Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rizky Maulana Rahardian

Nim : 23020220130078
Agroekoteknologi B
Ekologi Tanaman
Agroekosistem

Ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh yang


saling mempengaruhi antara segenap unsur lingkungan hidup. Ekosistem
merupakan hubungan timbal balik yang kompleks antara makhluk hidup dengan
lingkungannya (Annisa, 2019). Ekosistem terbentuk oleh interaksi dinamik antara
komponen-komponen abiotik dan biotik. Secara garis besar, ekosistem terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu ekosistem alami dan ekosistem binaan manusia.
Ekosistem alami merupakan ekosistem yang pembentukan dan perkembangannya
berjalan secara alami tanpa campur tangan manusia sedangkan ekosistem binaan
manusia adalah ekosistem yang proses pembentukan, peruntukan dan
pengembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga
campur tangan manusia menjadi unsur yang sangat dominan.
Agroekosistem adalah komunitas tanaman dan hewan yang berhubungan
dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang telah diubah oleh manusia
untuk menghasilkan pangan, pakan, serat, kayu bakar, dan produk- produk
lainnya. Pengertian lain tentang agroekosistem yaitu merupakan sistem ekologi
yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan bahan makanan dan
produksi pertanian lain. Sebagaimana sistem-sistem ekologi, agroekosistem
merupakan sistem terstruktur secara dinamik dan kompleks. Empat keutamaan
elemen agroekosistem yang perlu mendapat perhatian adalah produktivitas,
stabilitas, keberlanjutan, dan pemerataan (Dewi, 2014). Dalam suatu ekosistem
tentunya terdapat berbagai komponen, dari yang abiotik sampai dengan yang
biotik. Di dalam agroekosistem juga demikian, dan antara komponen-komponen
tersebut menjalin interaksi satu sama lain yang apabila interaksi tersebut normal,
akan terjadi sebuah keseimbangan ekosistem dan sebaliknya apabila tidak normal,
atau ada salah satu di antara komponen tersebut yang jumlahnya melampaui batas,
misal meledaknya hama maka interaksinya akan terganggu dan tidak akan
seimbang.
Sifat agroekosistem diantaranya yaitu, tidak memiliki kontinyuitas
temporal (tidak stabil). Keberadaannya hanya dalam waktu yang terbatas dan
sering mengalami perubahan iklim mikro secara mendadak akibat tindakan
manusia, seperti pencangkulan, penyiangan, pengairan dan sebagainya. Lalu
struktur agroekosistem didominasi oleh jenis tanaman tertentu yang dipilih oleh
manusia dan sering merupakan tanaman baru yang dimasukkan ke dalam
ekosistem tersebut. Agroekosistem pada umumnya tidak memiliki keragaman
biotik dan genetik yang tinggi sehingga kurang stabil. Umur tanaman yang ada
dalam agroekosistem juga relatif seragam. Terdapat masukan berupa pupuk,
pestisida dan air irigasi, sehingga jaringan tanaman menjadi kaya akan unsur hara
dan air. Akibat dari sifat-sifat tersebut di atas, dalam agroekosistem sering terjadi
letusan populasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Tipe agroekosistem berdasarkan jenis varietas tanaman yang ditanam ada
2 yaitu monokultur dan polikultur. Monokultur adalah satu jenis atau satu varietas
tanaman saja yang di tanam dalam agroekosistem sedangkan polikultur adalah
penanaman lebih dari satu jenis atau varietas tanaman dalam satu kawasan
agroekosistem. Apabila berdasarkan penggunaan lahan terbagi menjadi sistem
huma (ladang), sistem kebun, sistem sawah, dan sistem pekarangan (Johan dan
Iskandar, 2016). Pengelolaan OPT dalam agroekosistem memerlukan
perencanaan, karena merupakan suatu tindakan yang mengoptimalkan
pengendalian OPT secara ekonomi dan ekologi. Oleh karena itu semua tindakan
pengendalian harus didasarkan pada aspek ekonomi dan ekologi yang secara pasti
telah sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Daftar Pustaka

Annisa, A. A. 2019. Kopontren dan ekosistem halal value chain. J. Ilmiah


Ekonomi Islam, 5(1) : 1 – 8.

Dewi, I. P. 2014. Karakteristik oseanografi untuk mendukung agroekosistem di


Kutai Timur provinsi Kalimantan Timur. J. Ilmu Kelautan dan Perikanan,
24(3) : 10 – 18.

Iskandar, J., dan B. S. Iskandar. 2016. Etnoekologi dan pengelolaan


agroekosistem oleh penduduk desa Karangwangi kecamatan Cidaun,
Cianjur Selatan Jawa Barat. J. Biodjati, 1(1) : 1 – 12.
Produksi Primer

Produksi primer adalah produksi senyawa organik dari karbon dioksida di


udara atau air yang didominasi oleh proses fotosintesis dan kurang memerlukan
kemosintesis. Produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik
(karbohidrat) oleh organisme tumbuhan hijau yang memanfaatkan cahaya
matahari untuk berfotosintesis (Munirma et al., 2020). Hampir semua makhluk
hidup di Bumi secara langsung atau tidak langsung bergantung pada produksi
primer. Organisme yang melakukan produksi primer disebut produsen primer atau
autotrof dan membentuk dasar rantai makanan. Autotrof dapat mensintesis bahan
makanan yang berupa bahan organik dengan bantuan sumber anorganik baik
karbon maupun energi (Purwanti dan Kuntjoro, 2020). Produksi primer di darat
berupa tumbuhan, sedangkan di laut didominasi oleh ganggang.
Produksi primer pada sebagian besar ekosistem didominasi oleh proses
fotosintesis, yaitu organisme mensintesis molekul organik dari sinar matahari,
H2O, dan CO2. Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan
selama suatu periode tertentu merupakan biomassa tumbuhan. Produksi primer
dalam ekologi pertanian sendiri dibagi menjadi 2 yaitu produksi primer kotor dan
produksi primer bersih. Produksi primer bruto atau kotor (GPP) adalah jumlah
energi kimia, biasanya dinyatakan sebagai biomassa karbon, yang dibuat oleh
produsen utama dalam jangka waktu tertentu. Beberapa fraksi dari energi tetap ini
digunakan oleh produsen utama untuk respirasi seluler dan pemeliharaan jaringan
yang ada yaitu, respirasi pertumbuhan dan respirasi pemeliharaan. Produksi
primer bersih (NPP) adalah tingkat di mana semua autotrof dalam suatu ekosistem
menghasilkan energi kimia bersih yang berguna. Sebagaimana dicatat, itu sama
dengan perbedaan antara tingkat di mana tanaman dalam suatu ekosistem
menghasilkan energi kimia yang berguna (GPP) dan tingkat di mana mereka
menggunakan sebagian dari energi itu selama respirasi.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas primer antara lain suhu,
cahaya, air, curah hujan dan kelembaban, nutrient, tanah, herbivore. Berdasarkan
gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari
wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah
menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim
tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat
bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada
gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung ataupun tidak
langsung berpengaruh pada produktivitas.
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya
memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena
hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan
mesin fotosintesis dalamtubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima
lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki
kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung
peningkatan produktivitas primer. Cahaya atau kecerahan merupakan faktor
pembatas bagi adanya bahan organik yang penting bagi produktivitas primer
perairan (Yuningsih et al., 2014).
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan
air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga
ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.
Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan
air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi
lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang
berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat
ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas.
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa
dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan
tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic
merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas
dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient
tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.
Daftar Pustaka

Munirma, M., Kasim, M., Irawati, N., Halili, H., & Salwiyah, S. (2020). Studi
Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Danau Motonuno Desa
Lakarinta Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. J. Manajemen Sumber Daya
Perairan, 5(1) : 8 – 16.

Purwanti, W. M., dan S. Kuntjoro. 2020. Profil Miskonsepsi Materi Ekologi


Menggunakan Four-Tier Test pada Peserta Didik Kelas X SMA. J. Berkala
Ilmiah Pendidikan Biologi, 9(3) : 414 – 421.

Yuningsih, H. D., P. Soedarsono, dan S. Anggoro. 2014. Hubungan Bahan


Organik dengan Produktivitas Perairan pada Kawasan Tutupan Eceng
Gondok, Perairan Terbuka dan Keramba Jaring Apung di Rawa Pening
Kabupaten Semarang Jawa Tengah. J. Marques Diponegoro, 3(1) : 37 – 43.

Anda mungkin juga menyukai