Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

EKOLOGI PERTANIAN

Oleh :
Kelompok M2

Asisten:
Erik Wayuni

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
LEMBAR DATA ANGGOTA PRAKTIKUM EKOLOGI
PERTANIAN

Kelompok : M2
Asisten : Erik Wahyuni

No. Nama NIM


1. Brenda Titania Naibaho 195040207111002
2. Indah Triastuti 195040201111196
3. Aurora Ivana Br. Simanjuntak 195040201111198
4. Muhammad Baihaqi 195040201111200
5. Vira Ananda 195040201111202
6. Parikesit 195040201111203
7. Oldisya 195040201111204
8. Listya Dian Nurfitasari 195040201111205
9. Nurul Arisa Balpis 195040201111207
10. Shafa Ghaziyah Abdurrahma 195040201111211
11. Asti Riska Ayuningsih 195040201111214
12. Indri Dwi Wulandari 195040201111216
13. Tiara Kemeta 195040201111218
14. M Henry Fathur Rachman 195040201111219
15. Ristiana Paramita 195040201111223
16. Febri Ahmad Suyudi 195040207111001
17. Vensky Caroline 195040207111005
18. Shaffiyah Ais Karima 195040207111007
LEMBAR PENGESAHAN

Kelompok : M2
Kelas : M

Disetujui oleh :

Asisten Kelas, Koordinator Asisten


Ekologi Pertanian

Erik Wahyuni Yogi Gema Hamonangan NST


NIM. NIM.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR KRITIK DAN SARAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


EKOLOGI PERTANIAN

Asisten Penguji :

Kritik dan Saran :

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan laporan besar dengan judul Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Tanaman Kedelai (Glycine
Max). Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi
Pertanian.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak yang tentunya bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam membantu penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Malang, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER LUAR
COVER DALAM
LEMBAR DATA ANGGOTA………………………………………………….... Iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….... Iv
LEMBAR KRITIK DAN SARAN……………………………………………...... V
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..... vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….... vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….... viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..... ix
1. PENDAHULUAN……………………………………………………………....
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….
1.2 Tujuan………………………………………………………………………
1.3 Manfaat…………………………………………………………………….
2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………...
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Analisis Vegetasi……………………………………………………. 21
2. Pengamatan Suhu Tanah………………………………………….. 43
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekosistem merupakan sistem interaksi antara manusia dan
lingkungan biofisik, sumber daya pedesaan dan pertanain guna meningkatkan
kelangsunganhidup penduduknya. Agroekosistem dapat diartikan pula sebagai
suatu unit yangtersusun oleh semua organisme di dalam area pertanaman
bersama-sama dengan keseluruhan kondisi lingkungan dan lingkungan yang telah
dimodifikasi manusialebih lanjut, yaitu pertanian, industri, tempat rekreasi, dan
aktifitas sosial manusia yang lainnya. Atau agroekosistem adalah manusia dengan
sengaja merubahekosistem alami dimana ia merupakan bagiannya, dengan
menciptakan suatuekosistem baru yang khusus dibuat untuk kepentingan
pertanian. Didalam praktikum agroeosistem menggunakan tanaman kedelai untuk
praktek (Darsono,2009). Jadi suatu agroekosistem sudah mengandung campur
tangan masyarakat yang merubah keseimbangan alam atau ekosistem untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Faktor yang mempengaruhi agroekosistem ada faktor abiotik dan faktor
biotik. Faktor abiotik meliputi cahaya matahari, suhu, air dan kelembaban, tanah,
angin. Sedangkan faktor biotik yang mempengaruhi agroekosistem yaitu
tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme.
Kestabilan ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk
dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Untuk
mencapai tingkat kestabilan ekosistem kita dapat melakukan beberapa lima prinsip
atau kaidah ekosistem yaitu meingkatkan daur ulang biomassa dan
mengoptimalkan ketersediaan hara dan menyeimbangkan aliran nutrisi,
mengamankan kondisi tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman
khususnya dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan tanah aktivitas
biotik, meminimalkan kerugian akibat arus radiasi matahari, udara, dan air dengan
cara manajemen mikro, permanen air, dan pengelolaan tanah melalui peningkatan
tutupan tanah, spesies dan diversifikasi genetik agroekosistem dalam ruang dan
waktu, meningkatkan interaksi biologis menguntungkkan dan synergism antara
komponen-komponen keanekaragaman hayati pertanian. Apabila lima prinsip
atau kaidah ini terpenuhi maka kestabilan ekosistem telah terwujud.
Pentingnya pengamatan dan analisis untuk sistem dan perlakuan di suatu
hamparan lahan untuk menilai dan mengetahui seberapa besar keseimbangan
agroekosistem di lahan tersebut. Dengan mengetahui seberapa besarnya
keseimbangan agroekosistem maka akan bisa menjadi dasar dalam perlakuan
selanjutnya, baik dalam pemeliharaan, perawatan, dan sebagainya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Ekologi Pertanian mengenai agroekosistem untuk
mengetahui dan memahami konsep keseimbangan agroekosistem, untuk
mengetahui komponen-komponen dalam agroekosistem, untuk mengetahui tipe-
tipe agroekosistem, untuk mengetahui dan memahami interaksi yang terjadi antara
komponen-komponen dalam agroekosistem.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari praktikum Ekologi Pertanian mengenai
agroekosistem yaitu mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem,
mengetahui data dan analisis agroekosistem dari aspek HPT, BP, dan tanah,
mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam pencapaian
keseimbangan agroekosistem.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroekosistem
Agroekosistem merupakan sistem interaksi antara manusia dan
lingkungan biofisik, sumber daya pedesaan dan pertanain guna meningkatkan
kelangsunganhidup penduduknya.. Agroekosistem dapat diartikan pula sebagai
suatu unit yangtersusun oleh semua organism di dalam areal pertanaman
bersama-sama dengankeseluruhan kondisi lingkungan dan lingkungan yang telah
dimodifikasi manusialebih lanjut, yaitu pertanian, industri, tempat rekreasi, dan
aktifitas sosial manusiayang lainnya. Atau agroekosistem adalah manusia dengan
sengaja merubahekosistem alami dimana ia merupakan bagiannya, dengan
menciptakan suatuekosistem baru yang khusus dibuat untuk kepentingan
pertanian. (Chao,2009)
Menurut Cahyono (2007) Perbedaan agroekosistem dengan akosistem
alami yaitu:
1. Ekosistem Alami
a. Terdiri dari banyak spesies tanaman dan hewan
b. Keanekaragaman genetik sangat tinggi
c. Sinar matahari adalah sumber energi untuk autotrof dan energi ini mendorong
semua siklus biologis
d. Rantai makanan yang panjang dan rumit
e. Suksesi ekologi berlangsung dalam ekosistem alami selama periode waktu
f. Siklus nutrisi Alam memastikan bersepeda maksimal dan efisien nutrisi
g. Produktivitas sangat bervariasi dan tergantung pada lingkungan.
Produktivitas hutan hujan tropis sangat tinggi, tapi di gurun produktivitas
sangat rendah
h. Keberlanjutan tinggi atau alami yang berkelanjutan
2. Agroekosistem
a. Terdiri dari tanaman-tanaman utama (monokultur). Spesies lain di sekitar
disebut gulma dan petani menggunakan bahan kimia untuk menghancurkan
gulma
b. Keanekaragaman genetik sangat rendah dan jenis tanaman lainnya dihapus
dengan menggunakan rumput pestisida
c. Sinar matahari adalah sumber energi utama untuk autotrof atau tanaman
tetapi pupuk buatan, pupuk dan nutrisi lainnya secara eksternal dipasok ke
tanah
d. Sederhana dan sering tidak lengkap sebagai spesies lainnya tewas sebagai
hama atau gulma
e. Tidak ada suksesi ekologi
f. Tidak lengkap dengan siklus haranya. Pemanenan tanaman menghilang
sejumlah besar nutrisi dari tanah membuat tanah yang kurang subur setiap
kali
g. Dirancang untuk produktivitas tinggi
h. Tidak berkelanjutan sebagai mayoritas pupuk berasal dari bahan bakar fosil
yang tidak terbarukan dan semakin menambah polusi air dan gangguan
ekologi lainnya
2.2 Komponen dalam Agroekosistem
Dalam suatu agroekosistem terdapat komponen – komponen yang dapat
menjalin interaksi antara satu sama lain, yaitu komponen biotik dan abiotik.
Komponen biotik adalah komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda –
benda tak hidup seperti tanah, air, udara, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi.
Sedangkan komponen biotik adalah komponen penyusun ekosistem yang terdiri
atas makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme
(virus dan bakteri) (Windiani, 2010). Masing – masing dari komponen mempunyai
fungsi dan relung, selama masing – masing komponen itu melakukan fungsinya
dan bekerja sama dengan baik.
Hubungan interaksi membentuk suatu kesatuan yang teratur yang dapat
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Apabila interaksi yang terjadi
bentuk normal maka interaksi antara komponen – komponen penyusun di
dalamnya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Sebaliknya, apabila
interaksi yang terjadi dalam bentuk tidak normal maka interaksinya akan terganggu
dan tidak normal. Keseimbangan itu sendiri bersifat dinamis, ia selalu berubah –
ubah, kadang – kadang perubahan itu besar dan kadang – kadang kecil.
Perubahan tersebut dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai perbuatan
manusia (Soemarwoto, 2000).
Agroekosistem meliputi seluruh komponen ekosistem yang berada dalam
ruang lingkup pertanian, yaitu :
1. Komponen abiotik
Dalam agroekosistem terdapat beberapa komponen penyusun abiotik,
antara lain:
a. Suhu
Menurut Imran Sitanala (2009), suhu dapat mempengaruhi tiga fungsi
fisiologi tanaman yaitu pertumbuhan dan perkembangan, asimilasi dan
pernafasan. Suhu minimum adalah suhu terendah yang dibawahnya
pertumbuhan, asimilasi dan pernafasan menjadi lambat bahkan terhenti. Suhu
yang rendah akan mengakibatkan absorpsi air dan unsur hara terganggu
karena transpirasi meningkat. Suhu minimum, optimum dan maksimum dapat
diketahui dalam ruang yang tak terkendali sehingga dapat mempermudah
dalam penyesuaian terhadap keadaan iklim disuatu tempat.
b. Cahaya Matahari
Menurut Yulianita (2006), sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman
untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu
tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat
dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru
sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan.
c. Iklim
Menurut Campbell dan Reece (2004) iklim ialah suatu kondisi cuaca yang
dominan pada suatu lokasi dan dampak besar iklim pada persebaran
organisme dapat dilihat dengan cara membuat suatu klimograf yaitu suatu plot
suhu dan curah hujan dalam bentuk rata tahunan. Rata rata tahunan untuk suhu
dan curah hujan sangat berkorelasi dengan bioma yang ditemukan di wilayah
yang berbeda beda.
Faktor iklim merupakan komponen agroekosistem yang paling sulit untuk
dimodifikasi. Komponen iklim yang sangat berpengaruh terhadap keragaman
tanaman adalah suhu dan kelembaban. Iklim dikelompokkan berdasarkan
faktor - faktor iklim utama yang berhubungan erat dengan keragaman tanaman
yaitu suhu dan kelengasan. Aspek suhu dan kelengasan sebagai unsur iklim
perlu diketahui untuk menetapkan zone agroekologi (Astrid, 2013).
d. Angin
Angin memperkuat suhu lingkungan pada suatu organisme dengan cara
meningkatkan hilangnya panas melalui penguapan (Evaporasi) dan konveksi
(faktor Wind-Chill) atau pendinginan oleh angina (Yulianita, 2006).
e. Batu dan Tanah
Struktur fisik, pH, dan komposisi mineral batuan serta tanah akan
membatasi persebaran tumbuhan dan hewan yang memakannya, sehingga
menjadi salah satu penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu
yang acak pada ekosistem terrestrial yang sering ditemukan (Gerald G. Marten
dalam Tohir, 2016).
f. Air
Air merupakan salah satu komponen abiotik yang sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam
pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia,
air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi
bagi manusia dan tempat hidup bagi ikan.
Air sebagai komponen utama dalam tubuh tanaman memiliki hampir 90%
sel - sel tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Air yang diserap tanaman
disamping berfungsi sebagai komponen sel – selnya, juga berfungsi sebagai
media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya yang apabila telah
terpakai diuapkan melalui mekanisme transpirasi, yang bersama – sama
dengan penguapan dari tanah sekitarnya (evaporasi) disebut evapotranspirasi
(Hanafiah, 2008).
2. Komponen biotik
Menurut Aziz (2014), terdapat beberapa komponen penyusun biotik
dalam agroekosistem, antara lain :
a. Produsen
Produsen adalah makhluk hidup yang mampu membuat makanan sendiri
dengan bantuan cahaya matahari. Makhluk hidup yang tergolong produsen,
meliputi makhluk hidup yang melakukan fotosintesis (tumbuhan, bakteri,
ganggang hijau, dan ganggang hijau biru)
b. Konsumen
Konsumen adalah makhluk hidup yang tidak mampu membuat
makanannya sendiri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan makanannya,
makhluk hidup ini bergantung pada makhluk hidup yang lain. Misalnya hewan
pemakan tumbuhan ( herbivora ), pemakan hewan lain ( karnivora ), pemakan
hewan dan tumbuhan ( omnivora )
c. Pengurai
Pengurai atau dekomposer ( detritivora ) adalah pemakan bahan organik
dari makhluk hidup yang telah mati. Makhluk hidup yang termasuk dekomposer
adalah bakteri, jamur, cacing, dan beberapa jenis serangga tanah.
2.3 Agroekosistem dalam Ketinggian yang Berbeda
Ketinggian dapat bepengaruh pada pertumbuhan tanaman, karena
ketinggian berpegaruh terhadap suhu udara dan curah hujan. Semakin tinggi suatu
tempat, suhu udara semakin rendah. Menurut Braak (1977) dalam Purwantara
(2011) menyatakan bahwa, penurunan suhu udara adalah sekitar 0,6 0C di setiap
kenaikan tinggi tempat 100 meter di permukaan bumi. Ketingggian tempat juga
memengaruhi curah hujan dan kesuburan tanah, karena semakin tinggi letak suatu
tempat maka curah hujan semakin tinggi serta tanahnya semakin subur. (Sari et
al., dalam Supriadi et al., 2016).
Menurut Hanafiah (2013) dalam Nurrohman et al. (2018) bahwa
kesuburan tanah dipengaruhi oleh ketersediaan hara. Semakin rendah
ketersediaan hara, maka kesuburan tanah pun semakin rendah. Hal ini tidak lepas
dari keberadaan makrofauna tanah yang berperan sebagai perombak bahan
organik. Semakin subur tanah, maka semakin banyak unsur hara yang dikandung
di dalamnya, sehingga makrofauna di dalam tanah juga semakin banyak dan
beragam, sejalan dengan pernyataan Sugiyarto (2010) dalam Nurrohman et al.
(2018) bahwa, setiap grup fauna tanah dapat dijadikan bioindikator karena
keberadaan fauna tanah sangat bergantung dengan faktor biotik dan abiotik tanah.
Menurut Jumar (2010) dalam Syarkawi et al. (2015) menyatakan bahwa,
suhu dan kelembapan mempengaruhi populasi dari hama penggerek buah kakao.
Peningkatan suhu juga meningkatkan kemampuan serangga dalam bereproduksi.
Hal ini didukung dengan penelitian Hoiss et al. (2012) dalam Syarkawi et al. (2015)
yang menyatakan bahwa, semakin tinggi tempat semakin rendah populasi dari
serangga. Pada dataran tinggi dengan ketinggian 401-800 m dpl menurunkan
populasi hama penggerek buah kakao (Hodkinson, 2005) dalam Syarkawi et al.
(2015). Duyck et al. (2010) dalam Syarkawi et al. (2015) menjelaskan bahwa,
semakin tinggi tempat akan menekan reproduksi serangga sehingga populasi
serangga berkurang. Selain ketinggian tempat, kelembapan juga mempengaruhi
aktivitas organisme dan sebagai penghambat populasi serangga.
2.4 Peran Arthropoda dan Biota Tanah dalam Agroekosistem
Arthropoda merupakan fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup
banyak, yang paling menonjol adalah springtail dan kutu. Menurut Hidayat (2006)
berdasarkan tingkat trofiknya, arthropoda dalam pertanian dibagi menjadi 3 yaitu
arthropoda herbivora, arthropoda karnivora dan arthropoda dekomposer.
Arthropoda herbivora merupakan kelompok yang memakan tanaman dan
keberadaan populasinya menyebabkan kerusakan pada tanaman, disebut
sebagai hama. Arthropoda karnivora terdiri dari semua spesies yang memangsa
arthropoda herbivora yang meliputi kelompok predator, parasitoid dan berperan
sebagai musuh alami arthropoda herbivora. Arthropoda dekomposer adalah
organisme yang berfungsi sebagai pengurai yang dapat membantu
mengembalikan kesuburan tanah. Arthropoda dekomposer sangat berguna dalam
proses jaring makanan yang ada, hasil uraiannya dimanfaatkan oleh tanaman.
Pada agroekosistem dapat dijumpai komunitas serangga yang terdiri dari
banyak jenis serangga dan masing-masing jenis memperlihatkan sifat populasi
tersendiri. Tidak semua jenis serangga dalam agroekosistem merupakan
serangga yang berbahaya. Sebagian besar jenis serangga yang dijumpai
merupakan serangga yang dapat berupa musuh alami serangga (predator,
parasitoid)
Biota tanah berperan dalam proses dekomposisi bahan organik tanah
menjadi unsur-unsur yang harus tersedia bagi tanaman. Mikroorganisme
memainkan beberapa peran, antara lain adalah mendekomposisi bahan organik.
Salah satu proses dalam tanah yang sangat tergantung pada keberadaan
mikroorganisme tanah adalah proses daur ulang bahan organik. Bahan organik
tanah merupakan produk langsung gabungan dari aktivitas kimia tumbuhan,
mikroorganisme, fauna dan berbagai faktor abiotik (Breure, 2004).
Biota tanah berperan sebagai agen remediasi, bioremediasi merupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan
proses biologi menggunakan mikroba bermanfaat dalam mengendalikan
pencemaran (Hanafiah, 2009). Berperan dalam siklus karbon, karbon masuk ke
dalam rantai makanan melalui herbivora dan predator sebagai konsumer dan
mikroba sebagai dekomposer. Proses ini dimulai ketika tumbuhan dimakan oleh
fauna tanah, maka dalam hal ini karbon yang terkandung dalam tumbuhan
tersebut di transfer ke konsumer. Di dalam sistem pencernaan fauna tanah, bahan-
bahan tersebut akan diurasi. Kemudian karbon akan diserap sebagai nutrisi yang
dimanfaatkan oleh fauna tersebut (Hanafiah, 2005).
2.5 Rantai dan Jaring-Jaring Makanan
Rantai makanan adalah jalur perpindahan energi dari suatu trofik ke
tingkat trofik berikutnya melalui proses makan dan dimakan (Annisa rahmah,
2017). Jaring-jaring makanan adalah sekumpulan rantai makanan yang saling
berhubungan (Saktiyono, 2004) Jaring- jaring makanan sangat berpengaruh pada
agroekosistem, karena dalam ekosistem terdapat satu rantai makanan yang
berhubungan dengan rantai makan yang lain membentuk jaring-jaring makan yang
rumit. Jadi dalam suatu ekosistem sangat jarang ditemukan suatu jenis hewan
yang memiliki satu jenis makanan, misalnya ular yang tidak hanya makan tikus,
tetapi juga makan katak dll. demikian sebaliknya suatu jenis makahluk hidup tidak
hanya dimakan oleh satu jenis makhluk hidup yang lain. misalnya padi tidak hanya
dimakan oleh burung saja, tetapi dimakan belalang, dll. jika salah satu konsumen
dan produsen di dalam jaring jaring makanan dimusnahkan, maka akan
berdampak pada makhluk hidup lainnya.
2.6 Keseimbangan Agroekosistem
2.6.1 Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kepentingan suatu jenis
tumbuhan serta peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting pada vegetasi
tingkat pohon, tiang dan pancang didapat dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif
(KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR) (Bengen, 2002).
a. Kerapatan Jenis (Di)
Merupakan jumlah tegakan jenis ke-1 dalam suatu unit area (Bengen, 2002).
b. Kerapatan Relatif (RDi)
Merupakan perbandungan antara jumlah jenis tegakan jenis ke-I dengan total
tegakan seluruh jenis (Bengen, 2000).
c. Frekuensi Jenis (Fi)
Yaitu peluang ditemukan suatu jenis ke-I dalam semua petak contoh disbanding
dengan jumlah total petak contoh yang dibuat (Bengen, 2000).
d. Frekuensi Relatif (RFi)
Merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-I dengan jumlah frekuensi
seluruh jenis (Bengen, 2000).
e. Penutupan Jenis (Ci)
Merupakan luas penutupan jenis ke-I dalam suatu unit area tertentu (Bengen,
2000).
f. Penutupan Relatif (RCi)
Merupakan perbandingan antara penutupan jenis ke-I dengan luas total penutupan
untuk seluruh jenis (Bengen, 2000).

Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan relative jenis (RDi), frekuensi
relative jenis (RFi) dan penutupan relative jenis (RCi).
INP = RDi + RFi + RCi
Indeks Nilai Penting memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh
atau peranan suatu jenis tumbuhan dalam komunitas. Indeks Nilai Penting juga
merupakan kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis
vegetasi dalam ekosistemnya (Parmadi et.al, 2016). Beragamnya Indeks Nilai
Penting juga menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh seperti
kelembaban, suhu dan tidak mampu atau kalah berkompetisi,
2.6.2 Prinsip Ekologi
Menurut Zoer’aini (2003) prinsip-prinsip ekosistem sebagai berikut :
a. Suatu ekosistem diatue dan dikendalikan secara alamiah
b. Suatu ekosistem mempunyai daya kemampuan yang optimal dalam keadaan
berimbang. Di atas kemampuan tersebut ekosistem tidak lagi terkendali,
dengan akibat menimbulkan perubahan-perubahan lingkungan atau krisis
lingkungan yang tidak lagi berada dalam keadaan lestari bagi kehidupan
organisme
c. Terdapat interaksi antara seluruh unsur-unsur lingkungan yang saling
mempengaruhi dan bersifat timbal balik
d. Interaksi terjadi antara
(a) Komponen-komponen biotik dengan komponen-komponen abiotik
(b) Sesama komponen biotik
(c) Sesama komponen-komponen abiotik
e. Interaksi senantiasa terkendali menurut suatu dinamika yang stabil, untuk
mnecapai suatu optimum mengikuti setiap perubahan yang dapat ditimbulkan
terhadapnya dalam ukuran batas-batas kesanggupan
f. Setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas disamping yang umum dan
secara bersama-sama dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan
terhadap ekosistem keseluruhannya (biosfer)
g. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat,
waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara
ekosistem itu sendiri sebagai cerminan sifat-sifat yang khas
h. Antara satu dengan lainnya, masing-msing ekosistem juga melibatkan diri untuk
memilih interaksinya pula secara tertentu.
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan fieldtrip dilaksanakan pada hari Minggu, 20 Oktober 2019 pukul
06.00 – 14.00 WIB di kawasan UB Forest lereng Gunung Arjuno di Dusun
Sumbersari Desa Tawang Agro, Karangploso, Kabupaten Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Aspek Budidaya Pertanian
Pengambilan data pada aspek budidaya pertanian diperlukan beberapa
alat dan bahan yaitu, thermohigrometer, luxmeter, form pengamatan, plastik
ukuran 1 kg, spidol permanen, kamera, alat tulis, dan papan dada.
3.2.2 Aspek Tanah
Pengambilan data pada aspek tanah diperlukan beberapa alat dan bahan
yaitu, munsel soil color chart, thermometer tanah, 2 buah frame ukuran 50x50 cm,
busur modifikasi, minimal 8 buah pasak kayu runcing ukuran 30 cm, minimal 3
buah cetok dan cangkil, meteran jahit, penggaris besi, plastik ukuran 1 kg, kapas,
alkohol 70%, form pengamatan, kamera, alat tulis, papan dada
3.2.3 Aspek Hama dan Penyakit Tanaman
Pada aspek hama dan penyakit tumbuhan alat dan bahan yang
diperlukan yaitu, sweepnet, lighttrap, kertas yellowtrap, detergen, 1 buah botol air
mineral ukuran 600 ml, 5 buah gelas air mineral, plastik ukuran 1 kg, kapas, alkohol
70%, form pengamatan, spidol permanen, kamera, alat tulis,dan papan dada
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Analisis Vegetasi
Metode pelaksanaan pada analisis vegetasi yaitu, pertama siapkan alat
dan bahan yang diperlukan. Lalu, catat semua jenis vegetasi yang ada diplot
berukuran 20 m x 5 m yang telah terpasang. Membedakan antara vegetasi utama
dan tanaman yang termasuk gulma. Apabila tanaman tidak bisa diidentifikasi,
maka tanaman tersebut dimasukkan kedalam plastik, lalu diidentifikasi dikampus
pada lain hari. Selanjutnya, menghitung semua jumlah vegetasi utama yang ada
serta tanaman yang termasuk gulma. Tulis data yang sudah didapat dalam form
pengamatan serta dokumentasi.
3.3.2 Pengamatan Intensitas Radiasi Matahari
Metode pelaksanaan pada pengamatan intensitas radiasi matahari yaitu,
menyalakan luxmeter dengan cara menekan tombol “power”. Jika luxmeter belum
pada skala lux ubah dengan cara menekan tombol “lux” sampai berubah menjadi
satuan lux. Selanjutnya buka tutup sensor lalu atur skala lux meter pada skala
yang akan digunakan yaitu 10 lux dengan cara menekan tombol “range” sampai
menemukan skala 10 lux. Meletakkan luxmeter pada tempat yang sudah
ditentukan (tidak ternaung) untuk tempat pengamatan. Mengarahkan keatas dan
tunggu hingga angka pada layar panel menunjukan angka yang stabil. Jika angka
pada layar panel tidak juga menunjukan angka yang stabil tekan tombol “hold”
pada luxmeter untuk menstabilkan angka dan menghasilkan hasil akhir. Setelah
menemukan hasil akhir, mencatat data dalam form pengamatan dan
mendokumentasikan data.
3.3.3 Pengamatan Kelembaban dan Suhu Udara
Pengamatan kelembaban dan suhu udara menggunakan alat bernama
thermohigrometer. Pengamatan dimulai dengan menghidupkan alat ini dan
dipasang baterainya, lalu mengatur waktu pengamatan. Higrometer yang sudah
diatur di letakkan pada tempat yang akan diukur kelembabannya dan ditunggu
sampai muncul skalanya. Skala (C°) menunjukkan suhu udara, sedangkan (%)
menunjukkan kelembaban udara. Suhu udara yang digunakan yaitu suhu out.
3.3.4 Pengamatan Suhu Tanah
Pengamatan suhu tanah dilakukan dengan menggunkan thermometer.
Thermometer yang digunakan sebanyak 4 buah. Sebelum mengamati suhu tanah,
dibuat lubang dengan kedalaman 5, 10, 20, dan 30 cm. Lubang yang telah siap
dapat ditancapi termometer sesuai kedalaman dan ditunggu sampai 5 menit.
Termometer yang telah didiamkan selama 5 menit diambil dan kemudian diamati
suhunya. Pengamatan dilakukan serentak pada waktu yang sama.
3.3.5 Pengamatan Warna Tanah
Pengamatan warna tanah dilakukan dengan menggunakan buku Munsel
Soil Color Chart. Metode pelaksanaan pada pengamatan warna tanah yaitu,
tentukan lokasi pengukuran. Kemudian membuat lubang sedalam 20 cm. Setelah
itu ambil bongkahan dari tanah yang dibuat. Selanjutnya amati tanah dan
mencocokkan warna dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart.
Terakhir, mencatat data pada form pengamatan dan dokumentasikan data.
3.3.6 Pengukuran Ketebalan Seresah
Metode pelaksanaan pada pengukuran seresah yaitu, siapkan frame 50
x 50 cm dan tancapkan pada 10 titik yang sudah ditentukan. Kemudian ukur
seresah menggunakan penggaris dengan menekan secara perlahan. Lakukan hal
yang sama pada 10 titik yang telah ditentukan. Setelah itu, pisahkan seresah
nekromas dan biomass untuk ditimbang. Kemudian, catat data pada form
pengamatan dan mendokumentasikan data.
3.3.7 Pengukuran Berat Nekromassa dan Biomassa
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan semua alat
dan bahan yang dibutuhkan, setelah semua alat bahan tersedia langkah
selanjutnya adalah menyusun dua buah frame ukuran 50 x 50 secara diagonal.
Kemudian melakukan pengamatan pada 5 titik yang diulang 2 kali sehingga
terdapat 10 data pengamatan. Selanjutnya melakukan pengamatan tersebut
menggunakan penggaris dengan cara mengukur ketebalan seresah pada
permukaan tanah. Langkah selanjutnya adalah memilah seresah antara seresah
nekromass (kering) dan biomass (basah) . Langkah terakhir yang dilakukan adalah
menimbang semua seresah baik seresah nekromass maupun biomass yang telah
dipilah tadi.
3.3.8 Pengamatan Biota Tanah
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan semua alat
dan bahan yang dibutuhkan, setelah alat dan bahan tersedia langkah selanjutnya
adalah meletakan frame berukuran 50x50 cm diatas tanah. Kemudian mengambil
tanah hingga kedalaman 20 cm dengan ukuran sesuai frame dan melakukan
pengamatan melalui metode hand sorting. Langkah terakhir yang dilakukan adalah
mengIdentifikasi jenis biota tanah, jumlah dan peranan pada agroekosistem
tanaman semusim dan tahunan.
3.3.9 Pengamatan Luas Bidang Dasar (LBD)

Pertama-tama ukur LBD masing-masing pohon yang berdiameter lebih


dari 5cm yang terdapat di plot pengamatan (semusim 5 x 5 m; tahunan 20 x 5 m).
Lalu, hitung nilai INP masing-masing pohon dan analisis kestabilan agroekosistem.
3.3.10 Pengamatan Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman ini menggunakan busur yang telah di
modifikasi. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menentukan titik tempat
pengamat supaya dapat mengamati keseluruhan tinggi tanaman. Lalu mengukur
jarak pengamat dengan pohon yang diamati. Kemudian menentukan sudut elevasi
pengamat dengan titik tertinggi pohon menggunakan busur yang telah di
modifikasi tersebut. Setelah itu mengukur tinggi pengamat dari ujung kaki hingga
mata pengamat. Kemudian menghitung tinggi pohon menggunakan rumus
sebagai berikut :
(tan θ = depan/samping) + tinggi mata pengamat
tan θ = ((tinggi pohon)/(jarak ke pohon)) + tinggi mata pengamat
Tinggi pohon = (tan θ x jarak ke pohon) + tinggi pengamat
3.3.11 Pengamatan Sweepnet
Penggunan sweepnet sebagai alat perangkap serangga terbang
dilakukan dengan cara mengayunkan sweepnet dengan jarak 5-10 cm sebanyak
3 kali ayunan dan pada ayunan ketiga sweenet ditutup, alur jalan dengan
melangkah maju dengan membentuk huruf “U” dan diagonal. Kemudian buka
penutup pada bagian ujung sweepnet, serangga yang berhasil ditangkap dengan
sweepnet dimasukkan ke dalam plastik ukuran 1 kilogram yang berisi kapas yang
telah dibasahi dengan alkohol.
3.3.12 Pengamatan Yellowtrap
Penggunaan yellowtrap ditargetkan untuk menangkap serangga terbang.
Perangkap dipasang sebelum kegiatan fieldtrip (H-1 kegiatan fieldtrip), dipasang
di bagian tengah plot setinggi tanaman budidaya. Pengamatan dilakukan dengan
mengambil botol yang terpasang yellowtrap kemudian melakukan dokumentasi
serta identifikasi serangga yang terperangkap sebelum serangga rusak.
3.3.13 Pengamatan Pitfall
Pasang perangkap pitfall di permukaan tanah sehari sebelum kegiatan
fieldtrip. Pitfall dipasang di 5 titik dalam satu plot yaitu di ujung kanan atas plot,
ujung kiri atas plot, ujung kanan bawah plot, ujung kiri bawah plot, dan di tengah
plot. Pada hari pengamatan, keluarkan pitfall dari permukaan tanah, lalu masukan
Arthropoda beserta air detergen yang terdapat pada pitfall kedalam plastik
berukuran 1kg. Identifikasi Arthropoda dengan cara menyaring air detergen yang
didalamnya terdapat Arthropoda, lalu ambil dan letakkan Arthropoda di kapas dan
mulai identifikasi menggunakan buku kunci determinasi serangga.

3.3.14 Pengamatan Lighttrap


Pasang Light trap di tengah antara beberapa plot sehari sebelum kegiatan
fieldtrip. Pada saat pengamatan, masukkan serangga yang terdapat pada light trap
beserta air detergen nya kedalam plastik berukuran 1kg. Setelah itu identifikasi
Arthropoda dengan cara menyaring air detergen yang didalamnya terdapat
Arthropoda, lalu ambil Arthropoda, letakkan di kapas dan mulai identifikasi
menggunakan buku kunci determinasi serangga. Satu Light trap mewakilkan
beberapa plot karena lighttrap berada di tengah beberapa plot.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Rahmah, dkk. 2017.New Edition Big Book Biologi. Cmedia.Jakarta


Aziz, M. S. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Memahami Materi
Keseimbangan Lingkungan dengan Metode Pemecahan Masalah
(Problem Solving) pada Siswa. digilib.uinsby.ac.id. Diakses pada 17
November 2019.
Breure, A.M. 2004. Soil Biodiversity : Measurements, Indicatores, Threats and Soil
Function. Leon spain.
Cahyono,B. 2007. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Aneka Ilmu:
Semarang
Campbell, Recee. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta : Erlangga
Chao A, Colwell RK, Lin CW, & Gotelli NJ. 2009. Sufficient sampling for asymptotic
minimum species richness estimators. Ecology
Damayanti, Astrid. 2013. Analisi Zone Agroekologi untuk Strategi Pengelolaan Das
Berkelanjutan. J Geografi 5 (1) : 1 – 16.
Darsono. 2009. Analisis dampak pengenaan tarif impor kedelai bagi kesejahteraan
masyarakat. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 5(1):1–21
Gerald G. Marten. 1998 dalam Tohir 2016. Productivity, Stability, Sustainability,
Equitability and Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment.
Hanafiah, K. A. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
360 hlm.
Hanafiah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hanafiah. 2009. Biologi Tanah, Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Hidayat, dkk. (2006). Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Saktiyono. 2004. IPA Biologi Jilid 1. Esis. Jakarta.
Sitanala, Imran. 2009. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Soemarwoto, Otto. 2000. Ekologi dan Pembangunan. Djambatan.
Windiani. 2010. Strategi Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Hutan Sebagai
Langkah Antisipatif dalam Penanganan Bencana Banjir dan Tanah
Longsor di Kabupaten Trenggalek. J Sosial Humaniora 3 (1) : 148 – 161.
Zoer’aini. 2003. Prinsip – Prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. Bumi Aksara. Bandung

Anda mungkin juga menyukai