Anda di halaman 1dari 24

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KAKAO

MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN KAKAO

OLEH

SILYA MAHARANI (01.04.19.133)


TAHLIA SARAH LOIS MARPAUNG (01.04.19.134)
VERONIKA BERUTU (01.04.19.135)
VIOLA KIMBERLICUI SIAHAAN (01.04.19.136)
WIDYA PASARIBU (01.04.19.137)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN

JURUSAN PERKEBUNAN

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2021

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Pengendalian Hama dan
Penyakit Tanaman Kakao, mata kuliah Budidaya Tanaman Kakao.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari makalah ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis meminta maaf dan mengharapkan saran maupun kritik yang bersifat
konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini. Selanjutnya, penulis tidak lupa menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Aisar Novita, SP, M.Si, sebagai dosen
pengampu mata kuliah Budidaya Tanaman Kakao.
Demikian penyusunan makalah ini, kiranya dapat berguna bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.

Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................... 3
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 4
A. Latar Belakang ....................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan ................................................................................... 5
D. Manfaat.................................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6
A. Sejarah Tanaman Kakao ......................................................... 6
B. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao ............................................ 8
C. Morfologi Tanaman Kakao .................................................... 9
III. PEMBAHASAN .......................................................................... 12
A. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ............................... 12
B. Hama Utama Tanaman Kakao ................................................ 12
C. Penyakit Utana Tanaman Kakao............................................. 15
IV. PENUTUP .................................................................................. 23
A. Kesimpulan ............................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi
perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan
dan devisa Negara. Sentra kakao di Indonesia tersebar di Sulawesi, Sumatera, Jawa, Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali, Kalimantan, Maluku dan Papua.
Berdasarkan data sebaran tanaman kakao tersebut, Sulawesi merupakan daerah penghasil
kakao terbesar di Indonesia saat ini, yaitu mencapai sekitar 63 % produk kakao di
Indonesia.
Di Indonesia, budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terus dikembangkan seiring
dengan meningkatnya permintaan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produktivitas
kakao Indonesia hingga saat ini rata-rata masih rendah yang penyebabnya adalah bahan
tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, tanaman sudah
berumur tua, serta masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan
hama dan penyakit merupakan salah satu faktor utama rendahnya produksi biji kakao.
Selain itu, serangan hama dan penyakit juga berpengaruh besar terhadap kualitas biji
kakao yang dihasilkan. Beberapa hama dan penyakit banyak ditemukan pada tanaman
kakao diantaranya hama Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella) dan kepik
pengisap buah (Helopeltis spp.), merupakan hama utama pada tanaman kakao dan hama
serta penyakit lainnya.
Pengendalian hama pada tanaman kakao pada umumnya petani masih menggunakan
insektisida kimiawi. Penggunaan insektisida kimiawi yang tidak tepat akan membawa
dampak yang buruk, lebih merugikan dibanding manfaat yang dihasilkan antara lain dapat
menyebabkan timbulnya resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran
lingkungan dan ditolaknya produk karena masalah residu yang melebihi ambang batas
toleransi. Penggunaan insektisida kimiawi secara intensif, juga memberikan berbagai
dampak yang tidak diinginkan, terkait dengan kerusakan ekosistem lahan pertanian,
terganggunya eksistensi flora dan fauna di sekitar lahan pertanian dan kesehatan petani
pekerja. Kegiatan penanganan OPT merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat yang dilaksanakan dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu
(PHT). PHT atau yang dikenal dengan Integrated Pest Management (IPM), merupakan
suatu konsep atau paradigma yang dinamis, tidak statis, yang selalu menyesuaikan

4
dengan dinamika ekosistem pertanian dan sistem sosial ekonomi dan budaya masyarakat
setempat.
Beberapa paket teknologi budidaya kakao yang benar telah dihasilkan dan
disampaikan kepada petani, tetapi belum sepenuhnya diadopsi oleh petani. Demikian juga
dalam pengendalian hama dan penyakit, petani belum sepenuhnya mengadopsi teknologi
yang telah dihasilkan untuk pengendalian hama dan penyakit. Umumnya petani kakao
masih mengandalkan penggunaan insektisida kimiawi untuk pengendalian hama dan
penyakit tersebut. Berbagai cara pengendalian telah diketahui dan diuji pada kedua jenis
hama tersebut termasuk cara pengendalian yang sederhana, murah dan ramah lingkungan,
antara lain dengan penggunaan pestisida nabati yang memanfaatkan tumbuhan,
penggunaan musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen serangga, serta
penggunaan senyawa/bahan penolak serangga. Oleh karena itu pengenalan jenis hama
dan penyakit utama pada kakao di Indonesia dan gejalanya sangat diperlukan agar
dalam usaha pengendaliannya dapat berhasil dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa jenis-jenis dari hama dan penyakit pada tanaman kakao?
2. Bagaimana serangan dan akibat adanya serangan hama dan penyakit pada
tanaman kakao?
3. Bagaimana pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis dari hama dan penyakit pada tanaman kakao.
2. Untuk mengetahui serangan dan akibat adanya serangan hama dan penyakit pada
tanaman kakao.
3. Untuk mengetahui pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao.
D. Manfaat
Adapun manfaatnya adalah dengan adanya peningkatan pengendalian hama dan
penyakit tanaman kakao di Indonesia dapat memberikan hasil yang baik bagi nilai
industri kakao Indonesia serta dapat memberikan atau mampu meningkatkan sumber
pendapatan negara, sekaligus dapat mensejahterakan petani-petani kakao di Indonesia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Tanaman Kakao


Kakao mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1560 yang diperkenalkan oleh orang
Spanyol di Minahasa, Sulawesi Utara. Kemudian mulai diproduksi di Indonesia namun
dalam perkembangannya kakao di Indonesia mendapatkan banyak hambatan dan tidak
dapat berkembang akibat dari serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman
kakao dan membuat produksi kakao terhenti. Setelah adanya bibit kakao Venezuela yang
didatangkan oleh orang Belanda ke Indonesia kakao Indonesia mulai berkembang. Kakao
Venezuela tersebut dikembangkan di Jawa Tengah. Pada saat tanaman kakao tersebut
mulai menghasilkan ternyata belum sesuai yang diharapkan namun setelah bibit yang
dihasilkan tanaman kakao tersebut ditanam kembali, kakao tersebut menghasilkan kakao
unggulan. Setelah ditemukannya bibit unggulan tersebut dipilih beberapa tanaman untuk
dikembangkan di wilayah lain seperti Jawa Timur dan Sumatera. Pada akhirnya kakao
menjadi sumber devisa utama Indonesia.
Indonesia mulai membudidayakan kakao secara luas sejak tahun 1970. Selain
masyarakat Indonesia yang menanam kakao secara swadaya, perkebunan-perkebunan
besar baik oleh negara maupun swasta juga menanam kakao. Perkebunan negara yang
ditanami kakao lindak (kakao jenis curah) adalah : PTPN IV, PTPN VI, PTPN IX, PTPN
XI, PTPN XIII, PTPN XVIII, PTPN XXIII, dan PTPN XXVI. Perkebunan negara yang
ditanami kakao mulia (edel cocoa) adalah : PTPN XVIII, PTPN XXIII, PTPN XXVI dan
PTPN XXIX. Kakao yang ditanam oleh rakyat paling luas terdapat di Kabupaten Kolaka,
Sulawesi Tenggara. Sedangkan Perkebunan swasta yang juga ikut andil dalam
pembudidayaan tanaman kakao adalah PT Hasfarm (Kalimantan Timur) dan PT Pagilaran
(Jawa Tengah). Kakao mulai diperkenalkan di Indonesia dari Filipina pada abad XVI.
Kakao mulai dibudidayakan pertama kali di pulau Sulawesi yang kemudian dikirim ke
pulau Jawa. Pada awal mulai diperkenalkannya kakao tersebut, jumlah produksi kakao
masih belum menonjol sebelum berkembangnya kakao dalam pertanian perkebunan pada
akhir abad XIX. Kakao merupakan salah satu komoditi yang kurang mendapatkan
perhatian pemerintah saat awal diperkenalkannya dan kakao ditanam sebagai pengganti
kopi yang gagal karena penyakit coffee rust leaf. Awal kakao mulai berkembang, berpusat

6
di pulau Jawa dan sebagian berada di pulau Sumatera serta didukung oleh penelitian –
penelitian akademik ataupun non akademik.
Pada awal masuknya tanaman kakao ke Indonesia yaitu pada tahun 1560an. Biji kakao
dibawa masuk oleh orang - orang Spanyol dari Mexico dimana mereka pada saat itu
pertama kali mendarat di kepulauan Sangir. Pada saat pertama kali kakao dikenal oleh
Indonesia, kakao masih belum menjadi komoditi yang penting bagi Indonesia. Namun
pada tahun – tahun berikutnya yaitu tepatnya pada tahun 1951 komoditi kakao menjadi
penting bagi Indonesia. Pada tahun 1975 pemerintah Indonesia mulai memperhatikan
perkembangan komoditi kakao dan mendukung industri komoditi kakao.
Pada tahun 1560 orang Spanyol memperkenalkan kakao di Indonesia tepatnya di
Minahasa, Sulawesi namun pada saat itu kakao masih belum menjadi komoditi Indonesia
yang di ekspor. Pada awal berkembangnya kakao Indonesia masih belum menunjukkan
nilai ekspor maksimal sesuai dengan target yang diharapkan pemerintah Indonesia.
Setelah beberapa tahun kemudian nilai ekspor komoditi kakao Indonesia mengalami
penurunan akibat dari adanya hama yang menyerang tanaman kakao Indonesia. Penyakit
karat daun yang menyerang kopi Arabika di Jawa Timur membuat perkebunan tersebut
diubah dengan ditanami tanaman kakao, dimana pada saat itu diawali oleh perkebunan
kopi di Jawa Tengah milik orang - orang Belanda. Perkebunan kopi di Jawa Tengah
tersebut dijadikan perkebunan kakao yang kemudian disusul oleh perkebunan di Jawa
Timur yang menanam kakao. Puluhan bibit kakao dari Venezuela yang merupakan kakao
bermutu tinggi didatangkan oleh Indonesia.
Namun bibit kakao dari Venezuela tersebut tidak dapat bertahan di Indonesia dan
hanya satu pohon saja yang dapat bertahan hidup di perkebunan Indonesia. Kakao yang
dihasilkan pohon tersebut pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dimana kakao
tersebut merupakan kakao Venezuela bermutu tinggi. Buah yang dihasilkan kecil dan
bijinya gepeng serta warna kotiledonnya ungu. Namun setelah biji - biji yang dihasilkan
pohon tersebut kembali ditanam, buah dan biji dari bibit tersebut memiliki ukuran yang
jauh lebih besar dari bibit yang ditanam pertama serta pohon ataupun buahnya tersebut
tidak disukai oleh hama yang biasanya menyerang tanaman kakao. Selanjutnya dari
pohon – pohon tersebut dipilih yang terbaik dan dijadikan sebagai induk serta
dikembangan dengan cara klonal. Upaya tersebut dilakukan di Perkebunan Djati Runggo
(Jawa Tengah). Klon - klon yang dihasilkan tersebut diberi nama DR (Djati Runggo).
Klon - klon tersebut membuat komoditi kakao Indonesia dapat bertahan. Klon - klon
tersebut juga dikembangkan di perkebunan lainnya seperti di Jawa Timur dan Sumatera.
7
B. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
1. Ketinggian Tempat
Berdasarkan daerah penanamannya, tanaman kakao bisa ditanam pada wilayah
denagn koordinat astronomis 10° LU-10° LS. Akan tetapi pada umumnya,
persebaran penanaman kakao terletak pada wilayah 7° LU-18° LS, dan memiliki
toleransi yang cukup baik pada daerah 20° LU-20° LS.
Di Indonesia sendiri, daerah penanaman kakao berada pada 5° LU-° LS.
Daerah ini bisa dikatakan ideal apabila disertai dengan ketinggian tempat yang
tidak lebih dari 800 m dpl.
2. Curah Hujan
Wilayah yang ideal untuk penanaman kakao adalah wilayah dengan curah
hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Curah hujan yang lebih dari 4.500 mm per tahun
akan berkaitan erat dengan adanya serangan penyakit busuk buah (blask pods).
Sedangkan daerah yang curah hujannya kurang dari 1.200 mm per tahun masih
bisa ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi.
3. Suhu atau Temperatur
Suhu atau temperatur mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao yaitu
terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Berdasarkan hasil
penelitian, suhu ideal bagi tanaman kakao yaitu 30°C – 32°C (maksimum) dan
18°C-21°C (minimum).
Kakao juga bisa tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 15°C
perbulan. Temperatur ideal lainnya yaitu dengan distribusi tahunan 16,6°C masih
baik untuk pertumbuhan kakao, asalkan tidak terjadi musim hujan yang panjang.
Suhu yang kurang dari 10°C akan mengakibatkan gugur daun dan
mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang, sedangkan suhu
yang tinggi akan memacu pembungaan, tapi kemudian akan gugur. Pembungaan
tanaman kakao akan lebih baik apabila berlangsung pada suhu 23°C.
4. Intensitas Matahari
Tanaman kakao dapat tumbuh di wilayah hutan hujan tropis yang dalam
pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Intensitas pencahayaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan lilit batang kecil,
daun sempit, dan batang relatif pendek.

8
5. Jenis Tanah Kakao
Untuk tekstur dalam jenis tanaman yang cocok dalam tumbuhan Kakao, antara
lain sebagai berikut:
a. Kedalaman Tanah
Tanaman kakao membutuhkan tanah yang subur dengan kedalaman minimal 150
cm. Hal ini penting sebab akar tunggang tanaman membutuhkan ruangan yang
leluasan untuk tumbuh agar tidak kerdil atau bengkok.
b. Tekstur Tanah
Tanah yang cocok untuk tanaman kakao yaitu yang memiliki tekstrur geluh
lempungan (clay loam). Ini merupakan perpaudan antara pasir, debu, dan lempung,
dengan persentase 50%, 10-20%, dan 30-40%.
c. Organik Tanah
Selain itu, tanaman kakao membutuhkan tanah yang kaya bahan organik dan
tumbuh optimal pada tanah dengan pH sekitar 6,0-7,0.
C. Morfologi Tanaman Kakao
1. Klasifikasi Tanaman Kakao

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo : Malvales

Family : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.


2. Morfologi Akar
Karena termasuk kedalam kelompok tanaman dikotil, tanaman kakao memiliki
akar tunggang. Namun, akar samping (akar lateral) memiliki peran yang tidak
kalah penting, akar lateralnya banyak berkembang didekat permukaan tanah.

9
Di kedalaman 1 – 30 cm. Jangkauan pertumbuhannya juga dinyatakan lebih luas
dari pada tajuk atau kanopi daunnya.
3. Morfologi Batang
Tanaman kakao memiliki dua jenis tunas vegetatif, karenanya tanaman kakao
disebut memiliki sifat dimorfisme. Tunas ortotrop atau tunas air (choupon)
merupakan tunas yang arah tumbuhnya ke atas, sedangkan tunas ortotrop atau
tunas kipas merupakan tunas yang tumbuhnya ke samping
Tanaman kakao berumur 3 tahun yang dibudidayakan tingginya mencapai 3
meter, dan akan terus tumbuh hingga 7 meter pada umur sekitar 12 tahun. Namun
hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti intensitas cahaya dan
naungan.
Hal unik yang hanya ditemukan pada batang tanaman kakao dan tidak pada
tanaman lain adalah tanaman ini akan membentuk jorket (jorquette) setelah
tinggginya mencapai 1,5 m. Jorket merupakan tempat peralihan percabangan dari
dari cabang ortotrop ke percabangan plagiotrop dan jorket hanya ditemukan pada
tanaman kakao yang berasal dari biji. Jorket-jorket ini akan membentuk sudut 60o
4. Morfologi Daun
Daun tanaman kakao bentuknya bulat memanjang, dan meruncing pda kedua
ujungnya. Tepi daun tanaman kakao rata dan jika daun sudah tua warnanya
menjadi hijau tua dan mengkilap pada bagian atas.
Yang unik dari daun tanaman kakao adalah, helai daunnya memiliki dua buah
persendian yaitu yang terletak di pangkal tangkai daun dan di ujung tangkai daun.
Dengan demikian, daun tanaman kakao dapat menyesuaikan dengan arah
datangnya sinar matahari. Helai daun dewasa panjangnya mencapai 30 cm
sedangkan lebarnya 10 cm.
Panjang tangkai daunnya pun berbeda-beda, daun yang tumbuh pada cabang
atau tunas ortotrop, memiliki tangkai daun dengan panjang 7,5-10 cm. Sedangkan
untuk daun yang tumbuh pada tunas plagiotrop hanya memiliki panjang 2,5 cm
saja.
5. Morfologi Bunga
Bunga tanaman kakao tumbuh di bekas ketiak daun (kauliflori). Bunga
tanaman kakao sendiri memiliki 5 kelopak, 5 mahkota, 10 tangkai sari, dan 5 daun
buah. Warna bunga kakao sebenarnya sangat cantik yaitu putih, ungu, atau

10
kemerahan berbeda-beda disetiap kultivarnya. Panjang mahkota bunganya tak lebih
dari 8 mm, tangkai bunganya pun kecil hanya sekitar 1-1,5 cm.
6. Morfologi Buah
Buah kakao yang saat muda berwarna hijau muda atau agak putih ketika sudah
tua atau matang maka akan berubah menjadi kuning, sedangkan buah yang ketika
masih muda berwarna merah maka warnanya berubah menjadi oranye ketika sudah
matang.
Pada umumnya buah akan matang pada umur 6 bulan. Ukurannya pun
bermacam-macam tergantung pada kultivar serta faktor lain yang mendukung
perkembangan buah.
Biji kakao berwaarna agak kecoklatan, dan diselubungi oleh daging buah
(pulpa) tipis yang warnanya putih dan rasanya agak asam, daging buah ini sendiri
dipercaya mengandung zat penghambat perkecambahan, namun demikian jika
buah terlambat dipanen dan daging buahnya mongering, biji kakao akan
berkecambah didalam buah.

11
BAB III

PEMBAHASAN

A. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama maupun penyakit
adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman serta hasil kakao yang dibudidayakan. Organisme Pengganggu Tanaman
merupakan salah satu faktor penting yang menghambat pencapaian sasaran produksi dan
mutu hasil. Diperkirakan rata-rata 30% pengurangan hasil disebabkan serangan OPT,
bahkan ada penyakit penting yang menyebabkan kematian apabila tidak dikendalikan
secara tepat.
Berdasarkan UU nomor 12 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1995, kegiatan penanganan OPT merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
yang dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Untuk melaksanakan UU dan PP tersebut, penting kiranya petugas dan petani kakao
mengetahui ciri dan tanda serangan, sehingga mudah mengidentifikasi hama penyakit di
kebun kakao. Petani sebaiknya mampu melakukan pengamatan sederhana setiap minggu
sehingga dapat memutuskan tindakan yang paling baik untuk mengelola kebunnya.
B. Hama Utama Tanaman Kakao
1. Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella)
a. Gejala Kerusakan
i. Buah kakao yang diserang berukuran panjang ±8 cm. Buah bergejala
masak awal, dengan warna belang kuning, dan jika digoyang tidak
berbunyi seperti buah masak normal
ii. Jika buah dibelah tampak biji-biji kakao saling melekat dan berwarna
kehitaman, ukuran biji kecil dan tidak bernas
b. Pengendalian
i. Monitoring hama dan deteksi dini adanya serangan
ii. Melakukan sanitasi dengan mengubur kulit buah, plasenta dan buah
busuk
iii. Melakukan penyelubungan buah berukuran 8-10 cm dengan kantong
plastik

12
iv. Melakukan pengendalian dengan menggunakan predator musuh alami
semut hitam, Dibuat sarang semut dari daun kelapa yang dilipat dan
diletakkan di atas jorket.
v. Pengendalian Secara Hayati yaitu : penggunaan (daun sirsak, daun
cengkeh, mimba, daun pepaya yang telah diekstraksi terlebih
dahulu).
vi. Pengendalian Secara kimiawi, seperti merek : 500 ml Capture, 250
ml Chlormite dan 1 botol Alika atau 250 ml Chlormite dan
Ventra.

Gambar 1. Hama penggerek buah kakao, biologi dan gejala serangan

2. Kepik Penghisap Buah (Helopeltis spp.)


a. Gejala Kerusakan
i. Masa perkembangan 17-20 hari, umur maksimum serangga dewasa 46
hari, dengan daerah sebar 0 -1679 m dpl
ii. Panjang tubuh ± 1 cm, telur berwarna puti dan umumnya diletakkan di
kulit buah, tunas, dan tangkai buah.
iii. Bercak pada buah berukuran kecil, diameter 2-3 mm, dan letak
cenderung di ujung buah
iv. Buah yang diserang tampak bercak-bercak cekung berwarna hitam
v. Serangan pada buah menyebabkan buah kering dan mati
vi. Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan pucuk layu dan mati
(die back), ranting mengering dan merangas

13
b. Pengendalian
i. Dilakukan pengamatan dini terhadap populasi hama, dilakukan apabila
tingkat serangan < 15 persen
ii. Pengendalian biologis menggunakan predator semut hitam
(Dolichoderus thoracichus)
iii. Pengendalian secara kimiawi tidak dapat digabung dengan pengendalian
hayati.

Gambar 2. Hama Helopeltis spp. dan gejala kerusakan

3. Hama Penggerek Batang (Zeuzera coffeae Nietn.)


a. Gejala Kerusakan
i. Serangan terjadi pada tanaman muda (TBM)
ii. Gejala serangan baru terdapat lubang gerekan pada batang atau
cabang (pada permukaan lubang sering terdapat kotoran hama)
iii. Akibat gerekan, maka batang atau cabang menjadi layu, kering, dan
mati
b. Pengendalian
i. Secara mekanis dengan memotong batang yang terserang 10 cm ke
arah pangkal
ii. Secara kimia digunakan pestisida racun napas ke dalam lubang
iii. Secara hayati : Penyemprotan dengan jamur B.bassiana

14
Gambar 3. Gejala serangan penggerek batang dan hama Zeuzera coffeae Nietn.

C. Penyakit Utama Tanaman Kakao


1. Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora (Butl. )
a. Gejala Serangan
Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, dimulai dari ujung
atau pangkal buah
b. Pengendalian
i. Melakukan sanitasi kebun dengan cara memetik buah yang busuk, dan
dieradikasi
ii. Melakukan pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan tanaman
kakao, sehingga kelembaban menjadi rendah
iii. Penanaman klon tahan
iv. Pengendalian secara kimiawi

Gambar 4. Gejala Serangan pada Buah

15
2. Penyakit Kanker Batang, PhytophthoraPalmivora ( Butl. )
a. Gejala Serangan
i. Kulit batang agak berlekuk dan berwarna lebih gelap atau kehitam-
hitaman.
ii. Sering terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti
apisan karat.
iii. Jika lapisan kulit luar dibersihkan maka tampak lapisan di bawahnya
membusuk dan berwarna merah anggur.
b. Penyebaran
i. Penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran penyakit
busuk buah.
ii. Penyakit kanker batang dapat terjadi karena patogen yang menginfeksi
buah menjalar melalui tangkai buah mencapai batang.
iii. Penyakit berkembang pada kebun dengan kelembaban dan curah hujan
yang tinggi, atau sering tergenang air.
c. Pengendalian
i. Kulit batang yang membusuk dikupassampai batas kulit yang sehat.
ii. Luka kupasan selanjutnya sioles dengan fungisida tembaga misal
Copper Sandos, dll. Konsentrasi 5% formulasi.
iii. Apabila serangan pada kulit batang sudah hampir melingkar, maka
tanaman dipotong atau dibongkar.
iv. Secara hayati menggunakan pestisida nabati.

Gambar 5. Penyakit Kanker Batang

16
3. Penyakit Antraknose Colletotrichum, Colletotrichum Gloeosporioides Penz.
Sacc.
a. Gejala Serangan
i. Pada daun : bintik-bintik coklat pada daun muda, bercak coklat yang
tidak beraturan. Infeksi pada daun muda dapat menyebabkan gugur
daun.
ii. Pada ranting : ranting gundul berbentuk seperti sapu, sering berlanjut
dengan mati ranting.
iii. Pada buah : bintik-bintik coklat pada buah muda yang berkembang
menjadi bercak coklat berlekuk (Antraksone), buah muda yang
terserang menjadi layu, kering, dan mengeriput. Serangan pada buah
tua akan menyebabkan gejala busuk kering padaujungnya.
b. Penyebaran
i. Penyakit tersebar melalui konidia yang terbawa atau terpecik air hujan
pada saat hujan turun.
ii. Penyakit berkembang pada curah yang tinggi atau suhu yang tinggi
karena kurang ruangan.
c. Pengendalian
i. Perbaikan kondisi tanaman, yaitu dengan pemupukan ekstra.
ii. Perbaikan kondisi lingkungan, yaitu dengan memberikan pohon
penaung secukupnya.
iii. Sanitasi, yaitu menghilangkan ranting-ranting yang telah kering dan
merampas buah-buah busuk.
iv. Pennyemprotan fungisida, yaitu melindungi flush yang tumbuh,
dengan fungisida berbahan aktif Mankozeb (misal Dithane M 45) 0,5%
formulasi atau Prokloras, (Sportak 450 EC) 0,1% formulasi,dll.
v. Eradikasi, yaitu membongkar tanaman yang terserang berat.
vi. Penanaman klon tanah. Misalnya Sca 6, Sca 12, atau hibridanya.

17
Gambar 6. Infeksi pada Daun Muda

Gambar 7. Daun Gugur dan Ranting Gundul

4. Penyakit VDS (Vascular Streak Dieback) Oncobasidium Theobromae


Talbot& Keane
a. Gejala Serangan
i. Daun menguning dengan bercak-bercak hijau
ii. Pada sayatan bekas duduk daun yang sakit tampak tiga noktah
berwarna ciklat kehitaman.
iii. Garis-garis coklat pada jaringan kayu.
iv. Lentisel dari ranting sakit membesar.
v. Nekrosis di antara tulang daun seperti gejala berkurang unsur Ca
b. Penyebaran
i. Penyakit menyebar melalui basidiospora yang diterbangkan oleh angin
pada malam hari.
ii. Perkembangan penyakit sangat dibantu oleh kelembaban atau curah
hujan yang tinggi san suhu yang dingin di malam hari.

18
c. Pengendalian
i. Pangkasan sanitasi, yaitu memotong ranting sakit sampai pada batas
gejala garis coklat pada xilem, ditambah 30-50 cm si bawahnya.
ii. Eradikasi, yaitu pembongkaran tanaman yang terserang berat.
iii. Penanaman hibrida yang tanah, misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca
12, ICS 6 x Sca 6.

Gambar 8. Gejala Penyakit VSD pada Daun

Gambar 9.Garis Coklat pada Jaringan Kayu

5. Penyakit Jamur Upas, Corticium Salmonicolor B. Et Br, Upasia Salmonicolor


(B. Et Br) Tjokr.
a. Gejala Serangan
i. Infeksi pertama kali terjadi pada sisi bagian bawah cabang dan ranting
ii. Jamur mula-mula membentuk miselium tipis mengikat seperti sutera
atau perak, sangat mirip dengan sarang labah-labah. Pada fase ini jamur
belum masuk ke dalam jaringan kulit.
19
iii. Jamur kemudian membentuk kerak yang berwarna merah jambu seperti
warna ikan salem, kerak tersebut terdiri atas lapisan basida. Kulit
cabang dibawah kerak menjadi busuk.
iv. Jamur akan berkembang terus dan membentuk terus dan membentuk
piknidiayang berwarna merah tua dan biasanya terdapat pada sisi yang
lebih kering.
v. Pada bagian ujung dari cabang yang sakit, daun-daun layu agak
mendadak dan banyak yang tetap melekat pada cabang, meskipun
sudah kering.
b. Penyebaran
i. Jamur upas dipencarkan oleh basidiospora yang terbawa oleh angin.
ii. Jamur ini bersifat polifag, dengan beberapa tanaman inang antara lain,
karet, kopi, teh, kina dan lain-lain tanaman keras. Tanaman penaung
Tephrosia Candida dapat sebagai sumber infeksi karena sangat peka
terhadap jamur upas.
iii. Kelembaban yang tinggi sangat membantu perkembangan penyakit.
c. Pengendalian
i. Memotong cabang/ranting yang terserang jamur pada bagian yang
masih sehat, kemudiandibakar atau dipendam.
ii. Membersihkan miselium pada gejala awal yang menempel pada
cabang sakit kemudian diolesi dengan fungisida misalnya tridemorf (
Calixin RM ) atau tembaga konsentrasi 10% (Copper Sandoz,
Cupravit), dll.
iii. Menghilangkan dan memusnahkan sumber infeksi yang terdapat di
dalam maupun di luar kebun.

20
Gambar 10. Gejala Serangan Jamur Upas

6. Penyakit Akar
a. Gejala Serangan
i. Tiga jenis penyakit akar kakao yaitu penyakit akar merah, penyakit
akar coklat dan penyakit akar coklat dan penyakit akar putih, gejala di
atas tanah dari ketiga jenis tersebut sama. Mula-mula daun menguning,
layu dan akhirnya gugur kemuguandiikuti dengan kematian tanaman.
ii. Untuk mengetahui patogennya dengan tepat harus melalui pemeriksaan
akar.
b. Penyebaran
i. Penyakit jamur akar merah disebabkan jamur Ganoderma
Pseudoforeum (Wakef) Ov. Et Stein. Penularan dengan kontak akar
sakit dengan tanaman yang sehat.
ii. Penyakit akar coklat disebabkan jamur Fomes Lamaoensis Murr.
Penularan jamur dengan kontak langsung antara akar sakit dan sehat
akan tetapi sangat lambat.
iii. Penyakit akar putih disebabkan jamur Fomes Lignosus Kloffzch.
Penularan dengan perantara rhizomorf. Rhizomorf tersebut dapat
menjalar bebas di dalam atau di atas tanah, terlepas dari akar-akar
tanaman.
c. Pengendalian
i. Tanaman yang telah mati harus dibongkar berikut akar-akarnya sampai
bersih. Pada lubang bekas bongkaran diberi belerang sebanyak kurang

21
lebih 600 g setiap lubang. Lubang tersebut tidak ditanami selama
paling tidak satu tahun.
ii. Untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain, perlu dibuat parit isolasi
sedalam 80 cm dengan lebar 30 cm pada daerah satu baris di luar
tanaman yang mati.
iii. Tanaman di sekitar tanaman mati diperiksa akar tunggangnya. Pada
serangan awal tampak adanya miselium atau rhizomorf pada
permukaan akar atau leher akar. Miselium tersebut dibersihkan dengan
sikat kemudian dioles dengan ungisida khusus dibersihkan dengan
sikat kemudian dioles dengan fungisida khusus jamur akar misalnya
Tridemorf (Calixin CP), PCNB ( Shell Collar Protectan, Ingro Pasta 20
PA), dll.

Gambar 11.Tanaman Kakao Terserang Jamur Akar

Gambar 12. Akar Tanaman Kakao Terserang Jamur Akar Coklat (Fomes Lamacensis)

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tanaman Kakao sebagai salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di
Indonesia, namun menuntut teknologi budidaya yang sesuai untuk setiap klon (varietas)
dan lingkungan spesifik tertentu.
Pengendalian secara kultur teknis yang meliputi kegiatan penggunaan jenis varietas
tahan hama PBK, lelesan, penetapan jarak tanam, pemangkasan, panen teratur dan
sanitasi yang paling banyak dilakukan oleh petani setempat. Pengendalian fisik/mekanik
dengan melakukan pembongkaran tanaman yang terserang. Penggunaan secara kimiawi
umumnya mengunakan insektisida dan fungisida. Umumnya petani kakao masih
mengandalkan penggunaan insektisida kimiawi untuk pengendalian hama dan penyakit
tersebut. Berbagai cara pengendalian telah diketahui dan diuji pada kedua jenis hama
tersebut termasuk cara pengendalian yang sederhana, murah dan ramah lingkungan,
antara lain dengan penggunaan pestisida nabati yang memanfaatkan tumbuhan,
penggunaan musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen serangga, serta
penggunaan senyawa/bahan penolak serangga.
B. Saran
Pengenalan jenis hama dan penyakit utama pada kakao di Indonesia serta
gejalanya sangat diperlukan agar dalam usaha pengendaliannya dapat berhasil dengan
baik kepada para petani kakao Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perlindungan Perkebunan Ditjenbun. 2009. Pedoman Identifikasi Organisme


Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan.

Konam, J., Y. Namaliu, R. Daniel dan D. Guest. 2009. Pengelolaan Hama dan Penyakit
Terpadu untuk Produksi Kakao Berkelanjutan. Panduan pelatihan untuk petani dan
penyuluh.

Proyek PHTPR Ditlinbun. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao Ed II.

Soekamto,S.,S. Wiryadipura ,E. Sulistyouwati,Y., Yuniarto, Saidi. 2007. Pengenalan dan


Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, Jember.

Sulistyowati E, Sri S, Wiryadiputra S, Junianto Y.Dj., Saidi. 2002. Pengenalan dan


Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Kakao. Jember, Jawa Timur: Puslitkoka.

Tjitro soepomo Dan Lukito.,2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Jakarta : Agromedia
Pustaka. Tumpal,Hasibuan,2009. Budidaya Coklat. Jakarta :Penebar Swadaya

24

Anda mungkin juga menyukai