Anda di halaman 1dari 5

Nama : Cut Sara Salsabila

NIM : 1908109010007

1. Judul
Judul dari percobaan ini adalah “Suspensi Flokulasi dan Deflokulasi”

2. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengamati perbedaan suspense terflokulasi
dan terdeflokulasi, serta mengamati stabilitas fisik suspensi.

3. Data Hasil Pengamatan


Tabel 3.1 Data Hasil Pengamatan Suspensi Flokulasi
Tinggi sedimentasi
No Waktu Volume
P1 P2 P3
0 11 3.5 cm 4.2 cm 3 cm
30 3 cm 3.8 cm 2.5 cm
60 2.5 cm 3 cm 2 cm
24 2 cm 2.5 cm 1.5 cm

Tabel 3.1 Data Hasil Pengamatan Suspensi Flokulasi


Tinggi sedimentasi
No Waktu Volume
P1 P2 P3
0 0.5 cm 0 cm 0 cm
30 0.5 cm 0 cm 0 cm
10.5
60 0.3 cm 0 cm 0.2 cm
24 2 cm 1.5 cm 4 cm

4. Pembahasan
Suspensi didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang
terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan
kelarutan yang sangat minimun. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Formulasi obat dalam sediaan suspensi
memiliki keuntungan yaitu rasanya yang lebih enak juga dapat meningkatkan absorpsi
obat sehingga dapat meningkatkan bioavaibilitas dari obat. Selain itu, ada beberapa alasan
lain pembuatan suspensi oral untuk banyak pasien yaitu bentuk cair lebih disukai daripada
bentuk pada (tablet atau kapsul dari obat yang sama), mudahnya menelan cairan, mudah
diberikan untuk anak-anak juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak.
Kesulitan dalam formulasi suspensi adalah pembahasan fase padat oleh medium suspensi,
dimana artinya suspensi suatu sistem yang tidak dapat bercampur.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunanan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara
tersebut merupakan salah satu Tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa
factor yang mempengaruhi stabilitas suspensi yaitu ukuran partikel, kekentalan
(viskositas), jumlah partikel (konsentrasi), dan sifat/muatan partikel. Hubungan antar
ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan, antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan
linear, yang dimaksudkan semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas
penampangnya. Sedangkan semakin besar luas penampang partikel dan tekan keatas
cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk
memperlambat Gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin
kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun atau kecil. Apabila didalam suatu
ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan
Gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan ini
akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu
yang singkat. Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang bersifat tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan
terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut. Stabilitas fisik suspensi farmasi dikatakan sebagai kondisi suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata (Pati, 2015).
Kestabilan fisik suspensi adalah hambatan utama dalam memformulasikan
suspensi karena masalah yang sering terjadi meliputi kecepatan sedimentasi yang tinggi
maupun kemampuan redisperse yang buruk oleh karena itu diperlukan penggunaan
suspending agent yaitu pulvis gummi arabici (PGA) dan Carboxymethylcellulosum
Natrium (CMC-Na). pemilihan suspending agent didasarkan pada karakteristik
suspending agent yaitu dapat meningkatkan kekentalan untuk membentuk suspensi yang
ideal, bersifat kompatibel dengan eksipien lain, dan tidak toksik. Bentuk sedian suspensi
diformulasikan karena beberapa zat aktif obat mempunyai kelarutan yang praktis tidak
larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk cair agar mudah diberikan kepada pasien
yang mengalami kesulitan untuk menelan, mudah diberikan pada anak-anak, serta untuk
menutupi rasa pahit atau aroma yang tidak enak dari zat aktif obat (Suena, 2015).
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan suatu bentuk sediaan
suspensi. Salah satunya adalah pemilihan suspending agent. Suspending agent dibagi
menjadi beberapa golongan. Golongan pertama adalah polisakarida yang terdiri dari gom
akasia (gom arab)/PGA, tragakan, Na alginat (sodium alginate), starch (amilum), karagen
(Chondrus extract), xanthan gum (polysaccharide), serta guar gum (guar flour). Golongan
kedua adalah turunan selulosa, contohnya metilselulosa CMC-Na (karboksimetil
selulosa), avicel, dan hidroksi etil selulosa. Golongan ketiga adalah clay misalnya
bentonite, aluminium-magnesium silikat (veegum), dan hectocrite (salah satu senyawa
mineral berbentuk tanah liat). Golongan keempat adalah polimer sintetik contohnya
golongan carbomer (Suena, 2015).
Partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah. Pada
system ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel mengendap sebagai
flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake
yang keras serta mudah terdispersi Kembali ke bentuk semula. System ini kurang disukai
karena sedimetasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya.
Dalam system deflokulasi, partiekl deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya
membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembai. Pada metode ini partikel
suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing partikel
mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyak disukai karena tidak terjadi lapisan
yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara perlahan (Chasanah, 2010).
Praktikum suspensi ini, dibuat sediaan suspensi untuk melihat flokulasi dan
deflokulasi yang terjadi pada suspensi. Suspensi flokulasi dibuat dengan cara dimasukkan
sulfamerazine serbuk ke dalam lumpang dan ditambahkan FeCl3, lalu digerus hingga
homogen. Dilakukan pengenceran berseri. Sedangkan, suspensi deflokulasi dibuat
dengan cara dikembangkan CMC Na dengan ditaburkan secara merata ke dalam air dan
ditunggu sebentar. Selanjutnya dimasukkan sulfamerazine ke dalam CMC Na dan digerus
sampai homogen. Dimasukkan kedalam tabung reaksi dan diamati proses terjadinya
flokulasi dan deflokulasi dan tinggi sedimentasi pada masing-masing suspensi.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa pada suspensi flokulasi, tinggi
sedimentasi terbentuk sesaat setelah dibiarkan dalam tabung reaksi sebesar 3,5 ; 4,2 dan
3 cm. Setelah 30 menit menurun menjadi 3 ; 3,8 dan 2,5 cm, setelah 60 menit menjadi
sebesar 2.5, 3 dan 2 cm, dan setelah 24 jam menjadi 2 ; 2,5 dan 1,5 cm. Dapat dilihat
bahwa pada setiap tabung reaksi mengalami penurunan tinggi sedimentasi sejalan dengan
bertambahnya waktu yang berarti partikel yang terflokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan mudah tersuspensi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa suspensi yang
terbentuk stabil karena suspensi yang baik akan mudah terdispersi kembali. Selain itu,
volume sedimentasi diantara ketiga tabung reaksi berbeda, dapat diketahui dari
perbandingan tinggi sedimen akhir dengan tinggi awalnya. Tabung kedua memiliki
perbandingan yang lebih besar sehingga volume sedimentasi (F) pada tabung kedua lebih
besar daripada tabung reaksi 1 dan 3 yang menunjukkan bahwa suspensi pada tabung
reaksi kedua memiliki kualitas lebih baik. Hal ini sesuai dengan literatur semakin
besar fraksi volume sedimentasi, maka semakin baik kemampuan suspensinya.
Pengamatan pada suspensi deflokulasi, diperoleh hasil yaitu tinggi sedimentasi
terbentuk sesaat setelah dibiarkan dalam tabung reaksi pertama sebesar 0,5 sedangkan
tabung reaksi 2 dan 3 belum terbentuk sedimentasi. Setelah 30 menit masih sama dengan
sebelumnya dimana tabung reaksi pertama sebesar 0,5 sedangkan tabung reaksi 2 dan 3
belum terbentuk sedimentasi, setelah 60 menit menjadi sebesar 0,3 ; 0 dan 0,2 cm, dan
setelah 24 jam menjadi 2 ; 1,5 dan 4 cm. Larutan suspensi deflokulasi terlihat bahwa
endapan terdapat banyak dibagian bawah tabung reaksi, hal ini terjadi karena suspensi
deflokulasi tekanannya lebih besar pada dasar tabung, volume sedimentasi yang terbentuk
kecil dan supernatant tampak keruh sehingga terlihat bahwa suspensi lebih stabil. Pada
percobaan didapat bahwa tinggi sedimentasi dari suspensi deflokulasi lebih rendah
dibandingkan dengan suspensi flukolasi. Hal ini dapat terjadi karena sedimentasi pada
deflokulasi tidak dapat didispersikan kembali. Penyebabnya adalah pada endapan
deflokulasi telah terbentuk caking. Hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi
yang terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat dan
padat.
5. Daftar Kepustakaan
Chasanah, N. (2010). Formulasi Suspensi Doksisiklik Menggunakan Suspending Agent
Pulvis Gummi Arabici : Uji Stabilitas fisik dan Daya Antibakteri (Tugas Akhir).
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Pati, M. K. (2015). Ilmu Resep Teori. Deepublish, Yogyakarta.

Suena, D. S. (2015). Yang terdapat pada Evaluasi fisik sediaan suspensi dengan
kombinasi suspending agent PGA (pulvis gummi arabici) dan CMC-Na
(Carboxymethylcellulosum Natrium). Jurnal ilmiah medicamento, 1(1), 33-38.

Wahyuni, R., Syofyan, & Yunalti, S. (2018). Yang terdapat pada Formulasi dan Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ibu Profen Menggunakan Kombinasi Polimer Serbuk
Gom Arab dan Natrium Karboksimetil Selulosa. Jurnal Farmasi, 1, 58-67.

Anda mungkin juga menyukai