Pengertian Alkalimetri
Alkalimetri merupakan suatu teknik analisis untuk mengetahui kadar keasaman suatu
zat dengan menggunakan larutan standar basa. Basa yang digunakan biasanya adalah natrium
hidroksida (NaOH). Sebelum digunakan, larutan NaOH harus distandarisasi dahulu dengan
asam oksalat (H2C2O4). Hidroksida-hidroksida dari natrium, kalium dan barium umumnya
digunakan sebagai larutan standar alkalis (basa). Ketiganya merupakan basa kuat dan sangat
mudah larut dalam air. Pembuatan larutan standar alkalis dan amonium hidroksida tidak
dibenarkan, kecuali bersifat sebagai basa lemah, pada proses pelarutan dilepaskan gas amonia
(beracun).
Natrium hidroksida paling sering digunakan karena murah dan kemurniannya tinggi. Oleh
karena sifatnya yang sangat higroskopis, maka diperlukan ketelitian pada proses
penimbangan. Pada saat penimbangan gunakan botol timbang bertutup untuk mengurangi
kesalahan. Standarisasi larutan NaOH dapat dilakukan dengan larutan asam oksalat sesuai
dengan reaksinya sebagai berikut
NaOH (aq) + H2C2O4 (aq) → Na2C2O4 (aq) + 2 H2O (l)
Titrasi alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam dengan
menggunakan larutan basa sebagai standar. Reaksi yang terjadi pada prinsipnya adalah reaksi
netralisasi, yaitu pembentukan garam dan H2O netral (pH = 7) hasil reaksi antara H+ dari
suatu asam dan OH- dari suatu basa.
Reaksi berlangsung stoikiometri apabila mgrek pentitrasi sama dengan mgrek titran, saat ini
disebut dengan titik ekivalen. Dalam praktek kondisi ini tidak bisa dilihat secara visual tetapi
dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam-basa) yang mempunyai warna yang spesifik
pada ph tertentu. Seperti indicator phenolftalein (pp) akan berwarna pink pada ph 8,3-10. Saat
tercapainya perubahan warna pada titran disebut dengan titik titrasi.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip titrasi asam-basa adalah reaksi penetralan
antara asam dengan basa atau sebaliknya, maka untuk dapat melakukan titrasi ini, kita
terlebih dahulu harus memahami konsep teori asam-basa, macam-macam reaksi penetralan
dan indicator yang dapat dipakai pada titrasi ini, sebagai berikut:
Konsep teori asam-basa:
a. Menurut Archenius (akhir abad ke-19)
Asam adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan melepaskan H+ sebagai satu-
satunya ion positif.
Contoh: HCl, HNO3, CH3COOH, dan lain-lain.
HCl merupakan asam kuat, dimana dalam air akan terdisosiasi sempurna:
HCl H+ + Cl-
H+ + H2O H3O+
Dari reaksi ini terlihat bahwa H+ tidak terdapat bebas dalam air melainkan terikat pada
molekul H2O (kelemahan teori Archenius).
Basa adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam air, akan melepaskan ion OH-.
C. Pembakuan
1. Sampel yang sudah dilarutkan kemudian tambahkan Indikator MM 3 tetes
2. Titrasi dengan LBS asam sulfat 0,1 N ad warna merah muda
3. Lakukan titrasi 3x
2. N KOH = mg
V x BE x BM
= 157,4 mg
26,50 x ½ x126
= 157,4 mg
1669,5
= 0,0942 N
3. N KOH = mg
V x BE x BM
= 157,4 mg
26,50 x ½ x126
= 157,4 mg
1669,5
= 0,0942 N
1. Alat
2. Bahan
VI. PROSEDUR
1 25 mL 32,00 mL
2 25 mL 31,21 mL
Rata-rata 25 mL 31,6 mL
1 25 mL 36,5 mL
2 25 mL 36.5 mL
Rata-rata 25 mL 36,5 mL
VIII. PERHITUNGAN
NNaoH = 0,007911 N
V1 N1 = V2 N2
M= 0,01155 N
= 0,0693 %
IX. PEMBAHASAN
Pada prakttikum alkalimetri ini, sampel yang akan ditentukan konsentrasi atau kadarnya
adalah senyawa asam lemah yaitu asam asetat. Sebelum menentukan konsentrasinya, ada
beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu pembuatan larutan baku primer dan
pembakuan larutan baku sekunder oleh larutan baku primer. Pada praktikum kali ini pula,
larutan baku primer yang digunakan adalah asam oksalat 0,1575 g yang kemudian dilarutkan
didalam labu ukur sampai batas kalibrasi ( 250 mL), pembuatannya pun harus dilakukan
secara teliti, mulai dari menimbang sampai melarutkan. Berbeda dengan pembuatan larutan
baku sekunder yang pada umumnya dilakukan di dalam beaker glass, karena ketidakakuratan
pembuatan dapat di abaikan.
Larutan NaOH yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar pertumpahan larutan baku
dapat lebih diminimalisir dan jumlah titran yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum
dan sesudah titrasi. Larutan asam oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok.
Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen.
Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari reaksi
netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat dan natrium hidroksida keduanya
setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang
akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal basa) yang terdapat didalam buret,
ditambahkan ke asam. Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan
hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator
pjenolptalein . Titik pada titrasi dimana phenolptalein warnanya berubah menjadi warna
merah jambu, karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan basa, yaitu diantara
PH 8-10 , fenomena ini disebut dengan disebut titik akhir titrasi. Volume NaOH yang
terpakai dicatat dan percobaan ini dilakukan sekali lagi, data yang telah terkumpul digunakan
untuk menentukan kadar NaOH dalam satuan Normalitas.
Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan kadar Asam
asetat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan cara pembakuan NaoH
dengan asam oksalat. Untuk perhitungan kadar dari asam oksalat digunakan rumus :
Sehingga dari hasil perhitungan tersebut, kadar asam asetat adalah 0,0693 % (b/v).