Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS


PADA PENGISIAN SALURAN AKAR
DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA

(EKSPERIMENTAL LABORATORIK)

TESIS

Fransilia Poedyaningrum

1106125154

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI
JAKARTA
NOVEMBER 2013
 

Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN KEBOCORAN MIKRO SEPERTIGA APEKS


PADA PENGISIAN SALURAN AKAR
DENGAN SEMEN RESIN EPOKSI DAN MTA

(EKSPERIMENTAL LABORATORIK)

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
dalam Ilmu Konservasi Gigi

Fransilia Poedyaningrum
1106125154

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI
JAKARTA
NOVEMBER 2013
 

Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang
tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
ini. Penelitian yang tertuang dalam tesis ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Universitas Indonesia.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa
bantuan, bimbingan dan dukungan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ijinkan saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada saya


untuk menempuh pendidikan spesialis, serta kepada Prof. Bambang Irawan,
drg., PhD dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia, yang telah memberikan izin kepada saya untuk
mengikuti program ini.
2. Dr. Ellyza Herda, drg., MSi selaku Manajer Pendidikan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia. Dr. Ratna Medyawati, drg., SpKG(K) selaku
Koordinator Pendidikan Pasca Sarjana FKG UI, Dr. Endang Suprastiwi, drg.,
SpKG(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Nilakesuma Djauharie, drg., MPH,
SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
3. Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K), selaku pembimbing I, yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing serta memberi masukan selama penulisan tesis sampai dapat
terselesaikan.
4. Munyati Usman, drg., SpKG(K), selaku pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan tesis sampai dapat
terselesaikan.

                                                 iv                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
5. Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, SpKG(K), selaku penguji, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang sangat berharga.
6. Dr. Anggraini Margono, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan yang sangat berharga.
7. Daru Indrawati, drg., SpKG(K), selaku penguji, yang telah banyak memberi
masukan yang sangat berharga.
8. Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), yang telah memberi masukan untuk
analisis statistik.
9. Seluruh Staf Pengajar Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi
yang telah bersedia untuk berbagi ilmu dan memberikan dorongan yang
berharga selama saya menjalani perkuliahan, klinik, dan penulisan tesis ini:
Prof. Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg. SpKG(K), Prof. Dr. Narlan
Sumawinata, drg., SpKG(K), Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K), Bambang
Nursasongko, drg., SpKG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dewa Ayu, drg.,
SpKG(K), dan Dini Asrianti, drg., SpKG.
10. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Bu Dar),
Klinik Konservasi (Pak Yani, Mas Erwin, Pak Rapin) dan Staf Bagian
Konservasi Gigi (Mbak Yuli dan Mbak Devi), Bagian Perlengkapan (Pak
Keri) yang telah banyak memberikan bantuan selama masa pendidikan saya,
dan Staf perpustakaan FKG UI (Pak Nuh, Pak Asep, Pak Yanto, Pak Didit)
yang dengan sabar memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti
pendidikan spesialis di FKG UI.
11. Mbak Endras, selaku konsultan Laboratorium Teknologi Biomedis PPs UI,
Program Pascasarjana UI, yang telah banyak membantu dalam proses uji
sampel menggunakan alat bantu mikroskop stereo.
12. Pak Sarwono, selaku konsultan dari bagian Biokimia FKUI, yang telah banyak
membantu dalam proses transparansi sampel.
13. Rasa sayang dan hormat yang mendalam dihaturkan kepada orang tua tercinta,
Bapak Poedjastanto, yang telah memberikan inspirasi dalam menjalani hidup
dan Ibu Rosdiana, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung
sepenuhnya hingga saya dapat menjalani pendidikan spesialis ini, terimakasih
atas segala dukungan secara moril dan materiil, serta senantiasa mendoakan

                                                 v                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
dalam setiap langkah saya. Kakak-kakak tercinta, Sandhi Eko Bramono &
Bramanto Geritno serta adik tercinta, Adimas Poedyanoto, atas segala doa,
motivasi, dan semangat selama saya menjalani pendidikan spesialis ini.
14. Teman-teman tercinta, PPDGS Konservasi Gigi 2011 yang telah membuat
hari-hari menjalani pendidikan spesialis terasa sangat berkesan. Afriani Nov
Angellina sebagai sahabat dalam berbagi pembimbing pertama dan berbagi
ilmu. Rani Isfandria sebagai sahabat terdekat dalam berbagi cerita dan
pengalaman, suka maupun duka, dalam menjalani hari-hari perkuliahan dan
klinik. Tara Pratitha, Marsha Sihombing, Talia Sadikin, Shalina Ricardo,
Nurmeisari, Vani Natasha, Rinto Abimanyu sebagai sahabat tempat berbagi
cerita. Terima kasih telah menjadi teman terdekat selama 2,5 tahun terakhir,
maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan di hati. Terima kasih atas segala
ilmu dan pengalaman semoga bermanfaat untuk masa depan yang cemerlang
dan semoga tali silaturahmi dapat terus terjaga.
15. Sahabat terbaik saya, Cahyaningrum Sekar Ardiasti, sebagai teman berbagi
rasa baik suka maupun duka, mendengar segala keluh kesah dan menjadi
penghibur terbaik yang selalu ada saat dibutuhkan. Terima kasih banyak dan
semoga segera menyusul.
16. Pacar, sahabat, teman dalam berbagi rasa dan pikiran, Zulfikar Simatupang,
yang telah menjadi penyemangat terbaik meski di saat tersulit sekalipun.
Terima kasih atas segala doa dan dorongan semangat yang tiada hentinya.
17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas segala budi baik yang diberikan oleh semua pihak
tersebut di atas selama masa pendidikan dan penyusunan tesis ini. Penulis juga
memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tak disadari selama menjalani
masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Meski
demikian, semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama di bidang konservasi gigi.

Jakarta, November 2013


Penulis

                                                 vi                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
ABSTRAK

Nama : Fransilia Poedyaningrum


Program Studi : Ilmu Konservasi Gigi
Judul : Perbandingan Kebocoran Mikro Sepertiga Apeks pada Pengisian
Saluran Akar dengan Semen Resin Epoksi dan MTA
Latar Belakang: Kebocoran mikro dipengaruhi oleh jenis semen saluran akar.
Tujuan: menganalisis tingkat kebocoran mikro pengisian saluran akar
menggunakan semen resin epoksi (SRE) dan Mineral Trioxide Aggregate
(SMTA). Metode: Tiga puluh dua gigi premolar bawah, dibagi dua kelompok
sama besar, yaitu kelompok SRE dan SMTA. Setelah pengisian saluran akar,
sampel diinkubasi (370C, 24 jam), kemudian direndam dalam tinta India selama 7
X 24 jam. Sampel didekalsifikasi sampai dengan transparan. Kedalaman penetrasi
tinta dievaluasi dengan mikroskop stereo. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm,
skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1 mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm.
Hasil: Distribusi proporsi kebocoran terbesar kelompok SRE terdapat pada skor
1, yaitu sebesar 37,5%. Sedangkan distribusi proporsi kebocoran terbesar
kelompok SMTA terdapat pada skor 1, yaitu sebesar 21,9%. Tidak terdapat
perbedaan bermakna antara kelompok SRE dan SMTA. Kesimpulan: Semen
resin epoksi dan semen MTA memiliki tingkat kebocoran yang sama.

Kata kunci: semen resin epoksi, semen MTA, kebocoran mikro.

                                                 viii                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
ABSTRACT

Name : Fransilia Poedyaningrum


Study Program : Conservative Dentistry
Title : The Comparison of Microleakage of Obturation with Epoxy
Resin-Based and Mineral Trioxide Aggregate-Based Root Canal
Sealer in One Third Apical Root Canal

Background: The microleakage affected by type of root canal sealer. Purpose: to


analyze the microleakage of obturation using epoxy resin-based (SRE) and
mineral trioxide aggregate-based (SMTA) as root canal sealer. Methods: Thirty
two mandibular first premolars were equally divided into two groups. They were
SRE group and SMTA group. After obturation, the specimens were incubated
(370C, 24 h), immersed in Indian ink for 7 days, decalcified, dehydrated, and
made transparent. Dye penetration were evaluated under stereomicroscope and
given score 1-3. Specimen with 0-0,5 mm dye penetration was given score 1,
while 0,51-1 mm penetration was given score 2, and > 1 mm was given score 3.
The results were statistically analyzed with Kolmogorov Smirnov test. Results:
The largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (37,5%), whilst
the largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (21,9%). There
was no significant difference between the microleakage of epoxy resin-based and
mineral trioxide aggregate-based sealer, observed from the one-third apical
leakage. Conclusion: The microleakage of mineral trioxide aggregate based
sealer and epoxy resin-based sealer was relatively similar.

Keywords: epoxy resin-based sealer, mineral trioxide aggregate-based sealer,


microleakage.

                                                 ix                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ ii


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5


2.1. Perawatan Saluran Akar ...................................................................... 5
2.2. Pengisian Saluran Akar ....................................................................... 5
2.3. Teknik Pengisian Saluran Akar ........................................................... 6
2.4. Bahan Pengisi Saluran Akar ............................................................... 7
2.4.1. Gutaperca ................................................................................ 8
2.4.2. Semen Saluran Akar ................................................................ 9
2.5. Semen Resin Epoksi ........................................................................... 10
2.6. Semen Mineral Trioxide Aggregate (MTA) ....................................... 12
2.7. Kerapatan Pengisian (Sealing ability)dan Kebocoran Mikro Semen... 17
2.7.1. Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen ........................ 18
2.7.2. Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen dengan
Penetrasi Zat Warna dan Teknik Transparansi ........................ 19
2.7.3. Kebocoran Mikro Semen Resin Epoksi dan Semen MTA ...... 20
2.8. Kerangka Teori .................................................................................... 21
3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ........................................... 24
3.1. Kerangka Konsep ................................................................................ 24
3.2. Hipotesis ............................................................................................. 24
4. METODE PENELITIAN ......................................................................... 25
4.1. Jenis Penelitian ................................................................................... 25
4.2. Tempat Penelitian ............................................................................... 25
4.3. Waktu Penelitian ................................................................................ 25
4.4. Variabel Penelitian ............................................................................. 25
4.5. Sampel Penelitian ............................................................................... 25
4.6. Definisi Operasional ........................................................................... 26

                                                 x                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
4.7. Bahan Penelitian ................................................................................. 27
4.8. Alat Penelitian .................................................................................... 27
4.9. Cara Kerja ........................................................................................... 28
4.9.1. Pengendalian Variabel Bebas ................................................. 28
4.9.2. Persiapan Sampel .................................................................... 28
4.9.3. Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Resin
Epoksi (SRE) .......................................................................... 29
4.9.4. Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Mineral
Trioxide Aggregate (SMTA) .................................................... 29
4.9.5. Perlakuan Sampel Sebelum Pengamatan ............................. 30
4.9.6. Pengamatan dan Pengukuran ................................................. 30
4.10. Analisis Data ....................................................................................... 31
4.11. Alur Penelitian ..................................................................................... 32

5. HASIL PENELITIAN ................................................................................ 33

6. PEMBAHASAN .......................................................................................... 35

7. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 41


7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 41
7.2. Saran ................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42

                                                 xi                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN

NaOCl : Natrium Hipoklorit


EDTA : Ethylene Diamine Tetra Acetic acid
NaCl : Natrium Klorida
ISO : International Standardization Organization
MTA : Mineral Trioxide Aggregate

                                                 xii                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Reaksi yang berperan dalam setting MTA Fillapex .............. 16
Gambar 2.2. Kerangka Teori .......................................................................... 23
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ....................................................................... 24
Gambar 5.1. Kebocoran Pengisian. a. Skor 1. b. Skor 2. c. Skor 3. ............ 34

                                                 xiii                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi semen resin epoksi .................................................. 11


Tabel 2.2 Komposisi semen AH Plus ........................................................ 11
Tabel 4.1. Definisi Operasional .................................................................. 26
Tabel 5.1. Distribusi Skor Kebocoran Sepertiga Apeks Kelompok
SRE (Semen Resin Epoksi) dan SMTA (Semen Mineral
Trioxide Aggregate) ................................................................... 33

                                                 xiv                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 50

Lampiran 2 Tahap Pelapisan Sampel dengan Cat Kuku dan Perendaman

dengan Tinta ........................................................................... 51

Lampiran 3 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SRE ........................ 52

Lampiran 4 Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SMTA .................... 54

Lampiran 5 Tabel Rekapitulasi Skoring Hasil Penelitian ............................. 56

Tabel Distribusi Proporsi Skor Hasil Penelitian ........................ 56

Lampiran 6 Hasil Uji Statistik ...................................................................... 57


 

                                                 xv                                            Universitas Indonesia 
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu tahap dalam triad endodontic adalah melakukan pengisian
sistem saluran akar secara hermetis dalam arah tiga dimensi.1,2 Pengisian yang
tidak hermetis akan menyebabkan terjadinya ruang kosong didalam saluran akar
dan menyebabkan reaksi inflamasi yang akan menimbulkan kegagalan
perawatan.3 Bahan pengisi utama yang sering digunakan adalah gutaperca, dan
material ini merupakan standar bahan pengisi utama saluran akar. Gutaperca tidak
dapat melekat pada dinding saluran akar, oleh karena itudiperlukan semen saluran
akar agar dapat menciptakan perlekatan diantara gutaperca dan dengan dinding
saluran akar.4,5 Semen saluran akar berfungsi mengisi daerah yang tidak
terjangkau oleh gutaperca dan meningkatkan adaptasi bahan pengisi terhadap
dinding saluran akar serta meningkatkan kualitas penutupan daerah apeks.6

Terdapat beberapa jenis semen saluran akar yang saat ini tersedia dan
dikelompokkan berdasarkan kandungan bahan utamanya yaitu, seng oksida
eugenol, kalsium hidroksida, resin, ionomer kaca dan silikon.5 Menurut Tunga
dkk.(2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan dan dipakai secara
luas di seluruh dunia, semen resin memiliki kemampuan penutupan yang paling
baik dibandingkan dengan empat golongan semen lainnya.4,5Akan tetapi, pada
tahun 2006 Tunga dkk dan Stratton dkk menyatakan bahwa semen resin memiliki
sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang baik dengan dentin,
karena semen resin selalu mengalami pengkerutan pada saat polimerisasi sehingga
dapat menyebabkan terbentuknya celah.4,5
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu semen adalah kerapatan
dalam mengisi saluran akar. Secara umum diketahui bahwa penyebab utama
kegagalan perawatan saluran akar adalah buruknya kualitas kerapatan pengisian
saluran akar terutama adanya kebocoran. Kebocoran cairan jaringan yang berasal
dari apeks merupakan penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar

  1  Universitas Indonesia 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

karena dapat menyuplai nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Sehingga
bahan pengisi diharapkan memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah untuk
menghasilkan kerapatan pengisian yang baik untuk menunjang keberhasilan
perawatan saluran akar.7,8 Sejauh ini semen yang dikenal memiliki kerapatan
pengisian yang baik karena memiliki tingkat kebocoran yang rendah adalah semen
resin epoksi.4 Namun semen ini dilaporkan tidak berikatan baik dengan dinding
saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan EDTA
untuk menghilangkan smear layer pasca preparasi saluran akar.5,9

Saat ini mulai dikembangkan semen berbahan dasar MTA. Semen MTA
telah diperkenalkan oleh Mohmoud Torabinejad (1993) di Loma Linda University
sebagai semen penutup perforasi karena bahan ini memiliki sifat biokompatibel,
dapat menstimulasi mineralisasi dan mempunyai sealing ability yang baik.10 Oleh
karena itu semen MTA menunjukkan sifat adhesif yang baik terhadap dentin yang
kemampuan penutupannya (sealing ability) hampir sama dengan yang semen
berbahan dasar epoxy-resin.11

Ada beberapa penelitian yang menganalisis sealing ability dari beberapa


jenis semen saluran akar. Zhang dkk. (2009) membandingkan kemampuan
penutupan semen kalsium silikat (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus),
dengan menggunakan 3 teknik pengisian yang berbeda. Pada kelompok A
spesimen dilakukan pengisian dengan teknik continuous wave dan semen kalsium
silikat. Kelompok B diisi dengan teknik kon tunggal dan semen kalsium silikat.
Kelompok C diisi dengan teknik continuous wave dan semen resin. Kemudian
kebocoran diukur dengan metode fluid filtration. Terlihat kebocoran sedikit lebih
tinggi pada kelompok yang diisi dengan kon tunggal dan semen kalsium silikat,
tetapi tidak bermakna untuk semua kelompok. Ketiga kelompok memperlihatkan
kemampuan penutupan yang hampir sama.12

Meskipun penelitian mengenai semen berbahan dasar MTA (Fillapex)


belum banyak diteliti, namun pada penelitian sebelumnya yang menganalisis
semen berbahan dasar MTA dengan merk lain, disebutkan bahwa memiliki
tingkat kebocoran yang hampir sama dengan semen resin epoksi. Semua semen
berbahan dasar MTA memiliki kandungan utama kalsium silikat, maka

Universitas Indonesia
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

diasumsikan semen yang baru diperkenalkan ini memiliki reaksi yang sama
dengan semen berbahan dasar MTA lainnya.
Untuk menganalisis kebocoran mikro pada sepertiga akar dapat
digunakan metode dye penetration dengan teknik transparansi (metode
Robertson13), karena pada teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks
pada ukuran milimeter dan kebocoran terlihat dalam arah 3 dimensi.14

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada tidaknya kebocoran


pengisian semen merupakan hal penting untuk menunjang keberhasilan perawatan
saluran akar. Semen yang memiliki kerapatan (sealing ability) yang baik disebut
memiliki tingkat kebocoran yang rendah. Semen golongan resin epoksi memiliki
kebocoran mikro yang rendah sehingga memiliki kerapatan pengisian yang baik
namun memiliki ikatan yang kurang baik dengan dinding saluran akar apabila
tidak dilakukan irigasi akhir menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear
layer setelah preparasi saluran akar. Semen berbahan dasar MTA merupakan
semen yang relatif baru diperkenalkan. Dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa semen berbahan dasar MTA memiliki kebocoran
mikro yang lebih rendah. Namun ada penelitian lain yang menunjukkan bahwa
kebocoran mikro semen ini tidak berbeda bermakna dengan semen resin.
Penelitian yang membandingkan kedua semen saluran akar berbahan dasar ini
belum banyak dilakukan.
Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan pada
penelitian ini adalah:
Apakah penggunaan semen berbahan dasar MTA pada pengisian saluran akar
mempunyai tingkat kebocoran lebih rendah dibandingkan penggunaan semen
resin epoksi ?

1.3. Tujuan Penelitian

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

Membandingkan dan menganalisis tingkat kebocoran mikro pengisian


saluran akar dengan semen berbahan dasar resin epoksi dan semen berbahan dasar
MTA.

1.4. Manfaat Penelitian


 Secara teoritis: dapat menjelaskan manfaat penggunaan semen
MTA terhadap hubungannya dengan kebocoran mikro
 Secara klinis: memberikan sumbangan bagi keilmuan kedokteran
gigi dalam pemilihan bahan semen saluran akar.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan Saluran Akar

Mikroorganisme dan produknya merupakan faktor etiologi utama dari


kelainan pulpa dan periapeks. Infeksi yang ditimbulkan oleh mikroorganisme dan
produknya tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi yang apabila tidak
ditangani lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian total dari jaringan pulpa dan
penyebaran infeksi ke jaringan periapeks.15 Tujuan utama perawatan saluran akar
adalah mengeliminasi bakteri yang ada di dalam saluran akar dan mencegahnya
masuk kembali ke dalam saluran akar. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan
prinsip utama perawatan saluran akar, yaitu triad endodontik, yang terdiri atas
preparasi akses, pembersihan dan pembentukan, dan pengisian saluran akar.
Semua tahap ini sangat penting dan saling berhubungan secara
berkesinambungan, karena setiap tahap harus dilakukan sebaik mungkin untuk
mencapai tujuan utama dari perawatan saluran akar. Persentase keberhasilan
perawatan saluran akar mencapai 95% apabila perawatan dilakukan dengan baik
dan sesuai prosedur.16

2.2 Pengisian Saluran Akar

Saluran akar yang telah dipreparasi dengan baik harus dilanjutkan dengan
pengisian saluran akar yang padat. Tujuan utama pengisian saluran akar yang
telah dipreparasi adalah memberikan kerapatan yang baik pada bagian korona dan
apeks saluran akar serta menutup seluruh iritan yang masih ada di dalam saluran
akar yang tidak dapat dihilangkan secara sempurna. Iritan ini yaitu iritan mikroba
(mikrorganisme, toksin, metabolit) dan produk degenerasi pulpa yang menjadi
penyebab utama nekrosis pulpa dan perluasan infeksi ke jaringan periradikular.15
Asosiasi Endodontis Amerika (American Association of Endodontists)
telah menerbitkan Appropriateness of Care and Quality Assurance Guidelines
yang meliputi semua aspek perawatan endodontik kontemporer. Pengisian saluran
akar didefinisikan sebagai pengisian seluruh sistem saluran akar secara tiga

5 Universitas Indonesia 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

dimensi, menggunakan semen dalam jumlah minimal yang telah diteliti sebagai
bahan yang biokompatibel, yang digunakan bersamaan dengan bahan pengisi inti
untuk menciptakan penutupan yang adekuat. Dari segi radiografis ditambahkan
bahwa penampakan radiografik harus memperlihatkan gambaran yang padat tanpa
terdapat kelebihan maupun kekurangan pengisian. Standar ini harus diterapkan
oleh seluruh praktisi dalam mengerjakan perawatan saluran akar. Dapat
disimpulkan bahwa pengisian saluran akar yang baik adalah pengisian yang tepat
sepanjang kerja dan padat, sehingga tercipta suatu keadaan tight fluid seal dan
monoblok.15

2. 3 Teknik Pengisian Saluran Akar

Teknik pengisian saluran akar terbagi menjadi teknik gutaperca padat dan
teknik gutaperca yang dilunakkan. Teknik gutaperca padat dibagi menjadi teknik
kon tunggal dan teknik kondensasi lateral. Sedangkan teknik gutaperca yang
dilunakkan dibagi menjadi teknik kondensasi lateral panas, teknik kondensasi
vertikal panas, teknik gutaperca injeksi, teknik kondensasi termomekanis, teknik
gutaperca core carrier, dan teknik resin-kloroform. Teknik kondensasi lateral
panas dan kondensasi vertikal panas adalah teknik yang menggunakan panas pada
gutaperca di dalam saluran akar. Teknik kondensasi vertikal panas yang banyak
digunakan adalah sistem B, sistem ini juga dikenal sebagai teknik continous wave.
Sedangkan teknik gutaperca injeksi, kondensasi termomekanis, dan teknik core
carrier merupakan teknik yang menggunakan panas pada gutaperca di luar
saluran akar. Contoh teknik gutaperca injeksi adalah Obtura dan Ultrafil. Contoh
teknik gutaperca core carrier adalah Thermafil, Herofill,dan Soft Core. Teknik
resin-kloroform merupakan teknik pelunakan gutaperca menggunakan solven
berupa kloroform.17
Teknik kondensasi lateral menggunakan gutaperca dingin dengan semen
saluran akar merupakan teknik yang paling banyak digunakan oleh para klinisi.
Teknik ini menjadi standar bagi teknik pengisian yang lain. Teknik ini diawali
dengan aplikasi semen pada seluruh dinding saluran akar, kemudian insersi kon
utama yang pas sepanjang panjang kerja, lalu dikuakkan untuk menyediakan

Universitas Indonesia
 
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

tempat bagi penempatan kon aksesori. Hal ini dilakukan terus hingga tidak ada
lagi celah untuk penempatan penguak. Setelah itu, massa gutaperca dipotong
sebatas orifis dengan instrumen panas, dan dilakukan kondensasi vertikal
menggunakan pemampat.18
Keuntungan dari teknik ini adalah kontrol panjang kerja yang baik karena
hubungan antara ujung kon dan titik referensi dari preparasi dapat dimonitor
selama prosedur pengisian saluran akar. Biasanya tidak terjadi ekstrusi bahan
pengisi melewati foramen apeks pada teknik ini.17

2.4 Bahan Pengisi Saluran Akar

Bahan pengisi saluran akar terdiri dari material inti dan semen. Material
inti dibagi menjadi dua bentuk yaitu material solid dan semisolid (bentuk pasta
atau bentuk yang lunak).3 Material inti solid yang digunakan dapat berupa
gutaperca, resilon, kon perak dan gutaperca yang dilapisi material tertentu.
Resilon merupakan material pengisi termoplastik, yang berbahan dasar polimer,
dikembangkan untuk menghasilkan ikatan adhesif antara material inti solid dan
semen. Kon perak telah digunakan sebagai material pengisi saluran akar sejak
tahun 1930. Material ini mengandung perak dan sejumlah kecil tembaga dan nikel
sehingga bersifat korosif. Produk perak memiliki toksisitas yang tinggi dan
menyebabkan cedera jaringan. Oleh karena itu, material ini saat ini tidak lagi
digunakan. Gutaperca merupakan material yang paling umum dan sering
digunakan saat ini sebagai material pengisi saluran akar karena sifat
biokompatibilitasnya yang baik terhadap jaringan tubuh dan adaptasi yang baik
dengan dinding saluran akar. Gutaperca yang dilapisi material tertentu seperti
resin dikembangkan untuk menghasilkan ikatan yang baik antara inti gutaperca
dengan semen. Hal ini diharapkan akan mencegah kebocoran antara inti gutaperca
dengan semen.19
Material pengisi saluran akar yang ideal harus bersifat biokompatibel,
tidak toksik terhadap jaringan tubuh tidak mengiritasi jaringan periapeks atau
mengganggu struktur gigi sehingga akan menunjang terjadinya penyembuhan
ligamen periodonsium. Selain itu juga memiliki sifat fisik yang baik antara lain

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

mudah dimasukkan ke dalam saluran akar, dapat menutup saluran akar lateral dan
apeks dengan baik, tidak mengkerut setelah dimasukkan ke dalam saluran akar,
bersifat radiopak, tidak mewarnai gigi, steril atau mudah disterilkan, mudah
dikeluarkan dari saluran akar dan tahan terhadap kelembaban.Bahan pengisi
saluran akar harus bersifat bakterisid, atau paling tidak menghambat pertumbuhan
bakteri.18,20

2.4.1 Gutaperca

Gutaperca merupakan bahan pengisi saluran akar yang paling banyak


digunakan saat ini. Bahan ini mudah dimanipulasi, mudah dikeluarkan dari
saluran akar, dan mudah disterilkan. Kandungannya terdiri dari gutaperca, oksida
seng, kombinasi wax, pewarna, antioksidan, dan garam metalik. Komposisi
kandungan ini bergantung kepada pabrik yang membuatnya. Gutaperca juga
memiliki dua bentuk kristalin, yaitu alfa dan beta. Bila dipanaskan, gutaperca
akan memasuki fase alfa yang bersifat lengket. Pada suhu kamar, gutaperca akan
memasuki fase beta. Pengkerutan dapat terjadi pada saat gutaperca didinginkan,
oleh karena itu memungkinkan terbentuknya celah pada saat pengisian saluran
akar.21,22Selain itu, gutaperca tidak dapat melekat pada dinding saluran akar,
sehingga dibutuhkan pemakaian semen saluran akar.4,5 Penggunaan semen saluran
akar dan gutaperca merupakan metode yang paling baik untuk pengisian saluran
akar. Tingkat keberhasilan dari perawatan saluran akar dapat ditingkatkan dengan
semen yang memiliki kemampuan menutup yang baik antara dinding saluran akar
dan gutaperca, biokompatibel, dan memiliki sifat antibakteri.23
Faktor yang menguntungkan dari kon gutaperca sebagai pengisi saluran
akar adalah kompresibel sehingga mampu beradaptasi terhadap dinding saluran
akar. Selain itu, gutaperca bersifat inert dan tidak reaktif terhadap jaringan,
memiliki stabilitas dimensi yang baik, tidak mengalami perubahan dimensi setelah
kondensasi saluran akar dilakukan, memiliki toleransi jaringan yang baik dan
bersifat radiopak. Apabila dipanaskan, gutaperca akan melunak, dapat dilunakkan
juga dengan bahan pelarut sehingga memudahkan pengeluarannya.24 Bahan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

 

pewarna berbahan dasar kadmium (Cd) ditambahkan untuk membentuk warna


kuning, yang dapat berguna bila gutaperca harus dibongkar dari saluran akar.5

2.4.2 Semen Saluran Akar


Semen saluran akar memiliki peran penting pada pengisian saluran akar.
Semen harus digunakan bersamaan dengan bahan obturasi, tanpa melihat teknik
pengisian maupun bahan yang digunakan.Semen ini berfungsi untuk menciptakan
penutupan yang kedap cairan, sedangkan intinya mengisi ruang yang ada dan
berfungi sebagai kendaraan bagi semen. Material ini mengisi seluruh ruang yang
tidak dapat ditempati oleh inti material padat karena keterbatasan fisik. Semen
saluran akar yang baik melekat erat pada dentin dan meteral inti atau gutaperca.
Semen saluran akar dapat juga bersifat sebagai lubrikan saat dilakukan kompaksi
pada pengisian saluran akar. Secara umum, semen saluran akar harus bersifat
biokompatibel dan memiliki toleransi terhadap jaringan periapeks. Bahan ini
umumnya dibuat dari pencampuran yang akan mengeras melalui reaksi kimia.
Reaksi ini secara normal akan melepaskan material toksik yang dapat mengurangi
biokompatibilas semen saluran akar. Bagaimanapun, toksisitasnya akan berkurang
pada saat mengeras. Seluruh semen saluran akar mampu diserap tubuh saat
terpapar ke jaringan dan cairan jaringan.7

Menurut Grossman, kriteria semen saluran akar yang ideal adalah toleransi
terhadap jaringan baik artinya semen beserta komponennya tidak boleh
menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian sel. Seluruh semen yang umum
dipakai menunjukkan derajat toksisitas. Toksisitas tertinggi pada saat belum
mengeras namun cenderung menghilang setelah setting seiring berjalannya waktu.
Selain itu, semen tidak menyusut saat mengeras sehingga semen harus tetap stabil
secara dimensional atau bahkan sedikit mengembang saat setting. Semen juga
diharapkan memiliki waktu setting yang lambat karena harus menyediakan waktu
kerja yang adekuat untuk penempatan dan manipulasi bahan obturasi, kemudian
set sesaat setelah obturasi terpenuhi. Sifat keadhesifan merupakan syarat yang
paling diinginkan. Bahan yang adhesif akan membentuk ikatan absolut antara
bahan inti dan dentin, menutup semua rongga. Kemudian, semen harus dapat

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
10 
 

terlihat di gambaran radiograf. Namun, semakin radioopak, akan semakin


mengaburkan kekosongan yang ada dalam obturasi. Semen juga tidak boleh
menimbulkan noda (staining) di masa yang akan datang pada mahkota. Di
samping itu, semen harus dapat larut dalam bahan pelarut. Kemudian, semen tidak
boleh terurai ketika berkontak dengan cairan jaringan.Walaupun semendengan
sifat bakterisid diharapkan memberikan keuntungan, namun segala substansi yang
membunuh bakteri juga bersifat toksik bagi jaringan pejamu. Paling tidak, semen
menghambat pertumbuhan bakteri. Yang terakhir, menciptakan penutupan yang
kedap merupakan properti fisik semen yang penting. Bahan harus menciptakan
dan menjaga penutupan baik secara apeks, lateral dan koronal.20
Grossman (1978) menggolongkan semen saluran akar menjadi empat
golongan, yaitu golongan oksida seng eugenol, golongan resin, golongan ionomer
kaca, dan golongan kalsium hidroksida. Selain itu sempat berkembang golongan
semen baru, yaitu MTA, tetapi kurang terlalu populer di kalangan praktisi.
Berbagai macam golongan semen tersebut memiliki karakter masing-masing
dengan keuntungan dan kekurangan yang berbeda-beda.18 Saat ini, mulai beredar
di pasaran dunia semen dengan bahan dasar kalsium silikat.

2.5 Semen Resin Epoksi

Menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen yang telah dikembangkan
dan dipakai secara luas di seluruh dunia, semen resin sudah diteliti memiliki
kemampuan penutupan yang paling baik dibandingkan dengan empat golongan
semen lainnya, yaitu oksida seng eugenol, ionomer kaca, kalsium hidroksida, dan
silikon.4 Contoh semen resin yang banyak digunakan di pasaran yaitu semen AH
26. Tetapi, semen ini mulai digantikan dengan AH Plus dan Topseal, karena
produksi sulfida perak hitamnya yang dapat menyebabkan diskolorasi pada gigi.
Pada AH Plus juga ditambahkan oksida bismuth untuk radiopasitasnya.25

Reaksi pengerasan semen AH 26 sekitar 1-2 hari dan selama proses polimerisasi
menghasilkan formaldehid. Sedangkan semen AH Plus mengeras dalam waktu
sekitar 8 jam. Semen AH Plus tidak melepaskan formaldehid selama proses
polimerisasi.26

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
11 
 

Komposisi semen resin epoksi dalam bentuk bubuk dan cairan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:26

Tabel 2.1 Komposisi semen resin epoksi


Bubuk Cairan
Bismuth (III) oxide (60%) Bisphenol-A-diglycidylether (BADGE)
Hexamethylene tetraamine (25%)
Perak (10%)
Titanium dioksida (5%)

Sedangkan komposisi semen AH Plus dengan kemasan pasta-pasta dapat dilihat


pada tabel di bawah ini:

27
Tabel 2.2 Komposisi semen AH Plus

Pasta Epoksi Pasta Amine


Diepoksid 1-adamantane amine
Kalsium tungstat N,N’-dibenzyl-5-oxa-nonandiamine-1,9
Zirconium oksida TCD-Diamine
Aerosil Kalsium tungstat
Pigmen Zirconium oksida
Bismuth oksida
Aerosil
Minyak silicon

Menurut Stratton dkk (2006) dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi
tidak berikatan baik dengan dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi
akhir dengan menggunakan EDTA untuk menghilangkan smear layer pasca
preparasi saluran akar.5,28

Menurut Ersev H. Dkk. (1999) dan Schweiki H. (1998), semen resin juga
bersifat mutagenik, baik dalam percobaan in vitro maupun in vivo, terutama pada
saat setelah diaduk.29-31 Oleh karena itu, penggunaan semen resin harus berhati-
hati agar tidak berlebihan dan jangan sampai terdorong keluar ke jaringan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
12 
 

periapeks. Semen resin memiliki efek antibakeri yang sangat besar, karena adanya
pelepasan formaldehida, dan menghasilkan radioopasitas yang sangat baik.
Tetapi, ketika mengeras, material ini akan membentuk suatu massa padat yang
tidak dapat larut, sehingga akan sulit apabila diperlukan pembongkaran untuk
perawatan ulang.18,32
Menurut Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk. (2009)
semen resin memiliki sifat fisik yang baik, tetapi memiliki ikatan yang kurang
baik dengan dentin.4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami pengkerutan dapat
menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian saluran akar, sehingga
diperlukan teknik yang menggunakan rasio gutaperca lebih banyak dibandingkan
dengan semen.11,33,34 

2.6 Semen Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) dikembangkan oleh Mahmoud


Torabinejad pada tahun 1900an oleh Loma Linda University sebagai bahan
pengisi ujung akar. MTA terdiri dari tricalcium silicate, tricalcium aluminate,
calcium silicate, tetracalcium aluminoferrite, bismuth oksida dan gips dengan
sejumlah SiO2, CaO, MgO, K2SO4, dan Na2SO4. Bismuth oxide ditambahkan
untuk meningkatkan sifat dan radiopasitas.35,36,37

MTA telah digunakan sebelumnya sebagai material yang ideal untuk pulp
capping, pulpotomi, bahan penutup ujung akar pada gigi permanen belum matang,
apical plug, obturasi saluran akar pada gigi sulung, perbaikan perforasi dan
fraktur serta penutup korona sebelum prosedur bleaching.35

Semen MTA menunjukkan respon yang baik terhadap jaringan, yang


menunjukkan karakteristik dengan hilangnya inflamasi akut, keberadaan kapsul
fibrosa dan induksi jaringan keras.38,39 Meskipun MTA memiliki beberapa sifat
baik yang mendukung dalam penggunaan klinis, akan tetapi ada beberapamasalah
dalam memanipulasinya karena mempunyai konsistensi yang granular dengan
setting time yang lama.40 Sedangkan indikasi penggunaan MTA kebanyakan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
13 
 

dilakukan pada komplikasi endodontik selalu berlokasi di area yang sulit diakses,
sehingga aplikasi MTA sering mengalami hambatan.
Berdasarkan keunggulan dan kekurangan yang dimiliki semen MTA yang
sudah tersedia, maka dilakukan pengembangan agar penggunaannya lebih
sederhana dan efektif. Penggunaan semen MTA untuk semen saluran akar karena
semen ini bersifat biokompatibel, dapat menstimulasi mineralisasi dan
mempunyai sealing ability yang baik dengan dentin.39
MTA memiliki sealing ability dan adaptasi tepi yang baik. Hal ini
dihubungkan dengan sifat MTA yang mengalami ekspansi selama reaksi setting,
sehingga mendukung adaptasi dengan dentin. Studi oleh Reyes-Carmona
melaporkan adanya lapisan interfasial yang terbentuk antara MTA dan dentin.
Lapisan ini terbentuk akibat biomineralisasi dan tag-like structure antara MTA-
dentin.40,41

Sifat adhesif semen MTA dengan dentin telah dibandingkan dengan berbagai
macam semen saluran akar, dan hasilnya yang berbahan dasar zinc oxide/eugenol
paling rendah sedangkan kemampuan penutupan (sealing ability) semen MTA
hampir sama dengan yang berbahan dasar epoxy-resin.43 Bahan ini juga memiliki
kemampuan untuk membentuk endapan serupa hidroksiapatit, bersifat antibakteri
karena memiliki pH yang tinggi.44,45
Karakter bioaktif yang dimiliki semen ini dimanfaatkan oleh cairan yang
terdapat pada tubuli dentin untuk menginisiasi proses pengerasan dan
menghasilkan pembentukan endapan serupa hidroksiapatit.46
Kalsium silikat yang terdapat pada bubuk terhidrasi, menghasilkan gel hidrat
kalsium silikat dan kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida akan bereaksi dengan
ion fosfat dan menghasilkan endapan serupa hidroksiapatit dan air. Air akan terus
bereaksi dengan kalsium silikat, menghasilkan tambahan gel seperti kalsium
silikat hidrat. Air pada proses ini merupakan faktor penting dalam mengontrol
tingkat hidrasi dan waktu pengerasan.47

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
14 
 

Rumus reaksi hidrasi (A dan B) dari kalsium silikat:46


2[3CaO·SiO2] + 6H2O 3CaO·2SiO2·3H2O + 3Ca(OH)2
2[2CaO·SiO2] + 4H2O 3CaO·2SiO2·3H2O + Ca(OH)2

Reaksi presipitasi (C) kalsium fosfat apatit:46


7Ca(OH)2+3Ca(H2PO4) Ca10(PO4)6(OH)2+12H2O

MTA terdiri dari dua fase yaitu kalsium oksida dan kalsium fosfat. Ketika
MTA berkontak dengan cairan jaringan, kalsium oksidaakan bereaksi dengan air
membentuk kalsium hidroksida seperti pada reaksi di bawah ini:48

CaO + H2O  Ca(OH)2

Pembentukan jaringan keras oleh MTA disebabkan oleh reaksi kalsium


hidroksida dengan karbon dioksida yang menghasilkan calcite crystal dengan
reaksi sebagai berikut:48

Ca(OH)2 + CO2CaCO3(calcite crystal)

MTA memiliki pH 10,2 segera setelah pencampuran dan meningkat hingga


12,5 saat 3 jam setelah setting.49 Ketika MTA digunakan sebagai semen saluran
akar dan dipadatkan ke dentin, lapisan interfacial MTA-dentin akan terbentuk.
Saat berkontak dengan cairan jaringan, MTA akan larut dan melepaskan kation
utamanya (Ca+2, Mg+2). Ion kalsium yang dilepaskan dari MTA akan berdifusi
melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam cairan jaringan dan
menghasilkan kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini bergabung dengan ion lain dan
matang menjadi carbonated apatite yang akan memberikan ikatan kimia antara
MTA dan dentin. Lapisan adhesi ini menyerupai hidroksiapatit baik dari
komposisi dan strukturnya ketika dilihat dalam analisis SEM. Lapisan interfacial
ini menunjukkan adaptasi tepi MTA yang superior.52 Reaksinya dapat dijelaskan
sebagai berikut:48

10Ca+2 + 6(PO4)-3 + 2(OH)-1 Ca10(PO4)6(OH)2 (Hidroksiapatit)

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
15 
 

  Beberapa semen berbahan dasar MTA telah diperkenalkan, diantaranya yaitu


semen Endo CPM (EGEO, Argentina), ProRoot Endo Sealer (Dentsply), MTA
Fillapex (Angelus, Brazil) dan MTA Obtura (Angelus).51

MTA Fillapex merupakan semen berbasis MTA yang satu-satunya


dipasarkan di Indonesia. Semen berbasis MTA baru saja dikembangkan, oleh
karena itu masih sedikit literatur yang membahas mengenai karakteristiknya.51
Semen ini dikembangkan oleh Angelus (Brazil) dan dikomersilkan pada tahun
2010. Semen inimerupakan material pasta-pasta yang terdapat pada syringe
automix atau tube yang memiliki konsistensi sehingga dapat dimasukkan ke dalam
saluran akar.52

Pasta A mengandung resin salisilat (methyl salicylate, butylene glycol,


colophony) untuk pembentukan polimer ionik, bismuth trioksida untuk
radiopasitas, dan fumed silica sebagai filler. Sedangkan pasta B mengandung 40%
mineral trioxide aggregate (trikalsium silikat, dikalsium silikat, kalsium oksida,
trikalsium aluminat) sebagai bahan aktif dan pembentuk polimer ionik, fumed
silica sebagai filler, titanium dioksida sebagai pigmen, dan basis resin
(pentaerythritol, rosinate, P-Toluenesolfonamide) untuk menambah plastisitas
semen. Semen berbahan dasar MTA ini memiliki partikel filler nano dan
mengandung resin, sehingga pasta semen berbahan dasar MTA ini lebih halus dan
memiliki kemampuan air yang baik dan mudah dimasukkan ke dalam saluran
akar.52

MTA Fillapex memiliki working time 35 menit dan setting time rata-rata 2
jam 10 menit. Reaksi setting membutuhkan molekul air dari medium eksternal.
Sehingga, kelembapan yang ada dalam tubulus dentin akan membantu
reaksinya.52

Proses pengerasan MTA merupakan suatu reaksi hidrasi dari trikalsium


silikat (3CaO.SiO2) dan dikalsium silikat (2CaO.SiO2). Proses hidrasi akan
menyebabkan larutnya material anhidrasi yang diikuti dengan pembentukan
kristal berbentuk kubus dan jarum sebagai massa terhidrasi yang saling mengunci
satu sama lain membentuk jaring dasar MTA. Produk reaksi utama pada MTA

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
16
 

t
terhidrasi dalah kalsiuum silikat hhidrat dan kalsium hiddroksida.34,400,41 Reaksi
ad
h
hidrasi MTA mbarkan sebbagai berikutt:40
A dapat digam

SiO2) + 6 H2O  3 CaO.2S


2 (3CaO.S SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2

O.SiO2) + 4 H2O  3 CaaO.2SiO2.3H


2 (2CaO H2O + Ca(OH
H)2

Ca(O
OH)2 yang terbentuk
t paada reaksi hidrasi
h MTA
A dalam passta B akan
b
bereaksi denngan salisilaat (1,3 butyleene glycol disalicylate)
d p
pada pasta A sehingga
t
terjadi ng pada mateerial. Reaksi ini diilustraasikan sepertti gambar:52
settin

Gambar 2.1 Reaksi yang berperan


b dalam Fillapex 52
m setting MTA F

MTA
M Fillapeex memiliki kemampuann alir yang tiinggi dengann ketebalan
lapisann yang tip
pis sehinggga mudah berpenetraasi ke salu
uran akar
han.51,52
tambah

Bahan
B ini menunjukka
m an variasi kelarutan
k 0,1%, ini leb
bih rendah
dibanddingkan bataas maksimal yang diterim
ma oleh ISO yaitu 3%. Oleh
O karena
itu, baahan ini tidakk larut seirinng dengan waktu
w seperti semen lain yang dapat
mungkinkan mikroba unntuk masuk
menyeebabkan kebbocoran mikkro dan mem
dan menginfeksi saluran akar kkembali.51,522

Universitas
s Indonesia
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
17 
 

Ketika berkontak dengan air, CaO dikonversi menjadi Ca(OH)2 dan


larut menjadi Ca2+ dan OH-. Difusi ion hidroksil dari saluran akar akan
meningkatkan pH pada permukaan akar dekat jaringan periodonsium yang
membantu penyembuhan dan memberikan aksi antimikroba dalam jangka
waktu lama. Ion kalsium berperan dalam aktivasi calcium-dependent
adenosine triphosphatase dan bereaksi dengan gas karbon untuk
membentuk kristal kalsium karbonat, yang bertindak sebagai nukleus untuk
kalsifikasi dan membantu mineralisasi. Kalsium juga dibutuhkan untuk
migrasi dan diferensiasi sel.51,52

MTA, yang terdapat pada komposisi MTA Fillapex, lebih stabil


dibandingkan kalsium hidroksida. Semen ini mampu melepaskan ion
kalsium pada jaringan secara konstan hingga 14 hari dan dapat
mempertahankan pH tinggi yang memberikan efek antibakteri. Kuga dkk
mengemukakan bahwa pada penelitiannya, semen ini memiliki pH rata-rata
9,39 dalam 24 jam. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan resin yang
menurunkan sifat basa semen ini.53 Sedangkan, menurut Morgental, pH
MTA Fillapex pada 1, 6, 15 dan 60 menit setelah setting yaitu sekitar 10,5.54
Semen ini bebas eugenol sehingga tidak mengganggu prosedur adhesif
dalam saluran akar. Selain itu, semen ini juga tidak menyebabkan
pewarnaan gigi.54

2.7 Kerapatan Pengisian (Sealing ability) dan Kebocoran Mikro Semen

Kebocoran cairan jaringan yang berasal dari apeks merupakan penyebab


terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar karena dapat menjadi suplai nutrisi
bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Hal ini terutama disebabkan tidak
adekuatnya kualitas kerapatan pengisian saluran akar sehingga mengakibatkan
adanya kebocoran. Kebocoran dapat terjadi pada apeks maupun korona. Adanya
kebocoran ini akan memfasilitasi masuk dan berkembangnya bakteri. Bahan
pengisi yang menghasilkan tingkat kebocoran mikro yang rendah disebut
memiliki kerapatan pengisian yang baik.55

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
18 
 

Kebocoran dipengaruhi oleh bahan pengisi saluran akar sendiri dan faktor
lain seperti oleh anatomi saluran akar dan preparasi, akses kavitas, smear layer,
kekeringan saluran akar, kekentalan semen dan teknik pengisian serta metode
irigasi. Kebocoran terutama terjadi di antara bahan pengisi saluran akar dan
dinding saluran akar, walaupun beberapa penelitian menunjukkan kebocoran
antara semen dan material inti.26

2.7.1 Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen


Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji kebocoran mikro
semen antara lain penetrasi zat warna (dye penetration test); polymicrobial
penetration test; dan fluid filtration test. Pada metode tersebut, gigi yang telah
diekstraksi, kemudian dilakukan preparasi saluran akar dan pengisian saluran akar
dan selanjutnya dilakukan uji sesuai metode yang digunakan.56
Dye penetration test adalah tes yang sederhana dan relatif murah, namun
tidak memberikan evaluasi kuantitatif karena tidak ada informasi tentang volume
kebocoran dan ukuran celah atau ruang yang kosong. Pengukuran kebocoran ini
dilakukan dengan merendam spesimen penelitian di dalam zat warna selama
beberapa waktu, setelah itu, akar spesimen dapat dibelah atau dibuat menjadi
transparan. Kedalaman penetrasi zat warna ke arah servikal pada daerah sepertiga
apeks diobservasi, kemudian diukur.57

Sedangkan pada microbial penetration test, kebocoran bakteri dapat


diukur, yang nampaknya lebih relevan secara biologis dibandingkan kebocoran
partikel tinta. Kekurangan metode ini yaitu membutuhkan perhatian khusus untuk
mencegah kontaminasi dan metode ini tidak dapat digunakan pada semen yang
memiliki sifat bakterisid.

Kelebihan dari fluid filtration test adalah metode ini memberikan data
kuantitatif dan memperlihatkan pola kebocoran untuk diikuti pada berjalannya
waktu karena spesimen tidak hancur selama proses evaluasi. Kekurangannya
adalah metode ini hanya dapat mendeteksi celah yang terjadi dari mahkota ke
apeks sedangkan celah pada dead-end tract dan cul-de-sac tidak dapat
terdeteksi.57 Selain itu, standardisasi tekanan udara dan waktu pemberian tekanan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
19 
 

yang digunakan belum ditetapkan. Hal ini akan mempengaruhi hasil yang
didapatkan, karena nilai filtrasi yang lebih rendah ditemukan memiliki hubungan
dengan waktu pencatatan yang lebih singkat dan nilai akan lebih tinggi saat
tekanan yang lebih tinggi digunakan.58

2.7.2 Metode Pengukuran Kebocoran Mikro Semen Dengan Penetrasi


Zat Warna dan Teknik Transparansi

Grossman, pada tahun 1939 pertama kali melaporkan metode


penggunaan berbagai tipe tinta (eosin, metilen biru, tinta india) dan digunakan
secara luas karena mudah untuk dilakukan. Metode ini merupakan metode pasif
yang bergantung pada pergerakan cairan kapiler untuk menilai kebocoran apeks,
sebagaimana tinta berpenetrasi melalui bagian apeks sepanjang celah di antara
bahan pengisi dan dinding saluran akar. Selanjutnya gigi dipotong secara
longitudinal, transversal atau dibuat transparan (teknik transparansi) sehingga
penetrasi linear tinta dapat dinilai.59
Teknik potongan longitudinal memungkinkan pemeriksaan bahan pengisi
yang terekspos serta adanya penetrasi pewarna ke dalam bahan dan pada
permukaan di antara dinding dentin pada satu sisi. Kelemahan teknik ini adalah
arah pemotongan yang sifatnya acak sehingga terdapat kemungkinan adanya
daerah kebocoran yang tidak terdeteksi yang menghasilkan pencatatan data yang
sifatnya unreliable.59 Teknik potongan transversal menghasilkan kehilangan
bagian jaringan dentin dan pewarna serta hanya memungkinkan untuk menilai ada
atau tidaknya penetrasi pewarna pada masing-masing potongan.59
Pada teknik transparansi yangdiperkenalkan oleh Okumura pada tahun
1927, gigi dibuat transparan setelah proses demineralisasi, dehidrasi dan
perendaman dalam metil salisilat. Teknik ini memberikan gambaran anatomi
internal saluran akar secara tiga dimensi tanpa kehilangan substansi gigi sehingga
mempermudah penilaian area kebocoran. Teknik ini juga memudahkan penilaian
saluran akar lateral dan aksesoris serta secara jelas merefleksikan hubungan antara
bahan pengisi dan foramen apeks. Teknik ini lebih baik dibandingkan dengan
teknik potongan transversal untuk mendeteksi kebocoran apeks, karena pada

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
20 
 

teknik ini dapat dilakukan visualisasi kebocoran apeks pada ukuran milimeter
sedangkan pada teknik potongan transversal hanya menilai ada tidaknya
kebocoran yang terjadi.59
Pada metode penetrasi warna dengan teknik transparansi, langkah-
langkah yang dilakukan adalah pelapisan permukaan akar kecuali pada 1 mm
apeks spesimen gigi yang telah diisi menggunakan cat kuku sebanyak dua lapis.
Kemudian sampel direndam dalam tinta selama 7 hari.60 Setelah sampel
dikeluarkan dari larutan tinta, sampel dicuci di bawah air mengalir dan cat kuku
dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Selanjutnya dilakukan proses
dekalsifikasi dan sampel dibuat menjadi transparan menurut metode Robertson.61
Gigi direndam dalam larutan asam nitrat 5% selama 72 jam, didehidrasi dengan
etanol 70%, 80%, 95% kemudian 100%, masing-masing selama 24 jam. Proses
pembuatan sampel menjadi transparan diakhiri dengan perendaman sampel di
dalam larutan metil salisilat pada suhu 370C sehingga tampak transparan.60
Menurut Tagger pada tahun 1983, tahap akhir proses demineralisasi yang
dilakukan adalah dapat dengan mudahnya memasukkan jarum tipis pada area
mahkota.59
Ukuran molekul partikel, pH dan reaksi kimia tinta yang digunakan pada
teknik ini diperkirakan mempengaruhi derajat penetrasi. Metilen biru digunakan
karena murah, mudah dimanipulasi, memiliki derajat pewarnaan yang tinggi dan
berat molekul yang kecil, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan toksin bakteri.
Namun metilen biru larut selama proses demineralisasi dan teknik transparansi.
Selain itu, tinta ini juga sulit untuk diobservasi pada titik penetrasi maksimumnya.
Partikel tinta India dengan diameter kurang dari 3 µm juga digunakan secara luas.
Bagaimanapun, dilaporkan bahwa berat dan ukuran molekul tinta India lebih kecil
dibandingkan molekul bakteri saluran akar.59

2.7.3 Kebocoran Mikro Semen Resin Epoksi dan Semen MTA

Zafar dkk (2012) mengevaluasi sealing ability koronal maupun apeks pada
ketiga kelompok. Kelompok 1 dilakukan pengisian dengan gutaperca dan semen
resin AH26 dengan teknik kondesasi lateral. Kelompok 2 dilakukan pengisian
dengan ProRoot MTA dan guta perca. Kelompok 3 dilakukan pengisian dengan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
21 
 

NEC (new endodontic cement dengan komposisi utama MTA) dan gutaperca.
Pada studi ini, sealing ability dievaluasi menggunakan metode dye penetration
(metilen blue). Terlihat dye penetration terendah didapatkan pada grup 3
(gutaperca+NEC) diikuti grup 2 dan paling buruk terlihat pada grup 1. Studi
membuktikan sealing ability pada koronal berbeda signifikan, sedangkan pada
apeks tidak. Pada pengisian dengan teknik kon tunggal (grup 2 dan 3) akan
mengeliminasi penggunaan guta perca aksesoris sehingga meningkatkan seal
karena volume MTA/NEC. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan volume
makaakan meningkatkan ekspansi MTA/NEC selama pengerasan.62

Zhang dkk. (2009) membandingkan kemampuan penutupan semen


kalsium silikat (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus), dengan menggunakan 3
teknik pengisian yang berbeda. Pada kelompok A spesimen dilakukan
pengisiandengan teknik continuous wave dan semen kalsium silikat. Kelompok B
diisi dengan teknik kon tunggal dan semen kalsium silikat. Kelompok C diisi
dengan teknik continuous wave dan semen resin. Kemudian kebocoran diukur
dengan metode fluid filtration. Terlihat kebocoran sedikit lebih tinggi pada
kelompok B, tetapi tidak bermakna untuk semua kelompok. Ketiga kelompok
memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama, tetapi adaptasi semen
kalsium silikat dengan gutaperca lebih baik dibandingkan adaptasi semen resin
dengan gutaperca.47 Pada penelitian di atas, penggunaan semen relatif lebih tebal
pada teknik pengisian kon tunggal, sehingga memperbesar kemungkinan
terbentuknya celah dan mengurangi kualitas semen. Tetapi karena sifat semen
kalsium silikat yang tidak mengkerut, maka hal ini tidak menjadi masalah.46

2.8 Kerangka Teori

Pengisian saluran akar yang telah dipreparasi bertujuan untuk


memberikan kerapatan yang baik pada bagian korona dan apeks saluran akar
serta menutup seluruh iritan di dalam saluran akar yang tidak dapat dihilangkan
secara sempurna selama prosedur pembersihan dan pembentukan saluran akar.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
22 
 

Pengisian yang tidak hermetis akan menyebabkan terjadinya ruang kosong


didalam saluran akar dan menyebabkan reaksi inflamasi yang akan menimbulkan
kegagalan perawatan. Bahan pengisi utama yang sering digunakan adalah
gutaperca, dan bahan ini telah diterima sebagai golden standard bahan pengisi
utama saluran akar. Gutaperca tidak dapat melekat pada dinding saluran akar,
oleh karena itu diperlukan semen saluran akar agar dapat menciptakan perlekatan
antara gutaperca dan gutaperca dengan dinding saluran akar.
Secara umum diketahui bahwa penyebab utama kegagalan perawatan
saluran akar adalah buruknya kualitas kerapatan pengisian saluran akar terutama
adanya kebocoran. Kebocoran cairan jaringan yang berasal dari apeks merupakan
penyebab terbesar dari kegagalan perawatan saluran akar karena dapat menyuplai
nutrisi bagi bakteri yang tersisa di saluran akar. Sehingga bahan pengisi
diharapkan memiliki tingkat kebocoran mikro yang rendah untuk menghasilkan
kerapatan pengisian yang baik untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran
akar.
Dari semua golongan semen yang ada, semen resin epoksi dilaporkan
memiliki kebocoran mikro yang rendah. Namun, sifat dasar resin yang mengalami
pengerutan saat proses polimerisasi dan perlekatannya dengan dentin kurang baik
apabila tidak dilakukan irigasi saluran akar menggunakan EDTA setelah preparasi
saluran akar menimbulkan pertanyaan apakah benar semen resin epoksi memiliki
kebocoran mikroapeks yang rendah. Sedangkan semen MTA dilaporkan dari
memiliki kebocoran mikro yang lebih rendah dibandingkan dengan semen
golongan resin epoksi. Hal ini sesuai dengan Hal ini diperkirakan karena semen
ini memperlihatkan ekspansi saat polimerisasi. Namun ada penelitian lain yang
menunjukkan bahwa kebocoran mikro semen ini tidak berbeda bermakna dengan
semen resin.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diteliti lebih lanjut
perbandingan kebocoran mikro pada pengisian saluran akar dengan menggunakan
semen berbahan dasar resin epoksi dan MTA. Pengukurannya dilakukan
menggunakan metode penetrasi zat warna dan teknik transparansi yang dapat
memberikan visualisasi kebocoran di daerah apeks pada ukuran milimeter dan
dalam arah 3 dimensi.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
23 
 

Skema kerangka teori dapat dilihat pada Gambar 2.2

Perawatan Saluran Akar 

Akses  Preparasi Saluran Akar Pengisian Saluran Akar 

Teknik Pengisian Saluran Akar  Bahan Pengisi Saluran Akar 

Material Inti Semen Saluran Akar 

Kon   
Gutaperca  Resilon  Gutaperca berlapis
perak 
 

 
Oksida Semen Eugenol  Silikon Ca(OH)2 GIC 
 

 
Resin Epoksi MTA (Kalsium Silikat)
 
Kebocoran Mikro 
   

 
Metode Pemeriksaan 
 
Kebocoran MIkro 

Dye Penetration  Fluid Filtration  Polymicrobial Penetration 

Teknik Pemotongan  Teknik Pemotongan  Transparansi  


Longitudinal  Transversal 

Gambar 2.2 Kerangka Teori

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Kebocoran mikro semen resin epoksi dan MTA dapat ditentukan dengan
cara mengobservasi kebocoran pengisian saluran akar di daerah sepertiga
apeksnya, yaitu dengan mengukur penetrasi zat warna pada sampel yang dibuat
transparan dan diamati menggunakan mikroskop stereo.

Pengisian saluran akar dengan


semen resin epoksi  
Kebocoran Mikro

Pengisian saluran akar dengan


semen MTA 

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Hipotesis

Kebocoran mikro pada sepertiga apeks pengisian saluran akar


menggunakan semen saluran akar MTA sama dengan semen saluran akar resin
epoksi.

  24  Universitas Indonesia  


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorik

4.2. Tempat Penelitian

 Klinik Konservasi FKG UI


 Laboratorium IMKG FKG UI
 Laboratorium Biokimia FK UI
 Laboratorium Teknologi Biomedis, Gedung IASTH

4.3. Waktu Penelitian

September - Oktober 2013

4.4. Variabel Penelitian

 Variabel bebas
Semen resin epoksi dan semen MTA
 Variabel terikat
Kebocoran mikro

4.5. Sampel Penelitian

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumur Federer:


t t = jumlah kelompok dalam perlakuan
(t‐1)(n‐1) ≥ 15 
n n = jumlah sampel
(2-1)(n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15
n ≥ 16  n = 16

  25  Universitas Indonesia  


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
26 
 

 Sampel penelitian = 32 buah gigi premolar bawah akar tunggal manusia yang
telah dicabut.

4.6. Definisi Operasional

Tabel 4.1. Definisi Operasional


Variabel Deskripsi Metode Hasil Ukur Skala
Operasional Pengukuran
Semen resin epoksi Semen resin epoksi
terdiridari campuran - -
pasta epoksi dan
pasta amine.

Semen MTA Semen yang terdiri


dari pasta A yang
mengandung resin
salisilat (methyl
salicylate, butylene
glycol, colophony,
bismuth trioksida,
fumed silica dan
pasta B yang
mengandung MTA, - -
fumed silica, titanium
dioksida, dan basis
resin
(pentaerythritol,
rosinate, P-
Toluenesolfonamide).

Kebocoran mikro Masuknya zat warna Dihitung Ditentukan Ordinal


diantara gutaperca kedalaman dengan skor
dan penetrasi tinta Pathomvanich63
dinding saluran akar dilihat dengan
melalui foramen mikroskop stereo Skor 1:
apeks ke kemudian diukur penetrasi zat
arah servikal menggunakan warna 0-0,5 mm

Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
27 
 

milimeter grid dari apeks

Skor 2:
penetrasi zat
warna 0,51-1,0
mm dari apeks

Skor 3:
penetrasi zat
warna >1 mm
dari apeks

4.7. Bahan Penelitian

 Gigi premolar bawah manusia dengan saluran akar tunggal 32 buah


 Kon gutaperca 9% (Protaper)
 Paper point 2%
 Semen resin epoksi (AH Plus, Dentsply)
 Semen MTA (MTA Fillapex, Angelus, Brazil)
 Cat kuku (warna pink)
 Tinta India (Talons)
 NaOCl 2,5%
 EDTA gel (RC Prep)
 EDTA cair 17%
 NaCl 0,9%
 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (Fuji 2 LC, GC)
 Asam nitrat 5%
 Alkohol 70%, 80%, 95%, 100%
 Metil salisilat 100%
 Radiograf Digital

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
28 
 

4.8. Alat Penelitian

 Loupe dengan pembesaran 2,5 kali


 Set file NiTi rotary non-ISO (ProTaper)
 File K stainless steel No. 10, 15, 20 (Maillefer, Dentsply)
 Jarum lentulo
 Blok endo (Dentsply)
 Sempritdan jarum irigasi endodontik
 Kaca pengaduk
 Pinset
 Skalpel
 Wadah perendam sampel
 Inkubator 370
 Mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman) pembesaran
20 kali

4.9. Cara Kerja


4.9.1. Pengendalian Variabel Bebas

Kriteria inklusi:
 Gigi premolar bawah dengan satu saluran akar (ditegakkan dengan radiograf)
 Akar gigi telah tumbuh sempurna
 Gigi bebas karies
 Belum pernah dirawat saluran akar
 Evaluasi pengisian saluran akar dengan radiograf dengan melihat kepadatan
pengisian saluran akar antara dinding dan bahan pengisi, panjang kerja
berakhiran pada ±1 mm dari apeks
 Evaluasi pengisian saluran akar setelah spesimen didekalsifikasi dan
transparansi dengan melihat kepadatan pengisian saluran akar antara dinding
dan bahan pengisi, panjang kerja berakhiran pada ±1 mm dari apeks

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
29 
 

4.9.2. Persiapan Sampel

Semua sampel direndam dalam larutan NaCl 0.9% sampai akan


dilakukan preparasi dan pengisian saluran akar.
Sampel diacak dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu SRE dan SMTA.
Kedua kelompok tersebut dilakukan preparasi dengan teknik crown down
menggunakan instrumen rotary Protaper. Kelompok SRE diisi dengan semen
resin epoksi dan kelompok SMTA diisi dengan semen MTA. Panjang kerja
ditentukan 1 mm lebih pendek dari foramen apeks.
Setiap pergantian alat diirigasi dengan NaOCl 2,5% sebanyak 2 ml setiap
pergantian alat. Setelah preparasi selesai, semua saluran akar diirigasi dengan
larutan EDTA 17% dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dibilas dengan
NaOCl 2,5%.

4.9.3. Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen Resin Epoksi (SRE)

Saluran akar yang telah dipreparasi dan diirigasi, dikeringkan dengan


paper point dan diaplikasikan semen AH Plus dengan lentulo yang digerakkan
menggunakan mikromotor. Kemudian, saluran akar diisi menggunakan kon
gutaperca utama yang dilapisi semen AH Plus. Kemudian, dimasukkan spreader 2
mm dari ujung apeks dan diikuti gutaperca aksesoris hingga saluran akar tidak
dapat dimasukkan gutaperca lagi.

4.9.4 Pengisian Saluran Akar Menggunakan Semen MTA (SMTA)

Saluran akar yang telah dipreparasi dan diirigasi, dikeringkan dengan


paper point dan diaplikasikan semen MTA Fillapex dengan lentulo yang
digerakkan menggunakan mikromotor. Kemudian, saluran akar diisi
menggunakan kon gutaperca utama yang dilapisi semen MTA Fillapex.
Kemudian, dimasukkan spreader 2 mm dari ujung apeks dan diikuti gutaperca
aksesoris hingga saluran akar tidak dapat dimasukkan gutaperca lagi.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
30 
 

4.9.5. Perlakuan Sampel Sebelum Pengamatan

Setelah pengisian selesai, kepadatan hasil pengisian semua sampel


dievaluasi dengan foto radiograf sesuai dengan kriteria inklusi. Bagian korona
diberi basis SIKMR. Semua sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C
dengan kelembaban 100% untuk menunggu semen mengeras.
Sampel kemudian dikeringkan dengan semprotan udara, kemudian
permukaan luar akar gigi dilapisi cat kuku sebanyak dua lapis kecuali pada 1 mm
dari ujung apeks. Lapisan pertama dibiarkan mengering pada suhu 370C selama 1
jam, kemudian dilanjutkan dengan pengaplikasian lapisan kedua dengan langkah
seperti pengaplikasian pertama.
Setelah 1 hari, semua sampel direndam di dalam tinta india selama 7 X
24 jam dengan suhu 370C. Setelah sampel dikeluarkan dari larutan tinta, sampel
dicuci di bawah air mengalir dan cat kuku dibersihkan dengan scalpel.
Selanjutnya dilakukan proses dekalsifikasi dan sampel dibuat menjadi transparan
sesuai dengan metode Robertson.61 Tahap pertama, yaitu dekalsifikasi sampel
dengan merendam sampel pada asam nitrat 5%. Larutan asam diganti setiap hari,
digoncangkan tiga kali sehari, dan pada hari ketiga dicek dengan menusukkan
jarum di bagian korona. Apabila jarum sudah bisa masuk maka sampel sudah
cukup lunak dan siap untuk tahap selanjutnya. Kemudian sampel dibilas dengan
air mengalir. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi, yaitu dengan perendaman
sampel dalam etanol 70%, 80%, 95% dan 100%, masing-masing selama 24 jam.
Tahap akhir, yaitu transparansi, dengan merendam sampel dalam metil salisilat
100% selama 2 jam pada suhu 370C sehingga tampak transparan. Setelah itu,
dilakukan evaluasi terhadap pengisian saluran akar setelah semua spesimen
terlihat transparan, selanjutnya, sampel siap untuk diteliti.

4.9.6. Pengamatan dan Pengukuran

Prosedur pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo


(Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman) dengan pembesaran 20X. Data
yang diambil adalah adanya perembesan zat warna sepanjang saluran akar, dan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
31 
 

sepanjang mana penetrasi zat warna pada tiap sampel diukur dengan milimeter
grid.

4.10. Analisis Data

Data penetrasi zat warna ke dalam saluran akar dianalisis menggunakan


uji statistik parametrik dengan bantuan piranti lunak SPSS 17. Analisa statistik
dilakukan dengan uji parametrik Chi-Square untuk menguji perbedaan kemaknaan
pada semua kelompok dengan batas kemaknaan (α) = 0,05.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
32 
 

4.11. Alur Penelitian

32 gigi manusia premolar bawah saluran akar tunggal direndam dalam larutan
NaCl 0.9% sampai akan dilakukan preparasi dan pengisian saluran akar.

Kelompok SRE Kelompok SMTA

16 sampel 16 sampel

Preparasi saluran akar dengan Preparasi saluran akar dengan


mesin rotary NiTi mesin rotary NiTi

Pengisian dengan kon gutaperca Pengisian dengan kon gutaperca


utama dengan teknik kondensasi utama dengan teknik kondensasi
lateral. Semen menggunakan lateral. Semen menggunakan
semen resin epoksi semen MTA

Disimpan dalam inkubator selama 24 jam dan dilapisi dengan cat kuku
sebanyak 2 lapis, kecuali 1 mm dari apeks

Direndam dalam tinta india selama 7 X 24 jam

Dekalsifikasi, dehidrasi dan pembuatan sampel menjadi transparan

Evaluasi kebocoran

Analisis data

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menganalisis kebocoran mikro sepertiga apeks antara


pengisian dengan semen resin epoksi (SRE) dan semen MTA (SMTA) dengan
melakukan transparansi gigi. Analisis dengan menggunakan mikroskop stereo
pembesaran 20 kali. Pada analisis statistik karena data tidak memenuhi syarat uji
Chi Square (sel yang nilai expected kurang dari lima yaitu sebesar 66.7%), maka
dengan uji Kolmogorov Smirnov.

Tabel 5.1. Distribusi Skor Kebocoran Sepertiga Apeks Kelompok SRE (Semen Resin Epoksi) dan
SMTA (Semen Mineral Trioxide Aggregate)

Tingkat Kebocoran
Kelompok Uji 1 2 3 Total P
N % N % N % 0,415
SRE 12 37,5 1 3,1 3 9,4 16
SMTA 7 21,9 4 12,5 5 15,6 16
Total 19 59,4 5 15,6 8 25 32
Keterangan:
n = Jumlah sampel
1 = Kebocoran sepertiga apeks 0-0,5 mm
2 = Kebocoran sepertiga apeks 0,51-1 mm
3 = Kebocoran sepertiga apeks > 1 mm

Pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kelompok SRE menunjukkan skor 1
sebanyak 37.5% sedangkan kelompok SMTA 21.9%. Pada skor 3, kelompok
SMTA mempunyai presentasi lebih tinggi (15.6%) dibandingkan kelompok SRE
(9.4%). Apabila kedua kelompok dibandingkan secara statistik maka nilai p yang
didapat 0,415. Kesimpulannya kelompok SRE memiliki tingkat kebocoran
sepertiga apeks lebih rendah dari kelompok SMTA atau memiliki kemampuan
penutupan lebih baik dari SMTA akan tetapi perbedaannya tidak bermakna.

  33  Universitas Indonesia  


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
34 
 

x
x  x 

(a) (b) (c)

Gambar 5.1 Kebocoran Pengisian. a. Skor 1. b. Skor 2. c. Skor 3.

(x = batas penetrasi tinta)

Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada area sepertiga apeks yang merupakan area
paling sulit dibersihkan, dipreparasi dan diisi karena mempunyai anatomi yang
sangat kompleks yaitu terdapat banyaknya saluran akar lateral.64 Kualitas
kerapatan pengisian saluran akar diperlukan untuk mencegah kebocoran, karena
akan menyebabkan kegagalan perawatan.55
Semen yang dibandingkan pada penelitian ini yaitu semen berbahan dasar
resin epoksi dan MTA, karena menurut Tunga dkk. (2006), dari lima jenis semen
yang telah dikembangkan dan dipakai secara luas, semen resin memiliki
4
kemampuan penutupan yang paling baik. Namun, menurut Stratton dkk (2006)
dan Kim dkk (2009), semen resin epoksi tidak dapat berikatan baik dengan
dinding saluran akar apabila tidak dilakukan irigasi akhir dengan menggunakan
EDTA.5,28 Selain itu, Tunga dkk. (2006), Stratton dkk. (2006), dan Kim dkk.
(2009) juga menyatakan bahwa semen resin memiliki sifat fisik baik, akan tetapi
memiliki ikatan kurang baik dengan dentin.4,5,11 Sifat resin yang selalu mengalami
pengkerutan dapat menyebabkan terbentuknya celah mikro pada pengisian saluran
akar.11,33,34 Semen MTA baru diperkenalkan dan dilaporkan oleh Zhang dkk.
(2009) dalam penelitiannya yang membandingkan kemampuan penutupan semen
kalsium silikat (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus), menyimpulkan bahwa
semen kalsium silikat memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama
dengan semen resin, tetapi adaptasi semen kalsium silikat dengan gutaperca lebih
baik dibandingkan adaptasi semen resin dengan gutaperca.47 Hal ini diperkirakan
karena semen ini mengalami ekspansi pada saat polimerisasi. Pada penelitian ini,
semen kalsium silikat diasumsikan sama dengan semen MTA karena kandungan
utama semen MTA adalah kalsium silikat. Sehingga pada penelitian ini dilakukan
uji untuk menganalisis dan membandingkan kebocoran mikro yang terjadi pada
pengisian saluran akar dengan menggunakan semen resin epoksi.

Sampel gigi yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar
pertama rahang bawah yang telah dicabut untuk mempermudah pengujian karena
memiliki akar tunggal dan lurus, sehingga memungkinkan keseragaman sampel.

  35  Universitas Indonesia  


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
36 
 

Sebelum diberi perlakuan, gigi disimpan dalam larutan salin untuk


mempertahankan kelembaban gigi dan mengkondisikan keadaan biologis seperti
dalam mulut. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 32 gigi dengan jumlah
sampel per kelompok sebanyak 16 gigi sesuai dengan rumus Federer.
Penghitungan sampel pada penelitian ini berhubungan dengan biomedis, dan
umumnya sampel yang digunakan untuk penelitian yang bersifat biomedis ini
berupa hewan atau bagian tubuh manusia, sehingga tidak perlu dalam jumlah
banyak.65

Karena data merupakan variabel kategorik dan tidak berpasangan maka


menggunakan uji nonparametrik Chi-Square. Namun karena tidak memenuhi
syarat uji Chi-Square, yaitu memiliki nilai expected lebih dari 5 maksimal 20%
(pada penelitian ini 4, yaitu sebesar 66,7%), maka alternatif uji Chi-Square untuk
tabel 2x3 adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

Batas preparasi saluran akar ditentukan 1 mm dari apeks karena apabila


sebatas foramen apeks akan mendorong debri ke apeks lebih banyak.66 Preparasi
saluran akar menggunakan teknik crown down karena terbukti mengekstrusi debri
lebih sedikit dan dapat meningkatkan kontrol instrumentasi selama preparasi di
daerah 1/3 apeks saluran akar.67 Preparasi saluran akar pada penelitian ini
dilakukan dengan instrumen mesin Protaper® untuk menyeragamkan hasil
preparasi saluran akar.

Irigan yang digunakan yaitu kombinasi NaOCl 5,25% dan EDTA 17%.
NaOCl 5,25% dapat melarutkan jaringan pulpa dan jaringan dentin, serta bersifat
antimikroba sehingga dapat melawan bakteri patogen, yaitu bakteri gram negatif,
jamur, spora dan virus.68 EDTA 17% (ethylendiamin tetraacetate) digunakan
untuk melarutkan jaringan anorganik dan smear layer.69
Pada tabel 5.1 terlihat bahwa ternyata kebocoran sepertiga apeks tetap
terjadi pada seluruh hasil penelitian, baik yang diisi dengan semen resin epoksi
maupun semen MTA. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hammad dkk. (2009),
yang menyatakan bahwa tidak ada pengisian saluran akar yang benar-benar
sempurna dan tidak mengandung celah. Pengisian dengan rasio bahan pengisi

Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
37 
 

padat/gutaperca yang lebih besar menunjukkan pembentukan celah lebih minimal


dibandingkan dengan rasio siler yang lebih tebal.70 Terjadinya kebocoran pada
pengisian saluran akar dapat disebabkan karena irigan yang dipakai saat preparasi
saluran akar yaitu NaOCl akan membebaskan sejumlah amonia dan
karbondioksida, yang terjebak pada daerah apeks dan membentuk kolom gas yang
disebut vapor lock. Hal ini menyebabkan larutan irigasi tidak efektif
membersihkan smear layer pada dinding saluran akar di daerah apeks. Pada
akhirnya, retensi siler dan dinding saluran akar menjadi kurang baik serta
menghasilkan kebocoran di daerah tersebut.71 Selain itu, daerah sepertiga apeks
merupakan area paling sulit dibersihkan, dipreparasi dan diisi karena mempunyai
anatomi yang sangat kompleks.64 Meskipun terdapat banyak penelitian mengenai
bentuk anatomi di sepertiga apeks, menurut Wu MK, dkk 2000 (dalam
Ruttermann S, 2007) menyatakan bahwa 63% saluran akar tunggal gigi premolar
memiliki bentuk saluran oval pada daerah sepertiga tengah dan apeks saluran
akarnya.72 Hal ini akan menyebabkan daerah sepertiga apeks tidak terpreparasi
seluruhnya dan menghasilkan adanya kebocoran mikro dan mempengaruhi
kualitas kerapatan.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat
kebocoran mikro dengan menggunakan teknik pengisian kondensasi
vertikal/termoplastis dengan rasio gutaperca lebih banyak daripada semen saluran
akar yang telah terbukti sebagai teknik pengisian yang paling baik. Selain itu,
kebocoran sepertiga apeks kemungkinan disebabkan karena pada penelitian ini,
dilakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down dengan
instrumen mesin Protaper®, maka idealnya menggunakan gutaperca utama saja
(single cone) sesuai dengan taperingnya. Tetapi pada penelitian ini, pengisian
dilakukan menggunakan teknik yang dikombinasi dengan kondensasi lateral,
sehingga memungkinkan terjadinya celah saat menguakkan celah untuk gutaperca
aksesoris.
Teknik pengisian yang dipakai pada penelitian ini adalah teknik
kondensasi lateral yang telah diterima secara luas sebagai teknik pengisian saluran
akar yang umum digunakan dalam aplikasi klinis. Selain itu, teknik ini banyak
digunakan sebagai standar dalam berbagai penelitian mengenai kebocoran

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
38 
 

pengisian saluran akar dan perbandingan dengan teknik lainnya.64 Murat dkk.
(2012) menyatakan bahwa pengisian dengan teknik kondensasi lateral
menunjukkan kebocoran korona yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik
kon tunggal, sedangkan kebocoran apeks kedua teknik ini tidak berbeda
bermakna.73

Penempatan siler dalam saluran akar dilakukan dengan menggunakan


metode spiral lentulo dan mikromotor karena pengulasan siler akan lebih merata
ke seluruh dinding saluran akar. Menurut Kahn dkk. (1997), metode penempatan
siler di dalam saluran akar merupakan komponen yang kritis dalam prosedur
pengisian. Hasil penelitian yang membandingkan enam metode penempatan siler,
yaitu dengan menggunakan spiral lentulo, Max-i Probe Delivery System, file
sonik, file ultrasonik, K-file dan paper point, menunjukkan bahwa pengulasan
siler paling efektif dan merata didapatkan dari penggunaan metode spiral lentulo
dan Max-i Probe Delivery System.74
Metode untuk menganalisis kebocoran mikro dengan metode fluid
filtration, polymicrobial penetration, dan penetrasi zat warna dengan teknik
pemotongan longitudinal telah banyak dilakukan. Akan tetapi metode ini
mempunyai kelemahan karena bahan dan metodenya belum terstandardisasi
secara baku.58,59
Maka metode yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode penetrasi
zat warna dengan teknik transparansi (metode Robertson61). Teknik ini
memberikan gambaran anatomi internal saluran akar secara tiga dimensi tanpa
kehilangan substansi gigi sehingga mempermudah penilaian area kebocoran.
Teknik ini juga memudahkan penilaian saluran akar lateral dan aksesoris serta
secara jelas merefleksikan hubungan antara bahan pengisi dan foramen apeks.
Teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik potongan transversal untuk
mendeteksi kebocoran apeks, karena pada teknik ini dapat dilakukan visualisasi
kebocoran apeks pada ukuran milimeter sedangkan pada teknik potongan
transversal hanya menilai ada tidaknya kebocoran yang terjadi.59 Metode ini tidak
mempengaruhi kebocoran sepertiga apeks, karena metode transparansi dilakukan
setelah dilakukan perendaman dalam tinta India.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
39 
 

Zat warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinta India. Partikel
tinta India memiliki diameter molekul kurang lebih 3 μm, telah digunakan secara
luas untuk menilai kebocoran pada pengisian saluran akar dan dilaporkan bahwa
berat dan ukuran molekul tinta India mirip dengan molekul bakteri yang umum
ditemukan di dalam saluran akar. Oleh karena itu, zat warna tinta India dapat
digunakan sebagai pengukur kebocoran di daerah sepertiga apeks pada saluran
akar.59
Hasil penelitian ini, pada Tabel 5.1 terlihat bahwa kelompok SRE
mempunyai tingkat kebocorannya lebih rendah dibandingkan kelompok SMTA.
Akan tetapi berdasarkan hasil uji Kolmogorov Smirnov, nilai kemaknaan (p)
antara kelompok SRE dan SMTA adalah 0.415 (p > 0,05). Artinya proporsi
kebocoran sepertiga apeks pengisian kelompok SRE tidak berbeda bermakna
dengan kelompok SMTA. Dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima,
yaitu kebocoran mikro pada sepertiga apeks pengisian saluran akar menggunakan
semen MTA sama dengan semen resin epoksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zhang dkk. (2009) yang membandingkan kemampuan
penutupan semen MTA (iRootSP) dengan semen resin (AH Plus), yang
memperlihatkan kemampuan penutupan yang hampir sama. 47

Telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya bahwa semen resin epoksi


(AH Plus) memiliki tingkat kelarutan paling rendah dibandingkan semen saluran
akar lainnya,75 karena merupakan semen berbahan dasar resin epoksi yang sering
digunakan karena memiliki sifat baik seperti stabilitas dimensional jangka
panjang, kelarutan rendah, penutupan apeks baik, mikroretensi dengan dentin
pada saluran akar, serta toksisitas rendah.76,77 Pada semen resin epoksi, komponen
diepoksida dan pasta poliamine dicampur bersamaan saat manipulasi. Masing-
masing grup amin akan bereaksi dengan grup epoksida akan membentuk ikatan
kovalen menghasilkan polimer yang berikatan kuat serta rigid.78,79 Mungkin ini
dapat menjelaskan mengapa kelarutan semen resin epoksi rendah, meskipun tetap
menunjukkan adanya kebocoran mikro yang mungkin dikaitkan dengan
kandungan minyak silikon pada semen ini yang dapat mencegah pembasahan
yang sempurna pada dinding saluran akar sehingga ikatan semen dengan dentin
menjadi kurang baik.80 Kemungkinan adanya kebocoran mikro pengisian dengan

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
40 
 

semen resin epoksi adalah sifat dasar resin yang mengalami pengerutan saat
proses polimerisasi sehingga menyebabkan terbentuknya celah pada pengisian
saluran akar dan akhirnya menghasilkan kebocoran pengisian saluran akar.11,33,34
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hammad dkk. pada tahun 2008, semen
resin memiliki nilai shrinkage tertinggi saat polimerisasi, yaitu sebesar 1,46-
1,76%.72 Selain itu, kebocoran pengisian saluran akar dengan semen resin epoksi
juga dapat disebabkan kerena tidak seragamnya distribusi semen dan penetrasi
semen ke tubuli dentin. Menurut Gibby (2010), distribusi semen dan penetrasi ke
tubuli dentin pada daerah sepertiga apeks akan berkurang pada kondisi dinding
saluran akar yang lembab.81 Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pengisian
saluran akar telah dilakukan pengeringan saluran akar menggunakan paper point,
namun tidak menjamin bahwa kondisi saluran akar pada daerah sepertiga apeks
benar-benar kering.
Kemungkinan kebocoran pengisian pada semen MTA yaitu karena saat
berkontak dengan cairan jaringan, MTA akan larut dan melepaskan kation
utamanya (Ca+2, Mg+2). Ion kalsium yang dilepaskan dari MTA akan berdifusi
melalui tubulus dentin dan bereaksi dengan ion fosfat dalam cairan jaringan dan
menghasilkan kalsium fosfat. Kalsium fosfat ini bergabung dengan ion lain dan
matang menjadi carbonated apatite yang akan memberikan ikatan kimia antara
MTA dan dentin. Lapisan adhesi ini menyerupai hidroksiapatit baik dari
komposisi dan strukturnya ketika dilihat dalam analisis SEM. Lapisan interfacial
ini menunjukkan adaptasi tepi MTA yang superior.52 Di sisi lain, pada penelitian
sebelumnya menunjukkan pada hasil analisis SEM ditemukan adanya porositas
dan crack pada matriks resin setelah dilakukan tes kelarutan. Hal ini mungkin
disebabkan adanya kandungan bismuth trioksida yang dikaitkan dengan reduksi
stabilitas molekuler pada semen berbahan dasar MTA.80

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Pengisian saluran akar gutaperca dengan semen saluran akar resin epoksi maupun
dengan semen MTA menghasilkan kebocoran mikro. Kebocoran mikro pengisian
dengan semen resin epoksi sama dengan semen MTA pada sepertiga apeks.

7.2. Saran
 Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik pengisian
kondensasi vertikal/termoplastis dengan rasio gutaperca lebih banyak
daripada semen saluran akar.
 Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih
banyak.

41 Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
 
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Zielinski TM, Baumgartner JC. An Evaluation of GuttaFlow and Gutta Percha


in the Filling of Lateral Grooves and Depressions. Journal of Endodontics.
2008; 34: 295-298.
2. Akbar, Soerono SM. Endodontologi Kumpulan Naskah. Jakarta: Hafidz.
2003: 40, 155-63.
3. Valera MC, Camargo CH, Carvalho AS, Gama ERP. In Vitro Evaluation
ofApical Microleakage Using Different Root-End Filling Materials. J Appl
Oral SCi. 2006; 14: 49-52.
4. Tunga U, Bodrumlu E. Assessment of the Sealing Ability of a New Root
Canal Obturation Material. J Endod. 2006; 32: 876-878.
5. Stratton RK, Apicella MJ, Mines P. A Fluid Filtration Comparison of Gutta
Percha Versus Resilon, a New Soft Resin Endodontic Obturation System. J
Endod. 2006; 32: 642-645.
6. De-Deus G, Brandao MC, Fidel RA, Fidel SR. The Sealing Ability of
Guttaflow in Oval-shaped Canals: an ex vivo Study Using a polymicrobial
Leakage Model. International Endodontic Journal. 2007; 40: 794-799.
7. Schmalz G, Root Canal Filling Materials. In: Bergenholtz G, Bindslev PH,
Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing
Company. 2003: 261-285.
8. Saunders WP, Apical and Coronal Leakage. In: Bergenholtz G, Bindslev PH,
Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing
Company. 2003: 192-198.
9. Kim YK, Grandini S, Ames JM, Gu L, Kim SK, Pashley DH, Gutmann JL,
Tay FR. Critical Review on Methacrylate Resin-based Root Canal Sealers.
Journal of Endodotics. 2009; 9: 1–17.
10. Gomes-Filho JE, Watanabe S, Bernabe PFE, Costa MTM. A Mineral Trioxide
Aggregate Sealer Stimulated Mineralization. J Endod. 2009 Feb; 35(2): 256-
60.
11. Weller RN, Tay KCY, Garrett LV, Mai S, Primus CM, Gutmann JL et al.
Microscopic Appereance and Apical Seal of Root Canals Filled with

  42  Universitas Indonesia  


Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
43 
 

Guttaperca and ProRoot Endo Sealer After Immersion in a Phosphate-


Containing Fluid. Int Endod J. 2008 Nov; 41(11): 977-86.
12. Zhang W, Li Zhi, Peng Bin. Assessment of a New Root Canal Sealer’s Apical
Sealing Ability. Oral Surg Oral Med Oral Path Oral Rad Endod J. 2009;
107: e79-e82.
13. Neelakantan P, Subbarao C, Subbarao CV. Comparative Evaluation of
Modified Canal Staining and Clearing Technique, Cone Beam Computed
Tomography, Peripheral Quantitative Computed Tomography, Spiral
Computed Tomography, and Plain and Contrast Medium-Enhanced igital
Radiography in Studying Root Canal Morphology. Journal of Endodontics.
2010: 1-5.
14. Verissimo DM, Vale MS. Methodologies for Assessment of Apical and
Coronal Leakage of Endodontic Filling Materials: A Critical Review. Journal
of Oral Science. 2006; 48 (3): 93-98.
15. Gutmann JL, Witherspoon DE. Obturation of the Cleaned and Shaped Root
Canal System in Cohen S, Burns RC(Ed). Pathways of the Pulp 8th edition.
Philadelphia: Mosby Co. 2002: 295-301.
16. Johnson WT, Noblett WC, Cleaning and Shaping. In: Walton RE,
Torabinejad M (editor), Principles and Practice of Endodontics 4th ed.
Philadelphia: W. B. Saunders. 2009: 258-297.
17. Wesselink P, Root Filling Techniques. In: Bergenholtz G, Horsted-Bindslev
P, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell
Munksgaard. 2003: 286-299.
18. Ingle JI, Newton CW, West JD, Gutmann JL, Glickman GN, Korzon B,
Martin H, Obturation of the Radicular Space. In: Ingle JI, Bakland LK
(editor), Endodontics 5th ed. New Delhi: Elsevier. 2002: 571-668.
19. Johnson WT, Gutmann JL. Obturation of the Cleaned and Shaped Root
Canal System. in: Cohen S, Burns RC (Ed). Pathways of the Pulp 9th
Edition. Philadelphia: Mosby Co. 2006: 372-375.
20. Walton RE, Johnson WT. Obturasi Saluran Akar dalam Walton RE,
Torabinejad M (Ed). Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsiaedisi 3. Alih

Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
44 
 

bahasa: Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003:


317-319.
21. Glickman GN, Walton RE, Obturation. In: Walton RE, Torabinejad M
(editor), Principles and Practice of Endodontics 4th ed. Philadelphia: W. B.
Saunders. 2009: 298-321.
22. Johnson WT, Gutmann JL. Obturation of the Cleaned and Shaped Root
Canal System. In: Cohen S, Burns RC (editor), Pathways of the Pulp 10th ed.
St. Louis: Mosby, Inc. 2011: 349-388.
23. Aravind, Gopikrishna V, Kandaswamy D, Jeyavel RK. Comparative
Evaluation of the Antimicrobial Efficacy of Five Endodontic Root Canal
Sealers against Enterococcus faecalis and Candida albicans. J Conserv Dent.
2006; 9: 2-12.
24. Pommel L, Camps J. Effects of Pressure and Measurement Time on the Fluid
Filtration Method in Endodontics. J Endod. 2001; 27 (4): 256-258.
25. Geurtsen W, Leyhausen G. Biological Aspect of Root Canal Filling Materials
- Biocompatibility, Cytotoxicity, and Mutagenicity. Clinical Oral
Investigation. 1997; 1(1): 5-11.
26. Schmalz G. Bindslev PH. Root Canal Filling Materials in Bergenholtz G,
Bindslev PH, Reit C (Ed). Textbook of Endodontology 2nd Edition. Victoria:
Blackwell Publishing Company. 2010: 197, 205-207
27. http://www.dentsply.de/bausteine.net/file/showfile.asp. Diunduh tanggal 16
Mei 2013
28. Dultra F, Barroso JM, Carrasco LD, Capelli A, Guerisoli Z, Pecora JD.
Evaluation of apical Microleakage of Teeth Sealed With Fuor Different Root
Canal Sealers. Journal of Applied Oral Science. 2006; 14(5): 341-345.
29. Abyono R. (penerjemah), Ilmu Endodontik Dalam Praktek ed. 11. dari
Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE, Endodontic Practice 11th ed. Jakarta:
EGC. 1995: 264-294.
30. Ersev H, Carnes DL, Del Rio CE. Cytotoxic and Mutagenic Potencies of
Various Root Canal Filling Materials. J Endod. 1999; 25: 359-363.
31. Schweiki H, Schmalz G, Federlin M. Mutagenicity of the Root Canal Sealer
AH Plus. Clinical Oral Invest. 1998; 2: 125-9.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
45 
 

32. Schmalz G. Root Canal Filling Materials. In: Bergenholtz G, Bindslev PH,
Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing
Company. 2003: 261-285.
33. Bergmans L, Moisiadisb P, Munckc JD, Meerbeekd BV, Lambrechtsd P.
Effect of Polymerization Shrinkage on the Sealing Capacity of Resin Fillers
for Endodontic Use. J Adhes Dent. 2005; 7: 321–329.
34. Souza SFC, Bombana AC, Francci C, Goncalves C, Castellan C, Braga RR.
Polymerization Stress, Flow and Dentine Bond Strength of Two Resin- based
Root Canal Sealers. Int Endod J. 2009; 42: 867–873.
35. Rao A, Rao A, Shenoy R. Mineral Trioxide Aggregate-A Review. J Clin
Pediatr Dent. 2009; 34(1): 1-8.
36. Goel M, Bala S, Sachdeva G, Shweta. Comparative Ecaluation of MTA,
Calcium Hydroxide and Portland Cement As A Root End Filling Materials : A
Comprehensive Review. Indian Journal of Dental Sciences 2011; 5(3).
37. Scwartz RS, Mauger M, Clement DJ, Walker WA. Mineral Trioxide
Aggregate : A New Material for Endodontics. J Am Dent Assoc. 1999; 30:
967-975.
38. Bernabe PFE, Holland R, Morandi R, Souza V, Nery MJ, Otoboni Filho JA et
al. Comparative Study of MTA and Other Materials in Retrofilling of Pulpless
Dogs’ Teeth. Braz Dent J. 2005 May Aug; 16(2): 149-55.
39. Gomes-Filho JE, Watanabe S, Bernabe PFE, Costa MTM. A Mineral Trioxide
Aggregate Sealer Stimulated Mineralization. J Endod. 2009 Feb; 35(2): 256-
60.
40. Srinivasan V, Waterhouse P, Whitworth J. Mineral Trioxide Aggregate in
Paediatric Dentistry. Int J Paediatr Dent. 2009; 19: 34-47.
41. Reyes-Carmona JF, Felippe MS, Felippe WT. The Biomineralization Ability
of Mineral Trioxide Aggregate and Portland Cement on Dentin Enhances The
Push Out Strength. J Endod. 2010; 36: 286-291.
42. Islam I, Chng HK, Yap AUJ. Comparison of the physical properties of MTA
and Portland cement. J Endod. 2006 Mar; 32(3): 193-7.
43. Weller RN, Tay KCY, Garrett LV, Mai S, Primus CM, Gutmann JL et al.
Microscopic Appereance and Apical Seal of Root Canals Filled with

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
46 
 

Guttaperca and ProRoot Endo Sealer After Immersion in a Phosphate-


Containing Fluid. Int Endod J. 2008 Nov; 41(11): 977-86.
44. Schwartz RS. Adhesive Dentistry and Endodontics: Part 2 – Bonding in the
Root Canal System: The Promise and The Problems – A Review. J Endod.
2006; 32: 1125-1134.
45. De Almeida WA, Leonardo MR, Filho MT, Silva LAB. Evaluation of Apical
Sealing of Three Endodontic Sealers. Int Endod J. 2000; 33 (1): 25- 27.
46. Koch K, Brave D. Bioceramic Technology – The Game Changer in
Endodontics. Endodontic Practice 2009: 17-21.
47. Zhang W, Li Zhi, Peng Bin. Assessment of A New Root Canal Sealer’s Apical
Sealing Ability. Oral Surg Oral Med Oral Path Oral Rad Endod J. 2009;
107: e79-e82.
48. Sluyk SR, Monn PC, Hartwell GR. Evaluation of Setting Properties and
Retention Characteristics of Mineral Trioxide Aggregate as A Furcaton
Perforation Repair Material. J Endod. 1998; 24: 768-71.
49. Torabinejad M. Physical and Chemical Properties of A New Root-End Filling
Material. J Endod. 1995; 21(7): 349-353.
50. Chang SW. Chemical Characteristics of Mineral Trioxide Aggregate and Its
Hydration Reaction. Restor Dent Endod. 2012;37(4):188-93.
51. Rawtiya M, Verma K, Singh S, Munuga S, Khan S. MTA-Based Root Canal
Sealers. J Orofac Res 2013; 3(1): 16-21.
52. MTA Fillapex Endodontic Sealer.
https://www.clinicalresearchdental.com/marketing/mta%20fillapex%20-
%20scientific%20profile_medium.pdf.
53. Gomes-Filho JE, Moreira JV, Watanabe S, Lodi CS, Cintra LTA, Junior ED,
et al. Sealability of MTA and Calcium Hydroxide Containing Sealers. J Appl
Oral Sci. 2012; 20(3): 347-51.
54. Morgental RD, Vier-Pelisser FV, Oliveira SD, Antunes FC, Cogo DM,
Kopper PMP. Antibacterial Activity of Two MTA-Based Root Canal sealers.
Int Endod J. 2011; 44: 1128–1133.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
47 
 

55. Schmalz G. Root Canal Filling Materials in Bergenholtz G, Bindslev PH,


Reit C (Ed). Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell Publishing
Company. 2003: 261-265, 271-272, 276-277, 286-299.
56. Anonim. Roeko Guttaflow Step by Step. (Online).
http://www.coltene.com/index_en.php?TPL=10034&x1200_article_id=53&x1
200_node=21Bhdcg. Diunduh tanggal 16 Mei 2013.
57. Saunders WP, Apical and Coronal Leakage. In: Bergenholtz G, Bindslev
PH, Reit C (editor), Textbook of Endodontology. Victoria: Blackwell
Publishing Company. 2003: 192-198.
58. Pommel L, Camps J. Effects of Pressure and Measurement Time on the Fluid
Filtration Method in Endodontics. Journal of Endodontics. 2001; 27 (4): 256-
258.
59. Verissimo DM, Vale MS. Methodologies for Assessment of Apical and
Coronal Leakage of Endodontic Filling Materials: A Critical Review. Journal
of Oral Science. 2006; 48 (3): 93-98.
60. Pollard BK, Weller RN, Kulild JC. A Standardized Technique for Linear Dye
Leakage Studies: Immediate versus Delayed Immersion Times. International
Endodontic Journal. 1990; 23: 250-253.
61. Neelakantan P, Subbarao C, Subbarao CV. Comparative Evaluation of
Modified Canal Staining and Clearing Technique, Cone Beam Computed
Tomography, Peripheral Quantitative Computed Tomography, Spiral
Computed Tomography, and Plain and Contrast Medium-Enhanced Digital
Radiography in Studying Root Canal Morphology. Journal of Endodontics.
2010: 1-5.
62. Asgary S, Shahabi S, Jafarzadeh T, Amini S, Kheirieh S. The properties of A
New endodontic material. J Endod. 2008;34:990-3.
63. Pathomvanich S, Edmunds DH. The Sealing Ability of Thermafil Obturators
Assessed by Four Different Microleakage Techniques. International
Endodontic Journal. 1996; 29: 327-334.
64. Gernhardt CR, Krüger T, Bekes K, Schaller HG. Apical Sealing Ability Of 2
Epoxy Resin-Based Sealers Used with Root Canal Obturation Techniques

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
48 
 

Based on Warm Gutta-Percha Compared to Cold Lateral Condensation.


Quintessence International. 2007; 38: 229-234.
65. http://rimarcik.com/en/navigator/z-nominal.html. Diunduh tanggal 24
Oktober 2013.
66. Kustarci A, Akpinar KE, Sumer Z, Er K, Bek B. Apical Extrusion of
Intracanal Bacteria Following Use of Various Instrumentation Techniques.
International Endodontic Journal. 2008; 41: 1066-1071.
67. Beeson T, Hartwell G, Thornton J, Gunsolley J. Comparison of Debris
Extruded Apically in Straight Canals: Conventional Filling versus Profile .04
Taper Series 29. J Endod. 1998; 24: 18-22.
68. Kandaswamy D, Venkateshbabu N. Root Canal Irrigant. Journal of
Conservative Dentistry. Oct-Dec 2010: 13(4).
69. Eldenize AU, Erdemir A, Belli S. Effect of EDTA and Citric Acid Solution
On the Microhardness and the Roughness of Human Root Canal Dentin. J
Endod. 2005; 31(2): 107-108.
70. Hammad M, Qualtrough A, Silikas N. Evaluation of Root Canal Obturation: a
Three-Dimensional in vitro Study. Journal of Endodontics. 2009; 34(4): 541-
544.
71. Glassman G. Safety and Efficacy Considerations in Endodontic Irrigation.
Dental Economics. 2011;101 (1): 1-15.
72. Rutterman S, Virtej A, Janda R, Raab WHM. Preparation of The Coronal and
Middle Third of Oval Root Canals with A Rotary or An Oscillating System.
Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology &
Endodontology. 2007; 104(6): 852-56.
73. Murat MK, Yaman SD. Sealing Ability of Lateral Compaction and Tapered
Single Cone Gutta-Percha Techniques in Root Canals Prepared with Stainless
Steel and Rotary Nickel Titanium Instruments. Journal Of Clinical And
Experimental Dentistry. 2012; 4(3): 156-159.
74. Kustarci A, Akpinar KE, Sumer Z, Er K, Bek B. Apical Extrusion of
Intracanal Bacteria Following Use of Various Instrumentation Techniques.
International Endodontic Journal. 2008; 41: 1066-1071.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
49 
 

75. Scha¨fer E, Zandbiglari T (2003) Solubility of root-canal sealers in water and


artificial saliva. International Endodontic Journal. 2003; 36: 660–9.
76. Ørstavik D. Materials used for root canal obturation: technical, biological and
clinical testing. Endodontic Topics. 2005; 12: 25–38.
77. Garrido AD, Lia RC, Franca SC, da Silva JF, Astolfi-Filho S, Sousa-Neto
MD. Laboratory evaluation of the physicochemical properties of a new root
canal sealer based on Copaifera multijuga oil-resin. International Endodontic
Journal. 2010; 43: 283–91.
78. Case SL, O’Brien EP, Ward TC (2005) Cure profiles, crosslink density,
residual stresses, and adhesion in a model epoxy Polymer 46, 10831–40.
79. Gençoglu N, Samani S, Günday M. Dentinal Wall Adaptation of
thermoplasticized gutta-percha in the absence or presence of smear layer: a
scanning electron microscopic study. J Endod. 1993; 19(11): 558- 562.
80. Coomaraswamy K, Lumley P, Hofmann M. Effect of bismuth oxide
radiopacifier content on the material properties of an endodontic portland
cement–based (MTA-like) system. Journal of Endodontics. 2007; 33: 295–8.
81. Orstavik D, Nordahl I, Tibballs JE. Dimensional Change Following Setting of
Root Canal Sealer Materials. Dental Materials. 2001; 17: 512-519.

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
50 
 

Lampiran 1

Alat dan Bahan Penelitian

A  B 

C  D  E 

F G 

Keterangan:

A. Gambar alat-alat yang dipakai dalam preparasi saluran akar


B. Gambar instrumen mesin Protaper®
C. Gambar bahan AH Plus
D. Gambar bahan MTA Fillapex
E. Gambar tinta India
F. Gambar inkubator
G. Mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman)

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
51 
 

Lampiran 2

Tahap Pelapisan Sampel dengan Cat Kuku dan Perendaman dengan Tinta

A  B 

C D 

E F 

Keterangan:

A. Sampel setelah dicat kuku sebanyak 2 lapis


B. Sampel direndam dalam tinta India selama 7x24 jam
C. Sampel setelah dicuci dan dibersihkan dengan skalpel
D. Sampel setelah didekalsifikasi, didehidrasi dan ditransparansi
E. Sampel akan diperiksa di bawah mikroskop stereo pembesaran 20x (dialasi
dengan milimeter grid)
F. Gambar mikroskop stereo (Discovery V12, Carl Zeiss, AxioCam, Jerman);
pengukuran kebocoran menggunakan software ZEN lite 2011

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
52 
 

Lampiran 3

Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SRE


 

SRE 1 = SKOR 1            SRE 2 = SKOR 1                                SRE 3 = SKOR 1 

       

SRE 4 = SKOR 1         SRE 5 = SKOR 1        SRE 6 = SKOR 2 

     

SRE 7 = SKOR 1      SRE 8 = SKOR 1      SRE 9 = SKOR 1 

       

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
53 
 

SRE 10 = SKOR 1       SRE 11 = SKOR 1       SRE 12 = SKOR 3 

     

SRE 13 = SKOR 1       SRE 14 = SKOR 1                     SRE 15 = SKOR 3 

     

SRE 16 = SKOR 3 

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
54 
 

Lampiran 4

Hasil Foto Pengukuran Sampel Kelompok SMTA

SMTA 1 = SKOR 3                        SMTA 2 = SKOR 1          SMTA 3 = SKOR 2 

         

SMTA 4 = SKOR 1                   SMTA 5 = SKOR 1         SMTA 6 = SKOR 2 

      

SMTA 7 = SKOR 1      SMTA 8 = SKOR 3         SMTA 9 = SKOR 3 

       

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
55 
 

SMTA 10 = SKOR 3        SMTA 11 = SKOR 3        SMTA 12 = SKOR 1 

     

SMTA 13 = SKOR 2     SMTA 14 = SKOR 1        SMTA 15 = SKOR 1 

     

SMTA 16 = SKOR 2 

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
56 
 

Lampiran 5

Tabel Rekapitulasi Skoring Hasil Penelitian

No gigi SRE SMTA

1 1 3

2 1 1

3 1 2

4 1 1

5 1 1

6 2 2

7 1 1

8 1 3

9 1 3

10 1 3

11 1 3

12 3 1

13 1 2

14 1 1

15 3 1

16 3 2

Tabel Distribusi Proporsi Skor Hasil Penelitian

1 2 3

Semen resin epoksi 12 1 3

Semen MTA 7 4 5

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
57 
 

Lampiran 6

Hasil Uji Statistik


Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

semen saluran akar * 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%


kebocoran mikro

semen saluran akar * kebocoran mikro Crosstabulation

kebocoran mikro

0-0.5 mm 0.51-1 mm > 1mm Total

semen saluran akar sre Count 12 1 3 16

Expected Count 9.5 2.5 4.0 16.0

% of Total 37.5% 3.1% 9.4% 50.0%

smta Count 7 4 5 16

Expected Count 9.5 2.5 4.0 16.0

% of Total 21.9% 12.5% 15.6% 50.0%

Total Count 19 5 8 32

Expected Count 19.0 5.0 8.0 32.0

% of Total 59.4% 15.6% 25.0% 100.0%

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
58 
 

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 3.616 2 .164

Likelihood Ratio 3.764 2 .152

Linear-by-Linear Association 2.044 1 .153

N of Valid Cases 32

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 2.50.

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

semen
saluran
akar N

kebocoran mikro sre 16

smta 16

Total 32

Test Statisticsa

kebocoran mikro

Most Extreme Differences Absolute .313

Positive .313

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z .884

Asymp. Sig. (2-tailed) .415

a. Grouping Variable: semen saluran akar

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013
59 
 

    Universitas Indonesia  
Perbandingan kebocoran…., Fransilia Poedyaningrum, FKG UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai