Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

EKOLOGI PERTANIAN

Oleh :
kelompok A2

Asisten :
Muhammad Febriansyah

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
LEMBAR DATA ANGGOTA
PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN

Kelompok : A2

Asisten : Muhammad Febriansyah

No Nama NIM
1. Putra Irwandi 185040101111020
2. Nuzlatul Afia 185040101111016
3. I Desak Made Dewi Purwanisari 185040101111017
4. Emi Dwi Sulistyorini 185040101111018
5. Nurul Mukhlisa 185040101111019
6. Sri Intan Aprilia 185040101111021
7. Analiza Dinariski 185040101111022
8. Dewi Kustianti 185040101111023
9. Angger Sukhajivino 185040101111024
10. Olivia Miranda E. Sitorus 185040101111025
11. Devinda Sandityas Trisnawandana 185040101111026
12. Nidya Dwi Anggita 185040101111027
13. Yohanes Demas Akhasi 185040101111028
14. Slamet Cahyo Rudi Rubianto 185040101111029
15. Linda Febriana 185040101111030
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


EKOLOGI PERTANIAN

Kelompok : A2
Kelas : A

Disetujui Oleh :

Asisten Kelas, Koordinator Asisten


Ekologi Pertanian,

Muhammad Febriansyah Anita Novita Sari


NIM.145040201111046 NIM.165040200111057

PROGAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR KRITIK DAN SARAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


EKOLOGI PERTANIAN

Asisten Penguji :

Kritik dan Saran :

PROGAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya laporan akhir praktikum ekologi pertanian ini dapat
disusun dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam penyelesaian
laporan akhir praktikum ekologi pertanian ini, penyusun mendapat bantuan,
arahan, bimbingan dan motivasi dari beberapa pihak. Untuk itu, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Febriansyah selaku asisten
praktikum ekologi pertanian dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
moril dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan akhir praktikum ekologi pertanian ini
masih jauh dari kesempurnaan baik penyusunan kata, penulisan, maupun isi
serta pembahasannya. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir
kata, penyusun berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
terkhusus bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Malang, 3 November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
1. Analisis Vegetasi 30
2. Pengamatan Intensitas Cahaya Matahari 32
3. Pengamatan Kelembapan Tanaman 34
4. Pengamatan Suhu Udara 44
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan


manusia. Manusia memenuhi kebutuhan primernya yaitu pangan dengan adanya
pertanian. Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat diperlukan dalam
mewujudkan lingkungan pertanian yang efisien, ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Hubungan timbal balik banyak ditemukan di lingkungan pertanian,
selain itu hubungan timbal balik ini tidak hanya hubungan antara organisme
dengan organisme, melainkan juga hubungan antara organisme dengan
lingkungan. Oleh karena itu, ekologi pertanian sebagai ilmu yang mempelajari
tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan ini sangat
diperlukan.
Hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme ataupun
antara organisme dengan lingkungan ini sangat dipengaruhi oleh komponen
biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik adalah seluruh makhluk hidup
atau makhluk bernyawa yang ada di bumi, antara lain ialah tumbuhan, hewan,
jamur, dekomposer, dan lain-lain. Sedangkan komponen abiotik adalah
komponen tak hidup yang mendukung berlangsungnya kegiatan komponen biotik
dalam suatu ekosistem. Komponen biotik dan abiotik juga ditemukan di lokasi
pengamatan yaitu di UB Forest dan di Desa Kalisongo. Komponen biotik dan
abiotik saling mempengaruhi satu sama lain dan membentuk sebuah
keseimbangan ekosistem
Keseimbangan antara biotik dan abiotik bila tidak dijaga akan
menimbulkan berbagai macam masalah. Penggunaan pestisida yang berlebihan
adalah salah satu kegiatan yang dapat mengganggu dalam menjaga
keseimbangan ekosistem. Penggunaan pestisida yang berlebihan akan
memusnahkan komponen biotik, yaitu hama tumbuhan namun akan berpengaruh
terhadap populasi predatornya. Selain itu, penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan juga akan menimbulkan masalah. Masalah yang ditimbulkan adalah
kerusakan lahan, dimana tanah sebagai komponen abiotik menjadi tidak subur.
Oleh karena itu, kegiatan fieldtrip sangat berguna untuk meningkatkan
pemahaman tentang ekelogi pertanian. Sehingga dapat mewujudkan pertanian
yang efisien lewat pemahaman hubungan antara hama, gulma, kondisi tanah dan
sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah disampaikan diatas, maka rumusan


masalah yang diperoleh yaitu :
1. Bagaimana pengaruh biodiversitas pada tanaman?
2. Bagaimana hubungan antara komponen biotik dan komponen abiotik dalam
suatu agroekosistem ?
3. Apa peran arthropoda pada tanaman tahunan ?.
4. Bagaimana hubungan rantai makanan dalam agroekosistem ?
5. Bagaimana pengaruh ketinggian terhadap kondisi agroekosistem dan
keseimbangan agroekosistem ?
1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan pengamatan ini yaitu untuk mempelajari


pengaruh biodiversitas pada tanaman, hubungan antara komponen biotik dan
komponen abiotik dalam suatu agroekosistem, peran arthropoda pada tanaman
tahunan, rantai makanan dalam agroekosistem, dan pengaruh ketinggian
terhadap kondisi agroekosistem serta keseimbangan agroekosistem di UB forest.
1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan Fieldtrip yang


berlangsung di UB Forest dan Desa Kalisongo yaitu untuk lebih mengetahui
keanekaragaman tanaman dan juga untuk lebih mengetahui secara langsung
hubungan timbal-balik yang terjadi antara faktor biotik (gulma, hama, biota tanah)
dan abiotik (intensitas cahaya, suhu, kelembapan, tanah, air) dalam
agroekosistem. Mengetahui sistem rantai makanan yang ada di dalam
agroekosistem tersebut dan pengaruhnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem

Agroekosistem menurut Karyono dalam Yanto (2008) adalah sistem


ekologis hasil rekayasa manusia untuk menghasilkan makanan, serat, atau
produk agrikultur lainnya. Agroekosistem ini, peranan manusia sangat dominan
karena sistem ini merupakan hasil rekayasa manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya. Selain itu agroekosistem juga didefinisikan sebagai
ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung ataupun tidak
langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan ataupun serat‐
seratan (KEPAS dalam Suryana 2008). Agroekosistem yang merupakan suatu
ekosistem pertanian dapat dikatakan produktif jika terjadi keseimbangan antara
tanah, hara, sinar matahari, kelembaban udara dan organisme-organisme yang
ada, sehingga dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan hasil yang
berkelanjutan (Altieri dan Altieri dalam Nurindah, 2006). Jadi, agroekosistem
adalah suatu ekosistem yang dimodifikasi atau direkayasa untuk memenuhi
kebutuhan atas pangan.
2.2 Komponen dalam Agroekosistem
2.2.1 Komponen Biotik
Komponen biotik yaitu tanaman dan serangga hama beserta musuh alami
dan kompetitor lainnya (Altieri, et al., dalam Kartohardjono 2011). Selain itu
komponen biotik juga didefinisikan dengan komponen yang terdiri dari semua
makhluk hidup yang berada dalam suatu ekosistem, misalnya manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme (Saktiyono dalam Setiasih, et al., 2012).
Sedangkan komponen biotik merupakan bagian dari ekosistem yang terdiri dari
seluruh tingkatan makhluk yang ada di wilayah ekosistem tersebut seperti
tumbuhan, hewan, jamur dan bakteri. Komponen biotik ini akan membentuk
suatu hubunganmemakan dan dimakan yang disebut dengan rantai makanan (
Yudasmara 2015).
2.2.2 Komponen Abiotik

Faktor abiotik adalah komponen ekosistem yang bersifat tak hidup


(Subardi,2009:198). Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kimia yang
merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau
lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik,
senyawa organik, dan faktor yang mempengaruhi distribusi organisme, yaitu:
1.Suhu
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda
dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer.
2. Air
Air merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan.
Keberadaan air di suatau tempat yang berbeda membuat air bisa berlebih
dan bisa berkurang sehingga dapat menimbulkan berbagai persoalan. Untuk
itu, air harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu secara
menyeluruh. Terpadu berarti keterikatan dengan berbagai aspek. Untuk sumber
daya air yang terpadu membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak (Robert J.
Kodoatie, 2008).
3.Cahaya Matahari
Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh
mahkluk hidup di dunia. Cahaya matahari adalah energi berbentuk gelombang
elektromagnetik yang dapat dilihat secara kasat mata dengan panjang
gelombang sekitar 380-750 nm (Ansori, 2011).
4.Kelembaban
Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara, kandungan uap air
dapat berubah tergantung pada temperatur, tekanan, dan iklim (Rustam, 2008).
5.Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-
endapan yang relative lepas yang terletak diatas batuan dasar (Harry
Cristady Hardiyatmo, 2002).
6.Angin
Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan
juga karena adanya perbedaan tekanan udara disekitarnya. Angin atau udara
yang bergerak merupakan penyedia gas CO2 yang sangat dibutuhkan tanaman
dalam proses fotosintesis.

2.3 Agroekosistem pada Ketinggian yang Berbeda


Agroekosistem pada ketinggian berbeda memiliki karekteristik yang
berbeda. Salah satu faktor agroekosistem yang paling sulit dimodifikasi adalah
iklim. Iklim dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Makin tinggi suatu tempat, maka
semakin tinggi curah hujan dan kelembabannya. Sedangkan semakin rendah
suatu tempat, maka semakin tinggi suhunya dan kelembabannya. Komponen
iklim yang paling berpengaruh pada tanaman adalah suhu dan kelembaban.
Berdasarkan ketinggian tempatnya, di Indonesia dikenal dua suhu yaitu panas
dan dingin. Suhu panas umumnya dijumpai pada ketinggian tempat dibawah 700
m di atas muka laut, sedangkan suhu dingin dijumpai pada ketinggian tempat di
atas 700 m di atas muka laut (Rusna, 2005). Sedangkan menurut Zarwazi, et al,.
(2017).untuk daerah dengan ketinggian 0-650 mdpl agroekosistem yang dapat
tumbuh pada ketinggian tersebut ialah agroekosistem persawahan atau lebih
baik ditanami tanaman padi. Dan untuk daerah dengan ketinggian 800-1.800
mdpl agroekosistem yang dapat tumbuh pada ketinggian tersebut ialah
agroekosistem tegalan atau kebun campuran dan bisa juga dengan
agroekosistem Agroforestry atau hutan (Haryati et aI. 2009). Data lain juga
menunjukkan bahwa pada ketinggian 89-175 mdpl merupakan agroekosistem
sawah, pada ketinggian 125-225 mdpl merupakan agroekosistem tegalan, pada
ketinggian 150-275 mdpl merupakan agroekosistem kebun campuran, dan pada
ketinggian 275-350 mdpl merupakan agroekosistem hutan ( Suyana, 2008).

2.4 Peran Arthopoda dalam Agroekosistem


Arthropoda memiliki peran yang sangat vital dalam rantai makanan
khususnya sebagai dekomposer, karena tanpa organisme ini alam tidak akan
dapat mendaur ulang bahan organik. Arthropoda juga berperan sebagai mangsa
bagi predator kecil yang lain, sehingga akan menjaga kelangsungan arthropoda
yang lain (Lavelle, et al., dalam Samudera, et al., 2013 ). Selain itu peran
Arthropoda pada ekosistem diantaranya sebagai polinator, dekomposer,
predator, parasitoid, serta bioindikator (Ardillah, et al., 2014). Dari penjelasan-
penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peran arthropoda dalam
agroekosistem sangatlah beragam dan tentunya penting bagi keseimbangan
ekosistem.

2.5 Peran Biota Tanah terhadap Agroekosistem

Peran biota tanah dalam keseimbangan agroekosistem sangat penting.


Menurut Simarmata (2012), peran biota tanah meliputi peran dari cacing tanah
adalah merubah struktur tanah, pergerakan air, dinamika nutrisi dan
pertumbuhan tanaman serta kualitas tanah dan lingkungan secara signifikan. Hal
ini dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
a. Menstimulasi aktivitas mikroba dan ketersediaan hara.
Kotoran cacing (cast atau kascing) kaya akan nutrisi N, P, dan K
serta mengandung berbagai jenis mikroba.
b. Mencampur dan membentuk agregat tanah.
Dengan mengkonsumsi bahan organik dan partikel tanah, cacing
tanah akan mengeluarkan eksret atau kotoran atau limbah dalam bentuk
cast (kascing). Cacing berperan penting dalam mencampur tanah
(bioturbasi). Tanah lapisan bawah ditransports ke lapisan atas dan
membawa bahan organik kelapisan bawah Diperkirakan cacing mampu
mencampurkan tanah lapisan atas hingga ketebalan 15 cm dalam jangka
waktu sekitar 10 – 20 tahun.
c. Meningkatkan Infiltrasi.
Cacing meningkatkan porositas secara langsung melalui
pergerakannya dalam tanah. Beberapa species mempunyai lubang
permanent dalam tanah. Lubang tersebut akan berperan penting dalam
meningkatkan infiltrasi dan aerasi tanah hingga ke lapisan yang lebih
dalam. Secara keseluruhan lubang yang dibentuk oleh cacing ada
horizontal dan vertikal sehingga memperbaiki drainase internal secara
signifikan.
d. Memperbaiki kapasitas menahan air.
Dengan mendekomposisi bahan organik (fragmentasi) dan
meningkatnya infiltrasi, porositas, agregasi akan secara langsung
menaikkan kapasitas menahan air (water holding capacity).
e. Menyediakan kanal atau saluran untuk pertumbuhan akar.
Kanal yang dibuat oleh cacing selain memudahkan akar untuk
tumbuh seperti, penetrasi akar juga sekaligus berperan dalam suplai
oksigen untuk respirasi akar. Dengan demikian akan memudahkan akar
tumbuh hingga ke lapisan yang lebih dalam.
f. Mencaca bahan dan Menimbun residu tanaman.
Cacing biasanya membawa bahan organik ke dalam tanah/lubang
sebagai makanannya dan kotorannya (cast; Campuran tanah dengan
kotoran cacing) dibuang pada permukaan tanah.
2.6 Keseimbangan Agroekosistem
2.6.1 Luas Bidang Dasar (LBD)
Luas bidang dasar (LBD) merupakan penampang melintang dari diameter
batang setinggi dada, yakni 1,3 m dari permukaan tanah (Sahid, 2009). Menurut
Hardjosoediro dalam Sahid (2009), luas bidang dasar merupakan indikator yang
dapat menentukan kerapatan pohon dengan menjumlahkan LBD setiap pohon
yang ada dalam plot dan berpengaruh terhadap iklim mikro. Cara penghitungan
luas bidang dasar (LBD) yaitu:

𝜋 2
𝐿𝐵𝐷 = 𝑑
4
Keterangan :
LBD : Luas bidang dasar (m2)
Π : konstanta (3,14)
d : diameter batang (m)

Luas bidang dasar (LBD) merupakan salah satu indikator yang


mempengaruhi ekosistem, salah satunya adalah vegetasi. Vegetasi adalah salah
satu komponen dalam ekosistem yang sangat kompleks sehingga pengkajiannya
harus memerlukan analisis dari data taksonomi tumbuhan. Tanaman yang
memiliki diameter yang besar, maka akan berpengaruh terhadap vegetasi yang
berada disekitarnya. Tanaman tersebut berperan sebagai kanopi untuk vegetasi
yang berada dibawahnya. Semakin besar nilai luas bidang dasarnya, maka
jumlah seresah yang di hasilkan oleh tanaman tersebut akan semakin banyak,
hal itu berarti semakin besar ketersediaan bahan organik dalam tanah yang
dapat memenuhi nutrisi biota tanah sehingga keberagamannya meningkat seiring
dengan keseimbangan ekosistemnya yang baik. Kelimpahan dan kekayaan
masing-masing arthropoda dapat dilihat dengan perolehan nilai INP dan analisis
mengetahui keanekaragaman spesies ( Budiarto, et al ., 2016).
2.6.2 Rantai dan Jaring-Jaring Makanan
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya
tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan. Rantai makanan
sering juga disebut sebagai proses makan dan dimakan oleh suatu makhluk
hidup. Rantai makanan merupakan bagian dari jaring-jaring makanan, dimana
rantai makanan bergerak secara linear dari produsen ke konsumen teratas.
Langkah-langkah dalam rantai makanan umumnya terbatas, semakin pendek
tantai makanan semakin besar pula rantai makanan yang tersedia. Rantai
makanan danjaring-jaring makanan merupakan indikator keseimbangan karena
jaring- jaring makanan merupakan rantai-rantai makanan yang saling
berhubungan satu sama lain. Dalam sebuah ekosistem, ketersediaan atau
jumlah populasi organisme dalam sebuah jaring jaring makanan akan
mempengaruhi keseimbangan ekosistem. (Vindyastika Inke R. 2015).
Pada setiap mata rantai makanan sebagian besar energi matahari, yang
semuanya ditangkap oleh autotrof yang berfotosintesis, dihamburkan kembali ke
alam sekitarnya sebagai panas. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa jumlah
total energi yang tersimpan dalam tubuh populasi tertentu tergantung pada
tingkatan tropiknya. Sebagai contoh, jumlah total energi yang terdapat pada
populasi katak, jauh lebih kecil daripada yang ada pada serangga yang
merupakan mangsanya. Pada gilirannya, serangga hanya mempunyai sedikit
energi yang disimpan dalam tumbuhan yang dimakannya. Penurunan jumlah
total energi total yang tersedia pada tingkat tropik dapat diterangkan melalui
piramida energi (Kimball,1983 dalam Fardani 2015).

Anda mungkin juga menyukai