Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

DIAGNOSIS PENYAKIT TANAMAN


Fakultas Pertanian UMY
Semester Ganjil 2020/2021

ACARA 2. ANALISIS PERKEMBANGAN PENYAKIT

I. IDENTITAS MAHASISWA
Nama : wulandari
No. Mahasiswa : 20180210157
Hari/Tanggal : 23 januari 2021

II. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh jenis pestisida terhadap perkembangan penyakit hawar daun
kentang (Phytophthora infestans)

III. DASAR TEORI


Penyakit hawar daun (HD) oleh jamur Phythopthora infestans (Mont.) de Bary
sampai saatini masih menjadi kendala dalam produksi kentang. Penyakit tersebut berasal
dari pegunungan Andes sebelah utara, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, Eropa dan
seluruh dunia (Pracaya, 2004).Penyakit HD ini juga bisa menempel pada lebih 200 jenis
tanaman inang. Struktur vegetatif dari jamur sendiri terdiri dari hifa yang menyerupai
benang-benang panjang. Hifa secara kolektif membentuk miselium dan panjangnya ada
yang sampai beberapa meter. Hifa ada yang beruas dan tak beruas. Padahifa yang beruas
hifanya terbagi dengan sekat-sekatdan tiap ruas mengandung satu nukleus atau banyak
nukleus. Pada tipe yang tak beruas terdiri dari hifa yang mempunyai banyak nukleus yang
tidak dibatasi oleh sekat. Pada tipe ini dapat pula dijumpai dinding sekat terutama pada hifa
yang tua.
Pada umumnya patogen ini berkembang biak secara aseksual. Cara ini dilakukan
tanpa penggabungan sel kelamin betina dan sel kelamin jantan, tetapi dengan pembentukan
spora yaitu zoospora yang terdiri dari masa protoplasma yang mempunyai bulu-bulu halus
yang bisa bergetar dan disebut cilia, tetapi dapat juga berkembangbiak secara seksual
dengan oospora, yaitu penggabungan dari gamet betina besar dan pasif dengan gamet
jantan kecil tapi aktif.
Penyakit Phythopthora infestans (Mont.) deBary umumnya menyerang tanaman
sejak tanaman berumur 5-6 minggu. Mula-mula gejala penyakit ini ditemukan pada daun-
daun bawah, kemudian menjalar ke atas pada daun-daun yang lebih muda.Gejala pertama
berupa bercak berwarna coklat dengan pinggiran yang tidak teratur. Bercak pada daun
terlihat jelas antara 5-7 hari setelah terinfeksi. Bercak biasanya terdapat pada bagian ujung
dan tepi daun, kemudian meluas dan terbentuklah daerah nekrosisi kebasah-basahan yang
berwarna cokelat sampai kehitaman. Kecepatan perluasan bercak sangat tergantung pada
keadaan cuaca. Jika cuaca basah, daun-daun yang terserang dapat mati sekitar 4 hari, tetapi
pada cuaca kering perkembangan bercak lebih lambat dan daun-daun yang terserang
mengkerut (Lapwood dan Hide di dalam Western,1971). Pada permukaan yang terserang
terlihat tepung putih yang terdiri dari sporangium dan sporangiospora patogen. Jika
keadaan cuaca terangdan kelembaban udara rendah, perkembangan jamur terhambat dan
tepung putih pada permukaan daun hilang. Tetapi jika cuaca berubah dingin dan
basah,jamur menjadi aktif dan tepung putih muncul kembali (Walker, 1957).
Di daerah dataran tinggi, tanah atau sisa-sisa tanaman diperkirakan menjadi tempat
yang sesuai bagi patogen antar musim. Jamur juga akan bertahan hidup dalam umbi yang
terinfeksi, tetap di tanah dari musim sebelumnya. Benih juga bisa terinfeksi dan menjadi
tempat hidup patogen. Ketika tunas baru dihasilkan dari benih atau umbi tua yang
terinfeksi, jamur akan menginfeksi tunas baru tersebut, kemudian sporulates dari
pertumbuhan baru ini serta sporangia akan tersebar di udara dan air (Anonim, 2005).
Keragaman patogen yang demikian luas menyebabkan penyakit tersebut sulit
ditangani. Dengan sebaran inang yang luas maka penanganan penyakit yang menimpa
suatu tanaman belum tentu cocok diterapkan untuk tanaman lainnya. Deteksi dan
identifikasi patogen sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan tanaman akibat penyakit
tersebut. Hasil penelitian Sengooba dan Hakiza (1999), menunjukkan bahwa kehilangan
hasil dapat melebihi 90%, jika patogen yang menyerang kultivar yang rentan pada awal
pertanaman.
Menurut Van der Plank (1963) dalam (Sudarma 1989) nilai laju infeksi da- pat
diartikan apakah patogen agresif, varietas rentan atau tahan dan apakah lingkungan
mendukung atau tidak untuk perkembangan penyakit. Apabila nilai r lebih besar dari 0,5
unit per hari, berarti pato- gen agresif, varietas inang rentan dan cuaca mendukung begitu
juga sebaliknya.
IV. CARA KERJA
A. Metode Analisis Model Penyakit

Menghitung masing- DA. Monomolekular


Data Penyakit Hawar
masing model penyakit B. Logistik
daun dengan excel
C. Gompertz

Rumus
A. ln (1/(1-x)
B. ln{x/(1- x)
C. {-ln(-ln x)}

B. Metode Analisis Laju Infeksi


Input Y range
Data perthitungan
model penyakit Analisis (data hasil
(Monomolekular, regresi transformasi)
Logistik , Gompertz) dengan excel dan Input X
range (waktu)

Masukan hasil R
square(pemodelan), KTG,
dan X variabel (laju
infeksi)pada tabel

C. Metode Analisis AUDPC

Hitung AUDPC
Data Penyakit Hawar menggunakan rumus
Daun Membuat grafik
trapesium
Jumlahkan kesuluruhan
nilai AUDPC

V. HASIL PENGAMATAN
A. Analisis perkembangan Penyakit – Model dan Laju Infeksi
Tabel 1

perlakuan ulangan waktu

1 2 3 4 5
A 1 10 14 30 62 73
2 9 10 24 96 60
3 1 19 28 82 70
B 1 8 5 25 61 71
2 3 16 36 38 60
3 1 7 16 93 59
C 1 10 16 13 64 84
2 3 17 24 76 56
3 2 6 36 70 97

Tabel 2
Perlakuan Pestisida Sintetik
Monomolekular Logistik Gompertz
R2 0,695752598 0,860892959 0,794556379
KTG 0,188107533 0,526032929 0,314185988
Laju Infeksi 0,17961711 0,494125331 0,30188398
Rumus Y = 0,1796X-0,5999 Y=0,4941x-4,11018 Y= 0,30188x-
Pendugaan 2,00736
Perlakuan Pestisida Nabati
R2 0,864230961 0,945825123 0,92537472
KTG 0,042493459 0,202481257 0,083566556
Laju Infeksi 0,142431553 0,514907839 0,278780704
Rumus Y=0,1424x-0,5049 Y=0,5149x-4,6829 Y=0,0835x-2,1013
Pendugaan
Perlakuan Pestisida Hayati
R2 0,880755943 0,969225124 0,93961005
KTG 0,075250248 0,134836141 0,099897576
Laju Infeksi 0,204170982 0,56434927 0,341428366
Rumus Y=-0,2041x-0,7823 Y=0,5643x-4,7119 Y=0,3414x-2,3260
Pendugaan

B. Analisis Perkembangan Penyakit - AUDPC

Lakukan Analisis perkembangan penyakit untuk Area dibawah kurva penyakit. Masukan
hasil analisis dalam table berikut
Tabel 3 :

Perlakuan AUDPC (% minggu)


Pestisida Sintetik 76,49
Pestisida Nabati 2,61
Pestisida Hayati 63,15

VI. PEMBAHASAN
1. Analisis Model Penyakit
Model perkembangan penyakit pada kentang di lapangan diuji dengan tiga model
yang umum digunakan, yaitu model monomolekuler, logistik, dan Gompertz (Xu2006).
Data insidensi penyakit (x) terlebih dahulu ditransformasi dengan ln(1/(1-x)) untuk model
monomolekuler, ln(x/(1-x))untuk model logistik, dan -ln(-ln(x)) untuk model Gompertz.
Selanjutnya, data hasil transformasi diregresikan dengan regresilinear sederhana terhadap
waktu pengamatan penyakit (t). Model perkembangan penyakit terbaik ialah model yang
memberikan nilai koefisien determinasi (R2) terbesar. Jika didapatkan nilai R2sama, maka
diambil model yang memberikan nilai kuadrat tengah galat (KTG) terkecil (Xu 2006).
berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa nilai R2 yang terbaik ada pada model logistic.
Hal ini dikarenakan nilai R2 pada model logistic paling besar dibanding dua model lainnya,
nilai R2 pada pada perlakuan pestisida yaitu 0.860892959, pada perlakuan pestisida nabati
yaitu 0.945825123, dan pada pestisida hayati sebesar 0,969225124.
2. Laju Infeksi
Nilai laju infeksi merupakan nilai koefesien regresi dari model perkembangan
penyakit terpilih. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa nilai laju infeksi pada perlakuan
pestisida sintetik sebesar 0,58428, lalu laju infeksi pada pestisida nabati 0,5149, dan yang
terakhir laju infeksi pada perlakuan pestisida hayati 0,56434927. laju infeksi tertinggi ada
pada pestisida nabati. Menurut Zadok dan Schein (1979), semakin tinggi laju infeksi maka
semakin pendek periode perkembangan penyakit yang berarti semakin cepat terjadi
epidemi penyakit. Hal ini berarti pestisida nabati mudah terserang penyakit akan tetapi
periode perkembangan penyakit dikatakan singkat atau pendek. Hal yang mendukung hal
ini terjadi adalah kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang mendukung yaitu kondisi
tanah Vertisol dan cuaca musim hujan
3. Analisis AUDPC
Berdasarkan analisis data AUDPC pada tabel 3 diketahui bahwa nilai AUDPC
pestisida sintetik sebesar 76,49%, nilai AUDPC pestisida nabati sebesar 2,61%, sedangkan
nilai AUDPC pestisida hayati sebesar 63,15%. Apabila angka audpc semakin rendah,
maka perlakuan tersebut semakin efektif dalam mengendalikan patogen, dan sebaliknya
(Viljanen-Rollinson , 2001). hal ini berarti yang paling efektif ada pada pestisida nabati
yaitu sebesar 2,61%.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan data diatas dapat disimpulkan bahwa yang
mempunyai keefektifan paling tinggi dalam mengendalikan penyakit hawar daun pada
kentang adalah pestisida hayati.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Phythopthora infestans.
http://www.extento.hawaii.edu/kbase/crop/Type/pinfest.htm
Jeger, M.J., and S.L.H. Viljanen-Rollinson. 2001. The Use of the Area Under Disease-Progress
Curve (AUDPC) to Assess Quantitative Disease Resistance in Crop Cultivars.Theor.
Appl. Genet. 102:32-40.
Pracaya, 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Swadaya, Jakarta
Sengooba, T. and J.J. Hakiza. 1999. The currentstatus of late blight caused by
Phytophthorainfestans in Africa with empasis on Eastern andSouthern Africa. In Late
Blight a Threat toGlobal Food Initiative on Late BlightConference, March 16-19, 1999.
QuitoEquador.
Sudarma, I.M. 1989. Epidemi Penyakit Embun Palsu (Plasmopara viticola) Pada Tanam- an
Anggur (Vitis yin Vera) Di Tangguwisia, Buleleng. Program Pasca Sarjana Univer- sitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Xu X. 2006. Modelling and interpreting disease progress in time. Di dalam: Cooke BM, Jones
DG, Kaye B, editor. The Epidemiology of plant diseases. 2nd ed. Amsterdam (NED):
Springer-Verlag. Hlm 215–238. DOI: https://doi.org/10.1007/1-4020-4581-6_8
Zadoks, J.C dan R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. Oxford
University Press: New York.

Anda mungkin juga menyukai