Anda di halaman 1dari 8

Nama : Maulidaini

NIM : 1908109010002
Kelas : A

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


“Percobaan VI”

1. Judul Percobaan
Percobaan ini berjudul “Suspensi Flokulasi dan Deflokulasi”.

2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini antara lain :
1. Mengamati perbedaan terflokulasi dan terdeflokulasi
2. Mengamati stabilitas fisik suspensi

3. Data Hasil Pengamatan


Tabel 3.1. Data hasil pengamatan suspensi flokulasi
Tinggi sedimentasi
No Waktu Volume
P1 P2 P3
1. 0 3.5 cm 4.2 cm 3 cm
2. 30 3 cm 3.8 cm 2.5 cm
11
3. 60 2.5 cm 3 cm 2 cm
4. 24 2 cm 2.5 cm 1.5cm

Tabel 3.2. Data hasil pengamatan suspensi deflokulasi


Tinggi sedimentasi
No Waktu Volume
P1 P2 P3
1. 0 0.5 cm 0 cm 0 cm
2. 30 0.5 cm 0 cm 0 cm
10.5
3. 60 0.3 cm 0 cm 0.2 cm
4. 24 2 cm 1.5 cm 4 cm

4. Pembahasan
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus yang
tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak
boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi
kembali. Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Terdapat
macam-macam suspensi yang dikenal dalam sediaan farmasi, seperti suspensi oral,
suspensi topical, suspensi tetes telinga, suspensi oftalmik, dan suspensi injeksi (Ansel,
1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi di antaranya :
1. Ukuran partikel
Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume
yang sama. Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan
akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk
memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

2. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut,
makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).

3. Jumlah partikel (konsentrasi)


Makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan partikel
dalam waktu yang singkat.

4. Sifat / muatan partikel


Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi
interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut ( Anonim, 2004 ).
Terdapat dua jenis sistem suspensi, yaitu suspensi terflokulasi dan suspensi
terdeflokulasi. Flokulasi dan deflokulasi adalah peristiwa memisahnya (mengendapnya
fase terdisper) antara fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang waktu yang
berbeda. Dimana pada flokulasi terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat dibandingkan
dengan deflokulasi. Namun, endapan dari flokulasi dapat didispersikan kembali
sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah terbentuk caking, hal ini disebabkan
oleh ukuran partikel pada suspensi yang terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk
ikatan antar partikel yang erat dan padat.
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi. Dalam sistem flokulasi, partikel
mengendap secara berkelompok dan mengendap bersama-sama. Pengendapan jenis ini
tidak membentuk endapan yang liat (caking). Kecenderungan partikel untuk terflokulasi
tergantung pada kekuatan tarikan dan penolakan diantara partikel. Untuk menghasilkan
sistem suspensi terflokulasi, kedalam suspensi perlu ditambahkan bahan yang mengatur
laju pengendapan seperi : Elektrolit (KCl dan NaCl), surfaktan, dan polimer.
Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan
sukar tersuspensi kembali. Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap sindiri-sendiri
secara perlahan tergantung pada jaraknya dari dasar dan perbedaan ukurannya. Partikel
akan menyusun dirinya dan mengisi ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen tertutup dan terjadi agregasi, selanjutnya membentuk cake yang
keras dan sulit terdispersi kembali karena telah terbentuk jembatan kristal yang
merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen. Suspensi deflokulasi
tekanannya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang terbentuk kecil dan
supernatan tampak keruh sehingga terlihat bahwa suspensi lebih stabil (Martin, 2008).
Stabilitas sediaan suspensi dipengaruhi oleh komponen-komponen yang terdapat
dalam formulasi tersebut, salah satu adalah zat pensuspensi atau suspending agent. Oleh
karena itu untuk mendapatkan suspensi yang stabil dan baik diperlukan penanganan
dalam proses pembuatan, penyimpanan maupun pemilihan bahan pensuspensi. Contoh
suspending agent yang digunakan adalah CMC-Na (Carboxymethylcellulose Natrium)
dan PGS (pulvis gummosus). Bahan pensuspensi (suspending agent) merupakan bahan
yang dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapat
diperlambat. Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam
pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil.
Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk memperbesar kekentalan (viskositas),
tatapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan
(Fitriani, 2016).
Dalam praktikum kali ini, dilakukan proses pembuatan sediaan farmasi berupa
suspensi. Pada praktikum yang berjudul “Suspensi Flokulasi dan Deflokulasi” ini
dilakukan dua percobaan, yaitu pengamatan suspensi flokulasi dan pengamatan suspensi
deflokulasi. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain : mortar dan
stamper, gelas ukur 100 mL, corong gelas, beaker glass, batang pengaduk, dan spatula.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain : Sulfamerazin, FeCl3,
gliserin, CMC-Na, dan air suling. Pada praktikum ini menggunakan CMC-Na atau
Carboxymethylcellulose-Natrium sebagai salah satu zat pensuspensi atau suspending
agent. Penggunaan CMC-Na bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil.
Pada percobaan pertama yaitu pengamatan suspensi flokulasi, langkah awal yang
dilakukan adalah sampel sulfamerazine digerus dan dilarutkan dengan larutan FeCl3
(yang telah dilarutkan dengan NaCl) di dalam mortar, lalu diaduk hingga tercampur
rata/homogen. Selanjutnya, dibuat pengenceran berseri sebanyak tiga pengenceran. Pada
Pengenceran pertama dengan 8.33 mL larutan stok, pada pengenceran kedua dengan
16.6 mL larutan stok serta pada pengenceran ketiga dengan 33.3 mL larutan stok. Pada
percobaan pengamatan suspensi flokulasi ini untuk menghasilkan sistem suspensi
terflokulasi, ke dalam suspensi perlu ditambahkan bahan yang mengatur laju
pengendapan seperti elektrolit, surfaktan dan polimer. Pada percobaan ini, menggunakan
larutan elektrolit yaitu FeCl3. FeCl3 merupakan larutan elektrolit, larutan elektrolit ini
bekerja dengan mengurangi lapisan elektrik antar partikel terdispersi. Pengamatan yang
dilakukan dalam percobaan ini adalah mengamati seberapa besar tinggi sedimentasi
yang terbentuk dalam sediaan suspensi dengan empat perlakuan menggunakan
parameter waktu yaitu 0, 30, 60, dan 24 menit. Pengamatan proses sedimentasi pada
sediaan dengan variasi waktu berbeda bertujuan agar dapat ditentukan nilai sedimentasi
dari setiap variasi waktu pengamatan.
Dari pengamatan suspensi flokulasi ini, didapatkan yaitu pada parameter waktu 0
menghasilkan tinggi sedimentasi dari pengenceran pertama hingga pengenceran ketiga
berturut turut adalah 3.5 cm, 4.2 cm dan 3 cm. selanjutnya, pada parameter waktu 30
menit menghasilkan tinggi sedimentasi berturut-turut dari pengenceran pertama hingga
pengenceran ketiga yaitu 3 cm, 3.8 cm, dan 2.5 cm. kemudian, pada parameter waktu 60
menit didapatkan tinggi sedimentasi dari pengenceran pertama hingga ketiga ialah
senilai 2.5 cm, 3 cm, dan 2 cm. serta pada parameter waktu 24 menit didapatkan tinggi
sedimentasi berturut-turut dari pengenceran pertama hingga ketiga adalah sebesar 2 cm,
2.5 cm, dan 1.5 cm. Berdasarkan data hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa
suspensi terjadi sedimentasi dengan penurunan sedimentasi yang cepat seiring dengan
bertambahnya parameter waktu. Dari ketiga pengenceran suspensi ini, yang paling stabil
adalah pada suspensi pengenceran ketiga yaitu dengan menggunakan larutan stok
sebanyak 33.3 mL. Hal ini membuktikan bahwa, FeCl3 dan NaCl sebagai larutan
elektrolit kuat dapat mempengaruhi stabilitas suspensi. Dapat dilihat bahwa pada
pengenceran ketiga pembentukan sedimen cenderung lambat.
Dari hasil pengamatan suspensi flokulasi ini, stabilitas dari suspensi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya yaitu parameter tinggi sedimentasi. Dari
data hasil pengamatan di atas diketahui bahwa sedimentasi atau peristiwa pengendapan/
penumpukan terjadi dengan cepat, serta sedimen terbentuk dengan cepat pula. Dapat
dilihat bahwa, wujud dari suspensi flokulasi ini kurang menyenangkan sebab
sedimentasi terjadi dengan cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan
nyata. Sediaan sedimentasi yang baik ialah dimana nilai sedimentasi tersebut kecil atau
mendekati 0. Dengan membandingkan antara literatur dengan nilai sedimentasi yang
didapatkan dari hasil percobaan pada pengamatan suspensi terflokulasi ini, maka
suspensi yang terbentuk tidak cukup baik dan cenderung tidak stabil stabil. Hal ini
dilihat dari pembentukan sedimen yang terus meningkat. Pada suspensi flokulasi ini
partikel terdispersinya membentuk agregat (Gumpalan/Kumpulan) sehingga proses
sedimentasinya (pengendapannya) terjadi lebih cepat. Namun, endapan dari flokulasi
dapat didispersikan kembali dikarenakan pengendapan jenis ini tidak membentuk
endapan yang liat (caking). Untuk menghasilkan sistem suspensi terflokulasi, kedalam
suspensi perlu ditambahkan bahan yang mengatur laju pengendapan seperti : Elektrolit
(KCl dan NaCl), surfaktan, dan polimer.
Percobaan kedua yaitu pembuatan suspensi deflokulasi, langkah awal yang
dilakukan ialah dengan cara membuat suspensi sulfamerazin yang masing-masing
mengandung CMC-Na 0.5%, 1%, dan 2% serta menggunakan gliserin sebagai
pembasah. Lalu dilakukan pengamatan seberapa besar tinggi sedimentasi yang terbentuk
dalam sediaan suspensi dengan empat perlakuan menggunakan parameter waktu yaitu 0,
30, 60, dan 24 menit. CMC-Na disini bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil.
Selanjutnya dari pengamatan suspensi deflokulasi yaitu untuk mendapatkan tinggi
sedimentasi suspensi dilakukan proses pengamatan terbentuknya sedimentasi dengan
variasi waktu pengamatan yakni 0 menit, 30 menit, 60 menit, dan 24 menit.
Pengamatan proses sedimentasi pada sediaan dengan variasi waktu berbeda bertujuan
agar dapat ditentukan nilai sedimentasi dari setiap variasi waktu pengamatan. Nilai
sedimentasi diperoleh dari perbandingan antara volume sedimentasi dengan volume total
sediaan. Hasil yang didapatkan yaitu pada parameter waktu 0 menghasilkan tinggi
sedimentasi dari pengenceran pertama hingga pengenceran ketiga berturut turut adalah
0.5 cm, 0 cm dan 0 cm. selanjutnya, pada parameter waktu 30 menit menghasilkan
tinggi sedimentasi berturut-turut dari pengenceran pertama hingga pengenceran ketiga
yaitu 0.5 cm, 0 cm, dan 0 cm. kemudian, pada parameter waktu 60 menit didapatkan
tinggi sedimentasi dari pengenceran pertama hingga ketiga ialah senilai 0.3 cm, 0 cm,
dan 0.2 cm. serta pada parameter waktu 24 menit didapatkan tinggi sedimentasi berturut-
turut dari pengenceran pertama hingga ketiga adalah sebesar 2 cm, 1.5 cm, dan 4 cm.
Dari hasil pengamatan suspensi deflokulasi di atas, diketahui bahwa sedimentasi atau
peristiwa pengendapan/penumpukan terjadi dengan lambat pada masing-masing partikel
yang mengendap terpisah satu dengan lain, serta sedimen terbentuk dengan lambat pula.
Dapat dilihat bahwa, wujud dari suspensi deflokulasi ini menyenangkan/baik karena zat
tersuspensi dalam waktu yang relatif lama. Seperti yang diketahui sedimentasi yang baik
ialah dimana nilai sedimentasi tersebut kecil atau mendekati 0. Dengan membandingkan
antara literatur dengan nilai sedimentasi yang didapatkan dari hasil percobaan pada
pengamatan suspensi deflokulasi ini maka suspensi yang terbentuk cukup baik dan
cenderung stabil. Hal ini dilihat dari pembentukan sedimen yang lambat. Namun pada
parameter waktu 24, didapatkan tinggi sedimentasi berturut-turut dari pengenceran
pertama hingga ketiga adalah sebesar 2 cm, 1.5 cm, dan 4 cm. Yang mana menunjukkan
bahwa pada parameter waktu 24 suspensi yang terbentuk tidak cukup baik dan tidak
cenderung stabil, Hal ini dilihat dari pembentukan sedimen terus meningkat. Perbedaan
hasil yang didapat dengan literatur dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari
kesalahan dalam melakukan penimbangan bahan, kondisi bahan yang kurang bagus
hingga kesalahan dalam melakukan penggerusan bahan baku. Pada pengamatan
deflokulasi ini, membuktikan bahwa penggunaan CMC-Na yaitu mendispersikan
partikel tidak larut dalam cairan dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan
sedimentasi dari fase terdispersi dapat diperlambat. Namun, pada pada sistem
deflokulasi sukar untuk didispersikan kembali karena mudah membentuk caking.
Kriteria suspensi yang baik yaitu pada proses sedimentasinya (pengendapannya)
terjadi lambat serta sedimen yang terbentuk juga lambat pula. Adapun keuntungan dari
sediaan suspensi di antaranya yaitu : memiliki homogenitas yang cukup tinggi, dapat
mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air, lebih mudah di absorpsi
daripada tablet karena luas permukaan kontak dengan permukaan saluran cerna tinggi,
dan dapat menutupi rasa tidak enak/pahit dari obat. Adapun kerugian dari sediaan
suspensi di antaranya yaitu, jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali,
sehingga homogenisitasnya menjadi buruk. Lalu, memiliki kestabilan yang rendah serta
aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk dituang.
Biasanya, sediaan suspensi terflokulasi dibuat untuk produk yang digunakan dalam
jangka waktu lama, sedangkan sediaan suspensi terdeflokulasi dibuat untuk produk yang
digunakan dalam jangka waktu pendek. Contoh sediaan suspensi terflokulasi yaitu jamu
dan antibiotik (serbuk yang dilarutkan dengan penambahan air). Contoh sediaan
suspensi terdeflokulasi yaitu obat batuk, obat mag (milanta) dan antibiotik (berupa
suspensi madu seperti: Propolis Suspensi Jadiid).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2004). Transpor Sedimen Suspensi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

Fitriani. (2016). Formulasi dan Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomoea
batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS sebagai
Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, Vol. 2 (1).

Martin, A. (2008). Farmasi Fisika. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai