggunakan bantuan pompa
vakum, mengembalikan matriks tersisa di saring ke dalam beaker glass
dan mencuci dengan buffer pH baru dan menambahkan volume

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


51

bufferhingga 50 mL, menutup dengan plastic wrap, menginkubasi pada


suhu 37oC.
6. Melakukan pengambilan data absorbansi per jam nya hingga jam ke-7
dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 208 nm.
7. Membuat plot grafik antara persentase rilis kumulatif (sumbu y) dan waktu
(sumbu x), lalu merepresentasikannya dalam persamaan garis untuk
melihat gambaran profil pelepasannya.

3.4.8. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis


Data rendemen hasil ekstraksi diambil dengan mengukur massa ekstrak
setelah dipekatkan dan membandingkannya dengan massa simplisia sebelum
diekstraksi. Persen loading capacity dan efisiensi penyalutan ditentukan melalui
absorbansi supernatan dari hasil pembuatan nanopartikel. Data yang dikumpulkan
pada uji inhibisi enzim α-glukosidase berupa data absorbansi dari larutan blanko
dan kontrolnya, larutan ekstrak kasar dan kontrolnya, larutan ekstrak hasil
nanoenkapsulasi dan kontrolnya, larutan obat akarbose dan kontrolnya sebagai
pembanding obat kimia, serta larutan obat Diabetano dan kontrolnya sebagai
pembanding obat herbal yang seluruhnya diukur pada panjang gelombang 400
nm. Untuk profil pelepasan, data diperoleh dengan mengukur nilai absorbansi
matriks yang terlepas pada fluida sintesis yang diambil pada rentang waktu setiap
satu jam menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 208
nm.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Evaluasi hasil percobaan akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Data rendemen ekstrak dihitung dengan rumus:


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100% (3.1)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

2. Nilai Rf pada uji kualitatif kandungan andrografolida dihitung dengan


rumus:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑜𝑙𝑒 𝑕 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑜𝑡𝑜𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑓 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑜𝑙𝑒 𝑕 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑜𝑡𝑜𝑙𝑎𝑛
(3.2)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


52

3. Efisiensi penyalutan dihitung dengan rumus:


𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑡𝑎𝑛 =
𝑤 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 −𝑤 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠
𝑤 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠
𝑥 100% (3.3)

4. Loading capacity dihitung dengan rumus:


𝑤 𝑛𝑎𝑛𝑜𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙 −𝑤 𝑒𝑛𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙𝑎𝑡𝑜 𝑟
%𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 = 𝑥 100%
𝑤 𝑛𝑎𝑛𝑜𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙

(3.4)

5. Persen inhibisi dari sampel ekstrak kasar, ekstrak hasil nanoenkapsulasi,


obat Akarbose, dan obat Diabetano dihitung dengan rumus:
𝐵−𝑆
% 𝑖𝑛𝑕𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 𝑥 100% (3.5)
𝐵

dengan:
B = absorbansi blanko dikurangi absorbansi kontrol blanko (B1-B0)
S = absorbansi sampel dikurangi absorbansi kontrol sampel
Pengolahan data uji profil pelepasan meliputi persentase rilis kumulatif per
jam nanopartikel dengan mengkonversikan absorbansi hasil pengukuran
menggunakan kurva kalibrasi media fluida sintesis. Persamaan garis dibuat
dengan waktu sebagai sumbu x dan persentase rilis kumulatif sebagai sumbu y.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian hasil dan pembahasan ini akan dijelaskan mengenai hasil
penelitian yang meliputi ekstraksi daun sambiloto, uji kualitatif keberadaan
Andrografolida dalam ekstrak daun sambiloto dengan Kromatografi Lapis Tipis,
nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto dengan metode gelasi ionik,
karakteristik analitis nanopartikel, uji inhibisi enzim α-glukosidase, dan profil
pelepasan matriks ekstrak daun sambiloto dalam media fluida sintetik sebagai
representasi organ dalam sistem pencernaan.
4.1 Ektraksi Daun Sambiloto

Penelitian ini menggunakan simplisia daun sambiloto komersil yang telah


dikeringkan, dengan cara penghancuran atau penggilingan daun yang bertujuan
untuk menghancurkan dinding sel daun sehingga pelarut dapat menjangkau
larutan dengan baik (Geankopolis, 1983) dan memperkecil ukuran simplisia
sehingga dapat memperbesar laju perpindahan massa komponen dari daun ke
pelarut (Perdana, 2007).
Ekstraksi dilakukan dengan metode sonikasi menggunakan pelarut teknis
etanol 70%. Pelarut etanol 70% digunakan karena kandungan andrografolida
dalam daun sambiloto memiliki sifat kelarutan dalam pelarut semi polar,
sedangkan pelarut etanol memiliki indeks kepolaran 5,1 dimana, lebih rendah dari
air dengan indeks kepolaran 10,2 dan lebih tinggi dari heksan dengan indeks
kepolaran 0,1 yang keduanya tidak menunjukkan adanya noda andrografolid pada
analisis kualitatif KLT. Pelarut denganindeks polaritas pertengahan atau semi
polarseperti klorofom (indeks kepolaran 4,1) dan etanol dapat menembusdinding
sel daun dengan baik sehingga prosespenyarian senyawa andrografolid dari dalam
seldengan kedua pelarut semi polar ini lebih drekomendasikan (Rais, 2014).
Tujuan dari ekstraksi dengan etanol adalah untuk memperoleh andrografolida
dengan sifat organoleptik yang lebih baik, selain itu diharapkan ekstraksi akan
lebih mudah dan waktunya lebih singkat.
Tabel dibawah ini adalah berat ekstrak atau crude extract yang diperoleh
dari penelitian :

53
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


54

Tabel 4. 1 Presentase rendemen tiap ekstrak

Ekstrak ke- Berat ekstrak kasar Nilai rendemen

1 1,99 gram 3,89%

2 13,62 gram 27,24%

3 8,38 gram 16,76%

Rata – rata rendemen 15,96%

Nilai rendemen rata – rata yang didapatkan pada penelitian ini memiliki
presentase rendemen yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
olehYonanda (2011) dengan menggunakan metode esktraksi sonikasi dan pelarut
etanol 70% yaitu, sebesar 15,88%.Hasil penelitian berbeda dilakukan oleh
Mathew, et al(2010), dimanapenggunaan pelarut metanol menghasilkan nilai
rendemen yang lebih tinggi dibandingkan pelarut etanol sebesar 39,8%. Hal ini
dikarenakan pelarut dengan viskositas rendah, lebih mudah untuk dialirkan.
Metanol memiliki nilai viskositas yang lebih rendah (0,597 mPa.s) dibandingkan
dengan etanol yaitu 1,200 mPa.s. Viskositas berkurang (kohesi juga berkurang)
mengakibatkan tegangan permukaan menurun. Tegangan permukaan menurun
dapat membantu pelarut masuk ke dalam matriks padatan sehingga meningkatkan
kecepatan reaksi. Hal inilah yang menyebabkan persentase rendeman dari metanol
lebih besar. Walaupun kadar yang dihasilkan oleh pelarut lebih kecil,
namunjumlah rendemen oleh pelarut etanol sudah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh DepKes RI (2009) dimana kandungan andrografolida dalam
ekstrak sambiloto sebesar ≥15%.
Metanol memang pelarut yang paling umum dan efektif untuk
mengekstraksiA.paniculatanamun, penggunaan pelarut metanolmenyebabkan
polusi lingkungan dan juga lebih beracun dari alkohol lainnya (Median et al.
2015).
4.2 Analisis Keberadaan Andrografolida di dalam Ekstrak dengan
Metode KLT

Hasil yang diperoleh dari uji kualitatif dengan metode KLT dapat dilihat pada
Gambar 4.1

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


55

B C D
A

Gambar 4. 1Hasil uji KLT (A) Standar Andrografolida, (B) ekstrak daun sambiloto 1, (C) ekstrak
B
daun sambiloto 2, (D) ekstrak daun sambiloto 3

Pengujian KLT pada ekstrak daun sambiloto dilakukan pada 3 sampel, yaitu
A
ekstrak daun sambiloto 1, ekstrak daun sambiloto 2, dan ekstrak daun sambiloto 3.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai Rf yang didapatkan standar
andrografolida adalah 0,61, begitu pula dengan nilai Rf yang didapatkan dari
ekstrak daun sambiloto 1, ekstrak daun sambiloto 2, dan ekstrak daun sambiloto 3
adalah 0,61. Pengolahan data untuk mendapatkan nilai Rf pada uji KLT dapat
dilihat lebih jelas di Lampiran B.Dari ketiga nilai Rf sampel ekstrak daun
sambiloto memiliki nilai Rf yang sama dengan andrografolida standard hal ini
menandakan bahwa didalam ketiga sampel ekstrak daun sambiloto mengandung
senyawa bioaktif andrografolida.Pemilihan pelarut juga mempengaruhi
keberadaan senyawa aktif dalam ekstak. Hal ini mengindikasikan
bahwapenggunaan pelarut etanoluntuk mengekstrak dalam mengekstraksisenyawa
aktif andrografolida yang terkandungdalam bahan alam herba sambiloto
dapatmenghasilkan proses ekstraksi senyawa aktiftarget dengan baik.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


56

4.3 Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto

Pembuatan nanopartikel ekstrak daun sambiloto mengacu pada penelitian


sebelumnya (Aini, 2015) menggunakan metode gelasi ionik dengan perlakuan
variasi terhadap konsentrasi penyalut nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto.
Penelitian ini menggunakan kitosan sebagai penyalut dengan penambahan STPP
sebagai sambung silang. Pemilihan kitosan sebagai penyalut dipilih karena
memiliki sifat – sifat sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat yang
didasarkan pada kekuatan mekanik dan keteruraian hayatinya yang lambat.
Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan TPP sebagai senyawa sambung silang
anionik homogen dan kitosan yang memiliki muatan permukaan positif yang
membuat keduanya sesuai untuk aplikasi pada adesi mukosa (Gan dan Wang,
2007).Variasi perbandingan kitosan terhadap STPP yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 1% kitosan : 1% STPP ; 1% kitosan : 1,5% STPP dan 2%
kitosan : 1 % STPP.
Tujuan pelarutan kitosan dengan asam asetat dalam metode gelasi ionik
adalah untuk mendapatkan kation kitosan.Hal ini dikarenakan gugus H+ yang
dimiliki asam asetat memiliki kemampuan untuk melakukan pemutusan ikatan
glikosida pada rantai panjang, sehingga rantai pada polimer kitosan menjadi lebih
kecil. Di dalam air, asam asetat akan membentuk CH 3COO- dan H3O+. Suasana
yang asam (kehadiran ion H+) akan memicu protonasi dari gugus amina NH 2 yang
bersifat basa menjadi NH3+ (Pratiwi, 2014).

Selajutnya ekstrak ditambahkan kedalam larutan. Massa ekstrak yang


ditambahkan sebesar 0,15 g mengacu pada penelitian Pratiwi (2013). Namun,
ketika ekstrak ditambahkan kedalam larutan asam asetat dan kitosan tidak dapat
tercampur merata, hal ini dikarenakan penambahan kitosan kedalam asam asetat
menyebabkan larutan menjadi kental sehingga diperlukan pengadukan dengan
bantuan magnetik stirrer. Pengadukan ini membuat ekstrak dan larutan menyatu
dan tercampur rata.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


57

Selanjutnya, STPP dilarutkan dalam aquades hingga diperoleh ion hidroksil


dan ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari
kitosan.Penambahan STPP digunakan sebagai penstabil pembentukan
nanopartikel sehingga mengurangi penggunaan surfaktan serta berfungsi sebagai
emulsifier.Variasi kitosan dan STPP secara signifikan mempengaruhi karakteristik
nanopartikel. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikatan silang terbentuk antara
kitosan dan STPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat
sehingga partikel kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit
terpecah menjadi bagian – bagian yang lebih kecil (Wahyono, 2010). Lapisan taut
silang antara kitosan dengan TPP akan memperangkap bioaktif dalam ekstrak
(salah satunya andrografolida) yang berikatan fisik dengan kitosan.
Setelah pelarutan STPP di dalam air, maka ditambahkan surfaktan tween 80
yang merupakan surfaktan nonionik hidrofilik (polietilena sorbitan monooleat).
Penambahan tween 80 membuat nanopartikel yang terbentuk akan memiliki
ukuran yang lebih kecil dan bentuk sferis. Pada proses nanoenkapsulasi, surfaktan
(tween 80) berperan menurunkan tegangan antarmuka sehinga partikel – partikel
berkuran besar akan terpecah menjadi lebih kecil dan didapatkan lebih banyak
ukuran nano. Tween 80 juga berfungsi sebagai molekul yang diadsorpsi oleh
permukaan partikel untuk mencegah terjadinya gumpalan (Irawan,2014).
Kemudian larutan ekstrak daun sambiloto diteteskan kedalam larutan STPP.
Nanopartikel ekstrak daun sambiloto dengan penyalut kitosan akan terbentuk
secara spontan dibawah pengadukan stirrer.Mekanismepembentukan nanopartikel
didasarkan ada interaksi elektrostatik gugus positif amino (-NH3+) dan gugus
negatif TPP (P3O105-) yang akhirnya secara spontan membentuk nanopartikel.
Dibawah ini adalah gambar reaksi kimia pembentukan kitosan dan hasil
nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


58

Gambar 4. 2Interaksi kitosan dengan TPP (a) Deprotonasi (b) Cross-linking ionik (Bhumkar dan
Phorkharkar, 2006)

Gambar 4. 3Nanopartikel ekstrak daun sambiloto

Nanopartikel ekstrak daun sambiloto yang terbentuk kemudian disonikasi


menggunakan ultrasonic bath pada frekuensi 40kHz untuk memperkecil ukuran
partikel dengan cara memecah molekul – molekul yang berukuran besar.
Pecahnya molekul – molekul tersebut dikarenakan gelombang ultrasonik yang
menjalar kedalam medium cair secara terus menerus mampu membangkitkan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


59

semacam gelembung atau rongga (cavity) didalam medium yang kemudian


secepat kilat meletus (Wahyono, 2010). Gelembung – gelembung yang meletus
tadi bisa menghasilkan energi kinetik luar biasa besar yang berubah menjadi
energi panas. Selama terjadinya gelembung – gelembung, kondisi fisika-kimia
suatu reaksi bisa berubah drastis namun suhu medium yang teramati masih
tetaplah dingin karena proses terbentuk dan pecahnya gelembung terjadi secara
mikroskopik.

Gambar 4. 4Nanopartikel ekstrak setelah di sonikasi

Setelah dilakukan sonikasi, maka akan terbentuk 2 fasa larutan yang terpisah
seperti yang terlihat pada gambar diatas. Hal ini diakibatkan nanopartikel
memiliki berat yang lebih ringan sehinggasehingga apabila lama kelamaan
dibiarkan akan dengan mudah beraglomerasi dengan partikel yang lainnya
kemudian turun mengendap ke dasar permukaan. Selanjutnya campuran
disentrifugasi untuk mengendapkan nanopartikel yang terbentuk dengan fase
cairnya (supernatan). Pemisahan dengan sentrifugasi menggunakan 10.000 rpm
selama 15 menit dengan jeda 1 menit setiap 5 menit, hal ini dimaksudkan agar
partikel yang terbentuk tidak panas karena kecepatan rotasi yang begitu tinggi
selain itu dapat merusak struktur dan fungsi nanopartikel karena sifat kitosan dan
sambiloto yang tidak tahan terhadap panas.
Matriks yang terpisah dengan supernatannya kemudian di freeze drying untuk
mengubah bentuknya menjadi serbuk sedangkan supernatan dihitung kadarnya
andrografolida yang tersisa dengan menggunakan HPLC. Dibawah ini adalah

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


60

gambar hasil freeze dryingekstrak kasar, nanopartikel kosong,dan nanopartikel


ekstrak daun sambiloto dengan variasi kitosan : STPP adalah 1:1 ; 1:1,5 ; 2 :1

Gambar 4. 5Nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto (a) Varisi 1 (b) Variasi 2(c) Variasi 3

4.3.1. Efesiensi penyalutan dan loading capacity


Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai penjerapan bahan aktif
andrografolida dalam matriks yang dikorelasikan dengan efesiensi penyalutan dan
loading capacity.Tujuan dilakukannya evaluasi efisiensi penjerapan zat aktif di
dalam nanopartikel adalah untuk mengetahui kemampuan polimer dalam
menjerap zataktif dan mengetahui efisiensi dari metode yang digunakan. Nilai
efesiensi penyalutan diperoleh dari kadar andrografolida yang masih terdapat
dalam supernatan yang dianalisis dengan HPLC. Sedangkan nilailoading
capacitydipengaruhi oleh berat matriks yang terbentuk.Loading capacity
menunjukkan banyak andrografolida yang yang termuat dalam matriks
yangterbentuk. Tabel 4.2 berikut adalah data hasil efesiensi penyalutan dan drug
loading nanopartikel ekstrak daun sambiloto

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


61

Tabel 4. 2 Hasilefesiensi penyalutan dan drug loading nanopartikel ekstrak daun sambiloto

Efesiensi Loading
No Variasi
Penyalutan Capacity
1 Kitosan 1% : STPP 1% 55,89% 30.62%
2 Kitosan 1% : STPP 1,5% 28,79% 11,09%
3 Kitosan 2% : STPP 1% 60% 46,29%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi


kitosan maka presentase efesiensi penyalutan juga semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan semakin besar jumlah nanopartikel kitosan, maka jumlah
andrografolida yang tersalut semakin banyak yang disebabkan luas permukaan
partikel meningkat sehingga nilai efesiensinya semakin besar. Sedangkan semakin
tinggi konsentrasi TPP maka semakin sedikit andrografolida yang terjerap hal ini
dikarenakan fungsi TPP sebagai zat pengikat silang yang memperkuat matriks
nanopartikel. Ketika konsentrasi TPP semakin besar, maka matriks nanopartikel
menjadi semakin rapat dan kompak sehingga laju difusi bahan (andrografolida)
semakin menurun. Hal ini sesuai dengan teori dan penelitian yang telah dilakukan
oleh Wahyono (2010) yang menyatakan bahwa semakin banyak TPP akan
semakin memperkuat ikatan ionik pada nanopartikel sehingga obat akan sulit
untuk lepas kembali. Sedangkan semakin banyak kitosan namun apabila bahan
cross linkernya tidak memadai (terlalu sedikit) menyebabkan ikatan ionik tidak
kuat sehingga bahan obat dapat resiko lepas kembali.
Faktor lain yang menyebabkan efesiensi penyalutanvariasi 3 tinggi adalah
tidak semua polimer kitosan habis berinteraksi dengan tripolifosfat membentuk
nanopartikel karena pada pembuatannya larutan TPP-lah yang diteteskan ke dalam
larutan kitosan sampai habis dan perbandingan volume kitosan yang lebih besar
dari pada volume larutan TPP. Oleh karena itu besar kemungkinan masih terdapat
banyak kitosan pada bagian supernatan.
Loading capacity adalah banyaknya obat yang termuat dalam nanopartikel
kitosan dibandingkan penyusun – penyusun nanopartikel yang diperlukan.
Pemuatan obat bermanfaat dalam mengemas suatu obat sehingga dapat

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


62

diperkirakan kemasan suatu obat dari banyaknya nanopartikel yang dibutuhkan


terhadap jumlah obat yang terenkapsulasi di dalam nanopartikel (Pratiwi, 2014).
Pada penelitian ini matriks yang dipisahkan dengan supernatan setelah
disentrifugasi tidak dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring sehingga
masih ada matriks yang terbawa kedalam supernatan. Hal ini menyebabkan berat
nanopartikel kering yang didapatkan setelah freeze drying mengalami penurunan
berat dari masa awal. Selain itu, waktu freeze drying yang belum optimum
membuat beberapa massa matriks tertarik kedalam alat freeze drying.Hal ini
sangat mempengaruhi nilai drug loading yang berhubungan langsung denga berat
nanopartikel kering.
Penggunaan sentrifuge dengan kecepatan tinggi 10.000 rpm tanpa adanya
pendingin (refrigrated centrifuge) dan suhu sonicator yang tidak stabil juga
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai loading capacity. Seiring
dengan kenaikan suhu yang terjadi menyebabkan stabilitas kitosan terganggu
yang berdampak munculnya aglomerasi sehingga penyalut yang dihasilkan kurang
mampu untuk memuat obat yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan Tabel 4.2 persentase tertinggiloadingcapacity sejalan dengan
tingginya persentase efesiensi enkapsulasi. Hal ini dikarenakan semakin banyak
TPP yang digunakan maka semakin banyak ion tripolifosfat yang berinteraksi
dengan NH3+ yang menyebabkan ikatan antara kedua ion semakin kuat sehingga
struktur solid-matrix lebih kompak karena rasio massa meningkat untuk kitosan :
TPP, yang mengarah kepeningkatan jumlah nanopartikel terbentuk,
mengakibatkan peningkatan efisiensi enkapsulasi dan kapasitas pemuatan di
nanopartikel. Hasil penelitian ini sejalan yang dilakukan oleh Hou, 2015.

4.3.2. Determinasi Analitis Morfologi Menggunakan FE-SEM


Ukuran dan distibusi partikel merupakan karekteristik paling penting didalam
suatu nanopartikel. Pada beberapa penelitian partikel mdengan ukuan nano
memiliki berapa kelebihan dibandingkan mikropartikel. Umumnya nanopartikel
dengan menggunakan penyalut kitosan sangat berguna pada penghantaran obat
kedalam usus halus dimana saluran cerna membutuhkan waktu yang sangat lama
lebih dari 8 jam dari mulut ke usus halus sehingga obat akan tetap tertahan dan
sampai usus halus untuk penargetan pemulihan penyakit diabetes miletus.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


63

Penelitian ini menggunakan FE-SEM (Field Emission Scanning Electron


Microscope) dalam menentukan ukuran partikel dan melihat morfologi dari
partikel dengan perbesaran mencapai 1.000 – 10.000 kali. Hasil pengukuran FE-
SEM dapat dilihat pada Gambar 4.6

(a)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


64

(b)

(c)
Gambar 4. 6Hasil uji FE-SEM (a) Variasi 1 (Kitosan 1% : TPP1%) (b) Variasi 2 (Kitosan1:
TPP1,5% %) dan (c) Variasi 3 (Kitosan 2% : TPP1%)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


65

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui distribusi ukuran partikel dari setiap
variasi nanopartikel sebagai berikut :
Tabel 4. 3Diameter ukuran partikel pada variasi 1, variasi 2, dan variasi 3

Jenis Diameter Partikel (nm) Rata – Standar


Min Max
Variasi 1 2 3 4 5 rata Deviasi
1 837,6 604 728,1 480,4 672,4 480,4 837,6 664,5 133,81
2 301,5 234,7 264,7 284,7 268,2 234,7 301,5 270,76 24,91
3 669,4 557,9 557,4 892,6 669,4 557,4 892,6 669,34 136,74

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat ukuran yang dihasilkan masing – masing
variasi. Ukuran partikel terkecil terdapat pada variasi kedua dengan diameter
234,7nm, sedangkan ukuran partikel terbesar terdapat pada variasi ketiga dengan
diameter 892,6 nm. Distribusi ukuran partikel yang mendekati seragam ditempati
oleh variasi kedua seperti terihat dari data diatas. Hal ini dibuktikan dengan nilai
standar deviasi variasi 2 lebih kecil dibandingkan variasi yang lainnya, yang
mengindikasikan persebaran diameter ukuran partikel variasi 2 homogen.
Secara keseluruhan, variasi nanopartikel kitosan-TPP memiliki ukuran
partikel yang tidak seragam.Hal ini kemungkinan dikarenakan metode sonikasi
dan sentrifugasi yang digunakan dalam proses pembuatan nanopartikel.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan Wahyono (2010), gelombang ultrasonic
yang menjalar dalam medium cair memiliki kemampuan secara terus menerus
membangkitkan gelembung (cavity) didalam medium tersebut yang kemudian
secara kilat meletus. Peristiwa kavitasi inilah yang menyebabkan partikel terpecah
menjadi partikel – partikel yang berukuran lebih kecil karena energy kinetic yang
ditimbulkan. Karena energi yang dihasilkan berbeda – beda pada setiap
gelembung maka waktu pecahnya gelembung pun berbeda – beda, sehingga
.Metode sentrifugasi berfungsi untuk mengendapkan partikel berukuran besar,
namun penggunaannya terbatas pada kecepatan sampai 10.000 rpm padahal untuk
menghasilkan partikel berukuran nano diperlukan kecepatan minimal 15.000 rpm
sehingga pengendapan partikel – partikel berukuran besar menjadi kurang efektif.
Hal ini mengakibatkan nanopartikel yang dihasilkan merupakan campuran
partikel berukuran nano dan mikro.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


66

Pengaruh penambahan tween 80 sebagai surfaktan merupakan salah satu


factor yang menentukan ukuran partikel. Penambahan tween 80 berfungsi untuk
menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah timbulnya
penggumpalan (aglomerasi) antar partikel. Namun, karena penggunaan tween 80
yang sangat sedikit yaitu 0,2% maka tidak begitu mempengaruhi ukuran partikel.
Oleh sebab itu, ukuran partikel sangatdipengaruhi oleh konsentrasi dan rasio
volume kitosan dan TPP yang digunakan. Pada variasi 3 rata – rata distribusi
ukuran partikel yang diperoleh cukup tinggi, hal ini dikarenakan pada konsentrasi
kitosanyang tinggi yaitu 2%, partikel-partikel yang terbentuk dari
reaksielektrostatis antara kitosan dan TPP sangat banyak danpadat, sehingga
partikel bergerombol membentuk agregatmenjadi partikel berukuran lebih besar.
Variasi penambahan jumlah TPP juga mempengaruhi terbentuknya partikel
berukuran nano, dimana, semakin tinggi konsentrasi TPP yang digunakan maka
menurunkan ukuran nanopartikel. Pada konsentrasi tertinggi STPP 1,5%,
distribusi partikel yang didapatkan 279,76 nm. Hal ini disebabkan peran TPP
sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks nanopartikel kitosan.
Dengan semakin banyaknya ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP
menyebabkan rantai kitosan menjadi lebih terikat erat dalam partikel, sehingga
pemadatan partikel berlanjut yang mengarah ke penurunan bertahap dalam
ukuran. Karena ikatan silang juga mengurangi ketersediaan gugus amino primer
bebas pada kitosan maka self-agregasi antara nanopartikel yang berbeda dapat
dicegah (MJ, Masarudin., 2015). Bertambahnya jumlah TPP yang merupakan
senyawa basa menyebabkan pH larutan lebih tinggi sehingga molekul
kitosanmenyusut karena protonasi dan / atau bentuk yang lebih antar atau intra-
molekul ikatan hidrogen yang lebih rendah, sehingga mengarah ke volume
nanopartikel yang hidrodinamik lebih kecil (Tsai, 2011).
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel yang diperoleh dari
penelitian ini sudah mencapai ukuran nano, namun untuk bisa menjadi penghantar
obat yang efektif diperlukan ukuran partikel <100 nm. Untuk itu diperlukan
evaluasi lebih lanjut terhadap karakteristik nanopartikel.
Berdasarkan Gambar 4.6 morfologi variasi 1 dan variasi 3 memiliki
ukuran yang kurang sferisdan ukuran partikelnya relatif besar hal ini disebabkan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


67

penambahan jumlah kitosan dengan jumlah TPP tetapmengakibatkan terjadinya


penggumpalan (aglomerasi). Selain itu, ukuran partikel yang tidak seragam
diduga karena ekstrak daun sambiloto tidak hanya masuk ke dalam matriks
nanopartikel kitosan tetapi juga menempel pada permukaan nanopartikel
(Wahyono, 2010).

4.3 Uji Inhibisi


Ujipenghambatan aktivitasαglukosidase dilakukan untuk mengetahui
kemampuan andrografolida dalam nanopartikel ekstrak daun sambiloto dengan
membandingkan ekstrak kasar daun sambiloto, senyawa standar andrografolida,
obat komersial akarbosa, dan obat herbal. Andrografolidadalam ekstrak
berkompetisi dengan substrat (disakarida) dengan mengurangi jumlah molekul
enzim bebas yang berikatan dengan substrat sehingga mengurangi pembentukan
produk (glukosa). Berkurangnya glukosa yang dihasilkan menurunkan kadar gula
(glukosa) yang terserap ke dalam darah (Pratiwi, 2010).
Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui optimasi
konsentrasi enzim yang digunakan untuk uji penghambatan. Konsentrasi enzim
yang diuji adalah 0,3 U/mL, 0,15 U/mL, 0,075 U/mL, dan0,0375 U/mL dengan
konsentrasi substrat yang digunakan adalah 5 mM.Konsentrasi substrat 5 mM
dianggap telah memenuhi sisi aktif enzim, sehingga tidak dibutuhkan konsentrasi
substrat yang lebih besar lagi(Yuliastuti, 2011). Tabel 4.4 menunjukkan hasil
optimasi pada berbagai konsentrasi enzim alfa glukosidase.
Tabel 4. 4 Absorbansi enzim alfa glukosidase

Konsentrasi Absorbansi
0,3 1,432
0,15 1,273
0,075 0,875
0,0375 0,452

Dalam menentukan konsentrasi enzim yang digunakan didasarkan pada


hukum Lambert-Beer, yang mengatakan bahwa hubungan antara absorbansi
terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


68

0,8 (0,2≤ 𝐴 ≥0,8). Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan
absorbansi tidak linear lagi. Oleh karena itu, nilai absorbansi yang baik adalah
kisaran 0,2-0,8 karena nilai absorbansi pada kisaran tersebut memiliki nilai
kesalahan fotometrik paling minimal (Sepriani, 2012). Berdasarkan hukum
tersebut konsentrasi enzim 0,075 U/mL adalah konsentrasi optimum yang
digunakan dengan nilai absorbansi 0,0875. Hal ini dikarenakan nilai absorbansi
ini adalah nilai absorbansi dengan kesalahan fotometrik paling minimal, serta nilai
ini mengindikasikan bahwa absorbansi telah optimum sehingga konsentrasi enzim
ini dapat digunakan untuk uji penghambatan enzim α- glukosidase.
Pengujian dilakukan dengan variasi konsentrasi pada setiap sampel, yaitu
0,5% , 1%, 2%, 4%, 8%, 12%, 16% dan 18%.Pada uji ini dilakukan pengukuran
absorbansi sampel (S) dan absorbansi blanko (B). Pada pengukuran absorbansi
blanko, digunakan DMSO pengganti larutan pembanding, sedangkan larutan
sampel yang digunakan untuk uji penghambatan menggunakan beberapa variasi
konsentrasi. Konsentrasi paling kecil yang digunakan dari 0,5% sampai
konsentrasi maksimumnya, yaitu ketika konsentrasi sampel tersebut telah
menunjukkan penurunan persentase penghambatan terhadap enzim α-glukosidase

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


69

Gambar 4. 7 Perbandingan uji inhibisi seluruh sampel

Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa andrografolida standar


memiliki persen inhibisi tertinggi sedangkan ekstrak daun sambilotomemiliki
persen inhibisi terendah terhadap enzim α-glukosidase. Kenaikan persentase
inhibisi andrografolida terjadi seiring dengan
penambahankonsentrasiandrografolida, dimana puncak absorbansi maksimum
berada pada konsentrasi 16% dengan persen inhibisi sebesar 99,56% dan pada
konsentrasi 18% daya inhibisi andrografolida mengalami penurunan. Hal ini
berarti konsentrasi andrografolida 16% merupakan konsentrasi maksimumuntuk
menghambat pemecahan reaksi enzimatik pati atau karbohidrat menjadi glukosa
didalam usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi
pencernaan karbohidrat kompleks dan absorpsinya, sehingga dapat mengurangi
peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes
Uji aktivitas penghambatan alfa glukosidase kemudian dibandingkan
dengan sampel diabetano yang merupakan obat herbal dan akarbosa yang
merupakan obat komersial. Secara garis besar aktivitas penghambatan alfa
glukosidase menunjukkan persen penghambatan yaang hampir sama dengan

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


70

standar andrografolida (>90%), yaitu sebesar 91,734% untuk akarbosa dan


99,631% untuk diabetano. Kedua obat tersebut mencapai persen penghambatan
maksimum pada konsentrasi yang sama yaitu 16%. Persen inhibisi yang tinggi
pada obat akarbosa disebabkan adanya intramolekul nitrogen, hal ini
mengakibatkan akarbosa melekat pada karbohidrat enzim α-glukosidase (misalnya
sukrase) dengan afanitas melebihi substrat normal (misal sukrosa) dengan faktor
104-105.Selama akarbosa tetap terikat pada enzim α-glukosidase, karbohidrat
yang masuk tidak dapat dicerna dan glukosa tidak dilepaskan untuk penyerapan
(Bischoff, 1994).
Pada kondisi yang sama, persen inhibisi ekstrak kasar daun sambiloto jauh
lebih kecil dibandingkan zat pembanding andrografolida, dimana persen inhibisi
tertinggi nanoenkapsulasi ekstrak kasar daun sambiloto adalah 33,17% yang
terdapat pada konsentrasi12%.Perbedaan persen inhibisi yang cukup signifikan ini
kemungkinan adanya senyawa kimia aktif lain. Senyawa – senyawa tersebut dapat
saja bersifat sinergis dalam menghambat enzimα-glukosidase. Pada
nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto, persen inhibisi tertinggi yang diperoleh,
sama dengan persen inhibisi ekstrak kasar sebesar 33,17% namun ini terjadi pada
konsentrasi 16%. Persen inhibisi yang kecil disebabkan oleh masih adanya
senyawa kimia lain dalam nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto, sedangkan
konsentrasi yang berbeda mungkin dikarenakan reaksi yang terjadi antara ekstrak
daun sambiloto dengan penyalut kitosan-TPP bersifat kurang sinergisketika
dicampurkan sehingga konsentrasi atau dosis yang dibutuhkan lebih banyak
dalam menghambat enzim alfa glukosidase.
Persen inhibisi nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto yang kecil juga
disebabkan jumlah kadar andrografolida yang cukup kecil di dalam sampel,
sebesar 2,5 mg/mL yang dapat dilihat pada Tabel 4.5, padahal menurut penelitian
yang telah dilakukan Subramanian et al, (2008) diperlukan 62,5 mg/mL
andrografolida untuk mencapai persen inhibisi maksimum 89% dapat dilihat pada
Gambar 4.8.

Tabel 4. 5 Kadar Andrografolida dalam nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


71

Ppm Massa daun


Ekstrak Kadar (mg)
(mg/g) (g)
Variasi 1 38,636 0,1514 5,85
Variasi 2 38,636 0,1555 6,01
Variasi 3 38,636 0,1525 5,89
ppm Volume akhir Kadar
Supernatan (mL/L) (L) Kadar (mL) mg/mL
Variasi 1 43,033 0,06 2,58 2,27
Variasi 2 71,382 0,06 4,28 1,40
Variasi 3 59,077 0,04 2,36 2,5

Gambar 4. 8 Kadar Andrografolida dalam ekstrak samiloto oleh Subramanian et al, (2008)

Inhibisi kerja enzim ini efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat


kompleks dan absorpsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar
glukosa post prandial pada penderita diabetes. Nanoenkapsulasi ekstrak daun
sambiloto juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja
menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Nanoenkapsulasi ekstrak
daun sambiloto sebagai inhibitor enzim α-glukosidase juga berfungsi dalam
menghambat ekspresi glukosa transporter SGLT1 dan GLUT2 mRNA yang
meningkat 3 kali lipat pada penderita diabetes yang berada permanen di membran
apikal yang mengakibatkan enzim α-amilase dan α- glukosidase juga meningkat
sehingga pengambilan glukosa pada usus meningkat 3 kali lebih cepat
dibandingkan orang normal. Transporter ini berfungsi untuk memindahkan
glukosa dari satu kompartmen ke kompartmen lainnya dengan melewati membran
biologis sehingga glukosa ini dapat diserap oleh tubuh. Dapat disimpulkan bahwa
andrografolida standar, akarbosa, dan diabetano memiliki konsentrasi yang sama

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


72

dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 16%. Oleh karena itu,
diperlukan 3 kali ekstrak daun sambiloto untuk dapat menghambat enzim α-
glukosidasesesuai dengan obat diabetano dan akarbosa.Persen inhbisi yang tinggi
pada obat akarbosa dan diabetano dikarenakan kedua obat sudah memiliki paten
sehingga uji yang dilakukan untuk mendapatkan dosis yang tepat telah memenuhi
standar dari BPOM. Dosis uji harus mencakup dosis yang setara dengan dosis
penggunaan yang lazim pada manusia.Dosis lain meliputi dosis dengan faktor
perkalian tetap yang mencakup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim
pada manusia sampai mencapai dosis yang dipersyaratkan untuk tujuan pengujian
atau sampai batas dosis tertinggi yang masih dapat diberikan pada hewan uji. Di
sisi lain, dosis atau konsentrasi ekstrak daun sambiloto dan nanoenkapsulasi
ekstrak daun sambiloto pada penelitian ini belum dapat menghambat enzim alfa
glukosidase secara optimum, karena uji yang dilakukan baru mencapai uji secara
in-vitro. Oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
dosis yang tepat untuk nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto dalam
menghambat enzim α-glukosidase.

4.4 Profil Pelepasan Matriks Secara Seri


Profil pelepasan dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode
fluida sintetik lambung dan usus halus. Uji profil pelepasan dilakukan selama 7
jam dengan pengambilan data setiap 1 jam. Simulasi pelepasan pada lambung
berlangsung pada rentang waktu jam ke-1 hingga jamk ke-3, sedangkan simulasi
pada kondisi usus berlangsung pada rentang waktu jam ke-4 hingga jam ke-7.
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kondisi perjalanan obat
dalam organ pencernaan seperti penelitian yang telah dilakukan oleh (Nurhalimah,
2014). Tujuan dari profil pelepasan secara seri adalah untuk mensimulasikan
perjalanan obat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dalam tubuh yaitu ditandai
dengan adanya pergantian media fluida lambung pada jam ke-3 dengan media
fluida usus.
Gambar 4.8 menunjukkan profil pelepasan setiap variasi nanopartikel yang
terbentuk.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


73

Gambar 4. 9 Persen rilis kumulatif variasi 1, variasi 2, dan variasi 3, dimana jam ke 1- 3
menunjukkan kondisi lambung dan jam ke 4 – 7 menunjukkan usus halus

Dari gambar 4.8dapat dilihat bahwa profil pelepasan kumulatif paling tinggi
terjadi pada variasi kedua dengan penyalut kitosan 1,5% dan STPP 1%, dilanjut
profil pelepasan kumulatif pada variasi 1, dan terakhir profil pelepasan paling
kecil pada variasi 3. Presentase rilis kumulatif terbesar dari variasi 2 adalah 75,03
% , variasi 1 adalah 20,50%, dan variasi ketiga sebesar 10,54%.
Pelepasan obat yang berlangsung cepat dari pada variasi 1 pada jam ke 1
hingga jam 3 pada media lambung menunjukkan peristiwa burst release yang
artinya sebagian obat terlepas segera dalam waktu singkat. Hal ini dikarenakan
karena matriks kitosan-andrografolidaterjadi secara taut silang antara kitosan dan
STPP yang menjerap andrografolida. Penjerapan terjadi diseluruh bagian matriks
baik yang berada dipermukaan maupun didalam matriks. Peristiwa burst release
ini disebabkan oleh disosiasi dari obat yang terdapat pada permukaan nanopartikel
kitosan. Hal ini berdampak terjadinya difusi dari obat yang terjerap dalam
nanopartikel yang terdapat pada permukaan mengalami pelepasan yang tinggi
(Dounighi, 2012). Pada bagian ini menunjukkan bahwa terjadinya degradasi yang
rendah dari nanopartikel.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


74

Berdasarkan hasil yang diperoleh Aini (2015) variasi kitosan mempengaruhi


pelepasan brust release, dimana semakin tinggi konsentrasi kitosan maka
pelepasan brust release juga semakin tinggi.Hal ini mengindikasikan adanya luas
permukaan yang besar sehingga terjadi erosi pada permukaan matriks ketika
dikontakkan dengan media fluida sintetikyang menyebabkan obat yang terjerap
pada permukaan mudah terlepas (Aini, 2015). Namun, hasil yang diperoleh pada
penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan diatas karena pada variasi kitosan
2% : STPP 1% nilai persen rilis kumulatif lebih rendah dibandingkan variasi
kitosan-STPP 1,5%:1%
Profil pelepasan pada jam ke-4 sampai jam ke-7 yang berada pada media
usus halus berjalan lebih lambat dan stabil, peristiwa ini disebut sustained release.
Hal ini dikarenakan sifat kitosan sebagai bahan utama matriks yang tidak larut
pada pH dibawah 6,0, namun memiliki ketahanan pada pH diatas nilai tersebut.
Sedangkan variasi 1 dan variasi 3 menunjukkan trend yang sama, dimana pada
jam ke-1 sampai jam ke-3 saat berada di lambung profil pelepasan menunjukkan
brust release dan pada jam selanjutnya profil pelepasan menunjukkan sustained
release. Namun kenaikan persen rilis kumulatif pada kedua variasi tidak begitu
tinggi. Hal ini mungkin disebabkan jumlah TPP lebih banyak dibandingkan
kitosan sehingga struktur internal partikel lebih kompak. Hal ini menyebabkan
andrografolida banyak yang terjerap dipermukaan matriks sehingga
andrografolida mudah terlepas dari matriks.
Profil pelepasan pada jam ke-4 sampai jam ke-7 yang berada pada media
usus halus berjalan lebih lambat dan stabil, peristiwa ini disebut sustained release.
Hal ini dikarenakan sifat kitosan sebagai bahan utama matriks yang tidak larut
pada pH dibawah 6,0, namun memiliki ketahanan pada pH diatas nilai tersebut.
Sedangkan variasi 1 dan variasi 3 menunjukkan trend yang sama, dimana pada
jam ke-1 sampai jam ke-3 saat berada di lambung profil pelepasan menunjukkan
brust release dan pada jam selanjutnya profil pelepasan menunjukkan sustained
release
Keberadaan enzirm α-amilase dalam media usus halus jugamempengaruhi
pelepasan ekstrak daun sambiloto pada kondisi usus halus. Pengaruh keberadaan
enzim α-amilase dapat dijelaskan karena enzim tersebut dapat menghidrolisis β-

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


75

1,4 linkages pada kitosan sehingga menyebabkan meluruhnya ekstrak daun


sambiloto dari matriks kitosan (Pan et al., 2011)
Variasi 2 kitosan – TPP 1%:1,5% menunjukkan pelepakan andrografolida
dengan kondisi sustained release meskipun setiap jam menunjukkan konsentrasi
pelepasan andrografolida paling tinggi dibandingkan dengan variasi lain.
Penambahan konsentrasi TPP yang ditambahkan membentuk struktur ikatan
yang lebih kuat yg selanjutnya akan menghalangi penetrasi media disolusi
kedalam partikel kitosan yang dapat mendorong adanya extended release.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa


hal sebagai berikut:
 Ekstrak kasar daun sambiloto diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol
70% melalui metode ekstraksi sonikasi menghasilkan rendemen sebesar
15,96% dengan perbandingan massa dan volume 1: 20 (g/ml).
 Efesiensi penyalutan nanopartikel dan loading capacity terbesar diperoleh
pada variasi kitosan 2% : STPP 1% sebesar 60% untuk efesiensi penyalutan
dan 46,29% untuk loading capacity
 Persen inhibisi enzim α-glukosidase tertinggi diperoleh obat herbal diabetano
sebesar 99,631 % pada konsentrasi 16% dan persen inhibisi terdendah
diperoleh nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto sebesar 33,17 pada
konsetrasi 16%. Untuk menyamakan kemampuan inhibisi nanoenkapsulasi
ekstrak daun sambiloto dibutuhkan 3 kali dosis diabetano agar dapat
menghambat enzim α-glukosidase secaara optimal
 Profil pelepasan dari nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto
menggambarkanperistiwa burst release pada kondisi lambung dan sustained
released pada kondisi usus. Dalam penelitian ini diperoleh semakin tinggi
konsentrasi kitosan, maka semakin tinggi pula pelepasan kumulatif yang
tebentuk.
 Profil pelepasan kumulatif paling tinggi terjadi pada variasi kedua dengan
penyalut kitosan 1% dan STPP 1,5% dengan penghambatan sebesar 75%

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk perbaikan dan pengembangan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
 Ekstraksi baiknya dilakukan hingga tahapan isolasi ekstrak daun sambiloto
untuk mendapatkan andrografolida murni untuk melihat kemampuan inhibisi
dari senyawa aktif andrografolida dalam menghambat enzim α-glukosidase

76
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


77

 Diperlukan lebih lanjut mengenai variasi berat optimal kitosan-TPP sebagai


penyalut ekstrak daun sambiloto, untuk mendapatkan ukuran partikel
dibawah 100 nm
 Diperlukan penambahan variasi dalam menentukan jenis penyalut
nanopartikel yang terbaik pada pelepasan obat seperti konsentrasi zat aktif,
jenis kitosan, konsentrasi STPP, dan jenis penyalut yang digunakan
 Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi konsentrasi ekstrak dan
nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto untuk mendapatkan persen inhbisi
optimum dalam menghambat enzim α-glukosidase
 Penggunaan medium pelepasan yang lebih representatif dalam melakukan uji
pelepasan obat
 Secara keseluruhan penelitian baiknya dilakukan secara bertahap mulai dari
ekstraksi hingga proses nanoenkapsulasi daun sambiloto dilanjutkan
penelitian berikutnya untuk mendapatkan aktivitas ekstrak dan pelepasan obat
yang optimum agar didapatkan hasil yang bagus

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


DAFTAR PUSTAKA

Agnihotri, S.A., Mallikarjuna, N.N., and Aminabhavi, T.M. (2004). Recent


advances on chitosan-based micro-and nanoparticles in drug delivery. J. of
ControlledRelease, 100: 5–28.
Ali, H., Houghton, P.J., and Soumyanath, A. (2006). α-
AmylaseinhibitoryactivityofsomeMalaysianplantsusedtotreatdiabetes;withparti
cularreferenceto Phyllanthusamarus. Jethnopharmacol, 107:449–455cit.
Alonso, M.J., Rezaei, Mokarram. (2005).Preparation and evaluation of chitosan
nanoparticles containing Diphtheriatoxoid as new carriers for nasal vaccine
delivery in mice. Razi Vaccine & Serum Research Institute.
Chao, W.W. and Lin, B.F. (2010). Isolation and Identification of Bioactive
Compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian). Chinese Medicine
Journal. 5:1-15.
Dennis, M. L., Scott, C. K., Funk, R., & Foss, M. A. (2005). The duration and
correlates of addiction and treatment careers. Journal of Substance Abuse
Treatment, 28(Supplement 1), S51-S62.
DepKesRI. (2005). PharmaceuticalCareUntukPenyakitDiabetesMellitus.
DepKesRI,Jakarta.
Desai, K. G. H. and Park, H. J., Encapsulation of vitamin C in tripolyphosphate
crosslinked chitosan microspheres by spray drying. J. Microencapsulation, 22,
179-192 (2005)
Dewandari, Kun Tanti., Yuliani Sri., Yani, Sedarnawati. (2013). Ekstraksi dan
Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum). IPB, Bogor.

Dinata, Hans. (2014). Pengaruh formulasi enkapsulasi dan waktu penyalutan


terhadap incoorporation effeciency ekstrak sambiloto dalam nanopartikel
kasein. Depok : Universitas Indonesia, 29-60

Dounighi, Mohammadpour., et al. (2012). Preparation and In Vitro


Characterization of Chitosan Nanoparticles Containing Mesobuthus eupeus
Scorpion Venom as an Antigen Delivery System. The Journal of Venomous
Animals and Toxins Including Tropical Diseases Vol. 18, Issue 1, 44-52.
Evelyn, Katerina(2014). Pelepasan In-Vitro Ekstrak Sambiloto(Andrographis
paniculata) Tersalutkan Misel Kasein Sebagai Sediaan Antidiabetes.
Universitas Indonesia. Depok.

78
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


79

Gupta, Umesh., Agashe,Hrushikesh Bharat., Asthana,Abhay., and Jain,N. K.


(2006). Dendrimers:  Novel Polymeric Nanoarchitectures for Solubility
Enhancement. American Chemical Society.
Harahap, Yosmarina (2014). Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan
dengan Variasi Asam. Depok: Universitas Indonesia
Harborne. (1996). Metode Fitokimia Ed ke-2. Bandung: ITB.Hayati. (2005).
Pemilihan Metode Pemisahan untuk Penentuan Konsentrasi Senyawa Aktif
Gingerol dan Pola Respon FTIR pada Rimpang Jahe (Zingeber officinale
Roscoe). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hendayana.S., e. a. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang.

Holman, R. R., Cull, C. A., & Turner, R. C. (1999). A randomized double-blind


trial of acarbosein type 2 diabetes shows improved glycemic control over 3
years (U.K. ProspectiveDiabetes Study 44). Diabetes Care, 22(6), 960-964.

Hou, Dongzhi., Gui, Ruyi., Hu, Sheng., Huang, Yi., Feng, Zuyong., Ping,
Qineng.(2015). Preparation and Characterization of Novel Drug-Inserted-
Montmorillonite Chitosan Carriers for Ocular Drug Delivery. Scientific
Research Publishing, 84:73-74
Hu, B., Pan, C., Sun, Y., Hou, Z., Ye, H., Hu, B. And Zeng, X. X., Optimization
of fabrication parameters to produce chitosan tripolyphosphate nanoparticles
for delivery of tea catechins. J. Agric. Food Chem., 56, 7451-7458 (2008).
Irawan, David. (2014). Optimasi Karakterisasi Nanopartikel Kitosan-Narengenin
dengan Variasi pH dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat. UNEJ, Jember. 17

Jamin, Olivia., Rahmat, Deni. (2014). Pembuatan Nanopartikel Infus Daun Sirsak
(Annona Muricata L.) Berbasis Kitosan-Natrium Tripolifosfat Dan Formulasi
Sediaan Tablet Dengan Metode Cetak Langsung. FFUP, Jakarta.

Keban et al., Pengaruh Kitosan Iradiasi dalam Menurunkan Kadar Gula Darah
Mencit Jantan Swiss Webster dengan Metode Tes Toleransi Glukosa Oral
Universitas Pancasila, Jakarta Selatan.
Khopkar.S.M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Kupiec, Tom. (2004). Quality Control Analytical Methods: High Performance
Liquid Chromatography. Oklahama City, Oklahama.
Kusumawardhani, Dwi., Widyawaruyanti, Aty., Kusumawati, Idha, (2005).Efek
Antimalaria Ekstrak Sambiloto Terstandar (Parameter Kadar Andrografolida)
Pada Mencit Terinfeksi Plasmodium Berghei.Universitas Airlangga, Jakarta.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


80

Kumar, Majeti N.V Ravi. (2000).A review of chitin and chitosan applications.
University of Roorkee, India, 1–27.
Krentz, A. J., & Bailey, C. J. (2005). Oral antidiabetic agents: current role in type
2 diabetesmellitus. Drugs, 65(3), 385-411.

Mathew,Arhewoh., Falodun, Abiodun., Okhamafe, Augustine O.,Bao, Yang.,


Sheng, Qui. (2011). Ultrasonic Assisted Extraction and radical scavenging
activity of some selected medicinal plants. Journal of Pharmacy Research, 4(2),
408-410
Medina, Leila Servat., Alvaro González-Gómez., Felisa Reyes-Ortega., Ilza Maria
Oliveira Sousa., Nubia de Cássia Almeida Queiroz., Patricia Maria Wiziack
Zago. (2015, June 9). Chitosan–tripolyphosphate nanoparticles as Arrabidaea
chica standardized extract carrier: synthesis, characterization, biocompatibility,
and antiulcerogenic activity. Volume 2015 :10, 3897-
3909.https://www.dovepress.com/chitosanndashtripolyphosphate-
nanoparticles-as-arrabidaea-chica-standa-peer-reviewed-fulltext-article-IJN
Miyazaki, Shozo., Ishii, Kuniaki., Nadai., Tanekazu.(1981).The use of chitin and
chitosan as drug carriers.Chemical &Pharmaceutical Bulletin, Tokyo.
MJ, Masaruddin., SM, Cutts., BJ, Evisson., DR., Phillip., PJ, Pigram. (2015,
December 15). Factors determining the stability, size distribution, and cellular
accumulation of small, monodisperse chitosan nanoparticles as candidate
vectors for anticancer drug delivery: application to the passive
encapsulationof[14C]-doxorubicin.Volume2015:8,67—
80https://www.dovepress.com/factors-determining-the-stability-size
distribution-and-cellular-accum-peer-reviewed-fulltext-article-NSA#Diakses
pada 1 Juni 2016

Movaffagh, J., Sajadi, Tabassi S.A., Rastogo, A., Amiri, N., Shariatnia. (2014).
Fabrication and characterization of chitosan beads as a controlled release drug
delivery system of theophylline. Tehran University of Medical, Iran.
Nurcahayanti, ois. (2014). Uji Aktivitas Anti malaria Ekstrak Daun Baru Laut
(Thespesia populnea (L.) Soland Ex Correa) Pada Mus muscullus Terinfeksi
Plasmodium berghei dan Karakterisasi Hasil Isolasinya. Univesrsitas
Bengkulu, Bengkulu, 17.
Nurhalimah. (2014). Pelepasan Terkendali Mangostin Ekstrak Kulit Manggis
(Garcinia mangostana L.) dari Matriks Kitosan-Alginat. Universitas Indonesia.
Depok
Prapanza, I. & Marianto, L.A. (2003). Khasiat & manfaat sambiloto raja pahit
penakluk aneka penyakit. Jakarta : Agro Media Pustaka, 25-26

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


81

Pratiwi, Fransiska Milaniati. (2014). Nanoenkapsulasi Ekstrak Daun Keji Beling


(Strobilanthes crispus) dengan Metode Gelasi Ionik untuk Sediaan Obat
Antihiperkolesterolemia. Universitas Indonesia, Depok.
Purwatresna, Eka. (2012). Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air dan Etanol Daun
Sirsak secara In Vitro Melalui Inhibisi Enzim α-Glukosidase. Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 14.
R.K, Pawar., Shivani, Sharma., KR, Sharma
Rajeev.(2011).DevelopmentAndValidationOfHPTLCMethodForTheDetermina
tionOfAndrographolideInKalmeghNavayasLoha-
AnAyurvedicFormulation.International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 89.
Rais, Ichwan Ridwan., Samudra, Agung Giri., Widyarini, Sitarina., Nugroho.,
Agung Indro. (2013). Penentuan aktivitas isolat andrografolid terhadap α-
amilase dan α-glukosidase menggunakan metode apostolidis dan
mayurUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rais, Ichwan Ridwan,(2014). Ekstraksi andrografolid dariAndrographis
paniculata (Burm.f.) nees menggunakan ekstraktor soxhlet.Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta.
Ratnani, R.D., Hartati,I., Kurniasari,L. (2012). Potensi produksi andrographolide
dari sambiloto (Andrographis paniculata Nees)melalui proses ekstraksi
hidrotropi. Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Rismana, Eriawan., Kusumaningrum, Susi., Bunga, Olvia., Niar., Marhamah.
(2014). Pengujian Aktivitas Antiacne NanopartikelKitosan –Ekstrak Kulit
Buah Manggis(Garcinia mangostana). Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Laptiab, Serpong.

Royani, Ida Juwartina., Hardianto, Ari., Wahyuni, Sri (2014). Analisa kandungan
andrographolide pada tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) dari 12
lokasi di Pulau Jawa, BPPT.,Gd. 630, Kawasan PUSPITEK.,Serpong
Tangerang.,Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Pramadewi, I. (2012). Pembuatan nanofood mahkota dewa menggunakan
penyalut casein michelle. Depok : Universitas Indonesia, 1-42.
Sim, Lyann. (2010). Structural and inhibition studies of human intestinal
glucosidases.Department of Medical Biophysics,University of Toronto, 22-24.
Scheen, A. J. (2003). Is there a role for alpha-glucosidase inhibitors in the
prevention of type 2diabetes mellitus? Drugs, 63(10), 933-951.
Skoog, H. &. (1998). Principles of Instrumental Analysis. Philadelphia: Saunders
College Pub.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


82

Subramanian, R., Asmawi, M.Z., Sadikun, A. (2008). In vitro alpha-glucosidase


and alpha-amylase enzyme inhibitory effects of Andrographis paniculata
extract and Andrografolid, Act.J.Biochim.Pol.,55(2):391-398.
Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I.A., Drajad,
M., Wibowo, S., Ngatidjan.(2006). Tumbuhan Obat I. Pusat Penelitian Obat
Tradisional. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Supardi, Toni. (2011). Pembuatan nanofood propolis menggunakan penyalut
casein micelle. Depok : Universitas Indonesia, 15-45.
Tiyaboonchai, W. (2003). Chitosan nanoparticles: Apromising system for drug
delivery. NaresuanUniversity Journal 11, (3): 51–66.
Tsai, Min-Lang. (2011, Maret). The storage stability of chitosan/tripolyphosphate
nanoparticles in a phosphate buffer.National Taiwan Ocean
University.https://www.researchgate.net/publication/244330082.Diakses pada
2 Juni 2016
Weiss, J. (1995). Ion Chromatography,2nd edition,VCH Verlagsgesellschaft
mbH, Weinheim and VCH Publisher, Inc., New York, 1995, 239 -289
WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva.
Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its
Complications. Report of a WHO Consultation Part 1: Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus . 1999
Widyawati, Tri.(2007).Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees). Universitas Sumatera Utara, Medan.
Williamson, G. 2013. Possible effect of Dietary Polyphenol on Sugar Absorption
and Digestion. Moleculer Nutrition Food Research, 57 : 48-57
Wu, Y., Yang, W., Wang, C., Hu, J., Fu, S.(2005). Chitosan nanoparticles as a
novel delivery system for ammonium glycyrrhizinate. International journal of
pharmaceutics 295(1-2):235-45.
Wulandari, Tyas. (2010). Sintesis Nanopartikel Ekstrak Temulawak(Curcuma
Xanthorrhiza Roxb.) Berbasis Polimer Kitosan-Tpp Dengan Metode Emulsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yonanda, Rona Jutama. (2011). Formulasi Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata) dan Brotowali (Tinospora crispa) sebagai Inhibitor α-Glukosidase
dan Analisis Sidik Jari Menggunakan Teknik Kromatografi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 9-10.
Yuliastuti, Wulan. (2011). Uji Aktivitas Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase
dan Penapisan Fitokimia dari Beberapa Tanaman Famili Apocynaceae dan
Rubiaceae. Depok : Universitas Indonesia, 17.
Zhang, X.F., and Tan, B.K. (2000). Antihyperglycemic and anti-oxidant
properties of Andrographis paniculata in normal and diabetic rats. J. Clin. Exp.
Pharmacol. J. Physiol.

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


LAMPIRAN

Lampiran A. Proses Ekstraksi Pelaksanaan Penelitian

A.1. Proses Ekstraksi

A.2. Proses Uji Fitokimia

83
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


84

A.3. Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


85

A.3. Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Daun Sambiloto

Lampiran B. Perhitungan Data Hasil Percobaan


B.1. Pengolahan Data Proses Ekstraksi

Ekstraksi ke- 1
Pelarut Etanol 70% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 Gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
⁰C
Evaporasi
Menit
Massa wadah 3,7773 Gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 5,7720 Gram
Massa crude extract terbentuk 1,9947 Gram
Rendemen 3,9894 %

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


86

Ekstraksi ke- 2
Pelarut Etanol 70% + 96% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
50 - 60 ⁰C
Evaporasi
290 menit
Massa wadah 4,3131 gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 17,9310 gram
Massa crude extract terbentuk 13,6179 gram
Rendemen 27,2358 %

Ekstraksi ke- 3
Pelarut Etanol 70% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
60 ⁰C
Evaporasi
210 menit
Massa wadah 2,6000 gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 10,9800 gram
Massa crude extract terbentuk 8,3800 gram
Rendemen 16,7600 %

B.2. Perhitungan Rf Kromatografi Lapis Tipis Andrografolida

Fasa Gerak (Eluen) Klorofom : Metanol 9 : 1


Jarak Eluen 7,50 cm
Standar
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
Andrografolida
Noda Noda Noda Noda
(cm) Rf (cm) Rf (cm) Rf (cm) Rf
4,60 0,61 3,40 0,45 4,60 0,61 3,10 0,41
Totolan 4,20 0,56 3,60 0,48
1 4,60 0,61 3,90 0,52
5,10 0,68 4,50 0,60
4,40 0,59 4,00 0,53 3,50 0,47 3,90 0,52
Totolan
4,30 0,57 4,50 0,60 4,60 0,61
2
4,90 0,65

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


87

B.3. Perhitungan Efisiensi Penyalutan


a. Efisiensi Penyalutan Ekstrak Daun Sambiloto
Supernatan Variasi 1

Supernatan 2

Supernatan 3

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


88

Ppm Massa daun Efesiensi


Ekstrak (mg/g) (g) Kadar (mg) penyalutan %
Variasi 1 38,636 0,1514 5,8494904
Variasi 2 38,636 0,1555 6,007898
Variasi 3 38,636 0,1525 5,89199
ppm Volume akhir
Supernatan (mL/L) (L) Kadar (mL)
Variasi 1 43,033 0,06 2,58198 55,85974464
Variasi 2 71,382 0,06 4,28292 28,71183898
Variasi 3 59,077 0,04 2,36308 59,89334673

B.5. Perhitungan Loading capacity


massa
kitosan massa nano %Loading
Variasi (gram) kering (gram) capacity
variasi 1 0,5006 0,7215 30,6168
variasi 2 0,5018 0,5644 11,0914
variasi 3 1,0075 1,8757 46,2867

Lampiran C. Perhitungan Persen Inhibisi Enzim

C.1. Optimasi Konsentrasi Enzim

Konsentrasi Blanko Kontrol Blanko (Rata-rata blanko)


Enzim Rata- Rata- - (Rata-rata
1 2 3 1 2 3
(u/mL) rata rata kontrol blanko)
0,3 1,542 1,542 1,542 1,542 0,110 0,110 0,110 0,110 1,432
0,15 1,423 1,423 1,421 1,422 0,150 0,149 0,148 0,149 1,273
0,075 0,941 0,939 0,939 0,940 0,064 0,065 0,064 0,064 0,875
0,0375 0,563 0,565 0,560 0,563 0,111 0,111 0,111 0,111 0,452

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


C.2. Persen Inhibisi Sampel

C.2.1. Persen Inhibisi Ekstrak Daun Sambiloto


(Rata-rata
Ekstrak Sambiloto Kontrol Ekstrak Sambiloto % % %
Konsentrasi ekstrak) - (Rata- %
Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) Rata- Rata- rata kontrol Inhibisi
1 2 3 1 2 3 1 2 3
rata rata ekstrak)
0,50% 1,060 1,060 1,060 1,060 0,407 0,408 0,407 0,407 0,653 25,44 25,54 25,40 25,37
1% 0,670 0,672 0,670 0,671 0,106 0,105 0,106 0,106 0,565 35,45 35,69 35,13 35,54
2% 1,004 1,004 1,004 1,004 0,141 0,140 0,140 0,140 0,864 1,33 1,60 1,14 1,26
4% 1,063 1,065 1,064 1,064 0,206 0,205 0,205 0,205 0,859 1,90 2,28 1,60 1,83
8% 1,024 1,023 1,023 1,023 0,395 0,394 0,394 0,394 0,629 28,14 28,28 28,03 28,11
12% 1,018 1,019 1,018 1,018 0,433 0,434 0,433 0,433 0,585 33,17 33,30 33,07 33,14
16% 1,098 1,097 1,097 1,097 0,473 0,471 0,471 0,472 0,626 28,52 28,73 28,38 28,46
18% 1,230 1,230 1,230 1,230 0,613 0,611 0,611 0,612 0,618 29,36 29,65 29,18 29,26

C.2.2. Persen Inhibisi Nanoenkapulasi Ekstrak Daun Sambiloto


Nanokapsul Ekstrak Kontrol Nanokapsul Ekstrak (Rata-rata
% % %
Konsentrasi Sambiloto Sambiloto nanokapsul) - %
Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) Rata- Rata- (Rata-rata kontrol Inhibisi
1 2 3 1 2 3 1 2 3
rata rata nanokapsul)
0,50% 1,081 1,083 1,082 1,082 0,275 0,277 0,277 0,276 0,806 7,96 8,10 7,78 8,00
1% 0,997 0,997 0,997 0,997 0,183 0,182 0,182 0,182 0,815 6,93 7,18 6,75 6,86
2% 0,638 0,638 0,637 0,638 0,072 0,071 0,073 0,072 0,566 35,38 35,46 35,13 35,54
4% 0,859 0,859 0,858 0,859 0,081 0,080 0,079 0,080 0,779 11,04 11,29 10,87 10,97
8% 0,815 0,814 0,813 0,814 0,115 0,113 0,111 0,113 0,701 19,92 20,18 19,79 19,77

89
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


C.2.2. Persen Inhibisi Nanoenkapulasi Ekstrak Daun Sambiloto (Lanjutan)
Konsentr Kontrol Nanokapsul Ekstrak (Rata-rata
Nanokapsul Ekstrak Sambiloto %
asi Sambiloto nanokapsul) - (Rata- % % Inhibisi % Inhibisi
Inhibisi
sampel Rata- rata kontrol Inhibisi 1 2
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 3
(m/v) rata nanokapsul)
12% 0,767 0,766 0,765 0,766 0,112 0,110 0,108 0,110 0,656 25,06 25,31 24,94 24,91
16% 0,751 0,753 0,751 0,752 0,204 0,202 0,199 0,202 0,550 37,17 37,63 36,96 36,91
18% 0,775 0,773 0,772 0,773 0,127 0,126 0,126 0,126 0,647 26,09 26,11 25,97 26,17

C.2.3.Persen Inhibisi Andrografolida


Andrografolida Kontrol Andrografolida (Rata-rata
% % %
Konsentrasi Andro) - (Rata- %
Rata- Rata- Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) 1 2 3 1 2 3 rata kontrol Inhibisi
rata rata 1 2 3
Andro)
0,50% 0,107 0,109 0,107 0,108 0,078 0,077 0,078 0,078 0,030 93,36 93,58 92,95 93,54
1% 0,113 0,110 0,109 0,111 0,067 0,071 0,067 0,068 0,042 90,63 89,82 91,41 90,65
2% 0,095 0,094 0,093 0,094 0,073 0,073 0,072 0,073 0,021 95,28 95,13 95,37 95,32
4% 0,108 0,109 0,109 0,109 0,065 0,067 0,066 0,066 0,043 90,55 90,49 90,75 90,42
8% 0,097 0,099 0,099 0,098 0,065 0,065 0,068 0,066 0,032 92,84 92,92 92,51 93,10
12% 0,089 0,089 0,090 0,089 0,077 0,078 0,077 0,077 0,012 97,34 97,35 97,58 97,10
16% 0,096 0,095 0,095 0,095 0,094 0,093 0,093 0,093 0,002 99,56 99,56 99,56 99,55
18% 0,111 0,110 0,111 0,111 0,094 0,098 0,094 0,095 0,015 96,61 96,24 97,36 96,21

90
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


91

C.2.4. Persen Inhibisi Diabetano


Diabetano Kontrol Diabetano (Rata-rata
Diabetano) - % % %
Konsentrasi %
Rata- Rata- (Rata-rata Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) 1 2 3 1 2 3 Inhibisi
rata rata kontrol 1 2 3
Diabetano)
0,50% 0,096 0,093 0,093 0,0940 0,059 0,059 0,06 0,0593 0,035 92,325 91,81 92,51 92,65
1% 0,1 0,1 0,1 0,1000 0,078 0,075 0,077 0,0767 0,023 94,834 95,13 94,49 94,88
2% 0,088 0,088 0,089 0,0883 0,078 0,078 0,076 0,0773 0,011 97,565 97,79 97,80 97,10
4% 0,105 0,107 0,112 0,1080 0,081 0,078 0,078 0,0790 0,029 93,579 94,69 93,61 92,43
8% 0,138 0,135 0,135 0,1360 0,096 0,095 0,095 0,0953 0,041 90,996 90,71 91,19 91,09
12% 0,136 0,133 0,133 0,1340 0,113 0,111 0,108 0,1107 0,023 94,834 94,91 95,15 94,43
16% 0,135 0,139 0,135 0,1363 0,133 0,134 0,137 0,1347 0,002 99,631 99,56 98,90 100,45
18% 0,228 0,217 0,215 0,2200 0,194 0,195 0,193 0,1940 0,026 94,244 92,48 95,15 95,10

C.2.5. Persen Inhibisi Akarbosa


Acarbose Kontrol Acarbose (Rata-rata
Acarbose) - % % %
Konsentrasi %
Rata- Rata- (Rata-rata Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) 1 2 3 1 2 3 Inhibisi
rata rata kontrol 1 2 3
Acarbose)
0,50% 0,123 0,122 0,121 0,1220 0,071 0,072 0,072 0,0717 0,050 88,856 88,50 88,99 89,09
1% 0,104 0,103 0,103 0,1033 0,078 0,077 0,078 0,0777 0,026 94,317 94,25 94,27 94,43
2% 0,099 0,099 0,099 0,0990 0,074 0,072 0,073 0,0730 0,026 94,244 94,47 94,05 94,21
4% 0,108 0,108 0,108 0,1080 0,056 0,057 0,057 0,0567 0,051 88,635 88,50 88,77 88,64
8% 0,123 0,121 0,121 0,1217 0,074 0,074 0,074 0,0740 0,048 89,446 89,16 89,65 89,53

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


92

C.2.5. Persen Inhibisi Akarbosa (Lanjutan)


Acarbose Kontrol Acarbose (Rata-rata
% % %
Konsentrasi Acarbose) - (Rata- %
Rata- Rata- Inhibisi Inhibisi Inhibisi
sampel (m/v) 1 2 3 1 2 3 rata kontrol Inhibisi
rata rata 1 2 3
Acarbose)
12% 0,109 0,11 0,109 0,1093 0,069 0,069 0,069 0,0690 0,040 91,070 91,15 90,97 91,09
16% 0,126 0,127 0,128 0,1270 0,091 0,091 0,087 0,0897 0,037 91,734 92,26 92,07 90,87
18% 0,138 0,136 0,138 0,1373 0,087 0,089 0,088 0,0880 0,049 89,077 88,72 89,65 88,86

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


C.2. Grafik % Inhibisi
C.2.1. Grafik % Ekstrak Daun Sambiloto

Ekstrak
40.00
35.00
30.00
25.00
% Inhibisi

20.00 Series1
15.00 Series2
10.00
Series3
5.00
0.00
-5.000.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)

C.2.2. Grafik % Nanoenkapsulasi Ekstrak Daun Sambiloto

Nanokapsul
40.00
35.00
30.00
% Inhibisi

25.00
20.00 1
15.00
2
10.00
3
5.00
0.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)

93
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


94

C.2.3. Grafik % Standar Andrografolida

Andrografolida
102.00
100.00
98.00
% Inhibisi

96.00
1
94.00
92.00 2

90.00 3

88.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)

C.2.4. Grafik % Obat Herbal Diabetano

Diabetano
102.00

100.00

98.00
% Inhibisi

96.00 Series1
94.00 Series2
92.00 Series3

90.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)

C.2.1. Grafik % Obat Komersial Akarbosa

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


95

Akarbsosa
96.00
95.00
94.00
93.00
% Inhibisi

92.00
91.00 Series1
90.00 Series2
89.00
Series3
88.00
87.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)

Lampiran D. Perhitungan Rilis Kumulatif

D.1.Kurva Kalibrasi Media Fluida Sitetis

D.1.1. Kurva Standar Media Fluida Sitetis pH 1,2

Konsentrasi Absorbansi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
5 0,001 0,001 0,001 0,001
10 0,001 0,002 0,001 0,001333
15 0,001 0,002 0,002 0,001667
20 0,002 0,002 0,002 0,002
25 0,003 0,003 0,002 0,002667

Kurva Standar pH 1,2


0.003
0.0025 y = 8.00E-05x + 5.33E-04
R² = 9.73E-01
Absorbansi

0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


96

D.1.2. Kurva Standar Media Fluida Sitetis pH 7.4

Konsentrasi Absorbansi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
5 0,003 0,003 0,003 0,003
10 0,003 0,004 0,004 0,003667
15 0,004 0,004 0,004 0,004
20 0,005 0,005 0,004 0,004667
25 0,005 0,005 0,005 0,005

Kurva Standar pH 7,4


0.006
y = 1.00E-04x + 2.57E-03
0.005
R² = 9.87E-01
0.004
Absorbansi

0.003

0.002
0.001

0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)

D.2.Data Uji Pelepasan Kumulatif

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


D.2.1. Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 1

Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 1


Andro Andro
Konsentrasi Andro % Rilis
Jam Volume Faktor Absorbansi Konsentrasi terlepas terlepas
pH Pengoreksi terbuang kumulatif
Ke- sampel Pengenceran Rata - Rata (ppm) jam i kumulatif
(ppm) jam i (mg) (mg/mg)
(mg) (mg)
0 0 0,00 0,000 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1 4 1,00 0,010 125,00 125,00 1,25 0,00 1,25 4,08
pH 1.2
2 4 1,67 0,005 66,67 111,11 1,11 0,50 2,86 9,34
3 4 1,67 0,005 58,33 97,22 0,97 0,44 4,78 15,61
4 4 1,67 0,007 66,67 111,11 1,11 0,39 6,28 20,50
5 4 1,67 0,001 13,33 22,22 0,22 0,44 5,83 19,05
pH 7.4
6 4 1,67 0,003 26,67 44,44 0,44 0,09 6,14 20,07
7 4 1,67 0,001 13,33 22,22 0,22 0,18 6,10 19,92

D.2.2. Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 2

Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 2


Andro Andro
Konsentrasi Andro % Rilis
Jam Volume Faktor Absorbansi Konsentrasi terlepas terlepas
pH Pengoreksi terbuang kumulatif
Ke- sampel Pengenceran Rata - Rata (ppm) jam i kumulatif
(ppm) jam i (mg) (mg/mg)
(mg) (mg)
0 0 0,00 0,000 0,000 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1 4 1,00 0,009 112,500 112,50 1,13 0,00 1,13 10,14
pH 1.2
2 4 1,67 0,011 141,667 236,11 2,36 0,45 3,94 35,49
3 4 1,67 0,008 95,833 159,72 1,60 0,94 6,93 62,46

97
Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


98

Andro Andro
Konsentrasi Andro % Rilis
Jam Volume Faktor Absorbansi Konsentrasi terlepas terlepas
pH Pengoreksi terbuang kumulatif
Ke- sampel Pengenceran Rata - Rata (ppm) jam i kumulatif
(ppm) jam i (mg) (mg/mg)
(mg) (mg)

4 4 1,67 0,006 63,333 105,56 1,06 0,64 8,62 77,74


5 4 1,67 0,002 20,000 33,33 0,33 0,42 8,32 75,03
pH 7.4
6 4 1,67 0,001 10,000 16,67 0,17 0,13 8,29 74,73
7 4 1,67 0,001 6,667 11,11 0,11 0,07 8,30 74,83

D.2.3. Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 3

Data Uji Pelepasan Kumulatif Nano Variasi 3


Andro
Konsentrasi Andro % Rilis
Jam Volume Faktor Absorbansi Konsentrasi Andro terlepas
pH Pengoreksi terbuang kumulatif
Ke- sampel Pengenceran Rata - Rata (ppm) terlepas kumulatif
(ppm) jam i (mg) (mg/mg)
jam i (mg) (mg)
0 0 0,00 0,000 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
pH 1.2
1 4 1,00 0,007 83,33 83,33 0,83 0,00 0,83 1,80
2 4 1,67 0,002 29,17 48,61 0,49 0,33 1,65 3,57
3 4 1,67 0,005 66,67 111,11 1,11 0,19 3,29 7,11
4 4 1,67 0,003 30,00 50,00 0,50 0,44 4,24 9,15
pH 7.4
5 4 1,67 0,006 56,67 94,44 0,94 0,20 4,88 10,54
6 4 1,67 0,002 20,00 33,33 0,33 0,38 4,65 10,04
7 4 1,67 0,002 23,33 38,89 0,39 0,13 4,84 10,45

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016


99

B.8.5. Persen Kumulatif Keseluruhan

% Rilis Kumulatif
Waktu
Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3
0 0,00 0,00 0,00
1 4,08 10,14 1,80
2 9,34 35,49 3,57
3 15,61 62,46 7,11
4 20,50 77,74 9,15
5 19,05 75,03 10,54
6 20,07 74,73 10,04
7 19,92 74,83 10,45

Universitas Indonesia

Nanoenkapsulasi ekstrak..., Farisa Imansari, FT UI, 2016

Anda mungkin juga menyukai