Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup
lain. Makhluk tidak bisa hidup sendiri sehingga diperlukan adanya itneraksi dengan
makhluk hidup yang lain. Pengertian dari ekositem itu sendiri telah mencerminkan
adanya interaksi antar makhluk hidup. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya baik biotik maupun abiotik.

Ekosistem tediri atas beberapa komponen yang saling berhubungan dan tidak dapat
terpisahkan antara komponen satu dengan komponen lainnya. Kehilangan satu saja dari
suatu komponen akan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, sehingga hal tersebut
tidak dapat dikatakan ekosistem karena tidak terjadi interaksi. Komponen penyusun
ekosistem ialah makhluk hidup dengan lingkungannya.

Interaksi antara makhluk hidup tentunya mengakibatkan penyesuaian pada makhluk


hidup yang berinteraksi. Penyesuaian tersebut dinamakan adaptasi. Adaptasi adalah suatu
cara makhluk hidup untuk mengatasi tekanan lingkungannya. Secara umum adaptasi
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki makhluk hidup untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, makhluk hidup harus memiliki kemampuan adaptasi untuk
mempertahankan jenisnya. Adaptasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu adaptasi morfologi
yang merupakan penyesuaian bentuk tubuh, adapatasi fisiologi yang merupakan
penyesuaian fungsi organ pada tubuh, dan adaptasi tingkah laku yang merupakan
penyesuaian tingkah laku makhluk hidup. Ekosistem apapun memiliki kemampuan untuk
mempertahankan keseimbangan siklus biologis di dalamnya, hal tersebut terjadi karena
masing-masing ekosistem memiliki kemampuan mempertahankan siklus organisme di
dalamnya. Hubungan antar makhluk hidup terjadi di dalam semua tipe ekosistem baik
ekosistem darat maupun ekosistem air. Hal tersebut terjadi seusai dengan ciri-ciri khas
yang dimiliki setiap tipe ekosistem.
Oleh karena itu, praktikum tentang Pengamatan Interaksi dan Adaptasi Makhluk Hidup
pada Komponen Ekosistem Darat dilakukan untuk mengetahui adaptasi dari setiap jenis
hewan yang ada di area Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman. Selain itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui indeks
keanekaragaman Shannon –Wiener dan pengaruhnya bagi ekosistem darat di area
Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman. Praktikum ini juga
dilakukan untuk mengetahui nilai dari indeks kemerataan dan pengaruhnya bagi
ekosistem darat di Jogging Track Universitas Mulawarman.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari Pengamatan Interaksi dan Adaptasi Makhluk Hidup pada Komponen
Ekosistem Darat ini adalah :
a. Mengetahui adaptasi dari setiap jenis hewan yang ada di area Jogging Track belakang
Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.
b. Mengetahui indeks Keanekaragaman Shannon–Wiener dan pengaruhnya bagi
ekosistem darat di area Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman.
c. Mengetahui jenis adaptasi yang terjadi pada makhluk hidup yang ditemukan di area
Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.

1.3 Prinsip Percobaan

Praktikum Pengamatan Interaksi dan Adaptasi Makhluk Hidup pada Komponen


Ekosistem Darat dilakukan di area Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman pada pukul 16.00 – 18.00 WITA. Praktikum ini dilakukan dengan beberapa
langkah kerja. Plot penelitian harus terlebih dahulu dibuat dengan ukuran 10 x 10 meter
kemudian dibagi empat bagian 5 x 5 meter. Pengamatan hewan dan vegetasi kemudian
dilakukan dalam plot penelitian 5 x 5 meter tersebut. Hewan diamati dan diidentifikasi
kemudian dicatat hasil pengamatannya. Vegetasi diamati, diidentifikasi, serta dihitung
jumlah jenisnya. Identifikasi makhluk hidup tersebut dilakukan dengan menggunakan
Google Lens. Praktikum ini secara garis besar dilakukan untuk mengetahui interaksi serta
daptasi dari makhluk hidup yang ada di plot penelitian. Interaksi dan adaptasi pada
makhluk hidup di plot penelitian bervariasi dan sesuai dengan lengkungan sekitrnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Interaksi Ekosistem

Suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem yaitu suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan sesama maupun
lingkungannya. Suatu ekosistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara
teratur oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat dan berinteraksi membentuk
suatu keseimbangan dan kesatuan yang teratur. Masing-masing komponen ekosistem
memiliki fungsi atau relung. Konsep ini berarti jika setiap komponen-komponen
melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, maka keteraturan ekosistem akan
selalu terjaga (Otto, 1994).

2.2 Komponen Ekosistem

Menurut Kimball (1994), komponen biotik suatu tempat ekosistem dapat dibedakan atas
tiga tingkat golongan :
a. Produsen, identik dengan jenis organisme autotrof (dapat membuat makanan sendiri)
dengan ciri khas pigmen hijau yang dimilikinya, contoh : produsen tumbuh-tumbuhan
hijau berfotosintesis untuk beroleh makanan.
b. Konsumen, identik pada jenis organisme heterotrof (tidak dapat membuat makanan
sendiri) memanfaatkan zat organik produsen atau konsumen lain yang menjadi
mangsanya. Konsumen terbagi menjadi organisme herbivora, karnivora dan omnivora.
c. Pengurai, dekomposer, proses penguraian suatu zat organik menjadi anorganik yang
dibantu oleh pengurai. Pengurai dan prosesnya dilakukan oleh organisme sejenis fungi
dan bakteri.

2.3 Konsep Tingkat Makanan

Menurut Steenis (2006), tingkatan makan-makanan dapat terbagi atas :


a. Produsen, memanfaatkan energi cahaya untuk membuat makanan sendiri (autotrof).
b. Konsumen, komponen kompleks yang terdiri dari selain tumbuhan hijau, jasad lain,
pengurai. Terdiri atas dua jenis yaitu :
1. Konsumen primer (pemakan tumbuhan)
2. Konsumen sekunder (pemakan daging)
c. Pengurai, tingkat makanan utama jasad renik tanah seperti bakteri yang akan
mengurai.

Menurut Indriyanto (2006), berdasarkan trofik ada komponen biotik yang terdiri atas dua
jenis yaitu :

a. Autotrofik, berasal dari kata autos yang artinya sendiri dan tropikos yang artinya
menyediakan makanan. Ditandai dengan adanya klorofil yang menjadi bahan
utama fotosintesis. Komponen autotrofik terjadi akibat organisme yang mampu
menyediakan atau menyintesis makanan sendiri pada komponen autotrofik
anorganik menjadi organik kompleks.
b. Heterotrofik, berasal dari kata hetero yang berarti berbeda dari tripikos yang
menyediakan makanan. Organisme heterotrof tak dapat membuat makanan
sendiri. Heterotrofik, organisme yang selalu memanfaatkan hidupnya pada
makanan organik, sebagian bahan organik yang dimanfaatkan ini disediakan
dalam bentuk anorganik. Komponen ini disendiakan oleh orgsnisme lain. Bahan
organik akan diuraikan secara kompleks mengurai bahan organik. Dengan
demikian jamur, binatang ialah komponen heterotrofik.

2.4 Tipe Ekosistem

Komponen pembentuk ekosistem ada dua yaitu komponen biotik dan komponen abiotik.
Komponen biotik mengacu pada organisme atau makhluk hidup. Komponen abiotik
terdiri dari beberapa strata berdasarkan segi trofiknya yaitu produsen, konsumen dan
pengurai. Produsen adalah oganisme yang mampu membentuk makanannya sendiri dari
zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis dan klorofil. Konsumen adalah sekelompok
makhluk hidup yang memakan produsen dan hewan lainnya. Kelompok ini tidak mampu
membuat makanannya sendiri dari bahan organik. Kelompok ini sangat bergantung pada
produsen. Konsumen dibagi menjadi konsumen primer dan konsumen sekunder.
Konsumen primer adalah hewan yang memakan organisme produsen, jenisnya adalah
herbivora dan dalam struktur trofik menduduki tingkat trofik kedua. Konsumen sekunder
adalah konsumer yang memakan herbivora dan terdiri dari hewan karnivora dan
omnivora. Konsumen sekunder ini dalam struktur trofiknya menduduki tingkat trofik
ketiga. Pengurai adalah organisme yang mengurai sisa-sisa makhluk hidup lainnya, yang
telah mati menjadi zat-zat anorganik. Zat ini tersimpan dalam tanah dan dimanfaatkan
oleh tumbuhan sebagai bahan makanannya. Organisme pengurai adalah bakteri dan
jamur. Komponen abiotik mengacu pada non-organisme, contohnya : tanah, suhu, sinar
matahari, udara, bebatuan, pasir dan sebagainya yang mengandung materi dan energi.
Materi adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Energi adalah
bagian dari suatu entitas tetapi tidak terikat (Latumahina, 2009).

2.5 Peran Satwa dalam Ekosistem

Jenis-jenis satwa liar sebagai individu atau kelompok mempunyai peranan dalam menjaga
keseimbangan proses di alam. Beberqai jenis satwa liar secara umum merupakan
konsumen pertama dalam piramida makanan, sedangkan beberapa jenis lainnya
merupakan konsumen kedua, ketiga dan seterusnya. Berlangsung atau tidak kehidupan
satwa akan tergantung satu sama lain, dan penurunan populasi salah satunya diantaranya
akan berdampak negatif terhadap kesinambungan jarring-jaring makanan dan
menghambat kelancaran arus dan siklus energi. Jelas terlihat bahwa ketiadaan satu salah
satu jenis diantara satwa akan merupakan pemicu measalah secara ekologis. Satwa
herbivora merupakan kontrol bagi perkembangan tumbuhan, satwa karnivora merupakan
pengendali perkembangan hewan mangsa, sebaliknya kelimpahan tumbuhan dapat
mengontrol perkembangan pemangsa sehingga saling mengontrol yang membuat
dinamika populasi dalam suatu komunitas berlangsung secara alami dan keseimbangan
ekosistem, kehilangan suatu spesies yang merupakan top carnivore, akan menimbulkan
goyangan ekosistem yang lebih nyata dibandingkan dengan kehilangan suatu spesies pada
umumnya. Hal ini terjadi karena top carnivore mengontrol perkembangan berbagai jenis
satwa mangsa lain misalnya ketika harimau tidak ada maka babi akan berkembang dengan
pesat karena tidak ada pemangsa yang mengontrol perkembangan populasi. Beberapa
jenis satwa seperti kelalawar, burung dan kupu-kupu berperan sebagai penyerbuk.
Beberapa jenis lainnya seperti orang utan dan gajah berperan dalam pemencaran biji baik
langsung maupun tidak langsung (Mangunjaya, 2017).

2.6 Biodiversitas

Keanekaragaman hayati (Biodiversity) adalah keseluruhan variasi berupa bentuk,


penampilan, jumlah dan sifat yang dapat ditemukan pada makhluk hidup. Setiap makhluk
hidup memiliki ciri dan tempat hidup yang berbeda. Melalui pengamatan, kita dapat
membedakan jenis-jeni makhluk hidup. Pembeda makhluk hidup secara alami dibedakan
berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tempat hidup, tingkah laku, cara berkembang biak
dan jenis makanan, secara luas, keanekaragaman hayati merupakan beraneka macam
makhluk hidup di bumi ini. Dibedakan atas keanekaragaman hayati tngkat gen,
keanekaragaman hayati tingkat jenis dan keanekaragaman hayati tingkat ekosistem
(Susanto, 2017).

Faktor yang mempengaruhi terjadinya keanekaragaman hayati ada dua macam yaitu
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan penuruan sifat dari induk
kepada anaknya, oleh karena itu genetik sangat dipengaruhi oleh gen. faktor lingkungan
yang mempengaruhi adalah faktor yang muncul dari lingkungan, misalnya suhu, cahaya,
makanan, mineral dan air (Santoso, 2017).

Menurut Iskandar (2014), keanekaragaman atau biodiversity tebagi menjadi tiga macam,
yaitu :
a. Kenaekaragaman hayati tingkat gen adalah individu-individu di dalam populasi yang
memiliki perbedaan genetika antara satu dengan yang lainnya. Variasi genetika
timbul karena setiap individu mempunyai bentuk-brntuk gen khas.
b. Keanekaragaman tingkat jrnis (spesies), jenis atau spesies dapat didefinisikan dalam
dua cara. Pertama didefinisikan secara morfologi, yaitu spesies dapat diartikan
sebagai kelompok individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting yang
berbeda dari kelompok lain. Kedua, didefinisikan secara biologis, yaitu spesies dapat
didefinisikan sebagai kelompok individu-individu yang berpontensi untuk berbiak
dengan sesama mereka di alam.
c. Keanekaragaman tingkat ekosistem, suatu ekosistem terdiri dari komponen biotik,
yaitu hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme serta komponen abiotik yaitu
komponen fisika dan kimia, lingkungan tempat makhluk hidup tinggal ini merupakan
komponen-komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya dalam melakukan
siklus materi.

2.7 Hubungan Lingkungan dengan Organisme

Lingkungan merupakan ruang tiga dimensi (3D), dimana organisme merupakan salah
satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis, dalam artian dapat berubah setiap saat.
Kehidupan sebetulnya dalah proses pertukaran energi antara organisme dan lingkungan.
Tumbuhan hijau, energi sinar matahari akan diikat dan diubah mnejadi energi kimia
dalam bentuk senyawa gula. Sifat dan susunan tumbuhan sangatlah dipengaruhi oleh
keadaan lingkungannya. Bentuk dari organisme itu hidup pada keadaan lingkungan
tertentu diebut adaptasi, antara organisme dan lingkungan terjadi hubungan erat dan
bersifat timbal balik. Tanpa lingkungan organisme tidak mungkin ada, sebaliknya
lingkungan tanpa organisme tidak berarti apa-apa (Steenis, 2006).

Lingkungan organisme dan manusia ialah hubungan lain yang juga berkaitan erat. Dua
kemungkinan akan terjadi positif dan negatif. Keterikatan antara jumlah penduduk dan
penurunan kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup oleh manusia
disebabkan tiga faktor, yaitu jumlah manusia, jumlah yang digunakan manusia terhadap
SDA, dan dampak lingkungan dari sumber daya alam yang digunakan manusia,
penurunan juga disebabkan oleh penurunan kualitas pada kehidupan manusia (Puspita,
2016).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

3.1.1 Waktu Pelaksanaan


Praktikum Ekologi Teknik Lingkungan tentang Pengamatan Interaksi dan Adaptasi
Makhluk Hidup pada komponen Ekosistem Darat dilaksanakan hari Rabu, 16 Oktober
2019, pukul 16.00 – 18.00 WITA.

3.1.2 Tempat Pelaksanaan


Praktikum Ekologi Teknik Lingkungan tentang Pengamatan Interaksi dan Adaptasi
Makhluk hidup pada Komponen Ekosistem Darat dilakukan di Jogging Track belakang
Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Jalan Sambaliung, Kelurahan Gunung Kelua,
Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
a. Patok
b. Meteran
c. Kaca pembesar / Lup
d. Alat tulis
e. Kamera
f. Google Lens
g. Kalkulator
h. Gunting

3.2.2 Bahan
a. Tali rafia
b. Ekosistem darat
c. Plastik sampel
3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Plot Penelitian


a. Disiapkan patok kayu, tali rafia dan meteran 20 m.
b. Diukur plot penelitian dengan ukuran 10 x 10 m.
c. Ditancapkan ujung patok kayu di setiap sudut plot penelitian.
d. Dibatasi plot dengan tali rafia.
e. Dibagi plot penelitian menjadi empat bagian dengan ukuran 5x5 m.
f. Dibagi plot penelitian menjadi empat patok untuk mempermudah penelitian.
g. Dibatasi plot penelitian dengan tali rafia sehingga terbentuk empat bagian plot
berukuran 5 x 5 m.
h. Didokumentasikan hasil pengukuran.

3.3.2 Pengamatan Interaksi dan Adaptasi Makhluk Hidup


a. Disiapkan lup / kaca pembesar.
b. Diamati semua makhluk hidup pada petak pengamatan menggunakan lup.
c. Diidentifikasi makhluk hidup dengan google lens.
d. Dihitung jumlah vegetasi.
e. Diamati interaksi dan adaptasi makhluk hidup pada plot penelitian.
f. Dicatat dan didokumentasikan hasil yang didapat.
g. Dilakukan perhitungan indeks kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan vegetasi.
Ditanya :I=…?

H
Jawab : I = In S
0,39153
= In 3
0,39153
= 1,098

= 0,35658

4.3 Pembahasan

Praktikum Ekologi Teknik Lingkungan tentang Pengamatan Interaksi dan Adaptasi


Makhluk Hidup pada Komponen Ekosistem Darat di area Jogging Track belakang
Fakulta Teknik, Universitas Mulawarman. Area yang diteliti merupakan suatu area yang
ditumbuhi jenis tumbuhan yang tumbuh cukup subur. Tumbuhan dominan yang tumbuh
yaitu jenis terna atau jenis yang rata-rata merupakan rumput. Lokasi penelitian dekat
dengan rawa dan saluran drainase sehingga lingkungan sekitarnya cenderung lembab.
Tanah pada area penelitian cenderung keras dan permukaannya tidak rata. Kondisi pada
area penelitian mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya.

Praktikum ini dilakukan dengan melakukan pengamatan pada vegetasi serta hewan yang
saling berinteraksi dalam suatu area serta menghitung jumlah vegetasi dalam area tersebut
beserta indeksnya. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan lima jenis hewan dan lima
jenis vegetasi. Hewan yang pertama yaitu belalang kayu (Phiaeoba rumosa). Belalang
kayu termasuk kelas insekta yang memiliki sepasang antena pendek, tubuh berwarna
coklat keabuan meynerupai kayu, memiliki tiga pasang kaki bersendi dan dua pasang
sayap. Belalang kayu berperan sebagai konsumen I yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan.
Belalang kayu mengalami adaptasi morfologi, yaitu dengan warnanya yang menyerupai
batang kayu sehingga sulit terlihat oleh predatornya yaitu burung. Belalang kayu
berinteraksi dengan berbagai tumbuhan sebagai herbivora. Hewan yang kedua yaitu lalat
daging (Sarcophaga). Lalat daging termasuk kelas insekta dengan mata berwarna merah,
sepasang sayap transparan, tubuh berwarna hitam dengan corak putih dan memiliki tiga
pasang kaki. Lalat daging berperan sebagai pengurai dengan makanannya yaitu hewan
lain yang telah mati. Lalat daging mengalami adaptasi morfologi berupa tambahan halter
pada sayapnya untuk menyeimbangkan tubuh saat terbang dan dapat terbang dengan lebih
cepat untuk bersaing mendapatkan makanannya dengan hewan pemakan bangkai lainnya.
Lalat berinteraksi dengan hewan lain yang telah mati sebagai pengurai dan berinteraksi
dengan tumbuhan untuk meletakkan telurnya. Hewan yang ketiga yaitu nyamuk hutan
(Aedes albopictus). Nyamuk hutan merupakan jenis insekta yang memiliki tubuh dan kaki
berwarna hitam dengan corak garis putih, tipe mulut pencucuk dan penghisap dengan tiga
pasang kaki dan sepasang sayap. Nyamuk hutan berperan sebagai konsumen I yang
makanan utamanya adalah buah-buahan. Nyamuk mengalami adaptasi morfologi yaitu
dengan bentuk mulutnya yang merupakan tipe mulut pencucuk dimana tipe tersebut
mampu menembus kulit buah-buahan untuk mengambil sari buah tersebut. Interaksi
nyamuk hutan yaitu dengan tumbuhan yang berbuah sebagai komsumen I pemakan buah-
buahan. Hewan yang keempat yaitu capung (Anisoptera). Capung termasuk kelas insekta
yang memiliki bentuk tubuh ramping panjang dan berbuku-buku, memiliki dua pasang
sayap dan tiga pasang kaki. Capung berperan sebagai konsumen I dimana makanan
utamanya adalah nektar. Capung mengalami adaptasi morfologi berupa tungkai yang
relatif pendek untuk mempermudahnya hinggap dimana saja. Capung berinteraksi dengan
tumbuhan yang memiliki Bungan sebagai pemakan nektar dan membantu penyerbukan
pada bunga. hewan kelima yaitu ngengat tawon (Amata huebneri). Ngengat tawon
merupakan jenis insekta yang tubuhnya berwarna hitam dengan corak garis oranye,
sepasang sayap hitam dengan corak putih dan memiliki sepasang antena hitam yang
ujungnya berwarna putih. Ngengat tawon berperan sebagai konsumen tingkat I yang
sumber makanannya adalah nektar, ngengat tawon beradaptasi dengan jenis adaptasi
morfologi yaitu melalui warnanya yang sangat terang sehingga predator takut untuk
memangsanya. Ngengat tawon berinteraksi dengan tumbuh-tumbuhan yang berbunga
sebagai pemakan nektar dan membantu penyerbukan.

Vegetasi yang didapat pada praktikum ini ada lima jenis. Pertama yaitu rumput Israel
(Asytasia gangelica). Rumput Israel termasuk kelas liliopsida yang memiliki bunga
berwarna putih keunguan dengan daun tipis, tulang daun menyirip, batang beruas dengan
akar serabut. Rumput Israel berperan sebagai produsen dan mengalami adaptasi
morfologi yaitu melalui bunganya yang berwarna ungu untuk menarik serangga
membantu proses penyerbukan. Rumput Israel berinteraksi dengan berbagai jenis
serangga untuk membantu proses penyerbukannya. Vegetasi kedua yaitu rumput belulang
(Eleusine indica). Rumput belulang merupakan jenis liliopsida yang memiliki batang
berbentuk rumpun, daun berbentuk pita dengan tulang daun menyirip, akar serabut,
daunnya ditutupi rambut tipis dan batang beruas. Rumput belulang berperan sebagai
produsen dan mengalami adaptasi tingkah laku yaitu akan memperpanjang akar setiap
musim kemarau untuk mendapatkan air, rumput belulang berinteraksi dengan hewan-
hewan pemakan tumbuhan salah satunya adalah jenis belalang kayu. Vegetasi ketiga yaitu
rumput gajah paitan (Axonopus compressus). Rumput gajah paitan termasuk kelas
liliopsida yang hidupnya berumpun, daun tipis dan terdapat rambut halus berwarna putih,
batang pipih berbuku-buku dan tulang daun menyirip. Rumput gajah paitan berperan
sebagai produsen dan mengalami adaptasi tingkah laku dimana tumbuhan ini akan
mengeringkan batang dan daunnya pada musim kemarau untuk mengurangi penguapan.
Rumput gajah paitan berinteraksi dengan berbagai jenis hewan herbivora. Vegetasi
keempat yaitu lilac (Syringa josikaea). Lilac termasuk kelas magnoliopsida yang
memiliki batang berkayu kecoklatan, daun membulat dengan tulang daun menyirip, daun
berwarna hijau tua dengan akar tunggang. Lilac berperan sebagai produsen dan
mengalami adaptasi tingkah laku dimana setiap musim kemarau tumbuhan ini
menggugurkan daunnya untuk mengurangi proses penguapan. Lilac berinteraksi dengan
berbagai jenis hewan pemakan tumbuhan. Vegetasi kelima yaitu woodruff yang termasuk
kelas liliopsida yang memiliki daun berbentuk jari, batang beruas, akar serabut, daun tipis
dan hidupnya merambat pada tumbuhan lain. Woodruff (Galium odoratum) berperan
sebagai produsen dan mengalami adaptasi morfologi yaitu daunnya tipis untuk
mengurangi penguapan, Woodruff berinteraksi dengan hewan herbivora sebagai sumber
makanan.

Data hasil pengamatan dan perhitungan akan menentukan nilai indeks kekayaan,
keragaman dan kemerataan vegetasi. Hasil indeks kekayaan pada praktikum ini ialah
sebesar 0,309. Nilai tersebut tergolong rendah yang dapat disebabkan oleh habitat pada
petak pengamatan yang kurang baik sehingga tidak banyak jenis tanaman yang mampu
tumbuh pada area tersebut. Ketersediaan bahan organik dan anorganik yang masih kurang
serta tingkat kesuburan tanah yang masih rendah sehingga tingkat kekayaannya pun
rendah. Hasil dari indeks keanekaragaman yaitu 0,39153 yang tergolong sangat rendah
sehingga tingkat kestabilan keanekaragaman juga rendah. Hal ini menyebabkan tanaman
sulit untuk mempertahankan keanekaragaman jenisnya. Tingkat keanekaragaman jenis
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jumlah jenis dan sebaran individu pada masing-
masing jenis, hal tersebut berarti kondisi ekosistem tidak seimbang dan tekanan ekologis
tinggi. Indeks pemerataan pada petak pengamatan yaitu sebesar 0,3568 yang tergolong
rendah. Tingkat kemerataan dipengaruhi oleh habitat yang mendukung keberlangsungan
hidup tumbuhan. Tingkat kemerataan yang menyebabkan tanaman cukup kuat menahan
kelangsungan hidupnya.

Gambar 4.1 Piramida Jumlah

Berdasarkan piramida jumlah dapat diketahui bahwa produsen terdiri dari rumput Israel
(Asytasia gangetica), rumput belulang (Eleusine indica), rumput gajah paitan (Axonopus
compressus), lilac (Syringa josikaea) dan woodruff (Galium odoratum). Makhluk hidup
tersenut tergolong produsen karena dapat membuat makanannya sendiri (autotrof),
melalui proses fotosintesis. Konsumen I terdiri dari belalang kayu (Phlaeoba fumosa),
nyamuk hutan (Aedes albopictus), capung (Anisoptera) dan ngengat tawon (Amata
huebneri). Makhluk tersebut tergolong konsumen I karena merupakan pemakan
tumbuhan (herbivora). Detritivor yaitu lalat daging (Sarcophaga) yang merupakan
pemakan daging hewan yang telah mati sehingga tergolong sebagai detritivor.
Gambar 4.1 Piramida Jumlah

Berdasarkan rantai makanan dapat diketahui bahwa tumbuhan atau produsen dapat
menjadi makanan bagi konsumen I yaitu belalang kayu memakan rumput dan daun dari
semua produsen. Nyamuk hutan dapat memakan nektar dan sari buah dari lilac. Capung
dan ngengat tawon dapat memakan nektar dari lilac. Lalat daging sebagai pengurai dapat
memakan hewan konsumen I saat hewan tersebut mati dan kemudian terurai menjadi zat
hara dalam tanah yang kemudian diserap oleh tumbuhan melalui tanah dan rantai
makanan akan terus berputar.

Perbandingan kelompok pada praktikum ini dilakukan dengan kelompok enam.


Kelompok dua belas mendapatkan lima jenis hewan yaitu belalang kayu (Phlaeoba
fumosa), lalat daging (Sarcophaga), nyamuk hutan (Aedes albopictus), capung
(Anisoptera) dan ngengat tawon (Amata huebneri). Kelompok enam mendapat tiga jenis
hewan yaitu kaki serratus (Chilopoda), ngengat zebra (Zebra conchylades) dan kumbang
(Chotrippus paralellus). Kelompok dua belas mendapat lima jenis vegetasi yaitu rumput
Israel (Asytasia gangetica), rumput belulang (Eleusine indica), rumput gajah paitan
(Axonopus compressus), lilac (Syringa josikaea) dan woodruff (Galium odoratum).
Kelompok enam mendapt tigaj jenis tumbuhan yaitu angsana (Pterocarpus indicus),
rumput Israel (Asytasia gangetica) dan mangsian (Phyllantus reticulatus). Terdapat
perbedaan jenis makhluk hidup yang didapat karena pengamatan dilakukan di plot
penelitian yang berbeda. Jenis makhluk hidup yang sama yaitu rumput Israel (Asytasia
gangetica) yang populasinya sangat besar sehingga setiap plot penelitian terdapat rumput
Israel. Kelompok dua belas mendapat hasil indeks kekayaan Margaler 0,309.
Keanekaragaman Shannon-Wiener 0,39531 dan kemerataan 0,35658. Sedangkan
kelompok enam mendapat hasil indeks kekayaan Margaler 0,00014411, keanekaragaman
Shannon-Wiener 0,0121 dan kemerataan 0,0174. Berdasarkan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai indeks keseluruhan kelompok enam lebih rendah dari kelompok
tiga belas. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah tanaman atau vegetasi yang didapatkan
kelompok enam lebih sedikit daripada kelompok tiga belas.

Faktor kesalahan pada praktikum kali ini yaitu saat menghitung jumlah individu setiap
makhluk hidup tidak tepat. Kurangnya wawasan untuk menentukan jenis setiap makhluk
hidup yang ada pada ekosistem plot penelitian sehingga kurang untuk menentukan jenis
makhluk hidup yang ada ada pada ekosistem tersebut. Selain itu, pada saat melakukan
pengamatan hewan praktikan terlalu banyak bersuara sehingga sulit untuk mengamati
hewan karena mudah melarikan diri.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Hasil dari pengamatan hewan pada praktikum ini didapat lima jenis hewan dan jenis
adaptasinya masing-masing. Belalang kayu (Phlaeoba fumosa) memiliki jenis
adaptasi morfologi yaitu berupa warna tubuh yang menyerupai batang tumbuhan
untuk menyamarkan diri dari predatornya yaitu burung. Lalat daging (Sarcophaga)
memiliki jenis adaptasi morfologi berupa tambahan halter pada sayapnya untuk
menyeimbangan tubuh saat erbang dan dapat terbang dengan cepat untuk bersaing
mendapatkan makanannya dengan hewan pemakan bangkai lainnya. Nyamuk hutan
(Aedes albopictus) beradaptasi secara morfologi dengan bentuk mulutnya pencucuk
penghisap dimana tiper tersebut mampu menembus kulit bawah untuk mendapatkan
sari buah yang merupakan makanannya. Capung (Anisoptera) beradaptasi secara
morfologi melalui warnanya yang sangat erang sehingga predator takut untuk
memangsanya. Adaptasi tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu Jogging
Track belakang Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.
b. Berdasarkan data hasil pegnamatan, dapat dihitung indeks keanekaragaman
Ahannon-Wiener. Nilai yang didapatkan merupakan hasil penjumlahan nilai
keanekaragaman setiap jenis tanaman yang didapatkan sehingga didapat hasil
sebesar 0,39153. Indeks keanekaragaman didasari pada teori informasi dan
merupakan hitungan rata-rata yang tidak pasti memprediksi individu dan spesies
dalam suatu ekosistem. Indeks ini dapat memperoleh nilai keanekaragaman suatu
sistem dimana pada praktikum ini adalah area Jogging Track belakang Fakultas
Teknik, Universitas Mulawarman. Nilai indeks keanekaragaman pada praktikum ini
sebesar 0,39153 dimana nilai tersebut tidak maksimum karena nilai maksimum
hanya tercapat saat semua jenis (s) diwakuli oleh jumpah individu (n) yang sama.
Nilai keanekaragaman yang tergolong rendah ini dapat menyebabkan jenis vegetasi
sulit untuk mempertahankan keanekaragaman jenisnya.
c. Bedasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui ada dua jenis adaptasi makhluk
hidup dari area Jogging Track belakang Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman.
Adaptasi morfologi terjadi pada belalang kayu (Phlaeoba fumosa), lalat daging
(Sarcophaga), nyamuk hutan (Aedes albopictus), capung (Anisoptera), ngengat
tawon (Amata huebneri), rumput Israel (Asytasia gangetica), rumput belulang
(Eleusine indica). Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh
makhluk hidup. Adaptasi tingkah laku merupakan penyesuaian tingkah laku pada
makhluk hidup yang terjadi pada rumput gajah paitan (Axonopus compressus), lilac
(Syringa josikaea), woodruff (Galium odoratum). Penyesuaian tersebut terjadi untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya disarankan untuk melakukan perhitungan keberagaman
dengan indeks dominansi. Hal tersebut dilakukan agar dapat diketahui nilai jelas dan
lebih akurat dari data yang bervariasi untuk menentukan keanekaragaman dalam suatu
ekosistem darat. Selain itu, pada praktikum selanjutnya disarankan untuk mengamati
hewan berukuran kecil di laboratorium dengan menggunakan mikrosko sehingga
hasil pengamatan akan menjadi lebih jelas dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.


2. Iskandar. Johan. 2014. Keanekaragaman Hayati Jenis Binatang. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
3. Kimball. John.W. 1994. Biologi. Erlangga . Jakarta.
4. Latumahina. Fransiana. 2019. Respon Semut terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan
di Pulau Kecil. CV. Media Akselerasi.
5. Mangunjaya. 2017. Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem.
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam. Jakarta.
6. Soemarwoso, Otto. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta.
7. Steenis. 2006. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta.
8. Susanto. 2017. Ekologi Konservasi Sumberdaya Hayati. UMP Press. Purwokerto.
9. Puspita, Ira. 2016. Pengaruh Perilaku Masyarakat yang Bermukim di Kawasan
Bantaran Sungai Terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai Karang Anyar Kota
Tarakan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vo. 23 No. 2. Jakarta diakses pada
tanggal 28 Oktober 2019 pukul 19.59 WITA.
10. Santoso, Heri Budi. 2017. Adaptasi Ikan Timpakul (Pherioptholmodon schlosseri)
di Habitat Terganggu Muara Sungai Barito Kalimantan Selatan. Biospecies Vol 10
No. 02. Banjarbaru. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019 pukul 22.10 WITA.

Anda mungkin juga menyukai