TUGAS AKHIR
Oleh :
125070401111017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
Oleh:
NIM: 125070401111017
Pembimbing I Pembimbing II
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal tugas akhir yang berjudul “ Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat
(Persea americana mill’s) Terhadap Jumlah Sel Fibroblast Pada Soket Pasca
Ekstraksi Gigi Insisivus Maksila Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus)” dengan
baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada pihak yang telah membantu dalam pembuatan proposal ini, yaitu :
4. Dr. drg. Muhamad Chair Effendi, SU, Sp. KGA selaku KPS Pendidikan
iii
7. drg. Delfi Fitriani, M.Kes selaku dosen metodologi penelitian dan
8. Kedua orang tua penulis, Dra. Dwi Rahayu, MMPd selaku ibu penulis
dan Drs. Lis Supriyanto, MMPd selaku ayah penulis yang telah
baik.
akhir.
akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal tugas akhir ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca demi kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal tugas akhir ini
Penulis
iv
ABSTRAK
Kata Kunci : ekstraksi gigi, penyembuhan luka, sel fibroblast, daun alpukat
v
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
Judul.......................................................................................................................
i
Lembar Persetujuan................................................................................................
ii
Kata Pengantar.......................................................................................................
iii
Abstrak ...................................................................................................................
v
Daftar Tabel............................................................................................................
xi
Daftar Gambar........................................................................................................
xii
Daftar Lampiran......................................................................................................
xiii
Daftar Singkatan.....................................................................................................
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
vii
2.1 Ekstraksi Gigi 6
2.1.1 Definisi 6
2.1.2.2 Kontraindikasi 9
2.3 Fase Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi pada Jaringan Keras .
18
viii
4.2.1 Pemilihan Hewan Coba dan Teknik Randomisasi 39
ix
5.2.2 Uji Homogenitas Ragam 64
BAB 6 PEMBAHASAN
Pembahasan 70
7.1 Kesimpulan 74
7.2 Kesimpulan 74
Daftar Pustaka 76
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok Kontrol Hari ke-3 ..58
Gambar 5.2 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PI (50 mg) Hari ke-3 ..58
Gambar 5.3 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PII (100 mg) Hari ke-3 .59
Gambar 5.4 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PIII (200 mg) Hari ke-3 59
Gambar 5.5 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok Kontrol Hari ke-7 ..60
Gambar 5.6 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PI (50 mg) Hari ke-7 ..60
Gambar 5.7 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PII (100 mg) Hari ke-7 .61
Gambar 5.4 Gambaran Fibroblast Pada Kelompok PIII (200 mg) Hari ke-7 62
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
HE Hematoksilin Eosin
IL-1 Interleukin-1
PMN Polymorphonucleo cytes
TNF-α Tumor Necrosis Factor-α
TGF-β Transforming growth factor-β
PDGF Platelet-derived growth factor
VeGF Vascular Endothelial Growth Factor
LPS Lipopolisakarida
ECM Extracellular matrix
IFN-y Interferon-y
TNF
IL-1
v
PMN Polimorfo Nukleat
BAB 1
PENDAHULUAN
sederhana di bidang bedah mulut dan banyak dilakukan oleh dokter gigi, baik
pada praktek pribadi dokter gigi, klinik swasta, puskesmas maupun rumah sakit.
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan
menggunakan tang dan elevator (Pedlar dkk, 2011). Pencabutan ideal adalah
pencabutan tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin pada
jaringan penyangga, sehingga luka bekas pencabutan dapat sembuh normal dan
mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi.
vi
Luka dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan
Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase remodeling. Pada fase inflamasi terjadi vasokonstriksi untuk
dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut memiliki onset dan
durasi lebih cepat (beberapa menit hingga hari), sedangkan inflamasi kronik
memiliki onset dan durasi yang lebih lama (hari hingga tahun) sehinggga
prolin yang akan mempertautkan tepi luka, serta terbentuk jaringan granulasi.
dan penyembuhan dari jaringan yang rusak dalah fibroblast. Fibroblast adalah
komponen seluler primer dari jaringan ikat dan sumber sintetis utama dari matrik
struktur protein utama pada jaringan ikat yang memberikan daya renggang
obat, mengingat biaya pengobatan yang tidak terjangkau oleh semua orang,
vii
tanaman obat adalah alpukat (Persea americana mill’s mill). Selama ini alpukat
dibiarkan begitu saja jatuh hingga menjadi pupuk kompos. Daun buah alpukat
(Yuniarti, 2008)
2009).
Untuk itu peneliti ingin meneliti ekstrak etanol daun alpukat (Persea
americana mill’s ) karena daun alpukat memiliki kandungan flavonoid yang cukup
1.3 Tujuan
viii
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana
mill’s) pada jumlah fibroblast pada soket gigi incisivus maksilla pasca
tikus pada kelompok kontrol pada hari ke-3 dan ke-7 pasca
pencabutan gigi.
2. Menghitung jumlah sel fibroblast yang terbentuk pada soket gigi
tikus pada kelompok Perlakuan I (50 mg) pada hari ke-3 dan ke-7
tikus pada kelompok Perlakuan II (100 mg) pada hari ke-3 dan ke-
tikus pada kelompok Perlakuan III (200 mg) pada hari ke-3 dan
jumlah sel fibroblast pada soket gigi tikus pasca ekstraksi gigi
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Klinis
1. Menambah nilai guna alpukat terutama pada daun alpukat yang
sering dibuang.
2. Dapat menjadi alternatif pengobatan dari bahan alami terhadap luka
americana mill’s).
1.4.2 Manfaat Akademis Bagi Peneliti
1. Sebagai sarana bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan
ix
2. Menambah wawasan mengenai berbagi alternatif obat dari bahan
gigi.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang
kedokteran gigi.
2. Memberi informasi mengenai alternatif pengobatan dari bahan alami
x
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
satu gigi utuh atau akar gigi dari tulang alveolar dengan alat-alat ekstraksi
(forceps), dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
dari rongga mulut secara keseluruhan, yang aksesnya dibatasi oleh bibir dan
pipi. Pada tindakan ekstraksi gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip asepsis dan
keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan
(perdarahan, edema, trismus, dan dry socket) dalam penyembuhan luka akibat
ekstraksi gigi. Oleh karena itu tindakan asepsik merupakan aturan dalam bedah
mulut. Maka, definisi ekstraksi gigi yang ideal adalah ekstraksi tanpa rasa sakit
ekstraksi dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat msalah prostetik di
6
2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Gigi
2.1.2.1 Indikasi
Gigi perlu diekstraksi karena berbagai alasan seperti pada nyeri gigi itu
sehingga dapat merugikan gigi tersebut maupun gigi tetangga bila terus
dipertahankan, atau letak gigi yang salah. Berikut adalah indikasi dari
pencabutan gigi :
a. Karies yang parah
Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi
dan pasien untuk menghilangkan gigi dengan cara ekstraksi gigi (Peterson,
2013).
b. Nekrosis pulpa
Sebagai dasar pemikiran, yang berkaitan erat dengan ekstraksi gigi
adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis irreversible yang tidak diindikasikan
perawatan saluran akar yang berliku-liku, klasifikasinya sudah tidak dapat diobati
ekstraksi gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang paling
sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah, tetapi premolar
kedua dan gigi incisivus juga kadang-kadang dilakukan ekstraksi dengan alasan
situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak dapat
umum, molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah dan
menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang
(Rahardjo, 2008).
e. Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi gigi
yang bersifat surgical. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi
fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka harus
pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien yang berusia
diatas 35 tahun atau pada pasien dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut
perlu merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar kondisi gigi yang
terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka
2.1.2.2 Kontraindikasi
Ada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan ekstraksi
gigi, yaitu :
a. Faktor Lokal
Perikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis,
2.2 Proses Penyembuhan Luka Pasca Ekstrasi Gigi Pada Jaringan Lunak
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, tetapi
umumnya terjadi secara teratur. Sel khusus secara berurutan pertama-tama akan
membersihkan jejas, kemudian secara progresif membangun dasar (scaffolding)
untuk mengisi setiap defek yang dihasilkan. Peristiwa tersebut tertata rapi melalui
faktor fisik juga turut berperan, termasuk tenaga yang dihasilkan oleh perubahan
proses.
induksi respons peradangan akut oleh jejas awal
regenerasi sel parenkim (jika mungkin)
migrasi dan proliferasi, baik sel parenkim maupun sel jaringan ikat
sintesis protein ECM
remodeling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan
remodeling jaringan ikat untuk memperoleh kekuatan luka
jaringan parut, dan merupakan penggambaran prinsip umum yang berlaku pada
penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di sekitar luka
dan jaringan ikat dalam jumlah yang relative sedikit. Akibatnya, regenerasi epitel
menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah
Dalam waktu 24 jam, neutrophil akan muncul pada tepi insisi, dan
bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai
sel epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan berproliferasi di
Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag,
dan jaringan granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi. Serat kolagen
pada tepi insisi sekarang timbul, tetapi mengarah vertical dan tidak menjembatani
granulasi mengisi ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan
peningkatan deposisi kolagen di dalam jaringan parut bekas insisi dan regresi
Pada akhir bulan pertama, jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas
suatu jaringan ikat sel yang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi
oleh epidermis yang sangat normal. Namun, tambahan dermis yang hancur pada
garis insisi akan menghilang secara permanen. Kekuatan regang pada luka
merupakan gabungan beberapa fase yang saling tumpang tindih, tetapi secara
biologis dapat dibedakan. Setelah terjadi perlukaan, akan terjadi fase inflamasi
yang secara garis besar bertujuan untuk menghilangkan jaringan nonvital dan
jaringan. Pada fase yang terakhir, terjadi fase remodelling yang bertujuan untuk
memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural dari luka. Pada setiap fase
Kerusakan sel memicu reaksi vascular kompleks pada jaringan ikat dan
terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan
bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah.
Platelet tidak hanya berfungsi membentuk bekuan darah tetapi juga
derived growth factor (PDGF ) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VeGF).
dari sel- luka seperti keratinosit dan fibroblast untuk bermigrasi kedalam ruang
tumor necrosis factor (TNF), C5a, TGF-β dan produk degradasi bakteri seperti
fibrin dan mengisi kavitas luka. Sel PMN terutama neutrofil adalah sel pertama
yang menuju daerah luka. Migrasi neutrofil ke luka juga dimungkinkan karena
sel mast dan jaringan ikat. Jumlah neutrofil akan meningkat dan mencapai
puncak pada 24-48 jam setelah perlukaan. Bila tidak terjadi infeksi, neutrofil akan
berumur pendek dan jumlahnya akan menurun pada hari ke tiga (Sudrajat,
2006).
Makrofag akan muncul setelahnya kurang lebih sekitar 48-96 jam setelah
dan dapat ditemukan dengan jumlah bermakna pada hari kelima dan mencapai
puncak pada hari ketujuh pasca perlukaan. Makrofag dan limfosit sangat
berperan dalam proses penyembuhan luka normal (Nugroho, 2006). Limfosit dan
metabolit reaktif oksigen, mediator lipid radang dan faktor pengatur sel lain.
1. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yag menonjol adalah
fase proliferasi fibroblas yang berlangsung mulai hari ke-3 hingga hari ke-21
pasca perlukaan. Fase ini ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi pada
luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen seluler dan sel
inflamasi. Fibroblas muncul pertama kali pada hari ke-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke-7. Pembentukan fibroblast dipacu oleh sitokin yang
dalam jumlah besar. Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 pasca
perlukaan dan meningkan sampai minggu ke-3. Proses proliferasi fibroblast dan
aktivasi sintetik ini dikenal dengan istilah fibroplasia (Sudrajat, 2006). Pada fase
fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblas, dan kolagen, membentuk
jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari
oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke
arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling
menyentuh dan menutup permukaan luka. Pada saat permukaan luka sudah
terhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan (Hatz, 2004) .
2. Fase Maturasi
Fase ini dapat berlangsung dari hari ke-21 pasca perlukaan dan
berlangsung hingga waktu satu tahun. Fase ini dimulai segera setelah kavitas
luka terisi oleh jaringan granulasi dan proses reepitelialisasi usai. Tubuh
penyembuhan. Edema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler
baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya
serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka.
Pada akhir fase ini, perupaan kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%
kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah
tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologi atau
Jika kehilangan sel atau jaringan terjadi lebih luas, seperti pada infark,
pertumbuhan jaringan granulasi yang luas kea rah dalam dari tepi luka, diikuti
sekunder.
nekrotik, eksudat, dan fibrin yang lebih besar yang harus disingkirkan. Akibatnya,
reaksi radang menjadi lebih hebat, dan berpotensi lebih besar mengalami cedera
Kerusakan yang lebih luas meningkatkan jumlah jaringan granulasi yang lebih
jaringan granulasi yang lebih besar akan menghasilkan suatu massa jaringan
contoh, dalam waktu 6 minggu kerusakan kulit yang luas dapat berkurang
menjadi 5%-10% dari ukuran semula, terutama melalui kontraksi. Proses ini
dianggap berasal dari adanya miofibroblas, yaitu fibroblast yang diubah yang
menunjukkan berbagai gambaran ultrastruktural dan fungsional sel otot polos
kontraktil.
2.3 Fase Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi Pada Jaringan Keras
fase yang terintegrasi, dimana dalam tiap fase harus terjadi secara cepat dan
teratur. Keempat fase ini serta fungsi biofisiologisnya dapat terjadi dalam suatu
rangkaian, pada waktu dan durasi yang spesifik dan berlanjut dengan integritas
yang optimal.
thrombin
Inflamasi Infiltrasi neutrophil
Infiltrasi monosit dan diferensiasi menjadi makrofag
Infiltrasi limfosit
Proliferasi Re-epitelisasi
Angiogenesis
Sintesis kolagen
Pembentukan matriks ekstraseluler
Remodeling Remodeling kolagen
Maturasi vascular dan regresi
Ketika gigi dicabut, soket gigi yang kosong yang terdiri dari tulang kortikol
(secara radiografik terlihat sebagai lamina dura) ditutupi oleh ligamen periodontal
yang terputus, dengan sejumlah epitel mukosa yang tertinggal di bagian korona.
Segera setelah ekstraksi soket gigi akan diisi dengan darah dari pembuluh darah
gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini bertindak
factors. Neutrofil dan makrofag masuk ke daerah luka dan melawan baketri serta
Dalam beberapa hari koagulum mulai rusak (fibrinolysis). Setelah 2-4 hari
dibentuk antara akhir minggu pertama dan minggu kedua. Bagian marginal dari
soket ekstraksi ditutupi oleh jaringan ikat muda yang kaya akan pembuluh darah
belum tertutup terutama pada kasus gigi posterior. Pada soket yang kecil,
diresorpsi oleh osteoklas. Fragmen tulang nekrosis yang lepas dari pinggiran
Pada minggu ketiga, koagulum akan hamper terisi penuh oleh jaringan
granulasi yang matang. Tulang trabekula muda yang berasal dari osteosid atau
tulang yang belum terkalsifikasi terbentuk di seluruh tepi luka dari dinding soket.
Tulang ini terbentuk dari osteoblast yang berasal dari sel pluripotensial ligament
mengalami remodeling sehingga terdiri dari lapisan yang padat. Tepi dari puncak
alveolar akan diresorpsi oleh osteoklas. Pada saat itu luka akan terepitelisasi
secara sempurna.
Sementara itu deposisi dan resorpsi tulang trejadi pada soket. Antara minggu
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
kontinuitas terganggu.
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada jejas di tulang, yaitu :
1. Pelaksanaan reduksi yang tepat
2. Fiksasi yang stabil
3. Ekstensi suplai darah yang cukup
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan tulang ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase
1. Fase Inflamasi :
cidera dan pembentukan hematoma di tempat terjadinya jejas pada tulang. Ujung
luka, dan
c. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
2. Fase proliferasi
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya jejas atau luka dan
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara
klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus
selama masa perbaikan luka atau jejas dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
(chen,et,al,2004).
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
mekanis. (Rubin,E,1999)
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada :
a. Terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung.
b. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-
fraktur.
d. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah
(Miller, 2000)
4. Stadium Konsolidasi
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan
tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan
debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di
5. Stadium Remodelling.
terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang
tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali
semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh
Fase Proliferasi
Fase Pembentukan
Fase Remodelling
menghasilkan serat dan substansi dasar amorf jaringan ikat biasa. Pada saat
sedang aktif menghasilkan substansi internal, sel ini memiliki juluran sitoplasma
secara aktif. Fibroblas merupakan salah satu sel jaringan ikat dalam rongga
mulut yang paling khas dan berperan penting dalam perkembangan dan
rapat memenuhi populasi, bentuknya gelondong atau disk flat (pipih) dan
mempunyai inti yang panjang dan ovoid, serta banyak proses sitoplasmik yang
sitoplasmik yang berisi serat-serat kolagen yang pendek dan enzim proteolytic,
dimana bukti bahwa fibroblas juga turut serta dalam pembentukan badan serat
dengan banyak cabang dan dari samping terlihat berbentuk gelondong atau
secara jelas dan banyak sekali retikulum endoplasma kasar dalam fibroblas,
terutama jika sel secara aktif memproduksi matrik, seperti pada proses
penyembuhan luka. Aktin dan α-aktinin terletak di sekeliling sel dan miosin
terdapat di seluruh sitoplasma. Fibroblas aktif lebih kecil dan lebih ovoid serta
berwarna gelap.
2.4.2 Fungsi Fibroblas
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat,
dalam matrik, terutama serat kolagen. Sel ini mensekresi molekul tropokolagen
kecil yang bergabung dalam substansi dasar membentuk serat kolagen. Kolagen
akan memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh
dengan baik.
2.4 Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat
kolagen.
Mitosis hanya tampak jika organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu jika
jaringan ikat cedera. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai
sebab itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka.
salah satu prototip dari proses perbaikan jaringan merupakan proses yang
dinamis, secara singkat meliputi proses inflamasi, diikuti oleh proses fibrosis atau
merupakan proses perbaikan yang melibatkan jaringan ikat yang memiliki empat
komponen, yaitu : (a) pembentukan pembuluh darah baru, (b) migrasi dan
proliferasi fibroblas, (c) deposisi ECM (extracellular matrix), dan (d) maturasi dan
disebutkan di atas, fibroblas memiliki peran penting pada proses fibrosis yang
melibatkan dua dari keempat komponen di atas yaitu migrasi dan proliferasi
besar, jumlah, dan permeabilitas pembuluh darah dan perubahan seluler yang
dilanjutkan dengan proses fibrosis tahap awal yaitu migrasi dan proliferasi di
daerah jejas. Migrasi dan proliferasi fibroblas terutama dipacu oleh transforming
growth factor-β (TGF-β), yaitu faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh jaringan
fibroblas, namun fibroblas menjadi lebih progresif dalam mensintesis kolagen dan
selama inflamasi. Selain TGF-β, beberapa faktor pertumbuhan lain yang ikut
oleh fibroblas dimulai relatif awal pada proses penyembuhan (hari ke 3-5) dan
Sodera & Saleh (1999), sintesis kolagen oleh fibroblas mencapai puncaknya
pada hari ke-5 sampai ke-7. Proses sintesis ini banyak bergantung pada
vaskularisasi dan perfusi di daerah lunak, dan mencapai hasil optimal dalam
yaitu jaringan granulasi yang berbentuk spindel, kolagen, fragmen dari jaringan
elastik dan berbagai komponen matriks ekstraselular. Jadi, pada saat jaringan
mengalami perlukaan, maka fibroblas yang akan segera bermigrasi ke arah luka,
berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen dalam jumlah besar yang akan
banyak yang juga ditanam di kebun, dan ada yang di pekarangan rumah yang
lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Pohon kecil
ranting, bentuknya jorong sampai bundar telung memanjang, tebal seperti kulit
ujung dan pangkal yang runcing. Tepi rata kadang agak menggulung ke atas,
bertulang menyirip, daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun
tua warnanya hijau dan gundul. Bunganya majemuk, buahnya buah buni, bentuk
bola dan bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan, daging buah jika
sudah masak lunak, warnanya hijau kekuningan. Biji bulat seperti bola, keeping
dan alkaloid. Hasil penapisan fotokimia ekstrak etanol daun alpukat menunjukkan
adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, katekat, kuinon, saponin, dan
steroid/triterpenoid.
Tabel 2.2 Perbandingan senyawa flavonoid, tanin, katekat, kuinon, saponin, dan
glycosides
Alkaloids 0,51±0,21 0,14±0,00 0,72±0,12
Phenols 3,41±0,64 2,94±0,13 6,14±1,28
Steroids 1,21±0,14 1,88±0,19 0,09±0,00
Values are means±standart deviations of triplicate determinations ND = Not Detected
2.5.4.1 Polifenol
2.5.4.1.1 Definisi
Polifenol mudah larut dalam air karena berikatan dengan gula
sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Untuk mendeteksi
senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida
1% dalam air atau etanol ke dalam larutan cuplikan yang menimbulkan warna
2.5.4.1.2 Manfaat
Sebagai antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas
Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%
Untuk mengobati asam urat, eksim, migrane, demam, dan asma
Mencegah penyakit degenerative seperti, sel kanker, koresterol, jantung
maupun stroke
Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga bik diminum
2.5.4.2 Saponin
2.5.4.2.1 Definisi
Saponin tidak larut dalam pelarut non polar, paling cocok diekstraksi
dengan etanol dan methanol panas 70-9%, kemudian lipid dan pigmen
2.5.4.3 Flavonoid
2.5.4.3.1 Definisi
2.5.4.3.2 Manfaat
Sebagai anti-inflamasi, antihistamin, antioktidan, analgesic.
2.5.4.4 Alkaloid
2.5.4.4.1 Definisi
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih ataom N, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari system siklik.
Dragendorf.
2.5.4.4.2 Manfaat
Fungsi alkaloid dalam tanaman saat ini belum diketahui dengan jelas. Ada
akhir yaitu limbah yang tidak berfungsi sebagai substansi simpanan atau sebagai
3. 1 Kerangka Konsep
Daun Alpukat
Fase Fibroplasia
: Kandungan
: Tahapan proses
Fase remodelling
Wound maturation
Proses ekstraksi gigi akan menyebabkan adanya luka pada soket geligi
beberapa fase yaitu: fase inflamasi, fase fibroplasia (proliferasi), dan fase
remodelling.
inflamasi yang bergerak menuju jaringan yang luka (Nijvelt, dkk., 2001 dalam
Akibat terjadi pembatasan sel inflamasi yang bergerak pada jaringan luka
proliferasi dari TGF-β tidak terhambat sehingga wound healing akan segera
3. 2 Hipotesis Penelitian
mempengaruhi jumlah sel fibroblas pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus
METODE PENELITIAN
Only Control Group Design dimana subjek dibagi menjadi 4 kelompok (I sampai
IV) secara random. Kelompok I adalah tikus yang tanpa pemberian ekstrak daun
dosis berbeda per oral dengan sonde setiap hari sekali selama 7 hari. Kemudian
Tikus jenis Rattus norvegicus galur wistar dipilih sebagai populasi karena
tikus merupakan hewan coba karena tergolong jinak, mudah perawatannya dan
empat kelompok dengan teknik simple randon sampling. Populasi hewan coba
dalam penelitian ini adalah tikus jenis Rattus norvegicus galur wistar yang
38
39
Kriteria Inklusi:
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) mengingat baik hewan coba, bahan
pakan, dan bahan penelitian lainnya adalah homogen. Pada rancangan ini
berbeda dalam rongga mulut yaitu dibagi menjadi 8 perlakuan (kontrol, P1, P2,
P3). Penelitian ini menggunakan 2 time series yaitu hari ke-3 dan ke-7. Menurut
Hanafiah tahun 2005, jumlah sampel tiap perlakuan didapatkan dari rumus (t – 1)
(r – 1) 15, dengan t adalah jumlah perlakuan (P0, P1, P2, P3) dan r adalah
jumlah sampel yang dibutuhkan setiap perlakuan. Dari rumus tersebut maka
(t – 1) (r – 1) 15
(8 – 1) (r – 1) 15
8(r – 1) 15
8 r- 8 15
8r 23
r 2.875 = 3
perlakuan. Total tikus yang akan digunakan pada penelitian ini sejumlah 4
untuk mengantisipasi terjadinya tikus drop out sehingga total hewan coba yang
4.4. Lokasi
41
diantaranya yaitu, pakan hewan coba comfeed, air PDAM, anestesi ketamin 60
dan 96 %, 96 % + prusi, xylol dan paraffin, hetoksilin, air, eosin serta balsem
kanada, etanol 96 %, aquades murni, kertas saring, daun buah alpukat, blender,
1 set alat evaporasi, gelas erlenmeyer, tabung steril, masker dan sarung tangan,
lima buah box plastic berukuran 15 x 30 x 42 cm³, kawat kasa sebagai tutup box,
sekam sebagai dasar box, tempat minum, neraca ohaus merk Sartorius untuk
menimbang berat badan tikus, pisau, needle holder modifikasi, lecron modifikasi,
kapas, cawan, spuit injeksi ukuran 2,5 ml dan sondegrastic, scalpel no. 11,
pinset, gunting bedah, dan tabung fiksasi yang sudah diberi label, oven, wadah
plastik untuk membuang zat-zat pewarnaan, object glass, cover glass, mikroskop
Makanan hewan coba adalah pakan hewan coba comfeed dan minuman
hewan coba adalah air PDAM yang diberikan ad libitum atau seperlunya.
pencabutan gigi insisvus pada rahang atas tikus. Bahan-bahan yang digunakan
adalah ketamin 60 ml/kgBB untuk anestesi secara intra Peritoneal, alkohol 70%
untuk sterilisasi pada saat pencabutan gigi tikus, aquades steril untuk irigasi
soket dan novalgin 500 mg/kgBB dengan dosis 0,3 ml secara intra muscular
alkohol 70% untuk sterilisasi scalpel dan larutan formalin 10% untuk fiksasi
setelah rahang atas tikus diambil dan EDTA 14% untuk dekalsifikasi.
dengan konsentrasi 70%, 80%, 95% dan 96%, 96% + prusi digunakan dalam
aquades murni, kertas saring yang didapatkan dari apotek dan daun buah
alpukat yang didapatkan dari Dinas kesehatan Propinsi jawa Timur UPT Materia
Medica Batu.
Lima buah box plastic berukuran 15 x 30 x 42 cm³ yang diisi 5 ekor tikus
Rattusnorvegicus, kawat kasa sebagai tutup box, sekam sebagai dasar box, dan
tempat minum.
timbangan, blender, 1 set alat evaporasi, gelas Erlenmeyer, oven, dan tabung
steril.
Alat yang digunakan untuk mencabut gigi tikus adalah needle holder
4.5.2.5 Alat Pemberian Ekstrak etanol daun Persea Americana Pada Tikus
pinset, gunting, bedah, dan tabung fiksasi yang sudah diberi label.
object glass, cover glass, mikroskop cahaya, kamera digital untuk foto histologi.
kali pengadukan pada suhu ruangan. Dengan metode ini, zat-zat aktif yang tahan
mukosa soket gigi incisivus rahang atas dari tikus jenis rattus norvegicusgalur.
45
mikroskop dengan pembesaran 400x dengan meletakkan skala pada hasil foto
pencabutan gigi. Dan bagian tengah dari soket maksilla dipotong secara sagital
(Gibson and Skett, 1994). Untuk tempat pemeliharaan diguakan box plastic
kawat kasa, dan diberi alas sekam yang diganti setiap 3 hari sekali. Kebutuhan
makanan tikus dewasa adalah 50 gr/hari/ekor. Diet normal terdiri dari 67%
Daun alpukat dipilih sebanyak 100 gram diiris tipis lalu dikeringkan
dibawah sinar matahari dengan tujuan menguapkan kandungan air dalam daun
yang terkandung dalam daun akan menguap pada suhu yang lebih tinggi,
halus, ditimbang lalu dibungkus menggunakan kertas saring. Kertas saring yang
dalam tabung ekstraksi sehingga daun alpukat terendam etanol 96%. Supaya
etanol tercampur rata ke dalam bubuk ekstraksi sebaiknya larutan daun alpukat
diaduk selama 15 menit. Diamkan larutan tersebut selama kurang lebih 12 jam.
Setelah 12 jam, keluarkan etanol yang telah berisi zat aktif, kemudian ganti
dengan satu liter etanol yang baru. Aduk selama 15 menit dan diamkan selama
12 jam. Ulangi langkah tersebut beberapa kali sampai air ekstrak jernih. Lalu
atas alat pemanas air, labu penampung hasil evaporasi, rotary evaporator, dan
air dingin yang terhubung dengan bak penampung air dingin melalui pipa plastic.
Tabung pendingin juga terhubung dengan pompa vakum dan penampung hasil
penguapan.
47
evaporator, alat pompa sirkulasi air dingin dan alat pompa vakum dinyalakan.
Alat pemanas aquades juga dinyalakan sehingga hasil ekstraksi dalam labu
penampung hasil evaporasi mendidih dengan suhu 800 (sesuai titik didih etanol)
penampung etanol sehingga tidak bercampur dengan hasil evaporasi dan uap
Setelah kental, evaporasi dihentikan dan hasil evaporasi diambil. Hasil evaporasi
ditampung dalam cairan penguap dan dioven selama 2 jam pada suhu 800C
untuk menguapkan pelarut yang tersisa sehingga didapat hasil ekstraksi 100%.
Hal ini bertujuan agar efek antibakteri ekstrak daun alpukat pada penelitian ini
pada suhu 800C, sedangkan titik didih etanol pada suhu 780C.
masing tikus perlu dilakukan anestesi dengan ketamine 60 ml/Kg/BB secara intra
dibagian yang yang akan dianestesi di sterilisasi dengan alkohol 70%. Dibawah
efek anestesi, gigi tikus tersebut dicabut dengan menggunakan needle holder
modifikasi. Pencabutan gigi dilakukan searah dengan akar gigi dan dilakukan
secara hati-hati dengan kekuatan yang sama untuk meminimalisir patahnya gigi.
Kemudian soket gigi diirigasi dengan larutan akuades steril. Setelah dilakukan
48
pencabutan dan perlakuan, hewan coba diberi analgesik novalgin 500 mg/Kg/BB
untuk menghindari tikus mati dini dan diberi makanan dengan cara memasukkan
pipa lambung sampai ke lambung tikus secukupnya agar kesehatan hewan coba
terjaga.
Dosis yang digunakan untuk diuji adalah ekstrak etanol daun alpukat
dengan teknik maserasi dengan etanol 96%. Dosis yang digunakan pada
penelitian ini adalah, dosis I (50 mg/Kg/BB), dosis II (100 mg/Kg/BB), dan dosis
III (200 mg/Kg/BB), yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Aldhy
Pemberian ekstrak etanol daun alpukat diberikan sekali sehari secara oral
setelah pencabutan gigi selama 3 dan 7 hari pada pukul 16.00. Pemberian pada
dosis III (200 mg ekstrak/hari) secara per oral (p.o) dengan menggunakan spuit
yang ujungnya dipasang sonde gastric sehingga dapat masuk ke mulut tikus
hingga ke lambung. Pemberian dilakukan satu kali per hari sebanyak 1 ml.
yang berbeda, untuk menghindari gangguan penyembuhan luka pada soket dan
pemberiannya dilakukan secara per oral dengan sonde grastic yang langsung
menuju lambung tanpa melewati mulut. Pemberian makan dilakukan secara rutin
setiap jam makan tikus. Selain itu, diberikan pemberian air PDAM secukupnya.
Pada hari ke-3 dan ke-7 pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan dan
eter dosis lethal yang diletakkan pada kapas, lalu kapas dimasukkan ke dalam
toples bersama dengan tikus dan ditutup rapat, sehingga tikus tidak sadarkan
diri. Sebelum rahang atas diambil, tikus harus dipastikan mati dengan cara
pengambilan rahang atas tikus menggunakan scalpel no. 11. Rahang atas tikus
kemudian dimasukan ke dalam tabung berisi larutan formalin 10% dan diberi
larutan EDTA (Etilen diamin Tetraasetad acid) 14% selama 30 hari untuk
menunggu jaringan tulang maksila menjadi lunak dan dapat dipotong kecil
permukaan kaca yang telah diolesi gliserin. Penggunaan gliserin ini untuk
mempermudah pemisahan alat cetak dari blok paraffin yang sudah beku.
b. Dua tempat paraffin cair, yaitu paraffin sebagai bahan embedding dan
penuh pada permukaannya, lalu jaringan ditanam pada posisi yang sesuai
rata.
51
d. Alat cetak dilepas bila paraffin sudah cukup keras, lalu blok jaringan diberi
logam yang sudah dipanasi. Perhatikan sisi blok mana yang akan dipotong,
paraffin (±480C).
h. Blok yang sudah menempel pada pemegangnya dipasang pada mikrotom
dengan mayer albumin (putih telur) atau posilin sebagai bahan perekatnya
menit
j) Dalam alkohol absolut 3 bak, bak I, bak II, masing-masing 2 menit
k) Terakhir dalam xylol bak I, bak II, masing-masing 2 menit.
l) Mounting
52
pembesaran 400 kali dan dibuat foto dari preparat histology tersebut.
Pemberian novalgin
500mg/kgBB
6 ekor tikus tanpa 6 ekor tikus diberikan 6 ekor tikus diberikan 6 ekor tikus diberikan
diberikan ekstrak daun 50 mg/kgBB/hari 100 mg/kgBB/hari 150 mg/kgBB/hari
alpukat (kelompok ekstrak daun alpukat ekstrak daun alpukat ekstrak daun alpukat
kontrol) Selama 7 hari (P1) selama 7 hari (P2) selama 7 hari (P3) selama 7 hari
Hari ke-3, 3 Hari ke-7, 3 Hari ke-3, 3 Hari ke-7, 3 Hari ke-3, 3 Hari ke-7, 3 Hari ke-3, 3 Hari ke-7, 3
ekor tikus ekor tikus di ekor tikus di ekor tikus di ekor tikus di ekor tikus di ekor tikus ekor tikus
di euthanasia. euthanasia. euthanasia. euthanasia. euthanasia. di di
euthanasia. Maksila Maksila Maksila Maksila Maksila euthanasia. euthanasia.
Maksila diambil, lalu diambil, lalu diambil, lalu diambil, lalu diambil, lalu Maksila Maksila
diambil, dekalsifikasi dekalsifikasi dekalsifikasi dekalsifikasi dekalsifikasi diambil, diambil,
lalu selama 30 selama 30 selama 30 selama 30 selama 30 lalu lalu
dekalsifika- hari hari hari hari hari dekalsifika- dekalsifika-
si selama si selama si selama
30 hari 30 hari 30 hari
Hasil pengukuran jumlah sel fibroblast yang posisitf pada tikus kontrol dan
Window dengan tingkat signifikansi 0,05 (p = 0,05) dan taraf kepercayaan 95%
(a = 0,05).
apakah suatu data memiliki sebaran normal atau tidak. Karena pemilihan
penyajian data dan uji hipotersis tergantung dari normal tidaknya distribusi data.
Untuk penyajian data yang terdistribusi normal, maka digunakan mean dan
penyebaran. Untuk uji hipotesis, jika sebaran data normal, maka digunakan uji
parametric. Sedangkan jika sebaran data tidak normal digunakan uji non
parametric.
Kemudian ada uji homogenitas varian, yaitu uji yang bertujuan untuk
menguji berlku tidaknya asumsi ANOVA, yaitu apakah data yang diperoleh dari
setiap perlakuan memiliki varian yang homogen, maka analisa dapat dilanjutkan
signifikan. Dan berikutnya ada post hoc test (uji Least Significant Difference)
55
yang bertujuan untuk megetahui kelompok mana yang berbeda secara signifikan
Uji Post hoc yang digunakan adalah uji Tuke dengan tingkat kemaknaan
95% (p<0,05). Uji post hoc digunakan untuk mengetahui kelompok mana yang
berbeda secara signifikan dari tes uji one-way ANOVA. Uji korelasi Pearson
untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang telah
BAB 5
kelompok kontrol (tikus wistar yang dilakukan pencabutan gigi incisivus maksila
kanan dan diinjeksikan novalgin sampai hari ke-3 dan ke-7), kelompok perlakuan
diinjeksikan novalgin, dan diberi ekstrak daun alpukat (Persea americana mill’s)
50 mg 1 kali sehari menggunakan sonde gastric sampai hari ke-3 dan ke-7),
maksila kanan, diinjeksikan novalgin, dan diberi ekstrak daun alpukat (Persea
americana mill’s) 100 mg 1 kali sehari menggunakan sonde gastric sampai hari
ke-3 dan ke-7), dan kelompok perlakuan III (tikus wistar yang dilakukan
pencabutan gigi incisivus maksila kanan, diinjeksikan novalgin, dan diberi ekstrak
norvegicus) yang didekaputasi pada hari ke-3 dan ke-7 pasca pembuatan
gelendong atau fusiform, inti lonjong atau memanjang dan diliputi membran inti
Gambar 5.4 : Gambaran Fibroblas pada Kelompok Perlakuan III hari ke-3
(Pemberian ekstrak Persea Americana mills 200 mg)
(Menggunakan Software OlyVIA dengan Perbesaran 20x,
Pewarnaan Haematoxylin-Eosin)
Anak panah menunjukkan gambaran firbrolast pada kelompok kontrol
60
metode one way Anova. Sebelum dilakukan pengujian dengan one way Anova,
63
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas ragam. Uji normalitas menggunakan
Pada uji one way Anova, hipotesis ditentukan melalui suatu rumusan
yaitu Ho diterima jika signifikasi yang diperoleh ˃0,05. Ho dari penelitian ini
perubahan jumlah fibroblas pada proses penyembukan luka pasca ekstraksi gigi
incisivus maksila kanan pada tikus wistar (Rattus norvegicus), sedangkan HI dari
penelitian ini adalah adalah ekstrak daun alpukat (Persea americana mill’s) tidak
luka pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada tikus wistar (Rattus
norvegicus).
bahwa nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05. Sehingga dari pengujian in
dapat diketahui bahwa uji normalitas telah terpenuhi dan data berdistribusi
normal.
64
Test. Uji homogenitas ragam dikatakan terpenuhi jika nilai signifikansi hasil
2,550 0,057
sebesar 2,550 dengan nilai signifikansi sebesar 0,057 jika nilai signifikansi
lebih besar daripada 0,05. Sehingga, dari pengujian ini dapat diketahui bahwa uji
Setelah kedua pengujian yang melandasi uji one way Anova telah
mill’s) 100 mg pada kelompok perlakuan II, dan hewan coba diberikan ekstrak
daun alpukat (Persea americana mill’s) 200 mg pada kelompok perlakuan III,
serta hewan coba tanpa perlakuan pada kelompok kontrol. Berikut hasil
Total 16360,958 23
0,000. Nilai F-hitung tersebut lebih besar dari pada F-tabel pada taraf 5% serta
nilai signifikansi yang didapatkan dari proses penghitungan lebih kecil daripada
p=0,05. Sehingga dari pengujian ini dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh
luka pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada tikus wistar (Rattus
kelompok perlakuan. Metode Post-Hoc yang digunakan adalah Uji HSD. Pada uji
ini, suatu data dikatakan berbeda secara bermakna apabila nilai signifikansi
Kelompok N 1 2 3 4
perbedaan yang signifikan antara setiap kelompok. Sehingga dari pengujian ini
pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada tikus wistar (Rattus
Norvegicus) tetapi pada dosis 200 mg yang diberikan selama 7 hari dapat
ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada tikus wistar (Rattus Norvegicus).
Hasil dari uji Post Hoc Multiple Tukey yang sudah dilakukan sebelumnya,
penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada tikus wistar
nilai signifikansi p<0,05 yang berarti terdapat hubungan antar variable dalam
Didapatkan nilai signifikansi dari uji Korelasi Pearson adalah sebesar 0,01
terdapat hubugan atau korelasi yang nyata antar variable yaitu semakin lama
proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi insicivus maksila pada tikus
68
wistar (Rattus norvegicus). Hal ini dapat dilihat dari jumlah rata-rata sel fibroblast
meskipun pada kelompok perlakuan III yang diberikan dosis ekstrak daun alpukat
Uji regresi sederhana merupakan uji lanjutan dari uji korelasi Pearson. Uji
hubungan jumlah fibroblast dan lamanya hari pemberian esktrak daun alpukat
pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus maksila pada tikus wistar (Rattus
Norvegicus). Hasil uji Regresi sederhana dapat diintepretasi dengan melihat nilai
koefesien R pada tabel. Nilai R berkisar antara (+1) sampai (-1). Nilai koefesien
R pada kelompok hari ke-3 sebesar 0.823 dan nilai R pada kelompok hari ke-7
sebesar 0.523. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup kuat diantara variabel
yang terlibat karena angka koefisien R diatas 0,5 menunjukkan hubungan yang
penyembuhan luka pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus maksila kanan pada
BAB 6
PEMBAHASAN
terhadap jumlah fibroblas pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus masksila
pada tikus wistar (Rattus norvegicus) dengan cara menghitung jumlah fibroblas
70
tindakan yang paling sederhana di bidang bedah mulut dan banyak dilakukan
oleh dokter gigi, baik pada praktek pribadi dokter gigi, klinik swasta, puskesmas
maupun rumah sakit. Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang
dapat dilakukan dengan menggunakan tang dan elevator (Pedlar dkk, 2011).
2007).
Pengamatan pada penelitian ini dilakukan pada hari ke-3 dan ke-7
setelah semua hewan coba dilakukan ekstraksi gigi incisivus maksila kanan,
kemudian diberi novalgin sebagai antinyeri dan diaplikasikan ekstrak etanol daun
(Sumartiningsih, 2009).
Hasil penelitian didapatkan dari hasil uji one way Anova, bahwa adanya
peningkatan jumlah fibroblas dari hari ke-3 dan puncaknya pada hari ke-7, tetapi
pada dosis 200 mg hari ke-7 mengalami penurunan. Penurunan fibroblast pada
dosis 200 mg hari ke-7 dapat disebabkan karena proses penyembuhan yang
lebih cepat dari biasanya. (Ardisa dkk, 2013). Semakin lama pemberian ekstrak
etanol daun alpukat (Persea americana mill’s) pada kelompok perlakuan, serta
tanpa perlakuan pada kelompok kontrol dapat mempengaruhi jumlah sel fibroblas
pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi incisivus maksila pada tikus
71
wistar (Rattus norvgicus). Sesuai pernyataan Volgas dan Harder bahwa fibroblas
pada area luka atau healing center ditemukan meningkat mulai hari ke-3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke-7. Sel fibroblas yang merupakan sel utama
untuk menggantikan sel-sel yang rusak yang tidak dapat digantikan dengan sel-
sel yang asli dan berfungsi mensintesis protein seperti kolagen, retikulin, elastin,
Pada perjalanannya terjadi penuruan jumlah sel radang termasuk limfosit dan
dan angiogenesis. Sehingga fase inflamasi menjadi lebih singkat dan proses
americana mill’s) dengan dosis yang bervariasi yaitu 50 mg, 100 mg, dan 200 mg
dengan jumlah fibroblas menunjukkan hubungan yang cukup kuat. Hal ini
perlakuan hari ke-3 dengan dosis 50 mg sebesar 51,57 ±4,3016, dosis 100 mg
sebesar 61,53 ±4,3616 dan dosis 200 mg sebesar 62,93 ±3,8812, pada
dosis 100 mg sebesar 100,57 ±3,8031 dan dosis 200 mg sebesar 88,60
hubungan yang cukup kuat. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan rata-
rata jumlah fibroblas pada kelompok Perlakuan hari ke-3 sebesar 31,43 ±3,2347 ,
dan hari ke-7 sebesar 38,167 ±0,8622. Dari perbandingan diatas pada kelompok
perlakuan yaitu pemberian ekstrak etanol daun buah alpukat (Persea americana
karena zat-zat aktif yang terkandung dalam dalam ekstrak daun alpukat (Persea
americana mill’s) yaitu senyawa polifenol, flavonoid, kuionon, tanin dan saponin
tersebut terdapat zat aktif seperti saponin dan flavonoid yang berperan dalam
dan memiliki aktivitas biologis maupun farmakologis, antara lain bersifat sebagai
pembuluh darah (Handayani, 2009). Hal serupa juga dikemukakan oleh Adeyani,
tergantung dosis dari kedua fase uji nyeri, terlihat terdapat pengurangan
menggeliat tikus yang diinduksi oleh asam asetat dan elevasi ambang nyeri di tes
73
dosis karagenan yang diinduksikan pada tikus kaki yang oedem. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak daun alpukat memiliki efek analgesik dan
anti – inflamasi, sehingga daun alpukat terbukti dapat menyembuhkan luka lebih
cepat dibandingkan dengan kelompok tanpa diberi ekstrak etanol daun alpukat.
pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi insicivus maksila pada tikus
wistar (Rattus norvegicus). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
penyembuhan luka pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus maksila ada
tikus wistar (Rattus norvegicus) pada tingkatan hewan coba yang lebih
74
75
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto,
drg., Basoeseno, MS., drg. EGC. Jakarta. 1996; h.47-52.
Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke-25. Alih Bahasa dr. Poppy
K., dr. Sugiarto K., dr. Alexander H., etc. EGC. Jakarta. 1998. h. 433; 551.
Howe LH. Minor Oral Surgery, 3rd ed. Wright. 1985. p.144-83.
AC, Adha/ 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat Terhadap
Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan. Tersedia dalam
<http://scholar.google.com/scholar?
q=ekstrak+etanol+daun+alpukat&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&o1=sc
holar&sa=X&ei=I0YTVfnKINDUuQSn-
4CoBw&ved=0CBkQgQMwAA> [Diakses pada 13 Februari 2015]
Wimandra, Aldhy. 2013. Efek Ekstrak Daun Alpukat (Persea Americanan Mill)
Terhadap Penurunan Kadar Kreatinin Serum Darah Wistar Yang
76
77
Katja, DG et al. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea americana mill) Sebagai
Sumber Antioksidan Alami. Tersedia dalam
<http://scholar.google.com/scholar?
q=ekstrak+etanol+daun+alpukat&hl=en&as_sdt=0&&as_vis=1&o1=
scholar&sa=X&ei=I0YTVfnKINDUuQSn-
4CoBw&ved=0CBkQgQMwAA> [Diakses pada 08 Maret 2015]
Furham, B. dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and flavonoids protect LDL against
atherogenic modification. 2nd Edition. Marcel Dekker, inc. New York
Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing : Normal and Abnormal. Grabb dan Smith’s
Plastic Surgery. Sixth Edition. Philadelphia. p. 15-22.
Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC
LAMPIRAN
Lampiran 1
NIM : 125070401111017
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di
kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah jiplakan, maka
NIM. 125070401111017
80
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
Correlations
Dosis Fibroblast
Dosis Pearson Correlation 1 .823**
Sig. (2-tailed) . .001
N 12 12
Fibroblast Pearson Correlation .823** 1
Sig. (2-tailed) .001 .
N 12 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Regression
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1373.791 1 1373.791 21.042 .001a
Residual 652.896 10 65.290
Total 2026.687 11
a. Predictors: (Constant), Dosis
b. Dependent Variable: Fibroblast
81
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 39.207 3.614 10.850 .000
Dosis .145 .032 .823 4.587 .001
a. Dependent Variable: Fibroblast
Oneway
Descriptives
Fibroblast
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol h3 3 31.433 3.2347 1.8676 23.398 39.469 27.8 34.0
50 mg h3 3 51.567 4.3016 2.4835 40.881 62.252 47.7 56.2
100 mg h3 3 61.533 4.3616 2.5182 50.699 72.368 57.0 65.7
200 mg h3 3 62.933 3.8812 2.2408 53.292 72.575 58.8 66.5
Kontrol h7 3 38.167 .8622 .4978 36.025 40.308 37.4 39.1
50 mg h7 3 94.733 14.1670 8.1793 59.541 129.926 78.5 104.6
100 mg h7 3 100.567 3.8031 2.1957 91.119 110.014 96.3 103.6
200 mg h7 3 88.600 28.1832 16.2715 18.589 158.611 56.1 106.3
Total 24 66.192 26.6711 5.4442 54.929 77.454 27.8 106.3
Fibroblast
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.550 7 16 .057
ANOVA
Fibroblast
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 14214.452 7 2030.636 15.136 .000
Within Groups 2146.507 16 134.157
Total 16360.958 23
82
Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol h3 50 mg h3 -20.1333 9.4572 .438 -52.875 12.609
100 mg h3 -30.1000 9.4572 .084 -62.842 2.642
200 mg h3 -31.5000 9.4572 .064 -64.242 1.242
Kontrol h7 -6.7333 9.4572 .995 -39.475 26.009
50 mg h7 -63.3000* 9.4572 .000 -96.042 -30.558
100 mg h7 -69.1333* 9.4572 .000 -101.875 -36.391
200 mg h7 -57.1667* 9.4572 .000 -89.909 -24.425
50 mg h3 Kontrol h3 20.1333 9.4572 .438 -12.609 52.875
100 mg h3 -9.9667 9.4572 .958 -42.709 22.775
200 mg h3 -11.3667 9.4572 .920 -44.109 21.375
Kontrol h7 13.4000 9.4572 .837 -19.342 46.142
50 mg h7 -43.1667* 9.4572 .006 -75.909 -10.425
100 mg h7 -49.0000* 9.4572 .002 -81.742 -16.258
200 mg h7 -37.0333* 9.4572 .021 -69.775 -4.291
100 mg h3 Kontrol h3 30.1000 9.4572 .084 -2.642 62.842
50 mg h3 9.9667 9.4572 .958 -22.775 42.709
200 mg h3 -1.4000 9.4572 1.000 -34.142 31.342
Kontrol h7 23.3667 9.4572 .274 -9.375 56.109
50 mg h7 -33.2000* 9.4572 .046 -65.942 -.458
100 mg h7 -39.0333* 9.4572 .014 -71.775 -6.291
200 mg h7 -27.0667 9.4572 .147 -59.809 5.675
200 mg h3 Kontrol h3 31.5000 9.4572 .064 -1.242 64.242
50 mg h3 11.3667 9.4572 .920 -21.375 44.109
100 mg h3 1.4000 9.4572 1.000 -31.342 34.142
Kontrol h7 24.7667 9.4572 .218 -7.975 57.509
50 mg h7 -31.8000 9.4572 .060 -64.542 .942
100 mg h7 -37.6333* 9.4572 .019 -70.375 -4.891
200 mg h7 -25.6667 9.4572 .188 -58.409 7.075
Kontrol h7 Kontrol h3 6.7333 9.4572 .995 -26.009 39.475
50 mg h3 -13.4000 9.4572 .837 -46.142 19.342
100 mg h3 -23.3667 9.4572 .274 -56.109 9.375
200 mg h3 -24.7667 9.4572 .218 -57.509 7.975
50 mg h7 -56.5667* 9.4572 .000 -89.309 -23.825
100 mg h7 -62.4000* 9.4572 .000 -95.142 -29.658
200 mg h7 -50.4333* 9.4572 .001 -83.175 -17.691
50 mg h7 Kontrol h3 63.3000* 9.4572 .000 30.558 96.042
50 mg h3 43.1667* 9.4572 .006 10.425 75.909
100 mg h3 33.2000* 9.4572 .046 .458 65.942
200 mg h3 31.8000 9.4572 .060 -.942 64.542
Kontrol h7 56.5667* 9.4572 .000 23.825 89.309
100 mg h7 -5.8333 9.4572 .998 -38.575 26.909
200 mg h7 6.1333 9.4572 .997 -26.609 38.875
100 mg h7 Kontrol h3 69.1333* 9.4572 .000 36.391 101.875
50 mg h3 49.0000* 9.4572 .002 16.258 81.742
100 mg h3 39.0333* 9.4572 .014 6.291 71.775
200 mg h3 37.6333* 9.4572 .019 4.891 70.375
Kontrol h7 62.4000* 9.4572 .000 29.658 95.142
50 mg h7 5.8333 9.4572 .998 -26.909 38.575
200 mg h7 11.9667 9.4572 .899 -20.775 44.709
200 mg h7 Kontrol h3 57.1667* 9.4572 .000 24.425 89.909
50 mg h3 37.0333* 9.4572 .021 4.291 69.775
100 mg h3 27.0667 9.4572 .147 -5.675 59.809
200 mg h3 25.6667 9.4572 .188 -7.075 58.409
Kontrol h7 50.4333* 9.4572 .001 17.691 83.175
50 mg h7 -6.1333 9.4572 .997 -38.875 26.609
100 mg h7 -11.9667 9.4572 .899 -44.709 20.775
*. The mean difference is significant at the .05 level.
83
Ko
th
n3 ro
l 5
0 m
g h
3 1 0
m
h g
e lo m p
K
3 2 0
m
h g
3 Ko
ok
th ro
n l7 5 0
mgh 7
1 0
m
7 g 2 0
h m
7 g
h
Homogeneous Subsets
s t
l a
ib ro b
0 .0
4
of F
a n
Me
0 .0
6
0 .0
8
1 0
.
Fibroblast
a
Tukey HSD
Subset for alpha = .05
Kelompok N 1 2 3 4
Kontrol h3 3 31.433
Kontrol h7 3 38.167
50 mg h3 3 51.567
100 mg h3 3 61.533 61.533
200 mg h3 3 62.933 62.933 62.933
200 mg h7 3 88.600 88.600 88.600
50 mg h7 3 94.733 94.733
100 mg h7 3 100.567
Sig. .064 .147 .060 .899
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Means Plots
84
Pembuatan ekstrak etanol daun alpukat sesuai dengan dosis yaitu 50 mg, 100
mg, dan 200 mg
Pemberian ekstrak daun alpukat setiap sore selama 3 dan 7 hari pasca ekstraksi
gigi incisivus maksila
86