Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ANALISIS SENYAWA KIMIA

“ARGENTOMETRI”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Senyawa Kimia


Dosen Pengampu: Rina Rahyu, M. Pd

Disusun oleh:
1. Wahyu Hidayanti (1810303030)
2. Shinta Restiani (1810303069)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU P. ENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat, Taufik, Hidayah, serta Inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Analisis Senyawa Kimia yang berjudul “Argentometri”.
Makalah ini kami susun berdasarkan kajian yang kami lakukan mengenai analisis kuantitatif
argentometri yang tentu saja dengan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki.
“Tidak ada yang sempurna di dunia ini selain Allah SWT”, begitu pula dengan makalah ini,
pasti masih banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
Terima kasih kepada para pembaca dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pihak nantinya.

Magelang, 9 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

1. HALAMAN DEPAN .......................................................................................... i


2. KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
3. DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
4. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................1
5. BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Argentometri ..............................................................................2
B. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Pengendapan .........................................2
C. Macam-macam Metode................................................................................3
D. Indikator Titrasi Pengendapan .....................................................................7
E. Merkurimetri................................................................................................9
F. Pembentukan Endapan Berwarna .................................................................10
G. Aplikasi Penerapan Argentometri ................................................................11
H. Kurva Titrasi ...............................................................................................12
I. Contoh Penerapan Soal .................................................................................15
6. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................16
B. Saran ...........................................................................................................16
C. Daftar Pustaka .............................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reaksi kimia pengendapan sudah digunakan secara luas pada kimia analitik, titrasi,
penentuan gravimetri, dan dalam pemisahan sampel menjadi suatu komponen-komponennya.
Metode gravimetric sudah tidak dipergunakan lagi secara luas dan sudah digantikan dengan
metode yang lain walaupun tidak sepenuhnya. Namun walaupun demikian pengendapan tetap
menjadi sebuah teknik dasar yang sangat penting.
Titrasi argentometri merupakan metode analisis kuantitatif berdasarkan reaksi
pengendapan senyawa halogenida dan senyawa-senyawa lain ketika ditambahkan dengan
AgNO3 (Kuntari et al, 2018). Metode ini disebut metode pengendapan karena pada prosesnya
memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut (endapan).
Oleh karena itu makalah ini disusun untuk mengetahui dan memahami materi yang
berkaitan dengan analisis kuantitatif argentometric.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan analisis kuantitatif argentometri?
2. Faktor – factor apa saja yang mempengaruhi titrasi pengendapan?
3. Metode apa saja yang digunakan dalam titrasi argentometri?
4. Apa saja aplikasi penerapan dari titrasi argentometri?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan, maka tujuan dari permasalahan tersebut yaitu:
1. Untuk memahami analisis kuantitatif argentometri
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi titrasi pengendapan
3. Untuk memahami metode – metode yang digunakan dalam titrasi argentometric
4. Untuk mengetahui aplikasi penerapan titrasi argentometri

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Argentometri
Argentometri merupakan proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO 3)
sebagai larutan standard. Dalam titrasi ini larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-
garam halogen dan sianida karena keduanya merupakan jenis garam dengan ion Ag + dari
garam standard AgNO3 dan dapat membentuk suatu endapan senyawa kompleks sesuai dengan
persamaan berikut
NaX + Ag+ AgX + Na+ (X = halida)
KCN + Ag+ AgCN + K+
KCN + AgCN [(Ag(CN)2]
Argentometri merupakan salah satu cara analisis kuantitatif dengan system pengendapan.
Analisis ini biasa digunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion tiosianat, ion perak, dan
ion-ion lainnya yang bisa diendapkan oleh larutan standardnya. Titrasi ini menggunakan perak
nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak
nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih
yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil.

AgNO3 + 2 KCN → K(Ag(CN)2) +KNO3

Ag+ + 2 CN- → Ag(CN)2

Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk
senyawa kompleks yang tak larut.

Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)

Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanen. Salah satu
kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang
diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat
lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama
B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Pengendapan
1) Ph

2
Garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini
disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Contohnya yaitu
endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H + akan
bergabung dengan I- membentuk HI.
2) Temperatur
Kelarutan akan meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu
maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada
larutannya.
3) Sifat Pelarut
Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu zat, begitu
juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
4) Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung
ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
5) Pengaruh hidrolisis
Jika garam yang berasal dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut
mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut
C. Macam - Macam Metode
1. Metode Mohr
Metode mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam
suasana yang netral dengan menggunakan larutan baku perak nitrat (AgNO 3) kemudian
ditambahkan kalium kromat (K2CrO4¬) sebagai indicator. Pada mula-mula titrasi akan
menghasilkan endapan perak klorida dan setelah mencapai titik ekuivalen maka dengan
penambahan perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dan membentuk endapan perak
kromat yang berwarna merah dan semua ion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl. Karena
metode ini dilakukan dalam suasana yang netral maka cara untuk menetralkan larutan yang
asam yaitu dengan menambahkan CaCO3 atau natrium bikarbonat secara berlebihan.
Sementara untuk larutan asam, diasamkan lebih dahulu dengan asam asetat kemudian
ditambahkan kalsium karbonat yang sedikit berlebihan.

3
Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki
normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev, V, 1969)

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu
tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O sehingga
titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya


atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak,
maka secara lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian;
akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

2. Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe (III) sebagai indicator adalah contoh
metode volhard, yaitu pembentukan zat warna dalam larutan.

Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titran dan Ag, membentuk
endapan putih.

Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Selama titrasi Ag(SCN) terbentuk sedangkan titik akhir dicapai bila NH 4SCN
berlebih bereaksi dengan membentuk larutan berwarna merah gelap yaitu [Fe(SCN)] 2+.

4
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq) (merah)

Pada metode volhard, dalam menentukan kadar klorida, harus dalam suasana asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. Pada metode ini digunakan titrasi balik
karena AgNO3 berlebih yang ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi.
Larutan tersebut dititrasi balik dengan besi (III) ammonium sulfat sebagai indicator. Cara
ini kurang akurat karena endapan yang dihasilkan yaitu AgSCN kurang larut dibanding
AgCl.
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena
titran bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung
ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan
dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat,
oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
3. Metode Fajans
Pada metode ini digunakan indicator absorpsi yang mana pada titik ekuivalen,
indicator terabsopsi oleh endapan, bukan bereaksi dengan titran. Indikatornya tidak
memberikan perubahan warna pada larutannya, melainkan endapannya. Jadi titik akhir dari
metode ini dilihat dari perubahan warna endapan yang terbentuk.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini yaitu endapan harus dijaga tetap
dalam bentuk koloid. Larutan tidak boleh terlalu encer karena akan membentuk endapan
yang sedikit yang mengakibatkan perubahan warna yang tidak jelas. Ion indicator harus
tidak terabsobsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indicator eonsin,
yang mana indikatornya terabsorpsi terlebih dahulu sebelum titik ekuivalen tercapai.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah
atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya
fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan
mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).

5
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titran (ion
Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X - dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X-
sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga
negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X -; menjelang titik ekivalen,
ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titran yang
ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen
tidak ada kelebihan X- maupun Ag+, jadi koloid menjadi netral. Setetes titran kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan
selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak
menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid,
maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein
sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui
berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni

1) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
2) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
3) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara
zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi)
dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat,
akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan
endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi, 1990)

6
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator, akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada
larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali
karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan
larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir
ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik
akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati
titik akhir.
D. Indikator Titrasi Pengendapan
Salah satu permasalahan titrasi adalah menentukan indicator yang cocok. Dalam titrasi
yang melibatkan garam perak terdapat 3 indikator yang sukses dikembangkan selama ini.
Metode mohr menggunakan ion kromat CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode
Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan ion
tiosianat, SCN-, dan metode fajans menggunakan indicator adsorpsi.
1. Pembentukan dari sebuah endapan berwarna: Metode Mohr
Pada metode ini pembentukan satu endapan lain dapat digunakan untuk
mengindikasikan selesainya sebuah titrasi pengendapan. Titrasi ini menggunakan ion perak
sedangkan ion kromat digunakan sebagai indicator. Kemunculan awal endapan perak
kromat berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir titrasi.
Tentu saja penting bahwa pengendapan indicator terjadi pada titik ekuivalen atau
didekat titik ekuivalen dari titrasi tersebut. Perak kromat lebih mudah larut daripada perak
klorida. Jika ion-ion perak ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung ion
klorida dengan konsentrasi besar dan ion kromat dengan konsentrasi kecil, perak klorida
akan mengendap terlebih dahulu, perak kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion
perak meningkat sampai ke nilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak kromat.
Titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan pH sekitar 6 – 10. Dalam larutan asam
konsetrasi ion kromat akan menurun karena 𝐻𝐶𝑟𝑂4 − hanya terioniasai sedikit sekali.
Hydrogen kromat ada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi rekasi:
2𝐻 + + 2𝐶𝑟𝑂4 2𝐻𝐶𝑟𝑂4 𝐶𝑟2𝑂7 2− + 2𝐻2 𝑂

7
Penurunan konsentrasi ion kromat mengharuskan kita untuk menambah sejumlah
besar ion sianida larutan-larutan yang sedikit alkalin. Efek adsorbs membuat titrasi dari
ion-ion iodide dan tiosianat tidak memungkinkan. Perak tidak dapat dititrasi secara
langsung dengan klorida menggunakan indicator kromat. Perak kromat mengendap,
terlihat secara sekilas, terurai kembali secara lambat dengan titik ekuivalen.
2. Pembentukan kompleks berwarna: Metode Volhard
Metode yang didasari pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan asam nitrit
dengan ion besi (III) dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat:
Ag+ + SCN- AgSCN
Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah)
Metode ini dapat digunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan standar
tiosianat atau untuk titrasi tidak langsung dan ion-ion klorida, bromide, dan iodide. Dalam
titrasi tidak langsung kelebihan dari perak nitrat standar ditambahkan dan kemudian
dititrasi dengan tiosianat standar. Metode volhard dipergunakan secara luas untuk perak
dan klorida mengingat titrasinya dapat dijalankan dalam larutan asam. Metode umum
lainnya untuk perak dan klorida membutuhkan sebuah larutan yang mendekati netral untuk
kesuksesan titrasi. Banyak kation yang mengendap pada kondisi semacam ini dan
karenanya mengganggu dalam metode ini.
Dalam analisis klorida, sebuah kesalahan dapat terjadi jika endapan AgCl
dibolehkan bereaksi dengan ion tiosianat
AgCl + SCN- AgSCN + Cl-
Karena AgSCN kurang dapat larut dibandingkan dengan AgCl, reaksi ini
cenderung untuk bergeser dari kiri ke kanan dan akan menyebabkan hasil-hasil yang
rendah dalam analisis klorida. Reaksi ini dapat dicegah dengan menyaring penuh AgCl
atau menambahkan nitrobenzene sebelum titrasi dengan tiosianat. Nitrobenzena terlihat
membentuk sebuah lapisan berminyak di atas permukaan AgCl yang mencegah reaksi
dengan tiosianat.
3. Penggunaan indikator adsorbsi: Metode Fajans
Adsorpsi dari sebuah komponen organic berwarna pada permukaan sebuah
endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam molekul yang mengubah
warnanya. Fenomena ini dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir dari titrasi

8
pengendapan garam-garam perak. Senyawa organic yang digunakan untuk hal seperti ini
diacu sebagai indicator adsorpsi. Mekanisme yang berlaku bagi indicator-indikator
semacam ini dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut: dalam titrasi Cl- dengan Ag+, sebelum
titik ekuivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan negative akibat adsorpsi ion
Cl- dari larutan. Ion-ion Cl- yang teradsorpsi membentuk lapisan primer, yang
mengakibatkan partikel-partikel koloid bermuatan negatif. Partikel ini menarik ion positif
dari larutan untuk membentuk sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar keadaannya.
Di atas titik ekuivalen kelebihan ion-ion Ag+ menggantikan ion-ion Cl- dari lapisan
primer dan partikel-partikelnya menjadi bermuatan positif. Anion-anion dalam larutan
akan tertarik membentuk lapisan sekunder. Fluoresein adalah sebuah asam organic lemah
yang bisa kita sebut dengan HFl. Ketika fluorescein ditambahkan ke dalam botol titrasi
anion Fl- tidak diadsorpsi oleh koloid perak klorida selama ion-ion klorida berlebih.
Bagaimanapun juga apabila ion-ion perak berlebih ion – ion Fl- dapat tertarik ke permukaan
partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkan berwarna merah jambu, dan
warna ini cukup kuat bagi menjadi sebuah indicator visual. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih sebuah indicator adsorpsi yang cocok untuk sebuah titrasi
pengendapan.
a. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar
pada titik ekuivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastic permukaan
yang tersedia untuk adsorpsi dari indicator.
b. Adsorbs dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekuivalen dan
meningkat secara cepat pada titik ekuivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok
teradsorpsi secara kuat indicator tersebut sebenarnya menggantikan ion utama yang
diadsorpsi jauh sebelum titik ekuivalen tersebut dicapai.
c. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari
indicator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup
d. Disarankan ion indicator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan sebagai
titran.
E. Merkurimetri
Merkurimetri merupakan cara dengan menggunakan garam merkuri (𝐻𝑔2+ ) sebagai
titrasinya dan menggunakan garam halogen, yaitu ion CN- dan ion CNS- sebagai titrasinya,

9
senyawa yang akan ditetapkan kadarnya. Dengan ini indicator yang biasa digunakan
diantaranya dalah Na nitroprussid, difenil carbazon, dan difenil carbazid yang ketiganya
indicator tersebut mempunyai pH antar 1.5 sampai 2 (Maulida, 2014). Merkurimetri
merupakan titrasi yang menggunakan ion Hg2+ sebagai pentiter dan dapat dipakai untuk
menentukan klorida.
𝐻𝑔2+ + 2 𝐶𝑙 − − 𝐻𝑔𝐶𝑙2 (berlaku utnuk halide lain)
Jika ion halide dititrasi dengan merukri nitrat, TE tidak ada [𝐻𝑔 2+ ] karena selama titrasi
terbentuk endapan 𝐻𝑔𝐶𝑙2 , namum seteleh Te terjadi kenaikan [𝐻𝑔 2+ ] akan segera bereaksi
dengan indicator dan membentuk komplek Hg-indikator, misalnya jika indicator nitoprusid
akan membntuk endapan putih, indicator difenilkarbazid atau difenilkarbozad dalam asam
membentuk warna ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi balkon, yaitu 0.17 ml
𝐻𝑔 (𝑁𝑂3 )2 0.1 N untuk 50 ml 𝐻𝑔𝐶𝑙2 0.05 N. Volume titrasi balnko bervariasi tergantung besar
[𝐻𝑔𝐶𝑙2 ] TE karena [𝐻𝑔2+ ] berlebih akan berekasi dengan 𝐻𝑔𝐶𝑙2 :
𝐻𝑔𝐶𝑙2 + 𝐻𝑔2+ → 2 𝐻𝑔𝐶𝑙 +
Difenil Carbazid
Merkurimetri dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung, tergantung dengan tritrat
dan senyawa kompleksnya yang terbentuk. Cara yang tidak langsung digunakan bila cara
langsung senyawa kompleks yang terbentuk sulit diamati titik akhirnya, sehingga dengan
menggunakan cara tidak langsung diharapkan pembentukan senyawa kompleks dengan titran
dapat dengan mudah diamati titik akhirnya. Karena titrasi tidak langsung menggunakan dua
titran yang berbeda (Maulida, 2014). Merkurimetri, apabila titrasinya garam halogen, maka
dapat dilakukan secara langsung. Apabila titratnyta yang digunakan adalah larutan garam CN -
, maka akan terbentuk senyawa kompleks AgCN2 yang sulit dilihat titik akhirnya, sehingga
perlu dilakukan cara tidak langsung. Dalam hal ini, titran kesatu berupa garam Hg2+ dan titran
ke dua berupa senywa CNS - (Maulida, 2014).
F. Pembentukan Endapan Berwarna
Sama seperti sistem asam, basa juga dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan sutau endapan dapat digunakan utnuk menyatakan suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal ini terjadi pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dimana
digunakan ion kromat sebagai indikatornya. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan
perak kromat yang kemerahan diambil titik akhir (TE).

10
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak pH antara 6 - 10. Dalam larutan asam
konsetrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena 𝐻𝐶𝑟𝑂4 − hanya terioniasai sedikit sekali.
Dengan hydrogen kromat berada di kesetimbangan dengan dikromat terjadi rekasi:
2𝐻 + + 2𝐶𝑟𝑂4 2𝐻𝐶𝑟𝑂4 𝐶𝑟2𝑂7 2− + 2𝐻2 𝑂
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan pertambahan ion perak yang
berlebih untuk mengendapkan ion kromat dikarenakan akan timbul galat yang besar. Pada
umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang
menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri dengan
menggunakan AgNO sebagai larutan standar. Karena kedua jenis garam tersebut dapat
membentuk endapan atau senyawa kompleks ion 𝐴𝑔+ sesuai dengan persamaan reaksi :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+

KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K +

KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2]

Karena 𝐴𝑔𝑁𝑂3 memiliki kemurnian yang tinggi, maka garam dapat digunakan sebagai
larutam standar primer. Dalam titrasi argenometri terhadap ion 𝐶𝑁 − tercapai untuk garam
kompleks K [𝐴𝑔(𝐶𝑁)2 ] karena proses dikemukan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak
dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut
menjadi ion kompleks diamilum (Harizul, Rivai, 1995).
G. Aplikasi Penerapan Argentometri

Dalam dunia farmasi, metode argentometri digunakan untuk menetapkan kadar suatu
obat. Contohnya: ammonium klorida, fenderol hidrobromida, kalium klorida, klorbutanol,
meftalen, dan sediaan tablet lainnya.
1. Penetapan kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel, larutkan dalam 100ml air,dipipet 10ml
larutan kedalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan larutan sampel dengan 0,5-1ml larutan
K2CrO4 5%, dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,
dihitung kadar amonium klorida.

11
2. Penetapan Kadar Efedrin HCl Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl, dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml,
dipipet 20 ml larutan Efedrin HCl, ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4, dititrasi dengan
larutan AgNO3 hingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan
merah bata.
3. Penetapan Papaverin HCl Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCl yang setara dengan 10ml AgNO3 0,1
N, larutkan dengan 100ml air suling, tambahkan indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi
dengan AgNO3 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning
menjadi merah coklat atau merah bata.
H. Kurva Titrasi

Kurva titrasi argentometri dibuat dnegan mengplotkan antara perubahan konsentrasi analit
dengan sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Umumnya konsentrasi analit
dinayatakan dalam fungsi (p) yaitu pX = -log [X], sedangkan volume titran dalam satuan mL.
kurva titrasi dapat diagi menjadi 3 wilayah, yaitu sebelum titik ekuivalen, pada saat ekuivalen,
dan setelah titik ekuivalen.

Contoh:

50 ml larutan NaCl 0 ,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0 ,10 M. Hitung konsentrasi ion
klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl = 1 x 10-10.

a) Awal sebelum titrasi:

[Cl-] = 0 ,10 M

pCl = 1 ,00

b) Setelah penambahan 10 ml AgNO3

Ag+ + Cl- → AgCl (p)


awal 1 ,00 mmol 5 ,00 mmol

perubahan -1 ,0 mmol -1 ,0 mmol

12
kesetimbangan – 4 ,0 mmol

[Cl-] = 4 ,00 mmol / 60 ,0 ml = 0 ,067 M

pCl = 1 ,17
c) Setelah penambahan 49 ,9 ml AgNO3:

Ag+ + Cl- → AgCl (p)


awal 4 ,99 mmol 5 ,00 mmol

perubahan -4 ,99 mmol -4 ,99mmol

kesetimbangan – 0 ,01 mmol

[Cl-] = 0 ,01 mmol / 99 ,9 ml = 1 ,0 x 10-4 M

pCl = 4 ,00
Dalam perhitungan ini telah mengabaikan konstribusi dari on klorida kepada
larutan dari kelarutan endapan AgCl. Pendekatan berlaku kecuali dalam satu atau dua tets
dari titik ekuivalen.
d) Pada titik ekivalen (TE):

Ag+ + Cl- → AgCl (p)


awal 5 ,00 mmol 5 ,00 mmol

perubahan -5 ,00 mmol -5 ,00 mmol

kesetimbangan – -

Tidak ada ion kloiruda maupun ion perak yang berlebih dan konsentrasi dari masing
ion didapatkan dari akar Ksp.

𝐴𝑔𝐶𝑙(𝑠) − 𝐴𝑔+ + 𝐶𝑙 −

[𝐴𝑔+ ] [𝐶𝑙 − ] = 𝐾𝑠𝑝

[𝐴𝑔+ ] = [𝐶𝑙 − ]

[𝐶𝑙 − ]2 = 1,0 𝑥 10−10

13
[𝐶𝑙 − ] = 1,0 𝑥 10−10

pCl = 5.00

e) Setelah penambahan 60,0 ml AgNO3:

Ag+ + Cl- → AgCl (p)


awal 6 ,00 mmol 5 ,00 mmol

perubahan -5 ,00mmol -5 ,00 mmol

kesetimbangan 1 ,00mmol -

1,00 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝐴𝑔+ ] = = 9,1 𝑥 10−3
110 𝑚𝐿

pAg = 2,04

mengingat

pAg + pCl = 10,00

pCl = 7,96

14
I. Contoh Penerapan Soal
1) Metode Volhard

Larutan mengandung sejumlah tertentu KBr dititrasi secara volhard. Diperlukan


penambahan 100 ml [Ag𝑁𝑜3 ] 0.095 M berlebih, kemudian dititrasi dengan 18,3 ml larutan
KSCN 0,100 M menggunakan indicator 𝐹𝑒 3+ . Hitung berapa konsentrasi Br- yang terdapat
dalam larutan awal?
Jawab:

a) Mol 𝐶𝑁𝑆 − = 0,100 M x 18,3 ml = 1,83 mmol


Mol 𝐶𝑁𝑆 − = Mol 𝐴𝑔+ sisa = 1,83 mmol
b) Mol 𝐴𝑔+ awal = 0,095 M x 100 ml = 9,5 mmol
Mol 𝐴𝑔+ yb = mol Ag+ awal - mol 𝐴𝑔+ sisa Mol
𝐴𝑔+ yb = 9,5 – 1,83 = 7,67 mmol
c) Mol Br- = Mol 𝐴𝑔+ yang bereaksi = 7,67 mmol
2) Metode Mohr
Sebanyak 50 ml air laut ditentukan kandungan NaCl nya dengan cara menitrasinya
dengan laurtan standar Ag𝑁𝑜3 0,2 M. jika diperlukan 32 ml Ag𝑁𝑂3 , maka tentukan berapa
g/L kadungan NaCl ?
Jawab:
Mol 𝐶𝑙 − = Mol 𝐴𝑔+
V. M (𝐶𝑙 − ) = V. M (𝐴𝑔+ )
50 ml . M (𝐶𝑙 − ) = 32 ml . (0,2 M)
32.(0.2)
M (𝐶𝑙 − ) = = 0,128 𝑀
50

Dari rumus molaritas Mol NaCl = M x 𝑉𝐿


Mol NaCl = 0, 128 M x 0,05 L = 0,0064 mol
𝑚 𝑁𝑎𝐶𝑙
0.0064 mol NaCl = (23+35,5)𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

m NaCl = 0,3744 gr (dari dalam 50 ml)


1000 𝑚𝑙 1
m NaCl = 0,3744 gr x 𝑋 50 𝑚𝑙
1𝑙

m NaCl = 7,488 gr/L

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Argentometri merupakan metode yang digunakan untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans, Liebig. Pada titrasi
menggunakan metode zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan
standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang
digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi titrasi argentometri yaitu
temperature, pH, pengaruh kompleks, pengaruh hidrolisis dan lain-lain.
B. Saran
Untuk meningkatkan pemahaman kajian mengenai analisis kuantitatif argentometri
sebaiknya dipelajari secara terus-menerus, mencari dan membaca analisis argentometri dari
berbagai sumber yang dipercaya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Harizul, Rival. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia, Jakarta: UI Press

Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers


A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
Day RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif: Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia

Kuntari et al. 2018. Validasi Metode Penentuan Amonium Klorida dalam Obat Batuk Hitam
Secara Titrimetri. Indonesian Journal of Chemical Analysis (IJCA), 1(01), 35-41

17

Anda mungkin juga menyukai