Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan titrasi pengendapan
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Argentometri dan Merkurimetri
4. Untuk mengetahui macam-macam metode dalam titrasi pengendapan.
5. Untuk mengetahui kurva titrasi pengendapan
BAB II
PEMBAHASAN
2.3. Argentometri
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan
dapat ditentukan. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion
halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam
lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik
akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator
adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri
dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain
menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan
kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva
titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam le mah dengan basa kuat.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang
digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
1. Metode Mohr
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄).
Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida
Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak
nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
2. Metode Volhard
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari
Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih
ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan
ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau
NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi
antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran menyebabkan reaksi
dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna
merah.
Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl,
Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan
standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III)
amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺
yang larut, berwarna merah.
Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ --> Fe(CNS)²⁺ +
NH₄⁺
3. Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion
yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi
merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi
adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada
titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada
titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah
tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan
oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium
atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam
besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna
merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi
ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan
kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna,
penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida.
Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam
memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut
pada saat mendekati ititk akhir.
2.4. Merkurimetri
Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai
titrannya sementara titrannya biasanya menggunakan garam-garam halogen, ion CN-, dan ion
CNS- yang mana dalam hal ini juga biasanya yang termasuk ke dalam titrat adalah yang
biasanya senyawa yang akan ditetapkan kadarnya. Dalam hal ini juga, indikator yang biasa
digunakan antara lain Na nitroprussid, difenil carbazon, dan difenil carbazid yang mana
ketiga indikator tersebut memiliki pH antara 1,5 sampai 2.
Pada metode merkurimetri ini, bisa dilakukan dengan cara langsung maupun dengan
cara tidak langsung, sebenarnya tergantung dari titrat dan senyawa kompleks yang akan
terbentuk, baru bisa memilih menggunakan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara
tidak langsung digunakan apabila dengan cara langsung senyawa kompleks yang terbentuk
sulit diamati TAnya, sehingga dengan menggunakan cara tidak langsung diharapkan
pembentukan senyawa kompleks dengan titran yang lain dapat dengan mudah diamati
TAnya, sebagaimana kita tahu bahwa pada titrasi tidak langsung ini digunakan 2 titran yang
berbeda.
Pada merkurimetri ini, apabila titratnya adalah garam halogen, maka dapat dilakukan dengan
cara langsung, yang mana reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
Apabila titrat yang digunakan adalah larutan garam CN-, maka yang akan terbentuk adalah
senyawa kompleks AgCN2 yang sulit dilihat TAnya sehingga perlu dilakukan dengan cara
tidak langsung. Dalam hal ini menggunakan titran 1-nya garam Hg2+ dan titran 2-nya berupa
senyawa CNS-. Reaksi yang terjadi adalah seperti pada gambar di bawah ini.
c. Indikator adsorbsi
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri
dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi
Dimana indicator ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.
Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan
dengan menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan
jumlah titran akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat
menentukan titik akhir titrasi.
d. Indikator Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri
Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada
larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan
perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan
tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya
indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan
termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat
dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada
kelebihan ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak
teradsorbsi pada permukaan endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih
dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan dan FL- saling tolak-menolak
akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion Ag+
untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan jumlah
ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL -
akan teradsorbsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah
perubahan warna indikator.
Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan endapan.
Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton
biasa dipergunakan thorin atau alizarin.
Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir
titrasi yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya dapat terlihat dengan
jelas. Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang
dihasilkan memiliki luas permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi
dengan baik.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan indikator:
1. Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari ikatan antara ion
logam dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan ion dalam larutan
titrat).
2. Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion larutan
titran maka dapat segera bereaksi.
3. Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna nantinya juga
harus tampak tajam dan jelas, sehingga TA dapat diamati dengan baik.
4. Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA dapat mendekati nilai TE.
Contoh :
50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion
klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl = 1 x 10-10.
pCl = 1,17
Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3 :
pCl = 4,00
kesetimbangan – –
3.2. Saran
1. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami tentang apa yang di
maksud dengan titrasi pengendapan.
2. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami faKtor-faktor yang
dapat mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui macam-macam metode dalam titrasi
pengendapan.
DAFTAR PUSTAKA
http://sartinichemistry.blogspot.com/2013/05/titrasi-pengendapan.html
http://siskaapriyoannita.wordpress.com/2012/06/12/titrasi-pengendapan/
http://murniatisri33.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo_10.html
http://retamentari.wordpress.com/2012/04/24/titrasi-pengendapan/
http://harisr3nzo.blogspot.com/2011/05/titrasi-argentometri.html
http://riskan.wordpress.com/2010/12/21/argentometri/