SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
FARISA IMANSARI
1206212426
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2016
SKRIPSI
FARISA IMANSARI
1206212426
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2016
iii
Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi ini. Pembuatan
makalah skripsi yang berjudul “Nanoenkapsulasi Ekstrak Daun
Sambiloto(Andrographis Paniculata) Sebagai Inhibitor α-Glukosidase Pada
Penderita Diabetes Mellitus‖ merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknologi Bioproses pada Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada:
1. Kepala Departemen Teknik Kimia, Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono,
M.Sc., Ph.D., atas seluruh kinerjanya sehingga penulis dapat mendapatkan
pendidikan di DTK UI dengan sangat baik,
2. Dosen pembimbing penulis, Ir. Rita Arbianti, M.Si., dan Dr. Tania Surya
Utami, S.T., M.T. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
dalam membimbing dan mengarahkan penulis,
3. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan
materi, serta selalu mendoakan penulis dalam mencapai cita – citanya
4. Yusrina Ilmia Rosa, Irsalina Imansari dan Kurnia Imansari selaku kakak
dan saudara kembar penulis yang selalu memberikan semangat dan juga
mendoakan saya
5. Bpk. Bambang dan Ibu Nihayah selaku kakek dan nenek penulis yang
senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis
6. Rekan satu topik penulis, Khansa Zahrani, yang selalu menjadi teman
diskusi dalam skripsi ini, menjadi tempat berkeluh kesah, dan selalu
memberi semangat kepada penulis
7. Teman-teman satu kelompok riset Khansa Fhani, Septi, Laras, Etri, Gina,
Mariana, Nathania, Guruh yang selama penyusunan skripsi saling
mengingatkan dan memberi semangat.
v
Universitas Indonesia
Penulis
vi
Universitas Indonesia
vii
Universitas Indonesia
viii
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
x
Universitas Indonesia
xi
Universitas Indonesia
xii
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
xiv
Universitas Indonesia
1
Universitas Indonesia
untuk menstabilkan kadar gula darah, atau kombinasi keduanya. Terapi insulin
merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β
Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di
dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Tetapi obat-obat antidiabetes yang
digunakan sering kali menimbulkan berbagai efek samping seperti halnya terapi
insulin pada DMtipe I (Dennis et al., 2005). Efek samping yang terjadi adalah
penurunan kadar glukosa darah di bawah normal dan obesitas.
Ekstrak tanaman herbal sambiloto (Andrographis paniculata) memiliki
kandungan zat aktif utama yaitu Andrografolida yang bertanggung jawab
terhadap aktivitas farmakologi (Widyawati, 2007; Niranjan et al., 2010) dan
berkhasiat sebagai antidiabetes. Andrografolidadapat merangsang pelepasan
insulin dan menghambat absorpsi glukosa melalui α-glukosidase dan α-amilase
(Subramanian et al., 2008).Berdasarkan hasil penilitian uji in-vitro, presentase
maksimum penghambatan α-glukosidase sebesar 89% pada konsentrasi 62.5
mg/ml sedangkan untuk enzimα-amilasemencapai 52,5% pada konsentrasi 62,5
mg/ml. Enzimα-glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat
menjadi glukosadan monosakarida lainnya diusus halus. Inhibisi terhadapenzim
ini menyebabkan penghambatan absorbsi glukosa, sehingga menurunkan keadaan
hiperglikemia setelah makan.Senyawa inhibitor α-glukosidase juga menghambat
enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakaridadi dalam
lumen usus halus(Info Obat Indonesia2009)
Namun, sambiloto memiliki sifatyang kurang larut dalam air, membatasi
distribusi bio,tidak stabil dalam kondisi basa dan asam pada pencernaan yang
ekstrem, dan memiliki waktu paruh biologis sangat pendek (2 jam). Enkapsulasi
terbukti dapat menjaga ekstrak herbal dari pengaruh perubahan termperatur,
penguapan, oksidasi, dan mencegah kerusakan yang disebabkan oleh cahaya
(Gupta et al., 2006).
Penerapan nanoteknologi tersebut dapat membantu
permasalahansambiloto dalam menghantarkan senyawa aktif kedalam tubuh.
Keuntungan dari penerapannanoteknologi diantaranya meningkatan area
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.3. Tujuan
Untuk menganalisis profil pelesapasan degradasi kitosan yang berkaitan
dengan pola kecenderungan pelepasan pada sediaan nanoenkapsulasi ekstrak
sambiloto tersalutkan kitosan didalam media sintetik fluida.
1. Mendapatkan rasio konsentrasi kitosan : STPP yang menghasilkan persen
loading capacity dan efisiensi penyalutan optimum
2. Mendapatkan persentase inhibisi enzim α-glukosidase oleh nanoenkapsulasi
ekstrak daun sambiloto sebagai inhibitor.
3. Mendapatkann gambaran profil pelepasan nanopartikel ekstrak daun sambiloto
berbasis perbandingan kitosan-STPP di dalam media fluida sintetik organ
pencernaan sampai ke target pelepasan .
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional, dan Pra-
diabetes(DepKesRI, 2005).
DM tipe 1 ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang
disebabkan oleh reaksi otoimun. Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas
terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi
insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel σ memproduksi
hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β. Gambar 2.1 menunjukkan letak pulau langerhans.
Universitas Indonesia
jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme
glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh.
Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor
glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa (DepKesRI, 2005).
DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-
anak populasinya meningkat. Penyebab DM Tipe 2 berbeda dengan DM Tipe 1,
pada awalnya penderita DM Tipe 2 dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai ―Resistensi Insulin‖(DepKesRI, 2005).
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah
keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan,
dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita
hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua.Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa
depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko
tersebut(DepKesRI, 2005).
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Kondisi pra-diabetes
Universitas Indonesia
merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila
tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi
diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun(DepKesRI, 2005).
Universitas Indonesia
2.2. Sambiloto
Sambiloto yang juga dikenal sebagai ― King of Bitters ‖ bukanlah tumbuhan
asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Tinggi tanaman ini berkisar antarra
40-90 cm, memiliki batang berkayu. Daunnya berbentuk lanset dengan ujung dan
pangkal daun yang agak taja; berwarna hijau dengan permukaan halus dan bertepi
rata dengan panjang 3-12 cm dan lebar 1-3 cm.Cabang berbentuk segi empat dan
tidak berbulu, daun bagian atas cabang berbentuk seperti daun pelindung, bunga
tegak dan bercabang berbentuk tabung dan berbibir dengan bibir atas bunga
berwarna putih dengan warna kuning di bagian kepala serta bibir bunga bawah
berbentuk baji berwarna ungu. Buah Sambiloto berbentuk jorong dengan ujung
yang tajam (Muhlisah 1998). Gambar 2.2 menunjukkan morfologi tanaman
sambiloto.
Universitas Indonesia
2.2.3. Andrografolida
Andrografolidamerupakan zat aktif utama dari tanaman ini. Adrografolida
termasuk kedalam kelompok trihidroksilakton berupa kristal tak berwarna dan
Universitas Indonesia
mempunyai rasa yang sangat pahit dengan rumus molekul C20H30O5 (Chao dan
Lin, 2010). Gambar 2.3 menunjukkan struktur molekul andrografolida.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Akarbose juga merupakan salah satu obat oral yang berperan dalam
menghambat enzim alfa glukosidase. Namun, akarbose lebih ditujukkan untuk
menghambat aktivitas alfa amilase di dalam usus seperti glukoamilase (90%),
sukrase (65%), maltase (60%) dan isomaltase (10%) (Sim, 2010) .Obat ini hanya
mempengaruhi kadar glukosa darahpada waktu makandan tidak mempengaruhi
kadar glukosa darah setelah itu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3. Nanopartikel
Nanopartikel merupakan dispersi partikel atau partikel padat yang memiliki
ukuran antara 1 sampai 1000 nm. Nanopartikel mengandung material
makromolekul dan dapat digunakan secara terapetik sebagai adjuvant pada vaksin
Universitas Indonesia
atau drug carriers, dimana zat aktif akan terlarut,terjerap, terenkapsulasi atau
menempel kedalam matriks nanopartikel (Allemann et a.l, 1993).
Tujuan utama pembuatan sistem nanopartikel sebagai salah satu sistem
penghantaran obat adalah untuk mengontrol ukuran partikel, karakter permukaan
dan pelepasan farmakologi dari zat aktif sehingga tercapai aksi obat yang
spesifik secara terapeutik dengan kecepatan dan regimen dosis yang optimal
(Mohanraj dan Chen, 2006). Secara singkat, sistem nanopartikel membantu untuk
meningkatkan stabilitas obat/protein dan bermanfaat untuk menghasilkan sistem
pelepasan obat yang terkontrol.Mohanraj dan Chen (2006) menjelaskan
keuntungan dari pemanfaatan nanopartikel dalam sistem penghantaran obat,
antara lain:
a. Ukuran partikel dan karakteristik nanopartikel dapat dengan mudah
dimodifikasi untuk mencapai baik target obat pasif maupun aktif secara
penggunaan parenteral.
b. Nanopartikel mengontrol dan menunda proses pelepasan obat selama
transportasi dan pada saat sampai di tempat pengobatan, mengubah
distribusi organ dari obat dan juga klirens obat dengan tujuan untuk
meningkatkan efikasi terapi obat dan mengurangi efek samping.
c. Karakteristik pelepasan terkontrol dan degradasi partikel dapat dengan
mudah diubah sesuai dengan pemilihan matriks yang digunakan.
d. Drug loading umumnya tinggi dan obat dapat digabungkan ke dalam
sistem tanpa adanya reaksi kimia. Hal ini merupakan faktor penting untuk
menjamin aktivitas obat.
e. Target obat yang spesifik dapat tercapai dengan menempelkan ligan yang
tertarget pada permukaan partikel atau melalui teknik magnetik.
f. Sistem nanopartikel dapat digunakan untuk berbagai rute administrasidan
sasaran pengobatan, termasuk oral, nasal, parenteral, intra-okular, dan
sebagainya. Hal ini dikarenakan nanopartikel masuk ke dalam sistem
peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan.
Universitas Indonesia
polimerisasi dari monomer; dan gelasi ionik atau koaservasi dari polimer
hidrofilik.
Pemilihan bahan matriks (polimer) memiliki pengaruh dalam proses
menembus membran saluran intestinal. Beberapa polimer dapat bersifat
mukoadhesif seperti pada alginat, namun juga ada polimer yang membuka
epithelial tight junction seperti pada kitosan. Kedua karakteristik tersebut
mempermudah proses interaksi kompeks nanopartikel dengan permukaan mukus
dan memperpanjang waktu aksi. Pemilihan matriks (polimer) yang digunakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ukuran nanopartikel yang
diinginkan; karakteristik dasar obat yang digunakan, seperti kelarutan dan
stabilitasnya; karakteristik permukaan seperti muatan dan permeabilitasnya;
tingkat biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan toksisitas; serta profil pelepasan
obat yang diinginkan (Kreuter, 1994).
Sebuah sistem nanopartikel yang sukses adalah yang memiliki kapasitas
pembawa obat yang tinggi sehingga akan mengurangi jumlah material matriks
yang digunakan. Efesiensi enkapsulasi merupakan parameter yang
menggambarkan keberhasilan polimer memerangkap obat terlarut dalam proses
pembentukan nanopartikel Drug loading dan efisiensi enkapsulasi sangat
bergantung pada kelarutan obat yang stabil dalam material matriks atau polimer,
dimana akan berkaitan dengan komposisi polimer, bobot molekul, dan interaksi
antara obat dengan polimer. Idealnya, sistem nanopartikel yang berhasil, memiliki
kapasitas drugloading yang tinggi, sehingga mengurangi jumlah bahan matriks
(polimer) yang digunakan dalam administrasi obat. (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.3.1. Kitosan
Kitosan merupakan polisakarida rantai lurus yang tersusun oleh manomer
glukosamin yang terhubung melalui ikatan (1-4) β-glikosidik. Kitosan diperoleh
dari proses deasetilasi kitin. Kitin merupakan poli-N-asetil-glukosamin,
sedangkan kitosan adalah kitin terdeasetilasi sebanyak mungkin tetapi tidak cukup
sempurna untuk dinamakan poli glukosamin. Struktur kitin dan kitosan
ditampilkan secara berurutan pada Gambar 2.7.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kitosan dipilih sebagai salah satu polimer yang baik untuk aplikasi
biomedis dan farmasetik karena sifat yang dimilikinya yaitu, kemampuannya
terbiodegradasi, biokompatibel, antimikroba, tidak toksik, dan antitumor. Selain
itu, kitosan dapat diaplikasikan dalam berbagai sediaan dan rute administrasi
(Kumar, 2000).
Obat akan berinteraksi dengan kitosan melalui interaksi elektrostatik, ikatan
hidrogen, dan interaksi hidrofobik (Tiyaboonchai, 2003). Selain itu, kitosan
memiliki karakter unik sebagai polimer, yakni bersifat mukoadhesif atau dapat
melekat pada permukaan mukosa. Karakteristik ini diakibatkan oleh interaksi
ionik antara gugus ammonium kuartener kitosan dengan permukaan mukus yang
bermuatan negatif. Saat melekat pada permukaan mukosa, kitosan dapat
membuka sementara tight junction antar sel-sel epithel glikoprotein, yaitu asam
Universitas Indonesia
sialat yang bersifat anionik. Pembukaan sementara ini memberi waktu yang lebih
panjang bagi interaksi dan transport obat ke dalam sel (Schipper et al., 1997).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2. 10 Contoh profil pelepasan insulin dari nanopartikel pada media simulasi lambung dan
usus (Etik Mardylati et al.,2012)
Dengan hasil percobaan tersebut, maka dapat diyakinkan bahwa pada penelitian
ini penyalut kitosan – STPP dengan metode gelasi ionik dapat aman
menghantarkan sampai ke usus dan kemudian akan menuju hati sesuai dengan
metabolisme obat pada umumnya. Ketika sampai pada organ hati, maka
nanopartikel melaksanakan tugasnya untuk menginhibisi enzim HMG-Koa
reduktase sehingga biosintesis kolesterol terhambat (Pratiwi, 2014).
Universitas Indonesia
polimer yang ketebalan matriksnya tidak akan berubah. Pelepasan zat aktif terjadi
ketika kondisi tubuh yang berubah karena perubahan pH, suhu, enzim atau
stimulus lainnya dan sangat bergantung pada matriks polimer yang digunakan.
Model pelepasan yang dikenal dalam sistem pelepasan obat cukup banyak, seperti
controlled release, sustained release, delayed released, immediate release,
continous released, gradual released, proportionate released, long-term released,
program released, protacted released, dan lain – lain.
Delayed release atau lepas tertunda adalah sediaan yang bertujuan untuk
menunda pelepasan obat sampai sediaan melewati lambung, sedangkanextended
release atau sustained release atau lepas lambat adalah suatu sediaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan. Pada pelepasan langsung (immediete release), sebagian
obat terlepas segera dalam waktu singkat. Peristiwa ini disebut denganbrust effect.
Adapun extended release dosage form adalah suatu bentuk sediaan yang dibuat
dengan cara khusus, sediaan segera mencapai level obat terapi dan
mempertahankannya selama 8-12 jam setelah pemberian satu kali dosis tunggal.
Controlled release dosage form (sediaan dengan pelepasan terkontrol) adalah
bentuk sediaan yang dibuat secara khusus, sediaan dirancang untuk melepas obat
dengan kinetik orde nol dalam jumlah yang sesuai untuk mempertahankan level
obat terapeutik selama 24 jam atau lebih.(Teti, 2011)
Sistem penghantarobat biasanya menggunakan polimer, yang
karakteristiknya disesuaikan dengann formulasi desain untuk pelepasan obat.
Beberapa parameter yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik polimer
(berat molekul, viskositas, dan kelarutan dalam air). Salah satu mekanisme
pelepasan obat yang disalut dengan polimer kitosan didalam tubuh terjadi akibat
difusi, erosi, dan swelling. Difusi obat melalui membran kitosan, erosi kitosan
sehingga kitosan terdegradasi meninggalkan obat dan swelling dimana obat akan
menggembung hingga batas tertentu lalu pecah menyebabkan obat dalam partikel
terlepas seiring pecahnya partikel (Harahap, 2012).
Kualitas sistem penghantaran obat dapat diketahui dengan melakukan
evaluasi in vitro. Evaluasi in vitro adalah uji pendahuluan pada saat
pengembangan sediaan dan untuk mengetahui reproduksibilitas pelepasan zat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakanuntuk memisahkan senyawa
– senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang
sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLTjuga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan
dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika
gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih
reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang
berguna untuk identifikasi senyawa. Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa
(bercak) dibagi dengan jarak yang ditempuh fasa gerak. Nilai Rf untuk senyawa
murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan
Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Senyawa yang memiliki nilai Rf sama dengan nilai
Rf senyawa pembanding dan pada pengulangan elusi dengan sistem yang berbeda
tetap memberikan nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan sementara bahwa
senyawa tersebut identik dengan senyawa pembanding (Hendayana, 1994).
Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari
campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi
senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang
ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari
gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum
mengalamiproses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut: Nilai Rf
untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑜𝑙𝑒 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑅𝑓 = ……………(2.1)
𝑗𝑎𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑜𝑙𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑢𝑡
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.8. HPLC
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan jenis
kromatografi cair yang digunakan untuk memisahkan dan menghitung senyawa
yang terlarut dalam suatu larutan. HPLC digunakan untuk menentukan kadar
senyawa tertentu dalam suatu larutan. Dalam HPLC dan kromatografi cair, di
mana larutan sampel bersentuhan dengan fase padat atau cair kedua, zat terlarut
yang berbeda dalam larutan sampel akan berinteraksi dengan fase stasioner.
Perbedaan pada interaksi dengan kolom dapat membantu pemisahan
sampelkomponen yang berbeda,satu denganyang lainnya.Ciri teknik ini adalah
penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fase gerak kedalam kolom. Dengan
memberikan tekanan tinggi, laju dan efesiensi pemisahan dapat ditingkatkan
dengan besar (Kupiec, 2004).
1. Eluen, berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel masuk
kedalam kolom pemisah;
2. Pompa yang berfungsi mendorong eluent dan sampel masuk kedalam
kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan perbedaan kecepatan
mengakibatkan perbedaan hasil;
3. Injector, tempat memasukkan sampel dan kemudian dapat didistribusikan
masuk kedalam kolom;
4. Kolom adalah jantung dari sistem yang dimana pemisahan terjadi
Universitas Indonesia
5. Detektor, setiap komponen yang terelusi dari kolom keluar sebagai puncak
pada layar data. Jenis utama dari detektor yang digunakan dalam HPLC
adalah indeks bias (RI), ultraviolet (UV-Vis) dan fluoresensi, tetapi ada
juga berbagai dioda, elektrokimia dan detektor konduktivitas.Metode yang
digunakan untuk deteksi tergantung pada detektor yang digunakan.
6. Rekorder data, berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk
Alfa glukosidase
Universitas Indonesia
𝐴 = log 𝑇 = 𝑎 𝑏 𝑐
Universitas Indonesia
warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah komplemeter dari warna
yang teramati. Senyawa atau zat yang dapat diperiksa adalah yang memiliki ikatan
rangkap terkonyugasi atau kromofor. Senyawa yang mengandung gugus kromofor
akan mengabsorpsi radiasi sinar ultraviolet dan cahaya tampak jika diikat oleh
senyawa bukan pengabsorpsi (ausokrom).Gugus ausokrom yaitu gugus yang
mempunyai elektron non bonding dan tidak menyerap radiasi UV jauh contohnya
–OH, -NH2, -NO2, -X (Khopkar, 2007)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
Studi Literatur
Preparasi Simplisia
Memilah daun dari batang dan akar, mengayak hingga diameter seragam 1,15 mm
Ekstraksi
Metode ekstraksi ultrasonikasi dengan pelarut etanol 70%
Rasio sampel terhadap pelarut 1 : 20 (g/mL)
Pemisahan pelarut dengan rotary evaporator
Uji Kualitatif
Dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
ANALISA
Perhitungan Analisis ukuran - Uji inhibisi enzim alfa glukosidase Uji profil pelepasan
loading capacity morfologi partikel dengan membandingkan ekstrak secara in vitro pada
dan efesiensi menggunakan FE- kasar, andrografolida standar, media lambung dan
enkapsulasi SEM akarbosa, dan diabetano usus halus
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
NO Alat FUNGSI
1 Timbangan digital Untuk menimbang bahan – bahan penelitian
2 Aluminium foil Menutup sampel agar terlindung dari kontaminan
3 Batang pengaduk Mengaduk larutan
4 Blender Menghancurkan simplisia
5 Botol vial Wadah untuk uji inhibisi
6 Bulb Mengambil larutan ketika menggunakan pipet
volume
7 Gelas kimia Wadah untuk membuat larutan
8 Gelas ukur Mengukur volume larutan
9 Botol sampel Sebagai wadah bahan – bahan penelitian
10 Pipet tetes Untuk mengambil larutan dalam volume besar
11
12 Kaca arloji Sebagai wadah untuk penimbangan massa
sampel
13 Inkubator Menginkubasi sampel pada uji in vitro enzimatis
14 Kertas saring Menyaring sampel
15 Kuvet Wadah sampel pada pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer
16 Lampu UV Melihat noda yang terbentuk pada plat silika gel 60
F254
17 Lemari pendingin Tempat penyimpanan bahan dan enzim
(refrigerator)
18 Magnetic Stirrer Mengaduk agar larutan tercampur dengan merata
19 Penggaris Mengukur pemotongan plat silika gel 60 F2 54
20 Penjapit Mengambil dan meletakkan plat silika ketika
proses KLT
21 Penumbuk Menghancurkan simplisia
22 pH meter Mengukur pH
23 Tabung reaksi Meletakkan sampel atau larutan uji
24 Pipet volume Mengambil dan memindahkan larutan dengan
jumlah yang akurat
25 Pompa vakum Memisahkan cairan hasil ekstraksi dengan residu
atau ampasnya
Universitas Indonesia
NO Alat FUNGSI
29 Sieve analyzer Mengayak sampel daun sambiloto
30 Spatula stainless steel Mengambil bahan
31 Sonikator Untuk mengaduk bahan
32 Spektrofotometer Mengukur absorbansi inhibisi dan profil pelepasan
UV-Vis
33 Spektroskopi FTIR Identifikasi senyawa dalam ekstrak
34 Termometer Mengukur suhu
35 Vorteks Menghomogenkan campuran
36 Wadah kedap udara Tempat penyimpanan simplisia kering
37 Syringe Mengambil cairan pada uji pelepasan
38 Rotary evaporator Menguapkan sampel hasil ekstraksi
39 Plat silika gel 60 F254 Fasa diam untuk uji kualitatis kandungan senyawa
dengan kromatografi lapis tipis
BAHAN FUNGSI
NO
1 Daun Sambiloto Sebagai sumber senyawa Andrografolid
2 Etanol 70% Pelarut
3 Akuades Mencuci daun sambiloto dan pelarut
4 Kitosan untuk bahan penyalut
5 STPP untuk bahan penyalut (cross linker)
6 Enzim α – glukosidase untuk bahan dalam uji in vitro (pelepasan)
7 Bovine Serum Albumin Membuat larutan pembawa enzim
8 Dimetil sulfoksida Larutan untuk pembuatan kontrol
blangko
9 KCl Bahan untuk membuat pH 1,2
10 HCl Adjusting pH dan fluida sintesis
Universitas Indonesia
11 Tween 80 Emulsifier
12 p-Nitrophenyl α-D- Sebagai substrat dalam inhibisi enzim α –
glucopyranoside glukosidase
13 CH3COOH Pembuatan nanopartikel
Sampel pembanding sebagai obat
14 Akarbosa dan Diabetano
antidiabetes
BAHAN FUNGSI
NO
15 KH2PO4 Membuat buffer fosfat pH 6,8 pada uji
enzim α-glukosidase
16 Kloroform Fasa gerak untuk uji kualitatis kandungan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis
17 Metanol Fasa gerak untuk uji kualitatis kandungan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis
dan untuk membersihkan chamber KLT
18 Natrium karbonat Penghentian reaksi pada uji inhibisi
19 NaOH Membuat buffer fosfat pH 6,8 pada uji
enzim α-glukosidase ; untuk adjusting pH
dan media fluida sintesis
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5. Setelah 30 menit, plat yang telah ditotolkan dielusi dengan memasukkan plat
ke dalam chamber.
6. Menunggu proses elusi yang terjadi sampai eluen mencapai garis batas atas.
7. Mengambil plat silika menggunakan penjepit untuk menghentikan proses
elusi.
8. Memeriksa noda-noda yang terbentuk di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm.
9. Mengukur nilai Rf dari noda yang terbentuk.
3.4.5. Pembuatan Nanopartikel
Pembuatan nanopartikel dilakukan dengan metode gelasi ionik dengan
perlakuan pengecilan ukuran menggunakan sonikator. Metode pembuatan
nanopartikel ini mengikuti metode yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) dan Aini
(2015). Prosedur pembuatan nanopartikel adalah sebagai berikut:
1. Membuat stok larutan asam asetat 1% sebanyak 500 mL dengan melarutkan 5
mL asam asetat glasial ke dalam 500 mL akuades.
2. Membuat nanopartikel dengan tahapan:
Melarutkan 0,5 g kitosan ke dalam 50 mL asam asetat 1% (b/v) dengan
pengaduk magnet sampai homogen.
Menimbang ekstrak daun sambiloto sebesar 0,15 g dan dilarutkan dengan
sedikit etanol 70% sekitar 5 tetes pipet.
Memasukkan ekstrak daun sambiloto ke dalam larutan kitosan dan
mengaduk sampai homogen.
Menyiapkan larutan STPP 1,5% (b/v) 25 mL dengan cara melarutkan
0,25 g dalam 25 mL akuades sampai terlarut sempurna.
Menambahkan 200 μL Tween 80 0,1% (v/v) ke dalam larutan STPP dan
mengaduk dengan pengaduk magnet (magnetic stirrer).
Meneteskan larutan kitosan-ekstrak dengan syringe ke dalam larutan
STPP disertai dengan pengadukan magnetik.
Melanjutkan pengadukan sampai 30menit.
3. Melakukan prosedur pada poin 2 untuk variasi nanopartikel dengan
perbandingan kitosan : STPP 1%:1%, 1%:1,5%, dan 2%:1%
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
menjadi konsentrasi yang diinginkan yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan
0,5%.
3.4.6.9. Penyiapan larutan sampel Diabetano (obat herbal)
Larutan dibuat dengan cara menimbang 0,1 g Diabetano (obat herbal) dan
melarutkannya dalam buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 0,5 mL sehingga akan
diperoleh konsentrasi 20%. Larutan sampel Diabetano kemudian diencerkan
menjadi konsentrasi yang diinginkan yaitu 18%, 16%, 12%, 8%, 4%, 2%, 1%, dan
0,5%.
3.4.6.10. Optimasi konsentrasi enzim α-glukosidase
a. Pengujian blangko (B1)
Larutan dimetil sulfoksida (DMSO) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi5 mM. Campuran diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, ke dalam campuran
ditambahkan 250 μL larutan enzim dengan berbagai konsentrasi (0,3
u/mL, 0,15 u/mL, 0,075 u/mL, dan 0,0375 u/mL), campuran diiunkubasi
kembali selama 15 menit pada suhu 37oC. Reaksi dihentikan dengan
penambahan 2000 μL natrium karbonat (Na2CO3) 0,2 M. Campuran
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 400 nm.
b. Pengujian kontrol blangko (B0)
Larutan dimetil sulfoksida (DMSO) sebanyak 10 μL ditambahkan
dengan 490 μL larutan buffer fosfat pH 6,8 dan 250 μL p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida (pNPG) dengan konsentrasi 5 mM. Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi, ke dalam
campuran ditambahkan 2000 μL natrium karbonat (Na 2CO3) 0,2 M,
campuran diiunkubasi kembali selama 15 menit pada suhu 37 oC.
Selanjutnya, campuran ditambahkan 250 μL larutan enzim dengan
berbagai konsentrasi (0,3 u/mL, 0,15 u/mL, 0,075 u/mL, dan 0,0375
u/mL). Campuran diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 400 nm.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(3.4)
dengan:
B = absorbansi blanko dikurangi absorbansi kontrol blanko (B1-B0)
S = absorbansi sampel dikurangi absorbansi kontrol sampel
Pengolahan data uji profil pelepasan meliputi persentase rilis kumulatif per
jam nanopartikel dengan mengkonversikan absorbansi hasil pengukuran
menggunakan kurva kalibrasi media fluida sintesis. Persamaan garis dibuat
dengan waktu sebagai sumbu x dan persentase rilis kumulatif sebagai sumbu y.
Universitas Indonesia
Pada bagian hasil dan pembahasan ini akan dijelaskan mengenai hasil
penelitian yang meliputi ekstraksi daun sambiloto, uji kualitatif keberadaan
Andrografolida dalam ekstrak daun sambiloto dengan Kromatografi Lapis Tipis,
nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto dengan metode gelasi ionik,
karakteristik analitis nanopartikel, uji inhibisi enzim α-glukosidase, dan profil
pelepasan matriks ekstrak daun sambiloto dalam media fluida sintetik sebagai
representasi organ dalam sistem pencernaan.
4.1 Ektraksi Daun Sambiloto
53
Universitas Indonesia
Nilai rendemen rata – rata yang didapatkan pada penelitian ini memiliki
presentase rendemen yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
olehYonanda (2011) dengan menggunakan metode esktraksi sonikasi dan pelarut
etanol 70% yaitu, sebesar 15,88%.Hasil penelitian berbeda dilakukan oleh
Mathew, et al(2010), dimanapenggunaan pelarut metanol menghasilkan nilai
rendemen yang lebih tinggi dibandingkan pelarut etanol sebesar 39,8%. Hal ini
dikarenakan pelarut dengan viskositas rendah, lebih mudah untuk dialirkan.
Metanol memiliki nilai viskositas yang lebih rendah (0,597 mPa.s) dibandingkan
dengan etanol yaitu 1,200 mPa.s. Viskositas berkurang (kohesi juga berkurang)
mengakibatkan tegangan permukaan menurun. Tegangan permukaan menurun
dapat membantu pelarut masuk ke dalam matriks padatan sehingga meningkatkan
kecepatan reaksi. Hal inilah yang menyebabkan persentase rendeman dari metanol
lebih besar. Walaupun kadar yang dihasilkan oleh pelarut lebih kecil,
namunjumlah rendemen oleh pelarut etanol sudah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh DepKes RI (2009) dimana kandungan andrografolida dalam
ekstrak sambiloto sebesar ≥15%.
Metanol memang pelarut yang paling umum dan efektif untuk
mengekstraksiA.paniculatanamun, penggunaan pelarut metanolmenyebabkan
polusi lingkungan dan juga lebih beracun dari alkohol lainnya (Median et al.
2015).
4.2 Analisis Keberadaan Andrografolida di dalam Ekstrak dengan
Metode KLT
Hasil yang diperoleh dari uji kualitatif dengan metode KLT dapat dilihat pada
Gambar 4.1
Universitas Indonesia
B C D
A
Gambar 4. 1Hasil uji KLT (A) Standar Andrografolida, (B) ekstrak daun sambiloto 1, (C) ekstrak
B
daun sambiloto 2, (D) ekstrak daun sambiloto 3
Pengujian KLT pada ekstrak daun sambiloto dilakukan pada 3 sampel, yaitu
A
ekstrak daun sambiloto 1, ekstrak daun sambiloto 2, dan ekstrak daun sambiloto 3.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai Rf yang didapatkan standar
andrografolida adalah 0,61, begitu pula dengan nilai Rf yang didapatkan dari
ekstrak daun sambiloto 1, ekstrak daun sambiloto 2, dan ekstrak daun sambiloto 3
adalah 0,61. Pengolahan data untuk mendapatkan nilai Rf pada uji KLT dapat
dilihat lebih jelas di Lampiran B.Dari ketiga nilai Rf sampel ekstrak daun
sambiloto memiliki nilai Rf yang sama dengan andrografolida standard hal ini
menandakan bahwa didalam ketiga sampel ekstrak daun sambiloto mengandung
senyawa bioaktif andrografolida.Pemilihan pelarut juga mempengaruhi
keberadaan senyawa aktif dalam ekstak. Hal ini mengindikasikan
bahwapenggunaan pelarut etanoluntuk mengekstrak dalam mengekstraksisenyawa
aktif andrografolida yang terkandungdalam bahan alam herba sambiloto
dapatmenghasilkan proses ekstraksi senyawa aktiftarget dengan baik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 4. 2Interaksi kitosan dengan TPP (a) Deprotonasi (b) Cross-linking ionik (Bhumkar dan
Phorkharkar, 2006)
Universitas Indonesia
Setelah dilakukan sonikasi, maka akan terbentuk 2 fasa larutan yang terpisah
seperti yang terlihat pada gambar diatas. Hal ini diakibatkan nanopartikel
memiliki berat yang lebih ringan sehinggasehingga apabila lama kelamaan
dibiarkan akan dengan mudah beraglomerasi dengan partikel yang lainnya
kemudian turun mengendap ke dasar permukaan. Selanjutnya campuran
disentrifugasi untuk mengendapkan nanopartikel yang terbentuk dengan fase
cairnya (supernatan). Pemisahan dengan sentrifugasi menggunakan 10.000 rpm
selama 15 menit dengan jeda 1 menit setiap 5 menit, hal ini dimaksudkan agar
partikel yang terbentuk tidak panas karena kecepatan rotasi yang begitu tinggi
selain itu dapat merusak struktur dan fungsi nanopartikel karena sifat kitosan dan
sambiloto yang tidak tahan terhadap panas.
Matriks yang terpisah dengan supernatannya kemudian di freeze drying untuk
mengubah bentuknya menjadi serbuk sedangkan supernatan dihitung kadarnya
andrografolida yang tersisa dengan menggunakan HPLC. Dibawah ini adalah
Universitas Indonesia
Gambar 4. 5Nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto (a) Varisi 1 (b) Variasi 2(c) Variasi 3
Universitas Indonesia
Tabel 4. 2 Hasilefesiensi penyalutan dan drug loading nanopartikel ekstrak daun sambiloto
Efesiensi Loading
No Variasi
Penyalutan Capacity
1 Kitosan 1% : STPP 1% 55,89% 30.62%
2 Kitosan 1% : STPP 1,5% 28,79% 11,09%
3 Kitosan 2% : STPP 1% 60% 46,29%
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(a)
Universitas Indonesia
(b)
(c)
Gambar 4. 6Hasil uji FE-SEM (a) Variasi 1 (Kitosan 1% : TPP1%) (b) Variasi 2 (Kitosan1:
TPP1,5% %) dan (c) Variasi 3 (Kitosan 2% : TPP1%)
Universitas Indonesia
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui distribusi ukuran partikel dari setiap
variasi nanopartikel sebagai berikut :
Tabel 4. 3Diameter ukuran partikel pada variasi 1, variasi 2, dan variasi 3
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat ukuran yang dihasilkan masing – masing
variasi. Ukuran partikel terkecil terdapat pada variasi kedua dengan diameter
234,7nm, sedangkan ukuran partikel terbesar terdapat pada variasi ketiga dengan
diameter 892,6 nm. Distribusi ukuran partikel yang mendekati seragam ditempati
oleh variasi kedua seperti terihat dari data diatas. Hal ini dibuktikan dengan nilai
standar deviasi variasi 2 lebih kecil dibandingkan variasi yang lainnya, yang
mengindikasikan persebaran diameter ukuran partikel variasi 2 homogen.
Secara keseluruhan, variasi nanopartikel kitosan-TPP memiliki ukuran
partikel yang tidak seragam.Hal ini kemungkinan dikarenakan metode sonikasi
dan sentrifugasi yang digunakan dalam proses pembuatan nanopartikel.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan Wahyono (2010), gelombang ultrasonic
yang menjalar dalam medium cair memiliki kemampuan secara terus menerus
membangkitkan gelembung (cavity) didalam medium tersebut yang kemudian
secara kilat meletus. Peristiwa kavitasi inilah yang menyebabkan partikel terpecah
menjadi partikel – partikel yang berukuran lebih kecil karena energy kinetic yang
ditimbulkan. Karena energi yang dihasilkan berbeda – beda pada setiap
gelembung maka waktu pecahnya gelembung pun berbeda – beda, sehingga
.Metode sentrifugasi berfungsi untuk mengendapkan partikel berukuran besar,
namun penggunaannya terbatas pada kecepatan sampai 10.000 rpm padahal untuk
menghasilkan partikel berukuran nano diperlukan kecepatan minimal 15.000 rpm
sehingga pengendapan partikel – partikel berukuran besar menjadi kurang efektif.
Hal ini mengakibatkan nanopartikel yang dihasilkan merupakan campuran
partikel berukuran nano dan mikro.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Konsentrasi Absorbansi
0,3 1,432
0,15 1,273
0,075 0,875
0,0375 0,452
Universitas Indonesia
0,8 (0,2≤ 𝐴 ≥0,8). Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan
absorbansi tidak linear lagi. Oleh karena itu, nilai absorbansi yang baik adalah
kisaran 0,2-0,8 karena nilai absorbansi pada kisaran tersebut memiliki nilai
kesalahan fotometrik paling minimal (Sepriani, 2012). Berdasarkan hukum
tersebut konsentrasi enzim 0,075 U/mL adalah konsentrasi optimum yang
digunakan dengan nilai absorbansi 0,0875. Hal ini dikarenakan nilai absorbansi
ini adalah nilai absorbansi dengan kesalahan fotometrik paling minimal, serta nilai
ini mengindikasikan bahwa absorbansi telah optimum sehingga konsentrasi enzim
ini dapat digunakan untuk uji penghambatan enzim α- glukosidase.
Pengujian dilakukan dengan variasi konsentrasi pada setiap sampel, yaitu
0,5% , 1%, 2%, 4%, 8%, 12%, 16% dan 18%.Pada uji ini dilakukan pengukuran
absorbansi sampel (S) dan absorbansi blanko (B). Pada pengukuran absorbansi
blanko, digunakan DMSO pengganti larutan pembanding, sedangkan larutan
sampel yang digunakan untuk uji penghambatan menggunakan beberapa variasi
konsentrasi. Konsentrasi paling kecil yang digunakan dari 0,5% sampai
konsentrasi maksimumnya, yaitu ketika konsentrasi sampel tersebut telah
menunjukkan penurunan persentase penghambatan terhadap enzim α-glukosidase
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 4. 8 Kadar Andrografolida dalam ekstrak samiloto oleh Subramanian et al, (2008)
Universitas Indonesia
dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 16%. Oleh karena itu,
diperlukan 3 kali ekstrak daun sambiloto untuk dapat menghambat enzim α-
glukosidasesesuai dengan obat diabetano dan akarbosa.Persen inhbisi yang tinggi
pada obat akarbosa dan diabetano dikarenakan kedua obat sudah memiliki paten
sehingga uji yang dilakukan untuk mendapatkan dosis yang tepat telah memenuhi
standar dari BPOM. Dosis uji harus mencakup dosis yang setara dengan dosis
penggunaan yang lazim pada manusia.Dosis lain meliputi dosis dengan faktor
perkalian tetap yang mencakup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim
pada manusia sampai mencapai dosis yang dipersyaratkan untuk tujuan pengujian
atau sampai batas dosis tertinggi yang masih dapat diberikan pada hewan uji. Di
sisi lain, dosis atau konsentrasi ekstrak daun sambiloto dan nanoenkapsulasi
ekstrak daun sambiloto pada penelitian ini belum dapat menghambat enzim alfa
glukosidase secara optimum, karena uji yang dilakukan baru mencapai uji secara
in-vitro. Oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
dosis yang tepat untuk nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto dalam
menghambat enzim α-glukosidase.
Universitas Indonesia
Gambar 4. 9 Persen rilis kumulatif variasi 1, variasi 2, dan variasi 3, dimana jam ke 1- 3
menunjukkan kondisi lambung dan jam ke 4 – 7 menunjukkan usus halus
Dari gambar 4.8dapat dilihat bahwa profil pelepasan kumulatif paling tinggi
terjadi pada variasi kedua dengan penyalut kitosan 1,5% dan STPP 1%, dilanjut
profil pelepasan kumulatif pada variasi 1, dan terakhir profil pelepasan paling
kecil pada variasi 3. Presentase rilis kumulatif terbesar dari variasi 2 adalah 75,03
% , variasi 1 adalah 20,50%, dan variasi ketiga sebesar 10,54%.
Pelepasan obat yang berlangsung cepat dari pada variasi 1 pada jam ke 1
hingga jam 3 pada media lambung menunjukkan peristiwa burst release yang
artinya sebagian obat terlepas segera dalam waktu singkat. Hal ini dikarenakan
karena matriks kitosan-andrografolidaterjadi secara taut silang antara kitosan dan
STPP yang menjerap andrografolida. Penjerapan terjadi diseluruh bagian matriks
baik yang berada dipermukaan maupun didalam matriks. Peristiwa burst release
ini disebabkan oleh disosiasi dari obat yang terdapat pada permukaan nanopartikel
kitosan. Hal ini berdampak terjadinya difusi dari obat yang terjerap dalam
nanopartikel yang terdapat pada permukaan mengalami pelepasan yang tinggi
(Dounighi, 2012). Pada bagian ini menunjukkan bahwa terjadinya degradasi yang
rendah dari nanopartikel.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk perbaikan dan pengembangan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ekstraksi baiknya dilakukan hingga tahapan isolasi ekstrak daun sambiloto
untuk mendapatkan andrografolida murni untuk melihat kemampuan inhibisi
dari senyawa aktif andrografolida dalam menghambat enzim α-glukosidase
76
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
78
Universitas Indonesia
Hou, Dongzhi., Gui, Ruyi., Hu, Sheng., Huang, Yi., Feng, Zuyong., Ping,
Qineng.(2015). Preparation and Characterization of Novel Drug-Inserted-
Montmorillonite Chitosan Carriers for Ocular Drug Delivery. Scientific
Research Publishing, 84:73-74
Hu, B., Pan, C., Sun, Y., Hou, Z., Ye, H., Hu, B. And Zeng, X. X., Optimization
of fabrication parameters to produce chitosan tripolyphosphate nanoparticles
for delivery of tea catechins. J. Agric. Food Chem., 56, 7451-7458 (2008).
Irawan, David. (2014). Optimasi Karakterisasi Nanopartikel Kitosan-Narengenin
dengan Variasi pH dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat. UNEJ, Jember. 17
Jamin, Olivia., Rahmat, Deni. (2014). Pembuatan Nanopartikel Infus Daun Sirsak
(Annona Muricata L.) Berbasis Kitosan-Natrium Tripolifosfat Dan Formulasi
Sediaan Tablet Dengan Metode Cetak Langsung. FFUP, Jakarta.
Keban et al., Pengaruh Kitosan Iradiasi dalam Menurunkan Kadar Gula Darah
Mencit Jantan Swiss Webster dengan Metode Tes Toleransi Glukosa Oral
Universitas Pancasila, Jakarta Selatan.
Khopkar.S.M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Kupiec, Tom. (2004). Quality Control Analytical Methods: High Performance
Liquid Chromatography. Oklahama City, Oklahama.
Kusumawardhani, Dwi., Widyawaruyanti, Aty., Kusumawati, Idha, (2005).Efek
Antimalaria Ekstrak Sambiloto Terstandar (Parameter Kadar Andrografolida)
Pada Mencit Terinfeksi Plasmodium Berghei.Universitas Airlangga, Jakarta.
Universitas Indonesia
Kumar, Majeti N.V Ravi. (2000).A review of chitin and chitosan applications.
University of Roorkee, India, 1–27.
Krentz, A. J., & Bailey, C. J. (2005). Oral antidiabetic agents: current role in type
2 diabetesmellitus. Drugs, 65(3), 385-411.
Movaffagh, J., Sajadi, Tabassi S.A., Rastogo, A., Amiri, N., Shariatnia. (2014).
Fabrication and characterization of chitosan beads as a controlled release drug
delivery system of theophylline. Tehran University of Medical, Iran.
Nurcahayanti, ois. (2014). Uji Aktivitas Anti malaria Ekstrak Daun Baru Laut
(Thespesia populnea (L.) Soland Ex Correa) Pada Mus muscullus Terinfeksi
Plasmodium berghei dan Karakterisasi Hasil Isolasinya. Univesrsitas
Bengkulu, Bengkulu, 17.
Nurhalimah. (2014). Pelepasan Terkendali Mangostin Ekstrak Kulit Manggis
(Garcinia mangostana L.) dari Matriks Kitosan-Alginat. Universitas Indonesia.
Depok
Prapanza, I. & Marianto, L.A. (2003). Khasiat & manfaat sambiloto raja pahit
penakluk aneka penyakit. Jakarta : Agro Media Pustaka, 25-26
Universitas Indonesia
Royani, Ida Juwartina., Hardianto, Ari., Wahyuni, Sri (2014). Analisa kandungan
andrographolide pada tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) dari 12
lokasi di Pulau Jawa, BPPT.,Gd. 630, Kawasan PUSPITEK.,Serpong
Tangerang.,Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Pramadewi, I. (2012). Pembuatan nanofood mahkota dewa menggunakan
penyalut casein michelle. Depok : Universitas Indonesia, 1-42.
Sim, Lyann. (2010). Structural and inhibition studies of human intestinal
glucosidases.Department of Medical Biophysics,University of Toronto, 22-24.
Scheen, A. J. (2003). Is there a role for alpha-glucosidase inhibitors in the
prevention of type 2diabetes mellitus? Drugs, 63(10), 933-951.
Skoog, H. &. (1998). Principles of Instrumental Analysis. Philadelphia: Saunders
College Pub.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
83
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ekstraksi ke- 1
Pelarut Etanol 70% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 Gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
⁰C
Evaporasi
Menit
Massa wadah 3,7773 Gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 5,7720 Gram
Massa crude extract terbentuk 1,9947 Gram
Rendemen 3,9894 %
Universitas Indonesia
Ekstraksi ke- 2
Pelarut Etanol 70% + 96% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
50 - 60 ⁰C
Evaporasi
290 menit
Massa wadah 4,3131 gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 17,9310 gram
Massa crude extract terbentuk 13,6179 gram
Rendemen 27,2358 %
Ekstraksi ke- 3
Pelarut Etanol 70% v/v
Massa sampel daun sambiloto 50 gram
Perbandingan sampel : pelarut (1 : 10 ) x 2 b/v
60 ⁰C
Evaporasi
210 menit
Massa wadah 2,6000 gram
Massa wadah + crude extract
terbentuk 10,9800 gram
Massa crude extract terbentuk 8,3800 gram
Rendemen 16,7600 %
Universitas Indonesia
Supernatan 2
Supernatan 3
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
89
Universitas Indonesia
90
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ekstrak
40.00
35.00
30.00
25.00
% Inhibisi
20.00 Series1
15.00 Series2
10.00
Series3
5.00
0.00
-5.000.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)
Nanokapsul
40.00
35.00
30.00
% Inhibisi
25.00
20.00 1
15.00
2
10.00
3
5.00
0.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)
93
Universitas Indonesia
Andrografolida
102.00
100.00
98.00
% Inhibisi
96.00
1
94.00
92.00 2
90.00 3
88.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)
Diabetano
102.00
100.00
98.00
% Inhibisi
96.00 Series1
94.00 Series2
92.00 Series3
90.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)
Universitas Indonesia
Akarbsosa
96.00
95.00
94.00
93.00
% Inhibisi
92.00
91.00 Series1
90.00 Series2
89.00
Series3
88.00
87.00
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%
Konsentrasi (m/v)
Konsentrasi Absorbansi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
5 0,001 0,001 0,001 0,001
10 0,001 0,002 0,001 0,001333
15 0,001 0,002 0,002 0,001667
20 0,002 0,002 0,002 0,002
25 0,003 0,003 0,002 0,002667
0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia
Konsentrasi Absorbansi
(ppm) 1 2 3 Rata-rata
5 0,003 0,003 0,003 0,003
10 0,003 0,004 0,004 0,003667
15 0,004 0,004 0,004 0,004
20 0,005 0,005 0,004 0,004667
25 0,005 0,005 0,005 0,005
0.003
0.002
0.001
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia
97
Universitas Indonesia
Andro Andro
Konsentrasi Andro % Rilis
Jam Volume Faktor Absorbansi Konsentrasi terlepas terlepas
pH Pengoreksi terbuang kumulatif
Ke- sampel Pengenceran Rata - Rata (ppm) jam i kumulatif
(ppm) jam i (mg) (mg/mg)
(mg) (mg)
Universitas Indonesia
% Rilis Kumulatif
Waktu
Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3
0 0,00 0,00 0,00
1 4,08 10,14 1,80
2 9,34 35,49 3,57
3 15,61 62,46 7,11
4 20,50 77,74 9,15
5 19,05 75,03 10,54
6 20,07 74,73 10,04
7 19,92 74,83 10,45
Universitas Indonesia