Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan uterus yang teratur, sebagai


respons terhadap interaksi hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium. Panjang siklus haid ialah jumlah hari antara hari pertama perdarahan
menstruasi dari satu siklus hingga awal menstruasi pada siklus berikutnya. Siklus
menstruasi yang normal berlangsung dari 21 hingga 35 hari, dengan aliran 2 hingga
6 hari dan kehilangan darah rata-rata 20 hingga 60 mL. Namun, penelitian pada
sejumlah besar wanita dengan siklus menstruasi normal menunjukkan bahwa hanya
sekitar dua pertiga wanita dewasa memiliki siklus yang berlangsung 21 hingga 35
hari..1,2,3

Endometrium adalah jaringan target steroid multiseluler kompleks yang jika


tidak terjadi kehamilan maka akan terjadi proses deskuamasi (pelepasan) setiap
bulan (menstruasi), dan setelah itu terjadi proses regenerasi dari endometrium.
Perbaikan endometrium setelah kerusakan dan pelepasan endometrium melibatkan
resolusi inflamasi, angiogenesis, remodeling jaringan, dan pembentukan jaringan
baru. Jenis sel penyusun dalam endometrium termasuk sel stroma, epitel, vaskular,
dan kekebalan.4 Terdapat hubungan sel-ke-sel yang dinamis yang melibatkan
endokrin dan sistem kekebalan yang penting untuk memastikan adanya pelepasan
endometrium yang efisien dan epitelisasi ulang berikutnya (perbaikan permukaan
mukosa yang terluka) jika kehamilan tidak terjadi maka endometrium manusia dan
kejadian fisiologis dari menstruasi dan pemulihan endometrium menyediakan model
inflamasi dan perbaikan jaringan pada manusia secara in vivo. Oleh karena itu,
endometrium yang sedang menstruasi dapat dianggap sebagai contoh fisiologis yang
luar biasa dari permukaan yang cedera atau “terluka” yang harus diperbaiki dengan
cepat setiap bulan.4

Ekspresi faktor jaringan ditingkatkan dalam sel stroma endometrium


manusia yang terdesidualisasi selama fase luteal. Kontrasepsi progestin jangka
2

panjang saja menimbulkan perdarahan uterus abnormal dari pembuluh rapuh di


lokasi perdarahan fokal, ekspresi faktor jaringan yang sangat tinggi di tempat
perdarahan, berkurangnya aliran darah endometrium yang mendorong hipoksia
lokal dan meningkatkan tingkat spesies oksigen reaktif dan angiogenesis
menyimpang yang mencerminkan peningkatan faktor pertumbuhan endotel vaskular
yang diekspresikan sel stroma, penurunan Angiopoietin-1 dan peningkatan
Angiopoietin-2 yang diekspresikan sel endotel. Permeabilitas vaskular lokal yang
sangat tinggi meningkatkan sirkulasi faktor VII menjadi faktor jaringan yang
diekspresikan sel stroma desidualisasi untuk menghasilkan trombin berlebih.
Interaksi hipoksia-trombin meningkatkan ekspresi faktor pertumbuhan endotel
vaskular dan interleukin-8 oleh sel stroma. Trombin, faktor pertumbuhan endotel
vaskular dan interlerukin-8 secara sinergis meningkatkan angiogenesis dalam
lingkungan aktivasi sel endotel yang diinduksi spesies oksigen reaktif. Kerapuhan
pembuluh darah yang meningkat menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.5

Mekanisme pasti pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan


kontrasepsi hormonal belum jelas. Namun bukti yang ada saat ini menunjukkan
terdapatnya kerapuhan di pembuluh darah endometrium. Perubahan lokal lapisan
endometrium sebagai respon terhadap pengaruh hormon steroid, integritas
struktural, perfusi jaringan dan faktor angiogenik lokal dapat berperan sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap kejadian pendarahan akibat kontrasepsi
hormonal.5 Pemberian hormon steroid seks dalam bentuk kontrasepsi hormonal,
akan mempengaruhi pola histologi endometrium. Respon endometrium terhadap
kontrasepsi hormonal ditentukan berdasarkan atas konsentrasi, dosis, formulasi, rute
,waktu dan durasi pemberian.7

Karena sedikitnya kepustakaan yang membahas mengenai hal ini, maka


penulis tertarik untuk membahas mengenai perubahan sel-sel endometrium pada
siklus haid dan peranan interleukin 8 terhadap endometrium pada pengguna
kontrasepsi progestin jangka panjang.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Siklus menstruasi
1. Definisi siklus menstruasi normal
Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa definisi
haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus
(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu
yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa
kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ
hormonal.1,3
Menstruasi adalah proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim
(endometrium) yang keluar melalui vagina. Lama siklus menstruasi ideal seorang
wanita adalah 28 hari dari sejak awal perdarahan hingga terjadinya perdarahan
siklus berikutnya. Namun pada kenyataannya hanya 14% wanita yang mempunyai
siklus 28 hari. Banyak terdapat variasi rentang siklus menstruasi ini namun interval
antara 24 - 35 hari masih dianggap normal. Jumlah perdarahan dan lama hari
menstruasi pun beragam. Lama hari menstruasi adalah 2-8 hari, dengan rentang
tersering 4-6 hari. Rata-rata kehilangan darah selama menstruasi adalah 30cc dengan
rentang normal 25-60cc. kehilangan darah >80cc termasuk berlebihan dan dapat
membuat wanita mengalami anemia defisiensi besi. Perdarahan sedikit selama
menstruasi juga dapat menyebabkan anemia jika tidak diimbangi asupan besi yang
adekuat.1,3
2. Fisiologi Menstruasi
Suatu siklus mentruasi terjadi karena adanya interaksi pada ovarium, hipofisis
pituitary, dan hipotalamus yang dapat mempengaruhi hormon di pituitary dan
ovariuAm sehingga mengakibatkan beberapa perubahan sehingga terjadinya proses
menstruasi.2
Perkembangan late folicular dan fungsi luteal tergantung pada fungsi
hipotalamus dan hipofisis normal. Neuron hipothalamic mengeluarkan
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) secara pulsatile manner. GnRH,
4

merangsang produksi LH dan FSH oleh hipofisis Gonadotropes. Pulsatile GnRH


dengan frekuensi tinggi (satu denyut nadi setiap 60 sampai 90 menit) secara selektif
meningkatkan produksi LH, sedangkan frekuensi lambat (satu denyut setiap 120
menit) secara selektif mempromosikan produksi FSH. Perbedaan utama antara
sumbu reproduksi pria dan wanita adalah midcycle gonadotropin surge, yang
bergantung pada level estrogen yang tinggi selama durasi tertentu yang berasal dari
folikel dominan.7
Terjadi perubahan yang terjadi pada siklus mulai dari ovarium, hipofisis, dan
hipotalamus, yang menghalangi peristiwa siklus menstruasi.

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia


Dikutip dari White BA dkk7

Tiap wanita sebenarnya mempunyai siklus menstruasi dan hari menstruasi yang
konsisten. Variasi selama 2 hari dapat terjadi pada 1/3 siklus menstruasi wanita.
5

Variasi ini terjadi pada fase folikular siklus menstruasi. Fase luteal menstruasi
merupakan fase yang konsisten 13-15 hari setelah menarche dan tetap konsisten
hingga masa perimenopause. Remaja mempunyai rataan siklus menstruasi 34 hari.
Terjadi penurunan bertahap pada panjang siklus hingga mencapai usia 30 tahun atau
awal 40, dimana rataannya menjadi 27 hari. Siklus anovulasi sering dimulai saat
wanita mencapai usia akhir 40. Siklus memanjang kembali dengan rataan 33 hari
dimulai 3 tahun sebelum menopause. Variasi yang lebar dari siklus menstruasi baik
lama antar siklus, lama menstruasi ataupun jemlah perdarahan selama menstruasi
sering membuat pasien dating ke dokter mencari pertologan. Kehamilan merupakan
penyebab terbanyak pasien dengan siklus menstruasi awalnya normal menjadi
terganggu. Keadaan laktasi dan kehamilan harus selalu disingkirkan terlebih dahulu
pada wanita yang datang dengan keluhan siklus menstruasi tidak teratur, terlambat
atau terhenti.3,7
Siklus menstruasi normal mempunyai konsep yang berfokus pada efek fisiologi
2 sistem organ yang terlibat yaitu uterus dan ovarium. Siklus menstruasi secara
klasik dibagi berdasarkan fase. Fase ini untuk menilai apa yang terjadi pada rentang
waktu yang berbeda dikedua sistem organ utama. Fase pertama siklus menstruasi
disebut fase folikular dengan fokus di ovarium dan fase proliferasi dengan fokus di
uterus. Fase folikular berakhir saat terjadi LH surge. Ovulasi akan terjadi sebagai
akibat LH surge. Fase berikutnya setelah menstruasi yang dimulai setelah terjadi LH
surge dinamakan fase luteal dengan fokus di ovarium dan fase sekresi dengan fokus
di uterus.7
Ovarium dan pituitari, dengan hipotalamus sebagai fasilitator. Ada keterlibatan
dari hipotalamus. E (estrogen); FSH, merangsang folikel hormon; hCG, human
chorionic gonadotropin; LH, hormon luteinizing; P, progesteron.3
6

Tabel 1. Indikator klinik menstruasi

Dikutip dari Arici dkk8

3. Fase siklus menstruasi


a. Siklus Ovarium
Ovarium mengalami perubahan dalam besar, bentuk, dan posisinya sejak bayi
dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Disamping itu terdapat perubahan –
perubahan histologik yang disebabkan oleh rangsangan berbagai kelenjar endokrin.
Pada masa pubertas ovarium berukuran 2,5 – 5 cm panjangnya, 1,5 – 3 cm lebarnya,
dan 0,6 – 1,5 cm tebalnya. Pada salah satu pinggirnya terdapat hilus, tempat keluar
masuknya pembuluh darah dan serabut saraf. Ovarium dihubungkan oleh
mesovarium dengan ligamentum latum dan oleh ligamentum ovarii propium dengan
uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel kubik yang disebut germinal
epitelium. Dibawahnya terdapat tunika albuginea yang kebanyakan terdiri dari
serabut jaringan ikat.4
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan medula.
Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-folikel dengan sel
7

telurnya. Folikel dapat dijumpai dengan berbagai tingkat perkembangan, yaitu


folikel primer, sekunder dan folikel yang matang (folicle de graff). Dijumpai pula
folikel yang telah mengalami degenerasi yang disebut atresia folikel. Dalam korteks
juga dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albikans.5
Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru lahir
terdapat ± 400.000 folikel pada kedua ovarium. Rata-rata hanya 300 – 400 ovum
yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa pasca menopause sangat jarang
dijumpai folikel karena kebanyakan telah mengalami atresia. Dalam medula
ovarium terdapat pembuluh darah, serabut saraf dan jaringan ikat elastis.4
Pada masa kanak-kanak ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan baru
pada masa pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan yang terdapat
pada ovarium pada siklus haid ialah sebagai berikut. Dibawah pengaruh FSH
beberapa folikel mulai berkembang, akan tetapi hanya satu yang tumbuh terus lalu
menjadi matang. Pada folikel ini mula-mula sel-sel sekeliling ovum berlipat ganda
dan kemudian diantara sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan yang
disebut likuor folikuli.4
Ovum sendiri terdesak ke pinggir dan terdapat di tengah tumpukan sel yang
menonjol di dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan ovum di dalamnya disebut
kumulus oovorus. Antara ovum dan sel-sel di sekitarnya terdapat zona pellusida.
Sel-sel lainya yang membatasi folikel disebut membrana granulosa. Dengan
tumbuhnya folikel, jaringan ovarium sekitar folikel tersebut terdesak keluar dan
membentuk dua lapisan yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh
darah, dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat.4
Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh
karena pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin terdesak
ke permukaan ovarium, malahan menonjol keluar. Sel-sel pada permukaan ovarium
menjadi tipis, dan pada suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul, folikel
pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel
kumulus ooforus.5,9
8

Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulosa yang mengelilingi ovum yang
telah bebas itu disebut korona radiata.4,6

Gambar 2. Fase ovulasi pada ovarium


Dikutip dari: Speroff L dkk6

Sel-sel dari membrana granulosa dan sel teka interna yang tinggal pada ovarium
membentuk membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena
perdarahan waktu ovulasi, dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus
luteum berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang disebut lutein, ia
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen. Jika tidak terjadi pembuahan
(konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setelah 14 hari
mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Korpus luteum tadi
disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum
dipelihara oleh hormon chorionic gonadotropin (hCG) yang dihasilkan oleh
sinsisiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditas dan
berlangsung hingga 9 – 10 minggu.4,6
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron
9

darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi
hipothalamus untuk mensekresi Gonadotropin Releasing Hormone (Gn-RH).
Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi FSH. FSH menstimulasi perkembangan
folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun
dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan LH. Kadar
LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus ke-28. Apabila
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, corpus luteum menyusut,
oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.5
Peningkatan kadar FSH menginduksi peningkatan jumlah sel granulosa.
Muncul gap junction diantara sel granulosa dan oosit. Gap junction ini
mempermudah komunikasi antara sel disekitar oosit dengan oosit itu sendiri.
Lapisan stroma yang mengelilingi sel granulosa juga mengalami diferensiasi
menjadi 2 lapisan yaitu theca interna dan theca eksterna. Lapisan theca ini
dipisahkan dari lapisan sel granulosa oleh lamina basalis.5
Oosit juga ikut membesar dan dibungkus oleh lapisan membrane zona
pellucida. Seiring dengan bertambahnya jumlah sel granulosa, terjadi juga
peningkatan jumlah estradiol, reseptor FSH juga mulai muncul pertama kali pada sel
granulosa. FSH dan estradiol mempunyai peran penting dalam peningkatan reseptor
FSH dan jumlah sel granulosa. FSH juga meningkatkan sekresi dari aromatase, yang
nantinya juga meningkatkan produksi estrogen. Aromatase diproduksi oleh sel
granulosa dan androgen aromatizes diproduksi oleh lapisan sel theca untuk
memaksimalkan estrogen folikular milieu.5
10

Gambar 3. Two Cell Ovarian


Dikutip dari Cunningham FG dk3
Sel granulosa mampu untuk membuat estrogen, androgen atau progesterone,
namun stimulasi FSH dibarengi dengan aromatisasi androgen mendorong produksi
steroid secara pasti kearah produksi estradiol. Estradiol akan menstimulasi
perkembangan folikel preantral, mencegah apoptosis folikel dan meningkatkan aksi
FSH terhadap sel granulosa.3,4
Androgen memiliki efek yang berlawanan dan keseimbangan androgen estrogen
pada lingkungan mikrofolikular akan menentukan apakah folikel akan lanjut
berkembang ataukah atresia. Folikel preantral hanya memiliki reseptor FSH pada sel
granulosa dan reseptor LH hanya pada lapisan sel theca. Sel theca memproduksi
androgen sebagai respon dari LH, sedang sel granulosa memproduksi estrogen
sebagai respon dari FSH. Lingkungan micro yang kaya androgen hanya terlihat pada
perkembangan awal folikular, lingkungan ini akan berubah menjadi kaya estrogen
sebagai respon dari peningkatan kadar FSH pada late luteal dan fase early folikular.
Jika lingkungan kaya androgen menetap, sel akan otomatis diprogram untuk mati
atau atresia. Folikel dominan memproduksi estradiol dengan jumlah terbanyak yang
akan meningkatkan jumlah reseptor FSH dalam folikel itu sendiri. Peningkatan
estradiol ini pada akhirnya akan memberikan feedback negatif terhadap produksi
FSH di hipofisis. Sel granulosa juga memproduksi inhibin B dengan efek
memberikan feedback berupa inhibisi (menghalangi) produksi FSH. Penurunan FSH
11

memberikan efek pada folikel yang non dominan dan berkontribusi terhadap
terjadinya atresia. Folikel dominan tetap memiliki keuntungan kompetitif karena
mempunyai banyak reseptor FSH dan lingkungan estrogen yang lebih baik. Sebagai
tambahan lapisan sel theca pada folikel dominan mempunyai vaskularisasi lebih
banyak sehingga FSH lebih mudah sampai pada reseptor FSH folikel dominan.
Keunggulan ini membuat folikel dominan ini tetap mengaromatisasi androgen
menjadi estradiol.3,4
c. Siklus Endometrium
1. Early Folicular / Menstrual Phase
Fase folikular/proliferatif dibagi menjadi early, mid dan late. Berdasarkan
kesepakatan, hari 1 siklus menstruasi simulai saat perdarahan pervaginam dan
merupakan karakteristik perdarahan menstruasi dari endometrium uterus. Gambaran
USG endometrium terlihat tidak jelas saat menstruasi, saat akhir menstruasi
gambarannya berupa garis tipis echogenic.3
Endometrium terdiri dari 2 lapisan utama yaitu stratum basale yang berdekatan
dengan miometrium dan stratum fungsionale yang terletak diatas stratum basale dan
berdekatan dengan lumen uterus. Lapisan basale tidak ikut meluruh saat menstruasi
dan hanya terjadi perubahan minimal selama siklus menstruasi. Lapisan fungsionale
terbagi lebih lanjut menjadi :
1) Stratum Compactum merupakan lapisan superfisial yang dekat dengan lumen
uterus. Terdiri dari leher kelenjar dan banyak sel stroma.
2) Stratum Spongiosum (lapisan fungsional dalam) yang dekat dengan lapisan
basale. Spongiosum mengandung kelenjar endometrium predominan, banyak
jaringan interstisial dan sedikit jaringan stroma.
Baik stratum compactum maupun spongiosum akan luruh selama menstruasi.
Setelah menstruasi, endometrium hanya tersisa stratum basal dan sebagian stratum
spongiosum. Stratum fungsionale akan secara cepat berproliferasi dan tumbuh
sebagai respon dari peningkatan estrogen yang terlihat pada fase awal folikular.4
2. Fase Midfolikular / Proliferasi
Peningkatan kadar estrogen menstimulasi proliferasi kelenjar endometrium dan
stroma serta penebalan dari startum fungsionale. Aktivitas stroma dan mitosis
12

kelenjar meningkat bertahap dan psudostratifikasi dari kelenjar nuclei dapat terlihat.
Growth factor juga memiliki peran dalam perkembangan endometrium, dengan
VEGF mendorong aktifitas mitosis endometrium. VEGF diinduksi oleh TNF, TGF-
 dan IGF-I. pada pemeriksaan USG, gambaran endometrium trilaminar dapat
ditemukan. Ketebalan endometrium meningkat dari 1-2 mm setelah menstruasi
menjadi rata-rata 6 mm pada hari ke-7 siklus menstruasi.3,4
3. Fase Late Folikular / Proliferatif
Gambaran endometrium trilaminar berlanjut menebal dan sering terukur >8 mm
pada pemeriksaan USG segera sebelum ovulasi. Rata-rata ketebalan endometrium
pada pemeriksaan USG adalah 12 mm. Wanita biasanya menyadari perubahan
peningkatan produksi lendir cervix dan peningkatan kekentalan “stringiness”
(spinnbarkheit) dari lendir cervix. Perubahan lendir cervix ini penting bagi wanita
yang menggunakan KB natural untuk mengatur reproduksinya. Secara histologis,
kelenjar endometrium menjadi tidak rata, stroma dan gambaran kelenjar mitosis
mencapai puncaknya. Pseudostratifikasi dari sel kelenjar epitelium juga mencapai
puncaknya.3,4
13

Gambar 4. Siklus menstruasi manusia


Dikutip dari Hilary OD dk4

4. Fase Early Luteal / Sekresi


Peningkatan kadar progesteron secara bertahap menimbulkan perubahan pada
endometrium. Mitosis kelenjar berakhir dan vacuola subnuclear yang kaya glikogen
muncul pada dasar sel glandula. Vakuolisasi subnuclear merupakan bukti awal efek
progesteron, namun tidak berarti terjadi ovulasi. Saat kadar progesteron meningkat
pada fase early luteal, vacuola yang tinggi glikogen berpindah ke lumen glandula.
Saat pemeriksaan USG segera setelah ovulasi, gambaran trilaminar yang muncul
pada fase late follicular akan menghilang, digantikan gambaran garis endometrium
dengan echogenitas yang meningkat. Pemeriksa USG mendeskripsikan hal ini
sebagai hyperechoic. Rataan ketebalan endometrium saat USG adalah 12 mm.
5. Fase Mid Luteal hingga Late Luteal
Saat fase sekresi mid dan late, kelenjar endometrial menjadi semakin berliku,
stroma menjadi udem dan vaskularisasi meningkat. Jika implantasi blastocyst ke
endometrium tidak terjadi, hCG tidak ada, kelenjar akan pecah dan kolaps pada fase
late luteal. Neutrofil dan monocyte mulai menginfiltrasi kelenjar endometrium dan
stroma. Macrofag dan neutrofil memproduksi protease inflamasi. Interleukin-8
sepertinya memiliki peran kunci untuk mengumpulkan sel imunologis di
endometrium. Degranulasi neutrofil akan melepaskan banyak variasi sitokin dan
14

protease yang memberikan kontribusi pada degradasi matriks ekstraselular.


Progesteron sepertinya menghambat produksi dari interleukin-8. Penurunan
progesteron membuat produksi interleukin-8 bertambah yang pada akhirnya
meningkatkan jumlah makrofag dan neutrofil di endometrium. Matrix
metallopeptidase seperti kolagenase juga dihambat oleh progesteron. Pada
penurunan kadar dari progesteron ikut menurunkan kadar TGF-, yang akhirnya
akan meningkatkan produksi matrix metallopeptidase. Hasil akhir dari pelepasan
substansi enzim degenerasi adalah disrupsi dari vaskularisasi endometrium dengan
pelepasan PG, trombosis vaskular, penumpukan platelet, ekstravasasi sel darah
merah dan ujungnya nekrosis jaringan.

Gambar 5. Apoptosis mendahului pelepasan menstruasi di kelenjar dan stroma


endometrium manusia fase sekretori-akhir.
Dikutip dari Hilary OD dkk4

Pada gambar 5 bagian atas menjelaskan kotak hitam dalam diagram


menggambarkan fase sekretori akhir. Sedangkan pada gambar 5 bagian bawah
15

menjelaskan fotomikrograf imunofluoresen representatif dari caspase-3 yang


dibelah (merah; penanda apoptosis, imunoreaktivitas positif caspase-3 yang dibelah)
pada endometrium manusia fase sekresi akhir (siklus menstruasi hari ke-29).
Penghitung nuklir: Sytox Green (hijau; Molecular Probes Inc).4
Teori luruhnya endometrium saat ini berbeda dengan teori klasik yang
menyebutkan bahwa onset terjadinya menstruasi merupakan akibat dari hipoksia
jaringan endometrium yang mengakibatkan nekrosis. Teori vaskular menyebutkan
bahwa estrogen dan progesteron withdrawal mengakibatkan vasokontriksi arteri
spiralis yang mensuplai darah pada 2/3 bagian atas endometrium dan pada akhirnya
menyebabkan nekrosis dan luruhnya endometrium. Saat ini sudah diketahui bahwa
withdrawal estrogen dan progesteron menimbulkan degradasi enzimatik dari
stratum compactum dan beberapa bagian dari stratum spongiosum. Withdrawal dari
steroid melepaskan enzim lisosomal intraseluler, mengaktifasi protease inflamasi
dan meningkatkan aktifitas dari MMPs proteolitik. Tiap substansi ini memiliki peran
dalam digesti enzimatik dari stratum fungsionale dan menghasilkan disrupsi kapiler
pembuluh darah vena endometrium. Withdrawal progesteron pada fase late luteal
membuat instabilitas pada membran lisosomal dan pelepasan dari produk lisosom
intraselular. Substansi ini meningkatkan digesti sitoplasmik dan degradasi dari
elemen struktural dari matrix ekstraselular dan dasar membran, hal ini menyebabkan
perdarahan interstisial dan akhirnya meluruhkan lapisan fungsional. Terdapat daerah
pemisah antara lapisan fungsional dan lapisan basal. Menstruasi dimulai pada
daerah dan waktu yang berbeda pada endometrium. Luruhnya endometrium terjadi
dominan di fundus dan minimal di istmus dan regio cornu. Setelah itu akan terjadi
autolisis yang dilanjutkan oleh deskuamasi stratum fungsionale.4
Berhentinya menstruasi terjadi melalui vasokontriksi lokal arteri spiralis,
pembekuan darah dan pembentukan kembali epitel dari endometrium yang luruh.
Vasokontriksi dimediasi oleh endothelin dan PGF 2. Regenerasi dari endometrium
dimulai 36 jam setelah onset menstruasi dan tetap berlangsung walaupun pada saat
itu terjadi peluruhan pada area lain endometrium. Perdarahan berhenti setelah terjadi
setelah pertumbuhan epitel endometrium selesai dan biasanya terjadi pada hari ke-5
siklus.4
16

Gambar 6. Neutrofil dan makrofag berlimpah dalam endometrium manusia fase


menstruasi.
Dikutip dari Hilary OD dkk4

Pada gambar 6 bagian atas menjelaskan pada kotak hitam pada diagram yang
menggambarkan fase menstruasi. Sedangkan pada gambar 6 bagian menjelaskan
representatif foto mikrograf imunofluoresen CD68 (biru; penanda makrofag,
imunoreaktivitas positif CD68) dan perarnaan elastase (ungu; penanda neutrofil,
imunoreaktivitas elastase positif) pada fase menstruasi endometrium manusia
(siklus menstruasi hari 1). Kelenjar endometrium diindikasikan oleh G, makrofag
dengan M, dan neutrofil dengan N. Nuclear counterstain: Sytox Green (hijau;
Molecular Probes Inc.).4
17

4. Hormonal pada Siklus Menstruasi


• FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh Hipofisis
• Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium
• LH (Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh Hipofisis
• Progesteron dihasilkan oleh ovarium
Pada setiap siklus menstruasi, kadar hormon  ovarium  yang rendah dalam
darah menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
(Gn-RH).  Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi  folikel stimulating hormone
(FSH). FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan folikel-
folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang
terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel
tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini
menekan produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu
LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh gonadotropin
releasing hormones (Gn-RH) yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran
Gn-RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus.
Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan
pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen
mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de
graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah
korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH
dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum
menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar
endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan
mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar
hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium.
Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa
ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.4,5
18

Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam
siklus menstruasi normal:
a. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH)
berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal
siklus sebelumnya
b. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir
dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini
merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium
c. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran
FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan
level estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat
drastis (respon bifasik)
d. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon
LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH,
keluarlah hormon progesterone
e. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang
menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi
adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke
luteal
f. Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai
fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus
luteum
g. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa
sudah terjadi ovulasi
h. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus
luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya.
5. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Terdapat beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi :
a. Faktor Enzim
Dalam fase proliferasi, estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim
19

hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen


dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan
dalam pembentukan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma
di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis
mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas
pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi.
Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma
endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi
kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar
progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul
gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi
endometrium dan perdarahan.2,5
b. Faktor Vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteri dan vena. Dengan regresi endometrium timbul statis
dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri
dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan
hematome baik dari arteri ataupun vena.2,5
c. Faktor Prostaglandin
Endometium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2 dengan
disintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya myometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi
perdarahan pada haid.2,5
6. Faktor pengontrol aliran darah mensturasi
Faktor yang mengontrol aliran darah yang hilang pada mensturasi:
 Kontraksi myometrium
 Hemostasis pembekuan darah
 Vasokonstriksi
Kontraksi myometrium bukan merupakan mekanisme terpenting dalam
menurunkan darah yang hilang pada mensturasi, dimana menurut penelitian
20

pemberian anti prostlagandin tidak menyebakan peningkatan darah yang keluar pada
mensturasi. Tetapi, dengan darah mensturasi dan endometrium yang mempunyai
aktivitas fibronilitik pemberian anti fibrinolitik bisa mengurangi peningkatan darah
yang keluar.2,4,5
Vasokontriksi pembuluh darah adalah faktor pengontrol terpenting dalam
pengeluaran darah mensturasi dimana role of prostaglandin adalah yang terpenting,
PGF2α dalah vasokonstriktor yang terpenting. Sedangkan PGE2 dan prostasiclyn
berperan dalam vasodilatasi sehingga perdarahan yang terlalu banyak berhubungan
dengan gangguan rasio vasokonstriktor yaitu PGF2α dengan vasodilator yaitu
PGE2 dan prostasiklin.2,4,5
B. Gambaran histologi perubahan endometrium pada siklus menstruasi
Urutan perubahan-perubahan endometrium yang dikaitkan dengan siklus
ovulatorik telah dipelajari dengan seksama oleh Noyes pada manusia dan Bartlemez
dan Markee pada primata dibawah manusia. Dari data-data ini telah dibuat suatu
gambaran mengenai fisiologi menstruasi berdasarkan perubahan-perubahan
anatomis dan fungsional spesifik dalam komponen kelenjar, vaskuler, dan stroma
endometrium. Perubahan-perubahan ini akan dibahas dalam lima fase: (1)
endometrium menstruasi, (2) fase proliferatif, (3) fase sekretorik, (4) persiapan
implantasi, dan akhirnya (5) fase peluruhan endometrium. Walaupun perbedaan ini
tidak sepenuhnya bersifat arbiter, harus diingat bahwa keseluruhan proses adalah
siklus evolusioner terintegrasi dari pertumbuhan dan regresi endometrium, yang
diulang sekitar 400 kali selama masa kehidupan dewasa seorang wanita.20
Secara morfologis endometrium dapat dibagi menjadi lapisan “fungsionalis”
dua pertiga atas dan lapisan “basalis” sepertiga bawah. Tujuan lapisan fungsionalis
adalah untuk mempersiapkan endometrium untuk implantasi blastosit, sehingga
lapisan ini menjadi tempat terjadinya proliferasi, sekresi, dan degenerasi. Tujuan
lapisan basalis adalah untuk menyediakan endometrium regeneratif setelah
hilangnya lapisan fungsionalis saat menstruasi.20
21
22

Gambar 7. Histologi dinding uterus: a. Gambaran endometrium pada fase folikular, b.


Gambaran endometrium pada fase luteal, c. Gambaran endometrium pada fase menstruasi
Dikutip dari Eroschenko dkk20

Gambar 8. Struktur endometrium uterus


Dikutip dari White BA dkk7
C. Interleukin pada Siklus Menstruasi terutama Endometrium
Interleukin adalah kelompok sitokin (disekresi protein) yang pertama kali
terlihat untuk diekspresikan oleh sel darah putih (leukosit). Interleukin jangka
berasal dari (antar-) “sebagai sarana komunikasi”, dan (-leukin) “berasal dari fakta
bahwa banyak dari protein yang diproduksi oleh leukosit dan bertindak atas
leukosit”. Interleukin diproduksi oleh berbagai sel tubuh. Fungsi dari sistem
kekebalan tubuh tergantung di bagian besar pada interleukin, dan jarang kekurangan
dari sejumlah dari mereka telah dijelaskan, lengkap dengan penyakit autoimun atau
defisiensi imun. Mayoritas interleukin disintesis oleh helper CD4+ T lymphocytes,
serta melalui monosit, makrofag, dan sel endotel. Interleukin mempromosikan
pengembangan dan diferensiasi sel T,sel B, dan sel-sel hematopoietik.8
Sitokin adalah sentral patogenesa yang akan meningkat jumlahnya bila
terdapatnsuatu penyakit. Sitokin adalah protein larut yang merupakan mediator
peptide dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi radang atau imunologik, sitokin
bereaksi pada penyembuhan host akibat cedera dan berfungsi sebagai isyarat antara
sel-sel untuk mengatur respon setempat dan kadang kadang juga secara sistemik.
Sitokin yang dihasilkan oleh limfosit disebut dengan limfokin dan yang diproduksi
23

oleh makrofag atau monosit disebut dengan monokin. Dalam fungsinya sebagai
signal interseluler, sitokin mengatur respon inflamasi lokal dan sistemik. Umumnya
sitokin bertindak sebagai parakrin (secara lokal dekat dengan sel yang
memproduksinya) atau secara autokrin yaitu langsung bereaksi pada sel yang
memproduksinya. Sitokin memodulasi reaksi pejamu terhadap antigen asing atau
agent penyebab cedera dengan cara mengatur penyembuhan. Mobilitas dan
diferensiasi leukosit beserta sel-selnya. Interaksi yang komplek antara limfosit, sel
radang dan elemen seluler lainnya didalam jaringan juga dimediatori oleh sitokin.
Sitokin membantu dalam regulasi dan perkembangan sel-sel imun efektor,
komunikasi antarsel atau langsung sebagai efektor. Umumnya sitokin disintesa dan
disekeresikan dalam bentuk peptide atau glikoprotein dengan BM (berat molekul)
rendah.8
Aktifitas sitokin yang sangat spesifik, memudahkan dalam pendeteksian dan
identifikasinya, terutama dengan perkembangan tehnologi sekarang ini. Beberapa
sitokin diberi nama sesuai dengan aktifitas biologiknya, misal; macrophace
activation factor ( MAF), macrophage migration inhibiting factor ( MIF). Leukosit
derived chemotactic factor (CTX),limpotoxin ( LT), dan osteoclast activating factor
(OAF).8
Berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, sitokin dibedakan dalam monokin
sebagai hasil dari monosit atau makrofag dan limfokin sebagai hasil dari limposit.
Interleukin adalah sitokin proinflamasi yang berasal dari sel T dan diproduksi utama
oleh sel dengan fenotip Th1/Th0 tetapi bukan pada sel dengan fenotipe Th2. Namun
sebagian besar sitokin sudah diubah namanya menjadi interleukin, sesuai dengan
peranannya dalam komunikasi antara leukosit. Dengan kemajuan teknologi dan
pengetahuan yang demikian pesat hingga saat ini interleukin telah diidentifikasi
sebanyak 35 jenis interleukin berdasarkan fungsi, sumber, target reseptor dan  target
sel.8
Endometrium manusia terdiri dari epitel kelenjar yang responsif terhadap
hormon, stroma, dan sejumlah besar sel yang diturunkan dari sumsum tulang (yaitu
leukosit) yang menjadi komponen seluler fungsional jaringan ini baik dalam
kesehatan maupun penyakit. Jumlah dan jenis leukosit dalam endometrium manusia
24

bervariasi dalam cara yang dapat diprediksi dengan siklus ovulasi, menunjukkan
bahwa ada beberapa ukuran kontrol hormonal (endokrin) dan lokal (parakrin) dari
migrasi leukosit ke dan / atau replikasi dalam jaringan ini. Selain itu, diketahui
bahwa endometrium merupakan tempat sintesis beberapa sitokin yang dapat
berperan untuk mengatur migrasi, replikasi, dan / atau fungsi leukosit tersebut.8
Tidak adanya kehamilan menyebabkan regresi korpus luteum (membentuk
struktur mirip bekas luka di ovarium yang dikenal sebagai corpus albicans) dan
akibatnya penurunan tajam konsentrasi progesteron dan estradiol. Penghentian
estradiol dan terutama progesteron memulai permulaan menstruasi, di mana lapisan
atas, fungsional dari endometrium (zona fungsional; sering juga disebut sebagai
fungsionalis) dipecah, dilepaskan, dan kemudian dipulihkan.4

Gambar 9. Progesterone Withdrawl, pemicu menstruasi


Dikutip dari Hilary OD dkk 4

Penghentian progesteron akibat kematian korpus luteum, tanpa adanya


kehamilan, merupakan pemicu terjadinya menstruasi. Penghentian progesteron
dikaitkan dengan masuknya sel kekebalan bawaan; peningkatan ekspresi mediator
inflamasi, termasuk prostaglandin; peningkatan permeabilitas kapiler; dan kerusakan
jaringan. Peristiwa inflamasi ini bermanifestasi sebagai perdarahan menstruasi4
Penghentian progesteron mempengaruhi sejumlah perubahan morfologis di
endometrium, termasuk edema jaringan, peningkatan aliran darah endometrium,
permeabilitas pembuluh darah dan kerapuhan, bersama dengan perdagangan
sejumlah besar leukosit.4
25

Peristiwa molekuler dan seluler yang penting menyertai perubahan morfologi di


endometrium, dan ini termasuk aktivasi fokal metaloproteinase matriks (MMP)
pada daerah lisis menstruasi dan peningkatan ekspresi endometrium lokal dari alat
pengukur inflamasi, misalnya siklooksigenase-2 (COX-2), sitokin/ kemokin
(interleukin (IL) -8, CCL-2), dan peningkatan sintesis prostaglandin endometrium
lokal. The Nuclear Factor (NF) dan seri E dari reseptor prostaglandin dan jalur
pensinyalan terkait dimodulasi oleh penghentian progesteron dan terlibat dalam
pengaturan menstruasi. Terdapat bukti adanya gangguan beberapa jalur tersebut
pada wanita yang mengalami menstruasi menyimpang, yang paling sering dialami
adalah perdarahan menstruasi yang berat.4.
Endometrium terlibat dalam berbagai fungsi unik. Jaringan ini responsif
terhadap hormon steroid seks, mengalami pertumbuhan yang luar biasa secara
siklik, dan dilepaskan serta diregenerasi hampir 450 kali seumur hidup wanita.
Endometrium/desidua mampu melakukan implantasi blastokista, toleransi
imunologis, regulasi invasi trofoblas, pengendalian agen infeksi, dan pembuangan
darah secara efisien dan puing-puing seluler yang terkelupas saat menstruasi. Untuk
mencapai banyak fungsi yang beragam ini, tampaknya masuk akal untuk menduga
bahwa banyak mekanisme harus bekerja untuk merekrut dan menggunakan fungsi
berbagai leukosit secara tepat waktu dan spesifik. Validitas deduksi ini didukung
oleh banyaknya jumlah leukosit dari berbagai jenis yang biasanya terdapat dalam
pola yang dapat diprediksi pada jaringan endometrium/desidua. Banyak eksperimen
telah dilakukan untuk mengkarakterisasi dan mengevaluasi fungsi leukosit di
endometrium dan untuk menentukan kontribusi sel-sel ini terhadap fungsi
reproduksi. Misalnya, sejumlah besar neutrofil menyusup ke endometrium segera
sebelum permulaan menstruasi, dan jumlah limfosit granular uterus yang besar
meningkat secara mencolok di endometrium setelah ovulasi pada waktu implantasi
yang diharapkan dan selama plasentasi awal.8
Salah satu faktor yang diduga berperan dalam perekrutan leukosit ke
endometrium adalah interleukin-8 (IL-8), sitokin dengan kemotaktik/pengaktifan
neutrofil dan aktivitas kemotaktik sel T baik secara in vivo maupun in vitro, yang
disintesis sebagai prekursor asam-99-amino dan disekresikan sebagai peptida asam
26

amino-72 setelah pembuangan residu terminal-amino berturut-turut. Tindakannya


yang diketahui termasuk kemotaksis dan aktivasi neutrofil, ekspresi molekul adhesi
permukaan pada neutrofil, angiogenesis (kemotaksis sel endotel), dan mitogenesis
epidermal, melanoma, dan sel otot polos pembuluh darah. IL-8 diproduksi oleh
sejumlah jenis sel, termasuk monosit darah tepi, sel endotel, fibroblas, neutrofil,
keratinosit, sel sinovial, dan sel turunan dari decidua manusia dan jaringan chorion.
Sebelumnya telah menunjukkan bahwa IL-8 diproduksi oleh sel stroma dan epitel
endometrium dalam kultur dan bahwa produksi ini diatur oleh IL-1α dan tumor
necrosis factor-α (TNFα) . Hal tersebut telah menunjukkan bahwa kadar IL-8
meningkat pada cairan peritoneal wanita dengan endometriosis dibandingkan
dengan wanita sehat.8
Sepanjang siklus menstruasi, terjadi perubahan yang mencolok pada
endometrium. Proporsi relatif epitel kelenjar dan jaringan stroma, panjang dan
tortuositas arteriol spiral, ekspresi berbagai protein, dan jumlah dan jenis leukosit
berfluktuasi dengan cara yang dapat diprediksi. Faktor endokrin (estrogen dan
progesteron) dan parakrin terlibat dalam modulasi perubahan spesifik jaringan ini,
dan kemungkinan faktor kemotaktik (misalnya IL-8, mengubah faktor pertumbuhan-
β, protein kemotaktik monosit-1, dan pertumbuhan -regulated gene-α) mungkin
terlibat dalam perekrutan sel-sel yang diturunkan dari sumsum tulang (yaitu
neutrofil, limfosit granular, sel T, dan monosit) ke endometrium selama siklus
menstruasi. Konsentrasi jaringan IL-8 penting dalam menentukan apakah neutrofil,
limfosit, atau keduanya direkrut terutama ke jaringan tertentu. Pada konsentrasi IL-8
yang rendah, limfosit T 2-10 kali lebih sensitif terhadap efek kemotaktik dari sitokin
ini dibandingkan dengan neutrofil. IL-8 juga bersifat mitogenik dan angiogenik, dua
peristiwa penting untuk endometrium regenerasi siklik. Ekspresi mRNA IL-8 di
puncak endometrium selama sekresi akhir dan fase awal hingga pertengahan
proliferatif. Neutrofil diketahui menyerang endometrium sebelum menstruasi, di
mana sel-sel ini mungkin terlibat dalam degradasi dan pencernaan jaringan
endometrium yang mengelupas. Peningkatan regulasi ekspresi IL-8 pada fase
sekretori akhir dapat mengatur perekrutan neutrofil ini. Kami berspekulasi bahwa
IL-8 yang ditemukan di endometrium selama fase awal dan fase midproliferatif
27

terlibat dalam neovaskularisasi endometrium yang sedang tumbuh.8


Protein IL-8 terlokalisasi sepanjang siklus menstruasi ke sel epitel dan kelenjar
endometrium, tetapi tidak ada di sel stroma. Sel kelenjar endometrium dalam kultur
memproduksi IL-8 dalam jumlah besar secara konstitutif dan bahwa produksi ini
tidak diatur oleh IL-1α atau TNFα. Dalam penelitian ini, hasil imunohistokimia
konsisten dengan temuan sebelumnya, mengungkapkan ekspresi protein IL-8
kelenjar endometrium selama siklus menstruasi. Degradasi cepat IL-8 di stroma
mungkin menjadi salah satu alasan tidak adanya protein IL-8 dalam sel-sel ini.
Aminopeptidase N adalah metaloprotease permukaan sel yang mendegradasi dan
menonaktifkan IL-8. Dalam endometrium manusia, ekspresi aminopeptidase N
terlokalisasi di stroma dan tidak ditemukan di kelenjar. Ini juga menjelaskan
mengapa meskipun kadar IL-8 tinggi dalam sel kelenjar endometrium, endometrium
tidak terus menerus diserang oleh granulosit. IL-8 yang diproduksi oleh sel kelenjar
mungkin terdegradasi oleh stroma; dengan demikian, konsentrasinya di sekitar
pembuluh mungkin tidak mencapai tingkat yang diperlukan untuk kemoattraksi
granulosit. IL-8 immunostaining di endometrium terbatas pada lapisan otot polos
arteriol. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya sensitivitas dari antibodi yang
digunakan, karena bahkan kontrol positif mengungkapkan imunostaining terbatas
pada lokasi perivaskular.8
Protein IL-8 yang diekspresikan dalam sel epitel endometrium mungkin
memiliki banyak peran fisiologis. Sel-sel kekebalan yang terekstraksi ke permukaan
mungkin terlibat dalam pertahanan melawan organisme patogen. IL-8 bersifat
kemotaktik untuk limfosit T pada konsentrasi yang lebih rendah dari yang
dibutuhkan untuk neutrofil , konsisten dengan kelompok sel T yang terdeteksi di
daerah periglandular dekat permukaan endometrium. Selain itu, sekresi IL-8 melalui
permukaan apikal sel epitel endometrium dapat melakukan beberapa fungsi selain
perekrutan leukosit, aksi IL-8 pada spermatozoa atau pada blastokista serta aksi
parakrin pada sel-sel endometrium harus dipertimbangkan.8
Interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil ke dalam jaringan dan menyebabkannya
terdegranulasi. Baik menstruasi dan nifas melibatkan migrasi neutrofil ke jaringan
rahim dan oleh karena itu IL-8 kemungkinan merupakan mediator pengaturan ulang
28

jaringan yang menyertai peristiwa ini.8

Gambar 10. Gambaran pada saat terjadi progesterone withdrawal


Dikutip dari THE ESHRE19

D. Perdarahan uterus abnormal karena kontrasepsi


1. Pendarahan sela progesteron (progesteron breakthrough bleeding)
Pendarahan sela progesteron terjadi ketika rasio progesteron terhadap estrogen
tinggi. Pemberian progestin eksogen secara terus menerus dapat mengakibatkan
pendarahan intermiten dengan durasi yang bervariasi, namun umumnya cukup
ringan. Kondisi ini dapat dihindari jika tubuh masih memiliki kadar estrogen yang
cukup untuk mengimbangi progestin. Contoh dari pendarahan sela progesteron
adalah pendarahan yang terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi
progestin saja. Pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi
estrogen-progestin dapat pula mengakibatkan terjadinya pendarahan sela
progesteron apabila komponen progestin menjadi lebih dominan dibandingkan
dengan komponen estrogennya. Gambaran histologi pendarahan sela progesteron
menggambarkan adanya “penekanan fase sekresi” yang mengakibatkan terjadinya
atropi pada jaringan endometrium.4
29

2. Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding


Lapisan endometrium menerima signal dari estrogen dengan kadar yang
berfluktuasi. Estrogen akan memicu proliferasi endometrium sehingga
mencapai ketebalan yang tidak normal dan sangat rapuh. Pertumbuhan
endometrium yang tidak normal ini mencakup epitel, stroma dan mikrovaskuler.
Pertumbuhan lapisan endometrium yang hanya dipicu oleh hormon estrogen
saja tanpa adanya efek progesteron, akan memicu pertumbuhan endometrium
dengan kehilangan struktur yang berfungsi untuk menunjang stroma untuk
mempertahankan stabilitas lapisan endometrium. Kapiler vena pada kondisi
proliferasi endometrium yang persisten dan hiperplasia endometrium, akan
meningkat, berdilatasi dan seringkali terbentuk saluran ireguler yang tidak
normal dan rapuh sehingga mudah menyebabkan terjadinya pendarahan.4,5
Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela
estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya
densitas pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga
disebabkan oleh karena adanya pelepasan enzim proteolitik lisosom dari sekitar
sel epitel dan sel stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag.
Sel-sel imun tersebut selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama
PGE2 (vasodilatasi), yang lebih dominan dibandingkan dengan PGF2
(vasokontriksi).5
Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola
pendarahan yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah
dan durasi pendarahan sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah
dan lamanya stimulasi estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap
lapisan endometrium. Paparan estrogen kronis dosis rendah biasanya
menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya ringan, namun
berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam jangka
waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode
pendarahan akut yang lamanya bervariasi.4,5
30

Gambar 11. Patofisiologi perdarahan sela estrogen


Dikutip dari Lookwood CJ dkk17

3. Pendarahan lucut estrogen (estrogen withdrawal bleeding)


Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi
akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang
mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama
dapat terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat
gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang
mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon
pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada
akhir siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.5,17
Pendarahan yang disebabkan karena turunnya kadar hormon estrogen (estrogen
withdrawal), sebelum terjadi ovulasi (fase folikular). Salah satu contoh klinis adalah
pendarahan yang terjadi pasca tindakan ooforektomi bilateral pada fase folikular.
Pendarahan yang terjadi setelah pengangkatan indung telur dapat diperlambat
dengan pemberian estrogen eksogen. Akan tetapi pendarahan akan tetap terjadi jika
terapi estrogen dihentikan.5,17
31

4. Pendarahan lucut progesteron (progesteron withdrawal bleeding)


Pendarahan lucut progesteron adalah pendarahan yang disebabkan penurunan
kadar hormon progesteron. Dapat terjadi pada saat pemberian progestogen
dihentikan. Pendarahan lucut progesteron umumnya hanya terjadi jika lapisan
endometrium sebelumnya terpapar dengan hormon estrogen baik yang berasal dari
endogen atau eksogen terlebih dahulu. Jumlah dan lamanya pendarahan dapat sangat
bervariasi dan umumnya berhubungan dengan kadar dan lamanya stimulasi estrogen
pada proliferasi endometrium.5,19
a. Patofisiologi
Turunnya kadar hormon estrogen-progesteron akan menyebabkan pelepasan
enzim degradasi dilapisan endometrium, pelepasan enzim di lisosom, pelepasan
pretease dari infiltrasi sel- sel inflamasi dan aktifitas dari matriks metaloproteinase
(MMP).4
Pada sar kadar hormon estrogen dan progesterin turun sebelum haid, akan
terjadi destabilisasi dari membran lisosom yang akan mengakibatkan keluarnya
enzim-enzim dari dalam lisosom. Enzim tersebut selanjutnya akan dilepaskan ke
dalam sitoplasma epitel stroma dan sel endotel dan selanjutnya ke dalam ruang
intraseluler. Enzim proteolitik ini akan mengakibatkan terjadinya penghancuran
penghalang seluler, membran permukaan dan desmosom (jembatan intraseluler).
Selanjutnya akan berefek pada sel endotel pembuluh darah sehingga memicu
terjadinya deposit trombosit pelepasan prostaglandin, trombosis vaskuler,
ekstravasasi sel-sel darah merah dan akhirnya memicu terjadinya nekrosis jaringan.4
Penurunan progesterin juga akan memicu respon inflamasi di lapisan
endometrium. Sel- sel inflamasi (netrofil, eosinofil dan makrofag atau monosit) akan
bermigrasi dibawah panduan dari kemokin yang dihasilkan ileh sel-sel
endometrium. Pada saat teraktivasi, leukosit akan menghasilkan sejumlah molekul-
molekul regulator, termasuk sitokin, kemokin dan enzim-enzim yang berkontribusi
utuk mendegradasi matriks ekstraseluler. Penurunan progesterin menyebabkan
meningkatnya sekresi dan aktivasi dari enzim MMP, yang berakiba pada
penghancuran matriks ekstraseluler.4
Proses degradasi progresif dari enzim dilapisan endometrium dapat
32

menyebabkan terganggunya sistem kapiler di bawah permukaan lapisan


endometrium dan sistim kapiler vena, yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan interstisial, penghancuran membran permukaan sehingga
memungkinkan darah masuk dalam rongga endometrium. Pada akhirnya proses
degenerasi dapat meluas ke dalam lapisan fungisonal dima terjadinya ruptur pada
arteriole basal dapat semakin menambah jumlah perdarahan.4
E. Interleukin-8 pada Endometrium
IL 8 adalah hormon golonngan kemokina berupa polipeptida dengan massa
sekitar 8-10 kDa yang digunakan untuk proses dasar, pengikatan heparin,
peradangan dan perbaikan  jaringan. Ciri khas IL-8 terdapat pada dua residu
sisteina sisteina dekat N-terminus yang disekat  oleh  sebuah  asam  amino.
Tidak seperti sitokina umumnya, IL-8 bukan merupakan glikoprotein. IL-8
diproduksi oleh berbagai macam sel, termasuk monosit, neutrofil, sel T, fibroblas,
sel endotelial dan sel epitelial, setelah terpapar antigen
atau stimulan radang (ischemia dan trauma). Dua bentuk IL-8 (77 CXC dan 72
CXC) merupakan sekresi neutrofil pada saat teraktivitasi. Produksi IL-8 yang
berlebihan selalu dikaitkan dengan penyakit peradangan, seperti asma, leprosy,
psoriasis dll. IL-8 juga dapat menginduksi perkembangan tumor sebagai salah satu
efek angiogenik yang ditimbulkan, selain vaskularisasi. Dari beberapa kemokina
yang memicu kemotaksis neutrofil, IL-8 merupakan chemoattractant yang terkuat.
Sesaat setelah terpicu, neutrofil menjadi aktif dan berubah bentuk oleh  karena
aktivasi  integrin dan sitoskeleton aktin. Basofil, sel T, monosit dan eosinofil juga 
menunjukkan  respon  kemotaktik  terhadap  IL dengan terpicunya aktivitasi
integrin  yang dibutuhkan  untuk  adhesi  dengan  sel endotelial pada saat migrasi.12
IL-8 mendorong pertumbuhan sel stroma endometrium (ESC), mungkin
berkontribusi sebagai faktor parakrin/autokrin untuk perkembangan lesi
endometriotik. Namun menurut teori menstruasi retrograde, sebelum sel
endometrium berimplantasi dan berkembang biak, sel tersebut harus mencapai
rongga peritoneum dan menempel pada permukaan mesothelial peritoneal. IL-8
menginduksi peningkatan yang bergantung pada dosis dalam adhesi ESC ke
fibronektin, protein matriks ekstraseluler.12
33

IL-8 adalah protein sekretori yang baru-baru ini diakui sebagai mediator
biologis penting. Meskipun dikenal dengan neutrofil dan sifat
kemotaktik/pengaktifan sel T, IL-8 juga memiliki sifat angiogenik yang kuat dan
mitogenik pada jenis sel yang berbeda. Menariknya, IL-8 menginduksi ekspresi
beberapa molekul adhesi sel. Hal ini menunjukkan bahwa IL-8 dapat memicu
perubahan bentuk pada beberapa molekul adhesi, meningkatkan kapasitas adhesif
pada beberapa jenis sel. Hasil kami menunjukkan bahwa pengobatan ESC dengan
peningkatan konsentrasi IL-8 merangsang kapasitas adhesifnya ke protein matriks
ekstraseluler, fibronektin.12
Cairan peritoneal wanita dengan endometriosis mengandung peningkatan kadar
IL-8 bila dibandingkan dengan wanita bebas penyakit, dan kadar IL-8 berkorelasi
dengan stadium penyakit. Ada beberapa sumber seluler potensial dari IL-8 yang
dapat berkontribusi pada tingginya level dalam cairan peritoneal wanita dengan
endometriosis. Sel endometrium, sel mesothelial, dan makrofag peritoneal telah
terbukti menghasilkan IL-8 dalam kondisi basal, dan mediator proinflamasi seperti
IL-1 atau tumor necrosis factor meningkatkan produksi ini.10
Sel-sel stroma endometrium secara konstitutif memproduksi dan memisahkan
IL-8, dan produksi ini dimodulasi oleh berbagai sitokin seperti IL-1,
TNF.Kemungkinan besar, ekspresi gen IL-8 juga dimodulasi oleh hormon seks
karena variasi mRNA IL-8 telah dibuktikan selama siklus menstruasi. Agar IL-8
memiliki efek pada ESC, reseptor IL-8 harus ada. Dari dua reseptor IL-8 yang
diketahui (tipe A dan B), hanya reseptor IL-8 tipe A yang telah terdeteksi baik
dalam sel endometrium dan endometriotik. Penemuan terbaru ini mendukung
hipotesis bahwa IL-8 dapat bertindak sebagai faktor auto-crine/parakrin pada sel
endometrium, dan memberikan alasan bagi IL-8 untuk menginduksi kepatuhan sel
endometrium. Mekanisme di mana IL-8 meningkatkan adhesi sel (misalnya,
menginduksi perubahan integrin) masih harus dijelaskan.10
34

F. Kontrasepsi Progestin Jangka Panjang


Implanon adalah kontrasepsi implan jangka panjang yang telah terbukti sangat
efektif di negara maju dan berkembang.Cara kerja progestin adalah sebagai berikut :

Gambar 12. Mekanisme progestin dalam tubuh


Dikutip dari Croxatto dkk 18

Studi saat ini mengeksplorasi mekanisme perdarahan tidak teratur akibat


pengobatan LTPOC dengan menganalisis wanita sebelum dan sesudah pemasangan
Implanon. Kami sekarang menunjukkan bahwa LTPOC Implanon secara signifikan
mengurangi perfusi endometrium dan menginduksi kerusakan oksidatif, yang
terakhir ini ditunjukkan oleh peningkatan tingkat peroksidasi lipid endometrium,
ekspresi 8-OHdG, penanda kerusakan DNA oksidatif, dan nitrotyrosine, penanda
kerusakan protein oksidatif pada spesimen endometrium yang diperoleh 1 bulan
setelah penyisipan Implanon. Perubahan ini memainkan peran integral dalam
menghasilkan pembuluh darah rapuh yang tidak normal yang merupakan sumber
perdarahan uterus abnormal (AUB) terkait dengan penggunaan LTPOC. Lebih
lanjut, kami menunjukkan bahwa, secara in vitro, hipoksia menginduksi ekspresi
nitrotyrosine, penanda pembentukan anion peroksinitrit dalam sel endotel
mikrovaskuler endometrium yang dikultur. Hasil penelitian saat ini, bersama dengan
35

temuan sebelumnya dari laboratorium kami, sangat menyarankan bahwa stres


oksidatif merupakan komponen penting dalam genesis patofisiologi endometrium
yang diamati pada pengguna LTPOC.12,13
Sebelumnya, Hipotesis bahwa hipoksia / reperfusi menginduksi produksi
radikal bebas yang menghambat ekspresi endometrium Ang-1, faktor penstabil
pembuluh darah, meninggalkan efek endotel Ang-2, faktor percabangan pembuluh
darah dan permeabilitas. Imunohistokimia ARA. 4. Implanon mempengaruhi
produksi endometrium 8-isoprostane. 8-Isoprostane diukur seperti yang dijelaskan
dalam Subjek dan Metode di bagian histeroskopi homogen sebelum dan setelah 1
bulan pengobatan Implan. Studi mengkonfirmasi penurunan selektif dalam sel
stroma Ang-1 di endometrium yang terpapar LTPOC. Selain itu, kami secara
langsung menilai kemungkinan kerusakan oksidatif setelah pengobatan LTPOC
dengan menunjukkan bahwa stres-aktivasi kinase stres-diaktifkan protein kinase / c-
Jun N-terminal kinase dan p38 terfosforilasi dalam jaringan. Studi saat ini
menunjukkan bahwa paparan Implanon terbukti mengurangi perfusi endometrium
dan menginduksi ROS, dan peroksidasi lipid, DNA, dan kerusakan protein. Hasil
lingkungan hipoksia dalam ketidakseimbangan faktor angiogenik Ang-1 dan Ang-2
seperti yang dijelaskan sebelumnya.12,13
Perubahan dalam produksi atau distribusi VEGF telah diusulkan terkait dengan
AUB yang diinduksi LTPOC. Satu studi menunjukkan bahwa indeks pewarnaan
VEGF kelenjar endometrium dan sel stroma secara signifikan lebih besar di
endometria setelah pengobatan LTPOC daripada di endometrium yang tidak diobati;
Namun, tidak ada korelasi yang ditemukan antara indeks pewarnaan VEGF dan
kepadatan mikrovaskuler endometrium. Sebaliknya, pada wanita yang diobati
dengan Implanon, hanya immunostaining VEGF sel stroma endometrium ditemukan
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kontrol dengan korelasi positif
yang diamati antara imunoreaktivitas stroma-VEGF dan kepadatan sel endotel.
Diketahui dengan baik bahwa regulasi VEGF sangat sensitif terhadap konsentrasi
oksigen serta ROS. Meskipun kadar VEGF fisiologis meningkatkan angiogenesis,
VEGF yang diekspresikan secara berlebihan menginduksi “kebocoran” vaskular
endotel, perdarahan, dan disolusi matriks ekstraseluler perivaskular. Dengan
36

demikian, temuan kami tentang penurunan perfusi endometrium, hipoksia, dan


pembentukan ROS setelah penempatan Implanon memberikan mekanisme yang
jelas untuk peningkatan produksi VEGF endometrium pada pengguna LTPOC.12,14
Pola vaskular yang menyimpang dan profil perdarahan yang terkait dengan
pengobatan LTPOC berbeda dengan satu-satunya keadaan fisiologis di mana
endometrium terpapar progesteron asli untuk waktu yang lama, yaitu kehamilan.
Namun, pada kehamilan, modifikasi trofoblas dari arteri spiralis uterus
mempertahankan aliran darah endometrium yang adekuat. Selain itu, pada
kehamilan terdapat kadar estrogen yang beredar dalam jumlah besar, seperti halnya
pada fase luteal. Meskipun progestin sintetis mungkin meniru banyak efek
progesteron asli, progesteron dapat bereaksi berbeda dengan reseptor progesteron
atau melalui mekanisme alternatif. Memang, sebuah studi oleh Simoncini et
al.menunjukkan bahwa, meskipun progesteron asli secara signifikan meningkatkan
sintesis oksida nitrat pada aorta tikus melalui mekanisme transkripsi dan
nontranskripsi, medroksiprogesteron asetat tidak memiliki efek tersebut. Selain itu,
penulis menemukan bahwa, ketika digunakan bersama dengan konsentrasi estradiol
fisiologis, progesteron asli berpotensi, sedangkan medroksiprogesteron asetat
terganggu, pensinyalan estrogen melalui jalur MAPK dan fosfatidylinositol-3 kinase.
Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa perubahan vaskular endometrium yang
diamati setelah LTPOC mencerminkan perbedaan biologis antara progestin asli vs
progestin sintetis.15
G. Peranan Interleukin-8 terhadap Endometrium pada Pengguna Kontrasepsi
Jangka Panjang
Satu konsekuensi umum dari semua progestin saja (hanya p) adalah adanya
infiltrasi leukosit yang abnormal. Endometrium normal memiliki lingkungan
kekebalan yang aktif dan diatur secara ketat dengan populasi sel kekebalan yang
signifikan yang terkait dengan kejadian endometrium tertentu. Pada fase sekresi
akhir dari siklus menstruasi terjadi peningkatan jumlah leukosit terkait dengan
desidualisasi dan implantasi. Produk leukosit mencakup serangkaian protease,
kemokin, dan sitokin, yang bersama-sama menghasilkan produksi fokal dan aktivasi
metaloproteinase matriks (MMP) oleh sel endometrium, dengan kerusakan jaringan
37

selanjutnya yang menjadi ciri menstruasi. Infiltrasi leukosit, terutama berupa


neutrofil, eosinofil, makrofag dan uterus spesifik alami. sel pembunuh (UNK),
bersama dengan perubahan status aktivasi sel mast (MC), tampaknya mengalami
perubahan pada wanita yang menggunakan metode kontrasepsi khusus p.
Subpopulasi leukosit seperti itu karena neutrofil dan eosinofil ditemukan terutama di
melepaskan endometrium, sedangkan subtipe ini sangat sedikit hadir dalam
endometria atrofi atau termodifikasi progestin.13,14
Namun, di endometrium desidualisasi, ada adalah sejumlah besar sel Pada
manusia, sel-sel uNK ini ada sebelum implantasi, tetapi mereka juga ada di non
pregnancy endometrium. Di akhir siklus tidak hamil, kira-kira 2 hari sebelum
menstruasi, sel UNK menjalani perubahan inti yang menyerupai kematian sel
apoptosis. Selain itu, MC mengeluarkan banyak molekul vasoaktif dan proinflamasi
serta berpartisipasi dalam inflamasi dengan meningkatkan infiltrasi leukosit, serta
menyebabkan peradangan. Kerusakan jaringan langsung dengan pelepasan protease,
dapat dideteksi dengan imunostaining untuk proteinase serine spesifik MC, triptase,
yang memainkan peran penting dalam aktivasi MMP. Ini mungkin mewakili fungsi
kritis untuk sel-sel ini di menstruasi atau perdarahan uterus abnormal.16
Endometrium wanita pada tampilan LTPOC meningkatkan ekspresi TF oleh
HESCs desidualisasi dan VEGF yang diekspresikan berlebih di kompartemen
stroma. Interaksi HESC / HEEC desidualisasi yang diduga, VEGF tersebut akan
meningkat secara abnormal kemampuan sel endotel, selanjutnya mendorong
pembentukan trombin dengan meningkatkan transudasi faktor VII ke TF yang
diekspresikan oleh sel desidua. Sebagai VEGF, trombin bersifat angiogenik dan
meningkatkan permeabilitas sel endotel. Selain menambah ekspresi VEGF,
hipoksia dan trombin drive interleukin-8 (IL-8) ekspresi dalam HESCs desidualisasi.
Karena VEGF, trombin, dan IL-8 masing-masing mempromosikan angiogenesis
melalui reseptor sel endotel yang terpisah, stimulasi sinergis konsekuensi dari
angiogenesis abnormal dan gangguan pemeliharaan pembuluh akan berkontribusi
pada pembuluh darah yang membesar, terganggu secara struktural, '' rapuh '' yang
rentan berdarah. Aliran darah uterus dengan gangguan LTPOC dikaitkan dengan
hipoksia fokal yang meningkatkan ekspresi VEGF dan IL-8 pada HESC
38

desidualisasi untuk lebih memperburuk angiogenesis abnormal.13


Pemberian LTPOC pada wanita mendorong infiltrasi neutrofil dari
endometrium. Kontrasepsi Mirena dan Norplant dikaitkan dengan peningkatan
kadar IL-8 di endometrium kemoattraktan dan aktivator neutrofil primer.Oleh
karena itu, peningkatan produksi IL-8 dengan HESC desidualisasi akan
berkontribusi tidak hanya untuk angiogenesis menyimpang tetapi juga pada
kelebihan neutrofil yang menjadi ciri endometrium yang diturunkan dari LTPOC.
Neutrofil mengekspresikan protease seperti neutrofil elastase dan neutrofil MMP-8
dan -9 yang menargetkan komponen ECM. Degradasi konsekuen dari ECM
desidualisasi yang diperkaya komponen laminar basal akan menghasilkan stroma
atrofi tipis terlihat pada pengguna LTPOC dan mengganggu integritas perancah
dukungan ECM perivaskular. Gangguan integritas ECM dalam lingkungan
angiogenesis menyimpang yang dimediasi trombin ini akan memperburuk AUB
yang diinduksi LTPOC.17

Gambar 13. Perdarahan uterus abnormal yang diinduksi selama kontrasepsi


progestin jangka panjang (LTPOC)
Dikutip dari Charles J dkk5

Dalam endometrium yang diturunkan LTPOC, kelebihan transudasi faktor VII


kontak perivaskular desidualisasi sel stroma endometrium manusia (HESC) -TF
39

untuk menghasilkan trombin yang merangsang HESC desidualisasi untuk


melepaskan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dan interleukin-8 (IL-8).
Bertindak melalui reseptor terpisah pada permukaan sel endometrium manusia
(HEEC), trombin, VEGF, dan IL-8 masing-masing mempromosikan angiogenesis
sekaligus meningkatkan permeabilitas sel endotel. Lingkungan hipoksia dari
endometrium LTPOC juga menambah ekspresi VEGF dan IL-8 untuk
mempromosikan siklus maju umpan dari peningkatan pembentukan trombin, yang
mengarah ke peningkatan produksi VEGF dan IL-8 dan angiogenesis lebih lanjut.17

BAB III
SIMPULAN

1. Regulasi hormonal selama siklus menstruasi secara umum, dimana estrogen


disekresi selama fase folikuler meningkatkan ukuran dan tinggi sel epitel
endosalping. Estrogen meningkatkan aliran darah ke lamina propria dari saluran
telur, meningkatkan produksi glikoprotein spesifik saluran telur (yang
fungsinya kurang dipahami), dan meningkatkan siliogenesis di seluruh saluran
telur. Estrogen mempromosikan sekresi lendir konsistensi kental di isthmus dan
meningkatkan tonus muscularis dari isthmus, sehingga menjaga kompleks
40

kumulus oosit di persimpangan ampullary-isthmus untuk proses pembuahan.


2. Peristiwa molekuler dan seluler yang penting menyertai perubahan morfologi di
endometrium, dan ini termasuk aktivasi fokal metaloproteinase matriks (MMP)
pada daerah lisis menstruasi dan peningkatan ekspresi endometrium lokal dari
alat pengukur inflamasi, misalnya siklooksigenase-2 (COX-2), sitokin/ kemokin
(interleukin (IL) -8, CCL-2), dan peningkatan sintesis prostaglandin
endometrium lokal. Nuclear Factor (NF) dan seri E dari reseptor prostaglandin
dan jalur pensinyalan terkait dimodulasi oleh penghentian progesteron dan
terlibat dalam pengaturan menstruasi. Terdapat bukti adanya gangguan
beberapa jalur tersebut pada wanita yang mengalami menstruasi menyimpang,
yang paling sering dialami adalah perdarahan menstruasi yang berat.
3. Perdarahan uterus abnormal yang diinduksi selama kontrasepsi progestin jangka
panjang (LTPOC). Dalam endometrium yang diturunkan LTPOC, kelebihan
transudasi faktor VII kontak perivaskular desidualisasi sel stroma endometrium
manusia (HESC) -TF untuk menghasilkan trombin yang merangsang HESC
desidualisasi untuk melepaskan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
dan interleukin-8 (IL-8). Bertindak melalui reseptor terpisah pada permukaan
sel endometrium manusia (HEEC), trombin, VEGF, dan IL-8 masing-masing
mempromosikan angiogenesis sekaligus meningkatkan permeabilitas sel
endotel. Lingkungan hipoksia dari endometrium LTPOC juga menambah
ekspresi VEGF dan IL-8 untuk mempromosikan siklus maju umpan dari
peningkatan pembentukan trombin, yang mengarah ke peningkatan produksi
VEGF dan IL-8 dan angiogenesis lebih lanjut.17
41

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosner J, Samardzic T, Sarao MS. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing;


Treasure Island (FL): Oct 6, 2020. Physiology, Female Reproduction. 2020
(Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537132/, diakses
pada 9 januari 2021)
2. Coast E, Lattof SR, Strong J. Puberty and menstruation knowledge among
young adolescents in low- and middle-income countries: a scoping review. Int J
Public Health. 2019 Mar;64(2):293-304.
42

3. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. United States: Mc Graw Hill
Companies; 2008
4. Hilary OD. Critchley, JA. Maybin, Gregory M. Armstrong, et al. Physiology of
the endometrium and regulation of menstruation. Physiol Rev 100: 1149–1179
5. Charles J, Krikun G, Hickey M, Huang J, et al. 2009. Decidualized human
endometrial stromal cells mediate hemostasis, angiogenesis, and abnormal
uterine bleeding. reproductive sciences volume 16, pages162–170.
6. Speroff L, Fritz MA. Clinical gynecology endocrinology and infertility. 9th ed.
2020. Chapter 3, The uterus, endometrial physiology and menstruation, p.192-
229
7. White BA, Porterfield SA. Endocrine and reproductive physiology. 2013. 4th
Edition. Pages 230
8. Arici, ASE., Senturk LM., Gutierrez, LS., Oral, E & Taylor, HS. Interleukin-8
in the human endometrium1. The journal of clinical endocrinology &
metabolism, 83(5), 1783–1787. 1998.
9. Dhanalakshmi KT; Hajira B; Rebecca J. Physiology, Menstrual cycle.
StatPearls Publishing LLC. 2020.
10. Gazvani, MR, Christmas, SQ, S. KJ, Johnson, PM., & Kingsland, CR. (1998).
Peritoneal fluid concentrations of interleukin-8 in women with endometriosis:
relationship to stage of disease. Human reproduction, 13(7), 1957–1961.
doi:10.1093/humrep/13.7.1957
11. Gazvani MR, Christmas S, Quenby S, Kirwan J, Johnson PM, Kings- land CR.
Peritoneal fluid concentrations of interleukin-8 in women with endometriosis:
relationship to stage of disease. Hum Reprod 1998;13: 1957– 61.
12. Arici, A., Seli, E., Senturk, LM., Gutierrez, LS., Oral, E., & Taylor, HS. (1998).
Interleukin-8 in the human endometrium. The journal of clinical endocrinology
& Metabolism, 83(5), 1783–1787. doi:10.1210/jcem.83.5.4754
13. Krikun G, Critchley H, Schatz F, Wan L, Caze R, Baergen RN, Lockwood CJ,
Abnormal uterine bleeding during progestin-only contraception may result from
free radical-induced alterations in angiopoietin expression. Am J Pathol
43

161:979–986. 2002
14. Dvorak HF, Brown LF, Detmar M, Dvorak AM 1995 Vascular permeability
factor/vascular endothelial growth factor, microvascular hyperpermeability, and
angiogenesis. Am J Pathol 146:1029–1039
15. Simoncini T, Mannella P, Fornari L, Caruso A, Willis MY, Garibaldi S,
Baldacci C, Genazzani AR 2004 Differential signal transduction of proges-
terone and medroxyprogesterone acetate in human endothelial cells. Endo-
crinology 145:5745–5756.
16. Peloggia A, Petta CA, et al. 2006. Endometrial chemokines, uterine natural
killer cells and mast cells in long-term users of the levonorgestrel-releasing
intrauterine system. Human Reproduction Vol.21, No.5 pp. 1129–1134, 2006
17. Lockwood, CJ., Krikun, G., Hickey, M., Huang, SJ., & Schatz, F. (2009).
Decidualized human endometrial stromal cells mediate hemostasis,
angiogenesis, and abnormal uterine bleeding. Reproductive sciences, 16(2),
162–170. doi:10.1177/1933719
18. Croxatto, HB. Mechanisms that explain the contraceptive action of progestin
implants for women. Contraception, 65(1), 21–27. doi:10.1016/s0010-
7824(01)00294-3.2002
19. The ESHRE Capri Workshop Group, Endometrial bleeding, Human
Reproduction Update, Volume 13, Issue 5, September/October 2007, Pages
421–431, https://doi.org/10.1093/humupd/dmm001
20. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC, Jakarta, 2010

Anda mungkin juga menyukai