Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Archaebacteria
Istilah archaebacteria adalah berasal dari bahasa yunani, arcio, artinya
kuno. Para ahli mengajukan hipotesis bahwa archaebacteria”merupakan sel-sel
paling awal (kuno) yang memiliki hubungan”kekrabatan dekat dengan
organisme eukariotik (memiliki membrane inti sel). Archaebacteria hidup di
lingkungan yang ekstrem yang mirip dengan lingkungan kehidupan awal di
bumi. Beberapa jenis terdapat dalam bentuk sel tunggal, sedangkan jenis
lainnya berbentuk filamen atau koloni.

Gambar 1. Bentuk bakteri

Bentuk Archaebacteria bervariasi, yaitu :

1. Kokus (bulat)
a. Monokokus merupakan bakteri yang memiliki sel dengan bentuk
bakteri kokus tunggal
b. Diplokokus yaitu dua sel bakteri kokus berdempetan
c. Tetrakokus yaitu empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi
empat.
d. Sarkina yaitu delapan sel bakteri kokus berdempetan membentuk
kubus.
e. Streptokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan
membentuk rantai.
f. Stapilokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan
seperti buah anggur.
2. Basil (batang)
a. Monobasil yaitu berupa sel bakteri basil tunggal.
b. Diplobasil yaitu berupa dua sel bakteri basil berdempetan.
c. Streptobasil yaitu beberapa sel bakteri basil berdempetan membentuk
rantai.
3. Spirilia (spiral)
a. Spiral adalah bakteri yang memiliki bentuk sel bergelombang.
b. Spiroseta adalah bakteri yang memiliki bentuk sel seperti sekrup.
c. Vibrio adalah bakteri yang memiliki bentuk sel seperti tanda baca
koma.
4. Tak beraturan.

B. Ciri-ciri Archaebacteria
Ciri-ciri Archaebacteria meliputi:
1. Archaea adalah anaerob obligat dan mereka bertahan hidup hanya di
lingkungan yang bebas oksigen.
2. Archaea dikenal sebagai ekstrimofil, karena mereka dapat hidup di
berbagai lingkungan.
3. Beberapa spesies dapat hidup dalam suhu di atas titik didih pada 100
derajat Celcius atau 212 derajat Fahrenheit.
4. Dapat bertahan hidup di lingkungan air yang bersifat asam, basa atau salin.
Beberapa dapat menahan tekanan lebih dari 200 atmosfer.
5. Untuk ukuran archaebacteria yakni 0,1-15 mikron.
6. Archaea beberapa memiliki flagela.
7. Archaea tidak memiliki organel yang terikat membran.
8. Archaea tidak memiliki nukleus, retikula endoplasma, kompleks Golgi,
mitokondria, kloroplas, atau lisosom.
9. Archaea memiliki lipid dalam membran sel mereka. Mereka terdiri dari
rantai hidrokarbon bercabang, terhubung ke gliserol oleh hubungan eter.
10. Materi genetik Archaea mengapung bebas di sitoplasma. Mereka terdiri
dari RNA ribosom (rRNA).
11. Archaea ditemukan tidak peduli terhadap semua antibiotik utama.
12. Interaksi antara Archaea dan bentuk kehidupan lainnya bersifat simbiotik
atau komensal karena archaea tidak diketahui menimbulkan
bahaya patogen bagi organisme lain.
13. Karakteristik unik archaea adalah komposisi dinding selnya. Dinding
sel archaebacteria terbuat dari pseudomurein, yang terdiri dari kombinasi
asam N-asetiltalosaminuronat dan N-asetilglukosamin.

C. Struktur Archaebacteria

Archaea adalah prokariota, yang berarti bahwa sel-sel tidak memiliki


nukleus atau organel yang terikat membran lainnya dalam sel mereka. Seperti
halnya bakteri, sel memiliki cincin DNA yang melingkar, dan sitoplasma sel
mengandung ribosom untuk produksi protein sel dan zat lain yang dibutuhkan
sel. Tidak seperti bakteri, dinding dan membran sel dapat menjadi kaku dan
memberikan sel bentuk spesifik seperti flat, berbentuk batang atau kubik.
Spesies Archaea memiliki karakteristik yang sama seperti bentuk dan
metabolisme, dan mereka dapat bereproduksi melalui pembelahan biner
seperti bakteri.
1. Dinding sel
Struktur dasar dinding sel archaea mirip dengan bakteri dalam struktur
yang didasarkan pada rantai karbohidrat. Karena archaea bertahan hidup di
lingkungan yang lebih bervariasi daripada bentuk kehidupan lainnya,
dinding sel dan metabolisme selnya harus sama-sama bervariasi dan
disesuaikan dengan lingkungannya. Akibatnya, beberapa dinding sel
archaea mengandung karbohidrat yang berbeda dari dinding sel bakteri,
dan beberapa mengandung protein dan lipid untuk memberi mereka
kekuatan dan ketahanan terhadap bahan kimia dengan kadar yang tinggi.
2. Membran sel
Beberapa karakteristik unik sel archaea adalah karena fitur khusus
membran sel mereka. Membran sel terletak di dalam dinding sel dan
mengontrol pertukaran zat antara sel dan lingkungannya. Seperti semua sel
hidup lainnya, membran sel archaea terdiri dari fosfolipid dengan rantai
asam lemak, tetapi ikatan dalam archaea fosfolipid unik. Semua sel
memiliki bilayer fosfolipid, tetapi dalam sel archaea, bilayer memiliki
ikatan eter sedangkan sel-sel bakteri dan eukariota memiliki ikatan ester.
Ikatan eter lebih tahan terhadap aktivitas kimia dan memungkinkan sel
archaea bertahan hidup di lingkungan ekstrem yang akan membunuh
bentuk kehidupan lainnya.
3. Sitoplasma
Cairan yang memenuhi bagian dalam sel, yang berfungsi untuk
menyokong struktur internal sel. Sitoplasma memiliki jaringan filamen
protein yang disebut sitoskeleton. Sitoskeleton ini dapat membantu
menjaga bentuk dan konsistensi dari sel. Sitoplasma dapat juga membantu
sel membawa, menyerap, dan memproses nutrisi-nutrisi penting. Dalam
sitoplasma terdapat plasmid yang memiliki bentuk seperti cincin,
berfungsi sebagai pertahanan sel dari lingkungan yang tidak
menguntungkan.
4. Gen dan Informasi Genetik
Seperti semua sel hidup, archaea mengandalkan replikasi DNA untuk
memastikan bahwa sel anak identik dengan sel induk. Struktur DNA
archaea lebih sederhana daripada eukariota dan mirip dengan struktur gen
bakteri. DNA ditemukan dalam plasmid sirkuler tunggal yang awalnya
digulung dan diluruskan sebelum pembelahan sel. Sementara proses ini
dan pembelahan biner sel berikutnya seperti bakteri, replikasi dan
terjemahan sekuens DNA terjadi seperti pada eukariota. Setelah DNA sel
terbuka, enzim RNA polimerase yang digunakan untuk menyalin gen lebih
mirip dengan RNA polimerase eukariot daripada enzim bakteri yang
sesuai. Pembuatan salinan DNA juga berbeda dari proses bakteri.
Replikasi dan terjemahan DNA adalah salah satu cara di mana archaea
lebih mirip sel-sel hewan daripada sel-sel bakteri.
5. Flagella
Seperti halnya bakteri, flagela memungkinkan archaebacteria bergerak.
Struktur dan mekanisme operasinya mirip dengan archaea dan bakteri,
tetapi metode pertumbuhannya berbeda. Flagel di archaea adalah tangkai
panjang dengan dasar yang dapat mengembangkan aksi putar bersama
dengan membran sel. Tindakan putar menghasilkan gerakan seperti
cambuk yang dapat mendorong sel ke depan. Di archaea, tangkai dibuat
dengan menambahkan bahan di pangkalnya, sedangkan pada bakteri,
tangkai berongga dibuat dengan memindahkan bahan ke pusat berlubang
dan menempatkannya di bagian atas. Flagella berguna dalam
menggerakkan sel menuju makanan.
6. Kapsul
Kapsul dan lapisan lendir berfungsi sebagai lapisan pelindung,
menjaga sel dari kekeringan, membantu melekatkan diri pada substrat.
7. Ribosom
Merupakan bagian sel yang memiliki fungsi sebagai tempat sintesis
protein. Bentuknya berupa butiran-butiran kecil yang tidak diselubungi
membrane. Ribosom, tersusun oleh protein dan RNA.
8. Pilus
Bagian yang memiliki bentuk seperti filamen, tetapi berbeda dengan
flagella, memiliki ukuran lebih kecil dan lebih pendek dari flagella.
Berfungsi sebagai tempat masuknya materi genetik selama terjadinya
reproduksi pada bakteri.
Struktur dari Archaebacteria ini pada umumnya sama dengan Eubacteria,
tetapi ada beberapa struktur yang berbeda, yaitu:
1. Archea memiliki tiga polimerase RNA seperti eukariota.
2. Archaea memiliki dinding sel yang tidak memiliki peptidoglikan dan
memiliki membran yang melekatkan lipid dengan hidrokarbon dan bukan
asam lemak.
3. Membran sel pada Archae ini mengandung ikatan eter
4. Gen dan enzim berperilaku lebih seperti Eukariota
5. Memiliki tiga polimerase RNA seperti eukariota.
D. Reproduksi Archae
Reproduksi Archaebacteria adalah aseksual.  Archaebacteria dapat
mereproduksi melalui pembelahan biner, di mana sel induk membelah
menjadi dua sel anak yang identik secara genetik. Archaebacteria juga dapat
bereproduksi secara aseksual melalui tunas dan fragmentasi, di mana
potongan-potongan sel pecah dan membentuk sel baru, juga memproduksi
organisme identik secara genetik.

E. Klasifikasi Archae
Archaebacteria berdasarkan tempat tinggalnya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Bakteri Metanogen
Bakteri metanogen aktif melakukan metabolisme pada kondisi
tanpa oksigen dengan nilai Eh < -200 mV (Conrad 1989). Bakteri
metanogen merupakan bakteri mesofilik pembentuk metana pada
degradasi bahan organik secara anaerobik dalam tanah (Zeikus 1977;
Dubey 2005). Bakteri metanogen banyak terdapat di sekitar perakaran
tanaman padi sawah, antara lain genus Methanococcus dan
Methanosarcina (Franklin et al. 1988).
Bakteri metanogen dapat menggunakan beberapa jenis substrat
sebagai sumber C dan energi, seperti CO2 , CO, asam formiat, dan
beberapa senyawa yang termetilasi yaitu metanol, asetat, trimetilamin, dan
dimetilsulfit (Kiene et al. 1986; Vogels et al. 1988). Bahan organik
menstimulasi produksi metana sebagai akibat peningkatan produksi
fermentasi yang berupa asam organik sederhana dan ion hidrogen untuk
membentuk CH4 (Dubey 2005).
Kelompok ini merupakan archaebacteria yang menghasilkan gas
metana (CH4) dari hasil reduksi karbondioksida. Metanogen hidup di
tempat dimana tidak terdapat gas oksigen yaitu di dasar lumpur atau dapat
mengadakan simbiosis dengan hewan – hewan herbivora (sapi, rayap).
Metanogen sangat tidak dapat mentolerir keberadaan oksigen. Organisme
ini akan mati jika di habitatnya terdapat oksigen, meski hanya sedikit.
Lingkungan anaerob obligat adalah syarat penting bagi kelompok
metanogen. Kemampuannya menghasilkan metana, bakteri ini sering
dimanfaatkan dalam pembuatan atau penguraian kotoran atau sampah
untuk menghasilkan metana. Adapun ciri – ciri metanogen ialah:
a. Anaerob obligat 
Biasa ditemukan di dasar rawa atau di dalam perut hewan
herbivora.Akan mati jika terdapat oksigen.
b. Menghasilkan metana (CH4)
Metana merupakan senyawa buangan dari metabolisme
karbondioksida menjadi makanan. Metana buangan archaebacteria
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bahar (Biogas). 
c. Berperan sebagai pengurai atau pembusuk.
Archaebacteria dapat berperan sebagai pengurai karena mampu
menguraikan zat sisa makhluk hidup dan mengubahnya menjadi
gas metana.
2. Bakteri Halofilik
Kelompok dari archae ini merupakan penghuni wilayah lautan
dengan kadar garam yang sangat tinggi seperti laut mati, Great Salt Lake
(Bahasa Yunani, halo= garam; philos= penyuka). Beberapa spesies
kelompok ini memiliki pigmen merah orodopsin. Sehingga koloni
kelompok ini terlihat seperti buih yang berwarna merah keunguan.
Berbeda dengan methanogen, kelompok halofil memerlukan oksigen
untuk respirasi. Sementara kecukupan nutrisi diperoleh dengan melakukan
fotosintesis dengan pigmen merah yang dimilikinya. Ciri–ciri halofilik:
a. Memiliki habitat di perairan dengan kadar garam tinggi
b. Aerobik dan fotosintetik
Aerobik merupakan kondisi dimana dapat bertahan hidup apabila
terdapat kandungan oksigen di sekitarnya, sedangkan fotosintetik
merupakan kondisi dimana bakteri menggunakan energi cahaya
matahari untuk mereduksi karbin dioksida menjadi karbohidrat.
3. Bakteri Termofilik
Termofilik berasal dari Bahasa Yunani, termo artinya panas,
sementara phylos artinya ialah penyuka. Archae jenis ini dapat ditemukan
di wilayah – wilayah terpanas bumi, dengan suhu optimum antara 60°C
sampai 80°C. Kelompok Sulfolobus (bakteri Sulfur) misalnya ditemukan
pada sumber mata air panas yang banyak mengandung sulfur atau di
lereng gunung berapi dengan suhu optimum mencapai 105°C. Kelompok
ini memiliki DNA dengan komposisi pasangan basa nitrogen sitosin –
guanin yang banyak, sehingga tahan panas. Kelompok ini merupakan
kemoautotrof. Ciri umum termofil ialah:
a. Hidup di wilayah dengan suhu diatas 60°C
b. Kemoautotrof
Kemoautotrof yaitu, memanfaatkan energi dari reaksi kimia untuk
membuat makanan sendiri dari bahan organik. 

F. Peranan Archae
Peranan Archaebacteria adalah sebagai berikut.
1. Enzim dari Archaebacteria ditambahkan ke dalam sabun cuci atau
detergen untuk meningkatkan kemampuan sabun cuci dan deterjen
pada suhu dan pH tinggi. 
2. Beberapa enzim Archaebacteria juga digunakan dalam industri
makanan untuk mengubah pati jagung menjadi dekstrin (sejenis
karbohidrat).
3. Beberapa jenis Archaebacteria digunakan untuk mengatasi
pencemaran, misalnya tumpahan minyak.

Anda mungkin juga menyukai