Anda di halaman 1dari 4

DASAR TEORI

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam larutan. Titrasi
dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya (Brady, 1988). Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan dimasukkan
ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu
dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara
dari titrasi tersebut tercapai. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan
titik akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator
yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai dengan titik setara (Ralph,
2008).
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain
sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani
yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu
dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani.
Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang
diukur dalam jumlah basa atau garam) (Harjadi, 1990).
Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran) dan biasanya
diletakan di dalam tabung elenmeyer sedangkan zat yang telah diketahui sendiri konsentrasinya
disebut sebagai (titer) dan biasanya diletakkan didalam buret baik titer ataupun titran biasanya
didalam bentuk larutan. Perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi agar dapat
menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa organik dan
basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukan warna yang
berbeda warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup
titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual (Keenan, 1982).
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke
dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah.
Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok.
Volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik
ekivalen tidak akan dideteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan (Day & Underwood,
2002).
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan
organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa
organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam
pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa
dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl,
sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir
titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau
dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer (Rivai,
1990).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi
akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat
dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis
bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul
lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung
secara tidak langsung pada temperatur (Khopkar, 1990).
Sumber ion H- adalah Larutan NaOH encer dan ion H+ adalah larutan asam,mula-mula
disiapkan NaOH 0,1 M kemudian distandarisasikan dengan larutan asam yang lain yang telah
diketahui konsentrasinya, larutan NaOH tidak tersedia dalam keadaan murni dan larutannya
dapat berubah konsentrasinya. NaOH Haruslah distandarisasikan sebelum digunakan untuk
mentitrasi sampel.Pada sumber ion H adalah larutan NaOH kebanyakan pada titrasi asam
basa.Perubahan larutan pada titik equivalen tidak jelas. Oleh karena itu untuk menentukan titik
akhir titrasi digunakan indikator karena zat ini memperlihatkan perubahan warna pada pH
tertentu secara ideal.titik titrasi seharusnya seharusnya sama dengan titik titrasi seharusnya
sama dengan titik akhir titrasi (titik equivalen). Asam dan basa terurai sempurna dalam larutan
berat oleh karena itu,pH pada sebagian titik selama titrasi air dapat dihitung langsung dari
jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi (Sudarto, 2008).
Menurut Padmaningrum (2008), untuk menentukan konesntrasi asam digunakan rumus :
V1 M1 = V2 M2
V1 = volume larutan asam
V2 = volume laruatan basa
M1 = molaritas larutan asam
M2 = molaritas lauran basa
CARA KERJA
A. Standarisasi atau Menentukan Konsentrasi Larutan NaOH dengan Larutan Baku
Primer Asam Oksalat
1. Dicuci buret dengan akuades, dibilas dengan 5 mL larutan NaOH yang akan
ditentukan konsentrasinya. Dipastikan keran buret tidak bocor dan dapat diputar
dengan nyaman.
2. Diisi buret dengan larutan NaOH ditepatkan hingga batas pembacaan (miniskus) di
titik nol.
3. Diambil asam oksalat 0,1 N menggunakan pipet volume 10 mL, dimasukkan secara
kuantitatif ke dalam labu erlenmeyer.
4. Ditambahkan 2-4 tetes indikator phenolftalein dan dikocok hingga homogen.
5. Dicatat keadaan awal (skala) dalam buret, ditambahkan NaOH dari buret tetes demi
tetes ke dalam larutan asam oksalat yang dititrasi dengan hati-hati sambil dikocok
sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
6. Dicatat keadaan akhir (skala) buret dan dihitung jumlah NaOH yang dipakai.
7. Diulangi praktikum ini mulai langkah 1-6 selama satu kali lagi.

B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl dengan Larutan NaOH


1. Diisi buret dengan larutan standar NaOH yang telah ditentukan konsentrasinya pada
tahap sebelumnya.
2. Diambil 10 mL larutan asam klorida (HCl) yang akan ditentukan konsentrasinya
dengan pipet volume dan dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu erlenmeyer.
3. Ditambahkan 4 tetes indikator phenolftalein.
4. Dicatat keadaan awal (skala) dalam buret, lalu diteteskan NaOH dari buret ke dalam
larutan asam klorida dengan hati-hati sampai terjadi perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda.
5. Dicatat keadaan akhir (skala) buret dan dihitung jumlah NaOH yang dipakai.
6. Diulangi praktikum ini mulai langkah 1-6 selama satu kali lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. Kimia Universitas Asas dan Struktur edisi 5. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Jakarta: Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Keenan. 1982. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Padmaningrum, R. T. 2008. Titrasi Iodometri. Jurnal Pendidikan Kimia.
Ralph H, Petrucci. 2008. Kimia Dasar II. Jakarta: Erlangga.
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Sudarto,Unggul. 2008. Analisis Kimia Dasar. Yogyakarta: UNY.

Anda mungkin juga menyukai