Anda di halaman 1dari 10

EKOSISTEM

Disusun oleh:

Muhammad Haidar Hanun (25)


Daffa Muhammad Faizan (7)
Muhammad Rezky Riyadi (26)
Fadhilah Zhorif Pasha (11)

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 CIREBON


JAWA BARAT
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya yaitu


berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai
makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi antara manusia dan
lingkungannya, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi seperti kerusakan tanah,
pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya
penggalian dan pemanfataan sumber-sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia
akibat pertumbuhan penduduk yang cepat.

Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan.


Makin tinggi kebudayaan manusia, makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar
jumlah kebutuhan hidupnya yang diambil dari lingkungan, maka berarti makin besar perhatian
manusia terhadap lingkungan. Perhatian dan pengaruh manusia hidup terhadap lingkungan
makin meningkat pada zaman teknologi maju. Pada masa kini, manusia mengubah lingkungan
hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Eksploitasi sumber daya alam makin meningkat
untuk memenuhi bahan dasar industri. Sebaliknya, hasil sampingan dari industri berupa asap
dan limbah mulai menurunkan kualitas lingkungan hidup. 

Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya pikir dan daya
nalar tertinggi dibandingkan makhluk lainnya. Disini jelas terlihat bahwa manusia merupakan
komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif
mengelola dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa yang dikehendaki. 

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan ekosistem?

2. Bagaimana penanggulangan rusaknya keseimbangan ekosistem?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan ekosistem.

2. Untuk mengetahui cara penanggulangan rusaknya keseimbangan ekosistem.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem  ekologi yang  terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang
saling mempengaruhi (Soemarno, 2010). 

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan


interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju
kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.  Dalam ekosistem,
organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan  fisik sebagai
suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga
mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada
hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan
lingkungan  fisik menghasilkan sutu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk
kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi
sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain di tata surya (Soemarno, 2010). 

B. Komponen Penyusun Ekosistem

Setiap  makhluk  hidup  berinteraksi  dengan  lingkungannya.  Lingkungan dalam hal ini
adalah segala sesuatu yang terdapat di sekeliling makhluk hidup, kecuali makhluk hidup itu
sendiri. Ada dua macam faktor, yaitu biotik dan abiotik (Wisnuwati, 2011).

1. Faktor Biotik
Komponen biotik terdiri dari berbagai jenis mikroorganisme, cendawan,
ganggang,  lumut,  tumbuhan  paku,  tumbuhan  tingkat  tinggi,  invertebrata  dan
vertebrata serta  manusia.  Setiap  komponen  biotik memiliki cara hidup sendiri yang
akan menentukan interaksi dengan komponen biotik  lainnya dan komponen  abiotik.
Misalnya tumbuhan hijau  melakukan  fotosintesis  untuk  memperoleh  makan,
herbivora memakan  tumbuhan,  dan  mikroorganisme  menguraikan  sisa-sisa
tumbuhan serta hewan untuk memperoleh energi. Berdasarkan fungsinya, komponen
biotik dapat dibedakan atas (Wisnuwati, 2011):
a. Produsen  adalah  makhluk  hidup  yang  menyusun  senyawa  organik atau
membuat makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Makhluk hidup
yang tergolong produsen, meliputi makhluk hidup yang melakukan fotosintesis
(tumbuhan, bakteri fotosintesis, ganggang hijau, ganggang hijau-biru).
b. Konsumen  (makhluk  hidup  heterotrof)  adalah  makhluk  hidup  yang tidak mampu
menyusun senyawa organik atau membuat makanannya sendiri. Untuk  memenuhi
kebutuhan  makanannya,  makhluk  hidup  ini bergantung pada makhluk hidup lain.
Hewan dan manusia tergolong sebagai konsumen.

c. Dekomposer atau detritivora  (pengurai) merupakan makhluk hidup yang


menguraikan  sisa-sisa  makhluk  hidup  mati  untuk  memperoleh makanan  atau
bahan  organik  yang  diperlukan.  Penguraian memungkinkan zat-zat organik yang
kompleks terurai menjadi zat-zat yang lebih sederhana dan dapat dimanfaatkan
kembali oleh produsen. Makhluk hidup yang termasuk dekomposer adalah bakteri,
cendawan, cacing, beberapa jenis rodentia dan serangga tanah.

2. Faktor Abiotik

Faktor abiotik merupakan faktor yang bersifat tidak hidup (non hayati), meliputi
faktor-faktor iklim atau  klimatik  (suhu, cahaya, tekanan udara, kelembaban, angin,
curah hujan), dan faktor-faktor tanah atau  edafik (jenis tanah, struktur dan tekstur
tanah, derajat keasaman ataupun pH, kandungan mineral dan air, serta dalamnya
permukaan  air  tanah). Masing-masing faktor tersebut dapat diukur dan diketahui
pengaruhnya pada makhluk hidup. Faktor abiotik bersifat saling berkaitan dan tidak satu
pun bekerja sendiri-sendiri (Wisnuwati, 2011).

C. Proses-proses Dasar dalam Ekosistem

Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan
dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan
dan dimakan antarmakhluk hidup dalam suatu ekosistem membentuk rantai makanan dan
jaring- jaring makanan (Team Teaching, 2012).

1. Rantai Makanan

Rantai makanan ini terjadi jika satu jenis produsen dimakan oleh satu jenis
konsumen pertama, konsumen pertama dimakan oleh satu jenis konsumen kedua, dan
seterusnya. Konsumen yang menjadi pemakan terakhir disebut konsumen puncak.
Rantai makanan terjadi di berbagai ekosistem. Di antara rantai makanan tersebut
terdapat pengurai, karena pada akhirnya semua makhluk hidup akan mati dan diuraikan
oleh pengurai. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai
pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Team Teaching, 2012). 

Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.


Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen
pertama, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai
konsumen kedua dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora
sebagai konsumen ketiga.

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai
parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.

Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan
bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan
lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan. 

2. Jaring-jaring Makanan

Pada ekosistem, setiap organisme mempunyai suatu peranan, ada yang


berperan sebagai produsen, konsumen ataupun dekomposer. Produsen adalah penghasil
makanan untuk makhluk hidup sedangkan konsumen adalah pemakan produsen.
Produsen terdiri dari organisme-organisme berklorofil (autotrof) yang mampu
memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik (melalui fotosintesis). Zat-zat organik
ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme heterotrof (manusia dan hewan)
yang berperan sebagai konsumen (Team Teaching, 2012).

Sebagai konsumen, hewan ada yang memakan produsen secara langsung. Tapi ada pula
yang mendapat makanan secara tidak langsung dari produsen dengan memakan konsumen
lainnya karenanya konsumen debedakan menjadi beberapa macam yaitu konsumen I,  II, dan
seterusnya hingga konsumen puncak. Konsumen II, III, dan seterusnya tidak memakan
produsen secara langsung tetapi tetap tergantung pada produsen, karena sumber makanan
konsumen I adalah produsen. Peranan makan dan dimakan di dalam ekosistem akan
membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring makanan (Team Teaching, 2012).

D. Kelentingan Ekosistem (Reselience)

Suatu sistem dalam ekosistem akan memberikan tanggapan terhadap suatu gangguan,
baik gangguan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggapan ekosistem tersebut
sesuai dengan keadaan kelentingan yang dimilikinya. Kelentingan merupakan sifat dari suatu
sistem yang memungkinkannya kembali pulih seperti keadaan semula (stabilitas), bahkan
untuk menyerap dan memanfaatkan gangguan yang menimbulkan dinamika atau perubahan
kecil (Anonim, 2010). 

Gangguan kecil terhadap suatu sistem dapat diserap secara berangsur-angsur, terutama
apabila tidak ada tanda-tanda akan munculnya suatu batas-batas baha-ya. Dalam suatu sistem
dengan kelentingan yang besar penyerapan gangguan itu akan mengubah stabilitas sistem ini.
Sebaliknya sistem yang mempunyai kelentingan kecil, dapat berubah menjadi sistem baru
(Anonim, 2010). 
E. Homeostasis Ekosistem

Ekosistem merupakan tingkatan organisasi di alam yang lebih tinggi dari komunitas,
atau merupakan kesatuan dari komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan
keteraturan. Keteraturan ini terjadi oleh adanya arus siklus materi dan aliran energi yang
terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu, dimana setiap
komponen mempunyai fungsi. Keseimbangan itu tidak bersifat statis, melainkan dapat
berubah-ubah (dinamis), perubahan ini dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat
perbuatan manusia. Keseimbangan dinamis tercapai akibat adanya proses pengaturan diri
terhadap setiap perubahan dari energi dan materi yang masuk atau beredar dalam sistem
(Anonim, 2010). 

Dalam ekosistem terdapat suatu mekanisme keseimbangan yang dikenal dengan istilah
“Homeostatis (Steady State)”, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai
perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan ini diatur oleh berbagai faktor
yang rumit dan didalamnya termasuk mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan,
pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme, produksi, dan dekomposisi bahan organik.
Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar sekali terhadap perubahan,
tetapi biasanya batas mekanisme homeostatis tersebut dengan mudah dapat diterobos oleh
kegiatan manusia. Sebagai contoh sungai yang menerima limbah dan sampah yang tidak terlalu
banyak, maka sungai dapat menjernihkan kembali airnya secara alami, sehingga air sungai
dianggap tidak tercemar. Tetapi bila limbah dan sampah yang masuk itu banyak dan kontinyu,
apalagi mengandung bahan beracun, maka batas homeostasis alami sungai akan terlampaui,
sehingga mungkin saja sistem sungai tersebut tidak memiliki lagi sistem homeostasis alami dan
secara permanen airnya berubah atau rusak sama sekali (Anonim, 2010).

Ekosistem memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi manusia untuk


dipelajari dalam mengelola dan pelestarian lingkungan. Informasi dalam hal ini dapat
dirumuskan sebagai suatu simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang terjadi atau yang
ada di masa lalu, maupun di masa akan datang pada komponen ekosistem, baik secara individu
maupun secara keseluruhan pada sistem itu. Sebagai contoh dari gejala alam yang memberikan
informasi adalah (Anonim, 2010):

1. Fosil yang terkandung dalam tanah dan batuan, memberikan informasi tentang masa lalu
dari sistem tersebut. 

2. Jejak telapak kaki dan kotoran gajah, memberikan informasi keberadaan gajah di ekosistem
tersebut. 

3. Adanya sinar merah pada saat matahari akan terbenam memberikan informasi pada
manusia bahwa besok hari udara akan baik dan cerah.
4. Keberadaan organisme tertentu dalam ekosistem dapat dijadikan petunjuk, misalnya adanya
kunang-kunang di suatu daerah menunjukkan adanya ekosistem tersebut padang rumput
ataupun hutan mangrove.

5. Warna yang beraneka ragam pada hewan, misalnya kuning belang pada harimau, warna ular
kuning berbintik hitam dll. Warna yang beraneka ragam mempunyai maksud, dan memberi
informasi kepada jenisnya maupun jenis lainnya, yang dapat menolong kedua belah pihak.
Informasi tersebut ada yang maksudnya untuk tidak mudah terlihat oleh musuhnya, agar
mudah dikenal pasangannya, memberi peringatan harus dijauhi dan hati-hati. Warna ini juga
memberikan informasi identitas dari spesies tertentu.

F. Kerusakan Ekosistem

Keseimbangan ekosistem dapat terganggu jika komponen-komponen penyusunnya


rusak atau bahkan hilang. Selain karena bencana alam, ekosistem dapat rusak akibat perbuatan
manusia. Contoh kerusakan ekosistem akibat bencana alam adalah letusan gunung berapi,
dimana lahar panasnya dapat mematikan organisme (hewan dan tumbuhan) dan
mikroorganisme yang dilaluinya. Contoh kerusakan ekosistem akibat perbuatan manusia
diantaranya penggundulan hutan, serta pencemaran air, tanah dan udara (Anonim, 2012).

1. Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan Ekosistem

a. Penebangan Pohon Secara Liar dan Pembakaran Hutan

Hutan mempunyai peran yang sangat penting bagi ekosistem. Didalam hutan hidup
berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan
perlindungan bagi hewan-hewan tersebut. Jika pohon-pohon ditebang terus, sumber
makanan untuk hewanhewan yang hidup di pohon tersebut juga akan berkurang atau tidak
ada, karena itu banyak hewan yang kekurangan makanan. Akibatnya, banyak hewan yang
musnah dan menjadi langka. Selain menebang pohon, manusia kadang-kadang membuka
lahan pertanian dan perumahan dengan cara membakar hutan. Akibatnya lapisan tanah
dapat terbakar, tanah menjadi kering dan tidak subur. Hewan-hewan tanah tidak dapat
hidup, hewan-hewan besar banyak yang mencari makan ke tempat lain bahkan sampai ke
pemukiman manusia. Hal ini juga dapat merusak keseimbangan ekosistem (Anonim, 2012). 

b. Perburuan Hewan Secara Terus Menerus

Penangkapan secara liar pada beberapa hewan, seperti penyu, cendrawasih, badak,
dan harimau dapat menyebabkan hewan-hewan tersebut menjadi langka. Manusia ada
yang berburu hewan hanya untuk bersenang-senang. Juga ada yang memanfaatkan sebagai
bahan makanan, hiasan, atau pakaian (Anonim, 2012).

c. Penggunaan Pupuk yang Berlebihan


 Pupuk alami adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan alami, misalnya dari
kotoran hewan atau dari daun-daunan yang telah membusuk. Pupuk alami dikenal dengan
sebutan pupuk kandang atau pupuk kompos. Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat dari
bahan kimia. Contoh pupuk buatan adalah urea, NPK, dan ZA (Anonim, 2012).

Penggunaan pupuk buatan harus sesuai dengan aturan pemakaian karena dapat
mempengaruhi ekosistem. Pupuk buatan yang berlebihan jika kena air hujan akan larut dan
terbawa air ke sungai atau danau. Akibatnya di tempat tersebut terjadi penumpukan unsur
hara sehingga gulma tumbuh subur. Eceng gondok tumbuh dengan subur sampai menutupi
permukaan sungai atau danau. Makhluk hidup dalam sungai atau danau tersebut akan
berkurang karena sinar matahari yang dibutuhkan tidak sampai ke dasar sungai atau danau
(Anonim, 2012).

      Untuk memberantas hama, para petani menggunakan pestisida atau insektisida.
Contoh penggunaan insektisida yang merusak ekosistem adalah penggunaannya tidak tepat
waktu, jumlahnya berlebihan, dan jenis insektisidanya tidak sesuai. Penggunaan insektisida
dan pestisida ini harus sesuai dengan ketentuan agar tidak membunuh makhluk hidup yang
lain, seperti burung atau hewan lainnya yang tidak merusak tanaman. Penggunaan pestisida
oleh petani telah memutus mata rantai ekosistem. Terputusnya mata rantai ekosistem
memberi kesempatan kepada mata rantai lainnya. Keseimbangan ekosistem dapat
terganggu jika komponen-komponen penyusunnya rusak atau bahkan hilang (Anonim,
2012).

2. Penanggulangan Rusaknya Keseimbangan Ekosistem

Flora dan fauna adalah kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan sangat berguna
bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Untuk melindungi binatang dan
tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan
beberapa macam upaya yaitu sebagai berikut (Anonim, 2012):

a. Pembuatan Suaka Margasatwa

Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang
hampir punah. Contoh: harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.

b. Pembuatan Cagar Alam

Pengertian/definisi cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman
maupun binatang yang hidup di dalamnya   yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai
keperluan dimasa kini dan masa mendatang. Contoh: Cagar Alam Ujung Kulon, Cagar Alam Way
Kambas, dsb.

c. Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga
dari kerusakan. Contoh: hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.

d. Pembuatan Taman Nasional

Taman nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang
meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman Nasional Lorentz, Taman
Nasional Komodo dan Taman Nasional Gunung Leuser.

e. Taman Laut

Taman laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk
melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb.
Contoh: Taman Laut Bunaken, Taman Laut Taka Bonerate, Taman Laut Selat Pantar, Taman
Laut Togean, dan banyak lagi contoh lainnya.

f. Kebun Binatang / Kebun Raya

Kebun raya atau kebun binatang yaitu suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat
obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih
hidup.

g. Penerapan Pertanian Organik

            Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan


alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah
menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan
produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Menjaga sifat fisik, kimia dan
biologi tanah yang baik merupakan hal yang penting dalam pertanian organik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan ekosistem


tidak bersifat statis, melainkan dapat berubah-ubah (dinamis), perubahan ini dapat terjadi
secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhi keseimbangan ekosistem diantaranya (1) penebangan pohon secara liar dan
pembakaran hutan, (2) perburuan hewan secara terus-menerus, dan (3) penggunaan pupuk
yang berlebihan. Untuk menanggulangi rusaknya keseimbangan ekosistem, dapat dilakukan
dengan upaya-upaya berikut (1) pembuatan suaka margasatwa, (2) pembuatan cagar alam, (3)
perlindungan hutan, (4) pembuatan taman nasional, (5) pembuatan taman laut, (6) pembuatan
kebun binatang, dan (7) penerapan pertanian organik.

B. Saran

Ekosistem merupakan suatu kawasan yang terdiri dari unsur hayati dan non hayati, di
mana di dalamnya terdapat berbagai macam habitat degan segala relung dan populasinya.
Oleh karena itu, upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem harus terus digalakan sehingga
tidak ada komponen yang terganggu dan keberlangsungan kehidupan makhluk hidup pun
terjamin.

Anda mungkin juga menyukai