Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN TANAMAN SAWIT


MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN SAWIT

DISUSUN OLEH :

NOVANANDA SALSABILLA
(1903016125)

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
            Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu
jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian 
umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian
banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang
menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi
Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang
akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak
sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan  kualitas dan kuantitas produksi
kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu
diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit.
(Sastrosayono 2003).           
            Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat
menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan
manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia.
Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat,
juga sebagai sumberdevisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia
saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada
tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah
meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton
CPO (Sastrosayono 2003).
            Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona
Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit  tetap
bertahan dan memberi sumbangan besar  terhadap perekonomian negara. Selain
mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu
sumber devisa terbesar bagi Indonesia.  Data dari Direktorat Jendral Perkebunan
(2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008
dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan
luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas
kelapa sawit  adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha
pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus
dipertahankan. Untuk mempertahankan produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan
pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan Tanaman Menghasilkan
(TM)  adalah pengendalian hama dan penyakit.
            Sektor  perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian
yang berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam
pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor perkebunan dapat
menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan sumber
daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil akan dapat
menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar.
Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang
diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan budidaya yang
sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek
pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit
adalah pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik
dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman.
B . Tujuan
            Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara
budidaya tanaman kelapa sawit dan pemeliharaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Tanaman Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, skunder,
tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan
akar skunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar
kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa
sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman sekitar 1 meter dan
semakin ke bawah semakin sedikit (Setyamidjaja, 2006).
            Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang
terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko,
2008).     Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut. Daun pupus
yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah  pertumbuhan daun
pupus tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun
normal berjumlah 80-120 lembar (Setyamidjaja, 2006).
            Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaan
angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008). Tandan buah tumbuh di ketiak
daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit,
sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur
tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang
dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi,
dari beberapa ons hingga 30 kg (Setyamidjaja, 2006).
            Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di
daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang
dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata
sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari
dan suhu optimum berkisar 240-380C. Ketinggian di atas permukaan laut yang
optimum berkisar 0-500 meter (Setyamidjaja, 2006). Di daerah-daerah yang musim
kemaraunya tegas dan panjang, pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat,
yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh
pada produksi melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme
dalam tubuh tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan
meningkatnya produksi buah. Suhu 200C disebut sebagai batas minimum bagi
pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-230C diperlukan untuk
berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Kelapa
sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika.
Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti persyaratan faktor
iklim.
            Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis tanah untuk menjamin
ketersediaan air dan ketersediaan bahan organik dalam jumlah besar yang berkaitan
dengan jaminan ketersediaan air (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Tanah
yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit
karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat
kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga
tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).Karena itu, drainase tanah yang akan
dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika
musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Syarat Tumbuh
            Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan
kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat
berproduksi secara maksimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya,
dan penerapan teknologi.
a)      Iklim

 Curah hujan dan kelembaban


Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah tropik, dataran
rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500-
3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah
pertanaman yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran
rendah yakni antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Pada
ketinggian tempat lebih 500 meter di atas permukaan laut,
pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan produksinya pun
akan rendah

 Penyinaran matahari
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5
jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal baik
karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang
tinggi dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau
malam hari.

 Suhu
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa
sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa sawit
berada antara 25-27 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi
suhu yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu
semakin rendah hasil yang diperoleh. Suhu, dingin dapat membuat
tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.
b)      Tanah
            Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal bergantung pada
karakter lingkungan fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis
tanah yang baik untuk bertanam kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah
kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut tipis.
Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit ditentukan oleh dua hal, yaitu
sifat-sifat fisis dan kimia tanah.

 Sifat fisik tanah


            Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang datar atau sedikit
miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur,
permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah.
            Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga harus mampu menahan air yang
cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara tambahan. Tanah yang
kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Dalam
menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis tanah di antara
tipe-tipe tanah memang relatif sulit.

 Sifat kimia tanah


            Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH 4,0-6,5 dan pH
optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada
daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah organosol atau gambut
mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral dengan lapisan bahan organik
yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH rendah.

3.2 Teknik budidaya tanaman kelapa sawit

 Persiapan Lahan
Pembukaan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan dalam
budidaya Kelapa Sawit yang sudah ditentukan jadwalnya berdasarkan tahapan
pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jenis lahannya(areal) hutan,
areal alang-alang, areal gambut.
Supaya areal tersebut dapat ditanami Kelapa sawit maka areal tersebut
harus bersih dari vegetasi atau semak belukar yang akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok. Sedangkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan tanaman Kelapa sawit dibutuhkan suatu
perencanaan tata ruang kebun yang direncanakan pada saat pembukaan lahan
dan sebelum penanaman Kelapa sawit (Setyamidjaja, 2003).

 Pembibitan
Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan
bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi
pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh
rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan
sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan
berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan
dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi
kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan
penanaman (transplanting).
Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk menghasilkan bibit yang baik dan
berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan pedoman kerja yang dapat
menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapang.  Untuk itu
berikut ini disampaikan tahapan pembibitan, mulai dari persiapan, pembibitan
awal dan pembibitan utama. 

 Pemilihan Lokasi
1) Penentuan lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan
sebagai berikut:
2) Areal pembibitan harus terletak sedekat mungkin dengan daerah yang
direncanakan untuk ditanami dengan memperhitungkan biaya pengangkutan
bibit
3) Areal diusahakan mempunyai topografi datar dan berada di tengah-tengah
Kebun
4) Dekat dengan sumber air dan air tersedia cukup untuk penyiraman, dengan
kualitas yang memenuhi syarat.
5) Dekat dengan tempat pengambilan media tanam untuk pembibitan.
6) Drainase baik, sehingga pada musim hujan tidak tergenang air.
7) Lokasi Pembibitan mempunyai jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai
kondisi baik.
8) Dekat dengan tenaga kerja lapangan sehingga memudahkan dalam
pengawasan.
9) Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, serta mempunyai sanitasi
yang baik.

 Luas Pembibitan
Kebutuhan areal pembibitan umumnya 1,0–1,5% dari luas areal
pertanaman yang direncanakan. Luas areal pembibitan yang dibutuhkan
bergantung pada jumlah bibit dan jarak tanam yang digunakan. Dalam
menentukan luasan pembibitan perlu diperhitungkan pemakaian jalan, yang
untuk setiap hektar pembibitan diperlukan jalan pengawasan sepanjang 200 m
dengan lebar 5 m.

 Sistem Pembibitan
a. Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua
tahapan pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum
kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang
menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa
sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (Main Nursery).  Sedangkan
pada sistem pembibitan  dua tahap (double stage), dilakukan pembibitan
awal (Pre Nursery) terlebih dahulu selama ± 3 bulan pada polybag berukuran
kecil dan selanjutnya dipindah ke pembibitan utama (Main Nursery)  dengan
polybag berukuran lebih besar.
b. Sistem pembibitan dua tahap banyak dilaksanakan oleh perusahaan
perkebunan, karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain:
c. Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu
persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama.
d. Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui
beberapa tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan
utama.
e. Seleksi yang ketat (10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan
tanah dan polybag besar di pembibitan utama.

 Media Tanam
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang
berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20
cm. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta
bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan bahan kimia). Bila
tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan
perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum
dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan
ayakan kasar berdiameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan untuk
membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material
lainnya.
 Kantong Plastik (Polybag)
 Ukuran polybag tergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap
pembibitan awal (Pre-Nursery), polybag yang digunakan berwarna putih atau
hitam dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, dan tebal 0,07 mm. Setiap
polybag dibuat lubang diameter 0,3 cm sebanyak 12-20 buah.
 Pada tahap pembibitan utama (Main-Nursery) digunakan polybag berwarna
hitam dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 37-40 cm dan tebal 0,2 mm. Pada
setiap polybag dibuat lubang diameter 0,5 cm sebanyak 12 buah pada
ketinggian 10 cm dari bawah polybag.

 Pembibitan Awal ( Pre-Nursery )


 Benih yang sudah berkecambah dideder dalam polybag kecil, kemudian
diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang
bedengan secukupnya. Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 x 23 cm
atau  15 x 23 cm ( lay flat ). Polybag diisi dengan 1,5 – 2,0 kg tanah atas yang
telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase.
 Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm.
Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3 – 4 bulan dan
berdaun 4 – 5 helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pembibitan
utama (main-nursery). Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap
lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapt
menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit.
 Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha
memperoleh kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap
kerusakan karena siraman.

 Pembibitan Utama ( Main-Nursery )


 Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih
besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm(lay flat), tebal 0,11 mm
dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase. Polybag diisi dengan
tanah atas yang telah diayak sebanyak 15 – 30 kg per polybag, disesuaikan
dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di
pesemaian bibit (Setyamidjaja, 2006).
 Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada
permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit di padatkan agar bibit
berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang
telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama
sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x 100 cm (Setyamidjaja, 2006).

 Pemeliharaan (pada pembibitan)


 Bibit yang yang telah ditanam di prenursery atau nursery perlu dipelihara
dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat
dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat.
Pemeliharaan bibit meliputi :
a. Penyiraman
b. Penyiangan
c. Pengawasan dan seleksi
d. Pemupukan
1. Penyiraman
 Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih
dari 7 – 8 mm pada hari yang bersangkutan.
 Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan
semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat
tumbuhnya tidak padat.
 Kebutuhan air siraman ± 2 liter per polybag per hari, disesuaikan dengan umur
bibit.

2. Penyiangan
 Ø   Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus
dibersihkan, dikored atau dengan herbisida
 Ø   Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan atau
disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.

3. Pengawasan dan seleksi


 Pengawasan bibit ditujukan terhadap pertumbuhan bibit dan perkembangan
gangguan hama dan penyakit
 Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan
genetis harus dibuang.
 Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main
nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat
pemindahan bibit ke lapangan.
 Menurut (Setyamidjaja, 2006), seleksi dilakukan sebanyak tiga kali.  Seleksi
pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. 
Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan
utama.  Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan.
Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan. Tanaman
yang bentuknya abnormal dibuang, dengan ciri-ciri:
 bibit tumbuh meninggi dan kaku
b)  bibit terkulai
c)  anak daun tidak membelah sempurna
d)  terkena penyakit
e)  anak daun tidak sempurna.

4. Pemupukan
 Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh
cepat dan subur.
 Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk.

 Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah
penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya
60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang
panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang
lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10
buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.

 Hama dan Penyakit


 Hama
1. Hama Tungau
Penyebabnya tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah
daun. Gejala terlihat pada daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara Semprot Pestisida atau Natural
BVR.

2. Ulat Setora
Penyebabnya adalah (Setora nitens). Bagian yang diserang adalah
daun. Gejala yang terlihat pada daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja.
Pengendalian dengan cara penyemprotan dengan Pestisida

 Penyakit
1. Root Blast
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Rhizoctonia
lamellifera) dan (Phythium Sp). Bagian diserang akar. Gejala dapat dilihat dari
bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi
pembusukan akar. Pengendalian dengan cara pembuatan persemaian yang
baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih
dari 11 bulan (Zaman, 2006).

2. Garis Kuning
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Fusarium oxysporum). Bagian
diserang daun. Gejala terdapat bulatan oval berwarna kuning pucat
mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian dengan
cara inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda.

3. Dry Basal Rot


Penyebab penyakit ini yaitu (Ceratocyctis paradoxa). Bagian diserang
batang. Gejala terdapat pada  pelepah mudah patah, daun membusuk dan
kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian dengan menanam bibit yang
telah diinokulasi penyakit
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat
menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan
manusia. Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh
di daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang
dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata
sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari
dan suhu optimum berkisar 240-380C
            Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan
setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya
60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen.
Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan
yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan
yang beratnya 10 kg atau lebih. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah
brondolan kuran lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah
brondolan sekitar 15-20 butir. Tanaman kelapa  sawit akan menghasilkan  tandan
buah segar  (TBS) yang dapat  dipanen  pada  saat  tanaman  berumur  3  atau  4 
tahun
DAFTAR PUSTAKA

Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal.

Sunarko,  2008.  Petunjuk  Praktis  Budidaya  dan  Pengolahan  Kelapa  Sawit.Ag


media Pustaka, Jakarta.

Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta


Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
410 hal.

Perangin-angin, S.A. 2006. Pengendalian Gulma di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis


guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT. Teguh Sempurna, Minamas  
Plantation, Kalimantan Tengah.

Zaman, F.F.S.B. 2006. Manajemen Pengendalian Hama dan penyakit pada


Tanaman Belum Mengahasilkan di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis
guinensis Jacq.) PT.

Anda mungkin juga menyukai