Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA

Disusun oleh:
Sinta nur fauziyah
48401210006

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHADI SETIABUDI BREBES
2023
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Titrasi didefinisikan sebagai suatu proses dalam praktikum analisis volumetri
yang melibatkan larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (titran) dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya (titrat). Analisis dilakukan dengan
menentukan konsentrasi larutan melalui penetesan larutan titran yang terdapat pada
buret ke larutan titrat yang terdapat pada Erlenmeyer hingga tercapai titik ekuivalen
(Almatsier, 2003).
Titrasi asam basa merupakan penetapan konsentrasi senyawa yang bersifat asam
dengan larutan standar yang bersifat basa begitupun sebaliknya dengan penetesan
larutan standar melalui buret ke dalam larutan yang ingin diketahui konsentrasinya pada
Erlenmeyer hingga mencapai titik ekuivalen (Budi et al., 2020).
Menurut Raymond Chang (2005), dasar titrasi menggunakan beberapa reaksi
kimia diantaranya yaitu, reaksi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, reaksi yang
melibatkan asam lemah dan basa kuat, serta reaksi yang melibatkan asam kuat dengan
basa lemah.
Suatu zat asam dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat memberi proton (ion
H+) kepada zat lain (zat basa) ataupun menerima pasangan electron bebas dari suatu zat
basa. Berbagai macam zat asam yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu cuka yang mengandung asam asetat, jeruk yang mengandung asam sirat, dan
anggur yang mengandung asam tartrat (Keenan,1984).
Sedangkan larutan basa merupakan larutan dengan kandungan pH lebih dari 7.
Suatu zat basa dapat didefinisikan sebagai zat yang menerima proton dan menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Berbagai macam zat basa yang dapat ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu air kapur, obat maag, sabun (Keenan, 1984).
1.2 Tujuan
1. Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat
2. Menentukan konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Asam Basa
Teori asam basa pertama kali dikemukakan oleh Arrhenius yang mendefinisikan
bahwa asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H+,
sedangkan basa ialah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH−.
Namun, meskipun teori asam basa yang dikemukakan oleh Arrhenius bersifat baru dan
persuasive, teori tersebut gagal menjelaskan fakta bahwa senyawa seperti gas ammonia,
yang tidak menghasilkan gugus hidroksida atau OH− termasuk kedalam senyawa basa
(Yoshito, 2006).
Konsep asam basa kemudian diperluas oleh ilmuwan bernama Johannes N.
Brønsted dan Thomas M Lowry yang mengemukakan bahwa reaksi asam–basa
melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton
ini selalu melibatkan asam sebagai pemberi/donor proton dan basa sebagai
penerima/akseptor proton. Menurut teori Brønsted-Lowry, zat dapat berperan sebagai
asam maupun basa. Apabila zuatu zat tertentu lebih mudah dalam melepas proton, maka
zat tersebut akan berperan sebagai zat asam dan lawannya sebagai basa, begitupun
sebaliknya. Dalam suatu larutan asam dalam air, yang berperan sebagai basa adalah air
(Yoshito, 2006).
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih
lengkap dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron
yang berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis, asam
adalah akseptor pasangan electron, dan basa adalah donor pasangan elektron.
Keuntungan utama dari teori asam basa yang dikemukakan oleh Lewis terletak pada
fakta bahwa beberapa reaksi yang tidak termasuk kedalam teori asam basa menurut
Arrhenius dan Brønsted-Lowry, terbukti sebagai sebuah reaksi asam basa dalam teori
Lewis (Yoshito, 2006).
2.2 Titrasi Asam-Basa
Titrasi didefinisikan sebagai teknik analisis kimia kuantitatif yang digunakan
untuk menentukan kadar dari suatu larutan. Penentuan kadar larutan dilakukan dengan
penetesan larutan yang telah diketahui konsentrasinya melalui buret hinnga mencapai
suatu titik ekuivalen. Pengukuran volume dalam titrasimenjadi satu hal penting
sehingga titrasi memiliki nama lain analisis volumetri (Ralph, H. 2008)
Larutan standar merupakan larutan dengan konsnetrasi yang telah diketahui
secara pasti. Larutan standar terbagi menjadi dua berdasarkan tingkat kemurniannya
yaitu, larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
didapatkan dengan cara menimbang dan melarutkan suatu zat dengan kemurnian tinggi,
sedangkan larutan standar sekunder diperoleh dengan menimbang dan melarutkan suatu
zat yang tingkat
kemurniannya relative rendah sehingga konden cepat (Underwood, 1999).
Larutan standar akan bisa digunakan apabila memenuhi beberapa syarat diantaranya,
mempunyai tingkat kemurnian tinggi, memiliki rumus molekul yang pasti, tidak bersifat
higroskopis dan mudah ditimbang, larutan bersifat stabil, memiliki Mr (massa molekul
relative) tinggi namun muatan ionnya rendah.
Titrasi asam basa merupakan penetapan konsentrasi senyawa yang bersifat asam
dengan larutan standar yang bersifat basa begitupun sebaliknya dengan penetesan
larutan standar melalui buret ke dalam larutan yang ingin diketahui konsentrasinya pada
Erlenmeyer hingga mencapai titik akhir titrasi (Budi et al., 2020). Pada titrasi asam
basa, indicator berupa asam lemah akan bereaksi dengan zat basa sebagai penetral
setelah seluruh asam dititrasi dengan basa (Syukri, 1999).
Titrasi asidimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan
yang menggunakan larutan asam sebagai larutan standar. Larutan standar yang umum
digunakan yaitu asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4) dalam konsentrasi yang
tinggi/pekat. Kelebihan asam klorida sebagai larutan standar yaitu mudah larut dalam
air dan tidak membentuk garam sukar larut (Setiawati, pp).
Titrasi alkalimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan
dengan menggunakan larutan basa sebagai larutan standard dan menggunakan
phenolphthalein (PP) sebagai indikatornya. Larutan basa standar yang umum digunakan
yaitu natrium hidroksida (NaOH). Kelebihan natrium hidroksida sebagai larutan standar
yaitu mudah larut dalam air, murah, dan memiliki tingkat kemurnian tinggi (Rohman &
Gandjar, 2008).
Indikator asam basa merupakan zat warna yang dapat memberikan perubahan
warna pada larutan yang di tirasi saat mencapai titik akhir titrasi. Indikator asam basa
akan berubah warna apabila lingkungan pH larutan berubah, karena indicator asam basa
berupa asam organic lemah atau basa organik lemah maka di dalam larutan akan terjadi
proses ionisasi sehingga bentuk molekul indicator akan memiliki warna yang berbeda
dengan warna indikatornya (Padmaningrum, 2013). Penambahan indikator diusahakan
tidak terlalau banyak, hanya berkisar anatara dua atau tiga tetes. Pemilihan indicator
untuk titrasi bergantung pada kekuatan asam dan basa yang digunakan dalam proses
titrasi.
Ada dua metode titrasi yang mencakup titrasi asam basa yaitu:
a. Asidimetri, merupakan pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan
baku basa
b. Alkalimetri, merupakan pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan
baku asam
Larutan baku adalah suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat
dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar suatu larutan lain yang belum diketahui
konsentrasinya.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. konsentrasi titrasi harus diketahui
2. reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalsis harus diketahui
3. titik stoikhiometri atau titik ekuivalen harus diketahui.
4. volume titran yang dibutuhkan untuk menentukan titik ekuivalen harus
diketahui setepat mungkin
Pada saat titik ekuivalen maka mol ekuivalen asam akan sama dengan mol
ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut :
Mol ekuivalen asam = mol ekuivalen basa
Mol ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut :
N x Vasam = N x Vbasa
Normalitas diperoleh dari hasil perkaian antara molaritas dengan jumlah ion H + pada
asam, atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi :
n x M x Vasam = n x M x Vbasa
2.3 Buret
Buret merupakan alat laboratorium berbahan gelas gelas yang berbentuk silinder
yang memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Buret biasanya
digunakan dalam percobaan/praktikum yang memerlukan tingkat ketelitian tinggi,
misalnya pada titrasi. Terdapat empat jenis buret berdasarkan fungsinya, yang pertama
yaitu buret asam yang memiliki cerat kaca dipergunakan untuk titrasi larutan asam.
Yang kedua yaitu buret basa yang memiliki cerat karet, dipergunakan untuk titrasi
larutan basa. Yang ketiga yaitu buret amberglass yang terbuat dari kaca/gelas berwarna
gelap, dipergunakan untuk titrasi larutan yang mudah teroksidasi oleh cahaya
matahari.Yang keempat yaitu buret universal yaitu buret yang dapat digunakan untuk
larutan asam maupun basa. Ukuran buret bervariasi yaitu 10 mL, 25 mL, dan 50 mL
(Mustafa, 2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
- Statif dan klem
- Buret 100 ml
- Labu erlenmeyer 250 ml
- Pipet gondok 25 ml
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Gelas kimia
- Corong
3.1.2 Bahan-bahan
- NaOH
- C2H2O4 0,1 M
- HCl
- Phenolptalein
- Aquades
3.2 Alur Kerja
3.2.1 Penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat
-
NaOH C2H2O4

- Dimasukkan dalam buret untuk - Diambil 10 ml dengan pipet gondok


bilas buret - Dimasukkan dalam labu erlenmeyer
- Dimasukkan dalam buret hingga - Ditetesi 4 tetes indikator PP
melebihi skala nol
- Diturunkan larutannya hingga skala
tepat nol
C2H2O4 + Indikator PP
NaOH-

- Diamati

Larutan Berwarna Merah muda

- Dicatat

Volume NaOH

- Diulang 3 kali

Konsentrasi NaOH

3.2.2 Penentuan konsentrasi HCl dengan larutan NaOH


3.2.2
NaOH HCl
- Dimasukkan dalam buret untuk
- Diambil 10 ml dengan pipet
bilas -buret
gondok
-
- Dimasukkan dalam buret hingga
- Dimasukkan dalam labu
melebihi
- skala nol erlenmeyer
- Diturunkan larutannya hingga skala
- - Ditetesi 4 tetes indikator PP

-
NaOH HCl + Indikator PP

- Diamati

Larutan Berwarna Merah muda

- Dicatat

Volume NaOH

- Diulang 3 kali

Konsentrasi HCl
3.3 Hasil Pengamatan
Tabel penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat
Perc Warna larutan Warna larutan
. ke C2H2O4 C2H2O4 Volume
sebelum dititrasi sesudah dititrasi NaOH
dengan NaOH dengan NaOH
1 Tidak berwarna Merah muda 13
Tabel penentuan konsentrasi HCl dengan larutan NaOH
Perc Warna larutan Warna larutan
. ke HCl HCl Volume
sebelum dititrasi sesudah dititrasi NaOH
dengan NaOH dengan NaOH
1 Tidak berwarna Merah muda 14
3.4 Analisis Data
1. Penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat
Pada percobaan pertama kami menentukan konsentrasi NaOH dengan cara
mentitrasikannya dengan larutan baku asam oksalat hingga berubah warna menjadi
merah muda. Pada pengulangan satu kami mendapatkan volume NaOH sebesar 13 ml.
Dengan menggunakan rumus:
V 1 +V 2 +V 3
V rata−rata=
3
Sehingga dapat dihitung Konsentrasi NaOH dengan menggunakan rumus :
V1 M1 n = V2 M2 n
13ml . M1=10 ml . 0,1
Ml=1m/ml
13ml
M1= 0,076M
Dan diperoleh Molaritas NaOH sebesar 0,076M
2. Penentuan konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH
Pada percobaan kedua kami menentukan konsentrasi HCl dengan cara dititrasi
dengan larutan NaOH yang telah diketahui molaritasnya hingga berubah warna menjadi
merah muda. Pada pengulangan satu kami mendapatkan volume NaOH sebesar 14 ml.
Dengan menggunakan rumus:
V 1 +V 2 +V 3
V rata−rata=
3
Diperoleh volume rata-rata NaOH sebesar 3,9 ml. Sehingga dapat dihitung
Konsentrasi HCl dengan menggunakan rumus :
V1 M1 n = V2 M2 n
1. Pembuatan larutan hcl 32%
Data yang diketahui
Densitas Hcl (p) =1,18 gr/mL
% Hcl = 32%
BM = 36,5 gr/mol
Sehingga konsentrasi awal (pekat) Hcl induk adalah
M1= p x % x 1000mL
BM
= 1,18 gr/ml x1000
36,5 gr/ml
M1= 10,34 M
V1 M1 n = V2 M2 n
V1=14 ml x 1M
10,35 M
V1= 1,35 mL
Hcl
V1 M1 n = V2 M2 n
14ml x M1 =10 mL x 1M
M1 = 1M/ml
14 ml
M1= 0,0714M
Dan diperoleh Molaritas HCl sebesar 0,0714 M
3.5 Pembahasan
Kami melakukan percobaan titrasi asam basa meliputi dua percobaan yaitu
1. Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan asam baku oksalat (ditambah
indikator phenophtalein)
2. Menentukan konsentrasi larutan HCl dengan NaOH (ditambah indikator
phenophtalein)
Pada percobaan pertama, larutan standar yang kami gunakan adalah NaOH dan
phenophtalein sebagai indikatornya serta volume NaOH yang dihasilkan yaitu 13 ml.
Perubahan warna yang terjadi adalah dari tidak berwarna menjadi merah muda, hal ini
sesuai dengan teoritis yang ada.
Pada percobaan kedua, kami menggunakan NaOH sebagai larutan standarnya
dan juga phenophtalein sebagai indikator. Titrasi juga dilakukan sampai terjadi
perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi merah muda, hal ini sesuai dengan
teoritis yang ada. Volume yang dihasilkan yaitu 14 ml.
3.6 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
· Dari percobaan I titrasi antara NaOH dan asam oksalat dengan menggunakan
indikator PP kami peroleh hasil sebagai berikut:
Volume NaOH sebesar 13 ml, sehingga didapatkan konsentrasi NaOH sebesar
0,076 M. Perubahan warna yang terjadi pada larutan asam oksalat setelah ditetesi PP
awalnya bening dan setelah bercampur dengan NaOH berubah warna menjadi pink.
· Dari percobaan II titrasi antara NaOH dan HCl dengan indikator PP kami
peroleh hasil sebagai berikut:
Volume NaOH sebesar 14 ml, sehingga didapatkan konsentrasi HCl sebesar
0,0714 M. Perubahan warna yang terjadi pada larutan asam oksalat setelah ditetesi PP
awalnya bening dan setelah bercampur dengan NaOH berubah warna menjadi pink.
· Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa titrasi telah mencapai titik ekuivalen
yaitu konsentrasi HCl sama dengan NaOH sehingga larutan yang ditambahkan PP
menjadi warna pink
3.7 Jawaban Pertanyaan
1. Pada titrasi larutan NaOH dengan asam oksalat menggunakan indikator
phenophtalein karena indikator phenophtalein akan mengalami perubahan warna apabila
telah melewati titik akhir titrasi dan mempunyai jangkauan pH antara 8,0-9,6.
Phenophtalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH
sekitar 8,2 atau lebih. Perubahan warna indikator phenophtalein akan tidak berwarna
jika berada dalam larutan asam dan akan berubah warna menjadi merah muda dalam
larutan basa. Sehingga indikator phenophtalein adalah indikator yang paling tepat
digunakan untuk memperkecil kesalahan pada titrasi larutan NaOH dengan asam
oksalat.
2. Perbedaan titik ekuivalen dengan titik akhir titrasi yaitu titik ekuivalen adalah
titik dimana asam dan basa tepat habis bereaksi, keadaan ini sulit untuk diamati karena
belum terjadi perubahan warna pada larutan. Sedangkan titik akhir adalah keadaan
dimana titrasi dihentikan, keadaan ini mudah diamati yaitu pada saat terjadinya
perubahan warna pada larutan.
3. Pada percobaan titrasi asam basa, larutan C2 H 2 O 4 (asam oksalat) berfungsi
sebagai larutan baku primer, NaOH sebagai larutan baku sekunder, dan HCl sebagai
larutan baku tersier.
Daftar Pustaka
Tim Kimia Dasar. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. I. Jurusan Kimia
FMIPA UNESA. Surabaya.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sultan-ageng-tirtayasa/
teknologi-pangan/laporan-praktikum-titrasi-asam-basa/19224534
LAMPIRAN FOTO
1. penentuan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat

2. penentuan konsentrasi HCl dengan larutan NaOH

Anda mungkin juga menyukai