Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI

UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA CURACRON Profenofos DALAM PEMBERIAN


DOSIS DAN RESIDU PAKAN TERHADAP MORTALITAS ULAT HONGKONG
Tenebrio Molitor

Disusun Oleh :

Damianus Rajaki (C1012181012)

Ellia Septiarahma R (C1011181060)

Ryska Oktaviyani (C1011181116)

Yang Lip (C1011181061)

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya Laporan Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi
indikator mata kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi program studi Agroeknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Tanjungpura.
Selama penyusunan laporan praktikum ini kami mendapat banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada pembimbing praktikum dan dosen matakuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi, yang
senantiasa mengajar dan membantu kami dalam melaksanakan praktikum hingga kami dapat
menulis laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi ini perlu
adanya evaluasi lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan laporan praktikum Pestisida dan
Teknik Aplikasi ini. Kami juga berharap agar laporan praktikum ini dapat berguna bagi orang
lain yang membacanya

Pontianak, 5 Januari 2021

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan pestisida diposisikan sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian
organisme pengganggu tanaman ( OPT ) serta dukungan dengan piranti peraturan yang
mengikat, namun kenyataan di lapangan menunjukkan pestisida sering merupakan pilihan
utama dan paling umum dilakukan petani. Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme
pengganggu tanaman telah membudaya di kalangan petani.Hal ini ditunjukkan oleh tingginya
penggunaan pestisida dan kecenderungan petani. Aplikasi untuk penanggulangan hama
serangga pengganggu pada tanaman secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi,
namun tidak sedikit pula ditemukan dampak negatifnya. Meskipun suatu jenis pestisida
ditujukan untuk mematikan suatu kelompok atau spesies target tertentu, tetapi pada
hakikatnya bersifat racun terhadap semua organisme untuk keberlanjutan ekosistem,
Koesoemadinata (2000) menyatakan perlu mengetahui dua karakteristik utama pestisida yaitu
toksisitas dan persistensi.
Insektisida golongan organofosfat merupakan salah satu jenis insektisida yang paling
umum digunakan oleh petani. Untuk mengendalikan hama yang seperti serangga dan kutu-
kutuan, ada sebuah pestisida yang mampu mengendalikan hama serangga dan kutuan dengan
satu bahan aktif saja yaitu pestisida Curacron 500EC. Curacron 500EC merupakan salah satu
insektisida yang tergolong kedalam akarisida yang diproduksi oleh PT. Syngenta Indonesia
dengan kandungan bahan aktif yaitu Profenofos 500g/l. Pestisida ini mempunyai sifat sebagai
racun Kontak dan lambung serta mempunyai efek translaminar yang dapat menjangkau hama
yang ada dibalik daun dengan formulasi EC (Emulsifiable Concentrate) yang berupa cairan
berwarna kuning kecoklatan pekat yang larut dengan air. Hama yang mampu dikendalikan
oleh pestisida Curacron 500 EC yaitu diantaranya kutu daun, lalat buah, ulat grayak,
penggerek buah, ulat tanah, penggerek daun, jangkrik, penggerek batang dan trhips.
Oleh sebab itu penelitian ini untuk menguji efektifitas pestisida profenofos dengan dosis
dan residu pakan yang telah diberi insektisida profenofos, untuk melakukan pengamatan
mortalitas dan jumlah pakan yang berkurang maka pengujian menggunakan ulat hongkong
Tenebrio Molitor. Pengaplikasian insektisida curacron ini untuk melihat mortalitas Tenebrio
Molitor. Dengan dosis insektisida curacron yaitu P0 control, P1 0,5 P2 1,0 P3 1,5 P4 2.0 dan P5 2,5.
Dari kelima perlakuan ini maka akan diketahui mortalitas Tenebrio Molitor, dengan dosis
insektisida yang lebih efektif untuk mematikan ulat hongkong. Pengamatan juga dilakukan
untuk melihat jumlah pakan yang habis` Pemberian pakan yang telah diberi insektisida dan
diganti dengan pakan yang tidak diberi insektisida untuk mengetahui kemampuan makan
Tenebrio Molitor, yang telah terinfeksi racun atau yang telah diberi insektisida. Maka dalam
pengamatan bisa diketahui daya residu yang ditimbulkan dan keefektifan insektisida curacron
dalam menghambat perkembangan (Tenebrio Molitor) ulat hongkong.

1.2 Rumusan masalah


A. Bagaimana keefektifan insektisida curacron bahan aktif profenofos terhadap ulat
hongkong Tenebrio Molitor dan berapakah dosis konsentrasi perlakuan yang efektif
menekan perkembangan ulat hongkong?
B. Bagaimana mortalitas ulat hongkong dalam pengaplikasian insektisida curacron?
C. Bagaimana pengaruh kehilangan makan oleh insektisida terhadap ulat hongkong?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keefektifan insektisida curacron bahan aktif profenofos dan
mengetahui dosis konsentrasi yang efektif untuk menekan perkembangan ulat
hongkong.
2. Untuk mengetahui mortalitas serangga ulat hongkong Tenebrio Molitor
3. Untuk mengetahui pengaruh kehilangan makan akibat insektisida terhadap ulat
hongkong.

1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
a. Menambah pengetahuan mengenai keefektifan suatu insektisida dengan dosis
konsentrasi yang berbeda - beda untuk menekan perkembangan serangga
b. Dapat mengetahui dosis konsentrasi yang tepat dalam pengaplikasian
insektisida pada target yang akan dikendalikan
c. Dapat menambah pengetahuan bahwa toksisitas residu insektisida terhadap
perlakuan pakan bisa memberikan pengaruh pada ulat hongkong, baik
berpengaruh pada ketahanan resistensi maupun mematikan sasaran, yakni ulat
hongkong dengan residu dari insektisida berbahan aktif profenofos
2. Bagi masyarakat
a. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penggunaan insektisida
dengan dosis dan konsentrasi yang tepat dan efektif untuk mengendalikan OPT
tanaman
3. Bagi bidang pendidikan
a. Sebagai sumber informasi terkait uji insektisida pada ulat hongkong dan bisa
menjadi bahan acuan dalam referensi ilmu pengetahuan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 (yang dikutip oleh Djojosumarto,
2008) Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad
renik dan virus.
Pestisida berdasarkan cara masuknya digolongkan menjadi racun kontak, racun
pernafasan, dan racun lambung, atau racun perut. Racun kontak merupakan pestisida yang
bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga sasaran lewat kulit (kutikula) dan
ditransportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida aktif bekerja. Racun pernafasan
(fumigan) merupakan pestisida yang dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat sistem
pernapasan.
Curacron adalah salah satu merek dagang pestisida dari golongan organofosfat yang
mempunyai bahan aktif profenofos. Profenofos ini termasuk dalam kategori racun kontak
lambung dan berspektrum luas, yang mampu bereaksi cepat untuk mengendalikan serangan
berbagai hama.
Racun lambung atau perut adalah pestisida yang membunuh serangga sasaran dengan
cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Mekanismenya adalah
pestisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian
ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif
insektisida. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot
insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh (Ditjenbun
2013). Pada praktikum kali ini kami mengujikan efektivitas pestisida racun lambung pada
serangga melalui pakannya.

Ulat Hongkong (Tenebrio molitor)


Tenebrio molitor lebih dikenal sebagai serangga, yang larvanya biasa dijadikan pakan burung
peliharaan. Serangga T. molitor mempunyai sebaran luas hampir diseluruh permukaan planet
bumi ini. Serangga ini aktif di malam hari , dan sering menyerang karpet, pakaian dan juga
tanaman kering. Sedangkan ulatnya memakan biji-bijian, sereal, dan makanan cadangan
manusia lainnya. Suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan ulat hongkong kalau suhunya
optimal panjangnya bisa sampai 3 cm dan akan terlihat segar ( Salem, 2002).

Klasifikasi Ulat Hongkong


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Coleoptera
Suborder : Polyphaga
Family : Tenebrionidae
Genus : Tenebrio
Spesies : Tenebrio molitor
Siklus hidup ulat hongkong
Kumbang ulat hongkong mempunyai siklus hidup yang terdiri dari empat tahap yaitu
telur, larva, pupa, dan serangga dewasa atau yang dikenal dengan metamorphosis sempurna.
a. Telur
T. molitor L. berbentuk oval, berukuran panjang 1 mm dan sangat sulit dilihat. Kebanyakan
telur serangga diletakkan dalam satu situasi dimana mereka memberikan sejumlah
perlindungan sehingga pada waktu menetas akan mempunyai kondisi yang cocok bagi
perkembangannya. kumbang betina meletakkan telur satu-satu atau dibungkus dengan
substansi yang dapat mengeras menjadi masa telur atau di dalam suatu kantong yang dikenal
sebagai ooteka.
b. Larva
Bentuk larva kumbang sangat bervariasi, namun pada umumnya mempunyai kepala yang
mudah dibedakkan dari toraks. Larva merupakan bentuk siklus hidup kedua dan mempunyai
13-15 segmen berwarna coklat kekuning-kuningan pada bagian tubuh.
c. Pupa
Pupa merupakan tahapan siklus hidup ulat hongkong yang tidak makan dan tidak minum,
berwarna kuning dan mirip mumi kumbang dewasa. Pupa T.molitor L. ini dapat mencapai
panjang sekitar 15 mm, lebar 5 mm dan berwarna putih ketika pertama kali terbentuk
kemudian berubah menjadi berwarna coklat kekuningan).
d. Serangga dewasa
setelah pupa berumur sekitar 7 hari, kulit pupa pecah dan keluar kumbang. Pada saat baru
keluar kumbang. Pada saat baru keluar dari pupa, tubuh kumbang masih lunak dan pucat,
sering disebut sebagai “teneral’. kumbang ulat hongkong dewasa berwarna coklat gelap
dengan panjang mulai dari 17 sampai 25 mm. Kumbang betina yang telah dewasa akan
bertelur. (Anonim, 2013)
BAB 3
Metode Penelitian

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dilakukan mulai tanggal 4 November 2020 di Laboratorium Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura.

3.2 Alat dan Bahan


Insektisida Curacron Alat tulis
Ulat hongkong Handphone
Pakan Wadah
Aquades Pinset

3.3 Prosedur Kerja


Acara 1

Persiapan insektisida Campurkan insektisida pada


Curacron konsentrasi 0.5, pakan yang telah di timbang
1.0, 1.5, 2.0, 2.5 ml sebanyak 1 gram

30 ekor ulat hongkong di tempatkan


pada wadah yang telah berisi
pakan+insektisida

Tiap perlakuan diberi ulangan


sebanyak 5 kali, dengan pakan
tanpa insektisida sebagai kontrol

Satu hari setelah pemberian pakan tersebut, pakan


dikeluarkan dan diganti dengan pakan baru yang
tidak diberi insektisida

Catat ulat hongkong yang mati


setiap hari selama 6 hari

Hitung kematian terkoreksi dengan


Kp−Kk
rumus P = x 100 %
100−Kk
Acara 2

Persiapan insektisida
Curacron konsentrasi 0.1

Campurkan insektisida pada


pakan yang telah di timbang
sebanyak 1 gram

50 ekor ulat hongkong di tempatkan


pada wadah yang telah berisi
pakan+insektisida

Perlakuan diulang sebanyak 5 kali


dengan pakan tanpa insektisida
sebagai kontrol

Satu hari setelah pemberian pakan tersebut, pakan


dikeluarkan dan diganti dengan pakan baru yang
tidak diberi insektisida

Catat berat pakan setiap hari


selama 3 hari pengamatan

Hitung kemampuan makan dan


kemudian di buat grafik
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Acara 1 (Kematian Terkoreksi)

- Hasil
- Pembahasan

Pada praktikum ini digunakan 6 perlakuan dengan 5 ulangan yang dilakukan selama 6
hari yang dimana masing masing untuk tiap ulangan diisi dengan 30 ulat hongkong, dan
untuk Insektisida yang digunakan yaitu insektisida Curacron 500 EC dengan bahan aktif
Profenofor 500 gr/L. Insektisida Curacron 500 EC digolongkan kedalam golongan pestisida
yang masuk sebagai racun perut atau racun lambung. Perusakan sistem pencernaan jika bahan
aktif tersebut tertelan merupakan mekanisme dari racun perut atau racun lambung (Hudayya
dan Jayanti, 2012).
Berdasarkan tabel diatas pada perlakuan kontrol tidak ada terjadinya kematian pada
ulat hongkong yang dikarenakan untuk perlakuan kontrol tidak mengandung atau tidak
terdapat campuran insektisida, untuk perlakuan konsentrasi 0,5 ppm ditemukan ada ulat yang
mati yaitu berjumlah 2 ulat, untuk perlakuan konsentrasi 1 ditemukan ada ulat yang mati
yaitu berjumlah 3 ulat, untuk perlakuan konsentrasi 1,5 ppm ditemukan ada ulat yang mati
yaitu sebanyak 15 ulat, untuk perlakuan konsentrasi 2,0 ppm ditemukan ada ulat yang mati
yaitu berjumlah 15 ulat, untuk perlakuan konsentrasi 2,5 ppm ditemukan ada ulat yang mati
yaitu berjumlah 10 ulat. Untuk perlakuan selain kontrol merupakan perlakuan yang
mengandung atau terdapat insektisida dengan kandungan yang berbeda beda untuk tiap
ulangan yang dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula daya racun perut
membunuh ulat hongkong.
Berdasarkan data diatas, insektisida pada konsentrasi 1,5 ppm dan 2,0 ppm memiliki
kemampuan letal yang tinggi. Berdasarkan data diatas, kematian terkoreksi tinggi terdapat
pada konsentrasi 1,5 dan 2,0 ppm sebesar 23.33%. Namun dikategorikan sedikit beracun
karena P < 30 % (Reflinaldo, dkk. 2018). Konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi maka
peningkatan efek racun juga semakin tinggi. Dengan kata lain semakin tinggi konsentrasi
yang digunakan maka semakin tinggi mortalitas ulat hongkong (Safirah, dkk. 2016). Namun
pada konsentrasi 2,5 ppm, mortalitas lebih rendah dibanding konsentrasi 2,0 ppm. Hal ini
mungkin dikarenakan cara aplikasi insektisida yang kurang tepat, perbedaan fase
perkembangan dan umur ulat hongkong serta faktor lingkungan dapat mempengaruhi tingkat
mortalitas (Sairah, dkk. 2016).
4.2 Acara 2 (Kemampuan Makan )

- Hasil

- Pembahasan

Pengujian kehilangan makan dilakukan dengan 2 taraf yaitu kontrol dan dengan
insektisida curacron konsentrasi 0,1 ppm. Hasil yang didapat menunjukkan pada konsentrasi
0,1 ppm memiliki efek penghambat makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Komponen penghambatan makan Insektisida Curacron mempunyai mekanisme racun perut
dan racun kontak. Racun perut adalah efek yang ditimbulkan ketika suatu senyawa masuk ke
dalam tubuh serangga menuju saluran pencernaan dan dapat mengganggu kinerja saluran
pencernaan. Tingginya penghambatan aktivitas makan ini dapat memberikan pengaruh yang
sinergis antara insektisida. dimana aktivitas makan akan memperlambat atau mengurangi
jumlah makanan yang dimakan oleh serangga uji yang dapat melemahkan kondisi tubuh
serangga tersebut dan jika serangga uji memakan pakan perlakuan yang mengandung racun
maka serangga akan mengalami kematian yang lebih cepat.
BAB 5
KESIMPULAN

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa insektisida Curacron memiliki tingkat
mortalitas lebih besar pada konsentrasi 1,5 pm dan 2,0 ppm namun dikategorikan sedikit
beracun dikarenakan hasil uji menunjukkan mortalitas terkoreksi kurang dari 30% (P<30%).
Sedangkan pada uji kehilangan makan, menunjukkan perlakuan dengan konsentrasi 0,1 ppm
memiliki tingkat penghambatan makan yang lebih besar dibanding kontrol. Efek racun
insektisida tersebut mengurangi aktivitas makan ulat hongkong.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai