Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN SISTEM DISPERSI

TANGGAL : 19 DESEMBER 2019

DISUSUN OLEH :

NAMA : LENI NURHAENI

NIM : 1948201006

Laboratorium Farmasi Fisika


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
SISTEM DISPERSI

I. TUJUAN
 Mahasiswa diharapkan mampu membuat sediaan suspensi dan
dapat menetapkan parameter evaluasinya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau
campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai
dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda,
yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang
berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3
sistem disperse (Ridwan, 2012).

Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran
secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.
Tepung kanji bila dimasukan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem
dispersi dengan air sebagai medium pendispersi dan tepung kanji sebagai zat
terdispersi (Henrayani, 2009).

Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi.
Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-
partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya
diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk
penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata
dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi
molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin et al, 2008).

Dispersi molecular. Disperse molecular atau larutan adalah system satu


fase yang homogeny, jernih, dan memiliki diameter tidak lebih dari 10 -7cm.
partikel-partikel larutan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun
mikroskop ultra, sukar diendapkan, dan dapat melewati kertas saring biasa
maupun membrane semipermeable (Sumardjo, 2009).
Disperse koloid. Koloid adalah campuran yang heterogen. 3 fase (padat,
cair dan gas) dapay dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang
dapat membentuk system koloid hanya delapan. Koloid yang mengandung fase
terdispersi padat disebut sol. Koloid yang mengandung fase terdispersi cair
disebut emulsi. Koloid yang mengandung fase terdipersi gas disebut buih
(Sutresna, 2007).

Dispersi kasar. Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter
fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula
keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas antara fasa terdispersi
dengan medium pendispersi karena terjadinya pengendapan. Kita dapat
memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan penyaringan
(Ridwan, 2012).

System pembentukkan suspense ada dua, yaitu system flokulasi dan


system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi
kembali. Sedangkan partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen, akan menjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang
keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).

Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari peyelidikan


sedimentasi adalah volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Colume sedimentasi
(F) didefinisikan sebagai perbandingan dari volume akhir dari endapan (Vu)
terhadap volume awal dari suspense (Vo) sebelum mengendap.

Vu
F=
Vo

Derajat flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi
(Vu) dengan volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc)

Vu
derajat flokulasi=
Voc

(Taufik, 2009).
Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu :
1. Larutan
Merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga
tidak dapat dibedakan (diamati) antara partikel pendispersi dengan partikel
terdispersi menggunakan mikroskop tingkat pembesaran yang tinggi
(mikroskop ultra).
2. Koloid
Merupakan sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari
larutan tetapi lebih kecil dari suspensi.
3. Suspensi
Merupakan sistem dispersi dengan ukuran partikel yang berukuran relatif
besar dan tersebar merata dalam medium pendispersinya
(Hendriyani,2010).
Partikel-partikel yang tersebar dalam rentan klorida mempunyai luas
permukaan yang sangat besar seklai jika dibandingkan dengan luas permukaan
dari partikel yang lebih besar dalam volume setara (Martin,2008).
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas cairan suspensi itu. Hubungan antara
ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangannya. Sedangkan antara luas penumpang dengan daya tekan
keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel
semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan
semakin besar luas penampang partikel daya tekan ketas cairan akan
semakin memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun
(kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula
gerakan turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian
menambahkan viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dihitung.
3. Jumlah partikel (Konsentrasi)
Apabila disuatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan
terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu semakin besar
konsentrasi partikel, makin besar pula kemungkinan terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat/ Muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinana besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antara bahan tersebut yang menghasilkan
bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut
merupakan sifat alam, maka tidak dapat mempengaruhinya.
(Syamsyuni,2006).
III. ALAT & BAHAN
ALAT :
 Mortir dan stemper.
 Gelas ukur 100 ml.
 Batang pengaduk.
 Magnetic stirer.
 Pemanas.
 Corong.
BAHAN :
 Parasetamol
 PVP
 Aquadest
 Etanol
 Tween
IV. PROSEDUR
1. Pembuatan suspensi
Zat aktif disuspensikan dengan zat pesuspensi yang ditentukan oleh
asisten dengan variasi konsntrasi tertentu. Dibuat pula blanko
suspensi tanpa zat pensuspensi.
2. Pengamatan sedimentasi
Amati dan catat volume sedimentasi yang terjadi dalam interval
waktu tertentu.
3. Tentukan redispersibillitas suspensi pada waktu yang ditentukan.
V. HASIL PENGAMATAN dan PEMBAHASAN
A. HASIL

Waktu Sediaan 1 Sediaan 2 Sediaan 3


(Paracetamol 1 (Paracetamol 1 (Paracetamol1
& PVP 1,25%) & PVP 1,45%) & PVP
1,50%)
0 0 cm 0 cm 0 cm
15 menit 0,2 cm 0 cm 0,2 cm
30 menit 0,2 cm 0 cm 0,4 cm
45 menit 0,2 cm 0 cm 0,4 cm
60 menit 0,3 cm 0,1 cm 0,5 cm
24 jam 0,4 cm 0,3 cm 0,6 cm
48 jam 0,5 cm 0,2 cm 0,5 cm
Hari ke-3 0,4 cm 0,2 cm 0,4 cm
Hari ke-4 0,4 cm 0,2 cm 0,5 cm
Hari ke-5 0,2 cm 0,4 cm 0,5 cm
Hari ke-6 0,3 cm 0,2 cm 0,2 cm
Hari ke-7 0,5 cm 0,3 cm 0,2 cm
Rata –rata 0,38 cm 0,25 cm 0,41 cm

B. PERHITUNGAN
 Volume sedimentasi

Vu
F=
Vo
Keterangan :

F = volume sedimentasi

Vu = volume awal suspensi

Vo = volume sebelum terjadi pengendapan

1) Paracetamol 1gram + PVP 1,25%


Diketahui : Vu = 0,5 cm
Vo = 100ml
Ditanya F ?
0,5 cm
F=
100 ml
= 0,005 cm/ml
2) Paracetamol 1gram + PVP 1,45%
Diketahui : Vu = 0,3 cm
Vo = 100 ml
Ditanya F ?
0,3 cm
F=
100 ml
= 0,003 cm/ml
3) Paracetamol 1gram + PVP 1,50%
Diketahui : Vu = 0,2 cm
Vo = 100 ml
Ditanya F ?
0,2cm
F=
100 ml
= 0,002 cm/ml
 Derajat Flokulasi
Volume akhir flokulasi
β=
volume akhir deflokulasi
1) Paracetamol 1% + PVP 1,25%
Diketahui : Volume akhir flokulasi = 15,7 ml
Volume akhir deflokasi = 100 ml
Ditanyakan : β ?
15,7 ml
β= = 0,157
100 ml
2) Paracetamol 1% + PVP 1,45%
Diketahui : Volume akhir flokulasi = 15,7 ml
Volume akhir deflokasi = 100 ml
Ditanyakan : β ?
15,7 ml
β= = 0,157
100 ml
3) Paracetamol 1% + PVP 1,50%
Diketahui : Volume akhir flokulasi = 15,7 ml
Volume akhir deflokasi = 100 ml
Ditanyakan : β ?
15,6 ml
β= = 0,156
100 ml
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum kali ini mengenai sistem dispersi,
dilakukan pengujian volume sedimentasi pada suspensi paracetamol dengan zat
pensuspensi PVP dengan variasi konsentrasi yang berbeda dari setiap
kelompoknya. Didalam literatur hasil pengujian volume sedimentasi (F) untuk
semua sediaan baik blanko PVP maupun paracetamol + tween dengan variasi
konsentrasi berbeda untuk evaluasi stabilitas fisik suspensi, dijelaskan bahwa
volume sedimentasi haru ± 1, karena jika tidak sediaan suspensi yang dibuat akan
tidak stabil.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan nilai
sedimentasi dari sediaan 0, 15, 30, 45 bagian sediaan paracetamol + PVP 1,45%
belum terlihat ada endapan pada waktu berikut dan masalah ini mungkin terjadi
karna wadah yang tidak transparan yang membuat endapan menjadi tidak terlihat
atau mungkin zat/suspending agentnya sendiri. Dan untuk sediaan yang lainnya
terjadi endapan.
Fenomena sedimentasi ini terjadi karena partikel-partikel di dalam
emulsi ini memiliki kecenderungan untuk bergabung (bersatu). Kecenderungan ini
disebabkan karena gaya Van Der Wals yang lemah membentuk suatu gumpalan
lunak dan ringan. Dalam mengamati proses ini, diketahui bahwa flokulasi
cenderung jatuh bersama-sama menghasilkan suatu batas yang nyata antara
endapan dan cairan.
Cairan pada bagian atas akan menjadi jernih karena partikel-
partikel kecil yang ada di dalam sistem akan bergabung dengan flokulat.
Selain mengamati sedimentasi, pada percobaan kali ini juga
diamati proses redisperbilitas yaitu kemampuan suatu emulsi atau suspensi yang
pada awalnya membentuk endapan atau cake dapat kembali lagi terdispersi hingga
membentuk sediaan homogen.
Untuk menguji kemampuan emulsi dalam redisperbilitas, gelas
ukur yang berisi emulsi dan terdapat endapan dikocok kembali hingga endapan
yang terbentuk kembali terdispersi dan larut kembali. Endapan ini tidak sulit
untuk terdispersi kembali ke dalam emulsinya, sehingga dapat kita amati bahwa
proses sedimentasi yang terjadi adalah flokulasi. Perbedaan antara flokulasi dan
deflokulasi adalah terbentuknya cake (endapan yang sulit terdispersi kembali)
pada deflokulasi.
Kemudian dengan menggunakan stopwatch dihitung waktu yang
diperlukan sampel emulsi untuk kembali mengalami deflokulasi dan membentuk
cake. Dari percobaan yang telah dilakukan, di dapatkan waktu redisperbilitas
adalah pada sediaan ke-1 40,54detik, sediaan ke-2 37,11detik dan sediaan ke-3
48,15detik.
Dalam pembentukan sedimentasi ada parameter seperti derajat
flokulasi dan nilai sedimentasi. Nilai sedimentasi ini merupakan perbandingan
antara volume akhir endapan terhadap volume awal suspensi. Nilai sedimentasi ini
berada pada rentang 0, dan lebih dari 0.
Apabila nilai sedimentasi adalah sama dengan 0 maka produk
emulsi atau suspensi tersebut berada dalam kesetimbangan flokulasi dan
menunjukkan tidak adanya supernata jernih pada pendiaman. Oleh karena itu
secara farmasetis dapat diterima.
Apabila nilai sedimentasi lebih dari 0 berarti volume akhir endapan
lebih besar dari volume suspensi awal. Hal ini terjadi karena flokulat yang
terbentuk dalam suspensi adalah sebegitu longgar atau lunak sehingga volume
yang dapat dicapai lebih besar dari volume suspensi awal. Sedimentasi yang baik
adalah sedimentasi dimana nilai sedimentasi mendekati 0.
Pada percobaan ini saat mengamati sedimentasi pada hari ke-4
tanggal 9 Desember 2019 endapan dalam gelas ukur menempel pada sisi
permukaan gelas ukur dan juga muncul diatas permukaan air. Hal ini dikarenakan
mungkin adanya faktor dari zatnya sendiri atau faktor dari suhunya. Dan juga
pada hari terakhir saat akan di redisperbilitas suspensi ini mengeluarkan bau yang
tak sedap dan seperti terjadi fermentasi atau pembusukan. Bisa jadi hal ini terjadi
karena tidak ada udara yang masuk karena di tutup kertas alumunium.
VI. KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan tidak ada zat pensuspensi yang paling baik
dengan volume sedimentasi (F) mendekati 1 atau samadengan 1 dengan
pensuspensi CMC 1% PGA 1%dan PVP 1%. Hasil yang di dapat sama sekali
tidak terlalu terlihat endapan karna mungkin wadah yang tidak transparan yang
membuat endapan menjadi tidak terlihat atau mungkin karna zat / suspending
agent nya sendiri. Sedimentasi dapat terjadi pada sediaan suspensi. Hal yang
mempengaruhi terjadinya sedimentasi antara lain konsentrasi suspending agent,
konsentrasi zat aktif serta ukuran partikel tersebut. Redispersibilitas dapat terjadi
pada sediaan suspensi dan tiap sampel memiliki waktu suspensi yang berbeda.
B. SARAN
 Untuk kelengkapan laboratorium lebih di perlengkap lagi.
 Praktikan lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan
praktikum.
 Fasilitas ruangan lebih di tingkatkan agar lebih nyaman dalam
melakukan praktikum
 Praktikan lebih menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja agar
tidak terjadi kecelakaan dalam melakukan praktikum.

LAMPIRAN

Hasil Penimbangan Bahan


Menimbang kertas perkamen
yang kosong = 0,26

Hasil menimbang
paracetamol = 1,26

Hasil menimbang
paracetamol = 1,27

Hasil menimbang
paracetamol = 1,28

Hasil menimbang PVP 1,25 =


1,25
Hasil menimbang PVP 1,45 =
1,73

Hasil menimbang PVP 1,50 =


1,78

Hasil pengukuran sedimentasi

Waktu Sediaan 1 Sediaan 2 Sediaan 3


(Paracetamol 1 (Paracetamol (Paracetamol1 &
& PVP 1,25%) 1 & PVP PVP 1,50%)
1,45%)
0 0 cm 0 cm 0 cm
15 menit 0,2 cm 0 cm 0,2 cm
30 menit 0,2 cm 0 cm 0,4 cm
45 menit 0,2 cm 0 cm 0,4 cm
60 menit 0,3 cm 0,1 cm 0,5 cm
24 jam 0,4 cm 0,3 cm 0,6 cm

48 jam 0,5 cm 0,2 cm 0,5 cm


Hari ke-3 0,4 cm 0,2 cm 0,4 cm

Hari ke-4 0,4 cm 0,2 cm 0,5 cm

Hari ke-5 0,2 cm 0,4 cm 0,5 cm

Hari ke-6 0,3 cm 0,2 cm 0,2 cm

Hari ke-7 0,5 cm 0,3 cm 0,2 cm

Rata –rata 0,38 cm 0,25 cm 0,41 cm


DAFTAR PUSTAKA

Ridwan. 2012. Pengertian dan Jenis Larutan dalam Sistem Dispersi serta
contohnya.
Martin.2008. Farmasi fisika. Jakarta : UI Press
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran Jakarta: EGC
Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media
Pratama
Syamsuni, H. A.. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Taufik, H. 2009. Sistem Dispersi.

Anda mungkin juga menyukai