Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EKOLOGI

“EKOSISTEM PEGUNUNGAN”

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi


Dosen Pengampu: Rina Rahayu, M.Pd.

Disusun oleh:

1. Cici Delina (1810303002)


2. Ifa Farida (1810303089)
3. Nikmah Khoiru Amala (1810303045)
4. Qonita Amalia Nurmasitoh (1810303013)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT , karena
rahmat yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Ekosistem Pegunungan” guna memenuhi tugas mata kuliah Ekologi ini dapat
dilesaikan dengan tepat waktu dan tanpa suatu halanagn yang berarti. Semoga
pembaca dapat memperoleh manfaat dari makalah yang kami buat. Kami
menyadari masih banyak kekurangan yang dari makalah yang kami buat sehingga
kami menerima kritik dan saran untuk makalah yang lebih baik lagi.

Magelang, 18 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................4
BAB II ISI............................................................................................................5
A. Ekosistem Pegunungan ................................................................................5
B. Zona Pembagian Daerah Pegunungan..........................................................6
C. Komponen Ekosistem Pegunungan..............................................................10
D. Nteraksi Antar Komponen Ekosistem Pegunungan......................................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................18
A. Kesimpulan...................................................................................................18
B. Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara komponen biotik (komponen


yang hidup) dan komponen abiotik (komponen yang tidak hidup) di alam.
Hubungan antar komponen tersebut membentuk suatu sistem, yang menrupakan
satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, gangguan pada satu
komponen akan mempengaruhi keseluruhan komponen tersebut.Ekosistem dapat
dibedakan menjadi ekosistem alami dan ekosistem buatan.

Salah satu contoh ekosistem alami adalah pegunungan. Gunung merupakan


bentang alam berupa daratan yang menjulang, memiliki sifat abiotik dan biotik
yang spesifik. Sedangkan pegunungan merupakan suatu jalur memanjang yang
berhubungan antara puncak yang satu dengan puncak lainnya.

Banyak ahli ekologi tidak memasukkan pegunungan sebagai suatu ekosistem, hal
ini disebabkan pegunungan yang ditemukan tidak cocok dengan definisi karena
karakteristik iklim dan kehidupan tanaman dan hewan yang begitu beragam
berdasarkan ketinggiannya

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ekosistem pegunungan?
2. Bagaimana zona pembagian daerah pegunungan?
3. Apa saja komponen ekosistem pegunungan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ekosistem pegunungan
2. Untuk mengetahui zona pembagian daerah pegunungan
3. Untuk mengetahui komponen ekositem pegunungan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ekosistem Pegunungan

Gunung merupakan bentangan alam yang berupa dataran yang


menjulang dan memiliki sifat biotik dan abiotic yang sangat spesifik.
Gunung di Indonesia sebagian besar terbentuk dari hasil aktivitas
vulkanik. Memiliki ketinggian gunung mulai dari 500m hingga 4000 m di
atas permukaan laut. Namun pegunungan merupakan suatu suatu jalur
memanjang yang berhubung dengan puncak yang satu dengan puncak
yang lain (Syamsuri,2014:57).

Oleh karena itu disetiap lingkungan berubah karena ketinggian di


daerah pegunungan, biota juga dapat berubah menyesuaikan dengan
ketinggian. Pada lereng gunung memiliki kandungan berbagai zona biotik
pada daerah yang lebih sempit. Zona ini berulang pada ketinggian yang
sama pada tiap-tiap gunung atau meliputi daerah yang luas. Kita dapat
menganggap bahwa zona ini sebagai bioma yang tidak bersambungan dan
dihubungkan dengan bioma yang ada di daerah sekitarnya. Oleh karena itu
di daerah pegunungan lebih baik dianggap sebagai perkecualian pola
bioma (Syamsuri,2014:60).

Banyak ahli ekologi tidak memasukan pegungan sebagai


ekosistem, hal ini dikarenakan pegunungan yang ditemukan tidak cocok
dengan definisi karena karakterisik iklimnya dan kehidupan hewan dan
tanaman yang begitu beragam berdasarkan ketinggiannya. Komponen
abiotic terdiri dari suhu dan curah hujan yang berubah seiring dengan
bertambah ketinggiannya. Hal ini menyebabkan banyak komunitas yang
terdapat di pegunungan (Biggs,2008:72).

5
B. Zona Pembagian Daerah Pegunungan

Pegunungan tertinggi dan terluas terdapat di pegunungan


Himalaya, di daerah Tibet. Pegunungan ini merupakan pegunungan yang
terpanjang, rentangannya sepanjag pesisir barat Amerika dari Alaska di
utara hingga Chile di selatan ada pegunungan Andes. Pegunungan lainya
terdapay di Eropa (Pyrenees, Alpine). Asia (Kaukasus, Urals), Selandia
Baru dan Afrika Papua Nugini, (Smith,2014)

Pegunungan memiliki keanekaragaman habitat berserak yang mana


memiliki hewan dan tumbuhan yang dapat ditemukan. Pada ketinggian
yang lebih tinggi, kondisi lingkungan pada umumnya memiliki vegetasi
tumbuhan alpine. Pada dataran yang lebih rendah, biasanya ditutupi oleh
hutan montana. Pada level yang lebih rendah, lahan nya akan bertipe

6
dataran rendah dan memiliki vegetasi seperti gurun, tundra dan savanna
(Smith,2014).

Pembagian pegunungan berdasarkan ketinggian dan vegetasinya sebagai


berikut:
a. Hutan dataran rendah (0-1.200 m dpl)
Hutan dataran rendah merupakan hutan yang tumbuh di daerah
dataran rendah dengan ketinggian 0 – 1200 m. hutan hujan tropis
yang ada di wiayah dangakalan selat sunda seperti di pulau Sumatera
dan pulau Kalimantan termasuk hutan dataran rendah. Lingkungan
hutan hujan tropis menyediakan kondisi pertumbuhan yang optimal
berupa curah hujan melimpah dan kehangatan sepanjang tahun. Pada
hutan hujan tropis matahari bersinar sangat kuat dan dengan kuantitas
waktu yang sama setiap harinya sepanjang tahun, hal ini menjadikan
iklimnya hangat dan stabil. Hutan hujan tropis bercirikan suhu rata-
rata 25 c dan curah hujan rata-rata 2.400 -4.00 mm per tahun.
Hutan hujan tropis ini terdapat di daerah khatulistiwa di seluruh
dunia, seperti Asia tengah termasuk Indonesia, Amerika tengah dan
selatan, Afrika, serta Australia. Ciri-ciri hutan hujan tropis sebagai
berikut:
1. Hutan hujan tropis adalah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi,
iklim yang hangat, dan curah hujan yang tinggi
2. Curah hujan sangat tinggi, lebih dari 2.000 mm/tahun.
3. Pohon-pohon utama memiliki ketinggian antara 20 - 40 m,
4. Cabang pohon berdaun lebat dan lebar serta selalu hijau sepanjang
tahun
5. Mendapat sinar matahari yang cukup, tetapi sinar matahari
tersebut tidak mampu menembus dasar hutan.
6. Mempunyai iklim mikro di lingkungan sekitar permukaan tanah di
bawah kanopi (daun pada pohon-pohon besar yang membentuk
tudung).

7
7. Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian
sekitar 1.200 mdpL diatas lahan-tanah yang subur atau relatif
subur kering (tidak tergenang air dalam waktu lama, dan tidak
memiliki musim kemarau yang nyata jumlah bulan kering < 2).
8. Tumbuhan yang khas yang hidup di bioma ini adalah tumbuhan
liana (tumbuhan yang merambat) seperti rotan dan tumbuhan
epifit seperti anggrek. Hewan yang khas di bioma ini adalah
harimau.
9. Terletak di sekitar ekuator dari 23,5 LU hingga 23,5 LS.

b. Hutan pegunungan bagian bawah (1.200-2.100m dpl)

Hutan yang selanjutnya yang menjadi bagian dari jenis hutan


berdasarkan ketinggian tempatnya adalah hutan pegunungan bgian
bawah atau submontana. Hutan ini merupakan hutan yang berada di
wilayah pegunungan namun tidak terlalu tinggi. Beberapa
karakteristik yang dimiliki oleh hutan ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Berada di wilayah pegunungan yang tidak terlalu tinggi
2. Ketinggian tempat sekitar 1.200 hingga 2.100 meter di atas
permukaan air laut.
3. Banyak memerikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di
gunung maupun yang ada di dawah wilayah gunung tersebut.
4. Manfaat hutan ini yang ditebarkan antara lain sebagai daerah
resapan air/ tangkapan air, dan juga flora fauna yang dijadikan
sumber makanan atau obat- obatan.
Itulah beberapa karakteristik yang dimiliki oleh hutan
pegunungan rendah ini. Oleh karena manfaatnya yang banyak, maka
hutan ini harus kita usahakan kelestariannya.

c. Hutan pegunungan bagian atas (2.100-3000m dpl)

8
Hutan pegunungan atas merupakan hutan yang berada di
wilayah pegunungan bagian atas atau montana. Beberapa karakteristik
yang dimiliki oleh hutan ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Berada di wilayah pegunungan bagian atas, yakni di atas 3.500


meter dari permukaan air laut
2. Berfungsi sebagai cagar alam (baca: cagar alam di Indonesia) dan
taman wisata
3. Termasuk ke dalam tipe hutan hujan tropik pegunungan
4. Jenis flora yang tumbuh seperti pohon- pohon dan liana serta
epiphyte
Itulah beberapa karakteristik yang dimiliki oleh hutan
pegunungan atas ini. Oleh karena fungsinya yang menjadai cagar
alam, maka kita harus menjaga kelestarian hutan ini.

d. Hutan subalpine (>3000m dpl)


Jenis htuan sub alpin bawah ini dapat ditemukan di kawasan
dengan ketinggian 2.400 hingga 3.800 meter. Ciri khas hutan ini
adalah pohon -pohonnya yang kecil dan pendek. Di wilayah Jawa,
jenis hutan ini didominasi dengan jenis Vaccinium, Albazia, dan
Myrcs. Hutan Sub Alpin Bawah juga dapat ditemukan di wilayah
Dataran Tinggi Kemabu dan Gunung Bijih di Papua. Di sana, hutan
ini dapat membentuk tanah gambut dengan ketebalan hingga 30 cm.
Ciri-ciri hutan sub alpin adalah sebagai berikut:
1. Tempat tumbuhnya berada pada ketinggian 2400-4000 meter
2. Pohon-pohonnya rapat dengan ciri kanopi rendah.
3. Batang pohonnya membengkok dan diselimuti dengan tumbuhan
lumut (Syamsuri,2014:58).

e. Hutan alpin (>4000m dpl)


Jenis hutan sub alpin atas ini dapat ditemukan di wilayah
Papua dengan ketinggian lebih dari 3.800 meter hingga 4.200 meter.

9
Vegetasi yang hidup di hutan jenis ini menyerupai vegetasi yang
terdapat di wilayah hutan sub alpin bawah. Hanya saja, pada sub alpin
atas pepohonannya lebih kerdil dengan tinggi pohon hanya sekitar 6
hingga 8 meter saja. Ciri khas lain dari hutan sub Alpin atas adalah
pepohonannya yang dapat tumbuh lebat, tetapi tidak
berkesinambungan karena ada beberapa wilayah yang terbuka dengan
batu cadas atau ditumbuhi rumput -rumputan. (Mulyo, 2015).

C. Komponen Ekosistem Pegunungan

Dalam membahas ekosistem tidak dapat terlepas dari komponen


biotik dan komponen abiotik, begitu pula pada ekosistem pegunungan
terdapat kompinen biotik dan abiotik didalamnya. Dalam setiap ekosistem
terdapat perbedaan komponen yang menyusunnya, baik itu ekosistem air,
ekosistem hutan, ekosistem, pantai, ekosistem padang rumput, dan
ekosistem lainnya.

Pegunungan memiliki pengaruh terhadap jumlah sinar matahari


yang mencapai daerah dan berdampak pada suhu dan curah hujan di
daerah sekitar. Sinar matahari termasuk kedalam komponen abiotik, dan
dengan adanya perbedaan komponen ini berdampak pada penyebaran
spesies baik tumbuhan maupun hewan.

Pola ekosistem pada pegunungan memiliki perbedaan dengan


ekosistem dari daerah darat lainnya. Seperti pada komponen abiotiknya
yaitu:

1. Suhu

10
Daerah pegunungan memiliki suhu yang rendah, radiasi
ultraviolet dari sinar matahari lebih rendah dibanding dengan radiasi
inframerah, dan kerapatan oksigen yang rendah. Fluktuasi suhu harian
daerah pegunungan antara 150-200ºC. Pada pegunungan akan terjadi
arus angin pada siang hari karena adanya perbedaan temperatur antara
dataran rendah dan dataran tinggi sehingga menyebabkan terjadinya
pengembangan udara dan udara menjadi naik. Hal tersebut yang
menjadi faktor suhu menjadi turun.
Suhu di pegunungan akan turun seiring dengan naiknya
ketinggian udara sekitar 0,5-0,6ºC dalam setiap 100 meter. Pada
pegunungan daerah equator, tidak memiliki musim dingin dan musim
panas karena bersuhu rendah pada ketinggian udara yang sangat tinggi.
2. Kelembaban Nisbi/relatif
Kelembaban nisbi atau kelembaban relatif adalah istilah yang
digunakan untuk mengambarkan jumlah uap air yang ada dalam udara
dengan jumlah maksimum air yang dapat dikandung udara pada
temperatur yang sama dan dinyatakan dalam persen (%). Menurunnya
suhu berakibat pada bertambahnya presentase kejenuhan suatu masa
udara. Oleh sebab itu titik embun pada ketinggian yang
berbedabergantung kepada laju perubahan penurunan suhu dan
kandungan uap air didalam udara semula. Hutan-hutan yang terdapat
pada ketinggian yang tinggi memiliki kelembaban nisbi yang sangat
tinggi, terlebih dimalam hari dimana suhu sangat turun. Hutan yang
terletak di daerah-daerah tinggi memiliki kelembaban yang relatif
tinggi disaat malam hari dan sering menjadi embun. Tingkat
kelembaban di hutan yang terletak daerah-daerah tinggi mulai dari
angka 86%-96%.
3. Awan

11
Awan memiliki keadaan tertentu pada bulan-bulan tertentu.
Pada saat bulan-bulan kering (kemarau) dimana uap air di dalam udara
berkurang, umumnya terbentuk suatu gelang awan di sekeliling
gunung, dan biasanya terjadi di atas ketinggian 2.000 meter.
Sedangkan pada bulan-bulan basah lereng dan puncak gunung akan
diselubungi oleh awan selama berhari-hari. Awan terjadi karena dari
embun yang bergerak naik ke atmosfer, yang ditangkap oleh debu dan
partikel-partikel mikro lainnya.
4. Curah hujan

Curah hujan di atas pegunungan sampai pada ketinggian lebih


dari 2000 meter memiliki curah hujan yang lebih tinggi daripada curah
hujan di daerah yang lebih rendah. Dalam lapisan awan yang menutupi
lereng pegunungan, pengukuran curah hujan tidak begitu berguna
secara ekologik, karena tumbuhan yang tumbuh di lingkungan daerah
tersebut akan langsung menggunakan tetes-tetes air yang terkandung
didalam udara. Curah hujan di daerah pegunungan relatif tinggi dan

12
lebih sering dibandingkan dengan daerah yang lain seperti daerah-
daerah lereng gunung maupun dataran rendah.
Bentuk atau relief gunung menyebabkan alur angin bergerak
menuju keatas, menyebabkan curah hujan yang tinggi pada bagian
yang lebih tinggi, sedangkan pada daerah lereng lebih hangat dan
relatif rendah kelembabannya sehingga curah hujan menjadi lebih
rendah dan berdampak pada iklim yang lebih rendah. Udara bergerak
dari laut dan bergerak ke gunung, kemudian bergerak keatas
mendingin pada ketinggian yang tinggi dan turun dengan jumlah yang
banyak sebagai hujan.. pada daerah lereng jarang terjadi hujan,
sehingga pada daearah lereng terbentuk daerah gurun.
5. Embun beku
Pemantulan panas dari bumi terjadi baik di siang hari maupun
malam hari, namun dimalam hari tidak diimbangi dengan penyinaran
dari sinar matahari. Sehingga pada malam hari temperatur menjadi
dingin, sehingga permukaan tumbuh-tumbuhan, tanah, batu, dan
lapisan udara tipis di sekelilingnya turut menjadi dingin. Karena
kehilangan panas bumi dan terhalang oleh debu, kabut, dan awan suhu
terendah akan tercapai pada malam hari pada keadaan cerah dan
kering. Pendinginan maksimum terjadi pada permukaan yang tidak
menghantarkan seperti ranting atau rumput mati dan tanah, sedangkan
pada permukaan yang menghantarkan panas pendinginan yang terjadi
hanya sedikit. Embun yang membeku kemunkinan terjadi pada malam
hari yang tenang, kering, dan keadaan yang cerah di lembah-lembah
daerah sekitar. Daerah-daerah tersebut dinamakan kantong-kantong
embun beku dan terjadi pada danau-danau kecil yang mengalami
distrifil.
6. Tanah
Kandungan mineral dan hara didalam tanah semakin berkurang
seiring dengan tingkat ketinggian tempatnya. Air hujan yang terjadi di
bukit dan gunung membawa mineral dan hara ke daratan yang lebih
rendah. Hal tersebut berpengaruh pada proses pembentukan batuan dan

13
tanah. Variasi jenis-jenis tanah berpengaruh pada variasi tanaman yang
tumbuh diatasnya.

D. Interaksi Antar Komponen Ekosistem Pegunungan

Suatu ekosistem adanya pola ketergantungan antara organisme-


organisme saling berinteraksi satu sama lain, dan juga berinteraksi dengan
unsurunsur abiotik yang ada disekelilingnya. Jadi organisme-organisme dan
komponen-komponen fisik lingkungan penyusun sebuah ekosistem atau
sistem ekologi (Noor, 2007). Hubungan yang terjadi antara individu dengan
lingkungannya bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan
timbal balik antara unsur-unsur biotik (produsen, konsumen, dan pengurai)
dengan abiotik (cahaya, udara, air, tanah, suhu, dan mineral) membentuk
sistem ekologi yang disebut ekosistem. Untuk menjaga keseimbangan
ekosisitem rantai makanan sangat berperan penting. Rantai makanan adalah
pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan
organisme yang makan dan yang dimakan (Oman, 2010).

Menurut Wikipedia (2009), mengatakan bahwa beberapa macam


hubungan atau interaksi ekologi antar sesama makhluk hidup terjadi dalam
bentuk saling merugikan, saling membunuh, atau saling menguntungkan.
Berikut ini uraian interaksi antar spesies dalam suatu komunitas, yaitu:

1. Kompetisi
Beberapa spesies dapat hidup berdampingan di dalam sebuah
komunitas sepanjang mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam
suatu relung ekologi, meskipun relung mereka saling tumpang tindih.
Kehidupan demikian dapat terpenuhi selama kebutuhan hidup terhadap
sumber yang sama tersedia dalam jumlah yang berlebihan. Akan tetapi jika
sumber kebutuhan terbatas, maka hubungan antarspesies akan berubah
menjadi suatu bentuk persaingan atau kompetisi. Kompetisi adalah
interaksi antara dua makhluk hidup yang mengakibatkan kedua makhluk
hidup tersebut mengalami kerugian. Adapun kebutuhan hidup yang sering

14
diperebutkan antara lain, adalah makanan, tempat berlindung, tempat
bersarang, sumber air, dan pasangan untuk kawin. Semakin besar tumpang
tindih relung ekologi, semakin sering terjadi kompetisi. Bentuk kompetisi
yang terjadi berupa kompetisi intraspesifik (kompetisi antar anggota satu
spesies), contohnya jenis burung di hutan yang memakan serangga yang
sama. Kompetisi interpesifik merupakan kompetisi antar anggota yang
berbeda spesies. Kompetisi ini terjadi jika dua atau lebih populasi pada
suatu wilayah memiliki kebutuhan hidup yang sama, sedangkan
ketersediaan kebutuhan tersebut terbatas. Sebagai contoh adalah rusa dan
kambing yang sama-sama membutuhkan rumput sebagai pakan di tempat
yang sama. Di alam, persaingan antar individu dalam spesies penting
artinya untuk mengatur populasi spesies tersebut sehingga terjadi suatu
keseimbangan.

2. Simbiosis
Sebuah hubungan yang dekat antara dua spesies makhluk hidup
yang berbeda disebut simbiosis, yang berarti hidup bersama. Simbiosis
dapat dibedakan menjadi parasitisme, komensalisme, protokooperasi, dan
mutualisme. simbiosis parasitisme merupakan bentuk interaksi antara dua
jenis populasi dengan satu jenis memperoleh keuntungan sedangkan jenis
lain menderita kerugian. Makhluk hidup yang memperoleh keuntungan
dari interaksi ini disebut parasit, sedangkan makhluk hidup yang dirugikan
disebut inang. Parasit memperoleh makanan dari inang (hospes). Ada dua
jenis parasit, yaitu endoparasit (makhluk hidup yang hidup di dalam
jaringan tubuh inangnya, seperti bakteri paru-paru, cacing perut, dan
Plasmodium) dan ektoparasit (parasit yang hidup dipermukaan tubuh
inangnya, seperti kutu daun, hama wereng, benalu). Parasit dapat hidup
pada permukaan kulit, atau dalam tubuh makhluk hidup (inangnya).

15
simbiosis komensalisme adalah bentuk interaksi yang
menyebabkan satu individu jenis populasi mendapatkan keuntungan,
sedangkan individu jenis yang lain tidak terpengaruh (tidak diuntungkan,
maupun dirugikan). simbiosis protokooperasi merupakan bentuk interaksi
yang dapat menghasilkan keuntungan secara bersama-sama, tetapi bukan
merupakan keharusan bagi kedua populasi untuk selalu saling behubungan
agar dapat hidup. simbiosis mutualisme adalah bentuk interaksi yang
menyebabkan kedua spesies sama-sama mendapat keuntungan, disebut
juga dengan simbiosis obligat.

3. Predasi
Merupakan jenis interaksi makan dan dimakan. Pada predasi,
umumnya satu spesies memakan spesies lainnya. Ada juga beberapa
hewan memangsa sesama jenisnya (sifat kanibalisme). Makhluk hidup
yang memakan disebut pemangsa (predator), sedangkan makhluk hidup
yang dimakan disebut mangsa (prey). Predasi tidak terbatas antar hewan,
tetapi juga dapat terjadi pada herbivora dan tumbuhan. Pada predasi antar
hewan, predator kebanyakan berukuran lebih besar dari pada mangsanya.
Ekologi dan saling ketergantungan di dalam ekosistem, di antara
komponen pembentuknya terdapat hubungan saling ketergantungan,
sehingga perubahan pada komponen yang satu akan menyebabkan
perubahan pada komponen yang lain. Contoh: kepadatan suatu tanaman

16
tergantung pada jenis dan kesuburan tanah, sebaliknya keadaan dan
kesuburan tanah tergantung juga pada tanaman dan hewan yang hidup di
kawasan itu.Salah satu hubungan saling ketergantungan yang jelas antara
komponen pembentuk ekosistem adalah peristiwa makan dan dimakan
melukiskan suatu rantai makanan atau jaring-jaring makanan. Adanya
rantai makanan menyebabkan terjadinya piramida energi, piramida jumlah,
piramida biomassa dan aliran materi yang berupa siklus atau daur.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara komponen biotik
(komponen yang hidup) dan komponen abiotik (komponen yang tidak hidup)
di alam. Hubungan antar komponen tersebut membentuk suatu sistem, yang
menrupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan.
Pegunungan memiliki pengaruh terhadap jumlah sinar matahari yang
mencapai daerah dan berdampak pada suhu dan curah hujan di daerah sekitar.
Sinar matahari merupakan termasuk kedalam komponen abiotik, dan dengan
adanya perbedaan komponen ini berdampak pada penyebaran spesies baik
tumbuhan maupun hewan.
B. Saran
Dalam membuat makalah ini kami sadar banyak kekurangan dan masih
banyak mateir yang belum terakses, sehingga untuk kedepannya diharapkan
dapat emmperbaiki lagi keruntutan materi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sintanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Biggs, A., et, all. 2008. Glencoe Science, Biology. New York: Glencoe/Mc. Graw
Hill.
Benjamins Cummings Smith, J. M. B. 2014. Mountain Ecosystems. (Online).
Champbell. 2004. Biology Jilid I, II, dan III. Jakarta: Erlangga.

Campbel, N. A., et. All. 2008. Biology eight edition. San Fransisco: Pearson
Daljoeni. N. 1986. Pokok-pokok Klomatologi. Alumni. Bandung.

Noor M. 2007. Ekologi Pemanfaatan dan Pengembangan. PT. Raja Gravindo


Persada. Jakarta.
Oman. 2010. (online). http:// sumbermakalah. Blogspot. Com/ ekosistem buatan.
Diakses/20/05/2010
Syamsuri,I. Dan Pratiwi, N. 2014. Bahan Ajar interaksi makhluk hidup. Malang:
UM Press

19

Anda mungkin juga menyukai