ARGENTOMETRI
OLEH:
ANISA PUTRI
1908109010009
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Titrasi pengendapan atau argentometri adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran. Dalam hal
ini tidak ada pengotor yang mengganggu serta diperlukan indikator untuk melihat titik
akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan tetapi
metode tua seperti penentuan Cl-¸ Br-, I- dengan Ag(I) disebut juga metode argentomeri
adalah sangat penting (Khopkar, 1990).
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida
(pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi
argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga
dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa
anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat. Dasar titrasi argentometri adalah
pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh
yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan
bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl
(Kisman, 1988)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42-
dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat
kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indikator adsorbsi. Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi
yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas tiga metode, yaitu metode
Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans. Selain menggunakan jenis indikator diatas
maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik
ekuivalen (Kisman,1988).
Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna), titrasi ini ditandai dengan
terbentuknya andapan berwarna dan titrasi berlangsung dengan AgNO3. Kegunaan
metode ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa digunakan untuk
menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan untuk
menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar
AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus
dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam
suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida (Isamono dkk., 1978).
Dalam metode Mohr, prinsip penetapannnya larutan klorida atau bromida dalam
suasana netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan
indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak,
maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak
nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat. Titik akhir titrasi terjadi perubahan
warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada
suasana netral atau sedikit alkalis karena dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut
karena terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇). Dalam suasana basa perak nitrat akan
bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida (Anonim, 2015).
Metode Volhard digunakan untuk penetapan kadar perak atau garamnya,
penetapan kadar halida (Cl, Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara
titrasi langsung. Larutan standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator
menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi
(III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah. Metode Fajans merupakan titrasi
argentometri yang menggunakan indikator adsorbsi. Contoh dari titrasi argentometri
dengan metode fajans yaitu titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+. Dimana hasil
reaksi dari kedua zat tersebut adalah endapan putih (Anonim, 2015).
Metode Valhard (penentu zat warna yang mudah larut), metode ini ditandai dengan
terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam
AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-,
Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah
Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi
kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana
kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari
FeSCN (Isamono dkk., 1978).
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion
yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi
merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi
adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion
Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit
AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada
lapisan sekunder (Isamono dkk., 1978).
Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan
tertentu. Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka
kesimpulan yang lebih umum mengenai pengendapan dasar larutan adalah pengendapan
terjadi jika Q > Ksp, pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp. Larutan tepat jenuh jika Q =
Ksp. Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan
garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu
garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut.
Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan
temperatur. Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam,
sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar
(Petrucci, 2011).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
4.2. Pembahasan
Argentometri adalah titrasi pengendapan yang melibatkan reaksi pengendapan antara
ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Argentometri yaitu titrasi penentuan analit
yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standar perak nitrat
AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida
akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak,
dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat. Dasar titrasi argentometri
adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai
contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan
bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat
dibedakan atas tiga metode, yaitu metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.
Pada percobaan kali ini, kita menggunakan metode Mohr. Dalam metode Mohr,
prinsip penetapannnya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis
dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida
atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi
dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai
titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat (AgNO3 ) menggunakan
indikator larutan kalium kromat (K2CrO4). Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada
endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄).
Pada percobaan kali ini praktikan menentukan pembakuan larutan AgNO3 0.1 N dan
penetapan kadar thiamin HCl dalam vitamin B1. Pembakuan larutan AgNO3 0,1 N
dilakukan dengan cara menimbang NaCl sebanyak 251,1 gram menggunakan timbangan
analitik dan didapat bobot NaCl sebesar 251,1 gram. Lalu dilarutkan dengan aquadest
sebanyak 50 ml di dalam gelas piala. Ditambahkan 1 ml K2CrO4 ke dalam larutan NaCl
dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dilakukan titrasi dengan buret yang diisi
dengan AgNO3, kemudian dilakukan titrasi hingga dicapai titik akhir titrasi. Hasil yang
diperoleh adalah terbentuknya larutan berwarna coklat lemah dan endapan berwarna putih
dan volume titik akhir titrasi pembakuan larutan AgNO3 0,1 N yang didapat adalah 42,9
ml.
Penetapan kadar thiamin HCl dalam vitamin B1 dilakukan dengan cara menimbang
dua tablet vitamin B1 yang setara dengan thiamin HCl 100 mg menggunakan timbangan
analitik dan didapat bobot penimbangan sebesar 424 mg. Lalu digerus tablet dengan
mortir dan stamper, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala dan dilarutkan dengan 50
ml aquadest. Ditambahkan 1 ml K2CrO4 ke dalam larutan vitamin B1 dan dipindahkan ke
dalam erlenmeyer. Disiapkan buret yang diisi dengan AgNO3, kemudian dilakukan titrasi
hingga dicapai titik akhir titrasi. Hasil yang diperoleh adalah terbentuknya endapan
berwarna merah bata dan volume titik akhir titrasi penetapan kadar thiamin HCl dalam
vitamin B1 yang didapat adalah 5,8 ml.
Penambahan aquadest bertujuan untuk proses pengenceran antara larutan dan
indikator itu sendiri. Kemudian titrasi dengan larutan AgNO3 0,1N yang telah disiapkan,
sampai pertama kali terbentuk warna merah muda pada permukaan endapan AgCl yang
terbentuk dan diamati volume yang terpakai dan normalitas AgNO3 dihitung. Ion kromat
bertindak sebagai indikator yang banyak digunakan untuk titrasi argentometri ion klorida.
Titik akhir titrasi dalam metode ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari
perak kromat. Endapan terbentuk karena Qsp > Ksp. K2CrO4 (indikator) yang ditandai
dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3
tepat habis bereaksi dengan NaCl atau HCl.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
NaCl + K2CrO4 + AgNO3 AgCl + Na2CrO4 + KNO3
(terbentuk endapan AgCl yang terbentuk berwarna putih)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis, maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator (K2CrO4). Pada saat reaksi sempurna, sedikit kelebihan ion Ag+ akan
bereaksi dengan indikator dan menghasilkan endapan perak kromat berwarna
merah/coklat. Reaksi yang terjadi antara ion Ag+ dan kromat adalah sebagai berikut :
K2CrO4 + AgNO3 Ag2CrO4 + KNO3
2 Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4
(kuning) (merah/coklat)
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah
titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 6,5-10 disebabkan
ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 6,5
maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam
larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan
terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan
berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan
AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi
pengamatan titik akhir titrasi. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila
tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam. Pada percobaan
pertama, endapan harusnya berwarna merah atau coklat namun yang didapat berwarna
putih, hal ini dapat disebabkan oleh kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi dan
kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan atau pengocokan yang tidak konstan saat di
titrasi.
1) Perhitungan Normalitas Pembakuan Larutan AgNO3 0,1 N :
𝑚𝑔 𝑁𝑎𝐶𝑙
Normalitas AgNO3 = 𝐵𝑀 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑥 𝑚𝑙 𝐴𝑔𝑁𝑂3
251,1 𝑚𝑔 251,1 𝑚𝑔
Normalitas AgNO3 = 58,44 𝑥 42,9 𝑚𝑙 = 2507,076 = 0,1 N
= 97,78 %.
BAB V
KESIMPULAN