SKRIPSI
Oleh:
ELVIA NAJIB
NIM: 021311133044
ii
iii
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji bagi Allah SWT atas berkah rahmat-Nya sehingga skripsi saya
Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah memberikan ijin dalam pembuatan
skripsi.
3. Prof. Dr. Peter Agus, drg., SpBMM (K) selaku Dosen pembimbing utama
5. Achmad Harijadi, drg., MS., Sp.BMM (K) dan Djodi Asmara, drg., MS.,
Sp.BMM(K) selaku tim Penguji proposal dan skripsi yang telah memberikan
saran serta arahan yang membangun dan sangat berarti untuk kesempurnaan
skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, Dokter Tari dan Pak Ukir selaku Dosen
keluarga besar saya yang telah memberikan doa dan dukungan hingga
selesainya skripsi.
saling membantu satu sama lain untuk memberikan yang terbaik dalam
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun akan selalu penulis harapkan. Semoga
Penulis
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................vii
ABSTRACT ................................................................................................................viii
ix
2.5.4.3 Saponin...................................................................................................26
3.3 Hipotesis.......................................................................................................30
xi
xii
LAMPIRAN ..............................................................................................................76
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Daun Kelor per 100 Gram ........................................20
Tabel 5.2 Uji Normalitas One Kolmogorov-Smirnov pada Data Jumlah Sel
Fibroblas .................................................................................................55
Tabel 5.3Hasil Ujilavene’s dan Independent T-test pada Data Jumlah Sel
Tabel 5.4 Hasil Ujilavene’s dan Independent T-test pada Data Jumlah Sel
xiv
DAFTAR GRAFIK
Kelompok Kontrol dan Perlakuan pada Hari Ke-3 Serta Hari Ke-7 ......54
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tahap Penyembuhan Luka yang Normal dengan Jenis Sel yang
Gambar 4.2 Hewan Coba (Tikus Wistar) yang Digunakan untuk Penelitian ........39
Gambar 4.4 Proses Pencabutan Gigi Insisive Kiri Rahang Bawah .......................41
Gambar 4.5 Pemberian Ekstrak Daun Kelor pada Soket Pencabutan Gigi Tikus
Wistar ................................................................................................42
Gambar 4.6 Proses Penjahitan pada Soket Pencabutan Gigi Tikus Wistar............42
xvi
Megapixel...........................................................................................58
Megapixel ..........................................................................................59
Megapixel...........................................................................................59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
1.BAB 1
PENDAHULUAN
Pencabutan gigi merupakan hal yang sangat sering dilakukan dalam bidang
Kedokteran Gigi. Pencabutan gigi diindikasikan jika gigi sudah tidak dapat
pengeluaran gigi dari alveolus yang akan meninggalkan soket gigi dan
melibatkan proses penyembuhan luka (Yuza dkk, 2014). Menurut Torres &
waktu selama beberapa minggu untuk regenerasi jaringan granulasi dan gingiva.
Perlukaan pasca pencabutan gigi bila tidak ditangani dengan benar dapat
dan mengembalikan fungsi semula agar diperoleh estetik hasil penyembuhan yang
dari sel-sel mati dengan sel-sel yang berbeda dari sel jaringan asalnya. Sel-sel
baru membentuk jaringan granulasi yang akan menjadi jaringan parut fibrosa
soket melibatkan osteoblas, osteoklas dan juga fibroblas. Selama proses perbaikan
membuat serat kolagen baru yang akan memberikan kemampuan pada jaringan
untuk melakukan perbaikan dan pembentukan jaringan baru (Mawardi dkk, 2002).
Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, meliputi fase inflamasi, fase
et al, 2006). Salah satu gangguan atau komplikasi yang sering ditemukan pada
proses penyembuhan luka pencabutan gigi adalah dry soket (alveolar osteitis).
Dry socket adalah gangguan dalam penyembuhan luka berupa inflamasi yang
meliputi salah satu atau seluruh bagian dari lapisan tulang padat pada soket gigi
(lamina dura) (Ananda, Khatimah & Sukmana, 2016).Tingkat insiden dry soket
dilaporkan mencapai 0,5-5% pada pencabutan gigi rutin dan pada pencabutan
molar ketiga rahang bawah diperkirakan 1-38% (Ananda, Khatimah & Sukmana,
disebabkan mikroorganisme pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk dan
Sukmana, 2016).
biomaterial yang berasal dari alam untuk mempercepat proses penyembuhan luka
(Shenoy et al, 2009). Salah satu tumbuhan yang mengandung obat herbal yaitu
tinggi hingga di ketinggian ± 1000 meter dpl. Kelor banyak ditanam sebagai tapal
batas atau pagar dihalaman rumah atau ladang. Daun kelor di Indonesia
dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas, yang memiliki rasa yang
tidak sedap saat masih mentah dan juga digunakan untuk pakan ternak. Selain
mempunyai banyak manfaat untuk meredakan sakit kepala, demam, keluhan usus,
2005)
Daun kelor memiliki keunggulan pada kandungan nutrisi yang tinggi yaitu
golongan protein, mineral, asam lemak dan vitamin sehingga dapat digunakan
kandungan nutrisi yang tinggi dalam daun kelor didapatkan pada tepung daun
kelor atau dried leaves. Biswas et al (2012) berpendapat bahwa daun, kulit,
batang, akar, tangkai, buah dan bunga tumbuhan kelor, secara farmakologi dapat
5 % (Fugli, 2001). Serta Nugraha, (2013) menyatakan hasil studi fitokimia daun
flavonoid, alkaloid, phenols. Daun kelor yang lebih muda mempunyai kandungan
pertumbuhan tumor, flavonoid dan tanin juga bertanggung jawab pada proses
pengaruh ekstrak daun kelor dalam peningkatan jumlah sel fibroblas pada proses
fibroblas pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada tikus wistar
1.1.2 Tujuan
proliferasi fibroblas pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi tikus wistar.
pemberian secara topikal gel ekstrak daun Kelor pada hari ke-3, dan 7.
1.1.3 Manfaat
2.BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran satu gigi yang utuh atau
akar gigi dari tulang alveolus dengan menggunakan alat-alat ekstraksi (forceps),
ekstraksi dilakukan pada gigi yang tidak dapat dilakukan perawatan lagi
(Fragiskos, 2007). Ekstraksi gigi juga bisa terjadi karena adanya gangguan pada
gigi itu sendiri, yaitu kariesdan gangguan pada gusi, yaitu penyakit periodontal.
Ekstraksi gigi dibutuhkan pada kondisi-kondisi seperti karies yang parah, pulpitis,
primary teeth, keadaan patologis yang lain, seperti kista, masalah ortodontik dan
trauma atau prosedur-prosedur fisik lainnya. Luka pada jaringan tubuh makhluk
hidup merupakan salah satu tempat yang memungkinkan mikroba patogen untuk
integritas jaringan dan kapasitas fungsional akibat adanya luka, yang biasa disebut
pengunyahan, migrasi, rotasi gigi dan masalah temporo mandibular joint (TMJ),
Penyembuhan luka terdiri dari dua kategori yaitu regenerasi dan reparasi.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, karena terdiri dari
et al., 2000).
Gambar 2.1 Tahap penyembuhan luka yang normal dengan jenis sel yang dominan pada
setiaptahap (Loughlin & Brien, 2011)
tandai dengan ada atau tidaknya jaringan nekrosis yang dapat disebabkan oleh
terjadi pendarahan. Hal ini menyebabkan deposisi fibrin, agregasi platelet dan
koagulasi. Setelah luka, bekuan darah yang terbentuk merupakan barier yang
area luka dan mempengaruhi migrasi leukosit. Integritas barier proteksi menjadi
mengeliminasi benda asing. Pada tahap inflamasi, sel radang akut sertaneutrofil
adalah sel pertama yang akan menginvasi daerah yang mengalami keradangan dan
symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functiolaesa (Gottrup, 2013).
menuju ke daerah luka. Pada fase inflamasi, terjadi koagulasi sel darah dengan
menjadi fibrin clot. Fibrin berperan utama dalam mengawali proses angiogenesis
merupakan sel yang pertama kali mencapai daerah luka. Fungsi utama sel-sel
tersebut adalah melawan infeksi dan membersihkan debris matriks seluler serta
menarik sel-sel yang akan memfagosit debris, bakteri dan jaringan yang rusak
serta pelepasan faktor yang akan memulai proliferasi jaringan (Grabb & Smith’s,
2006).
menstimulasi leukosit untuk bermigrasi dari sel endotel. Leukosit yang terdapat
pada daerah luka di dua hari pertama adalah neutrofil. Neutrofil memfagositosis
infeksi, namun neutrofil yang persisten pada luka dapat menyebabkan proses
penyembuhan luka menjadi terganggu. Hal ini bisa menyebabkan luka akut
Pada saat jaringan terluka, darah akan kontak dengan kolagen yang dapat
glikoprotein pada membran sel, sehingga platelet menempel satu sama lain,
beragregasi, dan membentuk massa (Grab & Smith, 2006). Platelet melepaskan
Pada hari ke-2 dan ke-3, monosit dan makrofag masuk ke dalam daerah luka
b. Melepaskan growth factors dan sitokin yang akan menarik sel-sel yang
Pada hari ke-2 setelah trauma jaringan fase proliferasi dimulai dan berlanjut
Theddeus, 2009).
dari fase inflamasi. Fase proliferasi ditandai dengan proliferasi dan migrasi
fibroblas serta produksi jaringan ikat. Terdapat tiga proses utama dalam fase
a. Neoangiogenesis
pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari kapiler pembuluh darah
kecil di sekitarnya. Pembuluh darah kapiler tersusun atas sel-sel endotel dan
perisit. Ke dua jenis sel ini memuat seluruh informasi genetik yang memiliki
jaring kapiler.
(FGF) dan TGF-β. Setelah jaringan telah terbentuk dengan adekuat, migrasi dan
proliferasi sel-sel endotelial akan menurun dan sel yang berlebih akan mati
padat sel yang meluas ke lateral dari pembuluh darah induknya. Penyusunan
Arteri, vena kecil dan sedang pada awalnya dibentuk sebagai kapiler kemudian
b. Reepitelialisasi
Sel-sel basal pada epitelium akan bergerak ke daerah luka untuk menutupi
bermigrasi dari membran basal menuju permukaan jaringan yang baru terbentuk
pada tepi daerah luka. Keratinosit akan berbentuk pipih dan panjang serta
membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang pada saat migrasi. Keratinosit pada
ECM akan berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi dengan reseptor
mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari matriks
awal.
c. Fibroplasia
Dua hingga lima hari setelah fase inflamasi luka berakhir, sel fibroblas
memasuki daerah luka dan jumlah fibroblas mencapai puncak pada satu hingga
dua minggu setelah mengalami luka. Pada akhir minggu pertama, fibroblas
merupakan sel utama dalam luka. Akhir dari Fibroplasia adalah dua sampai
empat minggu setelah luka terjadi (Gurtner, 2007). Grabb & Smith’s (2006)
utama yang menjadi suatu matrix kolagen di dalam daerah luka. Fibroblas dari
Kemudian sel fibroblas mengendapkan substansi dasar ke dalam area luka yang
Pada satu minggu setelah terjadinya penyembuhan luka, luka akan masuk
pada fase maturasi, fibroblas berdiferensiasi menjadi miofibroblas dan luka mulai
Penyusutan dapat berakhir dalam beberapa minggu dan berlanjut serta setelah
proses yang berlebihan dari penyembuhan luka. Luka yang besar akan menjadi 40
Miofibroblas memiliki kandungan aktin yang ditemukan pada sel otot polos
membentuk jaringan scar. Fase maturasi ditandai dengan penurunan densitas sel,
jumlah kapiler dan aktivitas metabolik. Fibril kolagen membentuk serabut kolagen
pembentukan dan degradasi kolagen. Ada tiga syarat kondisi lokal agar proses
penyembuhan luka dapat berjalan secara normal, yaitu semua jaringan pada
daerah luka harus vital, tidak ada benda asing dan tidak mengalami kontaminasi
Fase maturasi dapat berlangsung hingga satu tahun atau lebih. Fase maturasi
dipengaruhi oleh faktor-faktor ukuran luka dan metode penutupan luka yang
dipakai. Selama fase maturasi, kolagen tipe III yang berperan saat fase proliferasi
akan menurun kadarnya secara bertahap dan digantikan dengan kolagen tipe I
yang lebih kuat (Grabb & Smith’s, 2006). Peningkatan kekuatan terjadi secara
signifikan pada minggu ke tiga hingga minggu ke enam setelah luka. Kekuatan
tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal (Webster
et al, 2012).
kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan pada tempat luka dan kondisi medis
penyembuhan luka, serta faktor- faktor dari luar (ekstrinsik), seperti pengelolaan
luka yang kurang tepat dan efek-efek terapi lainnya yang tidak menguntungkan.
saling tumpang tindih seperti dijelaskan berikut ini (Mitchell & Kumar, 2008) :
Proses penyembuhan primer pada luka pencabutan gigi terdiri dari beberapa
3. Hari ke-2 hingga ke-4 : aktivitas penyembuhan dimulai dari tepi bekuan
yang tajam.
7. Minggu ke-3 hingga ke-6: kelompok trabekula tulang pada soket gigi telah
2.4 Fibroblas
Fibroblas merupakan sel yang berjumlah banyak pada jaringan ikat yang
menjadi komponen seluler primer dari jaringan ikat dan sumber sintetis utama
Sel-sel dengan aktivitas sintesis yang tinggi secara morfologis berbeda dari
fibroblas dengan aktivitas yang tenang, yang tersebar dalam matriks yang telah
berkembang. Fibroblas akan menjadi fibrosit jika fibroblas menjadi relatif tidak
aktif dalam memproduksi serat (Bloom & Fawcet., 2002). Fibroblas memiliki
fusiform. Pada jaringan ikat yang direntangkan inti fibroblas tampak pucat; pada
sajian irisan, fibroblas terlihat mengkerut dan berwarna gelap dengan pewarnaan
basa. Pada kebanyakan sediaan histologi, batas sel tidak nyata dan inti merupakan
memanjang dan terdiri atas membran inti halus dengan satu atau dua anak inti
jelas dan sedikit granula kromatin halus (Leeson, 1996). Sel fibroblas biasanya
tersebar sepanjang berkas serat kolagen dan terlihat dalam sediaan sebagai sel
ditemukan dalam bentuk stelata gepeng dengan beberapa cabang langsing. Inti
panjangnya terlihat jelas, namun garis selnya sulit untuk dilihat pada sediaan
histologis karena relatif tidak aktif, sel fibroblast memiliki sitoplasma eosinofilik
terdiri dari proses jaringan yang identik dengan jaringan yang hilang akibat jejas.
Proses penyembuhan dimulai secara dini dalam fase inflamasi. Dalam waktu 24
jam sesudah terjadinya jejas, sel-sel fibroblast dan endotel pembuluh darah mulai
gambaran-nya yang lunak, granular dan bewarna merah muda pada permukaan
luka. Secara histologis, pada jaringan ini terdapat sel-sel fibroblas yang sedang
longgar (Mitchell & Kumar., 2008). Fibroblas memiliki fungsi dalam proses
penyembuhan luka yaitu pada tahap proliferasi dan terbagi atas beberapa
dataran rendah. Daun kelor membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan untuk dapat
dipanen atau setelah kelor tumbuh 1,5 hingga 2 meter. Namun kelor yang
lebih dari satu meter. Cara memanen daun kelor dengan memetik batang daun dari
memiliki rasa yang khasatau memiliki rasa yang tidak sedap jika belum matang
dan kelor juga digunakan sebagai pakan ternak karena dapat meningkatkan
Regnum : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Subclassis : Dialypetalae
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
Kelor adalah tanaman yang berasal dari dataran sub Himalaya, yaitu India,
beradaptasi dengan baik di luar jangkauan daerah asalnya, termasuk bagian barat,
timur dan selatan Afrika, Asia tropis, Amerika Latin, Karibia, Florida dan
sehingga mudah patah. Tetapi kayu tanaman kelor dibungkus dengan kulit yang
jarang dan tumbuh memanjang. Cabang dari pohon kelor menghasilkan tangkai
magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, zinc dan
mineral terutama zat besi. Kandungan kimia yang dimiliki daun kelor yaitu asam
amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin,
Menurut Fuglie (2001) menyebutkan, Kandungan kimia daun kelor per 100
Tabel 2.1 Kandungan kimia daun kelor per 100 gram (fuglie, 2001)
Komponen Komposisi
Air 75 g
Energi 92 Kal
Protein 6,8 g
Lemak 1,7 g
Karbohidrat 12,5 g
Serat 0,9 g
Kalsium 440 mg
Potasium 259 mg
Fosfor 70 mg
Besi 7 mg
Zinc 0,16 mg
β – karoten 6,78 mg
Tiamin 0,06 mg
Riboflavin 0,05 mg
Niacin 0,8 mg
Vitamin C 220 mg
kanker dan menghambat pembentukan bekuan darah abnormal pada gagal jantung
yang lebih muda mempunyai kandungan fitokimia paling tinggi (Nugraha, 2013).
Daun kelor juga mengandung saponin 5%, tanin 1,4% dan triterpenoid 5%
bahwa, ekstrak daun kelor yang dibuat dalam sediaan gel dengan konsentrasi 10%
2.5.4.1 Flavanoid
dalam beberapa kingdom tanaman. flavonoid merupakan zat warna merah, ungu
dan biru serta sebagian zat warna kuning yang dapat ditemukan dalam buah,
sayur, kacang, bunga, teh, wine dan madu. Flavonoid memiliki aktivitas sebagai
2005).
antara oksidan dengan antioksidan di dalam tubuh (Okuno, & Miyazawa., 2004).
mengurangi kepekaan LDL terhadap pengaruh radikal bebas (Kwon et al., 2007;
adalah dengan melepaskan ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik
dari radikal bebas. Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung yaitu
melalui aktivasi nuclear factor erythroid 2 related factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi
peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti
Flavonoid juga mengurangi rasa sakit pasca pencabutan dengan cara menghambat
dapat menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari
tromboksan satu sisi dan asam hidroperoksida, leukotrin lainnya (Sabir, 2003).
karbon. Dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
2.5.4.2 Tanin
terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Senyawa tanin tidak larut dalam
pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzena namun mudah larut dalam
air, dioksan, aseton dan alkohol serta lebih sedikit larut dalam etil asetat. Tanin
dan ada juga yang berwarna kuning atau cokelat (Okuda & Ito, 2011). Dua kelas
besar tanin dikenal berdasarkan reaksi hidrolitik dan asal fenoliknya. Kelas
pertama disebut sebagai tanin hydrolysable dan yang lain disebut tanin
terkondensasi. Disebut sebagai tanin hydrolysable karena mudah larut dalam asam
mineral atau enzim seperti tannase, strukturnya diantaranya adalah asam gallat,
larut dalam asam mineral dan enzim sehingga disebut juga nonhydrolysable tanin,
kemampuan menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein bakteri
gram positif maupun gram negatif. Aktivitas tanin sebagai antimikroba dapat
menyebabkan metabolisme sel bakteri terganggu (Sumono & Wulan, 2008; Sari
2.5.4.3 Saponin
saponin mempunyai struktur yang mengandung steroid dengan satu atau lebih
rantai gula. Saponin menunjukan spektrum luas dalam aktivitas biologis dan
meningkatkan sistem imun (Kerem, Shashoua, & Yarden, 2005, p.406). Menurut
rumah atau ladang. Akar kelor dapat dimanfaatkan sebagai pencegah terbentuknya
batu urine, rubefacient (obat kulit merah), menghilangkan kutil, antifertilitas dan
pembesaran limpa dan untuk menyembuhkan bisul (Krisnadi, 2014; Razis et al.,
2014). Getah kelor dicampur dengan minyak wijen digunakan untuk meredakan
sakit kepala, demam, keluhan usus, disentri dan asma. Bunga kelor dapat
limpa serta menurunkan kolesterol. Daun kelor secara tradisional telah banyak
dimanfaatkan untuk sayur hingga saat ini dikembangkan menjadi produk pangan
modern seperti tepung kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen kelor dan teh daun
kelor. Selain itu ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai antimikroba,
3.BAB 3
KERANGKA KONSEP
Ekstraksi Gigi
Inflamasi
PMN MONOSIT
Makrofag
Growth Factor
Penyembuhan
Luka
: VariabelYang diteliti
28
soket gigi. Proses penyembuhan luka soket gigi memiliki empat fase yang harus
terjadi dalam urutan yang benar, dalam waktu yang spesifik dan berlanjut dalam
periode tertentu. Fase penyembuhan luka soket gigi yaitu: hemostasis, inflamasi,
lebih singkat dan kemampuan proliferasi dari TGF-β tidak terhambat sehingga
proses proliferasi sel fibroblast segera terjadi. Aktivitas antiinflamasi juga akan
banyak makrofag pada jaringan yang terkena luka. Sel Makrofag yang teraktivasi
seperti TGF-β, PDGF, dan FGF sehingga migrasi dan proliferasi sel fibroblas
flavonoid dan saponin pada ekstrak daun kelor berperan mencegah radikal bebas,
terluar yang tidak berpasangan, yang bersifat tidak stabil. Antioksidan pada
flavonoid berikatan dengan elektron terluar dari radikal bebas. Antioksidan yang
telah berikatan akan menyebabkan radikal bebas lebih stabil sehingga kerusakan
membran sel dapat berkurang. Faseproliferasi sel fibroblas akan lebih cepat
terjadi. Hal ini akan menyebabkan sintesis kolagen akan meningkat, sehingga
Sel fibroblast dilihat pada hari ke-3, dan 7 karena sel fibroblas muncul
pertama kali secara bermakna pada hari ke-3, dan mencapai puncak pada hari ke-7
3.3 HIPOTESIS
Ekstrak daun kelor dapat mempercepat proliferasi sel fibroblas pada proses
4.BAB 4
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang di gunakan adalah post test only control group
design.
K1
K
K2
P' R S
P1
P
P2
Keterangan :
P’ : Populasi
R : Randomisasi
S : Sampel
K : Kelompok kontrol
31
a. Tikus Wistar.
Binatang coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus wistar
jantan dipilih dalam penelitian ini untuk menghindari adanya kemungkinan variasi
hormonal yang dapat terjadi pada tikus Wistar jenis kelamin betina.
(μ1-μ2) 2
n = 2 (18,6624)(1,64 + 1,282) 2
(40,83-58,83) 2
n=2
Keterangan:
Z 1-α = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan
Z 1-β =nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan power test sebesar
digunakan sampel sejumlah 6 ekor tikus Wistar untuk masing- masing kelompok.
Maka, jumlah hewan coba yang digunakan adalah ekor 24 tikus Wistar.
2. Variabel Terikat : Jumlah sel fibroblas dalam sediaan preparat dari soket
3. Variabel Terkendali:
a. Kriteria sampel.
sebuah kandang hewan berupa bak plastik berukuran 60x65x80 cm, dan di
atasnya diberi penutup berupa jaring-jaring yang terbuat dari kawat, serta
i. Makanan yang berbahan dasar jagung dan diberi minum air putih.
1 Gel ekstrak daun kelor merupakan hasil dari pengolahan daun Kelor dengan
2 Jumlah sel fibroblas adalah banyaknya sel fibroblas pada hari ke-3, dan 7
penelitiannya, adalah:
Industri Surabaya.
atasnya diberi penutup berupa jaring-jaring yang terbuat dari kawat serta
2. Timbangan binatang
4. Gunting bedah
5. Pinset anatomi
7. Scalpel
8. Needle holder
10. Syringe
11. Parafin
12. Air
13. Kapas
landasan teori mengenai daun kelor, kandungan kimia daun kelor, proses
penyembuhan pasca pencabutan gigi, pada beberapa karya ilmiah, artikel ilmiah,
Pembuatan gel dari ekstrak daun Kelor, terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Persiapan Sampel
tetap dari daun Kelor sesuai berat yang digunakan untuk ekstrak. Sampel yang
electricblender.
Sebanyak 500 gram serbuk kering daun kelor, diekstraksi dengan methanol
pelarut dengan rotary flash evaporator (rotavapour) selama 24 jam. Ekstrak yang
temperatur lebih dari 50oC. Ekstrak kering yang dihasilkan sejumlah ±13.3% dari
berat semula. disimpan dalam lemari es bersuhu 2-80C dan dijaga dalam botol
tertutup.
gel. Ekstrak akan lebih mudah diaplikasikan dalam bentuk sediaan gel pada luka
pasca pencabutan gigi karena sifatnya yang semisolid, lembut dan elastik. Sediaan
gel mempermudah substansi ekstrak dapat mudah masuk dalam soket. Bahan gel
yang akan digunakan adalah CMC Na 0.5%. Bahan gel ini dikembangkan terlebih
sudah baku. Untuk menjaga stabilitas, sediaan tersebut disimpan di dalam lemari
es bersuhu 4oC.
Konsentrasi 10% merupakan campuran antara ekstrak ethanol daun kelor 10 gram
1. Memilih 24 ekor tikus Wistar jantan usia diantara 2-3 bulan dengan berat
badan 150-250 g.
Gambar 4.2 Hewan Coba (Tikus Wistar) yang Digunakan untuk Penelitian
gigi, dan kemudian tikus Wistar diberi kandungan flavonoid dan tanin
Wistar berbahan dasar jagung dan minuman berupa air putih. Perawatan tikus
2. Tikus Wistar dilakukan pencabutan gigi insisive kiri rahang bawah dengan
menggunakan tang.
Gambar 4.5 Pemberian Ekstrak Daun Kelor pada Soket Pencabutan Gigi Tikus Wistar
Gambar 4.6 Proses Penjahitan pada Soket Pencabutan Gigi Tikus Wistar
1. Setelah hari ke-3 sejumlah 6 tikus Wistar dari kelompok K1 dan P1 dilakukan
tindakan anastesi dengan memasukkan tikus Wistar dalam tabung kaca yang
dialiri ether 10% dan tikus Wistar dibiarkan sampai tidak bernyawa lagi.
3. Pada hari ke-7 sejumlah 6 tikus Wistar dari kelompok K2 dan P2 dilakukan
tindakan anastesi dengan memasukkan tikus Wistar dalam tabung kaca yang
dialiri ether 10% dan tikus Wistar dibiarkan sampai tidak bernyawa lagi.
mandibula tikus Wistar dengan melakukan insisi dari sudut mulut ke arah
kedalam larutan fiksasi. Larutan fiksasi yang digunakan adalah larutan zenker
formol, untuk mencegah perubahan jaringan post mortem agar tidak membusuk,
tahapan:
a. Dehidrasi
menggunakan alkohol secara bertahap sehingga jaringan dapat diisi parafin untuk
b. Clearing
dari jaringan dan menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan
alkohol dan parafin tidak bisa saling melarutkan, larutan yang digunakan adalah
c. Impregnasi/Embedding
dan diganti dengan parafin. Pada tahap ini jaringan harus benar- benar bebas dari
clearing agent karena cairan tersebut dapat mengkristal dan sewaktu dipotong
(bahan impregnasi) yang digunakan adalah parafin cair panas yang mempunyai
direndam dalam parafin cair 1 dengan titik lebur 560C selama 21⁄2 jam, kemudian
dimasukkan dalam parafin cair 2 selama 4 jam. Setelah itu jaringan siap
c. Pengecoran (Blocking)
potongan besi disusun di atas lembaran logam hingga rapat dan membentuk ruang
potongan besi agar tidak bocor. Selanjutnya parafin dituangkan ke dalam ruangan
kubus.
d. Pemotongan (mounting)
Dilakukan dengan rotary microtome. Selama pemotongan, suhu blok
diusahakan rendah yaitu 5-10oC, dengan mendinginkan blok dan pisau pemotong
dengan air es agar sediaan tetap basah, sehingga blok dapat terpotong dengan
baik.
hati menggunakan kuas ke dalam waterbath yang temperaturnya diatur 37- 400C
tersebut ditempelkan pada kaca objek dengan cara memasukkan kaca objek itu ke
menggunakan kuas kemudian dilekatkan pada kaca objek. Setelah melekat kaca
objek digerakkan keluar dari waterbath dengan hati-hati agar blok parafin tidak
terlipat.
dibiarkan selama beberapa jam. Cara lainnya adalah dengan melewatkan kaca
objek di atas api sehingga blok parafin melekat erat di atas kaca objek.
e. Pengecatan jaringan
Jaringan yang telah dipotong diberi pewarnaan sehingga unsur jaringan
10. Ditutup dengan kaca penutup, dan preparat siap untuk dilakukan
Pengamatan jaringan secara HPA dari hasil biopsi pada hari ke-3, dan 7.
Dilakukan perhitungan jumlah sel fibroblas yang terlihat pada hari tersebut,
penyembuhan luka.
cahaya Olympus BX-41, Pentax optio 230; Camera Digital 2.0 megapixel dengan
pembesaran 40x bertujuan untuk menentukan healing center yang paling luas
pada sediaan, dan pembesaran 400x untuk memperjelas obyek pengamatan yang
akan dihitung jumlah sel fibroblas. Pengolahan data dilakukan dengan uji
Independen T Test. Sebelum melakukan uji independent t-test terdapat syarat data
yang akan diuji yaitu data harus berdistribusi normal dan bersifat homogen yaitu
test untuk mengetahui jenis distribusi data dan levene’s test untuk mengetahui
yaitu:
1. Menentukan hipotesis :
H0 : bahwa 4 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
H1 : bahwa 4 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
3. Penarikan Kesimpulan
1. Menentukan hipotesis :
H0 : bahwa 2 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
adalah homogen.
H1 : bahwa 2 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
adalah heterogen.
H0 : bahwa 2 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7
adalah homogen.
H1 : bahwa 2 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7
adalah heterogen.
3. Penarikan Kesimpulan
tahap:
1. Formulasi Hipotesis
H0 : Rata-rata jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
adalah sama
H1 : Rata-rata jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3
adalah berbeda
H0 : Rata-rata jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7
adalah sama
H1 : Rata-rata jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7
adalah berbeda
3. Pengambilan kesimpulan
Tikus Wistar dibius umum dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi
Penjahitan
Hari ke-3, tikus Wistar darikelompok K1 dan P1 di korbankan dengan general anestesi
menggunakan ether 10% pada tabung kaca sampai tikus Wistar tidak bernyawa lagi, dan Hari
ke-7 tikus Wistar darikelompok K2 dan P2 di korbankan dengan general anestesi
menggunakan ether 10% pada tabung kaca sampai tikus Wistar tidak bernyawa lagi
BAB 5
sejumlah 24 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu
kelompok Perlakuan hari ke-3, kelompok K2 adalah kelompok kontrol hari ke-7,
sampel pada kelompok kontrol diberi gel CMC-Na 0,5%, sedangkan sampel pada
kelompok perlakuan diberi gel ekstrak daun kelor dengan konsentrasi 10%.
preparat histologi padasoket pencabutan gigi insisive kiri rahang bawah tikus
wistar pada hari ke-3 dan ke-7. Pembacaan sel fibroblas dilakukan dengan
healing center yang paling luas pada sediaan, dan ditingkatkan 400x untuk
memperjelas obyek pengamatan yang dihitung jumlah sel fibroblas. Data rata-rata
Descriptive Statistics
K1 6 25 37 30.67 4.320
K2 6 34 46 40.83 5.076
P1 6 40 58 45.67 6.653
P2 6 46 77 58.83 13.029
53
perlakuan ke-3 sebesar 45,67. Rata-rata pada kelompok perlakuan hari ke 3 lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol hari ke-3 yaitu sebesar 30,67.
rata-rata jumlah sel fibroblas pada kelompok perlakuan hari ke-7 yaitu 58,83 yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol hari ke-7 yang
memperoleh rata-rata jumlah sel fibroblas yaitu sebesar 40,83 (Tabel 5.5). Hal ini
yang diberi ekstrak gel daun kelor 10% jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang hanya diberi basis gel CMC-Na 0,5%. Untuk lebih jelasnya, dapat
Grafik 5.1 Diagram Perbedaan Nilai Rata-Rata Jumlah Sel Fibroblas pada Kelompok Kontrol
dan Perlakuan pada Hari Ke-3 Serta Hari Ke-7
dengan uji Independent t-test. Uji Independent t-test digunakan karena kelompok
perlakuan yang diteliti hanya dua kelompok pada hari ke-3, dan dua kelompok
lagi pada hari ke-7. Uji Independent t-test dimaksudkan untuk mengetahui
daun kelor konsentrasi 10%. Sebelum melakukan uji independent t-test terdapat
syarat data yang akan diuji yaitu data harus berdistribusi normal yaitu data jumlah
mengetahui jenis distribusi data. Data yang akan diuji juga harus memiliki varians
antar variabel percobaan yang homogen yaitu dengan melakukan uji dengan
levene’s test.
kelompok sampel K1, K2, P1, P2 diperoleh P > 0,05 maka H0 diterima yang
menyatakan bahwa 4 varian sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-
3 serta hari ke-7 berdistribusi normal. Hasil uji normalitas data sel fibroblas dapat
Tabel 5.2 Uji Normalitas One Kolmogorov-Smirnov pada Data Jumlah Sel Fibroblas
N 6 6 6 6
dilakukan, menunjukan bahwa data pada kelompok kontrol hari ke-3 dengan
perlakuan hari ke-3 mempunyai nilai Asymp. Sig. (2-tailed) diatas 0,05 (p >0,05)
yaitu sebesar 0,424, sehingga H0 diterima yang menyatakan bahwa 2 varian sel
fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-3 adalah homogen. Kelompok
kontrol hari ke-7 dengan perlakuan hari ke-7 nilai Asymp. Sig. (2-tailed) diatas
0,05 yaitu sebesar 0,06. sehingga H0 diterima yang menyatakan bahwa 2 varian
sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7 adalah homogen. Data uji
homogenitas hari ke-3 dapat dilihat pada tabel 5.7 dan data uji homogenitas hari
maka dilakukan uji statistik untuk analisa selanjutnya yaitu memakai uji
perbedaan antara dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Uji perbedaan dapat menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara dua
perlakuan hari ke-3 diperoleh P = 0,013 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
kontrol dan perlakuan hari ke-3 adalah berbeda atau terdapat perbedaan yang
signifikan. Begitu juga dengan data jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan
perlakuan hari ke-7 diperoleh hasil Uji Independent t-test P = 0,010 < 0,05
jumlah sel fibroblas kelompok kontrol dan perlakuan hari ke-7 adalah berbeda
atau terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil dari uji independent t-test pada
jumlah sel fibroblas hari ke-3 dapat dilihat pada tabel 5.7 dan uji independent t-
test pada jumlah sel fibroblas hari ke-3 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.3 Hasil Ujilavene’s dan Independ T-test pada Data Jumlah Sel Fibroblas Hari Ke-3
Tabel 5.4 Hasil Ujilavene’s dan Independ T-test pada Data Jumlah Sel Fibroblas Hari Ke-7
95% Confidence
Interval of the
Difference
Gambar 5.1 Gambar Histopatologi Sel Fibroblas dari Kelompok K1(Kelompok Kontrol) yang
Diambil pada hari ke-3, Pengecatan MA, Pembesaran : 400x; Mikroskop Olympus BX-50 Pentax
Optio 230; Camera Digital 2.0 Megapixel
Gambar 5.2 Gambar Histopatologi Sel Fibroblas dari Kelompok P2(Kelompok Perlakuan
dengan Pemberian Ekstrak Daun Kelor 10%) yang Diambil pada hari ke-3, Pengecatan MA,
Pembesaran : 400x; Mikroskop Olympus BX-50 Pentax Optio 230; Camera Digital 2.0 Megapixel
Gambar 5.3 Gambar Histopatologi Sel Fibroblas dari Kelompok K7 (Kelompok Kontrol) yang
Diambil pada hari ke-7, Pengecatan MA, Pembesaran : 400x; Mikroskop Olympus BX-50 Pentax
Optio 230; Camera Digital 2.0 Megapixel
Gambar 5.4 Gambar Histopatologi Sel Fibroblas dari Kelompok P2(Kelompok Perlakuan
dengan Pemberian Ekstrak Daun Kelor 10%) yang Diambil pada hari ke-7, Pengecatan MA,
Pembesaran : 400x; Mikroskop Olympus BX-41 Pentax Optio 230; Camera Digital 2.0 Megapixel.
BAB 6
PEMBAHASAN
traumayang akan melibatkan proses penyembuhan luka (Yuza dkk., 2014). Proses
terdiri atas empat tahapan, yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling
yang normal terjadi pada tubuh manusia (Flanagan et al., 2000). Menurut Torres
& Lagares (2010) proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi memerlukan
waktu selama beberapa minggu untuk regenerasi jaringan granulasi dan gingiva.
kiri rahang bawah pada 24 ekor tikus wistar. Tikus wistar digunakan sebagai
binatang coba dalam penelitian ini karena tikus wistar merupakan salah satu
model binatang coba yang umum digunakan dalam penelitian yang berkaitan
dengan penyembuhan luka (Gal et al., 2006). Tikus wistar yang dibedakan
Kelompok kontrol merupakan kelompok yang tidak diberi ekstrak daun kelor,
menyebutkan bahwa, ekstrak daun kelor yang dibuat dalam sediaan gel dengan
daun kelor yang dicampur dengan CMC-Na 0,5% dalam bentuk gel mempunyai
60
oksidan.
sebagai basis gel karena tidak bersifat toksik dan memiliki viskositas yang tinggi
sehingga gel tidak mudah larut dalam saliva (Rowe et al., 2009). Selain itu
tinggi, dapat bekerja pada rentang pH yang luas ( pH 3,5-12 ) dan mempunyai
proliferasi yang terjadi pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi.Fase
proliferasi disebut juga fase fibroplasia yang merupakan kelanjutan dari fase
inflamasi. Fase proliferasi ditandai dengan proliferasi dan migrasi fibroblas, serta
produksi jaringan ikat (Gurtner, 2007). Menurut Sabiston (1995), sel fibroblas
mulai berproliferasi dalam 24 jam setelah terjadinya luka dan jumlahnya mulai
meningkat pada hari ke-3. Peningkatan sel fibroblas pada hari ke-3 dikarenakan
pada hari-3 merupakan tahap akhir dari fase inflamasi menuju awal tahap
fibroplastik, pada hari ke-3 juga makrofaq aktif menghasilkan faktor pertumbuhan
(2005), bahwa jumlah fibroblas akan mengalami peningkatan pada hari ke-3 dan
Pengamatan histologis sel fibroblas yang dilakukan yaitu padahari ke-3, dan
ke-7. Hasil penghitungan statistik menunjukan bahwa rerata jumlah sel fibroblas
kelompok kontrol hari ke-7 adalah sebesar 40,83 jumlah ini mengalami
peningkatan yang signifikan dari jumlah rerata sel fibroblas kelompok kontrol
pada hari ke-3 yaitu sebesar 30,67 hal ini membuktikan bahwa tanpa diberikan
terapi, secara fisiologis jumlah sel fibroblas akan meningkat mulai hari ke-3
didapatkan dan harga daun kelor murah, penggunaan ekstrak daun kelor dalam
penelitian ini karena kandungan daun kelor yaitu bahan aktif polifenol seperti
kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-3 maupun hari ke-7 juga
kontrol. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan yang terdapat pada daun kelor yaitu
kelor dengan dosis 10% mempunyai kemampuan dalam penurunan oedema yang
2012). Peran ekstrak daun kelor sebagai anti-inflamasi juga dapat dilihat dari
utama yaitu flavanoid, Total jumlah flavonoid pada daun kelor sebesar 117,95
mg/100g edible portion. Flavonoid merupakan suatu derivat fenol yang disintesis
dalam jumlah tertentu dan terdistribusi luas dalam sejumlah tanaman. Jenis
flavonoid dalam daun kelor adalah quarcetin, luteolin dan kaempferol (Rahmat,
pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke jaringan yang luka, sehingga
reaksi inflamasi berlangsung lebih singkat dan kemampuan proliferasi dari faktor
pertumbuhan yaitu TGF-β tidak terhambat, sehingga fase proliferasi dapat segera
berdiferensiasi menjadi Th1 (T helper 1). Th1 mensekresi berbagai macam produk
dalam terjadinya inflamasi dan proses mitogen fibroblas yang penting dalam
proses penyembuhan luka (Simatupang, 2003). Pada gel ekstrak daun kelor juga
mengandung saponin. Saponin pada ekstrak daun kelor memliliki efek anti-
asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari selneutrofil dan sel endotelial,
dan Patil, 2012). Menurut hasil penelitian Fugli (2001), Daun kelor juga
mempunyai kandungan tanin sebesar 1,4%. Tanin memiliki peran sebagai anti-
inflamasi, tanin merupakan senyawa kimia yang besifat potent terhadap COX-2
Pemberian gel ekstrak daun kelor dengan dosis 10% menunjukan adanya
disebabkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak (Waji &
dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif yaitu radikal bebas memiliki
elektron terluar yang tidak berpasangan dan mempunyai sifat tidak stabil.
Antioksidan pada flavonoid berikatan dengan elektron terluar dari radikal bebas.
Antioksidan yang berikatan akan menyebabkan radikal bebas lebih stabil sehingga
kerusakan membran sel dapat berkurang, sehingga fase proliferasi sel fibroblas
akan lebih cepat terjadi (Susetya, 2013). Menurut pendapat Petel dan Patil
Dosis pemberian gel ekstrak daun kelor 10% pada luka pencabutan gigi
pada hari ke-3 dan ke-7 juga mempunyai peran sebagai antimikroba. Luka pada
tikus wistar kelompok perlakuan lebih steril dan infeksi lebih mudah untuk
dicegah sehingga penyembuhan luka lebih cepat daripada kelompok tikus wistar
kontrol. Peran ekstrak daun kelor mampu mendukung proses penyembuhan luka,
sebagai astrigen dan antimikroba, yang berperan dalam kontraksi luka dan
epitelisasi (Fugli, 2001; Dash & Muthy, 2011). Flavonoid mampu berperan
munurunkan lipid peroksida yang dapat mencegah dan menurunkan nekrosis sel
dan mencegah kerusakan sel dan meningkatkan sintesis DNA (Dash & Muthy,
2011).
Pada kelompok kontrol hari ke-3 dengan kode preparat Ko.3.5 didapatkan
jumlah sel fibroblas yang terendah yaitu 25. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-
inflamasi yang terlalu lama sehingga akan menurunkan jumlah neutrofil; Luka
mengalami penurunan jumlah oksigen yang signifikan atau disebut juga hipoksia,
TGF-β yang tidak adekuat, penurunan 50% dari jumlah sel fibroblas, dan
tertentu, defisiensi vitamin atau mineral (MacKay & Miller, 2003); Penurunan
sintesis, akumulasi dan proses remodeling kolagen (Burns, Mancoll & Phillips,
2003).
Na yang tidak berfungsi sebagai emulsifier, tetapi hanya sebagai substansi yang
kelompok kontrol tidak akan meningkatkan jumlah sel fibroblas karena bahan
dasar gel dan hanya berfungsi sebagai stabilitas serta tidak bersifat imunostimulan
dipengaruhi oleh kandungan fitokimia yang dimiliki daun kelor, yaitu flavonoid,
triterpenoid, saponin dan tanin. Secara umum ekstrak daun kelor memiliki
perubahan positif pada percepatan proliferasi sel fibroblas dan penyembuhan luka.
BAB 7
7.1 Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun
kelor dengan konsentrasi 10% dapat mempercepat proliferasi sel fibroblas pada
7.2 Saran
kelor yang efektif untuk mempercepat proliferasi sel fibroblas pada penyembuhan
67
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, S, R., Khatimah, H., Sukmana, I B.2016. Perbedaan Angka Kejadian Dry
Socket pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal dan yang Tidak
Menggunakan Kontra Sepsi Hormonal. J Ked Gigi Dentino. Vol 1. No 1. pp.
22-23.
Balaji, SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier. p
211.
Biswas, S., Chowdhury, A., Das, J., Roy, A., Hosen, Z. 2012. Pharmacological
Potentials Of Moringa Oleifera Lam: A Review. Dhaka, Bangladesh:
IJPSR., Vol. 3(2), p. 305.
Bloom, W., Fawcett, D, W. 2002. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC. Edisi 12. P.
99.
Burn, JL., Mancoll, JS., Phillips, LG. 2003. Impairments to Wound Healing, Clin
Plastic Surg. Vol. 30, p.48.
Dash, GK., Murthy, PN. 2011. Wound Healing Effects of Ageratum Conyzoides
Linn, Int J Pharma Bio Sci. Vol. 2. No. 2. pp. 370,376,379.
Fahey. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its
Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Trees for Life
J. p. 1-15.
68
Flanagan, M. 2000. The physiology of wound healing. Wound Care. Vol 2. p. 11-
12.
Fuglie, L. J. 2001. The Miracle Tree (The Multiple Atribute of Moringa). Senegal:
CWS Dakkar. p. 5.
Gal, P., Toporcer, T., Vidinsky, B., Morkry, M., Novotny, M., Kilik, R., Smetana,
K., Gal, T., Sabo, J. 2006. Early Changes in the Tensile Strength and
Morphology of Primary Sutured Skin Wounds in Rats. Folia Bio (Praha) J.
Vol. 52, pp. 109, 112, 113.
Garg., J., M. 2008. Sonjna (Moringa Oleifera) Leaves with Flowers. Kolkata,
West Bengal, India: Own work. P. 2.
Gottrup F, Jensen SS, Andreasen JO. Wound Healing Subsequent to Injury. In:
Andreasen JO, Andreasen FM, Andersson L, eds. 2007. Textbook and Color
Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth. 4th ed. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd. Pp. 1,4, 6, 23, 26, 32, 41.
Grabb, and Smith's. 2006. Plastic Surgery. 6th ed. Chapter 2. p. 15-22.
Gurtner, C,G. 2007. Wound Healing : Normal and Abnormal. In: Thorn HC., et
al. Grabb Plastic Surgery. 6th Ed., Wolters Kluwer-Lippincot William and
Wilkins, Philadelphia. p. 15-22.
Harisaranraj, R., Suresh, K., and Saravanababu, S., 2009, Evaluation of the
Chemical Composition Rauwolfia serpentina and Ephedra vulgaris. Biol.
Res. Advan., 3(5-6): p. 8, 174.
Hassan, MM., Daula, SU., Jahan, IA., Nimmi, I., Adnan, T., Mansur, AA.,
Hossain, H. 2012. Anti-inflammatory Activity, Total Flavonoids and Tannin
Content from Ethanolic Extract of Ageratum Conyzoides Linn Leaf. Int J
Pharm Phytopharmacol Rea. Vol. 1. No. 5. pp, 234, 235, 237, 238, 286,
287.
Krisnadi, AD. 2015. Kelor (Moringa oleifera).Kunduran Blora: Morindo; hal. 27.
Kurniasih. 2014. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press. p. 36.
Kwon, O., Eck, Peter., Chen, S., Christopher, P., Corpe., Je-Hyuk Lee., Michael,
K., Levine, M. 2007. Inhibition of the intestinal glucose transporter GLUT2
by flavonoids. The FASEB Journal. p. 376.
Lande, Randy., Kepel, Billy, J., Siagian, Krista, V. 2015. Gambaran Faktor Risiko
Dan Komplikasi Pencabutan Gigi Di Rsgm Pspdg-Fk Unsrat. Jurnal e-GiGi
(eG). Vol 3. No 2. p. 477.
Lasmadasari, Novi., Hakimi, M., Huriah, T. 2013. Efektifitas Pemberian Oral dan
Topikal Gel Ekstrak Daun Kelor Dalam Penyembuhan Luka Pada Tikus
Putih. Univ Muhammadiyah Yogyakarta. p. 4, 10.
Leong, M., Phillips, LG. 2012. Wound Healing. In : Sabiston Textbook of Surgery.
Edisi ke-19. Amsterdam: Elsevier Saunders; p. 984.
Ling, W,H., Cheng, Q,X., Ma J, Wang T. 2001. Red and black rice decrease
atherosclerotic plaque formation and increase antioxidant status in rabbits. J.
Nutr. 131: p. 1421-1426.
Loughlin, A., and Brien, T. 2011. Topical Stem and Progenitor Cell Therapy for
Diabetic Foot Ulcers. Regenerative Medicine Institute, National University
of Ireland, Galway, Ireland: Stem Cell Research. Chapter 23. p. 3.
MacKay, D., Miller, AL. 2003. Nutritional Support for Wound Healing.
Alternative Medicine Review. 8(4). pp. 359-77.
Mailoa, M., Mahendradatta, M., Laga, A., Djide, N. 2013. Tannin Extract Of
Guava Leaves (Psidium Guajava L) Variation With Concentration Organic
Solvents. International Journal Of Scien & Technology Research. Vol 2,
Issue 9. p. 106.
Mardiana, Lina. 2013. Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Jakarta: Penebar Swadaya.
p. 47-50.
Menom, SN., Flee, JA., McCue, SW., Schugart, RC., Dawson, RA., McElwain,
DLS. 2012. Modelling the Interaction of Keratinocytes and Fibroblast
During Normal and Abnormal Wound Healing Processes. Proc R Soc B. pp.
5, 6.
Mitchell, R.N., Kumar, V. 2008. Penyakit Imunitas. In: Kumar, V., Cotran, R.S.,
Robbins, S.L., ed. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol 1. Eds.7. Jakarta: EGC.
114.
Moyo, B., Oyedemi, S., Masika, P, J., & Muchenje, V. 2012. Polyphenolic
content and antioxidant properties of Moringa oleifera leaf extracts and
enzymatic activity of liver from goats supplemented with Moringa oleifera
leaves/ sunflower seed cake. Meat Sci. 91: p. 441-447.
http://dx.doi.org/10.1016/j.meatsci.2012.02.029
Nugraha, A., 2013. Bioaktivitas Akstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhada
Escherichia coli Penyebab Kolibasilosis Pada Babi. Skripsi. Universitas
Udayana Denpasar. p. 29-38.
Okuda, T & Ito, H 2011, Tannins of Constant Structure in Medical and Food
Plants-Hydrolyzable Tannins and Polyphenols Related to Tannins, vol. 16,
p. 2192.
Pal, Mukherjee, and Saha. 1995. Studies on the antiulcer activity of M. Oleifera
leaf extract on gastric ulcer models in rats. Phytother. Res. 9 (1): pp. 463-
465.
Potter PA, Perry AG. 2006. Fundamental Nursing: concept, process, and
practice. Ed 6. St. Louis: Mosby year book; p. 151.
Putra dan Ade. 2010. Tingkat Kepadatan Fibroblas Pada Luka Sayat Mencit
Dengan Pemberian Gel Lidah Buaya(Aloe Chinensis Baker). Unri. P. 5.
Sabir, A. 2003. Pemanfaatan Flavonoid di bidang kedokteran gigi. Maj Ked Gigi
(Dental Journal). Edisi khusus temu ilmiah nasional III: p. 81.
Sabiston, DC., Lyerly, HK. 1995. Pocket Companion Textbook Of Surgery. Alih
Bahasa Lyndon Saputra. Buku Teks Ilmu Bedah. Jilid Satu. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Sari, I. 2013. Pengaruh Jus Buah Blimbing Manis (Averrhoa Carambola Linn)
Terhadap Jumlah Fibroblas pada Soket Tikus Strain Wistar Pasca Ekstraksi
Gigi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Brawijaya. Pp. 56.
Sari, F.P., dan S. M. Sari. 2011. Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari
Tanaman Yodium (Jatropha multifida Linn) sebgai Bahan Baku
Alternatif Antibiotik Alami. Technical Report. Universitas Diponegoro,
Semarang: p. 2.
Schultz GS. 2007. The physiology of wound bed preparation. In (eds) Granick,
M.S., Ganelli, R.L. Surgical wound healing and management. New York:
Informa Healthcare USA Inc., p. 1-5.
Shahriar, M., I. Hossain, A.N. Mahar, S. Akhter, A. Haque, M.A Bhuiyan. 2012.
Preliminary Phytochemical Screening, In-Vitro Antioxidant and Cytotoxic
Sjamsuhidajat, W. K. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. p. 89,
94.
Sumardika, I.W., Jawi, I.M. 2012. Ekstrak Air Daun Ubi Jalar Ungu Memperbaiki
Profil Lipid Dan Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Yang Diberi
Makanan Tinggi Kolesterol. Medicina 43: p. 67-71.
Sumono A & Wulan A. 2008. The use of bay leaf (Eugenia polyantha
Wight) in dentistry. Dent J. 41(3). p. 3.
Vawden. 2011. Hard to Heal Wound Made Easy. Wounds International. p. 1-6.
Waji, RA., Sugrani, A. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam Flavanoid
(Quercetin), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Hasanuddin. Hal. 7,8.
Webster, J., Scuflham P., Sherrif KL, Stankiewicz M., Chaboyer, W.P. 2012.
Negative pressure wound therapy for skin graft and surgical wounds healing
by primary intention. Cochrane Database of Systemati Review. p. 1-3.
Wray, D., Stenhouse, D., Lee, D., and Clark, A.J.E. 2003.Textbook for General
and Oral Surgery, Philadelphia: Elsevier Science Limited. p.103-112.
Yuza, Fatma., Wahyudi, I, A., Larnani, Sri., 2014. Efek pemberian Ekstrak Lidah
Buaya pada Soket Gigi Terhadap Kepadatan Serabut Kolagen Pasca
Ekstraksi Gigi Marmut. Maj Ked Gi. p. 128.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan Laik Etik
76
ekstraksi dilakukan. Identifikasi sel fibroblas bentuk spindel dengan inti open face
type pada pewarnaan MA.
N
6 6 6 6
Sig. (2-tailed)
95% Lower
.994 .731 .698 .849
Confidence Bound
Interval Upper
.997 .748 .716 .863
Bound
95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Mean Error
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper
banya Equal
-
k sel variances 2.252 .164 10 .013 -18.167 6.012 -31.561 -4.772
3.022
assumed
Equal
-
variances not 5.934 .024 -18.167 6.012 -32.916 -3.417
3.022
assumed
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Mean Error
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper
banyak Equal
sel variances
7.873 .060 -3.153 10 .010 -18.000 5.709 -30.720 -5.280
assumed
Equal
variances
-3.153 6.484 .018 -18.000 5.709 -31.720 -4.280
not
assumed