(EKSPERIMENTAL LABORATORIK)
TESIS
Fransilia Poedyaningrum
1106125154
(EKSPERIMENTAL LABORATORIK)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
dalam Ilmu Konservasi Gigi
Fransilia Poedyaningrum
1106125154
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang
tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
ini. Penelitian yang tertuang dalam tesis ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Universitas Indonesia.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa
bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ijinkan saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
iv Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
5. Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, SpKG(K), selaku penguji, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang sangat berharga.
6. Dr. Anggraini Margono, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan yang sangat berharga.
7. Daru Indrawati, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah banyak memberi
masukan yang sangat berharga.
8. Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), yang telah memberi masukan untuk
analisis statistik.
9. Seluruh Staf Pengajar Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi
yang telah bersedia untuk berbagi ilmu dan memberikan dorongan yang
berharga selama saya menjalani perkuliahan, klinik, dan penulisan tesis ini:
Prof. Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg. SpKG(K), Prof. Dr. Narlan
Sumawinata, drg., SpKG(K), Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K), Bambang
Nursasongko, drg., SpKG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dewa Ayu, drg.,
SpKG(K), dan Dini Asrianti, drg., SpKG.
10. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Bu Dar),
Klinik Konservasi (Pak Yani, Mas Erwin, Pak Rapin) dan Staf Bagian
Konservasi Gigi (Mbak Yuli dan Mbak Devi), Bagian Perlengkapan (Pak
Keri) yang telah banyak memberikan bantuan selama masa pendidikan saya,
dan Staf perpustakaan FKG UI (Pak Nuh, Pak Asep, Pak Yanto, Pak Didit)
yang dengan sabar memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti
pendidikan spesialis di FKG UI.
11. Mbak Endras, selaku konsultan Laboratorium Teknologi Biomedis PPs UI,
Program Pascasarjana UI, yang telah banyak membantu dalam proses uji
sampel menggunakan alat bantu mikroskop stereo.
12. Pak Sarwono, selaku konsultan dari bagian Biokimia FKUI, yang telah banyak
membantu dalam proses transparansi sampel.
13. Rasa sayang dan hormat yang mendalam dihaturkan kepada orang tua tercinta,
Bapak Poedjastanto, yang telah memberikan inspirasi dalam menjalani hidup
dan Ibu Rosdiana, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung
sepenuhnya hingga saya dapat menjalani pendidikan spesialis ini, terimakasih
atas segala dukungan secara moril dan materiil, serta senantiasa mendoakan
v Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
dalam setiap langkah saya. Kakak-kakak tercinta, Sandhi Eko Bramono &
Bramanto Geritno serta adik tercinta, Adimas Poedyanoto, atas segala doa,
motivasi, dan semangat selama saya menjalani pendidikan spesialis ini.
14. Teman-teman tercinta, PPDGS Konservasi Gigi 2011 yang telah membuat
hari-hari menjalani pendidikan spesialis terasa sangat berkesan. Afriani Nov
Angellina sebagai sahabat dalam berbagi pembimbing pertama dan berbagi
ilmu. Rani Isfandria sebagai sahabat terdekat dalam berbagi cerita dan
pengalaman, suka maupun duka, dalam menjalani hari-hari perkuliahan dan
klinik. Tara Pratitha, Marsha Sihombing, Talia Sadikin, Shalina Ricardo,
Nurmeisari, Vani Natasha, Rinto Abimanyu sebagai sahabat tempat berbagi
cerita. Terima kasih telah menjadi teman terdekat selama 2,5 tahun terakhir,
maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan di hati. Terima kasih atas segala
ilmu dan pengalaman semoga bermanfaat untuk masa depan yang cemerlang
dan semoga tali silaturahmi dapat terus terjaga.
15. Sahabat terbaik saya, Cahyaningrum Sekar Ardiasti, sebagai teman berbagi
rasa baik suka maupun duka, mendengar segala keluh kesah dan menjadi
penghibur terbaik yang selalu ada saat dibutuhkan. Terima kasih banyak dan
semoga segera menyusul.
16. Pacar, sahabat, teman dalam berbagi rasa dan pikiran, Zulfikar Simatupang,
yang telah menjadi penyemangat terbaik meski di saat tersulit sekalipun.
Terima kasih atas segala doa dan dorongan semangat yang tiada hentinya.
17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas segala budi baik yang diberikan oleh semua pihak
tersebut di atas selama masa pendidikan dan penyusunan tesis ini. Penulis juga
memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tak disadari selama menjalani
masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Meski
demikian, semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama di bidang konservasi gigi.
vi Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
ABSTRAK
viii Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
ABSTRACT
ix Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
x Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
4.7. Bahan Penelitian ................................................................................. 27
4.8. Alat Penelitian .................................................................................... 27
4.9. Cara Kerja ........................................................................................... 28
4.9.1. Pengendalian Variabel Bebas ................................................. 28
4.9.2. Persiapan Sampel .................................................................... 28
4.9.3. Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Resin
Epoksi (SRE) .......................................................................... 29
4.9.4. Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Mineral
Trioxide Aggregate (SMTA) .................................................... 29
4.9.5. Perlakuan Sampel Sebelum Pengamatan ............................. 30
4.9.6. Pengamatan dan Pengukuran ................................................. 30
4.10. Analisis Data ....................................................................................... 31
4.11. Alur Penelitian ..................................................................................... 32
6. PEMBAHASAN .......................................................................................... 35
xi Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN
xii Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Reaksi yang berperan dalam setting MTA Fillapex .............. 16
Gambar 2.2. Kerangka Teori .......................................................................... 23
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ....................................................................... 24
Gambar 5.1. Kebocoran Pengisian. a. Skor 1. b. Skor 2. c. Skor 3. ............ 34
xiii Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR TABEL
xiv Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
xv Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Terdapat beberapa jenis semen saluran akar yang saat ini tersedia dan
dikelompokkan berdasarkan kandungan bahan utamanya yaitu, seng oksida
eugenol, kalsium hidroksida, resin, ionomer kaca dan silikon.5 Menurut Tunga
dkk.(2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan dan dipakai secara
luas di seluruh dunia, semen resin memiliki kemampuan penutupan yang paling
baik dibandingkan dengan empat golongan semen lainnya.4,5Akan tetapi, pada
tahun 2006 Tunga dkk dan Stratton dkk menyatakan bahwa semen resin memiliki
sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang baik dengan dentin,
karena semen resin selalu mengalami pengkerutan pada saat polimerisasi sehingga
dapat menyebabkan terbentuknya celah.4,5
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu semen adalah kerapatan
dalam mengisi saluran akar. Secara umum diketahui bahwa penyebab utama
kegagalan perawatan saluran akar adalah buruknya kualitas kerapatan pengisian
saluran akar terutama adanya kebocoran. Kebocoran cairan jaringan yang berasal
dari apeks merupakan penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar
1 Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
2
karena dapat menyuplai nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Sehingga
bahan pengisi diharapkan memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah untuk
menghasilkan kerapatan pengisian yang baik untuk menunjang keberhasilan
perawatan saluran akar.7,8 Sejauh ini semen yang dikenal memiliki kerapatan
pengisian yang baik karena memiliki tingkat kebocoran yang rendah adalah semen
resin epoksi.4 Namun semen ini dilaporkan tidak berikatan baik dengan dinding
saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan EDTA
untuk menghilangkan smear layer pasca preparasi saluran akar.5,9
Saat ini mulai dikembangkan semen berbahan dasar MTA. Semen MTA
telah diperkenalkan oleh Mohmoud Torabinejad (1993) di Loma Linda University
sebagai semen penutup perforasi karena bahan ini memiliki sifat biokompatibel,
dapat menstimulasi mineralisasi dan mempunyai sealing ability yang baik.10 Oleh
karena itu semen MTA menunjukkan sifat adhesif yang baik terhadap dentin yang
kemampuan penutupannya (sealing ability) hampir sama dengan yang semen
berbahan dasar epoxy-resin.11
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
3
diasumsikan semen yang baru diperkenalkan ini memiliki reaksi yang sama
dengan semen berbahan dasar MTA lainnya.
Untuk menganalisis kebocoran mikro pada sepertiga akar dapat
digunakan metode dye penetration dengan teknik transparansi (metode
Robertson13), karena pada teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks
pada ukuran milimeter dan kebocoran terlihat dalam arah 3 dimensi.14
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran akar yang telah dipreparasi dengan baik harus dilanjutkan dengan
pengisian saluran akar yang padat. Tujuan utama pengisian saluran akar yang
telah dipreparasi adalah memberikan kerapatan yang baik pada bagian korona dan
apeks saluran akar serta menutup seluruh iritan yang masih ada di dalam saluran
akar yang tidak dapat dihilangkan secara sempurna. Iritan ini yaitu iritan mikroba
(mikrorganisme, toksin, metabolit) dan produk degenerasi pulpa yang menjadi
penyebab utama nekrosis pulpa dan perluasan infeksi ke jaringan periradikular.15
Asosiasi Endodontis Amerika (American Association of Endodontists)
telah menerbitkan Appropriateness of Care and Quality Assurance Guidelines
yang meliputi semua aspek perawatan endodontik kontemporer. Pengisian saluran
akar didefinisikan sebagai pengisian seluruh sistem saluran akar secara tiga
5 Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
6
dimensi, menggunakan semen dalam jumlah minimal yang telah diteliti sebagai
bahan yang biokompatibel, yang digunakan bersamaan dengan bahan pengisi inti
untuk menciptakan penutupan yang adekuat. Dari segi radiografis ditambahkan
bahwa penampakan radiografik harus memperlihatkan gambaran yang padat tanpa
terdapat kelebihan maupun kekurangan pengisian. Standar ini harus diterapkan
oleh seluruh praktisi dalam mengerjakan perawatan saluran akar. Dapat
disimpulkan bahwa pengisian saluran akar yang baik adalah pengisian yang tepat
sepanjang kerja dan padat, sehingga tercipta suatu keadaan tight fluid seal dan
monoblok.15
Teknik pengisian saluran akar terbagi menjadi teknik gutaperca padat dan
teknik gutaperca yang dilunakkan. Teknik gutaperca padat dibagi menjadi teknik
kon tunggal dan teknik kondensasi lateral. Sedangkan teknik gutaperca yang
dilunakkan dibagi menjadi teknik kondensasi lateral panas, teknik kondensasi
vertikal panas, teknik gutaperca injeksi, teknik kondensasi termomekanis, teknik
gutaperca core carrier, dan teknik resin-kloroform. Teknik kondensasi lateral
panas dan kondensasi vertikal panas adalah teknik yang menggunakan panas pada
gutaperca di dalam saluran akar. Teknik kondensasi vertikal panas yang banyak
digunakan adalah sistem B, sistem ini juga dikenal sebagai teknik continous wave.
Sedangkan teknik gutaperca injeksi, kondensasi termomekanis, dan teknik core
carrier merupakan teknik yang menggunakan panas pada gutaperca di luar
saluran akar. Contoh teknik gutaperca injeksi adalah Obtura dan Ultrafil. Contoh
teknik gutaperca core carrier adalah Thermafil, Herofill,dan Soft Core. Teknik
resin-kloroform merupakan teknik pelunakan gutaperca menggunakan solven
berupa kloroform.17
Teknik kondensasi lateral menggunakan gutaperca dingin dengan semen
saluran akar merupakan teknik yang paling banyak digunakan oleh para klinisi.
Teknik ini menjadi standar bagi teknik pengisian yang lain. Teknik ini diawali
dengan aplikasi semen pada seluruh dinding saluran akar, kemudian insersi kon
utama yang pas sepanjang panjang kerja, lalu dikuakkan untuk menyediakan
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
7
tempat bagi penempatan kon aksesori. Hal ini dilakukan terus hingga tidak ada
lagi celah untuk penempatan penguak. Setelah itu, massa gutaperca dipotong
sebatas orifis dengan instrumen panas, dan dilakukan kondensasi vertikal
menggunakan pemampat.18
Keuntungan dari teknik ini adalah kontrol panjang kerja yang baik karena
hubungan antara ujung kon dan titik referensi dari preparasi dapat dimonitor
selama prosedur pengisian saluran akar. Biasanya tidak terjadi ekstrusi bahan
pengisi melewati foramen apeks pada teknik ini.17
Bahan pengisi saluran akar terdiri dari material inti dan semen. Material
inti dibagi menjadi dua bentuk yaitu material solid dan semisolid (bentuk pasta
atau bentuk yang lunak).3 Material inti solid yang digunakan dapat berupa
gutaperca, resilon, kon perak dan gutaperca yang dilapisi material tertentu.
Resilon merupakan material pengisi termoplastik, yang berbahan dasar polimer,
dikembangkan untuk menghasilkan ikatan adhesif antara material inti solid dan
semen. Kon perak telah digunakan sebagai material pengisi saluran akar sejak
tahun 1930. Material ini mengandung perak dan sejumlah kecil tembaga dan nikel
sehingga bersifat korosif. Produk perak memiliki toksisitas yang tinggi dan
menyebabkan cedera jaringan. Oleh karena itu, material ini saat ini tidak lagi
digunakan. Gutaperca merupakan material yang paling umum dan sering
digunakan saat ini sebagai material pengisi saluran akar karena sifat
biokompatibilitasnya yang baik terhadap jaringan tubuh dan adaptasi yang baik
dengan dinding saluran akar. Gutaperca yang dilapisi material tertentu seperti
resin dikembangkan untuk menghasilkan ikatan yang baik antara inti gutaperca
dengan semen. Hal ini diharapkan akan mencegah kebocoran antara inti gutaperca
dengan semen.19
Material pengisi saluran akar yang ideal harus bersifat biokompatibel,
tidak toksik terhadap jaringan tubuh tidak mengiritasi jaringan periapeks atau
mengganggu struktur gigi sehingga akan menunjang terjadinya penyembuhan
ligamen periodonsium. Selain itu juga memiliki sifat fisik yang baik antara lain
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
8
mudah dimasukkan ke dalam saluran akar, dapat menutup saluran akar lateral dan
apeks dengan baik, tidak mengkerut setelah dimasukkan ke dalam saluran akar,
bersifat radiopak, tidak mewarnai gigi, steril atau mudah disterilkan, mudah
dikeluarkan dari saluran akar dan tahan terhadap kelembaban.Bahan pengisi
saluran akar harus bersifat bakterisid, atau paling tidak menghambat pertumbuhan
bakteri.18,20
2.4.1 Gutaperca
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
9
Menurut Grossman, kriteria semen saluran akar yang ideal adalah toleransi
terhadap jaringan baik artinya semen beserta komponennya tidak boleh
menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian sel. Seluruh semen yang umum
dipakai menunjukkan derajat toksisitas. Toksisitas tertinggi pada saat belum
mengeras namun cenderung menghilang setelah setting seiring berjalannya waktu.
Selain itu, semen tidak menyusut saat mengeras sehingga semen harus tetap stabil
secara dimensional atau bahkan sedikit mengembang saat setting. Semen juga
diharapkan memiliki waktu setting yang lambat karena harus menyediakan waktu
kerja yang adekuat untuk penempatan dan manipulasi bahan obturasi, kemudian
set sesaat setelah obturasi terpenuhi. Sifat keadhesifan merupakan syarat yang
paling diinginkan. Bahan yang adhesif akan membentuk ikatan absolut antara
bahan inti dan dentin, menutup semua rongga. Kemudian, semen harus dapat
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
10
Menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan
dan dipakai secara luas di seluruh dunia, semen resin sudah diteliti memiliki
kemampuan penutupan yang paling baik dibandingkan dengan empat golongan
semen lainnya, yaitu oksida seng eugenol, ionomer kaca, kalsium hidroksida, dan
silikon.4 Contoh semen resin yang banyak digunakan di pasaran yaitu semen AH
26. Tetapi, semen ini mulai digantikan dengan AH Plus dan Topseal, karena
produksi sulfida perak hitamnya yang dapat menyebabkan diskolorasi pada gigi.
Pada AH Plus juga ditambahkan oksida bismuth untuk radiopasitasnya.25
Reaksi pengerasan semen AH 26 sekitar 1-2 hari dan selama proses polimerisasi
menghasilkan formaldehid. Sedangkan semen AH Plus mengeras dalam waktu
sekitar 8 jam. Semen AH Plus tidak melepaskan formaldehid selama proses
polimerisasi.26
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
11
Komposisi semen resin epoksi dalam bentuk bubuk dan cairan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:26
27
Tabel 2.2 Komposisi semen AH Plus
Menurut Stratton dkk (2006) dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi
tidak berikatan baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi
akhir dengan menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear layer pasca
preparasi saluran akar.5,28
Menurut Ersev H. Dkk. (1999) dan Schweiki H. (1998), semen resin juga
bersifat mutagenik, baik dalam percobaan in vitro maupun in vivo, terutama pada
saat setelah diaduk.29-31 Oleh karena itu, penggunaan semen resin harus berhati-
hati agar tidak berlebihan dan jangan sampai terdorong keluar ke jaringan
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
12
periapeks. Semen resin memiliki efek antibakeri yang sangat besar, karena adanya
pelepasan formaldehida, dan menghasilkan radioopasitas yang sangat baik.
Tetapi, ketika mengeras, material ini akan membentuk suatu massa padat yang
tidak dapat larut, sehingga akan sulit apabila diperlukan pembongkaran untuk
perawatan ulang.18,32
Menurut Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk. (2009)
semen resin memiliki sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang
baik dengan dentin.4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami pengkerutan dapat
menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian saluran akar, sehingga
diperlukan teknik yang menggunakan rasio gutaperca lebih banyak dibandingkan
dengan semen.11,33,34
MTA telah digunakan sebelumnya sebagai material yang ideal untuk pulp
capping, pulpotomi, bahan penutup ujung akar pada gigi permanen belum matang,
apical plug, obturasi saluran akar pada gigi sulung, perbaikan perforasi dan
fraktur serta penutup korona sebelum prosedur bleaching.35
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
13
dilakukan pada komplikasi endodontik selalu berlokasi di area yang sulit diakses,
sehingga aplikasi MTA sering mengalami hambatan.
Berdasarkan keunggulan dan kekurangan yang dimiliki semen MTA yang
sudah tersedia, maka dilakukan pengembangan agar penggunaannya lebih
sederhana dan efektif. Penggunaan semen MTA untuk semen saluran akar karena
semen ini bersifat biokompatibel, dapat menstimulasi mineralisasi dan
mempunyai sealing ability yang baik dengan dentin.39
MTA memiliki sealing ability dan adaptasi tepi yang baik. Hal ini
dihubungkan dengan sifat MTA yang mengalami ekspansi selama reaksi setting,
sehingga mendukung adaptasi dengan dentin. Studi oleh Reyes-Carmona
melaporkan adanya lapisan interfasial yang terbentuk antara MTA dan dentin.
Lapisan ini terbentuk akibat biomineralisasi dan tag-like structure antara MTA-
dentin.40,41
Sifat adhesif semen MTA dengan dentin telah dibandingkan dengan berbagai
macam semen saluran akar, dan hasilnya yang berbahan dasar zinc oxide/eugenol
paling rendah sedangkan kemampuan penutupan (sealing ability) semen MTA
hampir sama dengan yang berbahan dasar epoxy-resin.43 Bahan ini juga memiliki
kemampuan untuk membentuk endapan serupa hidroksiapatit, bersifat antibakteri
karena memiliki pH yang tinggi.44,45
Karakter bioaktif yang dimiliki semen ini dimanfaatkan oleh cairan yang
terdapat pada tubuli dentin untuk menginisiasi proses pengerasan dan
menghasilkan pembentukan endapan serupa hidroksiapatit.46
Kalsium silikat yang terdapat pada bubuk terhidrasi, menghasilkan gel hidrat
kalsium silikat dan kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida akan bereaksi dengan
ion fosfat dan menghasilkan endapan serupa hidroksiapatit dan air. Air akan terus
bereaksi dengan kalsium silikat, menghasilkan tambahan gel seperti kalsium
silikat hidrat. Air pada proses ini merupakan faktor penting dalam mengontrol
tingkat hidrasi dan waktu pengerasan.47
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
14
MTA terdiri dari dua fase yaitu kalsium oksida dan kalsium fosfat. Ketika
MTA berkontak dengan cairan jaringan, kalsium oksidaakan bereaksi dengan air
membentuk kalsium hidroksida seperti pada reaksi di bawah ini:48
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
15
MTA Fillapex memiliki working time 35 menit dan setting time rata-rata 2
jam 10 menit. Reaksi setting membutuhkan molekul air dari medium eksternal.
Sehingga, kelembapan yang ada dalam tubulus dentin akan membantu
reaksinya.52
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
16
t
terhidrasi dalah kalsiuum silikat hhidrat dan kalsium hiddroksida.34,400,41 Reaksi
ad
h
hidrasi MTA mbarkan sebbagai berikutt:40
A dapat digam
Ca(O
OH)2 yang terbentuk
t paada reaksi hidrasi
h MTA
A dalam passta B akan
b
bereaksi denngan salisilaat (1,3 butyleene glycol disalicylate)
d p
pada pasta A sehingga
t
terjadi ng pada mateerial. Reaksi ini diilustraasikan sepertti gambar:52
settin
MTA
M Fillapeex memiliki kemampuann alir yang tiinggi dengann ketebalan
lapisann yang tip
pis sehinggga mudah berpenetraasi ke salu
uran akar
han.51,52
tambah
Bahan
B ini menunjukka
m an variasi kelarutan
k 0,1%, ini leb
bih rendah
dibanddingkan bataas maksimal yang diterim
ma oleh ISO yaitu 3%. Oleh
O karena
itu, baahan ini tidakk larut seirinng dengan waktu
w seperti semen lain yang dapat
mungkinkan mikroba unntuk masuk
menyeebabkan kebbocoran mikkro dan mem
dan menginfeksi saluran akar kkembali.51,522
Universitas
s Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
18
Kebocoran dipengaruhi oleh bahan pengisi saluran akar sendiri dan faktor
lain seperti oleh anatomi saluran akar dan preparasi, akses kavitas, smear layer,
kekeringan saluran akar, kekentalan semen dan teknik pengisian serta metode
irigasi. Kebocoran terutama terjadi di antara bahan pengisi saluran akar dan
dinding saluran akar, walaupun beberapa penelitian menunjukkan kebocoran
antara semen dan material inti.26
Kelebihan dari fluid filtration test adalah metode ini memberikan data
kuantitatif dan memperlihatkan pola kebocoran untuk diikuti pada berjalannya
waktu karena spesimen tidak hancur selama proses evaluasi. Kekurangannya
adalah metode ini hanya dapat mendeteksi celah yang terjadi dari mahkota ke
apeks sedangkan celah pada dead-end tract dan cul-de-sac tidak dapat
terdeteksi.57 Selain itu, standardisasi tekanan udara dan waktu pemberian tekanan
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
19
yang digunakan belum ditetapkan. Hal ini akan mempengaruhi hasil yang
didapatkan, karena nilai filtrasi yang lebih rendah ditemukan memiliki hubungan
dengan waktu pencatatan yang lebih singkat dan nilai akan lebih tinggi saat
tekanan yang lebih tinggi digunakan.58
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
20
teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks pada ukuran milimeter
sedangkan pada teknik potongan transversal hanya menilai ada tidaknya
kebocoran yang terjadi.59
Pada metode penetrasi warna dengan teknik transparansi, langkah-
langkah yang dilakukan adalah pelapisan permukaan akar kecuali pada 1 mm
apeks spesimen gigi yang telah diisi menggunakan cat kuku sebanyak dua lapis.
Kemudian sampel direndam dalam tinta selama 7 hari.60 Setelah sampel
dikeluarkan dari larutan tinta, sampel dicuci di bawah air mengalir dan cat kuku
dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Selanjutnya dilakukan proses
dekalsifikasi dan sampel dibuat menjadi transparan menurut metode Robertson.61
Gigi direndam dalam larutan asam nitrat 5% selama 72 jam, didehidrasi dengan
etanol 70%, 80%, 95% kemudian 100%, masing-masing selama 24 jam. Proses
pembuatan sampel menjadi transparan diakhiri dengan perendaman sampel di
dalam larutan metil salisilat pada suhu 370C sehingga tampak transparan.60
Menurut Tagger pada tahun 1983, tahap akhir proses demineralisasi yang
dilakukan adalah dapat dengan mudahnya memasukkan jarum tipis pada area
mahkota.59
Ukuran molekul partikel, pH dan reaksi kimia tinta yang digunakan pada
teknik ini diperkirakan mempengaruhi derajat penetrasi. Metilen biru digunakan
karena murah, mudah dimanipulasi, memiliki derajat pewarnaan yang tinggi dan
berat molekul yang kecil, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan toksin bakteri.
Namun metilen biru larut selama proses demineralisasi dan teknik transparansi.
Selain itu, tinta ini juga sulit untuk diobservasi pada titik penetrasi maksimumnya.
Partikel tinta India dengan diameter kurang dari 3 µm juga digunakan secara luas.
Bagaimanapun, dilaporkan bahwa berat dan ukuran molekul tinta India lebih kecil
dibandingkan molekul bakteri saluran akar.59
Zafar dkk (2012) mengevaluasi sealing ability koronal maupun apeks pada
ketiga kelompok. Kelompok 1 dilakukan pengisian dengan gutaperca dan semen
resin AH26 dengan teknik kondesasi lateral. Kelompok 2 dilakukan pengisian
dengan ProRoot MTA dan guta perca. Kelompok 3 dilakukan pengisian dengan
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
21
NEC (new endodontic cement dengan komposisi utama MTA) dan gutaperca.
Pada studi ini, sealing ability dievaluasi menggunakan metode dye penetration
(metilen blue). Terlihat dye penetration terendah didapatkan pada grup 3
(gutaperca+NEC) diikuti grup 2 dan paling buruk terlihat pada grup 1. Studi
membuktikan sealing ability pada koronal berbeda signifikan, sedangkan pada
apeks tidak. Pada pengisian dengan teknik kon tunggal (grup 2 dan 3) akan
mengeliminasi penggunaan guta perca aksesoris sehingga meningkatkan seal
karena volume MTA/NEC. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan volume
makaakan meningkatkan ekspansi MTA/NEC selama pengerasan.62
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
23
Perawatan Saluran Akar
Teknik Pengisian Saluran Akar Bahan Pengisi Saluran Akar
Material Inti Semen Saluran Akar
Kon
Gutaperca Resilon Gutaperca berlapis
perak
Oksida Semen Eugenol Silikon Ca(OH)2 GIC
Resin Epoksi MTA (Kalsium Silikat)
Kebocoran Mikro
Metode Pemeriksaan
Kebocoran MIkro
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
Kebocoran mikro semen resin epoksi dan MTA dapat ditentukan dengan
cara mengobservasi kebocoran pengisian saluran akar di daerah sepertiga
apeksnya, yaitu dengan mengukur penetrasi zat warna pada sampel yang dibuat
transparan dan diamati menggunakan mikroskop stereo.
3.2. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
Eksperimental Laboratorik
Variabel bebas
Semen resin epoksi dan semen MTA
Variabel terikat
Kebocoran mikro
Sampel penelitian = 32 buah gigi premolar bawah akar tunggal manusia yang
telah dicabut.
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
27
Skor 2:
penetrasi zat
warna 0,51-1,0
mm dari apeks
Skor 3:
penetrasi zat
warna >1 mm
dari apeks
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
28
Kriteria inklusi:
Gigi premolar bawah dengan satu saluran akar (ditegakkan dengan radiograf)
Akar gigi telah tumbuh sempurna
Gigi bebas karies
Belum pernah dirawat saluran akar
Evaluasi pengisian saluran akar dengan radiograf dengan melihat kepadatan
pengisian saluran akar antara dinding dan bahan pengisi, panjang kerja
berakhiran pada ±1 mm dari apeks
Evaluasi pengisian saluran akar setelah spesimen didekalsifikasi dan
transparansi dengan melihat kepadatan pengisian saluran akar antara dinding
dan bahan pengisi, panjang kerja berakhiran pada ±1 mm dari apeks
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
30
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
31
sepanjang mana penetrasi zat warna pada tiap sampel diukur dengan milimeter
grid.
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
32
32 gigi manusia premolar bawah saluran akar tunggal direndam dalam larutan
NaCl 0.9% sampai akan dilakukan preparasi dan pengisian saluran akar.
16 sampel 16 sampel
Disimpan dalam inkubator selama 24 jam dan dilapisi dengan cat kuku
sebanyak 2 lapis, kecuali 1 mm dari apeks
Evaluasi kebocoran
Analisis data
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1. Distribusi Skor Kebocoran Sepertiga Apeks Kelompok SRE (Semen Resin Epoksi) dan
SMTA (Semen Mineral Trioxide Aggregate)
Tingkat Kebocoran
Kelompok Uji 1 2 3 Total P
N % N % N % 0,415
SRE 12 37,5 1 3,1 3 9,4 16
SMTA 7 21,9 4 12,5 5 15,6 16
Total 19 59,4 5 15,6 8 25 32
Keterangan:
n = Jumlah sampel
1 = Kebocoran sepertiga apeks 0-0,5 mm
2 = Kebocoran sepertiga apeks 0,51-1 mm
3 = Kebocoran sepertiga apeks > 1 mm
Pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kelompok SRE menunjukkan skor 1
sebanyak 37.5% sedangkan kelompok SMTA 21.9%. Pada skor 3, kelompok
SMTA mempunyai presentasi lebih tinggi (15.6%) dibandingkan kelompok SRE
(9.4%). Apabila kedua kelompok dibandingkan secara statistik maka nilai p yang
didapat 0,415. Kesimpulannya kelompok SRE memiliki tingkat kebocoran
sepertiga apeks lebih rendah dari kelompok SMTA atau memiliki kemampuan
penutupan lebih baik dari SMTA akan tetapi perbedaannya tidak bermakna.
x
x x
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada area sepertiga apeks yang merupakan area
paling sulit dibersihkan, dipreparasi dan diisi karena mempunyai anatomi yang
sangat kompleks yaitu terdapat banyaknya saluran akar lateral.64 Kualitas
kerapatan pengisian saluran akar diperlukan untuk mencegah kebocoran, karena
akan menyebabkan kegagalan perawatan.55
Semen yang dibandingkan pada penelitian ini yaitu semen berbahan dasar
resin epoksi dan MTA, karena menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen
yang telah dikembangkan dan dipakai secara luas, semen resin memiliki
4
kemampuan penutupan yang paling baik. Namun, menurut Stratton dkk (2006)
dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi tidak dapat berikatan baik dengan
dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan
EDTA.5,28 Selain itu, Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk.
(2009) juga menyatakan bahwa semen resin memiliki sifat fisik baik, akan tetapi
memiliki ikatan kurang baik dengan dentin.4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami
pengkerutan dapat menyebabkan terbentuknya celah mikro pada pengisian saluran
akar.11,33,34 Semen MTA baru diperkenalkan dan dilaporkan oleh Zhang dkk.
(2009) dalam penelitiannya yang membandingkan kemampuan penutupan semen
kalsium silikat (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus), menyimpulkan bahwa
semen kalsium silikat memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama
dengan semen resin, tetapi adaptasi semen kalsium silikat dengan gutaperca lebih
baik dibandingkan adaptasi semen resin dengan gutaperca.47 Hal ini diperkirakan
karena semen ini mengalami ekspansi pada saat polimerisasi. Pada penelitian ini,
semen kalsium silikat diasumsikan sama dengan semen MTA karena kandungan
utama semen MTA adalah kalsium silikat. Sehingga pada penelitian ini dilakukan
uji untuk menganalisis dan membandingkan kebocoran mikro yang terjadi pada
pengisian saluran akar dengan menggunakan semen resin epoksi.
Sampel gigi yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar
pertama rahang bawah yang telah dicabut untuk mempermudah pengujian karena
memiliki akar tunggal dan lurus, sehingga memungkinkan keseragaman sampel.
Irigan yang digunakan yaitu kombinasi NaOCl 5,25% dan EDTA 17%.
NaOCl 5,25% dapat melarutkan jaringan pulpa dan jaringan dentin, serta bersifat
antimikroba sehingga dapat melawan bakteri patogen, yaitu bakteri gram negatif,
jamur, spora dan virus.68 EDTA 17% (ethylendiamin tetraacetate) digunakan
untuk melarutkan jaringan anorganik dan smear layer.69
Pada tabel 5.1 terlihat bahwa ternyata kebocoran sepertiga apeks tetap
terjadi pada seluruh hasil penelitian, baik yang diisi dengan semen resin epoksi
maupun semen MTA. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hammad dkk. (2009),
yang menyatakan bahwa tidak ada pengisian saluran akar yang benar-benar
sempurna dan tidak mengandung celah. Pengisian dengan rasio bahan pengisi
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
38
pengisian saluran akar dan perbandingan dengan teknik lainnya.64 Murat dkk.
(2012) menyatakan bahwa pengisian dengan teknik kondensasi lateral
menunjukkan kebocoran korona yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik
kon tunggal, sedangkan kebocoran apeks kedua teknik ini tidak berbeda
bermakna.73
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
39
Zat warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinta India. Partikel
tinta India memiliki diameter molekul kurang lebih 3 μm, telah digunakan secara
luas untuk menilai kebocoran pada pengisian saluran akar dan dilaporkan bahwa
berat dan ukuran molekul tinta India mirip dengan molekul bakteri yang umum
ditemukan di dalam saluran akar. Oleh karena itu, zat warna tinta India dapat
digunakan sebagai pengukur kebocoran di daerah sepertiga apeks pada saluran
akar.59
Hasil penelitian ini, pada Tabel 5.1 terlihat bahwa kelompok SRE
mempunyai tingkat kebocorannya lebih rendah dibandingkan kelompok SMTA.
Akan tetapi berdasarkan hasil uji Kolmogorov Smirnov, nilai kemaknaan (p)
antara kelompok SRE dan SMTA adalah 0.415 (p > 0,05). Artinya proporsi
kebocoran sepertiga apeks pengisian kelompok SRE tidak berbeda bermakna
dengan kelompok SMTA. Dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima,
yaitu kebocoran mikro pada sepertiga apeks pengisian saluran akar menggunakan
semen MTA sama dengan semen resin epoksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zhang dkk. (2009) yang membandingkan kemampuan
penutupan semen MTA (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus), yang
memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama. 47
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
40
semen resin epoksi adalah sifat dasar resin yang mengalami pengerutan saat
proses polimerisasi sehingga menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian
saluran akar dan akhirnya menghasilkan kebocoran pengisian saluran akar.11,33,34
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hammad dkk. pada tahun 2008, semen
resin memiliki nilai shrinkage tertinggi saat polimerisasi, yaitu sebesar 1,46-
1,76%.72 Selain itu, kebocoran pengisian saluran akar dengan semen resin epoksi
juga dapat disebabkan kerena tidak seragamnya distribusi semen dan penetrasi
semen ke tubuli dentin. Menurut Gibby (2010), distribusi semen dan penetrasi ke
tubuli dentin pada daerah sepertiga apeks akan berkurang pada kondisi dinding
saluran akar yang lembab.81 Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pengisian
saluran akar telah dilakukan pengeringan saluran akar menggunakan paper point,
namun tidak menjamin bahwa kondisi saluran akar pada daerah sepertiga apeks
benar-benar kering.
Kemungkinan kebocoran pengisian pada semen MTA yaitu karena saat
berkontak dengan cairan jaringan, MTA akan larut dan melepaskan kation
utamanya (Ca+2, Mg+2). Ion kalsium yang dilepaskan dari MTA akan berdifusi
melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam cairan jaringan dan
menghasilkan kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini bergabung dengan ion lain dan
matang menjadi carbonated apatite yang akan memberikan ikatan kimia antara
MTA dan dentin. Lapisan adhesi ini menyerupai hidroksiapatit baik dari
komposisi dan strukturnya ketika dilihat dalam analisis SEM. Lapisan interfacial
ini menunjukkan adaptasi tepi MTA yang superior.52 Di sisi lain, pada penelitian
sebelumnya menunjukkan pada hasil analisis SEM ditemukan adanya porositas
dan crack pada matriks resin setelah dilakukan tes kelarutan. Hal ini mungkin
disebabkan adanya kandungan bismuth trioksida yang dikaitkan dengan reduksi
stabilitas molekuler pada semen berbahan dasar MTA.80
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Pengisian saluran akar gutaperca dengan semen saluran akar resin epoksi maupun
dengan semen MTA menghasilkan kebocoran mikro. Kebocoran mikro pengisian
dengan semen resin epoksi sama dengan semen MTA pada sepertiga apeks.
7.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik pengisian
kondensasi vertikal/termoplastis dengan rasio gutaperca lebih banyak
daripada semen saluran akar.
Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih
banyak.
41 Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
45
32. Schmalz G. Root Canal Filling Materials. In: Bergenholtz G, Bindslev PH,
Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing
Company. 2003: 261-285.
33. Bergmans L, Moisiadisb P, Munckc JD, Meerbeekd BV, Lambrechtsd P.
Effect of Polymerization Shrinkage on the Sealing Capacity of Resin Fillers
for Endodontic Use. J Adhes Dent. 2005; 7: 321–329.
34. Souza SFC, Bombana AC, Francci C, Goncalves C, Castellan C, Braga RR.
Polymerization Stress, Flow and Dentine Bond Strength of Two Resin- based
Root Canal Sealers. Int Endod J. 2009; 42: 867–873.
35. Rao A, Rao A, Shenoy R. Mineral Trioxide Aggregate-A Review. J Clin
Pediatr Dent. 2009; 34(1): 1-8.
36. Goel M, Bala S, Sachdeva G, Shweta. Comparative Ecaluation of MTA,
Calcium Hydroxide and Portland Cement As A Root End Filling Materials : A
Comprehensive Review. Indian Journal of Dental Sciences 2011; 5(3).
37. Scwartz RS, Mauger M, Clement DJ, Walker WA. Mineral Trioxide
Aggregate : A New Material for Endodontics. J Am Dent Assoc. 1999; 30:
967-975.
38. Bernabe PFE, Holland R, Morandi R, Souza V, Nery MJ, Otoboni Filho JA et
al. Comparative Study of MTA and Other Materials in Retrofilling of Pulpless
Dogs’ Teeth. Braz Dent J. 2005 May Aug; 16(2): 149-55.
39. Gomes-Filho JE, Watanabe S, Bernabe PFE, Costa MTM. A Mineral Trioxide
Aggregate Sealer Stimulated Mineralization. J Endod. 2009 Feb; 35(2): 256-
60.
40. Srinivasan V, Waterhouse P, Whitworth J. Mineral Trioxide Aggregate in
Paediatric Dentistry. Int J Paediatr Dent. 2009; 19: 34-47.
41. Reyes-Carmona JF, Felippe MS, Felippe WT. The Biomineralization Ability
of Mineral Trioxide Aggregate and Portland Cement on Dentin Enhances The
Push Out Strength. J Endod. 2010; 36: 286-291.
42. Islam I, Chng HK, Yap AUJ. Comparison of the physical properties of MTA
and Portland cement. J Endod. 2006 Mar; 32(3): 193-7.
43. Weller RN, Tay KCY, Garrett LV, Mai S, Primus CM, Gutmann JL et al.
Microscopic Appereance and Apical Seal of Root Canals Filled with
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
50
Lampiran 1
A B
C D E
F G
Keterangan:
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
51
Lampiran 2
Tahap Pelapisan Sampel dengan Cat Kuku dan Perendaman dengan Tinta
A B
C D
E F
Keterangan:
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
52
Lampiran 3
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
53
SRE 16 = SKOR 3
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
54
Lampiran 4
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
55
SMTA 16 = SKOR 2
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
56
Lampiran 5
1 1 3
2 1 1
3 1 2
4 1 1
5 1 1
6 2 2
7 1 1
8 1 3
9 1 3
10 1 3
11 1 3
12 3 1
13 1 2
14 1 1
15 3 1
16 3 2
1 2 3
Semen MTA 7 4 5
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
57
Lampiran 6
Cases
kebocoran mikro
smta Count 7 4 5 16
Total Count 19 5 8 32
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
58
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 32
Frequencies
semen
saluran
akar N
smta 16
Total 32
Test Statisticsa
kebocoran mikro
Positive .313
Negative .000
Kolmogorov-Smirnov Z .884
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013