Anda di halaman 1dari 42

UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI ALPUKAT

(Persea americana mill.) TERHADAP

STREPTOCOCCUS MUTANS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

Mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi

CITRA LESTARI NAHAR


J11114025

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI ALPUKAT

(Persea americana mill.) TERHADAP

STREPTOCOCCUS MUTANS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

Mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

CITRA LESTARI NAHAR


J11114025

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan mahasiswa yang tercantum di bawah ini

Nama : Citra Lestari Nahar

NIM : J111 14 025

Judul : Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana

mill) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans

Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul baru dan tidak

terdapat di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

Makassar, 9 Oktober 2017

Koordinator Perpustakaan FKG

Unhas

Amiruddin, S.Sos
199611211992011003

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Antibakteri

Ekstrak Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Terhadap Streptococcus

mutans” Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang

Prostodontia.

Shalawat dan salam atas junjungan baginda kita, Nabi Muhammad SAW, Nabi

yang mengajarkan kita ilmu pengetahuan dan telah membawa kita dari alam yang

penuh hina kealam yang penuh rahmat ini, beserta sahabat, keluarga, dan orang-

orang yang senantiasa istiqomah dijalannya.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi,

namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga akhirnya

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima

kasih yang tulus kepada :

v
1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M. Kes, Sp. Pros(K), selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin , dan selaku dosen pembimbing

penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan

ilmu yang bermanfaat, arahan, pengalaman, petunjuk, serta membimbing penulis

dengan penuh kasih sayang mulai dari awal penulisan skripsi ini sampai selesai.

2. Buat kedua orang tua yang tersayang dan tercinta, Ayahanda H.Anta dan ibu

Baheria, Ibu St. Rabiah dan Bapak Muh. Nahar Hamid serta keluarga besar

penulis yang telah banyak memberikan doa, dukungan moril dan materil, dan

terimah kasih atas segala pengertian yang telah diberikan selama proses

penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Seluruh dosen, terkhusus dosen bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin, yang senantiasa memberikan didikan, ilmu, dan

bantuannya selama ini.

4. Andi Arjuna,S.Si, M.Na.Sc.T,Apt, yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat, arahan, pengalaman, petunjuk, serta membimbing kepada penulis.

5. Seluruh staf karyawan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,

terkhusus pada Pak Ibe, Pak Haidar, kak Tri, Pak Bahri, kak Edha, kak Edi,

dan pak Amir yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

Sahabat penulis Nurul Fatiha Minanga, Raudina Alifah, Annisa Meydina,

Mutiaranisa Safitri, Muhammad Rifqi Ardiansyah, dan A. Baso Amir

terima kasih atas hiburan, doa, dan motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi
6. Sahabat tersayang dan tercinta saya Muhammad Wahyullah Said, Herlinda,

Fatima Sari Devi dalam membantu, memberi semangat dalam suka dan duka,

memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini

7. Terima kasih kepada Ade Gisnawan yang telah setia menemani, membantu,

memberi semangat selama menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih terkhusus kepada partner skripsi saya St. Shakira Wija Religia

yang selalu setia dan tulus selalu saling membantu dikala susah maupun senang,

semoga persahabatan kita dapat membawa ke Surga-Nya aamiin.

9. Terima kasih kepada teman-teman bagian prostodonsia St. Shakira Wija Religia,

Haeriah Zakaria,Indah Rezki Wati, Andi Eka Asdiana Warti, Hanna Handayani,

Aprianti, Andi Baso Amir, St. Nurhazanah Syam, Nurhasna Sari, dan Qurani

Alifitriah T

10. Teman-teman INTRUSI 2014 dan Semua pihak yang selalu mendoakan semoga

penulis sukses selalu.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT memberikan rahmat, hidayah

dan membalas kebaikan dari semua pihak yang telah mendukung dan membantu

penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

Kedokteran Gigi kedepannya. Aamiin Ya Allah.

Makassar, 19 Juni 2017

Penulis

vii
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Biji Alpukat (Persea Americana Mill.)
terhadap

Streptococcus mutans

Citra Lestari Nahar


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Sampel penelitian ini adalah
Streptococcus mutans dalam bentuk sediaan. Biji alpukat mempunyai kandungan
senyawa aktif berupa polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, tanin,
monoterpenoid, seskuiterpenoid, dan alkaloid yang diduga mempunyai daya
Bakteriosid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak Biji
alpukat (Persea Americana Mill.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans.
Pengenceran ekstrak biji alpukat antara lain, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Daya
hambat diperoleh berdasarkan pengukuran zona inhibisi yang terbentuk di sekitar
paper disk dengan menggunakan jangka sorong. Analisis statistik dengan
menggunakan program SPSS versi 24.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) yang
dilakukan dengan menggunakan uji one way ANOVA . Hasil penelitian
menunjukkan bahwa diameter zona inhibisi untuk S. mutans pada konsentrasi
ekstrak bawang putih 2% (11.51 mm); 4% (12.39mm); 6% (13.61mm); 8%
(13.53mm); 10% (15.02 mm), sedangkan untuk kontrol postif (7.89 mm). Pada hasil
analisa statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara berbagai
konsentrasi ekstrak biji alpukat dalam menghambat bakteri Streptococcus mutans.
Ini berarti, semakin tinggi konsentrasi ekstrak ekstrak biji alpukat maka semakin luas
diameter zona inhibisi. Ekstrak biji alpukat dapat menmbunuh pertumbuhan bakteri
S.mutans

Kata kunci: Streptococcus mutans, Ekstrak biji alpukat, Bakteriosid

viii
Antibacterial Effectiveness of Avocado Seed (Persea americana Mill.) Extract on
Streptococcus mutans

Citra Lestari Nahar


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS

ABSTRACT

This is a experimental laboratories. This sample of research is Streptococcus mutans


preparations form. Avocado seed has active compound which is polifenol, flavonoid,
triterpenoid, kuinon, tanin, monoterpenoid, seskuiterpenoid, and alkaloid which be
expected has Bakteriosid potency. The purpose of this research is to know the
resister potency of an avocado seed(Persea Americana Mill.) towards the growth of
Streptococcus mutans. The extract of avocado seed dilution contain the following,
2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Resistor potency obtained based on measure zone of
inhibisi that form around the paper disc using a calipers. Statistic analyze using SPSS
versi 24.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) program which conduct using one way
ANOVA seed. The research show inhibisi measure zone for S. mutans on garlic
extract 2% (11.51 mm); 4% (12.39mm); 6% (13.61mm); 8% (13.53mm); 10% (15.02
mm), whereas to positive control (7.89 mm). This means, the higher the extract of an
avocado seed the wider the diameter of inhibisi zone. Extract of an avocado seed
could terminate the accretion of S.mutans bactery.

Key word: Streptococcus mutans, Extract of an avocado seed, Bakteriosid

ix
DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….……...iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………….…...iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………….….. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ .viii
ABSTRACT......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………..………x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang....................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah ................................................................................. 4
1.3. Tujuan penelitian .................................................................................. 5
1.4. Manfaat penelitian ................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alpukat................................................................................................... 6
2.1.1. Pengertian alpukat dan taksonomi ................................................ 6
2.1.2 Karakteristik dan morfologi tumbuhan .......................................... 7
2.1.2.1 Daun .................................................................................. 7
2.1.2.2Bunga .................................................................................. 8
2.1.2.3 Kulit ................................................................................... 8
2.1.2.4 Bunga ................................................................................. 8
2.1.15. Biji ..................................................................................... 9
2.2. Antibakteri ............................................................................................. 11
2.3.Gigi tiruan ................................................................................................ 12
2.3.1. Basis gigi tiruan ............................................................................ 12
2.3.2. Plak pada basis gigi tiruan ............................................................ 13
2.4 Flora normal rongga mulut ...................................................................... 14
2.4.1. Streotococcus mutans ................................................................... 15
2.4.1.1. Definisi dan taksonomi ..................................................... 15
2.4.1.2. Karakteristik dan morfologi ............................................. 16
2.4.1.3. Factor virulensi ................................................................. 17
2.4.2. Staphylococcus aureus .................................................................. 20
2.4.2.1. Definisi dan taksonomi ..................................................... 20
2.4.2.2. Peran Staphylococcus dalam infeksi rongga mulut .......... 22

x
2.4.2.3. Factor pathogen ................................................................ 24
2.4.3. Lactobacillus sp ............................................................................ 27
2.4.3.1. Definisi dan karakteristik ................................................. 27
2.4.3.2. Ekologi Lactobacillus sp mulut pada gigi ........................ 28
BAB III KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori ....................................................................................... 30
3.2 Kerangka Konsep ..................................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian........................................................................................ 33
4.2 Desain penelitian..................................................................................... 33
4.3. Tempat dan waktu penelitian ................................................................. 33
4.4. Sampel .................................................................................................... 33
4.5. Besar Sampel ....................................................................................... 34
4.6. Karakteria Sampel................................................................................... 34
4.7. Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 35
4.8. Alat dan Bahan........................................................................................ 36
4.8.1 Alat..................................................................................................... 36
4.8.2 Bahan ................................................................................................. 37
4.9 Prosedur Penelitian ................................................................................. 37
4.9.1 Sterilisasi alat ..................................................................................... 38
4.9.2 Pembuatan Ekstrak Biji alpukat ......................................................... 38
4.9.3 Pembuatan Media Bakteri .................................................................. 38
4.9.4 Pengenceran ....................................................................................... 38
4.9.5 Uji Daya Hambat ............................................................................... 39
4.9.6 Zona inhibisi ...................................................................................... 39
4.10. Data dan Jenis Data............................................................................... 40
4.11. Alur penelitian ...................................................................................... 41
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 42
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 48
BAB VII PENUTUP
7.1.Kesimpulan ............................................................................................. 54
7.2.Saran ....................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56
LAMPIRAN .......................................................................................................... 62

xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan biji alpukat………………..……………….……....10
Tabel 5.1 Hasil uji daya hambat ekstrak biji alpukat terhadap
pertumbuhan S.mutans……...…………………………………40

Tabel 5.2 Nilai rerata standar deviasi konsentrasi ekstrak biji


alpukat terhadap bakteri S.mutans……...………..……….…42
Tabel 5.3 perbandingan setiap konsentrasi ekstrak biji alpukat
terhadap bakteri S.mutans ………………………...……….….43

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alpukat ……………………………………….…………………..6
Gambar 2.1.2.5 Biji Alpukat………………...……………………………..….10
Gambar 2.4.1 Streptococcus mutans……….....................................................16

Gambar 2.4.2 Staphylococcus aureus………....................................................23

Gambar 2.4. 3 Lactobacillus sp……..……….....................................................26

Gambar 5.1 Grafik hubungan luas zona hambat dan konsentrasi ekstrak
Biji alpukat…………... .…………................................................41

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehilangan gigi merupakan penyebab utama dari perubahan nutrisi seseorang.

Selain itu, kehilangan gigi juga akan mempengaruhi cara berbicara, karena tanpa gigi

kemungkinan besar seseorang akan mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata.

Selain itu kehilangan gigi juga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan anatomis,

fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis.

Tidak adanya gigi, baik sebagian ataupun seluruhnya dapat menyebabkan pengunyahan

menjadi kurang maksimal, maka sudah seharusnya gigi yang hilang diganti dengan

gigitiruan.1

Gigitiruan digunakan untuk menggantikan gigi yang hilang dan mengembalikan

estetika serta kondisi fungsional pasien.2 Pemakaian gigitiruan menyebabkan mukosa di

bawah gigitiruan akan tertutup dalam jangka waktu yang lama, sehingga menghalangi

pembersihan permukaan mukosa maupun gigitiruan oleh lidah dan saliva. Gigitiruan

yang tidak bersih menyebabkan plak yang menempel pada basis gigi tiruan semakin

banyak. Selain itu, permukaan yang kasar pada basis gigitiruan yang menghadap mukosa

merupakan tempat melekatnya mikroorganisme, selanjutnya disebut plak gigi

xiv
tiruan atau denture plaque.3

Kebersihan mulut yang baik dan terpelihara dapat mencegah penumpukan plak

pada permukaan gigi, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gingivitis,

stomatitis, dan penyakit rongga mulut lainnya. Penyakit ini akan semakin parah jika

terus berlanjut dan terjadi penumpukan plak, pada rongga mulut yang kebersihannya

tidak terjaga dengan baik. Selain itu, penyakit rongga mulut lainnya yang sering

terjadi utamanya pada gigi yaitu karies. Mikroorganisme yang sering berada dalam

rongga mulut adalah spesies Candida dan bakteri.4 terutama bakteri Streptococcus.

Golongan Streptococcus mempunyai beberpa strain, tetapi yang dominan dan banyak

ditemukan dalam rongga mulut manusia adalah jenis Streptococcus mutans, serta

Streptococcus sobrinus. Menurut TW Macfarlane dan Samaranayake dalam Clinical

Oral Microbiology menyatakan bahwa S.mutans merupakan bakteri penyebab

terjadinya infeksi pada rongga mulut paling dominan pada manusia.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu spesies bakteri yang dominan

dalam mulut yaitu Streptococcus mutans. Bakteri ini normalnya ada dalam rongga

mulut, namun bila terjadi perubahan pada habitat flora normal ini, populasinya dapat

meningkat dan menyebabkan proses infeksi berlangsung lebih cepat

Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara jumlah

bakteri Streptococcus mutansyang mampu mensintesis polisakarida ekstraseluler

glukan ikatan α (1-3) yang tidak larut dari sukrosa, dapat memproduksi asam laktat

melalui proses homofermentasi, membentuk koloni yang melekat erat pada

permukaan gigi, dan lebih bersifat asidogenik dibanding spesies Streptococcus

lainnya.

2
Peningkatan jumlah mikroorganisme memberikan kontribusi yang besar terhadap

terjadinya denture stomatitis. Faktor penyebab denture stomatitis adalah buruknya

oral hygiene, pemakaian gigitiruan lepasan terus menerus, akumulasi denture plaque,

dan gigitiruan yang tidak pas sehingga membuat trauma pada mukosa. Semua faktor

tersebut memungkinkan peningkatan mikroorganisme pada permukaan mukosa dan

gigitiruan. Berdasarkan penelitian Lahama et al (2015), Hasil penelitian

menunjukkan angka kejadian yang tinggi yaitu sebesar 83,95% responden yang

diduga menderita denture stomatitis, dimana 40,74% responden telah menggunakan

gigitiruan lebih dari lima tahun, 83,95% responden yang tetap menggunakan

gigitiruannya saat tidur dimalam hari, dan 64,19% responden memiliki tiga gejala

klinis denture stomatitis.5

Pencegahan denture stomatitis dapat dilakukan dengan rutin membersihkan gigi

tiruan baik secara mekanik menggunakan sikat gigi atau ultrasonic maupun secara

kimia menggunakan bahan pembersih gigitiruan (denture cleanser) berupa krim,

bubuk cair, atau tablet. Penggunaan bahan pembersih gigitiruan terbukti efektif

mengurangi plak dan mikroorganisme pada gigitiruan, akan tetapi penggunaan

pembersih gigitiruan kimia selain mahal juga dapat menyebabkan kerusakan yang

signifikan pada basis gigitiruan karena pembersih gigitiruan dapat menyebabkan

hilangnya komponen larut dan peliat, atau penyerapan air oleh lapisan bahan

lempeng. Proses ini dapat mempengaruhi sifat dan bahan.6

Berdasarkan hal tersebut penggunaan bahan alami bisa menjadi alternatif untuk

pembersih gigitiruan. Beberapa obat-obatan tradisional yang dilaporkan dapat

berfungsi sebagai bahan desinfektan alami adalah daun sirih, daun gambir, dan daun

3
jambu. Masalah yang dialami dengan bahan pembersih gigitiruan jenis ekstrak daun

sirih yaitu, kurang bersih dan baunya tidak enak.7 Untuk itu perlu diketahui

kandungan dan penggunaan yang optimal dari obat tradisional yang didukung oleh

penelitian, salah satunya adalah buah alpukat.

Alpukat merupakan tanaman obat yang banyak tumbuh di daerah tropis.

Sebagian besar masyarakat memanfaatkan alpukat pada buahnya saja sedangkan

bagian lain seperti biji kurang dimanfaatkan. Biji alpukat memiliki efek hipoglikemik

dan dapat digunakan untuk pengobatan secara tradisional dengan cara dikeringkan

kemudian dihaluskan, dan air seduhannya dapat diminum.8 Beberapa penelitian yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa biji alpukat memiliki kandungan berbagai

senyawa berkhasiat, sebagai antioksidan dan antimikroba khusunya pada bakteri dan

jamur. Telah banyak penelitian tentang efek farmakologis maupun manfaat klinis

dari biji alpukat sebagai antibakteri, namun belum diketahui kandungan yang

terdapat pada biji alpukat yang dapat digunakan sebagai antibakteri. 9,10

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai

efektivitas antibakteri ekstrak biji alpukat terhadap Streptococcus mutans sebagai

penyebab plak pada basis gigi tiruan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah ada pengaruh ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.) sebagai

antibakteri pada Streptococcus mutans?

4
2) Berapakah konsentrasi ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.) yang

efektif menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji alpukat (Persea americana Mill.)

sebagai antibakteri pada Streptococcus mutans?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan

Memberikan informasi khususnya di bidang Prostodonsia mengenai daya

hambat ekstrak biji alpukat terhadap bakteri S.mutans sehingga dapat

digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat untuk masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kandungan biji alpukat

dapat dijadikan sebagai salah satu bahan yang akan digunakan sebagai

denture cleanser sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit

infeksi rongga mulut akibat pemakaian gigi tiruan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alpukat

2.1.1 Pengertian alpukat dan taksonomi

Alpukat atau Persea americana merupakan tumbuhan penghasil buah meja

dengan nama yang sama. Tumbuhan ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah

dan kini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah sebagai

tanaman monukultur.8 Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di

daerah tropis seperti Indonesia. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang

digemari banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya

antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100 g daging buah.9

Gambar 2.1 Alpukat


(Sumber : Khasiat Dahsyat Alpukat Mengobati dan Mencegah Semua Penyakit. Hal. 10,12.)

6
Kedudukan tanaman alpukat dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan,

diklasifikasikan sebagai berikut:8

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae

Marga : Persea

Varietas : Persea Americana Mill.

2.1.2 Karakteristik dan morfologi tumbuhan

Alpukat merupakan tanaman, dengan batang mencapai tinggi 20 m dengan daun

sepanjang 12 hingga 25 cm. Bunganya tersembunyi dengan warna hijau kekuningan

dengan ukuran 5 hingga 10 milimeter. Ukuran buah alpukat bervariasi dari 7 hingga

20 milimeter, dengan massa 100 hingga 1000 gram, biji yang besar dari 5 hingga 6,4

sentimeter.8

2.1.2.1 Daun

Daunnya panjang (lonjong) tersususun seperti lilin dan kelat terpusat pada ujung

ranting, rasanya pahit berkhasiat sebagai diuretik dan menghambat pertumbuhan

beberapa bakteri.10 Selain itu, berkhasiat untuk menyembuhkan darah tinggi dan

sakit kepala. Daun alpukat secara historis telah dijadikan sebagai obat herbal yang

7
dimanfaatkan sebagai pelancar pengeluaran air seni, penghancur batu di saluran

kemih, dan sebagai obat sariawan.11 Selain itu Ekstrak etanolik yang terdapat pada

daun alpukat berdasarkan uji kromatografi lapis tipis mengandung senyawa

flavonoid, saponin, dan alkaloid. Hasil uji sitotoksik menunjukkan ekstrak etanolik

daun alpukat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan sel kanker leher rahim

HeLa dengan nilai IC50 360 μg/ml.12

2.1.2.2 Bunga

Bunga alpukat keluar pada ujung cabang atau ranting dalam tangkai panjang.

Bunganya sempurna (dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari), tetapi tidak

serempak dan memiliki warna putih.10

2.1.2.3 Kulit

Kulit alpukat terkandung beberapa senyawa kimia (flavonoid) yang diduga dapat

bekerja sebagai bahan aktif tabir surya. Flavonoid merupakan antioksidan yang kuat

dan juga sebagai pengikat ion logam yang diduga mampu mencegah efek bahaya dari

sinar UV atau setidaknya mampu mengurangi kerusakan kulit.13

2.1.2.4 Buah

Buah alpukat (Persea americana Mill.) memiliki bentuk yang bulat hingga

lonjong. Beratnya dari 300-800 g per buah, tetapi hanya berbiji satu (tunggal).

kandungan lemak yang cukup tinggi, yakni berkisar antara 4%-5% tergantung pada

varietasnya, tingkat ketuaan, dan lokasi tumbuhnya. Selain itu buah alpukat

mengandung banyak vitamin A, B, E, serta mineral dan kalori yang umumnya lebih

tinggi dari pada buah-buahan lain. Buah alpukat bahkan dinyatakan baik terhadap

8
penderita penyakit kencing manis (diabetes melitus) dan kolestrol tinggi.

Berdasarkan penelitian Diana (2014), ekstrak buah alpukat mengandung asam lemak

tak jenuh tunggal (asam oleat). Asam oleat berfungsi memperlambat kerontokan dan

mempercepat pertumbuhan rambut. Asam oleat merupakan antioksidan untuk

melindungi rambut dari ancaman produk perawatan rambut yang berbahan kimia,

polusi dan perlakuan buruk terhadap rambut serta rambut yang rusak karena kurang

nutrisi.10,14

2.1.2.5 Biji

Biji alpukat memiliki selaput kulit yang memisahkan antara buah dan biji, bila

sudah tua selaput kulit biji akan berwarna kekuningan. Biji alpukat sering terbuang

pada waktu penggunaan buahnya, dengan asumsi bahwa kandungan kimia dalam

buah lebih tinggi dibandingkan dengan bijinya. Namun biji alpukat diketahui

memiliki efek antioksidan yang cukup baik. Antioksidan dalam pengertian kimia,

merupakan senyawa pemberi elektron. Antioksidan bekerja dengan cara

mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga

aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat. Antioksidan menstabilkan radikal

bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan

menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Salah satu

metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode 1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil (DPPH). Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer

elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas

dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas

9
DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi

kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang.

Gambar 2.1.2.5 Biji Alpukat


(Sumber : Budi Daya Alpukat. Hal 16)

Selain itu biji alpukat memiliki efek hipoglikemik dan dapat digunakan untuk

pengobatan secara tradisional dengan cara dikeringkan kemudian dihaluskan, dan air

seduhannya dapat diminum. Biji alpukat dipercaya dapat mengobati sakit gigi, maag

kronis, hipertensi, diabetes melitus, dapat menurunkan kadar glukosa, dan dapat

digunakan sabagai antimikroba.15,16,17

Tabel 2.1Kandungan Biji Alpukat

Senyawa Komposisi Asam Lemak


Polifenol Palmetic Acid C16:1 (11,85%)
Flavonoid Palmitoleic Acid C16:1 (3,98%)
Triterpenoid Stearic Acid C18:0 (0,87%)
Kuinon Oleic Acid C18: 17 (70,54%)
Tanin Linolenic Acid C18:2 ( 9,45%)
Monoterpenoid Linolenic Acid C18:3 (0,87%)
Seskuiterpenoid Arachidic Acid C20:0 (0.50%)
Alkaloid Eliosenoic Acid C20:1 (0,39%)
Behenic Acid C22:0 (0,61%)

10
Lignoceric Acid C24:0 (0,34%)

(Sumber : Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Metode Ekstraksi. J
Teknik Kimia.2010; 2(17): 7. )

2.2 Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan.

Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan

menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk kedalam

antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Antimikroba

dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat

pertumbuhan bakteri), fungisidal, fungistatik atau menghambat germinasi spora

bakteri. Kemampuan suatu zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan mikroba

dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :18,19

a. Konsentrasi zat

b. Suhu lingkungan

c. Waktu penyimpanan

d. Sifat-sifat mikroba meliputi jenis, jumlah, umur, dan keadaan mikroba

e. Sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah

senyawa di dalamnya.

Kriteria ideal suatu antimibakteri antara lain harus memiliki sifat-sifat sebagai

berikut : aman, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, citarasa dan aroma

11
makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan,

tidak menyebabkan timbulnya galur resisten, sebaiknya bersifat membunuh daripada

hanya menghambat pertumbuhan bakteri. Penghambatan aktivitas antimikroba oleh

komponen bioaktif tanaman dapat disebabakan oleh beberapa faktor, antara lain : 18,19

a. Gangguan pada senyawa penyusun dinding sel

b. Peningkatan permeabilitas membran sel yang menyebabkan kehilangan

komponen penyusun sel

c. Menginaktifasi enzim metabolik

d. Destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.

2.3 Gigitiruan

2.3.1. Basis Gigitiruan

Selama bertahun-tahun berbagai bahan telah digunakan untuk membuat basis gigi

tiruan. Bahan yang paling umum digunakan adalah polimer seperti polimetil

metakrilat (PMMA) atau resina krilik. Polimetilmetakrilat memiliki sifat mekanik

dan estetika baik, dan mudah dikerjakan. Proses polimerisasi dari PMMA melibatkan

konversi dari molekul monomer rendah kemolekul polimer tinggi.20

Basis gigitiruan resin dibentuk oleh proses polimerisasi tambahan melalui

pelepasan radikal bebas. Reaksi melewati tiga tahap, yaitu aktivasi daninisiasi,

propagasi, dan akhirnya, penghentian. Inisiator seperti benzoyl peroxide

menghasilkan radikal bebas, yang memicu reaksi berantai. Aktivasi ini siator dapat

12
dicapai melalui aktivasi panas, bahan kimia, seperti aminatersier, atau dengan

sumber energi lainnya, seperti visible light-activated (VLA) uretan dimethacrylate,

atau melalui radiasi elektromagnetik seperti aktivasi microwave.20

Menurut American Dental Association (ADA,1974) terdapat dua jenis

akrilik, yaitu heat cured polymer dan self cured polymery, yang masing-masing

terdiri dari bubuk yang disebut polimer dan cairan yang disebut monomer. Bahan ini

disukai karena dapat diwarnai sesuai dengan warna yang dikehendaki dan tidak

membutuhkan alat khusus atau relatif tidak mahal untuk memrosesnya.20

Bahan basis gigitiruan akrilik polimetilmetakrilat, disamping mempunyai

keuntungan, bahan tersebut juga mempunyai kekurangan, yaitu menyerap cairan dan

mempunyai sifat porus yang merupakan tempat ideal bagi sisa makanan untuk

melekat, sehingga mikroorganisme rongga mulut dapat tumbuh dan berkembang biak

pada daerah tersebut.21

Selain itu pemakaian gigitiruan yang terus menerus dapat menimbulkan beberapa

reaksi terhadap jaringan karena mukosa di bawah gigitiruan akan tertutup dalam

waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa rongga

mulut maupun gigitiruan oleh lidah dan saliva mengakibatkan perlekatan

mikroorganisme, antara lain Candida albicans. Permukaan basis gigitiruan akrilik

yang menghadap mukosa adalah bagian yang kasar/tidak dipolis sehingga

memudahkan terjadinya penumpukan plak dan sisa makanan. Penumpukan plak dan

13
sisa makanan akan meningkatkan koloni bakteri seperti S. mutans, S. aureus dan

C.albicans yang dalam waktu lama bisa mengakibatkan denture stomatitis.22

2.3.2. Plak Pada Basis Gigitiruan

Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang tidak terkalsifikasi terdiri dari

mikroorganisme yang melekat pada permukaan gigi atau objek lainnya di rongga

mulut seperti restorasi, gigi tiruan dan kalkulus yang berwarnah putih keabu-abuan

atau kuning. salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan plak yaitu

adhesi dan perlekatan bakteri. Bakteri yang terdapat pada lapisan plak memiliki

pelindung glikoprotein dan enzim yang memungkinkan bakteri tersebut melekat pada

hidroksi apatit, pelikel, matriks, dan bakteri lain. Bakteri paling kariogenik yang

berperan dalam pembentukan plak adalah Streptococcus mutans. 23,24

Organisme tersebut tumbuh ,berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstra-sel

yang lengket dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri sehingga dalam beberapa

hari plak ini akan bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme

seperti C. albicans dan S. aureus.25,26

2.4 Flora Normal Rongga Mulut

Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan

selaput lendir/mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal

pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya

zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai

14
peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian

tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat

menimbulkan penyakit. Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Staphylococcus

aureus , Streptococcus mutans, dan Candida albicans. Pada keadaan tertentu

bakteri-bakteri tersebut bisa berubah menjadi pathogen karena adanya faktor

predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut, salah satunya kebersihan dari gigi

tiruan.27,28,29

2.4.1. Streptococcus mutans

2.4.1.1 Defenisi dan Taksonomi

Streptococcus mutans adalah bakteri anaerob fakultatif, gram-positif dan

berbentuk coccus yang umum ditemukan dalam rongga mulut manusia dan

merupakan kontributor yang signifikan terhadap kerusakan gigi.30

Kedudukan Streptococcus mutans dalam sistematika (taksonomi), diklasifikasikan

sebagai berikut:30

Kingdom : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Lactobacillales

Family : Streptococcaceae

15
Genus : Streptococcus

Species : S. Mutans.

2.4.1.2 Karakteristik dan Morfologi

S.mutans merupakan bakteri spesifik penyebab karies gigi dan pembentuk plak.

S.mutans merupakan salah satu jenis bakteri yang termasuk dalam kelompok

Streptococcus α-haemolyticus yang terdiri dari 7 subspecies yaitu serotipe-a sampai

serotipe-g. S.mutans serotipe-cn merupakan salah satu galur yang paling tersebar

pada populasi manusia dan sekitar 80% isolat plak berisi serotipe-c.31 Bakteri

S.mutans ini biasanya mempunyai adesin yang berupa protein yang terletak diujung

pili atau fimriae atau adesin ini terdapat pada membran bakteri (permukaan didining

sel) yang biasa disebut dengan afimbriae protein. Pili atau fimbriae ini

memperantarai perlekatan bakteri pada molekul permukaan sel host sel host yang

berfungsi sebagai reseptor dari pili ini biasanya merupakan residu dari glikoprotein

atau glikolipid.32

Gambar 2.4.1 S.mutans

16
Sumber: S.mutans Available from:
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2007/allmann_ambe/habitat_and_geograp
hy.html
[diunduh pada 4 Desember 2016].

S.mutans merupakan bakteri gram positif berbentuk ovoid dengan diameter 0,5-

0,75 μm. S.mutans ditemukan berpasangan dengan rantai pendek atau rantai medium

dan tidak berkapsul, dalam lingkungan asam. Bakteri ini dapat berbentuk batang

pendek dengan panjang 1,5-3,0 μm. Habitat utama S.mutans pada rongga mulut,

faring dan usus.24,25 S.mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,

asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu

polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, S.mutans

bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri-bakteri lain.30

2.4.1.3 Faktor Virulensi

Sifat virulensi melibatkan derajat patogenitas berupa kemampuan

mikroorganisme menimbulkan kerusakan pada host. Virulensi terdiri atas sifat

bakteri dalam berinteraksi dengan host, faktor yang meningkatkan masuknya bakteri,

kolonisasi dan pertumbuhan patogen pada host, kemampuan dalam melawan

pertahanan dari host dan untuk memperoleh nutrisi.33 Streptococcus mutans ini

mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyltransferase yang dapat menyebabkan

polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat

mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri

dari ikatan glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket,

sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri S.mutans untuk

berkembang dan membentuk plak gigi. S.mutans melekat pada permukaan gigi

17
dengan glukan, produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor

virulensi yang penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil

reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya

glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan. S.mutans menghasilkan dua

enzim, yaitu glucosyltransferase dan fruktosyltransferase. Enzim-enzim ini bersifat

spesifik untuk substrat sukrosayang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan atau

levan.34

Faktor-faktor virulensi S.mutans meliputi kemampuan untuk memproduksi

adhesin, enzim glukosiltransferase dan glucan-binding protein.33,35

a. Adesin

Adesin memiliki banyak fungsi di antaranya yaitu menginisiasi perlekatkan

S.mutans pada partikel di permukaan gigi melalui sel reseptor saliva dan

berperan dalam koagregasi dengan bakteri lain.36,37

b. Enzim Glukosiltransferase (GTFs)

Fungsi GTFs pada S.mutans yaitu mensintesa sukrosa menjadi adhesive

glukan. Glukan ini merupakan perantara kuat melekatnya sel bakteri ke

permukaan gigi, permukaan plak gigi tiruan dan juga perlekatan antara

bakteri sendiri. Adanya glukan juga dapat memodulasi permeabilitas plak

dengan meningkatkan jumlah produk asam pada permukaan gigi serta

bertindak sebagai sumber energi bagi bakteri. GTFs memiliki dua fungsi

domain yaitu bagian ujung amino merupakan domain katalitik yang

bertanggungjawab untuk memecah sukrosa, sedangkan bagian ujung

18
karboksil merupakan domain glucan binding yang bertanggung jawab untuk

mengikat sintesa polimer glukan. S.mutans menghasilkan tiga tipe enzim

GTFs yaitu GTFB, GTFC, dan GTFD. Tiga GTFs ini berpatisipasi dalam

proses adhesi sucrose-dependent.33,35

a) GTFB berfungsi mensintesa glukan yang tidak larut (water insoluble-

glucan) dan berisi banyak α 1,3-glucose linkage.

GTFC menghasilkan polimer dengan sifat dua glukan yaitu water

soluble glucan dan water insoluble-glucan (yang utama menghasilkan

water insoluble).

b) GTFD berfungsi mensintesa glukan yang dapat larut (water soluble)

dan berisi α 1,6-glucose linkage.

c. Glucan-Binding Protein (GBP) S.mutans berinteraksi dengan glukan melalui

Glucan- Binding Protein (Gbps). S.mutans memproduksi beberapa Glucan-

Binding Protein (Gbps) yaitu GbpA, GbpB, GbpC, dan GbpD. Gbps

bertindak sebagai mediator pengikat sintesa glukan yang berasal dari sukrosa

yang dihasilkan oleh enzim GTFs. Peran Gbps dalam virulensi S.mutans

diimplikasikan dalam bentuk kohesi pembentukan plak, dan atau perlekatan

sel serta akumulasi S.mutans dalam plak.

a) Secara molekul GbpA homolog dengan domain Glucan-Binding dari

GTFB dan GTFC S.mutans. GbpA berpartisipasi dalam perlekatan sel

ke permukaan gigi dalam kohesi pembentukan plak. Keduanya

berkontribusi terhadap sifat kariogenik S.mutans.

19
b) Penelitian menunjukkan GbpB memiliki fungsi yang berbeda dari Gbps

lainnya. GbpB merupakan protein yang esensial dalam pengaturan

dinding sel dan sintesa.

c) Protein GbpC berfungsi sebagai dinding sel penjangkar (anchorage)

protein permukaan dari S.mutans. Hal ini disebabkan GbpC berisi

sebuah membran penjangkar dan cell-wall binding sites, oleh karena itu

protein ini berpartisipasi dalam perlekatan awal S.mutans ke permukaan

gigi.

d) GbpD berfungsi sebagai sebuah enzim sejak asam aminonya homolog

dengan alfa dan beta hidrolase dari enzim. GbpD baru-baru ini

ditemukan memiliki homolog yang tinggi dengan GbpA dan GTFs.

2.4.2 Staphylococcus aureus

2.4.2.1 Defenisi dan taksonomi

S.aureus adalah bakteri yang berasal dari kata “staphele” dalam bahasa Yunani

yang berarti anggur dan kata “aureus” dalam bahasa latin berarti emas. Nama

tersebut diberikan berdasarkan atas bentuk sel-sel bakteri tersebut jika dilihat di

bawah mikroskop dan warna keemasan yang terbentuk jika bakteri tersebut

ditumbuhkan dalam suatu media pertumbuhan. S.aureus termasuk family

Micrococcaceae, kecuali pada beberapa strain. Beberapa di antaranya tergolong flora

normal dalam kulit, orofaring, dan selaput mukosa manusia dan sering menyebabkan

abses dan berbagai infeksi lainnya. Kuman ini sering ditemukan sebagai kuman flora

20
normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi

baik pada manusia maupun hewan. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai

pembenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta

menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Beberapa

diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, golongan

lainnya menyebabkan pernanahan, abses berbagai infeksi piogen, dan bahkan

septicemia yang fatal. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat

antimikroba sehingga menimbulkan masalah pengobatan yang sulit.

Genus Staphylococcus terdiri dari sekurangnya 30 spesies. Tiga spesies utama

yang penting secara klinik adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis,

Staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bentuk

koagulasi positif, hal ini membedakannya dengan spesies lain. Staphylococcus

aureus merupakan pathogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan

mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam

beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi

berat yang mengancam jiwa.

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan pigmen

kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya

tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0. S.

aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37 C dengan waktu pembelahan 0,47

jam. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya

perubahan hormon, adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau

21
obat lain yang mempengaruhi imunitas shingga terjadi pelemahan inang. Infeksi

Staphylococcus aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya

bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritis. Sebagian besar penyakit yang

disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut

piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi

H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebakan fibrin

berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena

menggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim terakumulasi disekitar bakteri

sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis

terhambat.38,39,40

Kedudukan Staphylococcus aureus dalam sistematika (taksonomi), diklasifikasikan

sebagai berikut:

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : S. Aureus.

S.aureus adalah bakteri gram positif yang menghasilkan enzim koagulase.

Bakteri ini menempati hidung, tenggorokan, ketiak, sela jari kaki dan perineum pada

22
orang yang sehat tanpa menyebabkan infeksi klinis. S.aureus adalah penyebab

tersering infeksi piogenik (pembentukan nanah) dan menyebabkan beragam infeksi

yang meliputi bisul, abses, jariseptik, stye impetigo dan mata lengket pada

neonates.41

2.4.2.2 Karakteristik dan morfologi

Staphylococcus berbentuk bulat dengan diameter dalam kelompok secara kira-

kira 1 μm, yang tersusun tidak beraturan. Biakan pada medium cair bisa juga terlihat

sebagai kokus tunggal, berpasangan, berempat, atau membentuk rantai pendek.Pada

pembiakan mikroorganisme yang sudah berkembang, sel-sel dari S.aureus serempak

merupakan gram positif dan bentuknya teratur dan memiliki diameter 0,5 – 1,5 μm.

Pada pembiakan terdahulu, pada lesi-lesi yang terurai, dan pada beberapa antibiotik,

sel-sel tersebut terkadang menjadi lebih bervariasi dalam ukurannya dan beberapa sel

tersebut kehilangan gram positifnya. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup S.aureus

tergantung pada sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, aktivitas air, PH, oksigen,

dan komposisi makanan. Parameter pertumbuhan bervariasi untuk berbagai S.

aureus, kisaran suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 7-48 ° C hingga 37 ° C.

S. aureus tahan terhadap pembekuan dan bertahan dengan baik dalam makanan yang

disimpan di bawah -20 ° C namun, kelangsungan hidup berkurang pada suhu -10

sampai 0 ° C. 42

23
Gambar 2.3.1 Staphylococcus aureus

Sumber: S.aureus Available from:


http://www.bacteriainphotos.com/Staphylococcus%20aureus%20electron
%20microscopy.html
. [diunduh tanggal 2 Desember 2016].

2.4.2.3 Peran Staphylococcus penyebab infeksi di dalam rongga mulut

Salah satu mekanisme pertahanan dari S.aureus adalah kapasitas untuk

membentuk biofilm. Bakteri yang tertanam di dalam biofilm sering sulit untuk

dimatikan dengan regimen antibiotik standar. Akibatnya, banyak pengobatan infeksi

kronis terhalang oleh biofilm dari S. aureus, termasuk endokarditis dan osteomyelitis

Berdasarkan penelitian Sander Croes et al (2009), pada 0,1 % glukosa , lebih dari 60

% dari strain S. aureus yang terkait dengan Multilocus Sequence Typing (MLST)

Clonal Complex (CC)8 menghasilkan sejumlah besar biomassa, dibandingkan

dengan 0-7% untuk berbagai garis keturunan klonal lainnya.43

Biasanya infeksi Staphylococcus menyebabkan terbentuknya suatu kantung berisi

nanah, yaitu abses dan bisul. Staphylococcus dapat menyebar melalui pembuluh

darah dan menyebabkan abses pada organ dalam (seperti paru-paru), tulang,

24
berkolonisasi sementara dalam rongga mulut dan jarang diketahui sebagai spesimen

klinis.44

Kelompok yang rentan terhadap infeksi Staphylococcus antara lain:44

a. Bayi baru lahir

b. Ibu menyusui

c. Penderita penyakit kronis (terutama penyakit paru-paru, diabetes,dan kanker)

d. Penderita kelainan kulit dan luka bedah

e. Penderita yang mendapatkan terapi kortikosteroid, radiasi, obatobat

imunosupresan atau obat anti – kanker.

2.4.2.4 Faktor-faktor patogen dari S.aureus

Mekanisme dari S.aureus dalam menyebabkan penyakit merupakan multi faktor,

melibatkan toksin, enzim, dan komponen seluler. Patogenitasnya merupakan efek

gabungan dari berbagai macam metabolit yang dihasilkan. Kuman pathogen

(S.aureus) bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk koagulase, mencairkan

gelatin, membentuk pigmen kuning emas dan meragikan manitol. 42

a. Enterotoxin A, B, C, D, E dan H menyebabkan gejala gastrointestinal akut

yang dihubungkan dengan racun pada makanan. Enterotoxin resisten pada

enzim dalam traktus gastrointestinal.

b. Exfoliatin atau epidermiolitik toxin merupakan agen yang bertanggung jawab

untuk memproduksi Staphylococcal scaled syndrome (ritter’s disease) pada

jaringan baru untuk toxin epidermal necrolysis pada orang tua. Toksin ini

25
merupakan enzim proteolitik yang memisahkan epidermis pada lapisan

granuler.

c. Toxic Shock Syndrome (TSS) memberikan banyak sifat biologis bersama

dengan enterotoxin yang bertanggung jawab dalam pembentukan supra

antigen keduanya hanya dapat menstimulasi sebanyak 10% dari sel T pada

manusia. Ketiga antigen normal hanya dapat menstimulasi sekitar

1/1.000.000 sel T. Intensitas respon imun ini meningkat produksi interleukin

1 dan 2. Faktor nekrosis tumor dan interferon.

d. Alpha toxin merupakan eksotoxin yang letal pada banyak sel dalam

konsentrasi yang rendah. Alpha toxin melisis sel darah merah,

menghancurkan platelet dan menyebabkan nekrosis pada kulit.

e. Leukocidin letal pada neutrophils melalui penghancuran membrane secara

perlahan.

f. Koagulase mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Dalam proses ini koagulasi

melindungi Staphylococcus dari mekanisme pertahanan tubuh dan antibiotik.

Selain itu, Staphylococcus koagulase positif tumbuh dengan baik pada serum

normal manusia. Sementara Staphylococcus koagulase negatif tidak.

g. Protein A mengikat setengah Fe dari IgG 1 dan 2 menghalangi opsonisasi dari

mediasi antibodi.

h. Kapsul utama dari S.aureus diisolasi dari spesimen klinis yang dimiliki

kapsul polisakarida yang dapat berinteferensi yang mudah bercampur dengan

fagositosis.

26
2.4.3 Lactobacillus sp

2.4.3.1 Defenisi dan Karakteristik

Lactobacillus adalah batang gram-positif ditemukan dalam flora pencernaan dan

genitourinari normal. Mereka sering dianggap sebagai kontaminan tanpa signifikansi

klinis atau sebagai patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi pada

individu immunocompromised . Lactobacillus sp merupakan bakteri yang paling

sering diisolasi dari rongga mulut dengan jumlah 1 % dari total mikroflora.

Lactobacillus sp dapat ditemukan pada seluruh permukaan mukosa, gigi geligi, dan

saliva di dalam rongga mulut. Koloni lactobacillus biasanya putih, cembung, rata,

bulat, bergerombol dan berdiameter 2-5 mm Sel lactobacillus biasanya besar,

mempunyai lebar 0,5-1 mikrometer dan panjang 1,5-5 mikrometer, berbentuk batang

teratur, namun kadang tumbuh dengan bentuk kokus atau tidak tetap, tergantung

pada kondisi kultur dan spesies, seperti terlihat pada gambar. Lactobacillus selalu

tumbuh berantai dan termasuk kelompok bakteri gram positif. Beberapa spesies

bergerak dengan menggunakan petrichous flagell.45

27
Gambar 2.4.3 Lactobacillus sp.
Sumber : Lactobacillus sp Available from:
http://atlas.medmicro.info
[diunduh pada 6 Desember 2016].

Spesies Lactobacillus tumbuh secara optimal di bawah kondisi anaerobik, selain

itu Lactobacillus juga dapat tumbuh pada konsentrasi oksigen yang rendah, jika

lingkungan dilengkapi dengan karbondioksida sebesar 5%-10% ,spesies

Lactobacillus yang paling umum adalah L. casei, L. achidophilus, L.salivarius, L.

plantarum, L. brevis, L. cellobiosus, dan L. bucheri.45,46

2.4.3.2 Ekologi Lactobacillus sp Mulut Pada Plak Gigi

Lactobacillus, sama seperti bakteri noral rongga mulut lainnya, yaitu

berkolonisasi pada mulut dalam jumlah yang sedikit atau kadang tidak dapat di

deteksi. Lactobacillus ditemukan dalam saliva, gigi, pada dorsum lidah, mukosa

vestibular, dan pada hard palatum pada manusia.Proporsi Lactobacillus dalam saliva,

ditunjukkan sebagai presentase dari kultur flora anaerob 10 sampai 100 kali lipat

28
lebih banyak lebih tinggi dibandingkan pada permukaan giigi, tapi jumlahnya

sebanding dengan jumlah Lactobacillus pada permukaan epitelial. Hubungan antara

spesies Lactobacillus pada permukaan gigi sangat sedikit bla dibandingkan dengan

S.sanguis akan tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan S.salivarius.

Lactobacillus dan kedua golongan Streptococcus tersebut melekat pada dorsum

lidah, sedangkan afinitas Lactobacillus dan S.salivarius. Pada mukosa vestibular

adalah sekitar satu setengah dari S.sangui.45,46

29

Anda mungkin juga menyukai