Anda di halaman 1dari 78

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA KADAR PROTEIN S100B DENGAN KELUARAN


PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN DAN SEDANG

TESIS

MERY KRISMANTO
0806360323

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
DESEMBER 2013

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA KADAR PROTEIN S100B DENGAN


KELUARAN PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN DAN SEDANG

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SPESIALIS-1 NEUROLOGI

MERY KRISMANTO
0806360323

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
DESEMBER 2013

i
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena bimbingan, kuasa, dan berkat-Nya yang
selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Spesialis Neurologi pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit untuk menyelesaikan
tesis ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Indonesia, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dan
Koordinator Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, terima kasih atas kesempatan dan sarana yang diberikan
selama mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Neurologi FKUI/RSCM.
2. Ketua Departemen Ilmu Penyakit Saraf dr. Diatri Nari Lastri, SpS(K), terima
kasih atas kesempatan, bimbingan, serta naungan selama menempuh pendidikan
dokter spesialis saraf.
3. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Saraf dr. Eva Dewati, SpS(K), teriima kasih
atas bimbingan, ilmu, dan perhatian yang telah diberikan selama menjalani
pendidikan.
4. Kepada Koordinator Penelitian terdahulu dr. Lyna Soertidewi Kiemas, SpS(K),
M. Epid dan Wakil Koordinator Penelitian dr. Al. Rasyid, SpS(K), serta
pembimbing akademik saya dr Freddy Sitorus SpS(K) terima kasih atas
inspirasi, bimbingan, dan waktu dalam pengerjaan tesis ini. Kepada Koordinator
Penelitian saat ini Dr. dr. Tiara Anindhita, SpS(K), terima kasih atas
kesempatan, arahan, masukan, dan waktu yang telah diberikan kepada saya dalam
menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.
5. Kepada Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Saraf terdahulu dan selaku
pembimbing ilmiah dr. Darma Imran, SpS(K), terima kasih atas perhatian,
masukan, bimbingan, waktu, serta kesabaran dalam penyusunan tesis ini. Kepada
Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Saraf saat ini dr. Astri Budikayanti,

v
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
SpS, terima kasih atas perhatian,dan arahan yang sangat berharga sehingga saya
dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan dengan baik.
6. Kepada pembimbing ilmiah saya dr. Lyna Soertidewi Kiemas, SpS(K), Dr. dr.
Yetty Ramli, SpS(K), dan Prof. Marzuki Suryaatmadja, SpPK(K) terima
kasih untuk masukan, bimbingan, waktu, dan kesabaran sehingga penelitian ini
dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik. Kepada pembimbing statistik saya
dr. Joedo Prihartono MPH, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang
telah diberikan kepada saya.
7. dr. Diatri Nari Lastri, SpS(K), dr. Eva Dewati, SpS(K), dan dr. Al Rasyid,
selaku penguji yang telah memberikan saran dan pemikiran dalam setiap tahap
dalam ujian tesis ini.
8. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Guru Besar Prof. dr. Teguh A. S.
Ranakusuma, SpS(K) yang selalu berpikir komprehensif dan menjalin hubungan
yang baik lintas ilmu kedokteran serta menekankan bahwa pendidikan juga
termasuk pembinaan terhadap akhlak. Teladan beliau akan selalalu diingat.
Kepada Guru Besar Prof. dr. Jusuf Misbach, SpS(K), FAAN yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani program pendidikan.
9. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga saya haturkan kepada
guru-guru saya: Dr. dr. Siti Airiza Achmad, SpS(K); dr. Silvia F.
Lumempouw, SpS(K); dr. Salim Haris, SpS(K), FICA; dr. Adre Mayza,
SpS(K); dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K); dr. Mursyid Bustami, SpS-KIC; dr.
Fitri Octaviania, SpS(K), Mpd. Ked; dr. Eka Musridharta, SpS-KIC; dr.
Amanda Tiksnadi, SpS; dr. Taufik Mesiano, SpS; dr. Ahmad Yanuar, SpS;
dr. Nurul Komari, SpS; dr. Rakhmat Hidayat; SpS, dan dr. Pukovisa
Prawiroharjo, SpS. Terima kasih atas segala bimbingan selama menjalani
pendidikan.
10. Rekan-rekan satu angkatan, dr. Nastiti Widyarini, SpS, dr. Hanarto Adjie,
SpS, dr. Gabriel F. Goleng, SpS, dr. Maria Arasen, SpS, dr Hernawan, SpS,
dr. GA Putu Yunihati, SpS, dr. Indah Aprianti, SpS, dr. Faisal, SpS, dr. Dini
Fajri, SpS, dr. Yogaswara, dr. Cut Antara, Tim OSCE Medan, dr. Allan
Yudhiatmoko dan dr. Donna Octaviani, terima kasih atas kerja sama, saling
dukung, dan persahabatan sejak menghadapai ujian OSCE hingga saat ini. Kepada

vi
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
para senior saya ucapkan terima kasih atas segala bimbingan dalam penelitian dan
selama pendidikan. Terima kasih saya haturkan juga kepada para junior saya, atas
segala perhatian dan kerja sama selama pendidikan.
11. Kepada para staf tata usaha dan perpustakaan Departemen Neurologi
FKUI/RSCM, perawat di Pokdisus, poliklinik, IGD, ruang perawatan, dan UPKS
serta staf bagian Rekam Medis RSCM atas kerja sama yang diberikan selama ini.
12. Kepada kedua orang tua saya (Alm) Bapak Sutarmin dan Ibu Aisyah, terima
kasih atas segala doa, dukungan, dan cinta kasih yang selalu mengiriku. Teladan
dan bimbingan yang diberikan sejak saya kecil sampai saat ini.
13. Kepada istri tercinta, Evriza Aryani, terima kasih atas dukungan, pengertian, dan
cinta kasih selama penyelesaian tesis dan menempuh pendidikan ini. Putra-putri
tersayang Nabila Putri A, Aisyah Putri A dan A. Esya Fadhlan, terima kasih
untuk cinta kasih yang tidak terhingga dan menjadi semangat setiap saat. Puji
syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas keluarga yang selalu menyayangi
dan mendukung saya.
14. Kepada sahabat dr. Aditia Imaningdyah SpPK, terima kasih telah memberikan
bantuan dan dukungan selama melaksanakan penelitian.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
pendidikan Spesialis dan penerbitan tesis ini, setulus hati saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan. Semoga Allah membalas dan memberkati semua
kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Semoga tesis ini dengan segala
kekurangannya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan dunia kedokteran.

Jakarta, 24 Desember 2013

Penulis

vii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
ABSTRAK

Nama : Mery Krismanto


Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi
Judul : Hubungan antara Kadar Protein S100B Dengan Keluaran
Pasien Cedera Kepala Ringan dan Sedang

Latar Belakang: Protein S100B merupakan protein yang berikatan dengan


kalsium pada sel-sel astroglial jaringan otak. Peningkatan kadar protein S100B
dalam serum disebabkan karena aktivasi kerusakan astrosit dan sel glial, dan
kerusakan integritas sawar darah otak. Beberapa studi prospektif terakhir, para
ahli menghubungkan protein S100B dengan prediksi keluaran pasien cedera
kepala.
Tujuan: Mengetahui hubungan kadar Protein S100B 6 jam pasca trauma
terhadap skala keluaran GOSE 3 bulan pada penderita CKR dan CKS.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan data dikumpulkan secara
prospektif pada pasien cedera kepala ringan dan sedang yang dirawat di UGD
RSCM.
Hasil: Dari 45 sampel, didapatkan kelompok yang paling banyak adalah laki-laki
(65.7%), usia 15-20 tahun (45.7%), tingkatp endidikan SMA (48.6%), CT scan
normal (54.3%), kadar protein S100B < 0.403 µg/L (54.3%) dan GOSE >= 7
(71.4%). Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera kepala dengan
GOSE, CT scan dengan GOSE dan kadar protein S100B dengan GOSE.
Kesimpulan: Protein S100B merupakan prediktor yang sensitif terhadap
keluaran, dimana pasien dengan protein S100B tinggi memperlihatkan keluaran
yang buruk dibandingkan pasien dengan kadar protein S100B rendah.
Kata kunci: Protein S100B, GOSE, Cedera kepala ringan, Cedera kepala sedang

Universitas Indonesia

ix
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
ABSTRACT

Nama : Mery Krismanto


Study Programme : Neurology
Title : The relationship between S100B protein level and the
outcome the outcome of patients with mild and moderate
head injuries

Backgrounds: S100B protein is a protein that binds with calcium in brain


astroglial cell. The increase in S100B serum level can be caused caused by
astrocyte and glial cell damage and disturbance of blood-brain barrier. Several
prospective studies have elooked into the relationship of S100B protein with head
injury patents’ outcome.
Aim: To investigate the relationship between S100B protein level 6 hours after
trauma and the outcome of patients with mild and moderate head injury using
GOSE 3 months after trauma.
Method: This is an analytic descriptive study using data collected prospectively
in mild and moderate head injury patients admitted to the emergency department
of Cipto Mangunkusumo hospital.
Result: The majority of patients were male (65.7%), aged between 15-20 years
old (45.7%), senior high school graduates (48.6%), with normal CT scan (54.3%),
with S100B protein level < 0.403 µg/L (54.3%), and with GOSE >= 7 (71.4%).
There was a significant relationship between the severity of head injury and
GOSE, CT scan finding and GOSE, and S100B protein level and GOSE.
Conclusion: S100B protein level is a sensitive predictor for head injury patient
outcome in which patients with higher S100B protein level correlates with poorer
outcome.
Keywords: S100B level, GOSE, Mild Head Injury, Moderate Head Injury

Universitas Indonesia

x
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………….…...... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
KATA PENGANTAR…….…………………………………………........ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…….…... ix
ABSTRAK………………………………………………………………... x
ABSTRACT…….……………………………………………………….... xi
DAFTAR ISI….…………………………………………………………... Xii
DAFTAR SINGKATAN………………………….…………………….... Xiv
DAFTAR TABEL…………………………….………………………....... Xv
DAFTAR GAMBAR…………………………….……………………...... Xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... Xvii
BAB 1.PENDAHULUAN……………………………….……................. 1
1. 1. Latar Belakang Masalah……………………………….…....... 1
1. 2. Rumusan Masalah………………………….……………...... 3
1. 3. Tujuan Penelitian………………………………….................. 4
1. 4. Manfaat Penelitian………………………………………....... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………......... 6
2. 1. Cedera kepala…………………….………………………....... 6
2.1.1 Definisi……………………………………………….. 6
2.1.2 Patofisiologi………………………………………….. 6
2.1.3 Klasifikasi……………………………………………. 9
2 .2. Petanda Biokimia pada Cedera Kepala…….……………....... 10
2.2.1. Creatine Kinase Brain Type (CK-BB)……………… 10
2.2.2. Neuron Specific Enolase (NSE)……………………… 11
2.2.3. Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP)……………… 11
2.2.4. Myelin Basic Protein (MBP)………………………… 12
2.2.5. Protein S100………………………………………….. 12
2. 3. Skala Keluaran Glasgow……………....................................... 18
2.3.1. Hubungan GOSE dengan Protein S100B…………….. 19
2.4. Kerangka Teori………………………………………………. 20
2.5. Kerangka Konsep……………………………………………... 21
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 22
3.1. Desain Penelitian……………………………………………… 22
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………................... 22
3.3. Populasi dan Sampel ……..……………………..……………. 22
3.4. Kriteria Penelitian…………………………………………….. 22
3.5. Teknik Pengambilan Sampel ……………................................ 23
3.6. Cara Kerja ………………………............................................. 24
3.7. Indentifikasi Variabel………………......................................... 24
3.8. Batasan Operasional………………………………................... 25
3.9. Bahan Penelitian………………………………………............ 27
3.10.Pengolahan data……………………………………………… 27

Universitas Indonesia
xi
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
3.11.Masalah Etika………………………………………………… 28
3.12. Kerangka Operasional……………………………………….. 29
BAB 4. Hasil Penelitian ……………………………….…….................. 30
4. 1. Karakteristik Umum……………………………….…........ 30
4. 2. Karakteristik Medis…………………….……………......... 31
4. 3. Hubungan Derajat Cedera Kepala dengan GOSE................ 32
4. 4. Hubungan CT scan Kepala dengan GOSE………............... 32
4. 5. Hubungan kadar Protein S100B dengan GOSE…............... 33
BAB 5. PEMBAHASAN……………………………………………….. 34
5.1. Keterbatasan Penelitian…………………………………….. 34
5.2. Kekuatan Penelitian ……………………............................... 34
5.3. Karakteristik Demografis…..……………………..………... 34
5.4. Karakteristik Medis………………………………………… 35
5.5. Hubungan Derajat Cedera Kepala dengan GOSE………..... 36
5.6. Hubungan CT Scan Kepala dengan GOSE…….................... 37
3.7. Hubungan Protein S100B dengan S100B………………...... 39
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… 40
6.1. Kesimpulan………………………………………………… 40
6.2. Saran………..……………………………………………... 40
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 41
LAMPIRAN

Universitas Indonesia

xii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi penderita cedera kepala................................................. 10


Tabel 2.2. GOSE (Extended Glasgow Outcome Scale .................................... 18
Tabel 4.1. Sebaran karakteristik demografi subyek ......................................... 30
Tabel 4.2. Hubungan derajat cedera kepala dengan GOSE ............................. 32
Tabel 4.3. Hubungan CT Scan kepala dengan GOSE ..................................... 33
Tabel 4.4. Hubungan kadar protein S100 dengan GOSE................................. 33

Universitas Indonesia

xiii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Patofisiologi cedera kepala sekunder………………………. 9


Gambar 2. 2. Struktur dimer protein S100..………………………………. 13
Gambar 2. 3. Mekanisme peningkatan kadar protein S100B pada cedera
kepala…………………………………………………..….... 14
Gambar 4. 1. Sebaran gambaran CT Scan kepala………………………..... 31
Gambar 4. 2. Sebaran keluaran pasien….……………………………......... 32

Universitas Indonesia

xiv
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar informasi dan persetujuan subyek penelitian. ................ 45


Lampiran 2. Lembar data penelitian ................................................................ 47
Lampiran 3. Anggaran Penelitian .................................................................... 51
Lampiran 4. Jadwal Penelitian ......................................................................... 52
Lampiran 5. Data Dasar ................................................................................... 54

Universitas Indonesia

xv
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas dan kecacatan di
seluruh dunia.1-3 Hampir 1,5 juta orang meninggal dan jutaan orang lainnya
menjalani pengobatan karena cedera kepala di Unit Gawat Darurat setiap
tahunnya.4Di AS, dalam satu tahun diperkirakan 1,7 juta orang mengalami cedera
kepala, dengan kematian berkisar 52.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan di
Eropa, angka insiden hingga 500 per 100.000 populasi dan lebih dari 200 pasien
yang dirawat per 100.000 pasien rawat inap setiap tahunnya.5 Sebagian besar
ledakan (90%) kasus cedera kepala terjadi di negara dengan pendapatan rendah
dan sedang.6 Di Indonesia walaupun belum tersedia data cedera kepala secara
nasional, data pada tahun 2006 menunjukkan cedera dan luka berada di urutan 6
dari total kasus yang masuk rumah sakit di seluruh Indonesia dengan jumlah
mencapai 340.000 kasus. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta pada tahun 2005, terdapat 434 pasien cedera kepala ringan, 315 cedera
kepala sedang dan 28 pasien cedera kepala berat.7 Data di Departemen Saraf
RSCM, pada tahun 2010, jumlah pasien cedera kepala mencapai 186 orang dari
759 pasien rawat inap bagian saraf.8

Cedera kepala diawali dengan insult primer, disebut cedera kepala primer,
menyebabkan berbagai derajat kerusakan sel, yaitu hancurnya integritas , distorsi
dan gangguan metabolisme sel-sel neuron.9 Setelah cedera primer, terjadi cedera
sekunder, merupakan suatu proses perubahan kaskade biokimia otak dan
mekanisme seluler seperti excitotoxicity, serta kerusakan sawar darah otak ( Blood
Brain Barrier/BBB).10 Sejumlah substans terbukti memiliki peranan dalam
kerusakan sel neuron, diantaranya asam amino eksitatori, glutamat, aspartat,
sitokin dan radikal bebas lainnya.10 Pada cedera sekunder, beberapa protein yang
disintesis di sel-sel astroglial atau neuron menjadi petanda Biokimia yang dapat
diperiksa pada kerusakan sel-sel otak. Hal ini dimungkinkan, karena adanya
kerusakan sawar darah otak menyebabkan kebocoran protein dari otak melalui
cairan otak menuju serum atau sebaliknya.11

1 Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


2

Beberapa diantaranya adalah Creatine Kinase isoenzim brain type (CK-BB),


neuron-specifik enolase (NSE), Protein S100B, Glial fibrilaary acidic protein
(GFAP), myelin basic protein (MBP) dan lain lain.11

CKBB dan GFAP merupakan protein yang terdapat di astrosit, kadarnya


meningkat pada jam-jam awal setelah cedera kepala, dan cepat menghilang dalam
darah. NSE suatu bentuk enzim neuronal Glycolitic enzyme enolase yang terdapat
pada sitoplasma neuron, memiliki waktu paruh > 20 jam. Karena waktu paruhnya
yang panjang, peningkatan kadarnya baru terlihat 12 jam setelah trauma.
Peningkatan kadar NSE dalam darah juga ditemukan pada kasus anemia
hemolitik dan tumor paru. MBP ditemukan pada sel-sel oligodendrial, protein ini
sulit dipecah oleh enzim proteinase, sehingga sulit menentukan kadarnya dalam
darah. Protein S100B merupakan protein yang berikatan dengan kalsium pada
sel-sel astroglial jaringan otak. Peningkatan kadar protein S100B dalam serum
disebabkan karena aktivasi kerusakan astrosit dan sel glial, dan kerusakan
integritas sawar darah otak.12Pemilihan protein S100B yang digunakan pada
penelitian ini dibandingkan marker serum yang lain disebabkan keunggulan
protein S100B terutama dalam hal waktu paruhnya, peningkatannya yang stabil
dalam serum, sehingga kadar protein ini dapat segera diperiksa setelah cedera
kepala juga dapat digunakan untuk evaluasi kerusakan otak yang berkelanjutan. 12

Beberapa studi prospektif terakhir, para ahli menghubungkan protein yang


ditemukan pada saat cedera kepala dengan prediksi keluaran pasien. Hal ini
berkaitan dengan banyaknya gangguan neurologis, tingkah laku dan kognitif,
seperti nyeri kepala, gangguan memori, kesulitan konsentrasi, kecemasan dan
depresi pada pasien cedera kepala ringan dan sedang. Pada banyak kasus,
pendekatan klinis dan pemeriksaan CT (Computed Tomography) scan kepala
tidak dapat memprediksi timbulnya gejala-gejala diatas.13 Diantara petanda
biokimia diatas, banyak studi yang menghubungkan protein S100B dengan
cedera kepala dan keluaran pasien. Penelitian Romner dkk14 yang melibatkan 278
pasien cedera otak ringan, sedang, berat dan 110 orang sehat tanpa riwayat
penyakit neurologi. Kadar protein S100B dalam serum diukur pada saat pasien di

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


3

rumah sakit (5 menit – 24 jam pasca trauma) dan CT scan intrakranial dilakukan
dalam waktu 24 jam pasca trauma pada seluruh pasien.

Pasien yang memiliki gambaran patologi intrakranial pada CT scan mengalami


peningkatan kadar protein S100 lebih tinggi secara bermakna bila dibandingkan
pasien dengan gambaran CT scan normal. Selain itu, dari penelitian ini
didapatkan kadar protein S100B pada pasien cedera kepala lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan orang sehat. Townend dkk15, dalam studi prospektifnya
terhadap 148 pasien cedera kepala, menghubungkan kadar protein S100B dengan
Extended Glasgow Outcome Scale (GOSE) 1 bulan menyatakan peningkatan
kadar Protein S100B (nilai cut-off 270 ng/L) dapat menjadi prediktor keluaran
kecacatan sedang dengan sensitivitas 76% dan spesifisitas 69%. Sedangkan
penelitian Imaningdyah16 tahun 2012 di RSCM, yang melibatkan 20 orang sehat,
20 pasien cedera kepala ringan, dan 20 pasien cedera kepala sedang, menyatakan
kadar puncak protein S100B pada 6 jam pasca trauma, kadar protein S100B pada
pasien cedera kepala ringan dan sedang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang sehat, didapatkan nilai titik potong (cut-off) kadar protein pada pasien
cedera kepala ringan dan sedang sebesar 0,403µg/L dengan sensitifitas 70% dan
spesifisitas 80%.

Skala keluaran Glasgow Outcome Scale (GOS) merupakan skala


pengukuran global yang paling banyak digunakan untuk menilai keluaran pada
pasien cedera kepala. Meskipun popularitasnya tinggi, GOS semakin diakui
memiliki keterbatasan dalam menilai fungsi kognitif dan masalah emosional
dibandingkan kondisi fisik. Disamping itu, hasil GOS ditetapkan berdasarkan
wawancara singkat, tidak terstruktur, dan tidak melibatkan protokol tertulis.
Untuk menutupi kekurangan ini, Jennet dkk17 mengusulkan bahwa GOS dapat
diperluas menjadi GOSE (Extended Glasgow Outcome Scale), dengan
mengadopsi format standar untuk wawancara yang digunakan untuk menentukan
hasil. Penelitian ini diajukan untuk melihat prediksi keluaran dalam bentuk Skala
Keluaran GOSE 3 bulan pada pasien cedera kepala ringan dan cedera kepala
sedang yang dihubungkan dengan kadar protein S100B dalam serum darah.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


4

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : apakah terdapat hubungan
antara kadar Protein S100B 6 jam pasca trauma dengan keluaran 3 bulan
pada pasien cedera kepala ringan (CKR) dan cedera kepala sedang (CKS)?
1.3. Hipotesis
Peningkatan kadar Protein S100B dalam serum 6 jam pasca trauma
berhubungan dengan keluaran yang lebih buruk pada pasien CKR dan
CKS 3 bulan pasca trauma.

1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan dan tatalaksana pada pasien cedera kepala
dengan menggunakan parameter diagnostik dan prognostik yang lebih
akurat.

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran faktor demografi (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan) pada pasien cedera kepala ringan dan sedang di RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
2. Mengetahui hubungan antara CKR dan skala keluaran GOSE pada 3
bulan pasca trauma.
3. Mengetahui hubungan antara CKS dan skala keluaran GOSE pada 3
bulan pasca trauma.
4. Mengetahui hubungan antara gambaran CT scan kepala dan skala
keluaran GOSE 3 bulan pasca trauma pada penderita CKR dan CKS.
5. Mengetahui hubungan kadar Protein S100B 6 jam pasca trauma
terhadap skala keluaran GOSE 3 bulan pada penderita CKR dan CKS.

1.5. Manfaat
1.5.1. Bidang Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai nilai diagnostik dan prognostik kadar Protein S100B dalam
serum pada penderita cedera kepala.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


5

1.5.2. Bidang Pendidikan


Sebagai sarana pendidikan dalam melakukan penelitian, melatih berpikir
analitik dan sistematik, serta meningkatkan wawasan pengetahuan tentang
peranan protein S100B dalam patofisiologi cedera kepala.

1.5.3. Bidang Pelayanan


Apabila hipotesis terbukti, protein S100B dapat meningkatkan pelayanan
medis dalam tatalaksana pasien cedera kepala dalam membantu
menegakkan diagnosis tingkat keparahan dan prognostik, terutama bila
tidak tersedia sarana pemeriksaan penunjang yang canggih, seperti CT
scan.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cedera Kepala

2.1.1. Definisi

Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara


langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis
yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik sementara maupun
permanen.18,7 Kerusakan dapat bersifat fokal, terbatas satu daerah di otak, atau
difus, melibatkan lebih dari satu daerah di otak. Cedera kepala dapat merupakan
hasil dari cedera kepala tertutup atau cedera kepala tembus. Cedera kepala
tertutup terjadi jika kepala secara tiba-tiba menghantam suatu obyek dengan keras,
namun obyek tersebut tidak menembus tulang tengkorak. Cedera tembus terjadi
jika obyek menembus tulang tengkorak dan masuk jaringan otak.19

2.1.2 Patofisiologi

Patologi kerusakan otak akibat cedera kepala dapat dikelompokan atas


cedera primer dan cedera sekunder. Cedera kepala primer terjadi pada saat
kejadian, sedangkan cedera sekunder terjadi setelahnya.

2.1.2.1. Cedera Kepala Primer

Mekanisme cedera kepala adalah akibat kontak dan proses


akselerasi/deselerasi. Lesi karena kontak merupakan akibat dari obyek yang
mengenai kepala atau sebaliknya dan menyebabkan efek lokal seperti laserasi
skalp, fraktur tulang tengkorak, perdarahan epidural, kontusio, dan perdarahan
intraserebral.19

Sedangkan, kerusakan akibat gaya akselerasi yang terjadi bergantung pada


tipe, kwantitas, dan lamanya akselerasi dan arah dari gerakan kepala. Akselerasi
ada 3 tipe yaitu : (a) Akselerasi translasional, yang terjadi bila pusat gravitasi otak
(sekitar glandula pineal) bergerak sesuai garis lurus. (b) Akselerasi rotasional,

Universitas Indonesia
6
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
7

terjadi bila ada gerakan disekitar pusat gravitasi, tanpa pusat gravitasi itu sendiri
bergerak. (c) Akselerasi angular, merupakan kombinasi akselerasi translasional
dan akselerasi rotasional.

Studi eksperimental terhadap subhuman primate menunjukkan gaya akselerasi


tanpa benturan dapat menimbulkan kontusio ringan hingga hematoma subdural
tergantung lama dan besarnya gaya.20

Kontusio adalah tipe dari kerusakan otak fokal yang terjadi oleh karena
kontak antara permukaan dari otak dengan tulang protuberansia pada dasar
tengkorak. Berdasarkan adanya kerusakan otak akibat cedera kepala, memiliki
distribusi karateristik yang dapat mengenai lobus frontal, girus orbital, korteks di
atas dan di bawah fissura silvii, lobus temporal dan aspek lateral dan inferior dari
lobus temporal. Permukaan inferior dari hemisfer serebelar juga dapat terkena tapi
frekuensinya lebih jarang. Kontusio yang berat dapat merusak girus dan dapat
meluas sampai ke substansia putih.20 Kontusio memiliki beberapa variasi. Fraktur
kontusio terjadi pada lokasi fraktur dan paling berat jika terjadi pada lobus frontal
yang berhubungan pada fossa anterior; coup kontusio terjadi terjadi pada sisi
benturan tanpa adanya fraktur; countercoup kontusio terjadi pada sisi yang
berlawanan dari benturan; herniasi kontusio terjadi pada area medial dari lobus
temporal yang berkontak dengan ujung bebas dari tentorium atau tonsil serebelar
yang berkontak dengan foramen magnum pada saat terjadinya injury;
intermediary coup kontusio adalah lesi tunggal atau multipel pada struktur yang
lebih dalam dari otak termasuk korpus kalosum, basal ganglia, hipotalamus, dan
batang otak. Gliding kontusio adalah perdarahan fokal pada korteks dan struktur
yang berdekatan dengan substansia putih dan disebabkan oleh rotasi. Gliding
kontusio seringkali tidak simetris dan biasanya merupakan bagian dari cedera
difus baik pada cedera akut vaskuler maupun diffuse axonal injury (DAI).21

Perdarahan intraserebral biasanya terjadi secara multipel dan lebih sering


terjadi pada lobus temporal dan frontal, walaupun mungkin dapat terjadi juga pada
struktur yang lebih dalam dari hemisfer,dan lebih jarang terjadi pada serebelum.
Patogenesisnya masih belum jelas, tetapi diduga akibat langsung dari pecahnya
pembuluh darah pada saat terjadi trauma.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


8

Pada CT scan kepala, dapat dilihat adanya perdarahan pada struktur yang
lebih dalam dari otak. Pada CT scan tampak lesi berdensitas tinggi dengan
minimal atau tidak adanya edema disekelilingnya pada fase akut.7

Pasien dengan tipe perdarahan seperti ini memiliki insiden yang tinggi akibat
gliding kontusio dan DAI. Perdarahan intraserebral pada trauma kepala juga dapat
terjadi akibat adanya gaya akselerasi atau deselerasi, terutama jika perdarahan
terjadi pada lobus frontal inferior atau lobus temporal atau terjadi akibat adanya
penetrasi langsung pada kepala dan pada kasus ini lokasi perdarahan tergantung
pada lokasi penetrasi yang melibatkan pembuluh darah besar.21,22

2.1.2.2. Cedera Kepala Sekunder

Setelah cedera primer dapat terjadi cedera sekunder pada otak, yaitu semua
kejadian atau perubahan yang merupakan beban metabolik baru pada jaringan
yang sudah mengalami cedera.21,22Cedera sekunder menyebabkan kematian sel
neuron melalui mekanisme secondary brain damage dan secondary brain insult.
Secondary brain damage terjadi sesudah aktivasi langsung dari proses imunologi
dan biokimia yang merusak dan berpropagasi secara otomatis. Mediator biokimia
dan inflamasi diantaranya adalah: asidosis laktat, influx kalsium, asam amino
eksitatorik, asam arakhidonat, oksida nitrit, radikal bebas, peroksida lipid,
aktivitas komplemen, sitokin, bradikinin, makrofag, dan pembentukan edema.
Sementra secondary brain insult timbul sebagai akibat dari perburukan sistemik
maupun patofisiologi intrakranial dan memperberat kerusakan neuron. Hal ini
merupakan jalur akhir terjadinya proses iskemia otak. Beberapa gejala yang dapat
timbul adalah hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermia,
hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia, peningkatan tekanan
intrakranial, kejang, vasospasme dan infeksi.22,23

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


9

Gambar. 2.1. Patofisiologi Cedera Kepala Sekunder

Dimodifikasi dari Kossman22

.1.3. Klasifikasi

Berdasarkan patologi, cedera kepala dibedakan menjadi komosio serebri,


kontusio serebri, dan laserasio serebri. Berdasarkan lokasi lesi, dibagi menjadi
2lesi difus, lesi kerusakan vaskuler otak dan lesi fokal. Lesi fokal terbagi
menjadi kontusio, laserasi serebri, dan hematoma intrakranial. Hematoma
intrakranial dapat terbagi lagi menjadi hematoma ekstradural, hematoma subdural
dan hematoma intraparenkimal. Pembagian cedera kepala ringan, sedang dan
berat berdasarkan atas derajat penurunan tingkat kesadaran penderita, serta ada
tidaknya defisit neurologi fokal dengan Skala Koma Glasgow (SKG) dan CT scan
Otak seperti pada Tabel 1. Penderita dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan
dengan SKG 13-15, cedera kepala sedang dengan SKG 9-12, serta cedera kepala
berat dengan SKG ≤ 8. 23,24

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


10

Tabel 2.1. Klasifikasi Penderita Cedera Kepala

CT – Scan
Kategori SKG Gambaran Klinik
Otak

Minimal 15 Pingsan Ө, defisit neurologis Ө Normal

Ringan 13 – 15 Pingsan < 10’, defisit neurologis Ө Normal

Sedang 9 – 12 Pingsan 10’ – 6 j, defisit neurologis Abnormal

Berat 3–8 Pingsan > 6 j, defisit neurologis Abnormal

Dikutip dari : Soertidewi L. Epidemiologi dan patofisiologi cedera kranio-cerebral,


Regional PERDOSI, Mei, 2000.

2.2. Petanda Biokimia pada Cedera Kepala

Bakay dan Ward (1983), menyatakan pemeriksaan petanda biokimia yang


ideal pada serum pasien cedera kepala harus memiliki spesifitas tinggi untuk otak,
sensitivitas yang tinggi pada cedera kepala, ditemukan hanya pada kerusakan
jaringan otak dan waktunya berkaitan dengan kejadian cedera kepala dalam
hitungan jam.12

2.2.1. Creatine Kinase Brain Type (CK-BB)

Di dalam tubuh Creatine Kinase (CK) diidentifikasi terdiri dari 3


isoenzim: tipe otot (CK-MM), tipe jantung (CK-MB) dan tipe otak (CK-BB).

Berat molekul CK-BB berkisar antara 40-53 kDa, dan kadar normal di dalam
darah ± 3.0 µg/L. Di dalam susunan saraf pusat, CK-BB di sekresi di sel-sel
astrosit. CK-BB juga terdapat pada usus besar, prostat, pankreas, hati dan limpa.
Kadar enzim di organ tersebut sangat rendah dibandingkan di otak, sehingga
secara klinis tidak bermakna. Kadar level serum CK-BB meningkat pada jam
pertama setelah cedera dan menurun dengan cepat ke kadar normal. Bakay dan
Ward, melakukan penelitian pada 60 pasien cedera kepala ringan, menyimpulkan
adanya hubungan yang lemah antara CK-BB dan beratnya cedera dengan

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


11

menggunakan indeks SKG. Begitu pula dengan Skogseid, menyatakan tidak ada
hubungan antara kadar CK-BB dan temuan pada CT scan kepala.12

2.2.2. Neuron-Specific Enolase (NSE)

Enolase adalah suatu bentuk enzim neuronal Glycolitic enzyme enolase,


yang dibutuhkan untuk konversi anaerobik dari glukosa ke metabolit yang
dibutuhkan untuk proses oksidasi. Enolase tampil dalam 3 bentuk isoform
(bentuk sama, letak berbeda) yang dibedakan secara imunologik, yaitu subunit α,
β dan γ. Bentuk isoform γγ dan αγ ditemukan pada sel neuron, jaringan neuro
endokrin dan sebagai precursor uptake amine pada degradasi jaringan Tumor.
NSE berada di sitoplasma neuron dan diduga terlibat dalam peningkatan klorida
neuronal pada saat akitivitas sel saraf. Berat molekul NSE 78 kDa, dengan waktu
paruh > 20 jam, dan batas patologis pada kadar > 10µg/L. NSE pada awalnya
sebagai penanda yang menjanjikan dari segi teoretikal, umumnya sebagai marker
sel neuron daripada sel Glial dan tingkat spesifik yang tinggi pada otak. Namun,
pada penelitian selanjutnya, hasil menunjukkan hal yang bertolak belakang. NSE
tidak mempunyai nilai prediksi yang bermakna terhadap tingkat keparahan cedera
ataupun keluaran hasil terapi. Walaupun beberapa studi menunjukkan adanya
korelasi antara tingkat kadar NSE dan keluaran klinis pada cedera kepala berat,
lainnya tidak menunjukkan korelasi. Sebagai penanda serum sel otak mempunyai
bias pada kasus Hemolisis, dikarenakan sel-sel eritrosit manusia mempunyai
kandungan NSE yang tinggi. NSE juga digunakan sebagai penanda tumor marker,
seperti kasus kanker paru, neuroblastoma dan melanoma.25,26

2.2.3. Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP)

GFAP pertama kali diisolasi tahun 1971 dan hanya ditemukan pada sel
glial di SSP. GFAP dikatakan spesifik secara tegas pada kerusakan jaringan di
otak, dan protein ini adalah bagian besar pada sitoskeleton dari sel astrosit.

Missler dkk, melaporkan pertama kali dalam penelitiannya bahwa mereka


menemukan serum GFAP pada 10 dari 70 pasien dengan donor yang sehat
(sebaran 0.002-0.049 µg/L). Sementara terdeteksi pada 12 dari 25 pasien dengan
cedera kepala (rerata konsentrasi 0.1±0,18 µg/L) . Sebagai catatan, peningkatan

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


12

kadar protein ini ditemukan pada tiga jam pertama pada pasien cedera kepala,
menunjukkan kadarnya cepat menurun dalam darah setelah peningkatannya.
Voes dkk, menunjukkan bahwa serum GFAP mempunyai nilai prediksi keluaran
pasien pasca trauma kepala berat memiliki kadar yang tinggi (>1.5 µg/L)
menyebabkan kematian atau keluaran yang buruk. Pelinka dkk, dan Nylen dkk,
mendokumentasikan hubungan antara kadar GFAP dengan beratnya cedera dan
keluaran pada cedera kepala.27,28

2.2.4. Myelin Basic protein (MBP)

Myelin Basic Protein ditemukan pada sel-sel oligodendrial. Selubung


Mielin terdiri dari beberapa struktur protein termasuk MBP, proteolipid protein
(PLP), myelin oligodendrocyte-specifik protein (MOSP) dan myelin-associated
glycoprotein (MAG). MBP menjadi molekul yang terbanyak dalam selubung
mielin sebanyak 30% protein mielin. Pada cedera kepala, studi menunjukkan
adanya peningkatan proses demielinisasi pada kehilangan massa putih otak yang
berkepanjangan dan menetap dalam jam-jam terjadinya cedera. Thomas dkk,
menemukan rerata konsentrasi MBP pada pasien dengan cedera kepala berat
meningkat pada waktu masuk dan menetap hingga 2 minggu. Mereka juga
menunjukkan kadar yang tinggi pada 2-6 hari setelah cedera empunyai korelasi
dengan keluaran pasien yang buruk. Secara in vivo, protein ini sulit dipecah oleh
enzim proteinase, menyebabkan sulitnya membuat antibodi, sehingga kesulitan
menentukan kadarnya dalam darah dengan cara imunologik.11,12

2.2.5. Protein S100

Keluarga Protein S100 terbagi dalam subgrup besar berdasarkan ikatan


kalsium dengan tangan ES-hands (EF) grup protein. Dinamakan S100 karena larut
dalam amonium sulfat 100% pada pH netral. Pertama kali diidentifikasi oleh
Moore dalam otak sapi pada tahun1965.28 Protein ini merupakan protein pengikat
kalsium asidik dengan berat molekul 10-12 kDa dan memiliki 2 tangan EF yang
masing masing terdiri dari 2 lilitan yang terikat pada 1 cincin dalam domain N-
dan C- terminal seperti terlihat dalam gambar 2. 29

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


13

Gambar 2.2. Struktur dimer Protein S100.

Dimodifikasi dari Heizzman dan Fritz29

Protein S100 terdiri dari dua protein yang berbeda yaitu protein S100β
dan S100α. Protein yang ditemukan di sel glial dan sel schwan merupakan
protein S100β sehingga spesifik untuk protein otak, sedangkan protein S100α
terdapat di dalam otot polos, jantung dan ginjal. Dengan identifikasi lokasi
kromosom dari sembilan anggota keluarga protein S100 yaitu protein S100A1
sampai S100A9 pada lengan panjang kromosom 1 manusia lokus 21 (lq21), maka
istilah protein S100α berubah menjadi S100A1, dan protein S100β berubah
menjadi S100B karena letaknya pada lengan panjang kromosom 21 manusia lokus
22(21q22).30

Menurut Zimmer dkk31 fungsi protein S100B belum diketahui, tetapi


diduga berperanan dalam transduksi sinyal yang menghambat fosforilasi protein,
mengatur aktivitas enzim, dan berperanan dalam keseimbangan kalsium. Pada
beberapa studi, sekresi protein S100B oleh sel glial dapat memiliki efek tropik
dan toksik tergantung kadarnya. Pada kadar nanomolar, protein ini mempunyai
efek neurotropik dan neuroprotektif, seperti menstimulasi perkembangan neurite
di dalam neuron korteks serebri dan meningkatkan pertahanan hidup neuron, serta
pemulihan setelah cedera. Pada kadar mikromolar, protein ini memiliki efek
neurotoksik melalui induksi kematian sel neuron. Pada kadar ini, protein S100B
in vitro menstimulasi ekspresi sitokin proinflamasi dan memicu apooptosis dalam
neurons. Protein S100B berperan dalam perubahan neuropatologik akibat

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


14

neurodegenerasi dan atau brain inflammatory disease melalui aktivasi sel


mikroglial.

Ketika terjadi cedera, maka respons awal dari sel glial adalah sekresi protein
S100B. Kadar tinggi protein S100B dapat menyebabkan kematian neuron akibat
pelepasan nitric oxide dari astrosit.

2.2.5.1. Hubungan Protein S100B dengan Kelainan Neurologis

Protein S100B terutama diproduksi di sel-sel astrosit dalam susunan saraf


pusat, peningkatan sekresinya menunjukkan aktivasi astrosit. Sekresinya
meningkat seiring respon sel-sel glial akibat adanya gangguan metabolik pada
kondisi, seperti cedera kepala, kerusakan sawar darah otak dan iskemia.32 Pada
cedera kepala terjadi peningkatan kadar protein S100B dalam serum yang
disebabkan karena aktivasi kerusakan astrosit dan sel glial, dan kerusakan
integritas sawar darah otak (blood-brain barrier/BBB). Berdasarkan anatomi dan
fisiologi, sawar darah otak/BBB terdiri dari mikrovaskuler yang melekat erat pada
sel endothelial otak dan dihubungkan oleh tight junction. Fungsi dari sawar darah
otak adalah mencegah pertemuan molekul yang berasal dari serum dengan
molekul yang berasal dari otak atau sistem saraf pusat. 32

Pada gambar 3. menunjukkan mekanisme peningkatan kadar protein


S100B dalam serum akibat dari kerusakan neuron menyebabkan kerusakan
integritas BBB dan kerusakan integritas BBB yang terjadi sebelum kerusakan
neuron.32

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


15

Gambar 2.3. Mekanisme peningkatan kadar protein S100B serum pada CK

Dimodifikasi dari Marchi et al32

Beberapa studi menunjukkan peningkatan serum protein S100B pada


beberapa kasus dengan edema otak, kontusio serebri, perdarahan subaraknoid
traumatik ataupun spontan, perdarahan subdural dan epidural. Sedangkan, studi
menggunakan binatang percobaan menunjukkan protein S100B kurang memiliki
peranan pada kasus difuse acute injury (DAI).33Pada penelitian Imaningdyah16,
didapatkan kadar puncaknya tercapai pada 6 jam pasca trauma, dan terjadi
penurunan pada 24 jam pasca trauma. Kadar protein S100B kembali normal
dalam waktu 48 jam pertama pasca trauma.

Steiner dkk34, menunjukkan peranan dan karakteristik S100B pada


gangguan neurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimer dan amyotrophic lateral
sclerosis. Liu dkk35, membuktikan bahwa protein S100B berperan penting
patogenesis penyakit Parkinson. Beberapa studi menunjukkan peranan protein
S100B pada penyakit stroke. Beberapa laporan juga menemukan adanya
peningkatan protein S100B pada gangguan otak yang disebabkan hiperamonemia
pada hepatic encephalopathy. 36

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


16

2.2.5.2. Hubungan Protein S100B dengan kelainan lainnya.

Beberapa keadaan lain yang dapat meningkatkan kadar protein S100


adalah fraktur multipel, Down’s syndrome, melanoma malignant, kelainan ginjal,
dan kehamilan.37

Peningkatan kadar protein S100B pada fraktur disebabkan karena sekresi


berlebih protein tersebut oleh beberapa tulang yang mengalami fraktur, serta
jaringan lunak, adiposit dan otot yang rusak.34 Kromosom 21 pada Down’s
syndrome diidentifikasi sebagai kromosom yang mengkode sekresi sintesis
protein S100B.37 Sel-sel melanoma pada melanoma malignant juga dapat
mensekresi protein S100B.38 Oleh karena disekresi di ginjal, pada pasien kelainan
ginjal akan terjadi ekskresi berlebih protein S100B.38 Pada penelitian lain protein
S100 B juga ditemukan pada amnion, trofoblas dan sel desidua membran janin,
serta sel endotel pembuluh darah umbilikalis semua usia kehamilan.40

2.3. Skala Keluaran Glasgow (GLASGOW OUTCOME SCALE /GOS)

Keluaran (outcome) didefinisikan sebagai sebuah perubahan menjadi


kondisi tertentu yang dihasilkan dari sebuah proses yang terjadi. Kata keluaran
digunakan untuk sequale, konsekuensi, dan hasil akhir yang terjadi akibat cedera
kepala. Keluaran setelah cedera kepala ditentukan berbagai faktor, seperti faktor
personal pasien sebelum kecelakaan, luasnya cedera kepala, keadaan klinis akibat
cedera kepala sekunder, pengobatan yang diberikan, intervensi selama rehabilitasi
dan faktor lingkungan lainnya.41

Pengukuran keluaran dari cedera kepala dilakukan menggunakan skala


pengukuran yang beragam. Skala Keluaran Glasgow ( Glasgow Outcome
Scale/GOS) adalah pengukuran yang paling banyak digunakan pada cedera kepala
traumatik. GOS diperkenalkan oleh Jennet dan Bond pada tahun 1975 untuk
memberikan sistem klasifikasi yang dapat mendeskripsikan berbagai tipe keluaran
pada pasien cedera kepala. Berikut adalah kategorisasi GOS:42,43

1. Meninggal
2. Vegetative state

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


17

Tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan, tidak terdapat respon. Pasien


tidak mampu memberikan respon. Pasien yang dapat mematuhi perintah
sederhana atau tidak dapat mengucapkan kata-kata.. Pasien bernafas
spontan, terdapat periode buka mata spontan ketika mengikuti benda
bergerak dengan matanya, menunjukkan respon refleks kedua lengan dan
tungkainya (terhadap postural atau stimulus nyeri), dan dapat menelan
makanan yang diletakkan ke dalam mulutnya.
3. Kecacatan berat
Dapat mengikuti perintah, tidak dapat hidup mandiri. Hal tersebut
mengindikasikan pasien sadar namun memerlukan bantuan dari orang lain
untuk beberapa aktivitas sehari-hari. Mulai dari bergantung penuh terus-
menerus (makan dan mandi) sampai memerlukan bantuan hanya 1
aktivitas seperti berpakaian, turun dari tempat tidur atau keluar rumah,
atau belanja. Kerapkali ketergantungan disebabkan kombinasi cacat fisik
dan mental, karena jika terdapat cacat fisik berat pasca cedera kepala perlu
dipertimbangkan defisit mental.
4. Kecacatan sedang
Dapat hidup mandiri, tidak dapat kembali bekerja atau sekolah. Pasien
dapat mengurus diri sendiri di rumah, keluar rumah dan belanja, dan
bepergian dengan transportasi umum. Namun, beberapa aktivitas
sebelumnya, seperti bekerja atau kehidupan sosial, tidak memungkinkan
akibat defisit fisik atau mental.
5. Sembuh baik
Dapat kembali bekerja atau sekolah. Hal tersebut mengindikaskan pasien
dapat melanjutkan kembali pekerjaan normal dan kegiatan sosial,
walaupun terdapat defisit fisik atau mental minor.
Kategori GOS mulai dari sembuh baik (GOS 5) hingga meninggal (GOS
1). Banyak peneliti telah menggunakan GOS sebagai pengukuran utama keluaran
karena dapat mendeskripsikan secara umum keluaran dari pasien. Choi dan
kawan kawan (1983), Narayan dan kawan kawan (1981), dan Young dan kawan
kawan (1981) membuat kategori keluaran baik dan buruk. Keluaran baik terdiri
dari kategori sembuh atau kecacatan sedang, keluaran buruk pada pasien yang

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


18

mengalami kecacatan berat hingga meninggal. Cacat berat fisik dan mental
meliputi gangguan kognitif, tingkah laku dan keterbatasan fisik. 44

Berbagai gejala neuropsikiatri yang timbul berhubungan dengan trauma


kepala meliputi gangguan kognitif, gangguan mood, anxietas, psikosis dan
problem tingkah laku. Hal ini dapat mengganggu program rehabilitasi,
kemampuan untuk kembali bekerja dan hubungan sosial.GOS diterima luas
sebagai standar penilaian keluaran pada cedera kepala. Diperlukan penilaian GOS
pada 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan setelah cedera. Keluaran pasien cedera
kepala merupakan hasil dari proses dinamik yang tergantung waktu.45 Sebagian
besar pasien cedera kepala sedang mengalami kesembuhan yang baik atau
kecacatan sedang. Berdasarkan penelitian Stein dan Ross46, GOS 6 bulan
diperoleh > 87% dari 447 kasus. Enam puluh persen pasien sembuh baik, dan
26% mengalami kecacatan sedang. Kira-kira 7% pasien mengalami kecacatan
berat, dan kombinasi kasus vegetative dan meninggal ± 7% dari keseluruhan.

Dari laporan Rimel46, walaupun 38% pasien mengalami kesembuhan yang baik
dalam 3 bulan setelah kecelakaan, hanya 4% bebas gejala, dan 31% pasien yang
dapat kembali bekerja.

Pada tahun 1981, Jenneth17 dkk, mengusulkan bahwa GOS dapat diperluas
dengan membagi tiga skala diatas menjadi “lebih baik” dan “lebih buruk”
seperti terlihat pada tabel 2. Delapan kategori, Skala Keluaran Glasgow yang
diperluas (Extended Glasgow Outcome Scale/GOSE), memberikan penilaian yang
lebih rinci berkaitan dengan faktor neurologis, neuropsikologis, emosi dan
aktivitas sehari-hari. Meskipun demikian, masih banyak keterbatasan GOS dan
GOSE dalam pengukuran keluaran pada pasien-pasien cedera kepala. Saat ini
kekurangan dari pengukuran dapat diatasi dengan menggunakan format standar
untuk wawancara yang digunakan untuk menentukan hasil. Satu set pedoman
wawancara terstruktur diuraikan dan diarahkan pada masalah utama yang dihadapi
dalam menerapkan GOSE. Beberapa studi menunjukkan hubungan yang
bermakna antara pengukuran GOSE dengan menggunakan pedoman ini dengan
gangguan kecacatan fisik, kognitif dan mental pada pasien-pasien cedera kepala.46

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


19

Tabel 2.2. GOSE (Extended Glasgow Outcome Scale)

Dimodifikasi dari Willson, Pettigrew dan Teasdale17

1. Meninggal M
2. Kondisi vegetative KV
3. Kecacatan berat kategori bawah KB-
4. Kecacatan berat kategori atas KB+
5. Kecacatan sedang kategori bawah KS-
6. Kecacatan sedang kategori atas KS+
7. Pemulihan baik kategori bawah PB-
8. Pemulihan kategori atas PB+

2.3.1. Hubungan GOSE dengan Protein S100B

Beberapa studi klinik menemukan hubungan antara kadar protein S100B


dengan keluaran pasien. Woertgen dkk47,menemukan kadar protein serum S100B
> 2 µg/L dalam waktu 1-6 jam pada cedera otak berat menjadi prediktor sensitif
untuk keluaran yang buruk. Raabe dkk48, mengevaluasi kadar protein S100B
sampai 10 hari, dan menilai keluaran dalam 6 bulan kemudian; dengan cut-off
kadar protein S100B 2,5µg/L ditemukan spesifisitas 97% dan sensitivitas 44%
untuk memprediksi keluaran yang buruk. Townennd dkk16, dalam studi
prospektif nya terhadap 148 pasien cedera kepala, menghubungkan kadar Protein
S100B dengan GOSE selama 1 bulan menyatakan peningkatan kadar protein,
menggunakan nilai cut-off 0,27 µg/L, dapat menjadi prediktor keluaran
kecacatan sedang (GOSE<7) dengan sensitivitas 76% dan spesifisitas 72%.. Nilai
cut-off yang digunakan bervariasi pada beberapa studi, Imaningdyah14 di RSCM
(tahun 2012) menggunakan kadar protein S100B 0,403 µg/L untuk
mambandingkan cedera kepala ringan dan cedera kepala sedang.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


2.4. KERANGKA TEORI 20

Cedera Kepala

Cedera sekunder
Cedera primer
anemia hipotensi
Cedera vaskuler hipoksia

Perdarahan vasospasme
Hematoma subaraknoid

Edema vasogenik
komosio Mediator
(glutamat) Edema sitotoksik
kontusio
Transport aksonal
DAI terganggu apoptosis

Kerusakan pompa Ca
Ca intersel ↑

hiperglikemia TIK ↑

CPP↓

CBF↓

Iskemia serebral

Kerusakan otak/Gangguan Sawar Darah Otak

Fraktur Multipel Peningkatan


protein S100B Keterangan
Stroke
Onset 6 Jam DAI: Diffuse Axonal Injury
Alzheimer
TIK: Tekanan Intra Kranial
GOSE 3 bulan
Parkinson
CPP: Central perfusion pressure
Melanoma
CBF: Cerebral Blood Flow
malignant

Kehamilan
Universitas Indonesia
Gangguan Ginjal
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
21

2.6. KERANGKA KONSEP

CEDERA KEPALA

ANAMNESIS, PEMERIKSAAN
FISIK DAN GAMBARAN CT
SCAN KEPALA

RINGAN SEDANG BERAT

PROTEIN S100B
HIPOKSIA 6 JAM

HIPOTENSI PASCA TRAUMA

HIPERGLIKEMIA

ANEMIA

GOSE 3 BULAN

= Faktor-faktor yang tidak diteliti

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


22

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif analitik. Data dikumpulkan secara
prospektif. Penderita cedera kepala ringan dan sedang yang dirawat di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dievaluasi dalam jangka waktu 3 bulan
pasca perawatan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2013,
pengambilan data dilakukan setelah mendapat persetujuan komite etik
FKUI.

3.3. Populasi dan Sampel


Populasi target adalah semua individu yang telah didiagnosis cedera
kepala. Populasi terjangkau adalah semua individu yang telah didiagnosis
cedera kepala yang datang berobat ke RSUPN Dr. Cipto Magunkusumo
dan masuk dalam kriteria inklusi selama periode penelitian. Subjek
penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
bersedia ikut dalam penelitian.

3.4. Kriteria Penelitian


3.4.1. Kriteria Inklusi:
- Pasien cedera kepala ringan dan sedang
- Onset kurang dari 6 jam pasca trauma
- Usia 15 – 60 tahun
- Bersedia mengikuti penelitian
3.4.2. Kriteria Eksklusi
- Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan kadar protein S100B
penyakit Parkinson, kehamilan, kelainan ginjal dan melanoma
malignant.

Universitas Indonesia

22 FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto,
23

- Komplikasi sekunder pada trauma: anemia, hipotensi, hipoksia, dan


hiperglikemia
3.4.3. Kriteria Drop out
- Pasien dikatakan drop out jika pasien lost to follow up(pasien tidak
dapat dihubungi untuk wawancara/alamat pasien tidak ditemukan)

3.5. Teknik Pengambilan Sampel


3.5.1. Estimasi Besar Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dipergunakan rumus berikut:

Perhitungan sample untuk uji hipotesis terhadap 2 proprosi pada 2 kelompok tidak
berpasangan

P1 = proporsi efek standar (dari pustaka) = kelompok S-100B < 0,27 yang
mempunyai GOSE > 4 = 74/118 = 0,63

P2 = proporsi efek yang diteliti (dari pustaka) = kelompok S-100B >=0,27yang


mempunyai GOSE <=4 = 14/118 = 0,12

P =1/2 (P1+P2) = 0,375

Q1 =1-P1= 0,37

Q2 = 1-P2=0,88

Q=1/2 (q1+q2)= 0,625

Alfa = tingkat kemaknaan = 0.05 ; Z alfa = 1,96

Beta = power penelitian =10%; Z beta = 0,842

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


24

n1=n2=( 1,96 ( 2(0,375x0,625))+0,842 ( ((0,63x0,37)+(0,88x0,12))2 / (0,63-


0,12)

n = (1,342 + 0,431/ 0,41)2

n = (4,32) 2 = 18,68

Jumlah sample yang dibutuhkan dengan kemungkinan drop out 10%

18,68+ 1,868 = 20,54 =21

n= n1+n2= 21+21=42 sampel

3.5.2 Teknik Pemilihan Subyek


Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara konsekutif. Sampel
penelitian adalah semua cedera kepala ringan dan sedang yang datang berobat ke
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak
memenuhi kriteria ekslusi.

3.6. Cara Kerja

1. Semua pasien cedera kepala yang datang berobat ke IGD atau ruang
perawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dilakukan anamnesis dan
identifikasi catatan medis berupa karakteristik penyandang (jenis kelamin,
usia dan tingkat pendidikan), lama penurunan kesadaran, gangguan
neurologis.
2. Dilakukan pemeriksaan fisik umum (tekanan darah, nadi, pernapasan) dan
pemeriksaan neurologi rutin.
3. Dilakukan pemeriksaan CT scan kepala non kontras dengan Bone
Window.
4. Setiap subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan
pemeriksaan kadar Protein S100B serum darah tepi.
5. Evaluasi GOSE dilakukan 3 bulan setelah perawatan.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


25

3.7. Identifikasi variabel


Variabel yang digunakan adalah:
1. Variabel tergantung: keluaran pasien cedera kepala ringan dan sedang
berdasarkan skala GOSE
2. Variabel bebas: kadar Protein S100B

3.8. Batasan operasional


Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik yang temporer maupun
permanen.
Cedera kepala ringan berdasarkan PERDOSSI adalah pasien yang berdasarkan
derajat kesadaran Skala Koma Glasgow dan gambaran klinik memiliki kriteria
cedera otak ringan yaitu SKG 13-15, pingsan < 10 menit, tidak terjadi
hemiparesis atau kejang atau amnesia, dan hasil CT scan otak normal
Cedera kepala sedang berdasarkan PERDOSSI adalah pasien yang
berdasarkan derajat kesadaran Skala Koma Glasgow dan gambaran klinik
memiliki kriteria cedera otak sedang yaitu SKG 9-12, pingsan selama 10
menit sampai 6 jam, terjadi hemiparesis atau kejang atau amnesia, dan hasil
CT scan otak abnormal
Nilai SKG 9-12, 13-15 adalah nilai total pemeriksaan neurologis pasca
trauma yang meliputi respon motorik, verbal, dan mata saat pasien tiba di
rumah sakit.
CT scan normal adalah tidak ditemukannya tanda perdarahan, infark, edema,
kontusio otak dan frakter tulang tengkorak kepala pada gambaran CT scan
CT scan abnormal adalah ditemukannya tanda perdarahan, infark, edema,
kontusio otak dan atau fraktur tulang tengkorak kepala pada gambaran CT
scan.
Protein S100B serum adalah kadar Protein S100B darah yang didapat
melalui pemeriksaan serum darah vena penderita cedera kepala ringan dan
sedang.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


26

Kadar protein S100B tinggi bila kadarnya ≥ 0,403 µg/Lpada 6 jam pasca
trauma
Kadar protein S100B rendah bila kadarnya <0,403 µg/L pada 6 jam pasca
trauma

Skala Koma Glasgow adalah suatu sistem skor sederhana yang dapat
dipergunakan untuk menilai derajat kesadaran seseorang. Mencakup 3
komponen yaitu respon membuka mata, respon motorik, dan respon verbal.
GOSE (Glasgow Outcome Scale Extended) adalah skala keluaran fungsional
yang mengukur status pasien dalam salah satu kategori: meninggal, keadaan
vegetatif, kecacatan berat, kecacatan sedang, atau dalam pemulihan baik,
yang didapat melalui wawancarat terstruktur dengan menggunakan
kuesioner.
Nilai GOSE < 7 menunjukkan keluaran fungsional yang buruk pada cedera
kepala ringan dan sedang.
Nilai GOSE≥ 7 menunjukkan keluaran fungsional yang baik pada cedera
kepala ringan dan sedang.
Fraktur Multipel, dikatakan bila ditemukan garis patah lebih dari satu tapi
pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur
femur dan sebagainya.
Penyakit Alzeimer, dikatakan alzeimer bila dari anamnesis didapat keluhan
gangguan memori dan minimal 1 gangguan pada domain kognitif lain yang
muncul bertahap dan progresif yang muncul setelah usia 40 tahun.
Penyakit Parkinson adalah pasien yang memiliki minimal 2 dari gejala
utama tremor istirahat, rigiditas, bradikinesia atau intabilitas postural.
Stroke, adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan gangguan
pembuluh darah otak dengan gejala dan tanda sesuai daerah fokal otak yang
terganggu, dan dari gambaran CT scandidapatkan infark sesuai PACI
(Parsial Anterior Circulation Infarc), TACI (Total Anterior Circulation
Infarc)
Anemia hemoragik jika kadar hemoglobin < 10 mg/dl karena perdarahan.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


27

Gangguan ginjal berdasarkan nilai kreatinin, dianggap normal berdasarkan


nilai rujukan Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM adalah untuk laki-
laki 0,8-1,3 mg/dl dan wanita 0,6-1,2 mg/dl.
Hiperglikemi, dikatakan hiperglikemia bila kadar gula darah sewaktu pasien
yang diperiksa > 200 mg/dl.

Melanoma malignant bila pasien pernah didiagnosis melanoma atau kanker


kulit (terdapat bintik/tahi lalat berpigmen yang ukurannya makin membesar)
Hipotensi bila pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah sistolik < 90
mmHg.
Hipoksia, bila pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nadi > 100x
menit, frekuensi nafas >20x menit dan saturasi oksigen < 95% dengan
menggunakan pulse oxymeter

3.9 Bahan penelitian


Bahan penelitian berupa darah tanpa antikoagulan (beku) sebanyak 3 cc
setelah 6 jam pasca trauma untuk pemeriksaan kadar protein S100B, dengan
menggunakan venoject dan diperiksa di laboratorium Patologi Klinik
FKUI/RSCM.

3.10. Pengolahan data


Pengumpulan data dilakukan secara manual dengan menggunakan
formulir penelitian yang telah disediakan. Formulir evaluasi GOSE yang akan
digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu divalidasi dengan menggunakan 20
subjek normal.

Setiap pertanyaan dalam kuesioner divalidasi dengan menggunakan uji


Pearson. Pertanyaan dianggap valid jika p < 0,05 dan dianggap tidak valid jika p>
0,05. Pasien dengan protein S100B kemudian dibagi menjadi 2 kategori yaitu
protein S100B < 0,403 µg/L dan protein S100B ≥ 0,403 µg/L. Keluaran pasien
pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu GOSE< 7 dan GOSE ≥ 7.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


28

Jika sebaran normal digunakan uji Chi square. Jika sebaran tidak normal
digunakan uji Fisher untuk table 2x2 dan uji kolmogrov Smirnov untuk table
2xk.Analisa ROC didapatkan dengan menggunakan Microsoft Excel dengan
memasukkan nilai protein S100B dalam angka dan kelompok keluaran pasien
cedera kepala ringan dan sedang dalam skala GOSE.

3.11. Masalah etika

Semua responden penelitian terlebih dahulu mendapat penjelasan secara lisan


tentang tujuan, cara kerja, dan manfaat penelitian. Bila memahami dan setuju
untuk ikut penelitian, kemudian diminta menadatangani izin penelitian. Penelitian
dilakukan berdasarkan etika penelitian kesehatan yaitu:

1. Dilakukan dengan sukarela setelah mendapatkan penjelasan tentang


penelitian (tujuan, cara dan manfaat ) dengan menandatangani lembar
persetujuan (informed consent).
2. Identitas responden dan data - data hasil penelitian dirahasiakan.
3. Penelitian akan dinilai oleh Komite Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


29

3.12. Kerangka Operasional

Pasien Cedera Kepala Ringan dan Sedang


yang Datang ke IGD RSUPNCM

Kriteria Eksklusi

Memenuhi Kriteria Inklusi

PENGAMBILAN DATA:

 Identitas
 Usia
 Pendidikan
 Anamnesis dan riwayat catatan medik, PF umum dan
neurologis, Ro kepala, CT scan tanpa kontras dengan bone
windowdan laboratorium
 Pemeriksaan Serum Protein S100B 6 jam pasca trauma

Keluaran berdasarkan Skala GOSE 3 Bulan

Analisa data

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


30

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian di RSCM Jakarta tahun


2013 tentang Protein S100B pada pasien CKR dan CKS16. Pada penelitian ini,
dilakukan pengumpulan data 3 bulan sesudah onset cedera kepala untuk
mengetahui keluaran pasien berdasarkan skala GOSE.

4.1 Karakteristik Umum

Dari total 40 subyek yang direkrut ke dalam penelitian, 5 subyek terpaksa


dikeluarkan dari penelitian ini karena tidak dapat dihubungi sesudah pulang dari
rawat inap.

Pada Tabel 4.1, terlihat adanya perbedaan sebaran jenis kelamin dari
subyek penelitian, dimana subyek berjenis kelamin laki-laki berjumlah lebih
banyak (65.7%) dibandingkan subyek berjenis kelamin perempuan. Dilihat dari
sebaran usia, jumlah subyek penelitian antar kelompok usia didapatkan sebagian
besar (45.7%) pasien merupakan kelompok usia 15-20 tahun. Median dari usia
subyek penelitian adalah 25.63 tahun, dengan kisaran 15 - 58 tahun. Terkait
tingkat pendidikan, didapatkan proporsi subyek penelitian yang bertingkat
pendidikan tamat SMA (48.6%) lebih banyak dibandingkan tingkat pendidikan
perguruan tinggi (40%) dan SMP (11.4%)

30 Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


31

Tabel 4.1 Sebaran karakteristik demografis subyek

Karakteristik demografis Jumlah Persentase

Jenis kelamin

Laki-laki 23 65.7
Perempuan
12 34.3

Usia

15-20 tahun 16 45.7


21-40 tahun
41-60 tahun 15 42.9
31
4 11.4

Tingkat pendidikan

SD 0 0
SMP
SMA 4 11.4
Perguruan Tinggi
17 48.6

14 40

4.2 Karakteristik Medis


30
Selanjutnya akan dibahas sebaran subyek berdasarkan karakteristik medis
pasien. Pada penelitian ini didapatkan jumlah subyek 18 pasien CKS (51.4%) dan
17 pasien CKR (48.6%). Apabila dilihat dari gambaran CT scan pada gambar 4.
sebagian besar subyek memiliki gambaran CT scan normal (54,3%). Selain itu
didapatkan 3 pasien (8.6%) dengan gambaran EDH, 1 pasien (2.9%) dengan
gambaran SDH, 1 pasien (2.9%) dengan gambaran ICH, 4 pasien (11.4%) dengan
gambaran SAH , 3 pasien (8,67%) dengan gambaran kontusio serebri, dan 5
pasien (14,3%) dengan gambaran fraktur basis..

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


32

60
54.3

50

40

30

20
11.4 11.4
8.6 8.6
10
2.9 2.9

0
normal EDH SDH ICH SAH kontusio fraktur
basis

Gambar 4.1. Sebaran gambaran CT scan kepala

Berdasarkan kadar protein S100B pada didapatkan lebih banyak subyek


yang memiliki kadar protein S100B < 0.403 µg/L yaitu 19 subyek (54.3%)
dibandingkan kadar protein S100B >= 0.403 µg/L sebanyak 16 subyek (45.7%).
Nilai cut-off protein S100B pada penelitian ini menggunakan hasil penelitian
sebelumnya di RSCM Jakarta tahun 2013 yaitu 0.403 µg/L.

Pada gambar 5. dapat dilihat dari keluaran pasien, sebagian besar subyek
memiliki GOSE >= 7 yaitu sebanyak 25 pasien (71.4%).

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


33

Keluaran
28.60%

GOSE >= 7
71.40%
GOSE <7

Gambar 4.2. Sebaran keluaran pasien

4.3 Hubungan derajat cedera kepala dengan GOSE

Pada tabel 4.2 dapat dilihat hubungan yang berma kna secara statistik
antara derajat cedera kepala dengan dengan GOSE (uji Fisher, p value 0.000, RR
19,90 95% confidence interval 3,97-99,72) dimana seluruh pasien dengan cedera
kepala ringan memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar (55.6%) pasien dengan
cedera kepala sedang memiliki GOSE < 7.

Tabel 4. 2 Hubungan derajat cedera kepala dengan GOSE

Derajat cedera GOSE P value RR 95% CI


kepala
<7 >=7

CKS 10 (55,6) 8 (44,4%)

CKR 0 17 (100%) 0.000* 19,90 3,97 – 99,72

* uji Fisher

4.4 Hubungan CT scan kepala dengan GOSE

Pada tabel 4.3 dapat dilihat ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara gambaran CT scan dengan GOSE( uji Fisher, p value 0.000, RR
24,71 95% confidence interval 5,29-115,43 ) dimana seluruh pasien dengan CT

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


34

scan normal memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar pasien dengan gambaran
CT scan EDH, ICH, SAH dan kontusio memiliki GOSE < 7.

Tabel 4.3 Hubungan CT scan kepala dengan GOSE

CT scan kepala GOSE P value RR 95% CI

<7 >=7

Abnormal 10 (62.5%) 6 (37.5%) 0.000* 24,71 5,29-115,43

Normal 0 19 (100%)

4.5 Hubungan kadar protein S100B dengan GOSE

Pada tabel 4.4 dapat dilihat ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara kadar protein S100B dengan GOSE (uji Fisher, p value 0.000,
RR 24.71, 95% confidence interval 5,29-115,43) dimana seluruh pasien dengan
kadar protein S100B < 0.403 µg/l memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar
(62.5%) pasien dengan kadar protein S100B >= 0.403 mcg/l memiliki GOSE < 7.

Tabel 4.4 Hubungan kadar protein S100 B dengan GOSE

Protein s 100 B GOSE P value RR 95% CI


(µg/l)
<7 >=7

>= 0.403 µg/l 10 (62.5%) 6 (37.5%) 0.000* 24,71 5,29-115,43

< 0.403 µg/l 0 19 (100%)

* uji Fisher

Berdasarkan penelitian ini, didapatkan sensitivisitas dan spesifisitas


protein S100B dalam memprediksi keluaran pasien berdasarkan skor GOSE
secara berturut-turut adalah 100% dan 76%.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


35

BAB 5
PEMBAHASAN

Pengumpulan data dilaksanakan dalam kurun waktu tiga bulan guna


mencari hubungan antara kadar pemeriksaan S100B dengan keluaran pasien
dengan cedera kepala berdasarkan skala GOSE.

5.1 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melibatkan pasien dengan cedera


kepala ringan dan sedang tanpa melibatkan pasien cedera kepala berat. Sebagian
besar data subyek pasien pada penelitian ini menggunakan data pada penelitian
protein S100B sebelumnya yang dilakukan di RSCM16.

5.2 Kekuatan penelitian

Kekuatan penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian yang


prospektif untuk melihat keluaran pasien 3 bulan setelah onset trauma kepala,
menggunakan pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala pada setiap subyek
penelitian serta menggunakan skala keluaran yang praktis, mudah digunakan oleh
siapa saja namun memberikan penilaian yang lebih rinci berkaitan dengan faktor
neurologis, neuropsikologis, emosi dan aktivitas sehari-hari yaitu skala GOSE.

5.3 Karakteristik demografis

Pada penelitian ini didapatkan 17 pasien CKR dan 18 pasien CKS yang
terdiri dari 23 laki-laki dan 12 perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain.
Pada penelitian Hermann M dkk49 dikatakan prevalensi laki-laki pada cedera
kepala adalah 81%, penelitian Townend dkk15 dengan prevalensi laki-laki 63%,
penelitian Vos PE dkk50 dengan prevalensi laki-laki 72%, penelitian Saleh Ahmad
dkk51 dengan prevalensi laki-laki 70%, penelitian Bousard dkk52 dengan
prevalensi laki-laki 60%, penelitian Maaty HI dkk55 dengan prevalensi laki-laki

35 Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


36

77%, penelitian Topolovec Vranic dkk56 dengan prevalensi laki-laki 63%. Tinggi
angka kejadian cedera kepala pada laki-laki ini diduga karena aktivitas laki-laki
lebih banyak diluar rumah dan mobilitas yang tinggi sehingga meningkatkan
risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan yang berhubungan dengan
pekerjaan.

Median usia pasien cedera kepala ringan 25,88 tahun (rentang 15 – 58


tahun), dan pasien cedera kepala sedang 25.39 tahun (rentang 15 – 51 tahun).
Kelompok usia yang paling banyak dijumpai dalam penelitian ini adalah 15-20
tahun dan kelompok terbanyak kedua adalah 21-40 tahun. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang menyebutkan kelompok terbanyak yang mengalami cedera
49
kepala adalah kelompok usia produktif. Pada penelitian Hermann M dkk
dikatakan median usia yang mengalami cedera kepala 30 tahun, penelitian
Townend dkk 15 dengan rata-rata usia pasien cedera kepala 37.4 tahun, penelitian
Vos PE dkk 50 dengan median usia pasien cedera kepala 47 tahun, penelitian Saleh
Ahmad dkk dengan rata-rata usia pasien cedera kepala 38.8 tahun, penelitian
Bousard CN dkk dengan rata-rata usia pasien cedera kepala 37.2 tahun dan
51
penelitian Topolovec Vranic dkk dengan rata-rata usia pasien cedera kepala
39.4 tahun. Tingginya angka kejadian trauma kepala pada kelompok usia
produktif ini berkaitan dengan tingginya mobilitas pada usia ini. Tingkat
pendidikan subyek pada penelitian ini yang terbanyak adalah SMA. Hal ini sesuai
52
dengan penelitian Bousard CN dkk yang menyebutkan bahwa rata-rata pasien
dengan cedera kepala memiliki tingkat pendidikan 12.45 tahun dan pada
penelitian Topolovec Vranic dkk56 yang menyebutkan bahwa pasien cedera
kepala rata-rata memiliki tingkat pendidikan selama 14.5 tahun.

5.4 Karakteristik medis

Pada penelitian ini awalnya didapatkan jumlah subyek yang sama antara
cedera kepala ringan dan cedera kepala sedang yaitu sebanyak 20 orang per
kelompok namun ada beberapa subyek yang tidak bisa dihubungi setelah pulang
dari perawatan yaitu sebanyak 3 orang pada pasien CKR dan 2 orang pada pasien

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


37

dengan CKS sehingga jumlah subyek pada penelitian ini menjadi 17 pasien CKR
dan 18 pasien CKS.

Dari gambaran CT scan pada penelitian ini sebagian besar normal. Hal ini
sesuai dengan penelitian pada cedera kepala ringan. Beberapa penelitian
membahas hubungan CT scan pada pasien trauma kepala. Pada penelitian
Hermann M dkk 49 dikatakan 25% pasien menunjukkan kontusio serebri dan 16%
55
menunjukkan SDH atau EDH, serta penelitian Maaty dkk dikatakan 60% CT
scan pada pasien cedera kepala adalah normal.

Seluruh pasien yang berhasil difollow up 3 bulan setelah onset cedera


kepala secara umum menunjukkan keluaran berkisar dari kecacatan sedang
kategori atas (GOSE 6) hingga pemulihan baik kategori atas (GOSE 8).

5.5 Hubungan derajat cedera kepala dengan GOSE

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera
kepala dan GOSE. Derajat cedera kepala biasanya ditentukan dengan presentasi
klinis pasien saat tiba di unit gawat darurat seperti penggunaan Skala koma
Glasgow. Gejala neuro psikiatri yang timbul berhubungan dengan trauma kepala
pada cedera kepala ringan meliputi gangguan kognitif, gangguan mood, anxietas,
psikosis dan problem tingkah laku. Hal ini dapat mengganggu program
rehabilitasi, kemampuan untuk kembali bekerja dan hubungan sosial. Patofisiologi
yang diduga berperan diduga berhubungan dengan abnormalitas sawar darah otak
yang disebabkan lesi prekontusio yang tidak bisa dideteksi oleh pemeriksaan
MRI atau CT scan kepala.52

Pada penelitian Ingebrigsten14 yang meneliti CT scan dan kadar protein


S100B pada pasien cedera kepala dengan GCS 13-15, menemukan bahwa pada
67% pasien dengan CT scan normal menunjukkan post concussion syndrome,
sedangkan hanya 36% dari pasien dengan kadar protein S100B normal yang
mengeluhkan post concussion syndrome. Penelitian ini menyatakan bahwa kadar
protein S100B menunjukkan informasi yang lebih akurat mengenai adanya

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


38

kerusakan otak difus paska trauma dan bisa menjadi prediktor timbulnya post
concussion syndrome.57

Penelitian Savola58 dkk pada 172 pasien cedera kepala dengan GCS 13-
15, kadar protein S100B yang meningkat (nilai cut-off 0.5 µg/L) ditemukan hanya
sekitar 27% dari pasien yang mengalami post concussion syndrome. 57

Penelitian Rothoerl58 dkk membandingkan kadar protein S100B pada


pasien dengan cedera kepala ringan dan berat menunjukkan bahwa semua pasien
cedera kepala ringan dengan kadar protein S100B normal (nilai cut-off 0.35 µg/L)
memiliki keluaran yang baik.57

Penelitian De Kruijk58 dkk pada 103 pasien cedera kepala dengan eksklusi
pasien dengan multitrauma dan intoksikasi alkohol mendapatkan hasil seluruh
pasien dengan tanpa gejala dan kadar protein S 100B normal (nilai cutt-off 0.3
µg/L) menunjukkan keluaran yang baik setelah 6 bulan.57

Penelitian Stranjalis58 dkk menggunakan analisis multivariate hubungan


faktor usia, jenis kelamin, riwayat kehilangan kesadaran, amnesia, pekerjaan dan
kadar protein S100B pada pasien simple head injury (GCS 15) mendapatkan hasil
bahwa kadar S100B menjadi prediktor kemampuan untuk kembali ke pekerjaan
semula setelah 1 minggu.

Sebagian besar pasien cedera kepala sedang mengalami kesembuhan yang


baik atau kecacatan sedang. Berdasarkan penelitian Stein dan Ross46, GOS 6
bulan diperoleh > 87% dari 447 kasus. Enam puluh persen pasien sembuh baik,
dan 26% mengalami kecacatan sedang. Kira-kira 7% pasien mengalami kecacatan
berat, dan kombinasi kasus vegetative dan meninggal ± 7% dari keseluruhan. Dari
laporan Rimel46, walaupun 38% pasien mengalami kesembuhan yang baik dalam
3 bulan setelah kecelakaan, hanya 4% bebas gejala, dan 31% pasien yang dapat
kembali bekerja.

Berbagai penelitian diatas menunjukkan bahwa pada pasien dengan cedera


kepala ringan dan sedang, peningkatan kadar protein S100B berkaitan dengan
keluaran. Kadar protein S100B dapat digunakan untuk membedakan pasien cedera

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


39

kepala yang membutuhkan pengawasan, perawatan dirumah sakit atau


pemeriksaan lebih lanjut seperti CT scan atau MRI dan untuk membantu
membedakan pasien yang lebih mungkin mengeluhkan post concussion syndrome
dan kemampuan mereka untuk kembali bekerja seperti sebelum terjadinya
kecelakaan.57

5.6 Hubungan CT scan kepala dengan GOSE

Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara gambaran


CT scan kepala dengan GOSE (p value 0.000), dimana seluruh pasien dengan CT
scan normal memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar pasien dengan gambaran
EDH, ICH, SAH dan kontusio memiliki GOSE < 7. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jerstad dkk49 yang melakukan penelitian pada 87
pasien dengan cedera kepala berat di Norwegia dimana ditemukan bahwa pasien
dengan kelainan baik lesi fokal maupun diffuse axonal injury pada CT scan
memiliki keluaran yang lebih buruk dalam 6 bulan.48

Proses cedera kepala primer merupakan proses langsung yang terjadi saat
cedera yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik yang membentur kepala,
dapat dikelompokan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Lesi fokal khas
berhubungan dengan benturan kepala yang menyebabkan fraktur tulang
tengkorak, komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, perdarahan subarachnoid, cedera akson dan laserasi. Lesi fokal dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan
progresifitasnya. 48

Apabila dianalisa lebih lanjut, pada hasil penelitian ini terdapat 4 orang
subyek dengan CT scan normal yang memiliki kadar protein tinggi (S100B ≥
0.403 µg/L). Keempat pasien ini semuanya menunjukkan GOSE ≥ 7. Namun jika
dibandingkan dengan pasien lain yang memiliki CT scan normal dan protein
rendah, maka 4 pasien diatas memiliki skala GOSE 7 (pemulihan baik kategori
bawah), sedangkan pasien lainnya menunjukkan skala GOSE 8 (pemulihan baik

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


40

kategori atas). Hasil ini menunjukkan protein S100B lebih sensitif dalam
meperkirakan keluaran jangka panjang pasien dibandingkan CT scan kepala.

Disisi lain terdapat 6 pasien dengan CT scan tidak normal yang


menunjukkan protein S100B rendah (S100B < 0.403 ug/L) yaitu 3 subyek dengan
fraktur basis kranii, 1 pasien dengan SDH, 1 pasien dengan EDH dan 1 pasien
dengan SAH disertai kontusio. Dari 6 pasien diatas, 5 pasien memiliki keluaran
yang baik (GOSE ≥ 7), sedangkan 1 pasien dengan EDH tidak dapat dievaluasi
karena drop out. Subyek dengan gambaran CT scan EDH, SDH dan fraktur basis
kranii dapat memiliki kadar protein S100B yang rendah, hal ini dapat disebabkan
karena direct brain tissue injury yang minimal ataupun kemungkinan faktor lain
seperti adanya hambatan di sawar darah otak, gangguan sirkulasi ataupun adanya
substrat inhibitor yang menyebabkan peningkatakan protein S100B di cairan
liquor otak tidak dapat terdeteksi pada serum darah perifer .58

5.7 Hubungan kadar protein S100B dengan GOSE

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara kadar protein
S100B dengan GOSE (p value 0.000,). Hal ini sesuai dengan studi prospektif
Townend et al di 4 rumah sakit di Manchester, Inggris tahun 200215 , terhadap
148 pasien cedera kepala, menghubungkan kadar protein S100B dengan GOSE 1
bulan menyatakan peningkatan kadar Protein S100B (nilai cutt-off 0,27 µg/L)
dapat menjadi prediktor keluaran kecacatan sedang dengan sensitivitas 76% dan
spesifisitas 69%.

Woertgen dkk47 tahun 2002, menemukan kadar protein serum S100B > 2
µg/L dalam waktu 1-6 jam pada cedera otak berat menjadi prediktor sensitif untuk
keluaran yang buruk. Raabe dkk48, mengevaluasi kadar protein S100B sampai 10
hari, dan menilai keluaran dalam 6 bulan kemudian; dengan cut-off kadar protein
S100B 2,5µg/L ditemukan spesifisitas 97% dan sensitivitas 44% untuk
memprediksi keluaran yang buruk.

Nilai cut-off yang digunakan bervariasi pada studi di RSCM tahun 2013
menggunakan kadar protein S100B 0,403 µg/L untuk membandingkan cedera
kepala ringan dan cedera kepala sedang.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


41

Cedera sekunder menyebabkan kematian neuron secara langsung melalui


mekanisme disrupsi jaringan otak atau program kematian sel melalui mekanisme
tunda. Mekanisme sekunder ini dapat dibagi dalam 2 komponen : secondary brain
damage dan secondary brain insult. 30

Secondary brain damage terjadi sesudah aktivasi langsung dari proses


imunologi dan biokimia yang merusak dan berpropagasi secara otomatis.
Mediator biokimia dan inflamasi pada Secondary brain damage ini terdiri dari:
asidosis laktat, influk kalsium, asam amino eksitatorik, asam arakhidonat, oksida
nitrit, radikal bebas, peroksidasi lipid, sitokin, bradikinin, makrofag, pembentukan
edema. 33
Secondary brain insult timbul sebagai akibat dari perburukan sistemik
maupun patofisiologi intra kranial dan memperberat kerusakan neuron yang sudah
didapat saat cedera primer. Hal ini merupakan jalur umum final proses iskemia
otak. Proses secondary brain damage dan insult ini bisa dideteksi dengan
menggunakan beberapa petanda inflamasi diserum.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


42

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian terhadap 17 pasien CKR dan 18 pasien CKS


pada pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat RSCM. Penelitian menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan karakteristik demografi, kelompok yang terbanyak pada pasien


CKR dan CKS di RSUPN Cipto Mangun kusumo adalah jenis kelamin laki-
laki, usia 15-20 tahun dan tingkat pendidikan SMA.
2. Derajat cedera kepala memiliki pengaruh kuat terhadap keluaran yang diukur
dengan skala GOSE, dimana pasien CKS memperlihatkan keluaran yang
buruk dibandingkan pasien CKR.
3. CT scan kepala merupakan prediktor kuat terhadap keluaran yang diukur
dengan skala GOSE, dimana pasien dengan gambaran CT scan kepala
abnormal memperlihatkan keluaran yang buruk.
4. Protein S100B merupakan prediktor yang sensitif terhadap keluaran, dimana
pasien dengan protein S100B tinggi memperlihatkan keluaran yang buruk
dibandingkan pasien dengan kadar protein S100B rendah.

6.2 Saran

1. Protein S100B mungkin dapat digunakan sebagai standar


operasional prosedur pelayanan pada pasien cedera kepala sebagai
alat bantu prognostik, terutama jika tidak terdapat pemeriksaan penunjang
pencitraan seperti CT scan
2. Perlu dilakukan penelitian Protein S100B lebih lanjut dengan jumlah sampel
yang lebih besar dan melibatkan cedera kepala berat.

42
Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


43

DAFTAR PUSTAKA

1. Steyerberg EW, Mushkudiani N, Perel P, et al. Predicting outcome after


traumatic brain injury:development and international validation of prognostic
scores based on admission characteristics. PLoS Med 5(8): e165,2008
2. Perel P, Wasserberg J, Ravi RR, et al. Prognosis following head injury:a
survey of doctors from developing and developed countries. J of Evaluation in
Clin Pract 2007;13:464-5
3. Mushkudiani NA, Hukkelhoven CWPM, Hernandez AV, et al. A systematic
review finds methodological improvements necessary for prognostic models
in determining traumatic brain injury outcomes. J of Clin Epidemiol
2008;61:331-43
4. MRC CRASH Trial Collaborators. Predicting outcome after traumatic brain
injury:practical prognostic models based on large cohort of international
patients. BMJ 2008;336:425-9
5. Spencer D.C, Karceski S, About Trauma Brain Injury, Pub.Journal AAN,
2010
6. Wade DT, King NS, WendenFJ,et. al. Routine follow up after head injury: a
second radomised trial. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1998;65: 177-83
7. Soertidewi et al. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma
spinal.;2006 ; Jakarta. PERDOSSI 2006
8. Database divisi Neurotrauma Departemen Neurologi RSCM 2012.
9. Adam RD, Victor M, Craniocerebral Trauma. Dalam Principles of Neurology
5thed New York .McGraw HILL 1993;35; 749-75
10. Kelly F et al. General Principles of Head Injury in Neurotrauma. USA;
McGraw Hill. 1996: 71-101
11. Bakay RA, Ward AAJ. Enzymatic change in serum and cerebrospinal fluid in
head injury. J Neurosurg. 1986; 18:376-382
12. Ingebrigsten T, Romner B. Biochemical Serum Marker of TBI. The J of
Trauma 2002; 52:798-808
13. B. Tomer, Kyriacou DN, Segal J, Bajarian J. Serum Biochemical Markers for
Post-Concussion Syndrome in Patients with Mild Traumatic Brain Injury. J
Neurotrauma. 2006; 23: 1201-1208
14. Romner B, Ingebrigtsen T, Kongstad P. Traumatica brain damage: serum S-
100 protein measurements related to neuroradiological findings. J
Neurotrauma. 2000; 17(8):641-7
15. Townend WJ, Martin B, Yates DW. Head Injury outcome prediction in the
emergency department: a role for protein S 100B J Neurol Neurosurg
Psychiatri 2002;73:542-546
16. Imaningdyah A, Suryaatmadja M, Soertidewi L: Protein S100 sebagai Petanda
kerusakan otak pada cedera otak ringan dan sedang. FKUI-RSCM 2012.
17. Wilson JTL, Pettigrew LEL, Teasdale GM. Structured Interviews for the
Glasgow Outcome Scale and the GOSE: Guidelines for their use. J of
Neurotrauma 1998; 573-585

43 Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


44

18. Teasdale G, Mathew P. Mechanism of cerebral concussion, contusion, and


other effects of head injury. In neurological Surgery 4th ed. W.B. Saunders
coy, USA 1996;3: 1533-48
19. Narayan RJK, Wilberger JE, Povlishock JT, Neuropathology of Head Injury,
in Neurotrauma. 1996: p43-56
20. Ashley mark. Principles of Cognitif Rehabilitation: An Integrative approach.
In Traumatic Brain Injury, Rehabilitative Treatment and Case Management;
2004. P337-57
21. McIntosh TK, Juhler M, Raghupati R, Secondary Brain Injury: Neurochemical
and Celluler mediators, In: Marion D W, Traumatic Brain Injury, New York,
1999; 39-55
22. Kossman MCM, Inflamatory Response Traumatic Brain Injury: An Overview
for The New Millennium, In: Rothwell N, Lodddick S, Immune and
inflammatory responses in the nervous system, Oxford University Press, 2002;
106-26
23. Misbach J, Patofisiologi dan penatalaksanaan Medik Trauma Kapitis Berat.
Simposium trauma kapitis ditinjau dari beberapa aspek, Jakarta, 1995.
24. Soertidewi L, Epidemiologi dan Patofisiologi Cedera Kranio-Cerebral,
Regional PERDOSI, Mei, 2000.
25. Marangos PJ, Parma AM et al. Functionaal properties of neuronal and
glialisoenzymes of brain enolase. Journal of neurochemistry, 31, 1978: 727-
32
26. Royds JA, Davies-jones GA et al. Enolaseisoenzymes in the CSF of Patiens
with disease of the nervous system. Journal of Neurology, Neurosurgery, and
Psychiatry 1983;46: 1031-36
27. Metting Z, Wilczak N, Rodiger LA et al. GFAP and S100B in the acute phase
of mild traumatic brain injury. Journal of AAN 2012; 78:1428-1433
28. Maaty HB, Sabry JH, El-Shabrawy. The predictability of at Admission Serum
GFAP and S100 protein level for the outcome of TBI patients. Egypt Journal
of Neuro Surgery 2011; 26:79-90
29. Heizmann CW, Fritz g, Schafer BW. S100 proteins: structure, functions and
pathology. Front Biosci.2002;7:d1356-8
30. Vos P, Lamers sc, Hendriks J, Haaren MV, Zimmerman C, et.alGlial and
neuronal protein in serum predict outcome after severe traumatic brain injury.
Neurology. 2004;62:1303-10
31. Zimmer DB, Cornwall EH, Landar a, Song W. The S100 protein family:
history, function, and expression. Brain res Bull. 1995;37(4):417-29
32. Marchi N et al.Peripher markers of blood brain damage. Clin Chim acta. 2004;
342:1-12.
33. Anczykowski G, Kaczmarek J, Jankowski R, Guzniczak P. The reference
level of serum s100B protein for poor prognosis in patients with intracranial
extracerebralhematoma. J of Clin Chem 2011.
34. Steiner J, Bogert B, Bernstein HG:S100B protein in neurodegenerative
disorders. Clin Chem 2011;49:409-24
35. Liu et al: S100B transgenic mice develop features of Parkinson’s disease.
Arch Med Res. 2011;42:1-7

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


45

36. Beer C, Blacker d, bynevelt M, Hankey GJ, Puddey IB: Systemic markers of
inflammation are independently associated with S100B concentration. J
Neuroinflamation.2010 ;7:71
37. Rothermundt M, Peters M, Prehn JHM, Arolt V. S100B in brain damage and
neurodegeneration. Microsc Res Tech. 2003;60:614-32
38. Routsi C, Stamataki E, Nanas S, Psachoulia C, Sthatopoulus A, Koroneos A,
et al. Increased level of serum S100B protein in critically ill patients without
brain injury. Shock. 2006;26(1):20-4
39. Tarhini AA, Stuckers J, Lee S, Sander C, Kirkwood JM. Prognostic
significance of serum S100B protein in high risk surgically resected
melanoma patients. J ClinOncol. 2009;27(1):38-44
40. Michettia F, Gazzolo D. S100B testing in pregnancy. Clin Chim acta.
2003;335:1-7
41. Johnson U, Nilsson P, Ronne-Engstorm E, Howellls T. Favorable outcome in
traumatic brain injury with impaired cerebral pressure autoregulation.
Neurosurgery. 2011 Mar;68(3):714-21
42. Mc.Nett M. A review of predictive ability of Glasgow Coma Scale Scores in
head
injured patient, J. Neurosci Nurs. 2007; 39(2):68-75.

43. Carrion L. Methods and tools for the assessment of outcome after brain injury
rehabilitation. In: Brain injury treatment theories and practices, Great Britain
2006: 331-53
44. Butcher I, Maas AIR, Lu J, et al. Prognostic value of admission blood pressure
in traumatic brain injury:results from the IMPACT study. J of Neurotrauma
2007,24(2):294-302
45. Fabbri A, Servadei F, Marchesini G, et al. Early predictors of unfavourable
outcome in subjects with moderate head injury in the emergency department. J
Neurol. Neurosurg. Psychiatry 2008;79:567-73
46. Wilson JTL, Pettigrew LEL, Teasdale GM. Emotional and cognitive
consequences of head injury in relation to the Glasgow Outcome scale. J of
Neurotrauma 2000;69:204-209
47. Kapural M, Krizanac-Bengez L, Barnet G, Perl J, Masaryk T, Apollo D, et.al.
Serum S100B as a possible of blood-brain marker disruption. Brain
Res.2002;940:102-4
48. Yardan T, Erenler AK, Baydin A, Aydin K, Cokluk C. Usefulness of 100B
protein in neurological disorders. J Pak Med Assoc. 2011;61(3):276-81
49. Herrmann M et al. Release of biochemical markers of damage to neuronal and
glial brain tissue is associated with short and long term neuropsychological
outcome after traumatic brain injury. J NeurolNeurosurg Psychiatry
2001;70:95–100
50. Vos PE et al. GFAP and S100B are biomarkers of traumatic brain injury.
Neurology 2010;75;1786
51. Saleh A, Sallam K, Abadier M, Al-Kholy AK. Serum S100B and Neuron-
Specific Enolase as Predictors of The Neurologic Disability Status after
Traumatic Brain Injury. Egypt J. Neurol. Psychiat. Neurosurg. Vol. 44 (1), Jan
2007

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


46

52. Bousard CN. S 100 and cognitive impairment after mild traumatic brain
injury. J Rehabil Med 2005; 37: 53–57.
53. AnczykowskiG ,Kaczmarek J , Jankowski R , Guzniczak P. The reference
level of S 100 B protein for poor prognosis in patient with intracranial
hematoma. JIFCC 2002:2:1
54. Woo-Youl Jang et al. Serum S-100B Protein as a Prognostic Factor in Patients
with Severe Head Injury. J Korean Neurosurg Soc 39 :2006: 271-6
55. Maaty HI, Sabry JH, El-Shabrawy DA. The Predictability of at Admission
Serum GFAP and S100 protein Levels for the Outcome of Traumatic Brain
Injury Patients. Egy. J. Neur. Surg., 26(1). 71-90
56. Topolovec-Vranic et al. The Value of Serum Biomarkers in Prediction Models
of Outcome After Mild Traumatic Brain Injury. J of Trauma Injury, Infection,
and Critical Care Volume 71(5) Suppl 1, November, 2011
57. Ayman EA, Galhom MD, Omar EW danAlshatory HA. Serum S100 Protein
as a predictor of long outcome in mild and moderate traumatic brain injury.
Med J Cairo Univ, Vol 81 no2 March 1-7, 2013.
58. Unden J. Bellner J, Astrand R dan Romner B. Serum S100 B levels in
patients with epidural haematomas. Brit J of Neurosurgery, February 2005;
19(1): 43 – 45

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


47

Lampiran 1: Lembar Informasi dan Persetujuan Subyek Penelitian

LEMBAR INFORMASI SUBYEK PENELITIAN

Judul Penelitian:
Hubungan antara Kadar Protein S100B dengan keluaran pasien cedera kepala ringan dan
sedang
Peneliti :
dr. Mery Krismanto
Telepon:
+62 21 84975419, 081511458209

Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam
arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Jika Anda menolak, keputusan tersebut tidak
akan mempengaruhi layanan terapi Anda di RSUPNCM atau peluang Anda berpartisipasi dalam
penelitian lainnya.
Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan
manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan tujuan
penelitian ini dan memberikan consent form untuk dibaca. Anda tidak harus memberikan
keputusan saat ini juga, consent form dapat Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan
keluarga, sahabat atau dokter Anda.
Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir ini. Mohon
menanyakan kepada dokter atau staf peneliti apapun yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-
istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk
berpartisipasi, Anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada
Anda.
Apa tujuan penelitian ini?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar serum protein S100B dengan keluaran
pada pasien cedera kepala. Dengan pemeriksaan serum ini diharapkan dapat memprediksi tingkat
keparahan dan keluaran pasien akibat cedera kepala. Selanjutnya dapat dilakukan tatalaksana yang
tepat dan rehabilitasi dini untuk perbaikan fungsi neuropsikologis jangka panjang.
Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?
Anda diminta berpartisipasi karena Anda memenuhi kriteria inklusi.

Apa yang harus saya lakukan?


Anda diminta menjawab beberapa pertanyaan dalam bentuk kuesioner dengan metode wawancara
pasca perawatan untuk mengikuti penelitian.
Bagaimana dengan biaya pemeriksaan laboratorium kadar protein serum darah S100B
pada penelitian ini ??

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


48

Pasien tidak dikenakan biaya pemeriksaan laboratorium kadar protein S100B dalam
penelitian ini. Seluruh biaya pemeriksaan kadar protein serum S100B ditanggung oleh
peneliti.
Apa yang terjadi bilamana saya memutuskan tidak ikut dalam penelitian ini?
Jika Anda menolak berpartisipasi, Anda tidak akan kehilangan akses apapun terhadap terapi saat
ini maupun di masa datang.
Bagaimana dengan kerahasiaan data dalam penelitian?
Peneliti dan staf akan menyimpan informasi tentang Anda dengan rahasia, data akan disimpan
dalam lemari yang terkunci di dalam ruangan terkunci.
Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang
hak-hak saya sebagai subyek penelitian?
Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau hak-hak
sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti.
Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah dijawab, dan Anda
memutuskan untuk berpartisipasi. Tanda tangan Anda juga berarti Anda mengizinkan RSCM
untuk menggunakan informasi kesehatan Anda untuk tujuan penelitian dalam institusi kami, dan
membuka informasi tersebut kepada organisasi atau orang yang terlibat dalam penelitian ini.
Salinan dari consent form ini akan diberikan kepada Anda.

Nama partisipan Tandatangan Tanggal

Nama peneliti Tandatangan Tanggal

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


49

Lampiran 2: Lembar Data Penelitian

FORMULIR PENGISIAN PASIEN

Tanggal pemeriksaan :

Data Demografi

No. Register / RM :

Nama :

Tanggal Lahir/Usia :

Alamat :

Telpon :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Suku :

Pekerjaan : 1. Tidak bekerja/ Ibu Rumah Tangga 2. Pegawai Negeri

3. Swasta 4. Pensiunan

Pendidikan : 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SMP

4. SMA 5. Akademi/ Sarjana

Status pernikahan : 1. Belum menikah 2. Menikah 3.Bercerai

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


50

PASCA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT


WAWANCARA TERSTRUKTUR UNTUK GOSE

Responden 0= pasien sendiri 1= saudara/teman/pengasuh sendiri 2 = pasien dengan


saudara/teman/pengasuh

Kesadaran:

1. Apakah pasien dapat menjalankan perintah sederhana atau berbicara?


Ya Tidak (KV)

Keterangan: Setiap orang yang mempunyai kemampuan menjalankan perintah yang sederhanapun
atau mengucapkan kata apapun atau berkomunikasi dengan cara lain tidak dapat dikatakan berada
dalam konsidi vegetatif. Gerakan mata tidak dapat digunakan sebagai tanda adanya respons yang
berarti. Kuatkan pendapat Anda dengan masukkan dari staf perawat atau pengasuh
lain.Konfirmasi KV membutuhkan penilaian penuh.

Kemandirian di rumah:

2a. Apakah bantuan orang lain di rumah sangat dibutuhkan setiap hari untuk beberapa kegiatan
sehari-hari?
Ya Tidak bila tidak lihat nomor 3
Keterangan: bila jawabannya TIDAK orang tersebut harus mampu mengurus dirinya di rumah
selama 24 jam bila perlu, walaupun pada kenyataannya pasien mungkin tidak perlu mengurus
dirinya sendiri. Kemandirian termasuk kemampuan merencanakan dan melakukan kegiatan
berikut: membersihkan diri, mengenakan pakaian bersih tanpa disuruh, menyiapkan makanan
untuk diri sendiri, menerima tamu dan mengatasi krisis/ masalah rumah tangga kecil. Orang itu
harus mempunyai kemampuan untuk menjalankan aktivitas tanpa disuruh atau diingatkan and
harus mampu ditinggalkan sendiri sepanjang malam.

2b. Apakah pasien sering memerlukan bantuan sehingga harus selalu ada orang lain di dekatnya
di rumah?
Ya (KB bawah) Tidak (KB atas)

Keterangan: Bila jawabannya TIDAK orang itu harus mampu mengurus diri sendiri
sepanjang hari sampai 8 jam di rumah bila perlu, walaupun dalam kenyataannya pasien
mungkin tidak perlu mengurus dirinya sendiri.

2c. Apakah pasien tersebut terbiasa mandiri di rumah sebelum terjadi cedera?
Ya Tidak

Kemandirian di luar rumah :

3a. Apakah pasien mampu berbelanja tanpa bantuan?


Ya Tidak (SD atas)
Keterangan: ini termasuk kemampuan merencanakan apa yang akan dibeli, mengatur uang sendiri
dan berlaku dengan pantas di tempat umum. Mungkin biasanya pasien tidak belanja sendiri tetapi
pasien harus mampu melakukannya.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


51

3b. Apakah sebelum menderita cedera di kepala pasien mampu berbelanja sendiri tanpa
bantuan?
Ya Tidak

4a. Apakah pasien mampu melakukan perjalanan lokal tanpa bantuan?


Ya Tidak (KB Atas)

Keterangan: pasien mungkin menyopir sendiri atau menggunakan transportasi umum untuk
bepergian. Kemampuan menggunakan taksi sudah cukup bila orang itu mampu memesan taksi
lewat telepon dan memberikan instruksi pada supir taksi.

4b. Apakah pasien mampu melakukan perjalanan lokal tanpa bantuan sebelum cedera?

Pekerjaan :

5a. Apakah pada saat ini kemampuannya bekerja (atau mengurus orang lain di rumah) sama
seperti sebelum pasien cedera?
Ya bila YA lihat no 6 Tidak

5b. Sejauh mana keterbatasannya?


a. Kemampuan bekerja berkurang a. (KS Atas)
b. Hanya mampu bekerja dalam tempat bekerja b. (KS Bawah)
Terlindung/khusus atau pekerjaan tanpa tekanan/kompetisi atau

pada saat ini tidak mampu bekerja.

5c. Apakah tingkat keterbatasan merupakan perubahan dari keadaan sebelum mengalami cedera?
Ya Tidak

Aktivitas Sosial dan rekreasi

6a. Apakah pasien mampu meneruskan aktivitas sosial dan rekreasi di luar rumah seperti
sebelum mengalami cedera?
Ya bila YA lihat no 7 Tidak
Keterangan: pasien tidak perlu meneruskan semua kegiatan sosial dan rekreasi, tetapi tidak
terhalang untuk melakukannya karena cedera fisik atau mental. Bila pasien tidak meneruskan
sebagian besar kegiatan karena kehilangan minat atau motivasi, maka keadaan ini dianggap
sebagai kekecacatan.

6b. Sejauh apa keterbatasan pasien melakukan kegiatan sosial dan rekreasi?
a. Berpartisipasi kurang sedikit : paling tidak 50% dari kegiatan sebelum mengalami cedera
a (PB Bawah)
b. Berpartisipasi jauh lebih kurang: kurang dari 50% dari kegiatan sebelum mengalami
cedera b (KS Atas)
c. Tidak mampu berpartisipasi: jarang bahkan tidak pernah berpartisipasi
c (KS bawah)

6c. Apakah perubahan dalam keterbatasan terlibat dalam kegiatan sosial dan rekreasi normal di
luar rumah menunjukkan perubahan sebelum pasien mengalami cedera?
Ya Tidak

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


52

Keluarga dan pertemanan :

7a. Apakah terjadi masalah dalam hubungan kekeluargaan atau pertemanan karena masalah
psikologis?
Ya Tidak bila TIDAK lihat no 8
Catatan: Perubahan dalam kepribadian pasca-trauma adalah cepat marah, cepat tersinggung,
ketakutan, tidak peka terhadap orang lain, perubahan dalam perasaan yg terus berubah,
tidak menggunakan akal sehat, atau keprebadiaan kekanak-kanakan.

7b. Seberapa sering masalah tersebut timbul?


a. Kadang-kadang - kurang dari seminggu sekali a. (PB bawah)
b. Sering – sekali seminggu atau lebih tapi tidak dapat ditoleransi b. (KS atas)
c. Selalu – setiap hari dan tidak dapat ditolerir c. (KS bawah)

7c. Apakah tingkat terjadinya masalah atau ketegangan menandai suatu perubahan sebelum
terjadi cedera.

YA TIDAK

Catatan: bila sudah terdapat masalah sebelum cedera dan menjadi makin serius sejak cedera,
jawablah YA.

Kembali pada kehidupan normal :

8a. Apakah ada masalah lain akibat cedera di kepala pada saat ini yang mengubah kehidupan
sehari-hari ?
Ya (PB bawah) Tidak (PB atas)

Catatan: masalah khusus lain yg terjadi setelah terjadi cedera di kepala: sakit kepala, pusing
berputar-putar, kepekaan pada cahaya ataupun bunyi, kelambanan, berkurangnya ingatan, dan
kesukaran berkonsentrasi.

8b. Bila terdapat masalah yang sama seperti sebelum cedera di kepala, apakah masalah tersebut
menjadi lebih buruk?
Ya Tidak

9. Apakah faktor terpenting dari hasil penilaian?


a. akibat cedera di kepala
b. pengaruh penyakit atau cedera tersebut pada bagian tubuh yang
lain.
c. kombinasi dari kedua hal di atas.

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


53

Lampiran 3: Anggaran Penelitian


Anggaran Penelitian

Keterangan Jumlah

Pengumpulan literatur (internet, jurnal bebayar, penggandaan) Rp. 1.000.000,-

Pembuatan makalah

Referat 30 eks @ Rp10.000,- Rp. 300.000,-


Pra proposal 10 eks @ Rp. 15.000,- Rp. 150.000,-
Proposal penelitian 20 eks @ Rp.15.000,- Rp. 300.000,-

Hasil penelitian 10 eks @ Rp 20.000,- Rp. 200.000,-

Formulir penelitian Rp. 300.000,-

Pengurusan Etik Penelitian Rp. 300.000,-

Tinta Printer Rp. 500.000,-


Kertas 4 rim Rp. 150.000,-
Pengumpulan Subjek
Reagen Protein S100B Rp. 6.000.000,-
Penunjang Laboratorium Rp. 1.000.000,-
Pulsa Rp. 500.000,-
Konsultasi Statistik Rp. 1.500.000,-
Konsumsi Penyajian Penelitian
Pra Proposal Rp. 800.000,-
Proposal Rp. 1.500.000,-
Hasil Rp. 1.500.000,-
Total Rp.16.000.000,-

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


54

Lampiran 4: Jadwal Penelitian

JADWAL PENELITIAN

Kegiatan 2012 2013

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des

Referat Penelitian

Praproposal
Penelitian

Proposal
Penelitian

Pengurusan etik
penelitian

Pengumpulan
sampel

Pengolahan data

Seminar hasil
penelitian

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


55

Lampiran 5: Surat Lolos Uji Etik

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


56

Lampiran 6: Data dasar pasien CKR


Nama,
No. L/P, tingkat GCS Onset Pingsan Kreatinin Hb CT Scan Kadar Lama Rawat GOSE

Usia Protein (3
(tahun) pendidikan SMRS (mg/dL) S100 (hari) bln)

30 ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


1 IKH (L) 15 SMP 14 menit menit 0,48 10.8 intrakranial maupun fraktur 0,306 4 (sembuh) 8

< 10 Tidak tampak tanda pendarahan


2 RIS (L) 15 SMP 14 1 jam menit 0,56 10.1 intrakranial maupun fraktur 0,173 4 (sembuh) 8

HAD (L) ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


3 21 SMA 13 3 jam menit 1,20 11.2 intrakranial maupun fraktur 0,433 4 (sembuh) 7

ROE (P) Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


4 58 tinggi 14 2 jam menit 0,62 11.3 intrakranial maupun fraktur 0,402 3 (sembuh) 8

CHA (L) Perguruan < 10 Tidak tampak tanda pendarahan


5 37 tinggi 15 4 jam menit 1,15 12.1 intrakranial maupun fraktur 0,244 3 (sembuh) 8

HER (L) Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


6 43 tinggi 13 1 jam menit 0,99 13 intrakranial maupun fraktur 0,167 4 (sembuh) 8

BAG (L) < 10 Arachnoid cyst lobus parietal


7 17 SMA 14 2 jam menit 0,89 11.4 superior. Tidak tampak perdarahan 0,267 3 (sembuh) 8
intraserebri maupun fraktur os

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


57

kalvaria.

SAR (P) < 10 Tidak tampak tanda pendarahan


8 15 SMP 14 3 jam menit 0,6 11.8 intrakranial maupun fraktur 0,141 4 (sembuh) 8

Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


9 RID (L) 25 tinggi 14 2 jam menit 1,1 12.2 intrakranial maupun fraktur 0,281 4 (sembuh) 8

MIR (L) Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


10 21 tinggi 13 1 jam menit 1,1 13.4 intrakranial maupun fraktur 0,413 3 (sembuh) 7

< 10 Tidak tampak tanda pendarahan


11 MAR(L)32 SMA 15 2 jam menit 1,2 11.8 intrakranial maupun fraktur 0,174 3 (sembuh) NA

Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


12 SYI (P) 22 tinggi 15 3 jam menit 0,78 10.7 intrakranial maupun fraktur 0,277 4 (sembuh) 8

ROS (P) Perguruan


30 tinggi
±5 Tidak tampak tanda pendarahan
13 13 3 jam menit 0,65 11.3 intrakranial maupun fraktur 0,204 3 (sembuh) 8

Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


14 RI (L) 28 tinggi 13 2 jam menit 1,0 13.2 intrakranial maupun fraktur 0,310 4 (sembuh) 8

MES (P) < 10 Tidak tampak tanda pendarahan


15 16 SMA 15 2 jam menit 0,6 14 intrakranial maupun fraktur 0,231 4 (sembuh) 7

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


58

SUB (L) ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


16 17 SMA 14 4 jam menit 0,84 12.8 intrakranial maupun fraktur 0,398 3 (sembuh) 8

MAU (L) ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


17 15 SMP 15 3 jam menit 0,73 13.4 intrakranial maupun fraktur 0,134 4 (sembuh) NA

NUR (P) < 10 Tidak tampak tanda pendarahan


18 20 SMA 15 2 jam menit 0,67 13.4 intrakranial maupun fraktur 0,448 3 (sembuh) 7

ELY (P) Perguruan ±5 Tidak tampak tanda pendarahan


19 40 tinggi 15 1 jam menit 0,74 14.2 intrakranial maupun fraktur 0,477 4 (sembuh) 7

ADA (L) < 10 Tidak tampak tanda pendarahan


20 28 SMP 14 3 jam menit 0,92 13.3 intrakranial maupun fraktur 0,385 3 (sembuh) NA

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


59

Data dasar pasien CKS

Nama, Lama
No. L/P, tingkat GCS Onset Pingsan Kreatinin Hb CT Scan Kadar Rawat GOSE

Usia Protein (3
(tahun) pendidikan SMRS (mg/dL) S100 (hari) bln)

Perdarahan intraparenkim lobus


frontotemporal kiri, perdarahan subarahnoid
UKR (L) Perguruan regio temporal kiri. Fraktur temporoparietal 18
1 22 tinggi 10 2 Jam 1 Jam 0,9 12.2 kiri. Sinuzitis maksilla dan ethmoid bilateral. 0.841 (sembuh) 6

Tidak tampak perdarahan epidural, subdural,


intraprenkim. Fraktur os frontal kiri, rima
orbita superior kiri, dasar orbita, dinding
inferior sinus maksila kiri. Hematosinus
frontalis kiri, ethmoidalis kiri, sphenoidalis
OKT (L) kiri, maksilaris kiri. Mastoiditis kronis 12
2 20 SMA 12 4 jam 30 menit 0,61 13.5 bilateral 0.404 (Sembuh) 8

Epidural hemoragia regio temporoparietal


kanan. Fraktur os temporoparietal kiri dengan
subgaleal hematom regio
frontotemporoparieta l kiri, edema cerebri.
HIL (P) Hematosinus sphenoidalis dan ethmoidalis 15
3 43 SMA 9 4 jam 4 jam 0,40 12.9 bilateral sinusitis frontalis dekstra. 0,624 (SEMBUH) 6

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


60

EDH temporoparietal kiri. Contusio cerebri


frontoparietal dekstra-sinistra. Hematosinus
INS (L) Perguruan maksila kanan. Fraktur os nasal. Fraktur 15
4 37 tinggi 9 3 jam 1 Jam 1,49 13.1 dinding anterior maksila kiri 0,580 (Sembuh) 6

Fraktur os temporal kiri disertai contusio


cerebri dengan pneumoencephal lobus
temporal kiri. Fraktur dinding superior,
anterior, lateral sinus maksilaris kiri.
Hematosinus maksilaris kiri, ethmoidalis
bilateral dan sphenoidlais. Hematom jaringan
IRI (L) lunak regio frontotemporal kiri dan maksila 15
5 25 SMA 9 2 Jam 1 Jam 1,00 12.9 kiri. 0,461 (Sembuh) 6

Epidural hematom di frontal kanan dengan


JUL (L) volume 2,6 cc, fraktur linier frontal kanan 12
6 15 SMA 12 1 jam 20 menit 0,60 12.8 sampai rima orbita 0,268 (sembuh) NA

FIT (P) 15
7 17 SMA 12 2 jam 30 menit 0,74 11.8 commotio cerebri dan fraktur basis kranii 0,143 (sembuh) 8

SUL (L) Fraktur impresi os frontal kiri. Tidak tampak 14


8 19 SMA 12 3 jam 30 menit 0,65 12.8 tanda- tanda perdarahan intrakranial saat ini 0,686 (sembuh) 7

Contusio cerebri regio temporal sinistra et


APR (L) frontal sinistra, fraktur os frontal dan
9 19 SMA 12 3 jam 15 menit 0,61 13.2 temporal sinistra 0,624 7 (pulpak) 6

FAC (L) Perguruan SAH traumatik, fraktur linear temporoparietal 15


10 37 tinggi 11 2 jam 15 menit 0,97 13.4 dekstra 0,128 (sembuh) 8

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


61

SAN (P) hematom subdural tipis di vertex. Efek desak


11 20 SMA 12 2 jam 30 menit 1.1 12.5 ruang - 0,107 12(Sembuh) 7

HAN (L)
12 19 SMA 12 3 jam 30 menit 0.67 11.8 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,887 15(Sembuh) 6

SUT (L) Perguruan Contusio cerebrii lobus frontal kiri disertai


13 24 tinggi 10 1 jam 15 menit 0.9 12.9 hematom. 0,909 15(Sembuh) 6

IND (P)
14 15 SMP 11 1 jam 30 menit 0.6 11.9 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,246 12(Sembuh) 7

DEV (P)
15 22 SMA 12 2 jam 30 menit 0.73 12.8 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,363 12(Sembuh) 8

Epidural hematom di frontal kiri dengan


AND (L) volume 2 cc. fraktur linier frontal kiri sampai
16 51 SMA 12 2 jam 15 menit 1.1 13.4 rima orbita 0,990 12(Sembuh) 6

Perdarahan subarachnoid dan falk cerebri


posterior. Tidak tampak perdarahan epidural
atau subdural. Hematosinus maksila dan
IMA (L) ethmoid. Fraktur dinding anterior sinus
17 19 SMA 12 2 jam 15 menit 0.67 12.8 maksila kanan, ethmoid kanan, dan os nasal. 0,424 8(pulpak) 6

Perdarahan subarachnoid yang mengisi falk


PUR (L) Perguruan cerebri, tentorium cerebelli, sisterna
18 28 tinggi 10 3 jam 30 menit 0.97 13.8 quadrigeminal dan ambiens 0,933 15(Sembuh) 6

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013


62

Perdarahan subarachnoid dan falk cerebri


posterior. Tidak tampak perdarahan epidural
DEC (L) atau subdural. Fraktur dinding anterior sinus
19 20 SMA 12 4 jam 15 menit 1.2 11.9 maksilla kanan, ethmoid kanan, dan os nasal. 0,437 13(Sembuh) 6

ARB (L) Fraktur linear temporoparietal dekstra, tidak


20 27 SMA 11 3 jam 30 menit 0.94 12.2 tampak tanda perdarahan intrakranial 0,900 7(pulpak) NA

Universitas Indonesia

Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai