Pendahuluan
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan
lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara
makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari
adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya
eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika
dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya
merupakan upaya mendapatkan energy bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi
pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan.
Sumber energy primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari
hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik. Energi
cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang
kaya energy. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam
tubuhnya dan menjadi sumber bahan organic bagi organisme lain yang heterotrof.
Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energy dari lingkungan disebut
produsen.
II. Pembahasan
2.1.Produktivitas Primer
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam
ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan
energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy
yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju
produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh produsen.
Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya
yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode
waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor
(gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai
bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh,
karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar
organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary
productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energy yang
digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu
(J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke
ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian,
produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa
dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa
tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di
mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki
biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin
sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak
mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).
Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial
fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari pada
musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut,
sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi
tumbuhan. Sekitar 70% energy yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan
pemindahan energy secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya
sekitar 28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke
dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk
menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari
dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi
harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi
netto yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika
cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan
respirasi minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54
g/m2/hari pada ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
Ekosistem yang berbeda sangat bervariasi dalam produktivitasnya. Hutan hujan tropis
merupakan salah satu ekosistem terrestrial yang paling produktif. Di samping karena
hutan hujan tropis menutupi sebagian besar bumi dan memiliki keanekaragaman yang
sangat tinggi, besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas pada hutan hujan
tropis sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat
subur.
Muara dan terumbu karang juga memiliki produktivitas yang sangat tinggi, akan tetapi
sumbangan total mereka terhadap produktivitas global relative kecil karena areal
ekosistem yang tidak begitu luas di Bumi. Lautan terbuka menyumbangkan lebih banyak
produktivitas primer dibandingkan dengan ekosistem lain, akan tetapi hal ini disebabkan
oleh ukurannya yang sangat besar sedangkan produktivitas persatuan luasnya relative
rendah. Gurun dan tundra juga memiliki produktivitas yang rendah.
600 – 2500
4 Hutan Boreal 400 – 2000
5 Savana 200 – 2000
6 Padang Rumput Iklim Sedang 200 – 1500
7 Tundra dan Alvin 10 – 400
8 Gurun dan Semak Gurun 10 – 250
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya
berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi
lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah
terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam
interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya
perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan
produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari
wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu
yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara
langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis,
sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan
secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal
ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya
matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga
mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang
paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).
Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung
pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton
akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang
rendah.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air
tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat
mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan
yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang
sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya
akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat
dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang
menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan
badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun
ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang
tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan
tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
Nutrien
Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh
mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka
karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam
karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-)
dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat
menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi
dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah
melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan
liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih
dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber
pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun
jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas
sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan,
1985 dalam Wiharto, 2007 ).
Herbivora
Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas
vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut
tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali
diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan
bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan
sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika
intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada
individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan
alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika
dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
III. Kesimpulan
NPP = GPP – Rs
Di mana NPP adalah net primary productivity, GPP adalah gorss primary productivity,
dan Rs adalah laju Respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa, Fungsi dan Peranan. Dari
http://web.ipb.ac.id/Dedi_s download tanggal 30 Juni 2009.
Mcnaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.