Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Pertama-tama penulis panjatkan puji dan rasa syukur kepada Allah SWT yang dengan
limpahan kasih sayang serta rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Titrasi Pengendapan” ini dengan semaksimal mungkin.
Makalah ini berisi pokok-pokok atau garis besar materi dalam perkuliahan mata
kuliah “Kimia Analisis” yaitu “Titrasi Pengendapan” dimana mencakup Argentometri,
Merkurimetri, Indikator Titrasi Pengendapan, Kurva Titrasi dan Pemahaman Metode Mohr,
Fajans, Volkhard, Leibig, Deniges, Koltohff. Memuat tentang pengertian dari masing-masing
pokok bahasan di atas dengan penjelasan singkat.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada dosen kimia analisis. Beliau yang telah
memberikan arahan-arahannya serta pembibingannya kepada penulis dan teman-teman dalam
perkuliahan untuk memahami materi ini lebih dalam lagi. Seperti kata pepatah tak ada gading
yang tak retak, maka begitu pula dengan makalah ini masih begitu jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan sehingga makalah selanjutnya
dapat dimaksimalkan lagi.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang


      Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi
jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati.
      Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya
disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada
umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO 3. Titrasi argentometri
tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat dipakai
untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti
ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
      Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titrant akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
            Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan
kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva
titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. Untuk
lebih jelasnya kita akan membahas lebih lanjut tentang titrasi pengendapan.

1.2.   Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan titrasi pengendapan?
2. Jelaskan factor-faktor yang menpengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan?
3. Apa yang dimaksud dengan Argentometri?
4. Apa yang dimaksud dengan Merkurimetri?
5. Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff.
6. Bagaimanakah kurva titrasi pengendapan?

1.3.  Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan titrasi pengendapan
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Argentometri dan Merkurimetri
4. Untuk mengetahui macam-macam metode dalam titrasi pengendapan.
5. Untuk mengetahui kurva titrasi pengendapan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Titrasi Pengendapan


            Titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas reaksi
pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat.
      Pada reaksi pengendapan, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan
endapan, cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion yang dapat membentuk
endapan garam perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
      Reaksi yang menghasilkan endapan dapat digunakan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi
pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti
gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung
sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga
pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak
boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini disebabkan sedikit
sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang
digunakan untuk melihat titik akhir.
      Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi Argentometri
dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain
menggunakan jenis indikator di atas, maka kita juga dapat menggunakan metode
potensiometri untuk menentukan titik ekivalen.
      Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak, dimana
kelebiha ion Ag+ akan beraksi dengan CrO42- membentuk perak kromat yang berwarna merah
bata (cara Mohr) pada titik ekivalen :
Ekivalen Ag+ = ekivalen Cl-
      Indikator ion Fe3+ dapat digunakan pada titrasi antara ion perak dan ion SCN -, dimana
kelebihan ion SCN- akan bereaksi dengan ion Fe3+ yang memberikan warna merah. Atau
dapat juga digunakan pada titrasi antara ion halida dengan ion perak berlebihan, dan
kelebihan ion perak dititrasi dengan ion tiosianat (cara Volhard)
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi  Kelarutan Dalam Titrasi Pengendapan
Factor-faktor yang mempengaruhi tirasi pengendapan adalah :
a. Temperatur, kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
b. Sifat pelarut. Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan di dalam
pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.
c. Efek ion sejenis. Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut
mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan.
d. Efek ion-ion lain. Endapan berrtambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat
garam-garam yang berbeda dengan endapan.
e. Pengaruh pH. Larutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
f. Pengaruh hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan
menghasilkan perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis
sehingga menambah kelarutannya.
g. Pengaruh kompleks. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi
zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

2.3. Argentometri
            Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan
dapat ditentukan. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion
halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam
lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
            Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
            Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik
akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator
adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri
dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain
menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen.
            Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan
kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva
titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam le mah dengan basa kuat.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang
digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
1. Metode Mohr

Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.

Reaksinya:

NaCl + AgNO₃ --> AgCl (endapan) + NaNO₃

2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄).
Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:

1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida

AgNO₃ + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:


1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak
nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

2. Metode Volhard
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari
Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih
ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan
ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau
NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi
antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran menyebabkan reaksi
dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna
merah.
Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl,
Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan
standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III)
amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺
yang larut, berwarna merah.
Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ --> Fe(CNS)²⁺ +
NH₄⁺
3. Metode Fajans

Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion
yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi
merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi
adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada
titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada
titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah
tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan
oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium
atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam
besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna
merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi
ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan
kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna,
penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida.
Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam
memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut
pada saat mendekati ititk akhir.

2.4. Merkurimetri
            Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai
titrannya sementara titrannya biasanya menggunakan garam-garam halogen, ion CN-, dan ion
CNS- yang mana dalam hal ini juga biasanya yang termasuk ke dalam titrat adalah yang
biasanya senyawa yang akan ditetapkan kadarnya. Dalam hal ini juga, indikator yang biasa
digunakan antara lain Na nitroprussid, difenil carbazon, dan difenil carbazid yang mana
ketiga indikator tersebut memiliki pH antara 1,5 sampai 2.
            Pada metode merkurimetri ini, bisa dilakukan dengan cara langsung maupun dengan
cara tidak langsung, sebenarnya tergantung dari titrat dan senyawa kompleks yang akan
terbentuk, baru bisa memilih menggunakan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara
tidak langsung digunakan apabila dengan cara langsung senyawa kompleks yang terbentuk
sulit diamati TAnya, sehingga dengan menggunakan cara tidak langsung diharapkan
pembentukan senyawa kompleks dengan titran yang lain dapat dengan mudah diamati
TAnya, sebagaimana kita tahu bahwa pada titrasi tidak langsung ini digunakan 2 titran yang
berbeda.
Pada merkurimetri ini, apabila titratnya adalah garam halogen, maka dapat dilakukan dengan
cara langsung, yang mana reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
Apabila titrat yang digunakan adalah larutan garam CN-, maka yang akan terbentuk adalah
senyawa kompleks AgCN2 yang sulit dilihat TAnya sehingga perlu dilakukan dengan cara
tidak langsung. Dalam hal ini menggunakan titran 1-nya garam Hg2+ dan titran 2-nya berupa
senyawa CNS-. Reaksi yang terjadi adalah seperti pada gambar di bawah ini.

2.5. Indikator Titrasi Pengendapan


            Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam
titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya,
indikator ada memberikan warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga
berupa suatu endapan ini pada titrasi Argentometri.
a. Indikator kalium kromat K2CrO4
            Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut sebagai
argentoetri dengan metode Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan menggunakan
larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4
yang brwarna kecoklatan.
b. Indikator Fe3+
            Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan
metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan standar AgNO3
ditambahkan secara berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.

c. Indikator adsorbsi
            Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri
dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi
Dimana indicator ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.

            Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan
dengan menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan
jumlah titran akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat
menentukan titik akhir titrasi.
d. Indikator Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri

            Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada
larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan
perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan
tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya
indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan
termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat
dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.

            Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada
kelebihan ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak
teradsorbsi pada permukaan endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih
dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan dan FL- saling tolak-menolak

(AgCl)Cl-  + FL- -> tidak ada adsorbs

akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion Ag+
untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan jumlah
ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL -
akan teradsorbsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah
perubahan warna indikator.

(AgCl)Ag+  + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator teradsorbsi

Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan endapan.
Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton
biasa dipergunakan thorin atau alizarin.

            Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir
titrasi yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya dapat terlihat dengan
jelas. Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang
dihasilkan memiliki luas permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi
dengan baik.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan indikator:
1. Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari   ikatan antara ion
logam dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan ion dalam larutan
titrat).
2. Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion larutan
titran maka dapat segera bereaksi.
3. Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna nantinya juga
harus tampak tajam dan jelas, sehingga TA dapat diamati dengan baik.
4. Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA dapat mendekati nilai TE.

2.6. Kurva Titrasi

Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara perubahan konsentrasi


analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Pada umumnya konsentrasi
analit dinyatakan dalam fungsi (p) yaitu pX = -log[X] sedangkan volume titran dalam satuan
milliliter. Kurva titrasi dapat dibagi menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik ekuivalen,
pada saat titik ekuivalen dan setelah titik ekuivalen.

Contoh :

50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion
klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl = 1 x 10-10.

          Awal sebelum titrasi : [Cl–] = 0,10 M, maka pCl = 1,00

Setelah penambahan 10 ml AgNO3 :

                             Ag+       +           Cl–         →         AgCl (p)

awal            1,00 mmol         5,00 mmol

perubahan -1,0 mmol    -1,0 mmol

kesetimbangan       –                 4,0 mmol

[Cl-] = 4,00 mmol / 60,0 ml = 0,067 M

pCl = 1,17
Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3 :

         

                             Ag+       +           Cl–         →         AgCl (p)

awal            4,99 mmol         5,00 mmol

perubahan -4,99 mmol       -4,99 mmol

kesetimbangan           –            0,01 mmol

[Cl-] = 0,01 mmol / 99,9 ml = 1,0 x 10-4 M

pCl = 4,00

Pada titik ekivalen (TE) :

                             Ag+       +           Cl–         →         AgCl (p)

awal            5,00 mmol         5,00 mmol

perubahan -5,00 mmol       -5,00 mmol

kesetimbangan           –              –

[Ag+] = [Cl-]                  [Ag+][Cl-] = Ksp = 1,0 x 10-10

[Cl-] = 1,0 x 10-5           maka pCl = 5,00

Setelah penambahan 60,0 ml AgNO3 :

                                      Ag+       +           Cl–         →       AgCl (p)

awal                     6,00 mmol         5,00 mmol

perubahan            -5,00 mmol       -5,00 mmol

kesetimbangan   1,00 mmol          –


[Ag+] = 1,00 mmol / 110 ml = 9,1 x 10-3 M

pAg = 2,04 maka pCl = 10,00 – 2,04 = 7,96

Secara umum untuk halida :

                   Ag+   +   X–     →   AgX (p)

Tetapan kesetimbangan : K = 1 / [Ag+][X–] = 1 / Ksp

Makin kecil Ksp makin besar K suatu titrasi.


BAB III
PENUTUP
  
3.1. Kesimpulan
            Titrasi pengendapan atau Argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasarkan
atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak
nitrat.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi titrasi pengendapan adalah : suhu, sifat pelarut, ion
sejenis, aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida logam, dan pembentukan senyawa kompleks.
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan       yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai
titrannya.
Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam
titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi.

3.2. Saran
1.  Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami tentang apa yang di
maksud dengan titrasi pengendapan.
2.    Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami faKtor-faktor yang
dapat mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3.    Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui macam-macam metode dalam titrasi
pengendapan.
 
DAFTAR PUSTAKA
http://sartinichemistry.blogspot.com/2013/05/titrasi-pengendapan.html
http://siskaapriyoannita.wordpress.com/2012/06/12/titrasi-pengendapan/
http://murniatisri33.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo_10.html
http://retamentari.wordpress.com/2012/04/24/titrasi-pengendapan/
http://harisr3nzo.blogspot.com/2011/05/titrasi-argentometri.html
http://riskan.wordpress.com/2010/12/21/argentometri/

Anda mungkin juga menyukai