Anda di halaman 1dari 63

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN

DENGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG DIASTOLIK DAN


SISTOLIK PADA PENDERITA TALASEMIA ANAK

TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama: Ilmu Biomedik

Oleh :
Retno Purwaningtyas NA
S5906002

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

i
HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN
DENGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG DIASTOLIK DAN SISTOLIK
PADA PENDERITA TALASEMIA ANAK

Disusun oleh:
Retno Purwaningtyas NA
S5906002

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji


Pada tanggal: Mei 2010

Dewan Penguji

Jabatan Nama Tanda tangan


Ketua Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, MM, M.Kes, PAK
NIP. 19480313 197610 1 001 ........................

Sekretaris Prof. DR. dr. Harsono Salimo, SpA(K)


NIP. 19441226 197310 1 001 ........................

Anggota DR. dr. B. Soebagyo, SpA (K)


NIP. 19431216 197603 .........................
dr. Sri Lilijanti W, SpA (K)
NIP. 19650330 199903 2 001 .........................

Mengetahui Surakarta, Mei 2010


Direktur PPS UNS Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph Prof. DR. Didik Tamtomo, dr.MM,M.Kes,PAK


NIP. 19570820 198503 1 004 NIP. 19480313 197610 1 00

ii
HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN
DENGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG DIASTOLIK DAN SISTOLIK
PADA PENDERITA TALASEMIA ANAK

Disusun oleh:
Retno Purwaningtyas
S5906002

Telah disetujui dan disahkan oleh Pembimbing

Pada Tanggal:

Nama Tanda tangan

Prof. DR. dr. B. Soebagyo, SpA (K)


NIP. 19431216 197603 1 001 ........................

dr. Sri Lilijanti W, SpA (K)


NIP. 19650330 199903 2 001 ........................

Surakarta, Juni 2010


Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga

Prof. DR. Didik Tamtomo, dr, MM,M.Kes,PAK


NIP. 19480313 197610 1 001

iii
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, peneliti:

Nama : Retno Purwaningtyas NA

NIM : S5906002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Hubungan antara Kadar

Feritin dengan Gangguan Fungsi Jantung Diastolik dan Sistolik pada Penderita

Talasemia Anak adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya

saya dalam tesis tersebut diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Mei 2010

Yang membuat pernyataan,

Retno Purwaningtyas NA

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang, hanya dengan karunia dan perkenanNyalah tesis ini dapat

terselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul ” Hubungan antara Kadar

Feritin dengan Gangguan Fungsi Jantung Diastolik dan Sistolik pada

Penderita Talasemia Anak” merupakan suatu persyaratan dalam menempuh

studi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak dan juga

untuk mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga.

Tesis ini terselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada para pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya,

serta memberikan ilmu dengan penuh kesabaran. Untuk itu kami mengucapkan

banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. DR. Dr. B. Soebagyo,

SpA(K) dan dr. Sri Lilijanti Widajaja, SpA(K).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Moch. Syamsulhadi,

SpKJ(K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof. Drs. Suranto, M.Sc,

PhD, selaku Direktur Program Studi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, dan

Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, MM, M.Kes, PAK, selaku Ketua Program Studi

Kedokteran Keluarga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menempuh pendidikan Magister Kedokteran Keluarga pada Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Terima kasih juga kami haturkan kepada dr. Mardiatmo, SpRad selaku

Direktur RSUD. Dr. Moewardi Surakarta atas ijin yang diberikan untuk

v
penggunaan sarana dan fasilitas di lingkungan RSUD. Dr. Moewardi Surakarta

selama penelitian ini berlangsung.

Terima kasih banyak juga kami haturkan kepada Prof. DR. Harsono Salimo,

dr, SpA(K) selaku ketua program Studi PPDS I Ilmu Kesehatan Anak FK UNS

yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan

spesialisasi ini dan terima kasih telah memberikan kesempatan untuk mengikuti

program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,

memberikan fasilitas serta dorongan semangat.

Kepada (alm) Dr. Iskandar Zulkarnaen SpA(K) dan dr. Ganung Harsono,

SpA(K) selaku Kepala Ilmu Kesehatan Anak FKUNS/RSDM kami mengucapkan

banyak terima kasih telah memberikan kesempatan dan dukungan yang

diberikan.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Sri Lilijanti W, SpA(K) selaku

pembimbing sekaligus sebagai tenaga ahli yang melakukan ekokardiografi pada

penelitian ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dr. Muh. Riza,

SpA.M.Kes yang telah mengijinkan kami untuk melakukan penelitian di Sub

Divisi Hemato-Onkologi Anak FK-UNS/RS. Dr. Moewardi Surakarta. Kepada

staf dan petugas di bagian laboratorium RSUD Dr. Moewardi Surakarta, terima

kasih banyak telah membantu melakukan pengambilan sampel darah dan

pemeriksaannya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada dr.

Pudjiastuti, SpA(K) selaku pembimbing akademis yang telah banyak

memberikan semangat, ilmu dan meluangkan waktu untuk memberikan jalan

vi
keluar bagi penulis bila ada kesulitan. Kepada dr. Sri Martuti, SpA. M. Kes

terima kasih yang sebesar-besarnya telah menjadi kakak tempat bertanya, berbagi

ilmu dan pengalaman serta memberikan nasehat selama penulis menempuh

pendidikan ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dewan Penguji Proposal dan Tesis yang telah meluangkan waktu disela-

sela kesibukannya yang begitu padat, masih mau untuk meluangkan waktu

memberi masukan pada tesis kami.

Kepada suami tercinta, dr. Djoni Subagio, terima kasih penulis ucapkan

yang sebesar-besarnya. Doa, pengertian dan semangat terus diberikan beliau dari

awal hingga terselesaikannya tesis dan program spesialisasi ini. Terima kasih

juga atas kesediaanya untuk menggantikan mengasuh anak-anak selama

pendidikan ini. Kepada anak-anakku tercinta Rahardian Muhammad Akbar dan

Atika Maulida Inastiti, mama ucapkan banyak terima kasih atas pengertian

kalian, doa dan semangat yang kalian berikan sehingga hati ini terpacu untuk

memberikan yang terbaik.

Kepada orang tua kami tercinta H.Soedirman dan Hj. Maryati, terima kasih

aku persembahkan, atas segala dukungan moril dan material yang diberikan,

kasih sayang dan doa selalu untuk penulis yang tiada henti, penulis tiada pernah

bisa membalas segala sesuatu yang pernah diberikan. Kepada adikku.Tyas Ajeng

Fitriani Prihandari, SP, MS dan Ir. Deo Putranto, MM, Iwan Cahyono Setyanto

Nugroho, Amd dan Tiwuk Istantini, S.Farm, Apt, terima kasih atas semua

bantuan yang kalian berikan kepada penulia baik material dan moril.

vii
Kepada pakde Hardianto,Bsc dan bude Martini beserta keluarga, kami

ucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang, doa dan segala bantuan yang

telah diberikan dari dulu hingga terselesaikannya pendidikan ini.

Kepada rekan senior kami, dr. Sri Wahyuni Herlinawati, SpA.M.Kes, dr

Elief Rohana, SpA.M.Kes dr. Jeannette Mila Hardiani, SpA.M.Kes, dr. Putri

Meneng Kusumoindiah, SpA.M.Kes, Dr. Meddy Ramadhan, SpA.M.Kes, dr.

Shinta Riana, SpA.M.Kes, dr. Zusta’in dan dr. Aisyah, terima kasih atas ilmu

yang diberikan.

Kepada teman seangkatan dr. Hari Wahyu Nugroho, kami ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, semangat untuk saling bahu-

membahu, teman dikala sedih, dan bersamanya segala urusan menjadi lebih

ringan.

Kepada rekan kami yang lain dr. Fadhilah Tia Nur, dr Sukmawan, dr.

Imelda Panggabean, dr. AA Rikki, dr. Evi Rokhayati, dr. Diah Rahmi, dr Mas

Ardi Nugroho, dr. Rifia Indriyani, dr Irdian, dr Siti Hairiah, dan dr. Maria Galuh,

dr Angga, dr, Arifatus, dr. Wasis rohima, dr Melita dan rekan-rekan yang lain,

kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya selama ini.

Kepada seluruh staf pengajar PPDS I IKA FK UNS yang telah membantu

penulis menyelesaikan pendidikan spesialis dan magister serta seluruh perawat di

lingkungan RS. Dr. Moewardi Surakarta khususnya bangsal Melati 2,

PICU/NICU, ruang perinatologi, serta poliklinik anak, kami ucapkan banyak

terima kasih atas kerjasama, bantuan, dan bimbingannya selama ini.

viii
Kepada para supporting Staff di bagian Ilmu Kesehatan Anak dan para

dokter muda kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya selama ini,

semoga Allah memberikan balasan kebaikan yang jauh lebih besar.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu

kritik dan saran dari pembaca kami harapkan sehingga menjadi lebih sempurna.

Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang kedokteran anak. Amin.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................... ......... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

PERNYATAAN ............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR.............................................................................. ....... iv

DAFTAR ISI.......................................................................................... ......... ix

DAFTAR TABEL....................................................................................... .... xii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xv

ABSTRAK ....................................................................................................... xvi

ABSTRACT ..................................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

B. Rumusan masalah ....... ..................................................................... 3

C. Tujuan penelitian .............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian............................................................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Talasemia .......................................................................................... 6

1. Definisi......................................................................................... 6

x
2. Epidemiologi................................................................................ 6

3. Patofisiologi ................................................................................. 7

4. Diagnosis ..................................................................................... 9

5. Komplikasi .................................................................................. 10

B. Feritin.............................................................................................. 12

C. Gangguan fungsi jantung ................................................................ 13

1. Gangguan jantung anemia ................................................. 13

2. Gangguan fungsi distolik dan sistolik......................................... 14

D. Hubungan timbunan besi (feritin) de ngan gangguan fungsi

jantung pada penderita talasemia......................... ........................ 17

E. Kerangka konsep .......................................................................... 21

F. Hipotesis ........................................................................................ 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. ........ 23

A. Desain penelitian ................................................................................... ....... 23

B. Tempat dan waktu ......................................................................................... 23

C. Populasi ......................................................................................................... 23

D. Sampel dan cara pemilihan sampel ............................................................... 23

E. Ukuran sampel .............................................................................................. 24

F. Identifikasi variabel ................ ..................................................................... 24

G. Definisi operasional variabel .................................................................... ... 24

H. Alur penelitian ............................................................................................. 26

I. Cara kerja ..................................................................................................... 26

xi
J. Pengolahan data ........................................................................................... 27

K. Izin subyek penelitian............... ................................................................... 28

L. Jadwal kegiatan ............................................................................................ 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ............................................................................................................ 29

B. Pembahasan ................................................................................................ 35

C. Kelemahan Penelitian ................................................................................. 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................. 40

B. Saran ........................................................................................................... 40

C. Implikasi Penelitian .................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................ ........................................................... 42

LAMPIRAN........................................................................................................ 46

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Aspek klinik β thalassemia ................................... 8

Tabel 4.1 : Karakteristik dasar subyek (n=30) ................................... 29

Tabel 4.2 : Karakteristik dasar subyek penelitian ................................... 29

Tabel 4.3 : Karakteristik data kontinyu subyek ................................... 30


pada gangguan diastolik (E/A)

Tabel 4.4 : Karakteristik data kontinyu subyek ................................... 31


pada gangguan sistolik (FS)

Tabel 4.5 : Korelasi antara kadar feritin dengan ................................... 31


gangguan fungsi diastolik dan
gangguan fungsi sistolik(E/A, EF, FS)

Tabel 4.6 : Hubungan antara kadar feritin dan ................................. 32


gangguan fungsi diastolik(E/A)

Tabel 4.7 : Hubungan antara kadar feritin dan ................................ 33


gangguan fungsi sistolik(EF)

Tabel 4.8 : Hubungan antara kadar feritin dan .................................. 34


gangguan fungsi sistolik (FS)

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Terjadinya anemia dan timbunan ............................... 11


besi pada talasemia mayor

Gambar 2.1. Kerangka konsep ............................... 21

Gambar 2.2. Alur penelitian ............................... 26

Gambar 4.1. Hubungan antara kadar feritin dan ............................... 32


gangguan fungsi diastolik (EA).

Gambar 4.2. Hubungan antara kadar feritin dan ............................... 33


gangguan fungsi sistolik (EF).

Gambar 4.3. Hubungan antara kadar feritin dan ............................... 34


gangguan fungsi sistolik (FS)

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan penelitian .............................................................. 46

Lampiran 2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian ............................. 47

Lampiran 3. Formulir isian penelitian ......................................................... 48

Lampiran 4. Surat izin kelayakan penelitian .............................................. 49

Lampiran 5. Data dasar penelitian ............................................................... 50

Lampiran 6. Hasil pengolahan data .............................................................. 52

xv
DAFTAR SINGKATAN

α : alfa, rantai globin alfa

β : beta, rantai globin beta

γ : gamma, rantai globin gamma

δ : delta, rantai globin delta

E : gelombang E, puncak kecepatan aliran diastolik aw

A : gelombang A, puncak kecepatan pengisian atrium

E/A : rasio E/A

EKG : elektrokardiografi

EF : ejection fraction

FS : fraction of shortening

Hb : hemoglobin

xvi
ABSTRAK

Retno Purwaningtyas NA. S5906002. 2010. Hubungan antara Kadar Feritin


dengan Gangguan Fungsi Jantung Diastolik dan Sistolik pada Penderita Talasemia
Anak.
Tesis : Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Latar Belakang : Akibat transfusi pada penderita talasemia akan mengakibatkan


penumpukan besi di dalam organ tubuh. Jantung akan mengalami gangguan
fungsi baik diastolik maupun sistolik. Dari penelitian yang ada terdapat perbedaan
pendapat antara kadar feritin dan gangguan fungsi jantung diastolik dan sistolik.

Tujuan: Penelitian ini adalah menganalisis hubungan kadar feritin dan gangguan
fungsi jantung diastolik dan sistolik.

Metoda : Penelitian potong lintang untuk menganalisis hubungan antara kadar


feritin dengan gangguan fungsi jantung diastolik dan sistolik pada penderita
talasemia anak yang berobat rutin di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Moewardi Surakarta selama periode Maret-Juni 2009. Data diolah dengan SPSS
16.0. Analisis yang dilakukan dengan X2, uji t, dan korelasi bivariat untuk
mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut. Bermakna bila p<0,05.

Hasil : Didapatkan 30 subyek penelitian, dengan 14 anak diantaranya mengalami


kardiomiopati diastolik, tidak didapatkan gangguan sistolik EF dan hanya terdapat
2 anak dengan kelainan fungsi sistolik FS. Kadar feritin tidak berhubungan
dengan gangguan fungsi jantung baik terhadap gangguan fungsi diastolik E/A
maupun terhadap gangguan fungsi jantung sistolik EF dan FS. Dari hasil
perhitungan statistik didapatkan hasil hubungan kadar feritin terhadap E/A, EF
dan FS masing-masing dengan nilai p= 0,083, p=0,997 dan p=0,844.

Kesimpulan : Kadar feritin tidak berhubungan dengan gangguan fungsi jantung


diastolik maupun terhadap gangguan fungsi jantung sistolik.

Kata kunci : talasemia, feritin, gangguan fungsi jantung diastolik, gangguan


fungsi jantung sistolik

xvii
ABSTRACT

Retno Purwaningtyas NA. S59060002. 2010. The Correlation between Feritin


Level with Diastolic and Systolic Disfunction in Thalassemia Children.
Thesis: Master Program in Family Medicine, Post-Graduate Program, Sebelas
Maret University Surakarta

Background: Transfusion in thalassemia can cause iron overload in some organs.


Due to this condition, it will cause disfunction on both diastolic and systolic
function. There are some controversial theories about the relation between ferritin
level and the heart disfunction.

Objective: To analyze relation feritin level and diastolic and systolic disfunction.

Methods: Cross-sectional study conducted to analyze the correlation between


feritin level and diastolic and systolic disfunction in thalassemia children at
pediatric department Moewardi General Hospital from March to June 2009. The
statistical analysis using SPSS 16.0, the correlation analysis using chi square, t
test and bivariat correlation.

Result: Thirty thalassemia children completed the study, 14 had cardiomyopathy


diastolic (E/A), none of the subjects had disfunction of systolic ejection fraction
(EF), 2 children had disfunction systolic fractional shortening (FS). The feritin
level had no correlation with both diastolic disfunction, E/A and systolic
disfunction, EF and FS. From the statistic analysis P value of the correlation
between feritin level with E/A, FS and FS were 0.083, 0.997, and 0.844
respectively.

Conclusion: The feritin level had no correlation with both diastolic and systolic
disfunction.

Keyword: Thalassemia, feritin, diastolic disfunction, systolic disfunction.

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Talasemia merupakan penyakit hemolitik kronik oleh karena kelainan genetik

yang diturunkan secara autosomal resesif dengan karakteristik terjadi penurunan

atau pengurangan produksi rantai globin (Setianingsih,1999; Lucarelli,2005).

Akibat dari rantai globin yang kurang maka akan terbentuk eritrosit yang mudah

rapuh, sehingga terjadi anemia dengan berbagai macam derajatnya. Penyakit

talasemia dijelaskan pertama kali oleh Cooley (1925), semula ditemukan di

sekitar Laut Tengah, menyebar sampai mediteran, Afrika, Timur Tengah, India,

Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2003 tidak kurang dari 300.000

bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap tahun di dunia

sedangkan jumlah penderita heterozigotnya tidak kurang dari 250 juta orang

(Wahidiyat, 2003). Jumlah penderita talasemia mayor di Indonesia saat ini

diperkirakan sekitar 8 juta orang. Di Pusat Talasemia Jakarta pada akhir bulan

Maret 2007 tercatat 1264 pasien dengan 80-100 pasien baru setiap tahun

(Setiabudy, 2007).

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang menyembuhkan secara

genetik. Transfusi diberikan untuk mempertahankan kadar hemoglobin diatas 10

g/dl untuk kebutuhan tumbuh kembang. Akan tetapi pemberian secara berulang

akan berisiko terjadi penumpukan zat besi dalam tubuh di berbagai organ

misalnya jantung, hati, otak, ginjal dan kelenjar endokrin (Weatherall, 1998;

Nathan, 2003). Banyak penelitian yang sudah dilakukan mengenai hubungan

xix
penumpukan zat besi (hemosiderosis) dengan gangguan fungsi organ.

Penumpukan zat besi pada jantung akan menyebabkan gangguan kontraktilitas

otot jantung dan irama jantung, tergantung pada banyaknya besi yang tertimbun

di serabut otot. Toksisitas besi terhadap jantung terjadi akibat penimbunan besi

dalam sel miokardium dan jaringan perenkim sehingga akan menyebabkan reaksi

katalisis yang membentuk hidroksi radikal bebas. Hal tersebut berakibat

terjadinya peroksidasi lipid di mitokondria, lisosom dan membran sel yang akan

mengakibatkan kerusakan sel, kematian jaringan serta akhirnya kerusakan organ.

Timbunan besi pada otot jantung akan menimbulkan kekakuan pada otot jantung,

Deposit besi pada miokardium selanjutnya akan menimbulkan gangguan fungsi

ventrikel, yang dapat menimbulkan kardiomiopati dan gagal jantung yang

merupakan penyebab utama kematian pada pasien talasemia mayor (Nathan,

2003).

Penelitian dampak feritin terhadap gangguan fungsi jantung masih

kontroversi. Pada penelitian Renny Suwarniaty dkk. tahun 2006 didapatkan

kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara lama transfusi dengan rasio E/A

>2.5, namun tidak didapatkan hubungan antara kadar serum feritin dengan

gangguan fungsi ventrikel kiri pada pasien talasemia mayor yang mendapatkan

transfusi secara multipel (Suwarniaty, 2007). Hasil penelitian ini ditunjang dengan

penelitian Fajar Subroto dkk. tahun 2003 yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara tinggi kadar feritin dengan terjadinya disfungsi jantung (Subroto,

2003). Ashena, Ghafurian, Ehsani, 2007 memperoleh hasil yang sama yaitu tidak

ada hubungan antara kadar feritin dengan gangguan fungsi diastolik (Ashena,

xx
2007). Muhammad Ali dkk. Tahun 2006 di RS Ciptomangunkusumo

mendapatkan hasil berlawanan, pada talasemia mayor terjadi fungsi ventrikel kiri

yang abnormal, dan tingginya kadar feritin mempengaruhi abnormalitas fungsi

diastolik (Ali, 2006). Prevalensi gangguan jantung yang ditemukan di RSCM

sebesar 29% (Subroto, 2003). Di seluruh dunia lebih dari 70% pasien talasemia

mayor meninggal karena gagal jantung akibat timbunan besi ini (Penaell, 2006).

Sampai tahun 2008 didapatkan 45 orang penderita talasemia di Bagian

Anak RS. Dr. Moewardi Surakarta, dan penelitian mengenai fungsi jantungnya

belum pernah dilakukan. Penggunaan deferoksamin di RS. Dr. Moewardi

Surakarta sampai saat ini belum memadai. Peneliti ingin mengetahui hubungan

kadar feritin dengan gangguan fungsi jantung diastolik dan fungsi sistolik pada

penderita talasemia anak di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kadar feritin dengan gangguan fungsi jantung diastolik

dan sistolik pada penderita talasemia?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk menentukan hubungan antara kadar feritin dengan gangguan fungsi

jantung diastolik dan sistolik terhadap penderita talasemia di RS. Dr.

Moewardi Surakarta.

2. Tujuan khusus

i. Mengidentifikasi kadar feritin penderita talasemia di RS. Dr. Moewardi

Surakarta.

xxi
ii. Mengidentifikasi jumlah darah yang telah ditransfusikan dengan kadar

feritin yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung.

iii.Menilai gangguan fungsi jantung diastolik dan sistolik penderita

talasemia yang secara berkala ditransfusi dan mendapatkan

deferoksamin di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

iv. Menganalisis hubungan kadar feritin terhadap gangguan fungsi jantung

diastolik dan sistolik penderita talasemia di RS. Dr. Moewardi

Surakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat bidang akademik

i. Mendapatkan kadar feritin dan banyaknya jumlah darah yang telah

ditransfusikan penderita talasemia di RS. Dr. Moewardi Surakarta

ii. Mendapatkan gangguan fungsi jantung diastolik dan sistolik penderita

talasemia di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

iii. Mendapatkan hubungan kadar feritin terhadap gangguan fungsi jantung

diastolik dan sistolik penderita talasemia di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

2. Manfaat bidang pelayanan

i. Mendapatkan kadar feritin dan banyaknya jumlah darah yang telah

ditransfusikan untuk dapat memprediksi gangguan fungsi jantung

diastolik dan sistolik penderita talasemia di RS. Dr. Moewardi Surakarta.

ii. Sebagai masukan untuk kebijakan dalam pemberian deferoksamin.

iii. Sebagai prediktor pemberian obat-obat jantung pada penderita talasemia

xxii
iv. Pemeriksaan kadar feritin lebih bisa dilakukan dimana saja dan harganya

lebih murah daripada ekokardiografi

xxiii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TALASEMIA

1. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik heriditer yang diturunkan

dari kedua orang tua kepada anaknya secara resesif. Karakteristik penyakit ini

terjadi penurunan atau pengurangan produksi rantai globin. Penurunan rantai β

globin dikenal sebagai talasemia β, penurunan rantai α globin dikenal sebagai

talasemia α. Berdasarkan tingkat keparahan klinis talasemia dibagi menjadi 3

yaitu:

1. Talasemia mayor (secara klinis berat, membutuhkan transfusi)

2. Talasemia intermedia (lebih ringan, onset lebih lambat, tidak atau hanya

membutuhkan sedikit transfusi)

3. Talasemia minor (tidak memberikan gejala klinis, karier heterozigot)

(Weatherall, 1998; Nathan, 2003; Lichtman, 2003).

2. Epidemiologi

Penyakit ini dijelaskan pertama kali oleh Cooley (1925), semula ditemukan

di sekitar Laut Tengah, menyebar sampai mediteran, Afrika, Timur Tengah, India,

Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2003 tidak kurang dari 300.000

bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap tahun di dunia,

sedangkan jumlah penderita heterosigotnya tidak kurang dari 250 juta orang

(Wahidiyat, 2003). Diperkirakan saat ini talasemia mayor di Indonesia sekitar 8

juta orang. Di Pusat Talasemia Jakarta pada akhir bulan Maret 2007 tercatat 1264

xxiv
pasien dengan 80-100 pasien baru setiap tahun. Prevalensi gangguan jantung di

RSCM sebesar 29% (Subroto, 2003). Di seluruh dunia lebih dari 70% pasien

talasemia mayor meninggal karena gagal jantung akibat timbunan besi ini

(Penaell, 2006).

3. Patofisiologi

Pada masa embrio terdapat Hb Gower-1 (ε 2 ζ 2), Hb Gower-2 (α 2 ζ 2), Hb

Portland (ε 2 γ2). Pada janin Hb Barts ( γ 4), Hb F (α 2 γ 2). Anak/dewasa Hb A

(α 2 β 2), Hb A2 (α 2 δ 2). Pada talasemia terjadi gangguan kuantitatif

hemoglobinopati. Sifat hemoglobin dengan rantai tetramer tidak stabil, mudah

berpresipitasi, sehingga membran eritrositnya sangat rapuh. Derajat kerapuhan

berkaitan dengan jenis rantai polipeptida yaitu dengan urutan tetramer α (α 4) > γ

4> β 4 (Marengo-Rowe, 2007; Permono, 2005).

Pada anak/dewasa normal jumlah α dan β hampir sama jumlahnya, hingga rasio β/

α lebih kurang sama dengan satu. Rasio ini menjadi 0,5-0,7 pada heterozygote β

talasemia dan menjadi sangat rendah antara 0,1-0,3 pada homozygote (Weatherall,

1998; Honig , 2004)

xxv
Tabel 1. Aspek klinik β talasemia (Weatherall, 1998; Honig, 2004)

Jenis talasemia genotip Macam Hb Berat ringan penyakit

Homozygote

βo- talasemia (α.α. βo βo) 0Hb A, ↑ Hb F, Cooley’s anemia

variable Hb A2

β+ talasemia (α.α β+ β+) ↓ Hb A, residual Hb F, Cooley’s anemia

variable Hb A2

δβo talasemia (α.αδβoδβo) 0 Hb A, 100% Hb F, Talasemia intermedia

0 Hb A2

Hb Lepore (α.α βLepβLep) 0 Hb A, 75% Hb F, Cooley’s anemia

0 Hb A2, 25% Hb Lep

Heterozygote

βo- talasemia (α.α. β βo ) ↑ HbA2, sedikit ↑ HbF Talasemia minor

β+ talasemia (α.α β β+ ) ↑ HbA2, sedikit ↑ HbF Talasemia minor

δ β talasemia (α.α β δ β ) 5-20 % Hb F Talasemia minor

Hb Lepore (α.α β βLep) ↓ HbA2, ↑ HbF

5-10 % Hb Lepore

Pada talasemia α terjadi delesi gen α, sedangkan pada talasemia β terjadi

kekurangan mRNA untuk rantai β akibat kesalahan pada waktu atau sesudah

transkripsi mRNA dari gen. Kesalahan ini akan mengakibatkan anemia hemolitik

kongenital heriditer yang disebabkan :

xxvi
- Pembuatan rantai β kurang, sebagai kompensasinya rantai γ dan δ

meningkat ( Hb F ↑ atau Hb A2 ↑) tetapi kecepatan pembuatan rantai γ dan δ

jauh lebih rendah, sehingga pembuatan Hb tetap akan menurun.

- Rantai α tidak berikatan dengan rantai β mengakibatkan terjadinya

denaturasi dan presipitasi dalam sel yang dikenal dengan Heinz bodies

(inclusion bodies) yang menyebabkan kerusakan membran sel dan menjadi

lebih permeabel.

- Kelebihan rantai α dalam eritrosit menyebabkan stabilitas hem berkurang

dan menyebabkan timbulnya O2 yang aktif yang mengakibatkan oksidasi Hb

dan sel membran sehingga terjadi hemolisis (Weatherall, 1998; Honig, 2004).

4. Diagnosis

Pada bayi baru lahir gejala klinis tidak tampak karena biasanya didapatkan

normal waktu lahir. Pucat dapat ditemukan pada anak pada tahun pertama. Gejala

lain yang dapat ditemukan yaitu anoreksia, pembesaran limpa dan hepar yang

membesar, wajah mongoloid (dahi dan maksila yang menonjol), adanya gangguan

pertumbuhan yang disebabkan berbagai faktor antara lain faktor hormonal akibat

hemokromatosis pada kelenjar endokrin dan hipoksia jaringan akibat anemia.

Warna kulit menjadi kehitaman. Perawakan biasanya pendek yang disebabkan

kekurangan gizi kronis dan anemia (Weatherall, 1998; Marengo-Rowe, 2007;

Arijanty, 2003). Pada pemeriksaan penunjang hapusan darah tepi akan

didapatkan anemia berat tipe mikrositik hipokromik, anisositosis, poikilositosis,

sel target. Jumlah retikulosit, lekosit, trombosit, bilirubin serum meningkat. Pada

sumsum tulang terdapat hiperplasi normoblastik. Kadar besi dalam serum (SI)

xxvii
meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah hingga

mencapai nol. Pada pemeriksaan Hb elektroforesis akan didapatkan HbF yang

meningkat. Nilai normal Hb F pada anak 0.5 – 7 persen, sedangkan pada

talasemia nilai Hb F akan lebih tinggi (Nathan, 2003).

Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks

tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak

besar kadang terlihat brush appearance (Honig, 2004).

5. Komplikasi

Pasien talasemia akan memerlukan terapi suportif utama yaitu transfusi

darah dengan tujuan mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 g/dL. Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan tumbuh kembang anak dengan sedikit

komplikasi. Tetapi komplikasi penimbunan zat besi dalam tubuh dapat terjadi

akibat transfusi darah yang dilakukan terus menerus. Pada pasien yang jarang

mendapatkan transfusi darah risiko penumpukan zat besi tetap terjadi karena

penyerapan zat besi yang abnormal. Penumpukan zat besi berkisar antara 2-5

gram per tahun pada kasus ini. Setiap satu kantong darah mengandung 220 mg zat

besi (Honig, 2004; Rund, 2005).

xxviii
Gambar 1. Terjadinya anemia dan timbunan besi pada talasemia mayor (Rund,

2005)

Kelebihan besi menyebabkan kapasitas transferin serum untuk mengikat besi

bebas akan terlampaui, sehingga besi bebas ini akan menghasilkan radikal bebas

yang berbahaya bagi tubuh. Kelebihan besi (iron overload) ini dideposit dalam

berbagai organ terutama di hati dan jantung hingga terjadi disfungsi organ. Hal

tersebut biasanya terjadi pada anak-anak diatas 5 tahun. Kelainan yang ditemukan

pada hati antara lain terjadi fibrosis hati, sirosis hati (Kartoyo, 2003). Pada

kelenjar endokrin dapat terjadi diabetes, hipoparatiroid, hipogonadisme. Penyebab

kematian talasemia terbesar dilaporkan akibat kelainan jantung yang didasari oleh

hemokromatosis pada jantung.(Gambar.1) Borgna-Pignatti di Italia, mendapatkan

penyebab utama kematian pasien talasemia adalah gagal jantung (50,8%).Menurut

Fajar S dkk. 2003 prevalensi gangguan jantung sebesar 29% (Subroto, 2003).

xxix
B. FERITIN

Feritin adalah protein yang terdiri dari 24 protein subunit, bagian intinya

terdiri dari 4500 komplek besi. Dapat larut dalam plasma dan bersifat non toksik.

Kadar feritin dapat dipakai untuk mengetahui kadar besi di dalam tubuh secara

tidak langsung. Feritin banyak terdapat dalam sel, dan jumlah yang bisa diukur

adalah yang terdapat di dalam serum. Kadar feritin dipengaruhi dapat oleh panas,

infeksi akut, inflamasi kronis, hemolisis dan eritropoesis yang tidak efektif. Kadar

C-reaktive protein dapat menyingkirkan tingginya feritin karena reaksi fase akut.

Feritin juga akan meningkat pada gizi buruk yang akut (Orkin, 2003; Permono,

2005). Kenaikan feritin akibat infeksi sudah terbukti pada infeksi malaria dan

HIV. Dari hasil penelitian pada malaria didapat hubungan antara asupan besi,

kadar hemoglobin dan parasitemia.(Ngardita, 2004). Penelitian kadar feritin pada

HIV terjadi peningkatan sesuai derajat penyakit akan tetapi masih dalam batas

normal. Hal ini dihubungan dengan adanya infeksi dan hemokromatosis (Riera,

1994). Peningkatan kadar feritin pada talasemia yang disebabkan karena infeksi

belum diketahui secara pasti. Nilai normal feritin untuk laki-laki 12 – 300 ng/mL

dan untuk wanita 12- 150 ng/mL. Kadar yang rendah didapatkan pada anemia

defisiensi besi dan restless leg syndrome, sedang kadar yang tinggi terdapat pada

hemosiderosis talasemia (Pherson, 2007). Menurut Olivieri dkk. 1994

menemukan bahwa prognosis kardiovaskular pada pasien talasemia mayor baik

bila kadar feritin serum dapat dipertahankan dibawah 2500 ng/ml. (Olivieri,1994).

Cara lain untuk mengetahui kadar besi dalam organ adalah dengan pemeriksaan

biopsi hati, CT scan dan MRI (Damardjati, 2003). Pemeriksaan MRI dapat

xxx
memperkirakan jumlah besi liver yang sebanding dengan jumlah besi di otot

jantung pada penderita talasemia mayor (Penaell, 2006; Walker, 2002). Biopsi

jantung tidak tepat untuk menggambarkan kadar besi di jantung karena

distribusinya tidak homogen (Permono, 2005).

Penumpukan besi dapat dikurangi dengan pemberian terapi kelasi besi

seperti deferoksamin, deferiprone dan deferasirox. Tujuan utama terapi kelasi besi

adalah mencapai kadar feritin 500-1500 mg. Pemberian terapi kelasi besi yang

adekuat dan kepatuhan pasien sangat menentukan keberhasilan terapi ini

(Hoffbrand, 2001). Dosis deferoksamin yang dianjurkan adalah 20-50 mg/kg

(biasanya dimulai 25 mg/kg) selama 8-10 jam, 5-7 hari per minggu, sedangkan

pemberian deferoksamin di RS Dr. Moewardi dengan dosis 20-50 mg/kg selama

6-8 jam, 5 hari dalam tiap kali transfusi.

C. GANGGUAN FUNGSI JANTUNG

1. Anemia

Pada talasemia yang tidak ditransfusi akan menyebabkan anemia berat dan

progresif yang bisa mengakibatkan kardiomiopati dilatasi karena sirkulasi yang

hiperdinamis. Perubahan anatomis yang tampak jelas termasuk dilatasi atrium dan

ventrikel serta menipisnya dinding jantung mengakibatkan jantung dapat

membesar hingga 2-3 kali ukuran normal. Hal ini dapat mengakibatkan kematian

usia dini. Ukuran jantung dapat normal kembali apabila diberikan transfusi secara

optimal (Myung, 2002).

xxxi
2. Gangguan fungsi diastolik dan sistolik

Pada talasemia yang sering mendapatkan transfusi akan menyebabkan

kardiomiopati restriksi yaitu terjadi gangguan fungsi diastolik dan sistolik adalah

kelainan yang terutama berhubungan dengan kelainan fungsi ventrikel kiri.

Fungsi jantung diastolik adalah abnormalitas yang terjadi selama ventrikel kiri

relaksasi dan selama pengisian (Oemar, 2005). Fungsi ini dapat dipengaruhi pada

keadaan hipertensi, diabetes mielitus dan karena bertambahnya usia. Bila keadaan

ini melanjut akan terjadi kardiomiopati dan gagal jantung diastolik. Gangguan

fungsi jantung diastolik biasanya terjadi terlebih dahulu bila dibandingkan dengan

gangguan fungsi sistolik. Sistolik yang normal bila performance, kontraktilitas

dan fungsinya normal. Gangguan fungsi sistolik bisa normal meskipun sudah

terjadi gagal jantung diastolik. Bila keadaan ini melanjut bisa terjadi gagal jantung

(Oemar, 2005; Myung, 2002).

Diagnosis gangguan fungsi jantung dapat dibuat berdasarkan gejala klinis

berupa kelelahan, sesak nafas atau nyeri dada yang timbul dengan latihan yang

ringan. Tetapi kadang-kadang ditemukan juga penderita tanpa gejala klinis.

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan sebagai dasar diagnosis adalah

Elektrokardiografi. Jantung mempunyai otot yang bersifat unik karena

mempunyai otomatisasi kontraksi yang ritmik. Impuls listrik memacu kontraksi

yang berjalan melalui sistem konduksi khusus, yang menimbulkan arus listrik

lemah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Adanya berbagai kelainan pada

jantung seperti gangguan miokard, hipertrofi, efusi perikardium, gangguan

konduksi, gangguan metabolik atau elektrolit, maupun irama jantung dapat

xxxii
tercermin pada elektrokardiografi. Kelainan EKG yang sering ditemukan pada

talasemia mayor adalah hipertrofi ventrikel kiri, disritmia dan perlambatan

konduksi atrioventrikuler (blok jantung derajat I dan II). Pemeriksaan

elektrokardiografi (EKG) dapat mencerminkan adanya gangguan fungsi hantaran

yaitu antara lain adanya hambatan konduksi atrioventrikular ( Subroto, 2003: Ali ,

Putra, 2006).

Pemeriksaan ekokardiografi jantung dapat lebih tepat menilai kelainan

anatomis dan penurunan fungsi kontraksi jantung. Alat ini dapat digunakan untuk

menilai kelainan anatomis dan penurunan fungsi jantung pada talasemia mayor

(Subroto, 2003; Penaell, 2006).

Fungsi jantung dapat diukur melalui beberapa parameter untuk menentukan

adanya gangguan fungsi diastolik maupun fungsi sistolik. Fungsi diastolik

ventrikel kiri dan kanan diketahui dengan mengukur kecepatan maksimal

pengisian ventrikel pada saat awal diastolik (the peak early diastolic flow velocity

(E), kecepatan maksimal pengisian ventrikel pada saat kontraksi atrium (the peak

atrial filling velocity (A), dan kecepatan rasio maksimal pengisian awal dan akhir

(E/A). Pada talasemia akan terlihat gambaran restriktif, yaitu terlihat peningkatan

nilai E, penurunan nilai A, serta peningkatan rasio E/A, baik di katup mitral

maupun trikuspidal; hal ini mengindikasikan penurunan kemampuan diastolik

ventrikel kiri dan kanan. Akibat timbunan besi di otot jantung dapat diukur

ketebalan dinding posterior dan septum ventrikel (Walker, 2002).

Fungsi sistolik diketahui dengan mengukur persentase pemendekan diameter

ventrikel selama sistolik dan fraksi ejeksi. Fraksi pemendekan (FS=fractional

xxxiii
shortening) adalah persentase perubahan pada dimensi rongga ventrikel kiri saat

kontraksi sistolik dan merupakan parameter yang sering digunakan untuk

mengekspresikan fungsi sistolik (Myung, 2002; Oemar, 2005). Fraksi

pemendekan ini dihitung dari perubahan persentase diameter ventrikel kiri yang

terjadi saat sistolik dengan mengukur diameter sistolik akhir dan diameter

diastolik akhir menggunakan M-mode ekokardiografi. Nilai normal fraksi

pemendekan adalah 28-44% (Myung, 2002). Menurut Park, pengukuran ini tidak

tergantung umur dan laju jantung, tetapi tergantung dari preload dan afterload

ventrikel. Pada anak dengan kardiomiopati kongestif akan terjadi penurunan fraksi

pemendekan ini hingga 16±7% dari anak normal (Subroto, 2003).

Fraksi ejeksi (EF=ejection fraction) yang diukur dengan ekokardiografi Doppler

merupakan teknik analisis volume sebagai indikator fungsi pompa ventrikel.

Fraksi ejeksi mewakili isi sekuncup sebagai persentase dari volume akhir diastol

ventrikel kiri dengan nilai normal berkisar antara 56%-783% (Myung, 2002)

Koren dkk. dalam penelitiannya mengenai disfungsi ventrikel kanan pada

talasemia mayor menggunakan nilai normal untuk fraksi ejeksi ventrikel kiri

sebesar 50% atau lebih. Pemeriksaan ekokardiografi M-mode yang dilakukan oleh

Lau dkk. membandingkan kelompok anak normal dengan talasemia mayor yang

mendapat transfusi berulang tanpa gagal jantung menunjukkan terjadinya

penurunan nilai fraksi pemendekan dan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Lau dkk.

menyatakan juga bahwa fraksi pemendekan dan fraksi ejeksi merupakan indikator

yang baik untuk menilai fungsi jantung. Sehingga pemeriksaan jantung dengan

menggunakan ekokardiografi M-mode yaitu dengan mengukur secara tepat fungsi

xxxiv
ventrikel kiri, dapat dipakai untuk memantau kelebihan besi di dalam miokardium

pada tahap awal (Neufeld, 2006).

D. HUBUNGAN TIMBUNAN BESI DENGAN GANGGUAN FUNGSI

JANTUNG PADA PENDERITA TALASEMIA

Penimbunan zat besi di otot jantung terjadi gangguan irama jantung maupun

kontraktilitas otot jantung yang berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel,

yaitu terjadi kelainan diastolik dan sistolik ventrikel kiri disertai peningkatan

ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dan septum interventrikular, yang diikuti

dilatasi atrium kiri dan ventrikel kanan (Subroto, 2003; Ali, 2006).

Penimbunan besi akibat transfusi darah berulang pada talasemia dapat

mengakibatkan terjadinya komplikasi pada jantung. Gangguan kontraktilitas otot

jantung dan irama jantung menunjukkan banyaknya besi yang tertimbun di

serabut otot. Toksisitas besi terhadap jantung terjadi akibat penimbunan besi

dalam sel miokardium dan jaringan perenkim sehingga akan menyebabkan reaksi

katalisis yang membentuk hidroksi radikal bebas. Hal tersebut berakibat

terjadinya peroksidasi lipid di mitokondria, lisosom dan membran sel yang akan

mengakibatkan kerusakan sel, kematian jaringan serta akhirnya kerusakan organ.

Timbunan besi pada otot jantung akan menimbulkan kekakuan pada otot jantung,

gangguan fungsi ventrikel pada saat pengisian dan akhirnya dapat menimbulkan

kardiomiopati restriksi yang merupakan penyebab utama kematian pada pasien

talasemia mayor (Nathan, 2003 ; Subroto, 2003). Pada pemeriksaan dengan MRI

pada talasemia mayor oleh Penaell, 2006 didapatkan bahwa timbunan besi di otot

jantung menyebabkan kekakuan otot jantung sehingga dapat menjadi faktor risiko

xxxv
terjadinya kardiomiopati restriktif (Penaell, 2006). Terjadinya komplikasi jantung

akibat timbunan besi ini sering ditemukan setelah melewati dekade pertama

kehidupan dan menjadi penyebab utama kematian. Kelainan jantung pada

talasemia mayor terutama berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel baik

sistolik maupun diastolik. Gangguan fungsi diastolik terjadi lebih dahulu bila

dibandingkan gangguan fungsi sistolik. Terlihatnya gejala gangguan fungsi

diastolik jantung menunjukkan prognosis yang buruk. Pada umumnya penderita

talasemia akan meninggal karena gagal jantung kongesti kurang dari satu tahun

setelah timbulnya gejala gangguan jantung (Ali, 2006; Vaccari, 2002).

Pada penelitian Renny Suwarniaty dkk. tahun 2006 didapatkan kesimpulan

bahwa terdapat hubungan antara lama transfusi dengan rasio E/A yang >2,5,

namun tidak didapatkan hubungan antara kadar serum feritin dengan gangguan

fungsi ventrikel kiri pada pasien talasemia mayor yang mendapatkan transfusi

secara multipel (Suwarniaty, 2007). Rasio E/A menggambarkan fungsi diastolik,

bila rasio E/A >2,5 berarti ada gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri secara

restriktif. Hasil penelitian ini ditunjang dengan penelitian Fajar Subroto dkk. tahun

2003 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi kadar feritin

dengan terjadinya disfungsi jantung. Penelitian lain oleh Ashena dkk, 2007

memperoleh hasil yang sama yaitu tidak ada hubungan antara kadar feritin dengan

gangguan fungsi diastolik (Ashena, 2007). Penelitian Muhammad Ali dkk. Tahun

2006 di RS Ciptomangunkusumo mendapatkan hasil berlawanan, pada talasemia

mayor terjadi fungsi ventrikel kiri yang abnormal, dan tingginya kadar feritin

mempengaruhi abnormalitas fungsi diastolik (Ali, 2006). Fungsi diastolik selain

xxxvi
untuk menilai gangguan jantung juga dapat dipergunakan untuk menilai prognosis

penderita talasemia (George, 2001; Efthimiadis, 2008). Angka harapan hidup

setelah 15 tahun pada penderita talasemia mayor adalah sebesar 34% pada pasien

yang mengalami restriksi dan 82% yang tidak mengalami restriksi (Efthimiadis,

2008).

Pada penelitian Kremastinos, 1995 didapatkan kesimpulan bahwa

kelebihan besi akan mempercepat terjadinya restriktif ventrikuler dengan

pembesaran ventrikel kanan dan penurunan fungsi jantung. Timbunan besi

merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya gagal jantung kiri, akan

tetapi masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh (Vaccari, 2002). Penelitian

Kremastinos, 1999 berkesimpulan terjadinya perbedaan profil imunogenetik pada

pasien dengan gagal jantung kiri dengan yang tidak mengalami gagal jantung

kemungkinan disebabkan perbedaan genetik pada sistem imun (Kremastinos,

1999). Dari penelitian Economou-Peterson et al, 1998 yang meneliti tentang

pengaruh apolipoprotein E ε4 allele sebagai faktor risiko terjadinya gagal

ventrikel kiri. Hasilnya didapatkan bahwa semakin tinggi kadar apolipoprotein E

ε4 allele akan semakin berisiko terjadi gagal ventrikel kiri (Ecoumou-Petersen,

1998).

Untuk mencegah terjadinya gangguan jantung timbunan zat besi harus

dikendalikan dengan pemberian kelasi besi. Penelitian Ehlers dkk. menunjukkan

bahwa tatalaksana deferoksamin dengan dosis yang benar dapat menghambat

timbulnya komplikasi jantung dan meningkatkan umur rata-rata pasien talasemia

(Aessopos, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Spirito dkk. yang menilai pola

xxxvii
pengisian ventrikel kiri menggunakan ekokardiografi Doppler pada 32 pasien

talasemia mayor yang tidak menderita gagal jantung serta mempunyai fungsi

sistolik ventrikel kiri yang normal, menunjukkan adanya restriksi pengisian

ventrikel kiri, baik yang mendapat terapi kelasi maupun yang tidak ( Subroto,

2003).

xxxviii
E. KERANGKA KONSEP

Inefektif TALASEMIA Hemolisis


eritropoesis

ANEMIA KRONIS Transfusi


berulang

Absorbsi besi ↑ Hemosiderosis

infeksi Feritin ↑

Reaksi katalis
→ radikal
bebas→
peroksidasi lipid
Kelasi besi di mitokondria,
lisosom,
membran sel à
kerusakan selà

Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan fungsi


hepar kelenjar ginjal jantung - Fungsi
endokrin diastolik E, A,
E/A- Fungsi
sistolik EF, FS

PJBHipertensiRiw
ayat DM

Lingkup penelitian

xxxix
Keterangan kerangka konsep

Pada talasemia akan terjadi hemolisis dan eritropoesis yang tidak efektif

sehingga akan terjadi anemia yang kronis. Kompensasi tubuh terhadap

eritropoesis yang tidak efektif dengan cara meningkatkan absorbsi besi di

usus. Anemia kronis membutuhkan transfusi darah berulang yang akhirnya

juga akan meningkatkan kadar besi dalam darah dan jaringan. Peningkatan

ini dapat diketahui dari kadar feritin yang tinggi dan berakibat terjadinya

reaksi katalis dan menghasilkan radikal bebas yang akan menyebabkan

peroksidasi lipid di mitokondria, lisosom, membran sel dan terjadilah kerusakan

sel dan selanjutnya terjadi gangguan organ misalnya hepar, kelanjar endokrin,

ginjal dan jantung akan terjadi akibat penimbunan besi. Gangguan jantung

dikarenakan kekakuan otot jantung akibat penimbunan besi yang akan

menyebabkan gangguan kontraktilitas. Pemeriksaan ekokardiografi dapat

menilai gangguan kontraktilitas ini dengan mengukur nilai E, A, E/A, EF,

FS. Selain pada talasemia gangguan jantung juga terjadi pada penyakit

jantung bawaan (PJB), hipertensi dan DM. Peningkatan kadar feritin dapat

disebabkan adanya infeksi dan dapat dikurangi dengan pemberian kelasi

besi.

F. HIPOTESIS

Terdapat hubungan antara kadar feritin dengan gangguan fungsi jantung

diastolik dan sistolik pada penderita talasemia.

xl
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan potong lintang.

B. Tempat dan waktu

Penelitian dilakukan di poliklinik dan di bangsal Anak RS. Dr. Moewardi

Surakarta bulan Maret-Juni 2009

C. Populasi

Populasi sasaran pada penelitian ini adalah semua penderita talasemia

Populasi sumber pada penelitian ini adalah semua penderita talasemia

yang telah terdiagnosis dan mendapatkan transfusi darah rutin di bagian anak

RS. Dr. Moewardi Surakarta selama bulan Maret-Juni 2009

D. Sampel dan cara pemilihan sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua penderita talasemia di bagian anak RS.

Dr. Moewardi Surakarta dan rutin mendapatkan transfusi darah (jumlah 30 anak).

Cara pengambilan sampel menggunakan total sampling.

Kriteria inklusi

Orang tua menandatangani informed concent penelitian

Kriteria eksklusi

a. Mempunyai kelainan jantung bawaan, hipertensi, riwayat DM

b. Menggunakan obat-obat jantung

xli
E. Ukuran sampel

Ukuran sampel dihitung berdasarkan analisis multivariat jumlah subyek yang

memadai berkisar antara 10 - 50 kali jumlah variabel bebas. Variabel bebas

penelitian ini ada 3 yaitu kadar feritin, jumlah darah yang telah ditransfusikan,

umur. Jumlah subyek yang diperlukan minimal 3 x 10 sampai 3 x 50. Jadi

diperlukan 30 subyek hingga 150 subyek.

F. Identifikasi variabel

1. Variabel bebas : Kadar serum feritin

2. Variabel tergantung :

a. Gangguan fungsi jantung diastolik E/A

b. Gangguan fungsi jantung sistolik EF dan FS

G. Definisi operasional variabel

1. Umur adalah usia anak saat pengambilan sampel dihitung dalam satuan bulan..

Dibagi menjadi dua yaitu kelompok risiko rendah bila umur ≤ 60 bulan dan

kelompok risiko tinggi bila umur > 60 bulan ( skala pengukuran nominal.

(Kartoyo, 2003)

2. Banyaknya darah yang telah ditransfusikan

Banyaknya darah yang telah ditransfusikan sejak pertama kali transfusi.

Dihitung dalam satuan mililiter. Subyek penelitian dibagi menjadi dua yaitu

transfusi sedikit bila jumlah darah ≤ 10.000 ml dan transfusi banyak bila

jumlah darah >10.000ml (Suwarniaty, 2007)

xlii
3. Kadar feritin

Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium dengan menggunakan tehnik

tertentu, kemudian dilakukan penilaian. Hasil dikelompokkan ≤ 2500 dan >

2500 ng/ml (Olivieri, 1994)

4. Pemeriksaan ekokardiografi

a. Penilaian fungsi diastolik dilakukan dengan menggunakan nilai E/A

E = the peak early diastolic flow velocity (N= 73±9cm/sec)

A= the peak atrial filling velocity (N=38±8 cm/sec)

Nilai E/A normal adalah 2.0 ± 0.5

Nilai E/A < 1.5 terjadi kardiomiopati dilatasi

Pada penelitian ini menggunakan nilai E/A > 2.5 untuk menggambarkan ter

jadinya kardiomiopati restriksi (Myung, 2002).

b. Penilaian fungsi sistolik dilakukan dengan menggunakan FS dan EF.

EF dihitung dengan menggunakan rumus:

LVEDV- LVESV
EF(%) = __________________ x 100
LVEDV
LVEDV = Left ventricular end-diastolic volume

LVESV = Left ventricular end-sistolic volume

Nilai normal EF saat istirahat adalah 56% - 78%

Nilai < 56% berarti terdapat kelainan fungsi sistolik

Nilai ≥ 56% berarti tidak terdapat kelainan fungsi sistolik (Myung, 2002).

FS dihitung dengan menggunakan rumus

xliii
LVDD – LVSD
FS(%) = __________________ x 100
LVDD
LVDD = left ventricular diastolic dimension (cm)
= dimensi diastolik ventrikel kiri

LVSD = left ventricular sistolic dimension (cm)

= dimensi sisstolik ventrikel kiri

Nilai normal FS adalah 28% - 44%

Nilai < 28% berarti terdapat kelainan fungsi sistolik

Nilai ≥28% berarti tidak terdapat kelainan fungsi sistolik (Myung, 2002).

H. Alur penelitian

Talasemia

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi :


- Mempunyai kelainan
-Semua penderita talasemia di
jantung bawaan, hipertensi,
bagian anak RS. Dr. Moewardi
riwayat DM
Surakarta
- Menggunakan obat-obat
-Orang tua menandatangani
jantung
informed concent penelitian
- Orang tua tidak
menandatangani informed

Pencatatan formulir isian penelitian


Pemeriksaan kadar feritin
Pemeriksaan ekokardiografi

Pengolahan

I. Cara kerja

Semua anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan formulir isian

penelitian yang memuat umur, jenis kelamin, alamat, umur saat terdiagnosis,

terapi kelasi, lama terapi kelasi. Pada sampel tersebut dilakukan pemeriksaan,

xliv
kadar feritin, ekardiografi untuk menilai fungsi distolik dengan E, A, E/A dan

fungsi sistolik EF, FS.

1. Banyaknya darah yang telah ditransfusikan

Diketahui dengan menjumlah banyaknya darah yang pernah diterima. Data

ini diambil dari catatan medis.

2. Kadar feritin

Darah diambil 2 ml disentrifuge 3000 rpm 15 menit. Aliquot serum

diambil 2 sampel 0,5 ml. Diberi identitas dan diperiksa kadar feritin.

3. Pemeriksaan ekokardiografi

Pemeriksaan akan dilakukan oleh spesialis anak konsultan kardiologi

dengan menggunakan alat ekokardiografi transtorakal Dopller merk GE

Vivit 3 N-Pro dengan ukuran probe 7S. Dilakukan pengukuran Fraksi

ejeksi (Fraction Ejection =EF) dan Fraksi pemendekan (Fraction

Shortening=FS), E/A. Pemeriksaan ini dilakukan bila Hb > 10 gr/dl.

J. Pengolahan data

Data yang didapat dianalisis dengan program SPSS 16.0. Karakteristik subyek

(umur, jenis kelamin, umur saat terdiagnosis, terapi kelasi, lama terapi kelasi)

dideskripsikan dalam persentase dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Variabel

bebas dideskripsikan dalam bentuk numerik (nilai rerata kadar feritin beserta

simpang bakunya) dan variabel tergantung dideskripsikan dalam nilai nominal

(gangguan fungsi jantung atau tidak). Perhitungan analisis multivariat

dipergunakan untuk menilai hubungan antara kadar feritin, banyaknya darah yang

telah ditransfusikan dan umur terhadap gangguan fungsi jantung diastolik dan

xlv
gangguan fungsi jantung sistolik. Jenis analisis yang dipergunakan adalah analisis

regresi logistik.

K. Izin subyek penelitian

Penelitian ini dilakukan atas persetujuan orang tua atau wali dengan cara

menandatangani informed concent yang dijukan peneliti, setelah sebelumnya

mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut.

Penelitian ini akan dilakukan setelah rancangan penelitian ini mendapat

persetujuan dari Panitia Etik Penelitian FK-UNS/RS Dr. Moewardi.

L. Jadwal kegiatan

KEGIATAN Jan Feb Mar Apr Mei Jun’ Jul’

09

Persiapan

Pengumpulan data

Pengolahan data

Penyusunan laporan penelitian

xlvi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik dasar subyek (n=30)
Variabel n %
Jenis kelamin
Laki-laki 15 50
Perempuan 15 50
Usia kronologis
≤60 bulan 8 26,7
>60 bulan 22 73,3
∑ Darah transfusi
≤10.000 ml 10 33,3
>10.000 ml 20 66,7
∑ Feritin
≤2500 ng/ml 10 33,3
>2500 ng/ml 20 66,7

Tabel 4.2 Karakteristik dasar subyek penelitian


Variabel n Mean SD Min Maks
Usia kronologis 30 99.57 54.28 17.00 251.00
Usia terdiagnosis 30 23.80 20.58 3.00 72.00
∑ Darah transfusi 30 15860.83 10510.74 1700.00 38880.00
∑ Feritin 30 4422.13 3590.47 775.00 18825.00

Karakteristik dasar subyek penelitian terlihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2

Penelitian potong lintang ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK

UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode bulan Mei sampai dengan

Juli 2009. Penderita talasemia sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi

penelitian, jumlah ini memenuhi persaratan minimal besar sampel yang

dibutuhkan yaitu antara 30 sampai dengan 150 orang. Jumlah subyek penelitian

dengan jenis kelamin laki-laki sebanding dengan perempuan. Usia anak saat

xlvii
penelitian berkisar antara 17 bulan sampai dengan 251 bulan (20 tahun 11 bulan)

dengan rerata usia 99,5 bulan (8 tahun 3 bulan). Usia kronologis 5 tahun atau

kurang terdapat 8 dari 30 anak atau sebesar 26,7%. Usia saat terdiagnosis berkisar

antara 3 bulan hingga 72 bulan (6 tahun), dengan rata-rata 23,8 bulan. Rata-rata

jumlah darah yang telah ditransfusikan 15.860,8 ml. Anak dengan jumlah darah

yang ditransfusikan 10.000 ml atau kurang sebesar 10 anak dari 30 anak atau

sebesar 33,3%. Jumlah feritin berkisar 775 ng/ml hingga 18.825 ng/ml dengan

rerata 4422,1 ng/ml, sedangkan feritin dengan jumlah 2500 ng/ml atau kurang

sebanyak 10 anak atau sebesar 33,3%.

Tabel 4.3 Karakteristik data kontinyu subyek pada gangguan diastolik (E/A)

Gangguan Diastolik (E/A)


Variabel Normal Kardiomiopati t p
n Mean SD n Mean SD
Usia kronologis 16 95,75 48,17 14 103,92 62,10 0,40 0,688
∑ Darah transfusi 16 15185,31 11683,28 14 15205,71 10291,13 0,00 0,996
∑ Feritin 16 5419,68 4524,99 14 3282,07 1583,59 1,67 0,105

Karakteristik data kontinyu subyek pada gangguan diastolik (E/A) dapat

dilihat pada tabel 4.3. Terdapat 14 dari 30 anak yang menderita kardiomiopati

restriktif dengan usia kronologis lebih tinggi pada anak yang kardiomiopati

dibandingkan yang normal, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,688).

Pada anak dengan kardiomiopati restriksi jumlah darah yang ditransfusikan lebih

tinggi, tetapi feritin lebih rendah dibandingkan anak yang normal. Keduanya tidak

memiliki nilai yang bermakna (p>0.05).

xlviii
Tabel 4.4 Karakteristik data kontinyu subyek pada gangguan sistolik (FS)
Gangguan Sistolik (FS)
Variabel Normal Gangguan fungsi t p
n Mean SD n Mean SD
Usia kronologis 28 99,07 55,94 2 106,50 28,99 0.18 0,855
∑ Darah transfusi 28 15861,60 10834,35 2 5860,00 8259,00 1,27 0,214
∑ Feritin 28 4296,00 3686,99 2 6188,00 367,69 0,71 0,481

Dari tabel tersebut diatas terlihat yang menderita gangguan fungsi sistolik

(FS) sebanyak 2 dari 30 anak. Perbedaan usia kronologis dan kadar feritin lebih

tinggi pada anak yang mengalami gangguan fungsi FS yaitu 6188 ml vs 4296 ml,

tetapi jumlah darah yang ditransfusikan lebih banyak pada anak yang tidak

mengalami gangguan fungsi FS. Perbedaan rata-rata ketiganya tidak bermakna.

Tabel 4.5 Korelasi antara kadar feritin dengan gangguan fungsi diastolik dan
gangguan fungsi sistolik (E/A, EF, FS)

Gangguan fungsi n r p
E/A 30 0,41 0,083
EF 30 0,00 0,997
FS 30 -0,03 0,844

Tabel 4.5 korelasi antara kadar feritin dengan gangguan fungsi diastolik

(E/A) dan gangguan fungsi sistolik (EF, FS). Hubungan kadar feritin dengan E/A

bernilai positif yang berarti semakin tinggi jumlah feritin semakin tinggi nilai

E/A. Hubungan kadar feritin dengan EF bernilai 0, dan hubungan feritin dengan

FS bernilai negatif. Semuanya hubungan tersebut tidak bermakna dengan nilai

p>0,05.

xlix
Tabel 4.6 Hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi diastolik(E/A)

Gangguan Diastolik
Normal Kardiomiopati Total X2 p
n (%) n (%) n(%)
Kadar feritin 0,67 0.796
≤ 2500 5 (50) 5 (50) 10 (100)
> 2500 9 (45) 11 (55) 20 (100)
Total 14 (46,7) 16 (53,3) 30 (100)

Hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi diastolik tampak pada

tabel 4.6 dimana 10 anak mempunyai kadar feritin 2500 ng/ml atau kurang dan

50% diantaranya mengalami gangguan fungsi diastolik. Sedangkan anak dengan

kadar feritin >2500 terdapat 20 orang dan 9 anak (45%) diantaranya mengalami

gangguan fungsi jantung diastolik. Hubungan antara kadar feritin dan gangguan

fungsi diastolik tidak bermakna (p=0.796)

Gambar 4.1 Hubungan antara kadar


feritin dan gangguan fungsi diastolik (EA)

l
Hubungan yang lemah antara kadar feritin dan gangguan fungsi diastolik

(EA) lebih tampak jelas pada diagram baur pada gambar 4.1 dimana nilai

korelasinya sebesar R=0.002.

Tabel 4.7 Hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi sistolik (EF)

Gangguan Sistolik(EF)
Normal Gangguan fungsi Total X2 p
n (%) n (%) n(%)
Kadar feritin - -
≤ 2500 10 (100) 0(0) 10 (100)
> 2500 20 (100) 0(0) 20 (100)
Total 30 (100) 0(0) 30 (100)

Pada tabel 4.7 terlihat hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi

sistolik (EF). Dari 30 anak talasemia, 10 anak mempunyai kadar feritin 2500 atau

kurang, sedangkan 20 yang lain mempunyai kadar feritin lebih dari 2500. Dari

kedua kelompok tidak didapatkan adanya gangguan fungsi jantung sistolik,

sehingga tidak didapatkan nilai X2 maupun nilai p.

Gambar 4.2 Hubungan antara kadar feritin dan


gangguan fungsi sistolik (EF)

li
Dari gambar 4.2 diagram baur (scatter plot) tidak adanya hubungan antara

kadar feritin dan gangguan fungsi sistolik (EF) terlihat jelas dari terlihat garis

yang hampir mendatar.

Tabel 4.8 Hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi sistolik (FS)

Gangguan Sistolik (FS)


Normal Gangguan fungsi Total X2 p
n (%) n (%) n(%)
Kadar feritin 1,07 0,301
≤ 2500 10 (100) 0(0) 10 (100)
> 2500 18 (90) 2(10) 20 (100)
Total 28 (93,3) 2(6,7) 30 (100)

Hubungan antara kadar feritin dan gangguan fungsi sistolik FS pada tabel

4.5 dimana 10 anak mempunyai kadar feritin 2500 ng/ml atau kurang dan

semuanya tidak mengalami gangguan fungsi sistolik. Sedangkan anak dengan

kadar feritin >2500 terdapat 20 orang (66,7%) dan 2 anak (6,7%) diantaranya

mengalami gangguan fungsi jantung sistolik. Hubungan antara kadar feritin dan

gangguan fungsi sistolik FS tersebut tidak bermakna (p=0.301)

Gambar 4.3. Hubungan antara kadar


feritin dan gangguan fungsi sistolik (FS)

lii
Dari gambar 4.3 diagram baur (scatter plot) hubungan antara kadar feritin

dan gangguan fungsi sistolik (EF) terlihat jelas sangat lemah dari terlihatnya garis

yang hampir mandatar dengan R=0,001.

B. Pembahasan

Penelitian ini merupakan studi potong lintang ini dilakukan di RS. Dr. Moewardi

Surakarta dengan mengambil rentang waktu antara bulan Mei-Juli 2009. Sampel

yang didapatkan sebanyak 30 orang. Penderita talasemia yang datang ke

poliklinik RS. Dr. Moewardi anak sebanyak 30 orang. Data penelitian berasal dari

kuasioner, hasil pemeriksaan laboratorium dan ekokardiografi.

Pada penelitian ini jenis kelamin laki-laki sebanding dengan perempuan.

Usia anak saat penelitian berkisar antara 17 bulan sampai dengan 251 bulan (20

tahun 11 bulan) dengan rerata usia 99,5 bulan (8 tahun 3 bulan). Usia ini

dibandingkan dengan penelitian sebelumnya mempunyai usia lebih rendah. Usia

kronologis lebih dari 5 tahun sebanyak 22 anak. Usia saat terdiagnosis berkisar

antara 3 bulan hingga 72 bulan (6 tahun), dengan rata-rata 23,8 bulan. Diharapkan

dengan makin muda terdeteksi akan makin cepat penanganannya. Rata-rata

jumlah darah yang telah ditransfusikan 15.860,8 ml, dengan 20 anak mempunyai

jumlah transfusi darah lebih dari 10.000 ml. Rata-rata jumlah feritin 4422,1 ng/ml,

dimana jumlah lebih 2500 ng/ml sebanyak 20 anak atau sebesar 66,7%. Jumlah

feritin yang aman sebesar 2500 ng/dl, pada subyek penelitian rata-rata berjumlah

2 kalinya. Hal ini akan meningkatkan risiko akibat penimbunan besi di organ

tubuh. Dibandingkan dengan yang normal, anak dengan kardiomiopati diastolik

liii
(kardiomiopati restriktif) mempunyai umur kronologis yang lebih tinggi, jumlah

darah transfusi yang lebih banyak, tetapi jumlah feritinnya lebih sedikit, tetapi

perbedaanya tidak bermakna Perbedaan pada anak dengan gangguan fungsi

sistolik usia kronologis dan kadar feritin lebih tinggi, tetapi jumlah darah yang

ditransfusikan lebih banyak daripada anak yang normal, akan tetapi perbedaannya

juga tidak bermakna. Korelasi antara kadar feritin dengan gangguan fungsi

diastolik (E/A) dan gangguan fungsi sistolik (EF, FS) semuanya tidak bermakna

dengan nilai p>0,05. Keadaan ini tidak sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi

jumlah darah yang ditransfusikan akan semakin tinggi jumlah feritin yang terukur

lama kelamaan akan mempengaruhi fungsi jantung. Hal ini kemungkinan karena

jumlah sampel yang terlalu sedikit dan angka kepatuhan yang tinggi dalam

menggunakan deferoksamin. Disamping itu feritin banyak terdapat dalam sel, dan

jumlah yang bisa diukur adalah yang terdapat di dalam serum. Kadar feritin

dipengaruhi dapat oleh panas, infeksi akut, inflamasi kronis, hemolisis dan

eritropoesis yang tidak efektif. Kadar C-reaktive protein dapat menyingkirkan

tingginya feritin karena reaksi fase akut. Feritin juga akan meningkat pada gizi

buruk yang akut (Orkin, 2003; Permono, 2005). Kenaikan feritin akibat infeksi

sudah terbukti pada infeksi malaria dan HIV. Dari hasil penelitian pada malaria

didapat hubungan antara asupan besi, kadar hemoglobin dan parasitemia

(Ngardita, 2004). Penelitian kadar feritin pada HIV terjadi peningkatan sesuai

derajat penyakit akan tetapi masih dalam batas normal. Hal ini dihubungan

dengan adanya infeksi dan hemokromatosis (Riera, 1994). Peningkatan kadar

liv
feritin pada talasemia yang disebabkan karena infeksi belum diketahui secara

pasti.

Kelainan jantung pada talasemia mayor terutama berhubungan dengan

gangguan fungsi ventrikel baik sistolik maupun diastolik. Gangguan fungsi

diastolik terjadi lebih dahulu bila dibandingkan gangguan fungsi sistolik.

Terlihatnya gejala gangguan fungsi diastolik jantung menunjukkan prognosis

yang buruk. Terjadinya komplikasi jantung akibat timbunan besi ini sering

ditemukan setelah melewati dekade pertama kehidupan dan menjadi penyebab

utama kematian (Ali, Putra, 2006; Vaccari, 2002). Pada penelitian ini rata-rata

usia penderita adalah 8 tahun 3 bulan, sehingga dari segi waktu belum melewati 1

dekade. Pada penelitian ini tidak didapatkan kelainan EF, sedangkan FS terdapat 2

anak diantara 30 anak yang diteliti. Hal ini disebabkan pada EF berhubungan

dengan banyaknya volume darah yang dikeluarkan ventrikel saat sistolik.

Keadaan ini dapat dikompensasi dengan naiknya laju jantung. Sedangkan FS lebih

menggambarkan kekakuan otot jantung yang berakibat terjadinya perubahan pada

ukuran ruangan ventrikel saat kontraksi.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya. Pada

penelitian Renny Suwarniaty dkk. tahun 2006 didapatkan kesimpulan bahwa tidak

didapatkan hubungan antara kadar serum feritin dengan gangguan fungsi ventrikel

kiri pada pasien talasemia mayor yang mendapatkan transfusi secara multipel

(Suwarniaty, 2007). Penelitian yang lain yang dengan kesimpulan yang sama

adalah penelitian Fajar Subroto dkk. tahun 2003 yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara tinggi kadar feritin dengan terjadinya disfungsi jantung.

lv
Ashena dkk, 2007 memperoleh hasil yang sama yaitu tidak ada hubungan antara

kadar feritin dengan gangguan fungsi diastolik (Ashena, 2007).

Timbunan besi merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya

gagal jantung kiri, akan tetapi masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh

(Vaccari, 2002) yaitu anemia dan miokarditis. Pada talasemia sering terjadi

remodeling ventrikel kiri sebagai respon terhadap anemia, selanjutnya bila

timbunan besi sudah banyak maka akan terjadi kardiomiopati restriksi, karena

kekakuan miokard akibat timbunan besi. Penelitian Kremastinos, 1999

berkesimpulan terjadinya perbedaan profil imunogenetik pada pasien dengan

gagal jantung kiri dengan yang tidak mengalami gagal jantung kemungkinan

disebabkan perbedaan genetik pada histokompatibilitas mayor antigen /allel A, B,

DR, dan DQ (Kremastinos, 1999). Gagal jantung kiri ini banyak disebabkan oleh

miokarditis. Dari penelitian Economou-Peterson et al, 1998 yang meneliti tentang

pengaruh apolipoprotein E ε4 allele sebagai faktor risiko terjadinya gagal

ventrikel kiri. Hasilnya didapatkan bahwa semakin tinggi kadar apolipoprotein E

ε4 allele akan semakin berisiko terjadi gagal ventrikel kiri (Ecoumou-Petersen,

1998).

C. Kelemahan penelitian

Jumlah subyek yang terlalu sedikit akan memberikan pengaruh terhadap

analisis data. Diperlukan penelitian dengan jumlah subyek yang lebih besar

sehingga dapat mendapatkan hasil yang lebih baik yang dapat menggambarkan

keadaan sesungguhnya dalam populasi.

lvi
Pengambilan data menggunakan kuasioner akan memberikan risiko

adanya recall bias, karena hanya mengandalkan ingatan keluarga dalam

memberikan keterangan. Selain itu terdapat bias pengukuran dari hasil

laboratorium maupun ekokardiografi, meskipun sudah dilakukan standarisasi dan

pengukuran ekokardiografi dilakukan 3 kali pemeriksaan dan diambil rata-

ratanya.

Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang hanya menggambarkan

kondisi sesaat. Akan lebih baik apabila dilakukan penelitian lain dengan secara

kohort sehingga bisa diketahui perjalanan penyakit, misalnya kelainan jantung

apakah hanya dipengaruhi timbunan besi ataukah ada juga pengaruh anemia.

lvii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari penelitian ini terdapat 30 subyek penelitian dengan 14 anak

diantaranya mengalami kardiomiopati diastolik, tidak terdapat gangguan sistolik

EF dan hanya terdapat 2 anak dengan kelainan fungsi sistolik FS. Kadar feritin

tidak berhubungan dengan gangguan fungsi jantung baik terhadap gangguan

fungsi diatolik E/A maupun terhadap gangguan fungsi jantung sistolik EF dan FS.

Dari hasil perhitungan statistik didapatkan hasil hubungan kadar feritin terhadap

E/A, EF dan FS masing-masing dengan nilai p= 0,083, p=997 dan p=0,844.

Dilakukan pula analisis hubungan usia kronologis dan jumlah darah yang

ditransfusikan dengan gangguan fungsi jantung diastolik dan sistolik memberikan

hasil yang tidak bermakna (p>0.05).

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, kadar feritin anak talasemia di RS Dr. Moewardi

mempunyai kadar rata-rata 4422 ng/ml. Hal ini lebih tinggi dari batas aman yang

dianjurkan yaitu 2500 ng/ml. Untuk itu diperlukan pengawasan akibat

penimbunan besi pada organ-organ tubuh. Kadar feritin tidak berhubungan

dengan gangguan fungsi jantung baik distolik maupun sistolik, untuk itu perlu

dilakukan ekokardiografi tiap 6 bulan pada setiap anak talasemia tanpa

memandang kadar feritinnya. Waspadai adanya miokarditis pada anak dengan

talasemia karena dapat menyebabkan gagal jantung yang merupakan penyebab

lviii
kematian utama anak talasemia. Untuk mengetahui perjalanan pengaruh feritin

terhadap gangguan fungsi jantung perlu dilakukan penelitian kohort prospektif.

C. Implikasi Penelitian

1. Bagi Bidang Akademik

Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk memantau adanya gangguan

fungsi jantung baik diastolik maupun sistolik pada anak talasemia berapapun

kadar feritinnya. Meskipun batas aman kadar feritin adalah 2500 ng/ml, akan

tetapi diperlukan monitoring gangguan organ akibat penimbunan besi terutama

pada jantung dan organ-organ lainnya.

2. Bagi Bidang Pelayanan Kedokteran Keluarga

Bagi seorang dokter keluarga, pemahaman tentang penyakit talasemia

dengan segala aspeknya perlu diketahui. Adanya anemia membutuhkan transfusi,

sedangkan akibat transfusi darah mengakibatkan penimbunan besi di berbagai

organ, termasuk di jantung. Kebanyakan kematian penderita talasemia adalah

akibat gangguan fungsi jantung. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan berkala

untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan jantung yang lebih berat dengan

diberikannya obat-obat jantung.

lix
DAFTAR PUSTAKA

Aessopos A, Farmakis D, Deftereos S, Tsironi M, Tassiopous S, Moyssakis I, et


al, 2005. Thalassemia heart disease. Chest;127:1523-1530

Ali M, Putra S, Gatot D, Sastroasmoro S, 2006. Left ventricular functions and


mass of adolescents and young adults with thalassemia major: an
echocardiography study. Pediatrica Indonesiana;46:9-10

Arijanty L, Nasar S, 2003. Masalah nutrisi pada talasemia. Sari Pediatri;5;1.


p.21-26

Ashena Z, Grafurian S, Ehsani M, 2007. The relation between left


ventricular diastolic indices and serum ferritin in thalassemia major.
Pediatric hematology and Oncology;24: 3-14

-----, 1999. β- thalassemia with the major histocompatibility complex.


Circulation; 100: 2074-2078

Cheung Y, Chan G, Godfrey C, Ha S, 2002. Arterial stiffness and endothelial


function in patients with β-thalassemia major. Circulation ;12

Damardjati F, Oswari H, 2003. Hepatitis C pada talasemia mayor: pengaruh iron


overload pada perjalanan penyakit. Pediatri;5:1. p.16-20

Ecoumou-Petersen E, Aessopos A, Kladi A, Flevari P, Karabatsos F,Fragodimitri


C, et al, 1998. Apolipoprotein E ε 4 allel as a genetic risk factor for left
ventricular failure in homozygous β-thalassemia. Blood;92:9. p.3455-3459

Efthimiadis G, Giannakoulas G, Hassapopoulou H, Karvounis H,


Tsikaderis D, Styliadis I, et al, 2008. Prognostic significance of right
ventricular diastolic function in thalassemia major. Swiss Med;138:52-54

George H, Antonis M, Ioanna G, Dimitrios A Georgr S,


Alexandra K, et al, 2001. Right ventricular diastolic function in
β-thalassemia major: echocardiographic and clinical correlates. The
American heart journal;141:428-434

Oemar H, 2005. Perhitungan hemodinamik. Textbook of echocardiography


interpretasi dan diagnosis klinik. Jakarta: Yayasan Mencerdaskan
Bangsa.p.193-205

Hoffbrand A.V, 2001. Diagnosing myocardial iron overload. European Heart


Journal;22: 2140-2141

lx
Honig G, Hemoglobin abnormalities.In: Behrman, Kliegman, Jenson, editors,
2004. Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders.p.989 -
901

Kartoyo P, Purnamawati, 2003. Pengaruh penimbunan besi terhadap hati pada


thalassemia. Sari Pediatri;5:1.p.34-38

Kremastinos D, Flevari P, Spyropoulou M, Vrettou, Tsiapras D, Stavropoulou-


Giokas,1999. Association of heard failure in homozygous β-thalassemia
with the major histocompatibility complex. Circulation;100:2074-2078

Lichtman, Shafer, Felgar, Wang N. Lichman’s Atlas of Hematology. Didapat


dari www.accesmedicine.com. Diunduh pada tanggal 25 Juni 2008

Lichtman MA, 2007. The thalassemias,. In: Beutler E, Kippo TJ, Williams WJ,
editors. Manual of hematology 6th ed. United States: Mc Graw-Hill.
2003.p.91-96

Lucarelli. Hematologic Disorders. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM,


Deerding RR, editors. In Current pediatric diagnosis & treatment 17th ed.
United States of K America: McGraw-Hill. 2005.p . 869-871

Marengo-Rowe A, 2007. The thalassemia and related disorder.Proc (Bayl Univ


Med Cent); 20:27-31

Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto S, 2002. In


“Perkiraan besar sample” dalam Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta. Sagung Seto.

Myung K, 2002. Primary myocardial disease. In: Myung K, editor.


Pediatric Cardiology for Practitioners. United States of America: Mosby.
267-280

Neufeld E, 2006. Oral chelators deferasirox and deferiprone for transfusional iron
overload in thalassemia major. Blood;107:9

Nathan D, Oskin S, , 2003. The thalassemias In: Nathan D, Orkin S, Ginsburg D,


editors. Hematology of infancy & childhood. United States of America:
Saunders.p.842-900

Olivieri NF, Nathan DG, MacMillan JH, et al. 1994. Survival in medically treated
patients with homozygous β-thalassemia.N Engl J Med; 331:574–578

Penaell D, 2006. MRI and iron-overload cardiomyopati in thalassemia.


Circulation; 21.

lxi
Permono B, Ugrasena I, 2005. Hemoglobin abnormal. In: Permono B, Sutaryo,
Ugrasena I, Windiastuti E, Abdulsalam M,editors. Buku ajar hematologi-
onkologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. p. 64-84

Phersonand Pincus, 2007. Ferritin. Didapat dari


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003490.htm. Diunduh
pada tanggal 7 September 2008

Rund D and Rachmilewitz, 2005. β-thalassemia, N Engl J Med;353:11 -15

Setiabudy R, Wahidiyat P, 2007. Platelet agregation and activation in thalassemia


major patients in Indonesia. Clinical Applied Trombosis Hemostasis;XX;X

Setianingsih I, Williamson R, Daud D, Harahap A, Marzuki S, and Forresst S,


1999. Phenotypic variability of filipino β-thalassemia/Hb E patients in
Indonesia. American Journal of Hematology;62:7-12

Sripichai O, Munkongdee T, Kumkhack C, Svasti S, Winichagoon P, Fucharoen


S, 2008. Coinheritance of the different copy number of α-globin gene
modies severity of β-thalassemia/Hb E disease. Ann Hematol.;87:375-379

Subroto F, Advani N, 2003. Gangguan fungsi jantung pada talasemia mayor.


Sari pediatri.;5:1.p. 12-15

Subroto F, Munthe BG, Advani N, Firmansyah A, 2003. The correlation between


feritin level dan cardiac dysfunction in patients with thalassemia. Pediatrica
Indonesiana:43:1-2

Suwarniaty R, Ontoseno T, Permono B, Sastroasmoro S, 2007. Pengaruh kadar


feritin serum terhadap fungsi ventrikel kiri pada thalassemia mayor yang
mendapat transfusi multipel. Sari Pediatri.;9:3. p.178-184

Wahidiyat I. Thalassemia dan permasalahannya di Indonesia. Sari Pediatri.


2003;5; 1, p.2-3

Walker J, 2002. The heart in thalassemia. European Heart Journal (2002) 23,
102–105

Weatherall JD, The thalassemias. In: William W, Beutler E, Erslev A, Lichtman


M, editors. Hematology 4th ed. Philadelphia: Mc Graw-Hill. 1998. p.890-899

Wood J, Otto-Duessel M, Aguilar M, Nick H, Nelson M, Coates T, et al, 2005.


Cardiac iron determines cardiac T2*, T2, and T1 in the gerbil model of iron
cardiomyopathy. Circulation;112:535-54

lxii
Vaccari M, Crepaz R, Fortini M, Gamberini M, Scarcia S, Pitscheider W, et al,
2002. Left ventricular remodeling, systolic function, and diastolic function
in young adults with β-thalassemia intermedia. Chest;121: 506-512

lxiii

Anda mungkin juga menyukai