TESIS
MERY KRISMANTO
0806360323
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
DESEMBER 2013
TESIS
MERY KRISMANTO
0806360323
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
DESEMBER 2013
i
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena bimbingan, kuasa, dan berkat-Nya yang
selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Spesialis Neurologi pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit untuk menyelesaikan
tesis ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
v
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
SpS, terima kasih atas perhatian,dan arahan yang sangat berharga sehingga saya
dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan dengan baik.
6. Kepada pembimbing ilmiah saya dr. Lyna Soertidewi Kiemas, SpS(K), Dr. dr.
Yetty Ramli, SpS(K), dan Prof. Marzuki Suryaatmadja, SpPK(K) terima
kasih untuk masukan, bimbingan, waktu, dan kesabaran sehingga penelitian ini
dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik. Kepada pembimbing statistik saya
dr. Joedo Prihartono MPH, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang
telah diberikan kepada saya.
7. dr. Diatri Nari Lastri, SpS(K), dr. Eva Dewati, SpS(K), dan dr. Al Rasyid,
selaku penguji yang telah memberikan saran dan pemikiran dalam setiap tahap
dalam ujian tesis ini.
8. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Guru Besar Prof. dr. Teguh A. S.
Ranakusuma, SpS(K) yang selalu berpikir komprehensif dan menjalin hubungan
yang baik lintas ilmu kedokteran serta menekankan bahwa pendidikan juga
termasuk pembinaan terhadap akhlak. Teladan beliau akan selalalu diingat.
Kepada Guru Besar Prof. dr. Jusuf Misbach, SpS(K), FAAN yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani program pendidikan.
9. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga saya haturkan kepada
guru-guru saya: Dr. dr. Siti Airiza Achmad, SpS(K); dr. Silvia F.
Lumempouw, SpS(K); dr. Salim Haris, SpS(K), FICA; dr. Adre Mayza,
SpS(K); dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K); dr. Mursyid Bustami, SpS-KIC; dr.
Fitri Octaviania, SpS(K), Mpd. Ked; dr. Eka Musridharta, SpS-KIC; dr.
Amanda Tiksnadi, SpS; dr. Taufik Mesiano, SpS; dr. Ahmad Yanuar, SpS;
dr. Nurul Komari, SpS; dr. Rakhmat Hidayat; SpS, dan dr. Pukovisa
Prawiroharjo, SpS. Terima kasih atas segala bimbingan selama menjalani
pendidikan.
10. Rekan-rekan satu angkatan, dr. Nastiti Widyarini, SpS, dr. Hanarto Adjie,
SpS, dr. Gabriel F. Goleng, SpS, dr. Maria Arasen, SpS, dr Hernawan, SpS,
dr. GA Putu Yunihati, SpS, dr. Indah Aprianti, SpS, dr. Faisal, SpS, dr. Dini
Fajri, SpS, dr. Yogaswara, dr. Cut Antara, Tim OSCE Medan, dr. Allan
Yudhiatmoko dan dr. Donna Octaviani, terima kasih atas kerja sama, saling
dukung, dan persahabatan sejak menghadapai ujian OSCE hingga saat ini. Kepada
vi
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
para senior saya ucapkan terima kasih atas segala bimbingan dalam penelitian dan
selama pendidikan. Terima kasih saya haturkan juga kepada para junior saya, atas
segala perhatian dan kerja sama selama pendidikan.
11. Kepada para staf tata usaha dan perpustakaan Departemen Neurologi
FKUI/RSCM, perawat di Pokdisus, poliklinik, IGD, ruang perawatan, dan UPKS
serta staf bagian Rekam Medis RSCM atas kerja sama yang diberikan selama ini.
12. Kepada kedua orang tua saya (Alm) Bapak Sutarmin dan Ibu Aisyah, terima
kasih atas segala doa, dukungan, dan cinta kasih yang selalu mengiriku. Teladan
dan bimbingan yang diberikan sejak saya kecil sampai saat ini.
13. Kepada istri tercinta, Evriza Aryani, terima kasih atas dukungan, pengertian, dan
cinta kasih selama penyelesaian tesis dan menempuh pendidikan ini. Putra-putri
tersayang Nabila Putri A, Aisyah Putri A dan A. Esya Fadhlan, terima kasih
untuk cinta kasih yang tidak terhingga dan menjadi semangat setiap saat. Puji
syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas keluarga yang selalu menyayangi
dan mendukung saya.
14. Kepada sahabat dr. Aditia Imaningdyah SpPK, terima kasih telah memberikan
bantuan dan dukungan selama melaksanakan penelitian.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
pendidikan Spesialis dan penerbitan tesis ini, setulus hati saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan. Semoga Allah membalas dan memberkati semua
kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Semoga tesis ini dengan segala
kekurangannya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan dunia kedokteran.
Penulis
vii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
ABSTRAK
Universitas Indonesia
ix
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
ABSTRACT
Universitas Indonesia
x
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………….…...... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
KATA PENGANTAR…….…………………………………………........ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…….…... ix
ABSTRAK………………………………………………………………... x
ABSTRACT…….……………………………………………………….... xi
DAFTAR ISI….…………………………………………………………... Xii
DAFTAR SINGKATAN………………………….…………………….... Xiv
DAFTAR TABEL…………………………….………………………....... Xv
DAFTAR GAMBAR…………………………….……………………...... Xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... Xvii
BAB 1.PENDAHULUAN……………………………….……................. 1
1. 1. Latar Belakang Masalah……………………………….…....... 1
1. 2. Rumusan Masalah………………………….……………...... 3
1. 3. Tujuan Penelitian………………………………….................. 4
1. 4. Manfaat Penelitian………………………………………....... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………......... 6
2. 1. Cedera kepala…………………….………………………....... 6
2.1.1 Definisi……………………………………………….. 6
2.1.2 Patofisiologi………………………………………….. 6
2.1.3 Klasifikasi……………………………………………. 9
2 .2. Petanda Biokimia pada Cedera Kepala…….……………....... 10
2.2.1. Creatine Kinase Brain Type (CK-BB)……………… 10
2.2.2. Neuron Specific Enolase (NSE)……………………… 11
2.2.3. Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP)……………… 11
2.2.4. Myelin Basic Protein (MBP)………………………… 12
2.2.5. Protein S100………………………………………….. 12
2. 3. Skala Keluaran Glasgow……………....................................... 18
2.3.1. Hubungan GOSE dengan Protein S100B…………….. 19
2.4. Kerangka Teori………………………………………………. 20
2.5. Kerangka Konsep……………………………………………... 21
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 22
3.1. Desain Penelitian……………………………………………… 22
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………................... 22
3.3. Populasi dan Sampel ……..……………………..……………. 22
3.4. Kriteria Penelitian…………………………………………….. 22
3.5. Teknik Pengambilan Sampel ……………................................ 23
3.6. Cara Kerja ………………………............................................. 24
3.7. Indentifikasi Variabel………………......................................... 24
3.8. Batasan Operasional………………………………................... 25
3.9. Bahan Penelitian………………………………………............ 27
3.10.Pengolahan data……………………………………………… 27
Universitas Indonesia
xi
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
3.11.Masalah Etika………………………………………………… 28
3.12. Kerangka Operasional……………………………………….. 29
BAB 4. Hasil Penelitian ……………………………….…….................. 30
4. 1. Karakteristik Umum……………………………….…........ 30
4. 2. Karakteristik Medis…………………….……………......... 31
4. 3. Hubungan Derajat Cedera Kepala dengan GOSE................ 32
4. 4. Hubungan CT scan Kepala dengan GOSE………............... 32
4. 5. Hubungan kadar Protein S100B dengan GOSE…............... 33
BAB 5. PEMBAHASAN……………………………………………….. 34
5.1. Keterbatasan Penelitian…………………………………….. 34
5.2. Kekuatan Penelitian ……………………............................... 34
5.3. Karakteristik Demografis…..……………………..………... 34
5.4. Karakteristik Medis………………………………………… 35
5.5. Hubungan Derajat Cedera Kepala dengan GOSE………..... 36
5.6. Hubungan CT Scan Kepala dengan GOSE…….................... 37
3.7. Hubungan Protein S100B dengan S100B………………...... 39
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………… 40
6.1. Kesimpulan………………………………………………… 40
6.2. Saran………..……………………………………………... 40
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 41
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
xii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
xiii
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
xiv
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Universitas Indonesia
xv
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Cedera kepala diawali dengan insult primer, disebut cedera kepala primer,
menyebabkan berbagai derajat kerusakan sel, yaitu hancurnya integritas , distorsi
dan gangguan metabolisme sel-sel neuron.9 Setelah cedera primer, terjadi cedera
sekunder, merupakan suatu proses perubahan kaskade biokimia otak dan
mekanisme seluler seperti excitotoxicity, serta kerusakan sawar darah otak ( Blood
Brain Barrier/BBB).10 Sejumlah substans terbukti memiliki peranan dalam
kerusakan sel neuron, diantaranya asam amino eksitatori, glutamat, aspartat,
sitokin dan radikal bebas lainnya.10 Pada cedera sekunder, beberapa protein yang
disintesis di sel-sel astroglial atau neuron menjadi petanda Biokimia yang dapat
diperiksa pada kerusakan sel-sel otak. Hal ini dimungkinkan, karena adanya
kerusakan sawar darah otak menyebabkan kebocoran protein dari otak melalui
cairan otak menuju serum atau sebaliknya.11
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
rumah sakit (5 menit – 24 jam pasca trauma) dan CT scan intrakranial dilakukan
dalam waktu 24 jam pasca trauma pada seluruh pasien.
Universitas Indonesia
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan dan tatalaksana pada pasien cedera kepala
dengan menggunakan parameter diagnostik dan prognostik yang lebih
akurat.
1.5. Manfaat
1.5.1. Bidang Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai nilai diagnostik dan prognostik kadar Protein S100B dalam
serum pada penderita cedera kepala.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
2.1.2 Patofisiologi
Universitas Indonesia
6
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
7
terjadi bila ada gerakan disekitar pusat gravitasi, tanpa pusat gravitasi itu sendiri
bergerak. (c) Akselerasi angular, merupakan kombinasi akselerasi translasional
dan akselerasi rotasional.
Kontusio adalah tipe dari kerusakan otak fokal yang terjadi oleh karena
kontak antara permukaan dari otak dengan tulang protuberansia pada dasar
tengkorak. Berdasarkan adanya kerusakan otak akibat cedera kepala, memiliki
distribusi karateristik yang dapat mengenai lobus frontal, girus orbital, korteks di
atas dan di bawah fissura silvii, lobus temporal dan aspek lateral dan inferior dari
lobus temporal. Permukaan inferior dari hemisfer serebelar juga dapat terkena tapi
frekuensinya lebih jarang. Kontusio yang berat dapat merusak girus dan dapat
meluas sampai ke substansia putih.20 Kontusio memiliki beberapa variasi. Fraktur
kontusio terjadi pada lokasi fraktur dan paling berat jika terjadi pada lobus frontal
yang berhubungan pada fossa anterior; coup kontusio terjadi terjadi pada sisi
benturan tanpa adanya fraktur; countercoup kontusio terjadi pada sisi yang
berlawanan dari benturan; herniasi kontusio terjadi pada area medial dari lobus
temporal yang berkontak dengan ujung bebas dari tentorium atau tonsil serebelar
yang berkontak dengan foramen magnum pada saat terjadinya injury;
intermediary coup kontusio adalah lesi tunggal atau multipel pada struktur yang
lebih dalam dari otak termasuk korpus kalosum, basal ganglia, hipotalamus, dan
batang otak. Gliding kontusio adalah perdarahan fokal pada korteks dan struktur
yang berdekatan dengan substansia putih dan disebabkan oleh rotasi. Gliding
kontusio seringkali tidak simetris dan biasanya merupakan bagian dari cedera
difus baik pada cedera akut vaskuler maupun diffuse axonal injury (DAI).21
Universitas Indonesia
Pada CT scan kepala, dapat dilihat adanya perdarahan pada struktur yang
lebih dalam dari otak. Pada CT scan tampak lesi berdensitas tinggi dengan
minimal atau tidak adanya edema disekelilingnya pada fase akut.7
Pasien dengan tipe perdarahan seperti ini memiliki insiden yang tinggi akibat
gliding kontusio dan DAI. Perdarahan intraserebral pada trauma kepala juga dapat
terjadi akibat adanya gaya akselerasi atau deselerasi, terutama jika perdarahan
terjadi pada lobus frontal inferior atau lobus temporal atau terjadi akibat adanya
penetrasi langsung pada kepala dan pada kasus ini lokasi perdarahan tergantung
pada lokasi penetrasi yang melibatkan pembuluh darah besar.21,22
Setelah cedera primer dapat terjadi cedera sekunder pada otak, yaitu semua
kejadian atau perubahan yang merupakan beban metabolik baru pada jaringan
yang sudah mengalami cedera.21,22Cedera sekunder menyebabkan kematian sel
neuron melalui mekanisme secondary brain damage dan secondary brain insult.
Secondary brain damage terjadi sesudah aktivasi langsung dari proses imunologi
dan biokimia yang merusak dan berpropagasi secara otomatis. Mediator biokimia
dan inflamasi diantaranya adalah: asidosis laktat, influx kalsium, asam amino
eksitatorik, asam arakhidonat, oksida nitrit, radikal bebas, peroksida lipid,
aktivitas komplemen, sitokin, bradikinin, makrofag, dan pembentukan edema.
Sementra secondary brain insult timbul sebagai akibat dari perburukan sistemik
maupun patofisiologi intrakranial dan memperberat kerusakan neuron. Hal ini
merupakan jalur akhir terjadinya proses iskemia otak. Beberapa gejala yang dapat
timbul adalah hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermia,
hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia, peningkatan tekanan
intrakranial, kejang, vasospasme dan infeksi.22,23
Universitas Indonesia
.1.3. Klasifikasi
Universitas Indonesia
CT – Scan
Kategori SKG Gambaran Klinik
Otak
Berat molekul CK-BB berkisar antara 40-53 kDa, dan kadar normal di dalam
darah ± 3.0 µg/L. Di dalam susunan saraf pusat, CK-BB di sekresi di sel-sel
astrosit. CK-BB juga terdapat pada usus besar, prostat, pankreas, hati dan limpa.
Kadar enzim di organ tersebut sangat rendah dibandingkan di otak, sehingga
secara klinis tidak bermakna. Kadar level serum CK-BB meningkat pada jam
pertama setelah cedera dan menurun dengan cepat ke kadar normal. Bakay dan
Ward, melakukan penelitian pada 60 pasien cedera kepala ringan, menyimpulkan
adanya hubungan yang lemah antara CK-BB dan beratnya cedera dengan
Universitas Indonesia
menggunakan indeks SKG. Begitu pula dengan Skogseid, menyatakan tidak ada
hubungan antara kadar CK-BB dan temuan pada CT scan kepala.12
GFAP pertama kali diisolasi tahun 1971 dan hanya ditemukan pada sel
glial di SSP. GFAP dikatakan spesifik secara tegas pada kerusakan jaringan di
otak, dan protein ini adalah bagian besar pada sitoskeleton dari sel astrosit.
Universitas Indonesia
kadar protein ini ditemukan pada tiga jam pertama pada pasien cedera kepala,
menunjukkan kadarnya cepat menurun dalam darah setelah peningkatannya.
Voes dkk, menunjukkan bahwa serum GFAP mempunyai nilai prediksi keluaran
pasien pasca trauma kepala berat memiliki kadar yang tinggi (>1.5 µg/L)
menyebabkan kematian atau keluaran yang buruk. Pelinka dkk, dan Nylen dkk,
mendokumentasikan hubungan antara kadar GFAP dengan beratnya cedera dan
keluaran pada cedera kepala.27,28
Universitas Indonesia
Protein S100 terdiri dari dua protein yang berbeda yaitu protein S100β
dan S100α. Protein yang ditemukan di sel glial dan sel schwan merupakan
protein S100β sehingga spesifik untuk protein otak, sedangkan protein S100α
terdapat di dalam otot polos, jantung dan ginjal. Dengan identifikasi lokasi
kromosom dari sembilan anggota keluarga protein S100 yaitu protein S100A1
sampai S100A9 pada lengan panjang kromosom 1 manusia lokus 21 (lq21), maka
istilah protein S100α berubah menjadi S100A1, dan protein S100β berubah
menjadi S100B karena letaknya pada lengan panjang kromosom 21 manusia lokus
22(21q22).30
Universitas Indonesia
Ketika terjadi cedera, maka respons awal dari sel glial adalah sekresi protein
S100B. Kadar tinggi protein S100B dapat menyebabkan kematian neuron akibat
pelepasan nitric oxide dari astrosit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Meninggal
2. Vegetative state
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mengalami kecacatan berat hingga meninggal. Cacat berat fisik dan mental
meliputi gangguan kognitif, tingkah laku dan keterbatasan fisik. 44
Dari laporan Rimel46, walaupun 38% pasien mengalami kesembuhan yang baik
dalam 3 bulan setelah kecelakaan, hanya 4% bebas gejala, dan 31% pasien yang
dapat kembali bekerja.
Pada tahun 1981, Jenneth17 dkk, mengusulkan bahwa GOS dapat diperluas
dengan membagi tiga skala diatas menjadi “lebih baik” dan “lebih buruk”
seperti terlihat pada tabel 2. Delapan kategori, Skala Keluaran Glasgow yang
diperluas (Extended Glasgow Outcome Scale/GOSE), memberikan penilaian yang
lebih rinci berkaitan dengan faktor neurologis, neuropsikologis, emosi dan
aktivitas sehari-hari. Meskipun demikian, masih banyak keterbatasan GOS dan
GOSE dalam pengukuran keluaran pada pasien-pasien cedera kepala. Saat ini
kekurangan dari pengukuran dapat diatasi dengan menggunakan format standar
untuk wawancara yang digunakan untuk menentukan hasil. Satu set pedoman
wawancara terstruktur diuraikan dan diarahkan pada masalah utama yang dihadapi
dalam menerapkan GOSE. Beberapa studi menunjukkan hubungan yang
bermakna antara pengukuran GOSE dengan menggunakan pedoman ini dengan
gangguan kecacatan fisik, kognitif dan mental pada pasien-pasien cedera kepala.46
Universitas Indonesia
1. Meninggal M
2. Kondisi vegetative KV
3. Kecacatan berat kategori bawah KB-
4. Kecacatan berat kategori atas KB+
5. Kecacatan sedang kategori bawah KS-
6. Kecacatan sedang kategori atas KS+
7. Pemulihan baik kategori bawah PB-
8. Pemulihan kategori atas PB+
Universitas Indonesia
Cedera Kepala
Cedera sekunder
Cedera primer
anemia hipotensi
Cedera vaskuler hipoksia
Perdarahan vasospasme
Hematoma subaraknoid
Edema vasogenik
komosio Mediator
(glutamat) Edema sitotoksik
kontusio
Transport aksonal
DAI terganggu apoptosis
Kerusakan pompa Ca
Ca intersel ↑
hiperglikemia TIK ↑
CPP↓
CBF↓
Iskemia serebral
Kehamilan
Universitas Indonesia
Gangguan Ginjal
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto, FK UI, 2013
21
CEDERA KEPALA
ANAMNESIS, PEMERIKSAAN
FISIK DAN GAMBARAN CT
SCAN KEPALA
PROTEIN S100B
HIPOKSIA 6 JAM
HIPERGLIKEMIA
ANEMIA
GOSE 3 BULAN
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Indonesia
22 FK UI, 2013
Hubungan antara kadar…, Mery Krismanto,
23
Perhitungan sample untuk uji hipotesis terhadap 2 proprosi pada 2 kelompok tidak
berpasangan
P1 = proporsi efek standar (dari pustaka) = kelompok S-100B < 0,27 yang
mempunyai GOSE > 4 = 74/118 = 0,63
Q1 =1-P1= 0,37
Q2 = 1-P2=0,88
Universitas Indonesia
n = (4,32) 2 = 18,68
1. Semua pasien cedera kepala yang datang berobat ke IGD atau ruang
perawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dilakukan anamnesis dan
identifikasi catatan medis berupa karakteristik penyandang (jenis kelamin,
usia dan tingkat pendidikan), lama penurunan kesadaran, gangguan
neurologis.
2. Dilakukan pemeriksaan fisik umum (tekanan darah, nadi, pernapasan) dan
pemeriksaan neurologi rutin.
3. Dilakukan pemeriksaan CT scan kepala non kontras dengan Bone
Window.
4. Setiap subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan
pemeriksaan kadar Protein S100B serum darah tepi.
5. Evaluasi GOSE dilakukan 3 bulan setelah perawatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kadar protein S100B tinggi bila kadarnya ≥ 0,403 µg/Lpada 6 jam pasca
trauma
Kadar protein S100B rendah bila kadarnya <0,403 µg/L pada 6 jam pasca
trauma
Skala Koma Glasgow adalah suatu sistem skor sederhana yang dapat
dipergunakan untuk menilai derajat kesadaran seseorang. Mencakup 3
komponen yaitu respon membuka mata, respon motorik, dan respon verbal.
GOSE (Glasgow Outcome Scale Extended) adalah skala keluaran fungsional
yang mengukur status pasien dalam salah satu kategori: meninggal, keadaan
vegetatif, kecacatan berat, kecacatan sedang, atau dalam pemulihan baik,
yang didapat melalui wawancarat terstruktur dengan menggunakan
kuesioner.
Nilai GOSE < 7 menunjukkan keluaran fungsional yang buruk pada cedera
kepala ringan dan sedang.
Nilai GOSE≥ 7 menunjukkan keluaran fungsional yang baik pada cedera
kepala ringan dan sedang.
Fraktur Multipel, dikatakan bila ditemukan garis patah lebih dari satu tapi
pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur
femur dan sebagainya.
Penyakit Alzeimer, dikatakan alzeimer bila dari anamnesis didapat keluhan
gangguan memori dan minimal 1 gangguan pada domain kognitif lain yang
muncul bertahap dan progresif yang muncul setelah usia 40 tahun.
Penyakit Parkinson adalah pasien yang memiliki minimal 2 dari gejala
utama tremor istirahat, rigiditas, bradikinesia atau intabilitas postural.
Stroke, adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan gangguan
pembuluh darah otak dengan gejala dan tanda sesuai daerah fokal otak yang
terganggu, dan dari gambaran CT scandidapatkan infark sesuai PACI
(Parsial Anterior Circulation Infarc), TACI (Total Anterior Circulation
Infarc)
Anemia hemoragik jika kadar hemoglobin < 10 mg/dl karena perdarahan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jika sebaran normal digunakan uji Chi square. Jika sebaran tidak normal
digunakan uji Fisher untuk table 2x2 dan uji kolmogrov Smirnov untuk table
2xk.Analisa ROC didapatkan dengan menggunakan Microsoft Excel dengan
memasukkan nilai protein S100B dalam angka dan kelompok keluaran pasien
cedera kepala ringan dan sedang dalam skala GOSE.
Universitas Indonesia
Kriteria Eksklusi
PENGAMBILAN DATA:
Identitas
Usia
Pendidikan
Anamnesis dan riwayat catatan medik, PF umum dan
neurologis, Ro kepala, CT scan tanpa kontras dengan bone
windowdan laboratorium
Pemeriksaan Serum Protein S100B 6 jam pasca trauma
Analisa data
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada Tabel 4.1, terlihat adanya perbedaan sebaran jenis kelamin dari
subyek penelitian, dimana subyek berjenis kelamin laki-laki berjumlah lebih
banyak (65.7%) dibandingkan subyek berjenis kelamin perempuan. Dilihat dari
sebaran usia, jumlah subyek penelitian antar kelompok usia didapatkan sebagian
besar (45.7%) pasien merupakan kelompok usia 15-20 tahun. Median dari usia
subyek penelitian adalah 25.63 tahun, dengan kisaran 15 - 58 tahun. Terkait
tingkat pendidikan, didapatkan proporsi subyek penelitian yang bertingkat
pendidikan tamat SMA (48.6%) lebih banyak dibandingkan tingkat pendidikan
perguruan tinggi (40%) dan SMP (11.4%)
30 Universitas Indonesia
Jenis kelamin
Laki-laki 23 65.7
Perempuan
12 34.3
Usia
Tingkat pendidikan
SD 0 0
SMP
SMA 4 11.4
Perguruan Tinggi
17 48.6
14 40
Universitas Indonesia
60
54.3
50
40
30
20
11.4 11.4
8.6 8.6
10
2.9 2.9
0
normal EDH SDH ICH SAH kontusio fraktur
basis
Pada gambar 5. dapat dilihat dari keluaran pasien, sebagian besar subyek
memiliki GOSE >= 7 yaitu sebanyak 25 pasien (71.4%).
Universitas Indonesia
Keluaran
28.60%
GOSE >= 7
71.40%
GOSE <7
Pada tabel 4.2 dapat dilihat hubungan yang berma kna secara statistik
antara derajat cedera kepala dengan dengan GOSE (uji Fisher, p value 0.000, RR
19,90 95% confidence interval 3,97-99,72) dimana seluruh pasien dengan cedera
kepala ringan memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar (55.6%) pasien dengan
cedera kepala sedang memiliki GOSE < 7.
* uji Fisher
Pada tabel 4.3 dapat dilihat ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara gambaran CT scan dengan GOSE( uji Fisher, p value 0.000, RR
24,71 95% confidence interval 5,29-115,43 ) dimana seluruh pasien dengan CT
Universitas Indonesia
scan normal memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar pasien dengan gambaran
CT scan EDH, ICH, SAH dan kontusio memiliki GOSE < 7.
<7 >=7
Normal 0 19 (100%)
Pada tabel 4.4 dapat dilihat ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara kadar protein S100B dengan GOSE (uji Fisher, p value 0.000,
RR 24.71, 95% confidence interval 5,29-115,43) dimana seluruh pasien dengan
kadar protein S100B < 0.403 µg/l memiliki GOSE >= 7 dan sebagian besar
(62.5%) pasien dengan kadar protein S100B >= 0.403 mcg/l memiliki GOSE < 7.
* uji Fisher
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan 17 pasien CKR dan 18 pasien CKS yang
terdiri dari 23 laki-laki dan 12 perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain.
Pada penelitian Hermann M dkk49 dikatakan prevalensi laki-laki pada cedera
kepala adalah 81%, penelitian Townend dkk15 dengan prevalensi laki-laki 63%,
penelitian Vos PE dkk50 dengan prevalensi laki-laki 72%, penelitian Saleh Ahmad
dkk51 dengan prevalensi laki-laki 70%, penelitian Bousard dkk52 dengan
prevalensi laki-laki 60%, penelitian Maaty HI dkk55 dengan prevalensi laki-laki
35 Universitas Indonesia
77%, penelitian Topolovec Vranic dkk56 dengan prevalensi laki-laki 63%. Tinggi
angka kejadian cedera kepala pada laki-laki ini diduga karena aktivitas laki-laki
lebih banyak diluar rumah dan mobilitas yang tinggi sehingga meningkatkan
risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Pada penelitian ini awalnya didapatkan jumlah subyek yang sama antara
cedera kepala ringan dan cedera kepala sedang yaitu sebanyak 20 orang per
kelompok namun ada beberapa subyek yang tidak bisa dihubungi setelah pulang
dari perawatan yaitu sebanyak 3 orang pada pasien CKR dan 2 orang pada pasien
Universitas Indonesia
dengan CKS sehingga jumlah subyek pada penelitian ini menjadi 17 pasien CKR
dan 18 pasien CKS.
Dari gambaran CT scan pada penelitian ini sebagian besar normal. Hal ini
sesuai dengan penelitian pada cedera kepala ringan. Beberapa penelitian
membahas hubungan CT scan pada pasien trauma kepala. Pada penelitian
Hermann M dkk 49 dikatakan 25% pasien menunjukkan kontusio serebri dan 16%
55
menunjukkan SDH atau EDH, serta penelitian Maaty dkk dikatakan 60% CT
scan pada pasien cedera kepala adalah normal.
Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera
kepala dan GOSE. Derajat cedera kepala biasanya ditentukan dengan presentasi
klinis pasien saat tiba di unit gawat darurat seperti penggunaan Skala koma
Glasgow. Gejala neuro psikiatri yang timbul berhubungan dengan trauma kepala
pada cedera kepala ringan meliputi gangguan kognitif, gangguan mood, anxietas,
psikosis dan problem tingkah laku. Hal ini dapat mengganggu program
rehabilitasi, kemampuan untuk kembali bekerja dan hubungan sosial. Patofisiologi
yang diduga berperan diduga berhubungan dengan abnormalitas sawar darah otak
yang disebabkan lesi prekontusio yang tidak bisa dideteksi oleh pemeriksaan
MRI atau CT scan kepala.52
Universitas Indonesia
kerusakan otak difus paska trauma dan bisa menjadi prediktor timbulnya post
concussion syndrome.57
Penelitian Savola58 dkk pada 172 pasien cedera kepala dengan GCS 13-
15, kadar protein S100B yang meningkat (nilai cut-off 0.5 µg/L) ditemukan hanya
sekitar 27% dari pasien yang mengalami post concussion syndrome. 57
Penelitian De Kruijk58 dkk pada 103 pasien cedera kepala dengan eksklusi
pasien dengan multitrauma dan intoksikasi alkohol mendapatkan hasil seluruh
pasien dengan tanpa gejala dan kadar protein S 100B normal (nilai cutt-off 0.3
µg/L) menunjukkan keluaran yang baik setelah 6 bulan.57
Universitas Indonesia
Proses cedera kepala primer merupakan proses langsung yang terjadi saat
cedera yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik yang membentur kepala,
dapat dikelompokan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Lesi fokal khas
berhubungan dengan benturan kepala yang menyebabkan fraktur tulang
tengkorak, komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, perdarahan subarachnoid, cedera akson dan laserasi. Lesi fokal dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan
progresifitasnya. 48
Apabila dianalisa lebih lanjut, pada hasil penelitian ini terdapat 4 orang
subyek dengan CT scan normal yang memiliki kadar protein tinggi (S100B ≥
0.403 µg/L). Keempat pasien ini semuanya menunjukkan GOSE ≥ 7. Namun jika
dibandingkan dengan pasien lain yang memiliki CT scan normal dan protein
rendah, maka 4 pasien diatas memiliki skala GOSE 7 (pemulihan baik kategori
bawah), sedangkan pasien lainnya menunjukkan skala GOSE 8 (pemulihan baik
Universitas Indonesia
kategori atas). Hasil ini menunjukkan protein S100B lebih sensitif dalam
meperkirakan keluaran jangka panjang pasien dibandingkan CT scan kepala.
Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara kadar protein
S100B dengan GOSE (p value 0.000,). Hal ini sesuai dengan studi prospektif
Townend et al di 4 rumah sakit di Manchester, Inggris tahun 200215 , terhadap
148 pasien cedera kepala, menghubungkan kadar protein S100B dengan GOSE 1
bulan menyatakan peningkatan kadar Protein S100B (nilai cutt-off 0,27 µg/L)
dapat menjadi prediktor keluaran kecacatan sedang dengan sensitivitas 76% dan
spesifisitas 69%.
Woertgen dkk47 tahun 2002, menemukan kadar protein serum S100B > 2
µg/L dalam waktu 1-6 jam pada cedera otak berat menjadi prediktor sensitif untuk
keluaran yang buruk. Raabe dkk48, mengevaluasi kadar protein S100B sampai 10
hari, dan menilai keluaran dalam 6 bulan kemudian; dengan cut-off kadar protein
S100B 2,5µg/L ditemukan spesifisitas 97% dan sensitivitas 44% untuk
memprediksi keluaran yang buruk.
Nilai cut-off yang digunakan bervariasi pada studi di RSCM tahun 2013
menggunakan kadar protein S100B 0,403 µg/L untuk membandingkan cedera
kepala ringan dan cedera kepala sedang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 6
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
42
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
43 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
36. Beer C, Blacker d, bynevelt M, Hankey GJ, Puddey IB: Systemic markers of
inflammation are independently associated with S100B concentration. J
Neuroinflamation.2010 ;7:71
37. Rothermundt M, Peters M, Prehn JHM, Arolt V. S100B in brain damage and
neurodegeneration. Microsc Res Tech. 2003;60:614-32
38. Routsi C, Stamataki E, Nanas S, Psachoulia C, Sthatopoulus A, Koroneos A,
et al. Increased level of serum S100B protein in critically ill patients without
brain injury. Shock. 2006;26(1):20-4
39. Tarhini AA, Stuckers J, Lee S, Sander C, Kirkwood JM. Prognostic
significance of serum S100B protein in high risk surgically resected
melanoma patients. J ClinOncol. 2009;27(1):38-44
40. Michettia F, Gazzolo D. S100B testing in pregnancy. Clin Chim acta.
2003;335:1-7
41. Johnson U, Nilsson P, Ronne-Engstorm E, Howellls T. Favorable outcome in
traumatic brain injury with impaired cerebral pressure autoregulation.
Neurosurgery. 2011 Mar;68(3):714-21
42. Mc.Nett M. A review of predictive ability of Glasgow Coma Scale Scores in
head
injured patient, J. Neurosci Nurs. 2007; 39(2):68-75.
43. Carrion L. Methods and tools for the assessment of outcome after brain injury
rehabilitation. In: Brain injury treatment theories and practices, Great Britain
2006: 331-53
44. Butcher I, Maas AIR, Lu J, et al. Prognostic value of admission blood pressure
in traumatic brain injury:results from the IMPACT study. J of Neurotrauma
2007,24(2):294-302
45. Fabbri A, Servadei F, Marchesini G, et al. Early predictors of unfavourable
outcome in subjects with moderate head injury in the emergency department. J
Neurol. Neurosurg. Psychiatry 2008;79:567-73
46. Wilson JTL, Pettigrew LEL, Teasdale GM. Emotional and cognitive
consequences of head injury in relation to the Glasgow Outcome scale. J of
Neurotrauma 2000;69:204-209
47. Kapural M, Krizanac-Bengez L, Barnet G, Perl J, Masaryk T, Apollo D, et.al.
Serum S100B as a possible of blood-brain marker disruption. Brain
Res.2002;940:102-4
48. Yardan T, Erenler AK, Baydin A, Aydin K, Cokluk C. Usefulness of 100B
protein in neurological disorders. J Pak Med Assoc. 2011;61(3):276-81
49. Herrmann M et al. Release of biochemical markers of damage to neuronal and
glial brain tissue is associated with short and long term neuropsychological
outcome after traumatic brain injury. J NeurolNeurosurg Psychiatry
2001;70:95–100
50. Vos PE et al. GFAP and S100B are biomarkers of traumatic brain injury.
Neurology 2010;75;1786
51. Saleh A, Sallam K, Abadier M, Al-Kholy AK. Serum S100B and Neuron-
Specific Enolase as Predictors of The Neurologic Disability Status after
Traumatic Brain Injury. Egypt J. Neurol. Psychiat. Neurosurg. Vol. 44 (1), Jan
2007
Universitas Indonesia
52. Bousard CN. S 100 and cognitive impairment after mild traumatic brain
injury. J Rehabil Med 2005; 37: 53–57.
53. AnczykowskiG ,Kaczmarek J , Jankowski R , Guzniczak P. The reference
level of S 100 B protein for poor prognosis in patient with intracranial
hematoma. JIFCC 2002:2:1
54. Woo-Youl Jang et al. Serum S-100B Protein as a Prognostic Factor in Patients
with Severe Head Injury. J Korean Neurosurg Soc 39 :2006: 271-6
55. Maaty HI, Sabry JH, El-Shabrawy DA. The Predictability of at Admission
Serum GFAP and S100 protein Levels for the Outcome of Traumatic Brain
Injury Patients. Egy. J. Neur. Surg., 26(1). 71-90
56. Topolovec-Vranic et al. The Value of Serum Biomarkers in Prediction Models
of Outcome After Mild Traumatic Brain Injury. J of Trauma Injury, Infection,
and Critical Care Volume 71(5) Suppl 1, November, 2011
57. Ayman EA, Galhom MD, Omar EW danAlshatory HA. Serum S100 Protein
as a predictor of long outcome in mild and moderate traumatic brain injury.
Med J Cairo Univ, Vol 81 no2 March 1-7, 2013.
58. Unden J. Bellner J, Astrand R dan Romner B. Serum S100 B levels in
patients with epidural haematomas. Brit J of Neurosurgery, February 2005;
19(1): 43 – 45
Universitas Indonesia
Judul Penelitian:
Hubungan antara Kadar Protein S100B dengan keluaran pasien cedera kepala ringan dan
sedang
Peneliti :
dr. Mery Krismanto
Telepon:
+62 21 84975419, 081511458209
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam
arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Jika Anda menolak, keputusan tersebut tidak
akan mempengaruhi layanan terapi Anda di RSUPNCM atau peluang Anda berpartisipasi dalam
penelitian lainnya.
Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan
manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan tujuan
penelitian ini dan memberikan consent form untuk dibaca. Anda tidak harus memberikan
keputusan saat ini juga, consent form dapat Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan
keluarga, sahabat atau dokter Anda.
Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir ini. Mohon
menanyakan kepada dokter atau staf peneliti apapun yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-
istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk
berpartisipasi, Anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada
Anda.
Apa tujuan penelitian ini?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar serum protein S100B dengan keluaran
pada pasien cedera kepala. Dengan pemeriksaan serum ini diharapkan dapat memprediksi tingkat
keparahan dan keluaran pasien akibat cedera kepala. Selanjutnya dapat dilakukan tatalaksana yang
tepat dan rehabilitasi dini untuk perbaikan fungsi neuropsikologis jangka panjang.
Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?
Anda diminta berpartisipasi karena Anda memenuhi kriteria inklusi.
Universitas Indonesia
Pasien tidak dikenakan biaya pemeriksaan laboratorium kadar protein S100B dalam
penelitian ini. Seluruh biaya pemeriksaan kadar protein serum S100B ditanggung oleh
peneliti.
Apa yang terjadi bilamana saya memutuskan tidak ikut dalam penelitian ini?
Jika Anda menolak berpartisipasi, Anda tidak akan kehilangan akses apapun terhadap terapi saat
ini maupun di masa datang.
Bagaimana dengan kerahasiaan data dalam penelitian?
Peneliti dan staf akan menyimpan informasi tentang Anda dengan rahasia, data akan disimpan
dalam lemari yang terkunci di dalam ruangan terkunci.
Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang
hak-hak saya sebagai subyek penelitian?
Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau hak-hak
sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti.
Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah dijawab, dan Anda
memutuskan untuk berpartisipasi. Tanda tangan Anda juga berarti Anda mengizinkan RSCM
untuk menggunakan informasi kesehatan Anda untuk tujuan penelitian dalam institusi kami, dan
membuka informasi tersebut kepada organisasi atau orang yang terlibat dalam penelitian ini.
Salinan dari consent form ini akan diberikan kepada Anda.
Universitas Indonesia
Tanggal pemeriksaan :
Data Demografi
No. Register / RM :
Nama :
Tanggal Lahir/Usia :
Alamat :
Telpon :
Suku :
3. Swasta 4. Pensiunan
Universitas Indonesia
Kesadaran:
Keterangan: Setiap orang yang mempunyai kemampuan menjalankan perintah yang sederhanapun
atau mengucapkan kata apapun atau berkomunikasi dengan cara lain tidak dapat dikatakan berada
dalam konsidi vegetatif. Gerakan mata tidak dapat digunakan sebagai tanda adanya respons yang
berarti. Kuatkan pendapat Anda dengan masukkan dari staf perawat atau pengasuh
lain.Konfirmasi KV membutuhkan penilaian penuh.
Kemandirian di rumah:
2a. Apakah bantuan orang lain di rumah sangat dibutuhkan setiap hari untuk beberapa kegiatan
sehari-hari?
Ya Tidak bila tidak lihat nomor 3
Keterangan: bila jawabannya TIDAK orang tersebut harus mampu mengurus dirinya di rumah
selama 24 jam bila perlu, walaupun pada kenyataannya pasien mungkin tidak perlu mengurus
dirinya sendiri. Kemandirian termasuk kemampuan merencanakan dan melakukan kegiatan
berikut: membersihkan diri, mengenakan pakaian bersih tanpa disuruh, menyiapkan makanan
untuk diri sendiri, menerima tamu dan mengatasi krisis/ masalah rumah tangga kecil. Orang itu
harus mempunyai kemampuan untuk menjalankan aktivitas tanpa disuruh atau diingatkan and
harus mampu ditinggalkan sendiri sepanjang malam.
2b. Apakah pasien sering memerlukan bantuan sehingga harus selalu ada orang lain di dekatnya
di rumah?
Ya (KB bawah) Tidak (KB atas)
Keterangan: Bila jawabannya TIDAK orang itu harus mampu mengurus diri sendiri
sepanjang hari sampai 8 jam di rumah bila perlu, walaupun dalam kenyataannya pasien
mungkin tidak perlu mengurus dirinya sendiri.
2c. Apakah pasien tersebut terbiasa mandiri di rumah sebelum terjadi cedera?
Ya Tidak
Universitas Indonesia
3b. Apakah sebelum menderita cedera di kepala pasien mampu berbelanja sendiri tanpa
bantuan?
Ya Tidak
Keterangan: pasien mungkin menyopir sendiri atau menggunakan transportasi umum untuk
bepergian. Kemampuan menggunakan taksi sudah cukup bila orang itu mampu memesan taksi
lewat telepon dan memberikan instruksi pada supir taksi.
4b. Apakah pasien mampu melakukan perjalanan lokal tanpa bantuan sebelum cedera?
Pekerjaan :
5a. Apakah pada saat ini kemampuannya bekerja (atau mengurus orang lain di rumah) sama
seperti sebelum pasien cedera?
Ya bila YA lihat no 6 Tidak
5c. Apakah tingkat keterbatasan merupakan perubahan dari keadaan sebelum mengalami cedera?
Ya Tidak
6a. Apakah pasien mampu meneruskan aktivitas sosial dan rekreasi di luar rumah seperti
sebelum mengalami cedera?
Ya bila YA lihat no 7 Tidak
Keterangan: pasien tidak perlu meneruskan semua kegiatan sosial dan rekreasi, tetapi tidak
terhalang untuk melakukannya karena cedera fisik atau mental. Bila pasien tidak meneruskan
sebagian besar kegiatan karena kehilangan minat atau motivasi, maka keadaan ini dianggap
sebagai kekecacatan.
6b. Sejauh apa keterbatasan pasien melakukan kegiatan sosial dan rekreasi?
a. Berpartisipasi kurang sedikit : paling tidak 50% dari kegiatan sebelum mengalami cedera
a (PB Bawah)
b. Berpartisipasi jauh lebih kurang: kurang dari 50% dari kegiatan sebelum mengalami
cedera b (KS Atas)
c. Tidak mampu berpartisipasi: jarang bahkan tidak pernah berpartisipasi
c (KS bawah)
6c. Apakah perubahan dalam keterbatasan terlibat dalam kegiatan sosial dan rekreasi normal di
luar rumah menunjukkan perubahan sebelum pasien mengalami cedera?
Ya Tidak
Universitas Indonesia
7a. Apakah terjadi masalah dalam hubungan kekeluargaan atau pertemanan karena masalah
psikologis?
Ya Tidak bila TIDAK lihat no 8
Catatan: Perubahan dalam kepribadian pasca-trauma adalah cepat marah, cepat tersinggung,
ketakutan, tidak peka terhadap orang lain, perubahan dalam perasaan yg terus berubah,
tidak menggunakan akal sehat, atau keprebadiaan kekanak-kanakan.
7c. Apakah tingkat terjadinya masalah atau ketegangan menandai suatu perubahan sebelum
terjadi cedera.
YA TIDAK
Catatan: bila sudah terdapat masalah sebelum cedera dan menjadi makin serius sejak cedera,
jawablah YA.
8a. Apakah ada masalah lain akibat cedera di kepala pada saat ini yang mengubah kehidupan
sehari-hari ?
Ya (PB bawah) Tidak (PB atas)
Catatan: masalah khusus lain yg terjadi setelah terjadi cedera di kepala: sakit kepala, pusing
berputar-putar, kepekaan pada cahaya ataupun bunyi, kelambanan, berkurangnya ingatan, dan
kesukaran berkonsentrasi.
8b. Bila terdapat masalah yang sama seperti sebelum cedera di kepala, apakah masalah tersebut
menjadi lebih buruk?
Ya Tidak
Universitas Indonesia
Keterangan Jumlah
Pembuatan makalah
Universitas Indonesia
JADWAL PENELITIAN
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des
Referat Penelitian
Praproposal
Penelitian
Proposal
Penelitian
Pengurusan etik
penelitian
Pengumpulan
sampel
Pengolahan data
Seminar hasil
penelitian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Usia Protein (3
(tahun) pendidikan SMRS (mg/dL) S100 (hari) bln)
Universitas Indonesia
kalvaria.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Nama, Lama
No. L/P, tingkat GCS Onset Pingsan Kreatinin Hb CT Scan Kadar Rawat GOSE
Usia Protein (3
(tahun) pendidikan SMRS (mg/dL) S100 (hari) bln)
Universitas Indonesia
FIT (P) 15
7 17 SMA 12 2 jam 30 menit 0,74 11.8 commotio cerebri dan fraktur basis kranii 0,143 (sembuh) 8
Universitas Indonesia
HAN (L)
12 19 SMA 12 3 jam 30 menit 0.67 11.8 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,887 15(Sembuh) 6
IND (P)
14 15 SMP 11 1 jam 30 menit 0.6 11.9 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,246 12(Sembuh) 7
DEV (P)
15 22 SMA 12 2 jam 30 menit 0.73 12.8 Commotio cerebrii dan fraktur basis kreanii 0,363 12(Sembuh) 8
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia