PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus menstruasi
1. Definisi siklus menstruasi normal
Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa definisi
haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus
(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu
yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa
kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ
hormonal.1,3
Menstruasi adalah proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim
(endometrium) yang keluar melalui vagina. Lama siklus menstruasi ideal seorang
wanita adalah 28 hari dari sejak awal perdarahan hingga terjadinya perdarahan
siklus berikutnya. Namun pada kenyataannya hanya 14% wanita yang mempunyai
siklus 28 hari. Banyak terdapat variasi rentang siklus menstruasi ini namun interval
antara 24 - 35 hari masih dianggap normal. Jumlah perdarahan dan lama hari
menstruasi pun beragam. Lama hari menstruasi adalah 2-8 hari, dengan rentang
tersering 4-6 hari. Rata-rata kehilangan darah selama menstruasi adalah 30cc dengan
rentang normal 25-60cc. kehilangan darah >80cc termasuk berlebihan dan dapat
membuat wanita mengalami anemia defisiensi besi. Perdarahan sedikit selama
menstruasi juga dapat menyebabkan anemia jika tidak diimbangi asupan besi yang
adekuat.1,3
2. Fisiologi Menstruasi
Suatu siklus mentruasi terjadi karena adanya interaksi pada ovarium, hipofisis
pituitary, dan hipotalamus yang dapat mempengaruhi hormon di pituitary dan
ovariuAm sehingga mengakibatkan beberapa perubahan sehingga terjadinya proses
menstruasi.2
Perkembangan late folicular dan fungsi luteal tergantung pada fungsi
hipotalamus dan hipofisis normal. Neuron hipothalamic mengeluarkan
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) secara pulsatile manner. GnRH,
4
Tiap wanita sebenarnya mempunyai siklus menstruasi dan hari menstruasi yang
konsisten. Variasi selama 2 hari dapat terjadi pada 1/3 siklus menstruasi wanita.
5
Variasi ini terjadi pada fase folikular siklus menstruasi. Fase luteal menstruasi
merupakan fase yang konsisten 13-15 hari setelah menarche dan tetap konsisten
hingga masa perimenopause. Remaja mempunyai rataan siklus menstruasi 34 hari.
Terjadi penurunan bertahap pada panjang siklus hingga mencapai usia 30 tahun atau
awal 40, dimana rataannya menjadi 27 hari. Siklus anovulasi sering dimulai saat
wanita mencapai usia akhir 40. Siklus memanjang kembali dengan rataan 33 hari
dimulai 3 tahun sebelum menopause. Variasi yang lebar dari siklus menstruasi baik
lama antar siklus, lama menstruasi ataupun jemlah perdarahan selama menstruasi
sering membuat pasien dating ke dokter mencari pertologan. Kehamilan merupakan
penyebab terbanyak pasien dengan siklus menstruasi awalnya normal menjadi
terganggu. Keadaan laktasi dan kehamilan harus selalu disingkirkan terlebih dahulu
pada wanita yang datang dengan keluhan siklus menstruasi tidak teratur, terlambat
atau terhenti.3,7
Siklus menstruasi normal mempunyai konsep yang berfokus pada efek fisiologi
2 sistem organ yang terlibat yaitu uterus dan ovarium. Siklus menstruasi secara
klasik dibagi berdasarkan fase. Fase ini untuk menilai apa yang terjadi pada rentang
waktu yang berbeda dikedua sistem organ utama. Fase pertama siklus menstruasi
disebut fase folikular dengan fokus di ovarium dan fase proliferasi dengan fokus di
uterus. Fase folikular berakhir saat terjadi LH surge. Ovulasi akan terjadi sebagai
akibat LH surge. Fase berikutnya setelah menstruasi yang dimulai setelah terjadi LH
surge dinamakan fase luteal dengan fokus di ovarium dan fase sekresi dengan fokus
di uterus.7
Ovarium dan pituitari, dengan hipotalamus sebagai fasilitator. Ada keterlibatan
dari hipotalamus. E (estrogen); FSH, merangsang folikel hormon; hCG, human
chorionic gonadotropin; LH, hormon luteinizing; P, progesteron.3
6
Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulosa yang mengelilingi ovum yang
telah bebas itu disebut korona radiata.4,6
Sel-sel dari membrana granulosa dan sel teka interna yang tinggal pada ovarium
membentuk membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena
perdarahan waktu ovulasi, dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus
luteum berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang disebut lutein, ia
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen. Jika tidak terjadi pembuahan
(konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setelah 14 hari
mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Korpus luteum tadi
disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum
dipelihara oleh hormon chorionic gonadotropin (hCG) yang dihasilkan oleh
sinsisiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditas dan
berlangsung hingga 9 – 10 minggu.4,6
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron
9
darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi
hipothalamus untuk mensekresi Gonadotropin Releasing Hormone (Gn-RH).
Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi FSH. FSH menstimulasi perkembangan
folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun
dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan LH. Kadar
LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus ke-28. Apabila
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, corpus luteum menyusut,
oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.5
Peningkatan kadar FSH menginduksi peningkatan jumlah sel granulosa.
Muncul gap junction diantara sel granulosa dan oosit. Gap junction ini
mempermudah komunikasi antara sel disekitar oosit dengan oosit itu sendiri.
Lapisan stroma yang mengelilingi sel granulosa juga mengalami diferensiasi
menjadi 2 lapisan yaitu theca interna dan theca eksterna. Lapisan theca ini
dipisahkan dari lapisan sel granulosa oleh lamina basalis.5
Oosit juga ikut membesar dan dibungkus oleh lapisan membrane zona
pellucida. Seiring dengan bertambahnya jumlah sel granulosa, terjadi juga
peningkatan jumlah estradiol, reseptor FSH juga mulai muncul pertama kali pada sel
granulosa. FSH dan estradiol mempunyai peran penting dalam peningkatan reseptor
FSH dan jumlah sel granulosa. FSH juga meningkatkan sekresi dari aromatase, yang
nantinya juga meningkatkan produksi estrogen. Aromatase diproduksi oleh sel
granulosa dan androgen aromatizes diproduksi oleh lapisan sel theca untuk
memaksimalkan estrogen folikular milieu.5
10
memberikan efek pada folikel yang non dominan dan berkontribusi terhadap
terjadinya atresia. Folikel dominan tetap memiliki keuntungan kompetitif karena
mempunyai banyak reseptor FSH dan lingkungan estrogen yang lebih baik. Sebagai
tambahan lapisan sel theca pada folikel dominan mempunyai vaskularisasi lebih
banyak sehingga FSH lebih mudah sampai pada reseptor FSH folikel dominan.
Keunggulan ini membuat folikel dominan ini tetap mengaromatisasi androgen
menjadi estradiol.3,4
c. Siklus Endometrium
1. Early Folicular / Menstrual Phase
Fase folikular/proliferatif dibagi menjadi early, mid dan late. Berdasarkan
kesepakatan, hari 1 siklus menstruasi simulai saat perdarahan pervaginam dan
merupakan karakteristik perdarahan menstruasi dari endometrium uterus. Gambaran
USG endometrium terlihat tidak jelas saat menstruasi, saat akhir menstruasi
gambarannya berupa garis tipis echogenic.3
Endometrium terdiri dari 2 lapisan utama yaitu stratum basale yang berdekatan
dengan miometrium dan stratum fungsionale yang terletak diatas stratum basale dan
berdekatan dengan lumen uterus. Lapisan basale tidak ikut meluruh saat menstruasi
dan hanya terjadi perubahan minimal selama siklus menstruasi. Lapisan fungsionale
terbagi lebih lanjut menjadi :
1) Stratum Compactum merupakan lapisan superfisial yang dekat dengan lumen
uterus. Terdiri dari leher kelenjar dan banyak sel stroma.
2) Stratum Spongiosum (lapisan fungsional dalam) yang dekat dengan lapisan
basale. Spongiosum mengandung kelenjar endometrium predominan, banyak
jaringan interstisial dan sedikit jaringan stroma.
Baik stratum compactum maupun spongiosum akan luruh selama menstruasi.
Setelah menstruasi, endometrium hanya tersisa stratum basal dan sebagian stratum
spongiosum. Stratum fungsionale akan secara cepat berproliferasi dan tumbuh
sebagai respon dari peningkatan estrogen yang terlihat pada fase awal folikular.4
2. Fase Midfolikular / Proliferasi
Peningkatan kadar estrogen menstimulasi proliferasi kelenjar endometrium dan
stroma serta penebalan dari startum fungsionale. Aktivitas stroma dan mitosis
12
kelenjar meningkat bertahap dan psudostratifikasi dari kelenjar nuclei dapat terlihat.
Growth factor juga memiliki peran dalam perkembangan endometrium, dengan
VEGF mendorong aktifitas mitosis endometrium. VEGF diinduksi oleh TNF, TGF-
dan IGF-I. pada pemeriksaan USG, gambaran endometrium trilaminar dapat
ditemukan. Ketebalan endometrium meningkat dari 1-2 mm setelah menstruasi
menjadi rata-rata 6 mm pada hari ke-7 siklus menstruasi.3,4
3. Fase Late Folikular / Proliferatif
Gambaran endometrium trilaminar berlanjut menebal dan sering terukur >8 mm
pada pemeriksaan USG segera sebelum ovulasi. Rata-rata ketebalan endometrium
pada pemeriksaan USG adalah 12 mm. Wanita biasanya menyadari perubahan
peningkatan produksi lendir cervix dan peningkatan kekentalan “stringiness”
(spinnbarkheit) dari lendir cervix. Perubahan lendir cervix ini penting bagi wanita
yang menggunakan KB natural untuk mengatur reproduksinya. Secara histologis,
kelenjar endometrium menjadi tidak rata, stroma dan gambaran kelenjar mitosis
mencapai puncaknya. Pseudostratifikasi dari sel kelenjar epitelium juga mencapai
puncaknya.3,4
13
Pada gambar 6 bagian atas menjelaskan pada kotak hitam pada diagram yang
menggambarkan fase menstruasi. Sedangkan pada gambar 6 bagian menjelaskan
representatif foto mikrograf imunofluoresen CD68 (biru; penanda makrofag,
imunoreaktivitas positif CD68) dan perarnaan elastase (ungu; penanda neutrofil,
imunoreaktivitas elastase positif) pada fase menstruasi endometrium manusia
(siklus menstruasi hari 1). Kelenjar endometrium diindikasikan oleh G, makrofag
dengan M, dan neutrofil dengan N. Nuclear counterstain: Sytox Green (hijau;
Molecular Probes Inc.).4
17
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam
siklus menstruasi normal:
a. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH)
berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal
siklus sebelumnya
b. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir
dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini
merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium
c. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran
FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan
level estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat
drastis (respon bifasik)
d. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon
LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH,
keluarlah hormon progesterone
e. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang
menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi
adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke
luteal
f. Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai
fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus
luteum
g. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa
sudah terjadi ovulasi
h. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus
luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya.
5. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Terdapat beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi :
a. Faktor Enzim
Dalam fase proliferasi, estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim
19
pemberian anti prostlagandin tidak menyebakan peningkatan darah yang keluar pada
mensturasi. Tetapi, dengan darah mensturasi dan endometrium yang mempunyai
aktivitas fibronilitik pemberian anti fibrinolitik bisa mengurangi peningkatan darah
yang keluar.2,4,5
Vasokontriksi pembuluh darah adalah faktor pengontrol terpenting dalam
pengeluaran darah mensturasi dimana role of prostaglandin adalah yang terpenting,
PGF2α dalah vasokonstriktor yang terpenting. Sedangkan PGE2 dan prostasiclyn
berperan dalam vasodilatasi sehingga perdarahan yang terlalu banyak berhubungan
dengan gangguan rasio vasokonstriktor yaitu PGF2α dengan vasodilator yaitu
PGE2 dan prostasiklin.2,4,5
B. Gambaran histologi perubahan endometrium pada siklus menstruasi
Urutan perubahan-perubahan endometrium yang dikaitkan dengan siklus
ovulatorik telah dipelajari dengan seksama oleh Noyes pada manusia dan Bartlemez
dan Markee pada primata dibawah manusia. Dari data-data ini telah dibuat suatu
gambaran mengenai fisiologi menstruasi berdasarkan perubahan-perubahan
anatomis dan fungsional spesifik dalam komponen kelenjar, vaskuler, dan stroma
endometrium. Perubahan-perubahan ini akan dibahas dalam lima fase: (1)
endometrium menstruasi, (2) fase proliferatif, (3) fase sekretorik, (4) persiapan
implantasi, dan akhirnya (5) fase peluruhan endometrium. Walaupun perbedaan ini
tidak sepenuhnya bersifat arbiter, harus diingat bahwa keseluruhan proses adalah
siklus evolusioner terintegrasi dari pertumbuhan dan regresi endometrium, yang
diulang sekitar 400 kali selama masa kehidupan dewasa seorang wanita.20
Secara morfologis endometrium dapat dibagi menjadi lapisan “fungsionalis”
dua pertiga atas dan lapisan “basalis” sepertiga bawah. Tujuan lapisan fungsionalis
adalah untuk mempersiapkan endometrium untuk implantasi blastosit, sehingga
lapisan ini menjadi tempat terjadinya proliferasi, sekresi, dan degenerasi. Tujuan
lapisan basalis adalah untuk menyediakan endometrium regeneratif setelah
hilangnya lapisan fungsionalis saat menstruasi.20
21
22
oleh makrofag atau monosit disebut dengan monokin. Dalam fungsinya sebagai
signal interseluler, sitokin mengatur respon inflamasi lokal dan sistemik. Umumnya
sitokin bertindak sebagai parakrin (secara lokal dekat dengan sel yang
memproduksinya) atau secara autokrin yaitu langsung bereaksi pada sel yang
memproduksinya. Sitokin memodulasi reaksi pejamu terhadap antigen asing atau
agent penyebab cedera dengan cara mengatur penyembuhan. Mobilitas dan
diferensiasi leukosit beserta sel-selnya. Interaksi yang komplek antara limfosit, sel
radang dan elemen seluler lainnya didalam jaringan juga dimediatori oleh sitokin.
Sitokin membantu dalam regulasi dan perkembangan sel-sel imun efektor,
komunikasi antarsel atau langsung sebagai efektor. Umumnya sitokin disintesa dan
disekeresikan dalam bentuk peptide atau glikoprotein dengan BM (berat molekul)
rendah.8
Aktifitas sitokin yang sangat spesifik, memudahkan dalam pendeteksian dan
identifikasinya, terutama dengan perkembangan tehnologi sekarang ini. Beberapa
sitokin diberi nama sesuai dengan aktifitas biologiknya, misal; macrophace
activation factor ( MAF), macrophage migration inhibiting factor ( MIF). Leukosit
derived chemotactic factor (CTX),limpotoxin ( LT), dan osteoclast activating factor
(OAF).8
Berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, sitokin dibedakan dalam monokin
sebagai hasil dari monosit atau makrofag dan limfokin sebagai hasil dari limposit.
Interleukin adalah sitokin proinflamasi yang berasal dari sel T dan diproduksi utama
oleh sel dengan fenotip Th1/Th0 tetapi bukan pada sel dengan fenotipe Th2. Namun
sebagian besar sitokin sudah diubah namanya menjadi interleukin, sesuai dengan
peranannya dalam komunikasi antara leukosit. Dengan kemajuan teknologi dan
pengetahuan yang demikian pesat hingga saat ini interleukin telah diidentifikasi
sebanyak 35 jenis interleukin berdasarkan fungsi, sumber, target reseptor dan target
sel.8
Endometrium manusia terdiri dari epitel kelenjar yang responsif terhadap
hormon, stroma, dan sejumlah besar sel yang diturunkan dari sumsum tulang (yaitu
leukosit) yang menjadi komponen seluler fungsional jaringan ini baik dalam
kesehatan maupun penyakit. Jumlah dan jenis leukosit dalam endometrium manusia
24
bervariasi dalam cara yang dapat diprediksi dengan siklus ovulasi, menunjukkan
bahwa ada beberapa ukuran kontrol hormonal (endokrin) dan lokal (parakrin) dari
migrasi leukosit ke dan / atau replikasi dalam jaringan ini. Selain itu, diketahui
bahwa endometrium merupakan tempat sintesis beberapa sitokin yang dapat
berperan untuk mengatur migrasi, replikasi, dan / atau fungsi leukosit tersebut.8
Tidak adanya kehamilan menyebabkan regresi korpus luteum (membentuk
struktur mirip bekas luka di ovarium yang dikenal sebagai corpus albicans) dan
akibatnya penurunan tajam konsentrasi progesteron dan estradiol. Penghentian
estradiol dan terutama progesteron memulai permulaan menstruasi, di mana lapisan
atas, fungsional dari endometrium (zona fungsional; sering juga disebut sebagai
fungsionalis) dipecah, dilepaskan, dan kemudian dipulihkan.4
IL-8 adalah protein sekretori yang baru-baru ini diakui sebagai mediator
biologis penting. Meskipun dikenal dengan neutrofil dan sifat
kemotaktik/pengaktifan sel T, IL-8 juga memiliki sifat angiogenik yang kuat dan
mitogenik pada jenis sel yang berbeda. Menariknya, IL-8 menginduksi ekspresi
beberapa molekul adhesi sel. Hal ini menunjukkan bahwa IL-8 dapat memicu
perubahan bentuk pada beberapa molekul adhesi, meningkatkan kapasitas adhesif
pada beberapa jenis sel. Hasil kami menunjukkan bahwa pengobatan ESC dengan
peningkatan konsentrasi IL-8 merangsang kapasitas adhesifnya ke protein matriks
ekstraseluler, fibronektin.12
Cairan peritoneal wanita dengan endometriosis mengandung peningkatan kadar
IL-8 bila dibandingkan dengan wanita bebas penyakit, dan kadar IL-8 berkorelasi
dengan stadium penyakit. Ada beberapa sumber seluler potensial dari IL-8 yang
dapat berkontribusi pada tingginya level dalam cairan peritoneal wanita dengan
endometriosis. Sel endometrium, sel mesothelial, dan makrofag peritoneal telah
terbukti menghasilkan IL-8 dalam kondisi basal, dan mediator proinflamasi seperti
IL-1 atau tumor necrosis factor meningkatkan produksi ini.10
Sel-sel stroma endometrium secara konstitutif memproduksi dan memisahkan
IL-8, dan produksi ini dimodulasi oleh berbagai sitokin seperti IL-1,
TNF.Kemungkinan besar, ekspresi gen IL-8 juga dimodulasi oleh hormon seks
karena variasi mRNA IL-8 telah dibuktikan selama siklus menstruasi. Agar IL-8
memiliki efek pada ESC, reseptor IL-8 harus ada. Dari dua reseptor IL-8 yang
diketahui (tipe A dan B), hanya reseptor IL-8 tipe A yang telah terdeteksi baik
dalam sel endometrium dan endometriotik. Penemuan terbaru ini mendukung
hipotesis bahwa IL-8 dapat bertindak sebagai faktor auto-crine/parakrin pada sel
endometrium, dan memberikan alasan bagi IL-8 untuk menginduksi kepatuhan sel
endometrium. Mekanisme di mana IL-8 meningkatkan adhesi sel (misalnya,
menginduksi perubahan integrin) masih harus dijelaskan.10
34
BAB III
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. United States: Mc Graw Hill
Companies; 2008
4. Hilary OD. Critchley, JA. Maybin, Gregory M. Armstrong, et al. Physiology of
the endometrium and regulation of menstruation. Physiol Rev 100: 1149–1179
5. Charles J, Krikun G, Hickey M, Huang J, et al. 2009. Decidualized human
endometrial stromal cells mediate hemostasis, angiogenesis, and abnormal
uterine bleeding. reproductive sciences volume 16, pages162–170.
6. Speroff L, Fritz MA. Clinical gynecology endocrinology and infertility. 9th ed.
2020. Chapter 3, The uterus, endometrial physiology and menstruation, p.192-
229
7. White BA, Porterfield SA. Endocrine and reproductive physiology. 2013. 4th
Edition. Pages 230
8. Arici, ASE., Senturk LM., Gutierrez, LS., Oral, E & Taylor, HS. Interleukin-8
in the human endometrium1. The journal of clinical endocrinology &
metabolism, 83(5), 1783–1787. 1998.
9. Dhanalakshmi KT; Hajira B; Rebecca J. Physiology, Menstrual cycle.
StatPearls Publishing LLC. 2020.
10. Gazvani, MR, Christmas, SQ, S. KJ, Johnson, PM., & Kingsland, CR. (1998).
Peritoneal fluid concentrations of interleukin-8 in women with endometriosis:
relationship to stage of disease. Human reproduction, 13(7), 1957–1961.
doi:10.1093/humrep/13.7.1957
11. Gazvani MR, Christmas S, Quenby S, Kirwan J, Johnson PM, Kings- land CR.
Peritoneal fluid concentrations of interleukin-8 in women with endometriosis:
relationship to stage of disease. Hum Reprod 1998;13: 1957– 61.
12. Arici, A., Seli, E., Senturk, LM., Gutierrez, LS., Oral, E., & Taylor, HS. (1998).
Interleukin-8 in the human endometrium. The journal of clinical endocrinology
& Metabolism, 83(5), 1783–1787. doi:10.1210/jcem.83.5.4754
13. Krikun G, Critchley H, Schatz F, Wan L, Caze R, Baergen RN, Lockwood CJ,
Abnormal uterine bleeding during progestin-only contraception may result from
free radical-induced alterations in angiopoietin expression. Am J Pathol
43
161:979–986. 2002
14. Dvorak HF, Brown LF, Detmar M, Dvorak AM 1995 Vascular permeability
factor/vascular endothelial growth factor, microvascular hyperpermeability, and
angiogenesis. Am J Pathol 146:1029–1039
15. Simoncini T, Mannella P, Fornari L, Caruso A, Willis MY, Garibaldi S,
Baldacci C, Genazzani AR 2004 Differential signal transduction of proges-
terone and medroxyprogesterone acetate in human endothelial cells. Endo-
crinology 145:5745–5756.
16. Peloggia A, Petta CA, et al. 2006. Endometrial chemokines, uterine natural
killer cells and mast cells in long-term users of the levonorgestrel-releasing
intrauterine system. Human Reproduction Vol.21, No.5 pp. 1129–1134, 2006
17. Lockwood, CJ., Krikun, G., Hickey, M., Huang, SJ., & Schatz, F. (2009).
Decidualized human endometrial stromal cells mediate hemostasis,
angiogenesis, and abnormal uterine bleeding. Reproductive sciences, 16(2),
162–170. doi:10.1177/1933719
18. Croxatto, HB. Mechanisms that explain the contraceptive action of progestin
implants for women. Contraception, 65(1), 21–27. doi:10.1016/s0010-
7824(01)00294-3.2002
19. The ESHRE Capri Workshop Group, Endometrial bleeding, Human
Reproduction Update, Volume 13, Issue 5, September/October 2007, Pages
421–431, https://doi.org/10.1093/humupd/dmm001
20. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC, Jakarta, 2010