Anda di halaman 1dari 34

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“CPOB STERIL HYDROCORTISONE ACETATE


SUSPENSION 2.5% ”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. Lekat Okta Tri Puspita ( PO. 71.39.1.20.046)
2. Indah ( PO. 71.39.1.20.050)
3. Permata Dwi Putri ( PO. 71.39.1.20.059)
4. Gita Khoiroh Maruah (PO. 71.39.1.20.062)
5. Asi Anisa ( PO. 71.39.1.20.073)
6. Adelia Ovi Marseli ( PO. 71.39.1.20.074)
7. Salsyabila Wonika ( PO. 71.39.1.20.075)

Kelas : Reguler II B
Dosen Pembibing : Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt., M.Kes
Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt.
Mar’atus Solikhah,M.Far,.Apt.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam pembuatan suatu suspensi, kita harus mengetahui dengan baik
karakteristik fase terdispersi dan medium dispersinya. Dalam beberapa hal fase
terdisfersi mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan
mudah “dibasahi” oleh pembawa tersebut selama penambahannya. Obat yang tidak
dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan mempuntai kecenderungan
untuk bergabung menjadi satu atau mengambang diatas pembawa tersebut.
Dalam hal yang terakhir, serbuk mula-mula harus dibasahi dahulu dengan apa
yang disebut “zat pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi oleh medium
disperse. Alkihol, gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat
pembasah bila suatu pembawa air akan digunakan sebagai fase disperse. Bahan-
bahan tersebut berfungsi menggantikan udara dicelah-celah partikel, mendispersikan
partikel tersebut dan kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium disperse
kedalam serbuk.
Dalam pembuatan suspensi skala besar, zat pembasah dicampur partikel-
partikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid ( colloid mill ), pada skala
kecil, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortar dan stamper. Begitu serbuk
dibasahi, medium dispersi ( yang telah ditambah semua komponen – komponen
formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa, dan pengawet ) ditambah
sebagian-sebagan keserbuk tersebut, dan campuran itu dipadu secara merata sebelum
penambahan pembawa berikutnya.
Sebagian dari pembawa tersebut digunakan untuk mencuci alat-alat
pencampur agar bebas dari suspenoid, dan bagian ini digunakan untuk mencukupi
volume suspensi dan menjamin bahwa suspensi tersebut mengandng konsetrasi zat
padat yabg diinginkan.

B. TUJUAN
- Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik
aseptis
- Memahami dan mampu membuat sediaan injeksi suspensi hidrokortison asetat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut
terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih
dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan geraka brown
bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah. Suspensi dalam farmasi digunakan
dalamberbagai cara :

1. Injeksi intramuscular ( Suspense Penicilin G )

2. Tetes mata ( Suspense Hidrokortison Asetat )

3. Melalui mulut ( Suspense Sulfat/Kemicetin )

4. Memalui rectum ( Suspense Paranitro Sulfathiazole )

Dalam pembuatan suspensi dikenal 2 macam system, yaitu system flokulasi dan
system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat
mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada
system deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan-lahan dan akhirnya
membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali.
Pada system flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh- sungguh
tergantung pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya dan pada suatu waktu flokulasi
kelihatan kasarr akibat terjadi flokul. Dalam system deflokulasi, partikel tersdispersi baik
dan mengenap sendirian, tapi lebih lambat daripada system flokulasi, tapi partikel
deflokulasi berkehandak membentuk sedimen atau cake yang terdispersi kembali ( Anief,
200 ).

a. Teknologi Pembuatan

Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu :

1. Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi

2. Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahn pendispersi


3. Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahna fase

4. Homogenisasi, yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahan


pendispersi.
Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat mula-
mula digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian sisa cairan
dimasukkan sebagian demi sebagian. Jika pembawa terdiri dari beberapa cairanmaka
untuk menggerus digunakan cairan dengan viskositas yang tertinggi atau yang
memiliki daya pembasahan paling baik terhadap partikel terdispersi.

b. Pengujian Ukuran Partikel, Dispersitas dan Pengujian Lainnya


Penetuan ukuran partikel body padat tersuspensi dilakukan melalui pengukuran
secara mikroskopik. Pengerjaan dipermudah dengan menggunakan mikroskop
proyeksi (Lanameter), dimana objek mengalami perbesaran yang sangat kuat yang
ditampilkan pada sebuah layar berskala. Penentuan orientasi partikel dapat dilakukan
dengan Grendometer. Tingkat dispersitas jika diperlakukan dapat diterapkan dengan
mikroskopik, atau dengan pipet Andreas atau yang lebih mudah lagi dengan
penghitungan paretikel elektrolit (Coulter atau Granuloter). Beberapa cara untuk
memetukan ukuran partikel telah diuraikan dalam bagian 2.1.5. Disamping itu,
informasi yang sangat diperlukan adalah hasil pengukuran Rheologis.
Untuk lotion misalnya dilakukan pengujian terhadap daya ikat lapisan yang telah
mengering saeta evaluasi daya pekatnya untuk mendukung kandungan bahan aktif
didalam suspensi sebagai tolak ukur evaluasi kualitasnya yang dapat dilakukan
langsung setelah pengocokan suspensi ( Voight, 1971)

c. Pengemasan dan Penyimpanan

Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang
udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.
Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari
pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya. Suspensi perlu dikocok tiap kali
sebelum digunakan. Untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa
sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam.

d. Sifat-Sifat Yang Diinginkan Dalam Suatu Suspensi Farmasi


Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu
suspense farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari
komponen-komponen forrmulasi, kelenggangan sediaan dan bentuk estetika dari
sediaan sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan sifat-sifat lain
yang spesifik untuk suspense farmasi (Ansel, 1989):
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat dan cepat mengendap secara
lambat dan harus rata lagi bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedemikan rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
3. Suspense harus bias dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan
immunosuppresif. Hidrokortison asetat bekerja dengan mengganggu antigen T
limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan
turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat juga mengganggu migrasi
seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga
mengumpulkan respon inflamasi dan autoimun. Suspensi hidrokortison asetat steril
digunakan untuk mengobati rheumatoid pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di
intraartikular. Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan
dalam proliferasi jaringan ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari
rheumatoid diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan
tulang, memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi
(Dipiro, 2008).

Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular
manusia. Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak
bervariasi sesuai dengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan
stabilitas). Komponen dari sendi sinovial yang khas mencakup unsur- unsur tulang,
tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi
fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Cairan sinovial digunakan sebagai
pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi dengan tulang rawan artikular untuk
mengurangi gesekan antara permukaan sendi. (Tortora G. J., Derrickson B, 2009).
Fungsi cairan sinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan sinovial akan
melumasi sendi, shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant, cairan sinovial ditandai
dengan menjadi lebih kental di bawah tekanan, cairan sinovial dalam sendi diarthrotic
menjadi tebal saat diterapkan untuk melindungi sendi dan selanjutnya menipis
keviskositas normal untuk melanjutkan fungsi pelumas. Selain itu digunakan pula
untuk transportasi nutrisi dan limbah dimana cairan mensuplai oksigen dan nutrisi dan
menghilangkan karbon dioksida dan limbah metabolik dari kondrosit dalam kartilago.
Jaringan sinovial terdiri dari jaringan ikat vascularized yang tidak memiliki membran
basement. Dua jenis sel (tipe A dan tipe B) yang hadir: Tipe A berasal dari monosit
darah. Tipe B menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial terbuat dari asam
hialuronat dan lubricin, proteinase, dan kolagenase. Cairan sinovial menunjukkan
karakteristik aliran non-Newtonian; koefisien viskositas tidak konstan dan cairan tidak
linear kental. Cairan sinovial memiliki karakteristik tiksotropi; viskositas menurun dan
menipis cairan selama stres berlanjut.

A. Definisi Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau supensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melebihi kulit atau selaput lendir
(Farmakope Indonesia edisi III, hal 13).
Injeksi adalah Injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang, umumnya
hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa
diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kapiler. (Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspense atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan (Anief, 2007).
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah
obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah
dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas
dalam wadah 100 ml atau kurang.

B. Penggolongan Injeksi (menurut Lachman)


1. Intramuskular : Di bagian otot relaksasi
2. Intravena : Pada vena yg tampak jelas
3. Subkutan : jaringan longgar di bawah kulit (dermis) dan bagian tubuh yang
sedikit lemaknya.
4. Intraperitonial/ intra-abdominal : rongga peritonial atau langsung ke dalam organ-
organ abdominal seperti hati, ginjal, atau kandung kemih
5. Hipodermoklisis : Sama dgn SC, yaitu disuntikkan ke dalam jaringan yang longgar di
bawah kulit (dermis) dan pada bagian tubuh yang sedikit lemaknya.
6. Intrakardiak : bilik jantung
7. Intrasisternal : rongga sisternal sekeliling dasar otak
8. Intrakutan/intradermal : Injeksi dilakukan ke dalam kulit. Biasanya diberikan
dipermukaan anterior lengan depan.
9. Intratekal : kantung lumbar (rongga sum-sum tulang belakang) yang terletak di
ujung kaudal dari spinalis cordata
10. Intrauterin :Injeksi yang dilakukan ke dalam uterus pada keadaan hamil
11. Intraventrikular : Injeksi yang dilakukan ke dalam rongga-rongga sisi otak.
12. Intra-arterial : Langsung ke dalam arteri
13. Intra-artikular : Ke dalam cairan sinovial pada persendian
14. Intralesional : Langsung ke dalam atau di sekitar luka
15. Intra-okular : Ke dalam mata
a. Subkonjungtiva : Di bawah kapsul Tenon, di dekat mata
b. Intrakameral/ intravitreal : Ke dalam vitreous humour
c. Retrobulbar : Di sekitar bagian posterior dari bola mata
d. Anterior chamber : Langsung pd arterior chamber
16. Intrapleural : Ke dalam rongga selaput dada

C. Syarat-syarat Sediaan Injeksi


Syarat-syarat sediaan injeksi, antara lain :
1. Aman. Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis.
2. Harus jernih. Berarti tidak ada partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Tidak berwarna. Kecuali bila obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris. Dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak
terasa sakit dan penyerapannya obat dapat optimal.
5. Sedapat mungkin isotonis. DIbuat isotonis agar tidak terasa sakit bila disuntikkan.
Arti isotonis adalah mempunyai tekanan osmosi yang sama dengan darah dan caran
tubuh yang lain.

D. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi


1. Keuntungan Sediaan Injeksi
a) Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
b) Dapat digunakan sebagai depo terapi
c) Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke
cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung
d) Dapat dicapai efek fisiolgis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (Jantung
berhenti)
e) untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam lambung)
f) Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (Sakit jiwa
atau tidak sadar)
g) Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol
obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan. Pengobatan parenteral
merupakan salah satu cara untuk mengoreksi ganggun serius cairan dan
keseimbangn elektrolit.

2. Kerugian Sediaan Injeksi


a) Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b) Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c) Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d) Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.
e) harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan waktu pemberian lebih lama
f) Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur
aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat
dihindari.
g) Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik.
a) Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti
septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral
dan interaksi obat.
BAB III
PROFIL PENGENALAN PABRIK DAN ASPEK CPOB

A. SEJARAH PERUSAHAAN
PT. Sagita Farma merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi farmasi yang
bermarkas di Palembang-Indonesia. Sejarah PT Sagita Farma berawal dari tahun 1999 di
sebuah pabrik skala kecil di lingkungan Rumah Sakit Pusat Pemerintah yang pada saat
itu hanya memproduksi beberapa obat jadi. Seiring dengan berjalannya waktu, salah satu
perusahaan PT Sagita Farma yang memproduksi obat jadi, obat tradisional, dan
suplemen makanan. PT Sagita Farma telah memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan
Obat yang Baik).

B. VISI
“Menjadi Perusahaan Healthcare Indonesia Pilihan Utama yang Berskala Global”
C. MISI

1. Kami adalah perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan.

2. Kami memiliki nilai tambah melalui proses bisnis yang terintegrasi dan
pengembangan produk yang berbasis teknologi modern.

3. Kami menjamin ketersediaan produk yang berkualitas, lengkap dan terjangkau


secara konsisten.
4. Kami berjuang dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup yang
lebih baik.

B. LOKASI DAN SARANA PRODUKSI


PT.Sagita Farma terletak di Kawasan Industri Palembang, yaitu di Jl.Kapten
Arivai No.1438 Palembang.Lokasi apotek tergolong strategis dan ramai karena terletak
pada tepi jalan raya dua arah yang dapat dilalui oleh kendaraan umum dan pribadi,serta
berada dekat dengan pemukiman penduduk,pertokoan,dan perkantoran seperti kantor
Gubernur Sumatera Selatan. Sarana produksi yang terdiri dari gedung perkantoran dan
r&d, gedung farma, gedung utility, dan gedung herbal, serta mesin mesin produksi
sediaan obat.
C. STRUKTUR ORGANISASI

DIREKTUR UTAMA

Lekat Okta Tri Puspita

DIR, OP. DIR.


DIR. KEUANGA
TEKNIS PEMASARAN
Indah Permata Dwi Putra Gita Khoiroh Maruah

Ka. Bag Ka. Bag.


Ka. Bag. PPIC Ka. OP. MUTU
TEKNIK PRODUKSI
Asi Anisa Adelia Wulandari Salsyabila Wonika Susilo Markonah

Ka. Bag. Ka. Bag.


PEMASTIAN PENGAWASAN
MUTU MUTU
Zubaidah Syamsuroh
BAB IV

CPOB

1. SISTEM MUTU INDUSTRI FARMASI


Industri Perusahaan kami membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif,Menetapkan manajemen puncak yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan kewenangan dan tanggung jawab
memobilisasi sumber daya dalam perusahaan untuk mencapai kepatuhan terhadap
regulasi. Unsur dasar dari manajemen mutu perusahaan kami adalah suatu infrastruktur
atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, dan sumber daya.
Pemastian mutu perusahaan kami dengan konsep yang luas yang mencakup semua hal
yang baik secara tersendiri maupun kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan.
Manajemen memiliki tanggung jawab untuk memastikan Sistem Mutu Industri
Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa peran,
tanggungjawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan di
seluruh organisasi. Secara berkala hendaklah dilakukan pengkajian manajemen
terkaitpengoperasian Sistem Mutu Industri Farmasi. Sistem Mutu Industri Farmasi
hendaklah juga di tetapkan dan didokumentasikan.
CPOB diterapkan di semua tahap siklus pembuatan mulai dari obat untuk uji klinik,
transfer teknologi, produksi komersial hingga produk tidak diproduksi lagi. Namun,
Sistem Mutu Industri Farmasi dapat meluas ketahap siklus hidup pengembangan produk
seperti diuraikan dalam ICHQ10, yang memfasilitasi inovasi dan perbaikan
berkesinambungan serta memperkuat hubungan antara kegiatan pengembangan produk
dan kegiatan pembuatan produk, dimana pada departemen ini terdapat bagian Pemastian
Mutu/Quality Assurance (QA) dan Pengawasan Mutu/Quality Control (QC). Quality
Operation/QO menjamin kualitas produk yang dihasilkan dengan memperhatikan seluruh
aspek yang berpengaruh pada kualitas produk, baik secara langsung maupun tidak
langsung. QO dipimpin oleh seorang Manajer QO yang bertanggung jawab langsung
kepada Group Head dan juga Plant Head.
1. Peranan Manajer QO yaitu:
Mengkoordinasikan tanggung jawab antara QA dan QC serta menangani masalah
yang membutuhkan pertimbangan lebih lanjut.

2. Bagian QA (pemastian mutu)


Bertugas untuk Memastikan bahwa produk obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan sesuai dengan tujuan penggunaan.
Bagian QA juga bertanggung jawab dalam mengontrol setiap tahapan produksi. Bagian
ini juga penting karena mutu dari produk sendiri tidak hanya bergantung pada hasil
pemeriksaan bagian QC, tetapi juga bergantung pada setiap tahapan produksi. QA
bertanggung jawab terhadap kegiatan kontrol Kalibrasi dan kualifikasi peralatan yang
digunakan juga merupakan tanggung jawab bagian QA. Setiap alat dan instrumen yang
digunakan diberi penandaan atau label yang menunjukkan status alat, tanggal kalibrasi,
dan tanggal rekalibrasi. Bagian Post Marketing bertugas melakukan pengawasan
terhadap kualitas produk jadi seusai diproduksi dan dipasarkan.

3. Bagian QC
Bertugas untuk Mengawasi kualitas bahan awal, baik bahan baku maupun bahan
kemas, dan juga mengawasi kualitas produk jadi yang telah siap dipasarkan. Proses yang
pertama kali dilakukan di bagian ini setelah bahan baku, wadah, kemasan, dan produk
jadi diterima oleh gudang adalah seluruh bahan dan produk tersebut diberi label
“KARANTINA”. Setelah itu, petugas QC melakukan pengambilan sampel atau contoh
terhadap bahan dan produk tersebut. Sampel kemudian dikirim ke laboratorium QC
untuk dilakukan pemeriksaan fisika, kimia, dan mikrobiologi. Hasil pemeriksaan
tersebut akan menentukan apakah bahan baku dan produk jadi tersebut telah memenuhi
persyaratan. Untuk bahan baku dan produk jadi yang memenuhi syarat akan diberi label
“BAIK” sedangkan yang tidak memenuhi syarat akan diberi label “TOLAK” disertai
“Alasan Tolak Barang”. Bagian QA dan QC saling berhubungan dan bekerjasama dalam
cross check mutu produk serta menangani masalah yang berkaitan dengan mutu produk.

2. PERSONALIA

Dalam rangka peningkatan kualitas personil, PT.Sagita Farma. mengadakan


serangkaian pelatihan. Peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang CPOB
dilakukan melalui kegiatan basic training atau pelatihan KUA LIMA (Kualitas Lima
Aspek).

Program tersebut ditujukan untuk seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses
produksi, baik langsung maupun tidak langsung secara terus menerus dan bertingkat.
Pada program pelatihan KUA LIMA dibahas tentang CPOB, 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin) dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Tujuan program
KUA LIMA yaitu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja karyawan yang
akhirnya dapat menjamin kualitas produk yang diproduksi. Karyawan yang telah
dinyatakan lulus untuk tingkat tertentu akan mendapatkan sertifikat dengan masa
berlaku tiga tahun. Penjabaran dari lima aspek dalam KUA LIMA adalah sebagai
berikut:

1. Sumber Daya Manusia berbudaya kualitas berkarya


2. Peralatan, bahan, dan teknologi yang memadai
3. Proses, prosedur, dan metode kerja yang efisien
4. Lingkungan kerja yang sehat dan aman
5. Produk yang senantiasa berorientasi pada pasar dan ramah lingkungan

Untuk menjamin kepuasan terhadap semua pelanggan, baik internal maupun


eksternal, PT. Fortnite Medical Indjuga menerapkan 5 - as sebagai ruh budaya
perusahaan, yaitu :

1. Kerja Ikhlas:
Siap bekerja dengan tulus tanpa pamrih untuk kepentingan bersama
2. Kerja Cerdas:
Kemampuan dalam belajar cepat (fast learner) dan memberikan solusi yang tepat
3. Kerja Keras:
Menyelesaikan pekerjaan dengan mengerahkan segenap kemampuan untuk
mendapatkan hasil terbaik
4. Kerja Antusias:
Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan semangat untuk mencapai tujuan
bersama
5. Kerja Tuntas:
Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk menghasilkan output yang
maksimal sesuai dengan harapan
3. BANGUNAN DAN FASILITAS
Pada pembuatan Injeksi Asam Askorbat dilakukan di white area, di ruang B dan
C. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk
steril. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian dan
sepatu grey).
Ruang D memiliki persyaratan:
a. Jumlah partikel (untuk non operasional 3.520.000 untuk lebih dari 0,5 µm, untuk lebih
dari 5µm sedangkan untuk operasional tidak ditetapkan).
b. Jumlah mikroba per meter kubik maksimum 200
c. Kelembaban udara (40-60%)
d. Sistem tata udara terdiri dari evapolator, blower, filter (Pre filter atau Fresh Air Filter,
Medium Filter dan HEPA Filter), ducting, dumper dan AC.
e. Sistem pengendalian udara (dust colector), cyclone.

4. PERALATAN
Spesifikasi alat produksi :
a. Inert atau netral : Tidak bereaksi dengan bahan pembuatan tablet
b. Fungsi tetap (stabil) : Selama digunakan tidak ada perubahan dalam jumlah
produksi, baik semakin bertambah atau semakin berkurang
c. Mudah pengoperasian : Tidak menyusahkan pekerja dan pekerjaan menjadi lebih
cepat
d. Terstandar dan terkalibrasi
e. Maintenance : adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk menjaga peralatan
dalam kondisi terbaik. Proses maintenance meliputi pengetesan, pengukuran,
penggantian, menyesuaian, dan perbaikan.

5. PRODUKSI
Kegiatan operasi pokok dari industri farmasi kami, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
  pengadaaan bahan baku,
 pelaksanaan proses produksi, dan
 pemasaran hasil produksi.

Kegiatan produksi industri farmasi di Indonesia diawasi oleh Direktorat Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan. Instansi tersebut menerapkan
standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau dikenal sebagai Good
Manufacturing Practices (GMP). Setiap perusahan farmasi akan dinilai kelayakan
proses produksinya sesuai standar tersebut dan diberikan sertifikasi sesuai hasil
penilaian. Dilihat dari bentuknya, obat-obatan yang diproduksi di Indonesia meliputi
tablet/kaplet, kapsul, sirop, salep, obat injeksi, powder/serbuk.

Kegiatan pemasaran hasil produksi dari industri farmasi kami

1. Pengadaan Bahan Baku


Dalam proses produksi bahan baku utama produk farmasi di industry kami terutama
untuk obat-obatan daftar G, bahan bakunya industri kami diperoleh secara impor dari
luar negeri. Bahan baku yang dibutuhkan biasanya bukan berupa bahan mentah
melainkan sudah dalam bentuk bahan setengah jadi, dalam arti sudah melalui suatu
proses produksi sampai level tertentu.
Bahan baku yang sudah setengah jadi tersebut oleh perusahan kami dimasukkan
dalam proses produksi dengan ditambah bahan penolong untuk menghasilkan suatu
produk. Karena bahan bakunya sudah berupa bahan setengah jadi, dalam proses
produksi, tingkat rendemennya sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan tidak
terdapat rendemen. di industry farmasi kami juga menggunakan bahan baku yang
masih mentah, yaitu untuk memproduksi herbal medicine (obat tradisional/jamu)
misalnya membuat ekstrak dari kunyit. Dalam proses produksi ini, tingkat rendemen-
nya cukup besar.

2. Proses Produksi
Proses produksi yang digunakan biasanya menggunakan ban berjalan dan telah
dilakukan secara otomatis mulai dari penyiapan bahan baku, proses produksi itu
sendiri (proses pencampuran, pencetakan), sampai dengan packing atau
pembungkusan.
Masing-masing jenis obat mempunyai jenis dan kataristik tersendiri dalam proses
produksinya walaupun ada beberapa jenis obat yang mempunyai proses produksi yang
hampir sama. Adanya karakteristik dan proses produksi yang berbeda-beda ini
menyebabkan masing-masing perusahaan juga mempunyai perbedaan dalam proses
produksinya. Ada perusahaan yang sangat sederhana dalam proses produksinya dalam
arti proses produksi tidak memerlukan teknologi yang tinggi yaitu hanya melakukan
proses pencampuran (mixing) saja. Namun, ada pula perusahaan yang membutuhkan
teknologi tinggi dalam proses produksinya, misalnya untuk membuat obat tertentu
dibutuhkan proses pencampuran dalam kondisi suhu dibawah 100 derajat C dalam
ruangan hampa udara. Suatu bahan baku tertentu dapat digunakan untuk
memproduksi beberapa macam obat-obatan melalui proses pencampuran dengan
bahan pembantu yang berlainan. Misalnya ekstrak G tersebut dicampur dengan bahan
baku A jadi obat AG, sedangkan ekstrak G tersebut apabila dicampur dengan bahan
baku B akan menjadi obat BG.
Selain itu dalam bidang pengolahan bahan kimia (khususnya dalam bidang farmasi)
terdapat karakteristik yang cukup unik. Misalnya suatu bahan baku W, satu bagiannya
(salah satu kandungan dalam bahan baku W) dapat digunakan untuk memproduksi
obat J dan pada bagian lainnya dapat digunakan untuk memproduksi obat K dimana
proses produksi untuk obat J dan obat K tersebut dapat dilakukan secara bersamaan
(atau hampir bersamaan).
Dengan adanya karakteristik yang berbeda-beda, proses produksi yang cukup rumit,
bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi beberapa jenis obat/produk,
serta semakin berkembangnya teknologi proses produksi; pemeriksa pajak harus
memahami benar kegiatan produksi dari wajib pajak yang diperiksa.

  

3.      Proses Pelaksanaan Jasa

Disamping memproduksi obat-obatan, biasanya perusahaan kami juga mempunyai


kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
 Mengadakan/menghasilkan/mengolah bahan kimia farmasi biologi dan lainnya yang
diperlukan guna pembuatan sediaan farmasi.
 Berusaha di bidang jasa, baik yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha
perusahaan maupun jasa/upaya, dan sarana pemeliharaan/pelayanan kesehatan pada
umumnya, termasuk jasa konsultasi kesehatan dan jasa pengujian klinis.
 Jasa penunjang lainnya termasuk pendidikan, penelitian, dan pengembangan baik
yang dilakukan sendiri maupun kerjasama dengan pihak lain

6. CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN OBAT YANG BAIK


Pengiriman dan penyimpanan adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan
langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua
yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini
memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri
Farmasi ke distributor. Aneks ini harus mengacu kepada bab-bab terkait di dalam
pedoman CPOB.
1. Area Penyimpanan
a. Obat hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk
mencegah kontaminasi, kecampurbauran, dan kontaminasi silang.
b. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai sehingga
semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.
2. Pengiriman
Pengiriman dan transportasi obat hendaklah dimulai hanya setelah menerima
pesanan resmi atau rencana penggantian produk yang resmi dan di
dokumentasikan.

 Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman;
b. Nama dan alamat perusahaan transportasi;
c. Nama, alamat, dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik);
d. Deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia);
e. Jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;
f. Nomor bets dan tanggal kedaluarsa;
g. Kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan; dan
h. Nomor unik untuk order pengiriman. Lihat ketentuan CPOB.

 Catatan pengiriman hendaklah berisi informasi yang cukup untuk menjamin


ketertelusuran dan mempermudah penarikan obat jika diperlukan. Cara
transportasi, termasuk kendaraan yang digunakan, hendaklah dipilih dengan hati-
hati, dengan mempertimbangkan semua kondisi, termasuk iklim dan variasi cuaca.
 Hendaklah dilakukan validasi pengiriman untuk membuktikan bahwa seluruh
kondisi penyimpanan terpenuhi pada seluruh rantai distribusi.
 Obat tidak boleh dipasok setelah tanggal kadaluarsa, atau mendekati tanggal
kedaluarsa. Transportasi dan produk transit, apabila gudang industri farmasi
bertindak juga sebagai pusat pengiriman kepada pelanggan, maka industri farmasi
hendaklah juga memenuhi ketentuan CPOB.

7. PENGAWASAN MUTU
Pengawasan mutu di PT. Sagita Farma Tbk. dilakukan oleh bagian Quality
Control (QC) dan Quality Assurance (QA) di bawah Departemen QO. Sesuai dengan
yang tertera pada CPOB, departemen tersebut independen dan terpisah dengan bagian
lain, khususnya dengan Departemen Produksi. Pengawasan mutu hendaklah
mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium, termasuk
pengambilan sampel dan pemeriksaan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan
lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel
pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannnya. Bagian QC bertanggung jawab dalam menganalisis semua pbahan
baku dan produk jadi yang masuk ke gudang (logistik) dengan menggunakan metode
analisis (MA) yang telah disusun oleh bagian Analytical Development (Departemen
R&D).
Untuk keselamatan personil, disediakan alat pelindung diri (APD) seperti
pakaian kerja, penutup kepala, masker, kaca mata pelindung, sarung tangan,
pelindung telinga, dan sepatu kerja. APD tersebut juga berfungsi untuk
meminimalisasi kontaminasi terhadap produk sehingga kualitas produk tetap terjaga.
Peranan apoteker dalam pengawasan mutu adalah sebagai manajer atau supervisor
yang bertanggung jawab untuk memastikan pengujian sampel dilakukan berdasarkan
Good Laboratory Practices (GLP). Selain itu, manajer atau supervisor juga
menentukan suatu sampel dirilis atau ditolak berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan.

8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT PERSETUJUAN PEMASOK


PT.Sagita Farma Melaksanakan program inspeksi diri melalui Departemen Quality
System (QS). Standarisasi mutu PT. Sagita Farma berdasarkan pada CPOB, GMP, ISO
9001:2008, ISO 14001, dan OHSAS 18001:2007. ISO 9001:2008 mencakup isu tentang
kualitas dan kepuasan pelanggan, ISO 14001 tentang kesehatan lingkungan, dan OHSAS
18001:2007 tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Untuk mempertahankan
kualitas mutu yang berkelanjutan tersebut, PT. Sagita Farma selalu melaksanakan
inspeksi diri dan audit mutu. Pada PT.Sagita Farma kegiatan inspeksi diri dilakukan
secara rutin, yaitu dua kali dalam setahun, oleh tim inspeksi yang kompeten dan mampu
menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB serta memahami peraturan atau regulasi yang
terkait secara teoritis maupun praktis. Tim inspeksi ini terdiri dari beberapa auditor yang
telah dilatih secara khusus dan mendapat sertifikasi. Laporan inspeksi diri meliputi hasil
inspeksi, penilaian, kesimpulan, dan usulan tindakan perbaikan.
Pada PT. Sagita Farma terdapat pula proses audit. Audit internal dilakukan dua kali
dalam setahun oleh suatu tim internal PT.Sagita Farma telah terlatih dan tersertifikasi
sedangkan audit oleh pihak eksternal dilakukan setiap tahun oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) dan Badan Sertifikasi Nasional (BSN). Saat ini PT.Sagita Farma
telah berhasil melakukan resertifikasi ISO 9001 sekaligus memperoleh sertifikasi ISO
14001 dan OHSAS 18001/SMK3 yang merupakan sertifikasi terhadap sistem
manajemen lingkungan dan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

9. PENANGANAN KELUHAN PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK


DAN PRODUK KEMBALIAN
Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan
dari dalam perusahaan dapat berasal dari Departemen Produksi, QC, Marketing
(pemasaran), dan Gudang sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari
distributor, dokter, apoteker, rumah sakit/klinik, pemerintah (BPOM), pasien, dan media
massa. Keluhan terhadap obat, baik secara lisan maupun tulisan, dapat disampaikan pada
bagian Marketing. Setiap keluhan tersebut dicatat dalam Formulir Keluhan Pelanggan
(FKP) atau Surat Keluhan Pelanggan (SKP) yang kemudian dikirim ke bagian Post
Marketing (PM). FKP berisi keterangan antara lain tanggal penerimaan, nama dan alamat
pengirim, produk yang dikeluhkan (nama produk dan nomor bets) serta isi keluhan.
Bagian Post Marketing akan menangani masalah keluhan dengan cara melihat catatan
bets dan pengujian terhadap contoh pertinggal akan dilakukan jika diperlukan. Atas dasar
hasil evaluasi dan penelitian terhadap keluhan yang ada, bagian Post Marketing membuat
jawaban atas keluhan dan bila perlu meminta saran dari pihak terkait misalnya
Departemen Research and Development atau Departemen Produksi.
Hasil evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang dilakukan kemudian dilaporkan
kepada bagian terkait dalam perusahaan, antara lain bagian Marketing, QC, Produksi,
dan Direksi. Proses penanganan keluhan dan laporan harus dilaksanakan sesuai protap
(prosedur tetap) penanganan keluhan serta didokumentasikan. Tindak lanjut
dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut tersebut dapat
berupa perbaikan atau perubahan bahan baku, bahan pengemas, proses produksi,
teknologi pembuatan, kondisi penyimpanan, indikasi, dosis atau penambahan informasi
mengenai keamanan obat seperti interaksi obat, kontraindikasi, dan lain-lain. Selain itu,
dapat juga dilakukan penghentian distribusi, penarikan obat dari pasar, atau penghentian
produksi dan distribusi obat.
Penarikan kembali obat dapat berupa:
a. penarikan kembali satu bets bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat pada satu
bets tertentu saja;
b. penarikan kembali beberapa bets bila terdapat kesalahan teknis kualitas obat pada
lebih dari satu bets;
c. penarikan kembali seluruh obat yang bersangkutan dari semua mata rantai distribusi
apabila ditemukan reaksi merugikan dari obat yang tidak diduga sebelumnya dan
berakibat serius terhadap kesehatan serta apabila frekuensi timbulnya reaksi
merugikan meningkat.

10. DOKUMENTASI
Dokumentasi spesifikasi dan instruksi pemeriksaan bahan atau produk di PT. Sagita
Farma disusun oleh Bagian Analytical Development (Departemen R&D) dalam
bentuk Approved Manufacture List untuk 9 spesifikasi dan metode analisis (MA)
sedangkan dokumen hasil pemeriksaan dibuat oleh Laboratorium QC. Dokumentasi
formula, prosedur, metode, dan instruksi dalam proses produksi disusun oleh bagian
Formulation Development (R&D) dan Bagian Packaging Development dalam bentuk
Kartu Produksi (KP). Pelaksanaan proses produksi didokumentasikan oleh Bagian
Produksi dalam bentuk KP. Setelah proses produksi selesai, KP ditutup secara online
dan berfungsi sebagai catatan bets. Dokumen hasil pemeriksaan oleh laboratorium QC
dan catatan bets ditangani sebagai Catatan Pengolahan Bets (CPB). Dokumen KP
disimpan minimal hingga 1 tahun setelah waktu kadaluarsa produk jadi. Penataan
dokumen secara sistematis telah dilakukan oleh PT.Sagita Farma. Penataan ini
ditujukan untuk memudahkan pencarian dokumen.

PT.Actavis Medical Ind membagi dokumentasi menjadi empat tingkatan, yaitu


company manual, company procedure, support document, dan company record.
 Company manual : berisi pernyataan kebijakan yang menggambarkan tujuan
perusahaan dalam menjalankan bisnis.
 Company procedure : menggambarkan aktivitas yang dilakukan di dalam
perusahaan.
 Support document : dokumen yang menjelaskan aktivitas secara detail dan
digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas, misalnya Prosedur Tetap,
Kartu Produksi, Formula Dasar, Metode Analisis, Deskripsi Tugas, Rencana Induk
Validasi, Protokol Validasi dan dokumen lain yang digunakan sebagai pedoman kerja.
 Company record : formulir, check list, lembar kerja yang diisi dengan data dalam
pengerjaan di lapangan; termasuk juga memorandum, notulen rapat, surat masuk,
surat keluar, register dalam komputer online, dan daftar persyaratan produk.

11. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK


PT. Sagita Farma bertindak baik sebagai pemberi kontrak (Toll out) maupun
penerima kontrak produksi (Toll in). Pelaksanaan Toll in bergantung pada kontrak
produksi, misalnya kontrak dimana pabrik lain memberikan produk ruahan dan PT.Sagita
Farma Tbk. hanya melakukan proses pengemasannya atau kontrak yang menyangkut
proses awal hingga akhir produksi. Begitu pula halnya dengan Toll out dari PT. Sagita
Farma ke pabrik lain. Sebelum melakukan Toll out, PT. Sagita Farma. terlebih dahulu
melakukan seleksi rekanan Toll out. Perusahaan rekanan dipilih sesuai dengan kriteria
yang diinginkan PT. Sagita Farma. Tujuan dari seleksi ini adalah agar produk Toll out
yang dihasilkan memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan oleh PT.Sagita Farma.
Seleksi ini dimulai dari pengajuan rekanan Toll out ke bagian Manajer PPIC kemudian
diteruskan ke Manajer QO untuk dilakukan audit. Audit rekanan Toll out dilakukan
secara berkala untuk memantau kualitas produk yang dihasilkan oleh rekanan Toll out.
Audit merupakan syarat kerjasama untuk perusahaan yang akan menerima Toll out dari
PT. Sagita Farma. Audit dilaksanakan dua tahun sekali bila diperlukan. Evaluasi prestasi
rekanan produksi Toll out dilakukan setiap enam bulan sekali agar dapat mengevaluasi
kinerja rekanan sesuai dengan keinginan perusahaan. Evaluasi ini meliputi penyerahan,
penyimpangan kualitas, dan kelengkapan.

12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI


Kualifikasi yang dilakukan oleh PT.Sagita Farma meliputi kualifikasi desain (DQ),
kualifikasi instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ), dan kualifikasi kinerja (PQ).
a. DQ merupakan proses melengkapi dan mendokumentasikan kajian rancangan
(design review) untuk meyakinkan bahwa seluruh aspek mutu telah
dipertimbangkan dan dikaji pada tahap perancangan. DQ merupakan elemen
pertama dari validasi fasilitas baru, sistem, atau peralatan.
b. IQ merupakan suatu tindakan untuk memastikan bahwa mesin telah terpasang
dengan baik sesuai spesifikasinya.
c. OQ merupakan suatu tindakan untuk memastikan bahwa mesin dapat dioperasikan
dengan baik. Kegiatan yang dilakukan berupa pemeriksaan fungsi mesin yang
dioperasikan tanpa beban.
d. PQ merupakan suatu tindakan untuk memastikan bahwa mesin telah berfungsi
dengan baik. Kegiatan yang dilakukan berupa pemeriksaan fungsi mesin terhadap
produk yang akan dihasilkan.

Kalibrasi merupakan bagian dari kualifikasi, dengan interval pengujian yang lebih
sempit (misalnya, kalibrasi dilakukan per 6 bulan sedangkan kualifikasi dilakukan
minimal 3 tahun bila tidak ada perubahan yang signifikan). Namun, tidak tertutup
kemungkinan kalibrasi dan kualifikasi dilaksanakan di luar jadwal yang telah
ditetapkan sebelumnya, yaitu jika dicurigai ada masalah dengan alat, seperti suhu
pengering (FBD) yang kurang tinggi sehingga pengeringan tidak optimal dan lain-
lain. Dalam melaksanakan validasi, perusahaan mengacu pada Rencana Induk
Validasi (RIV) yang merupakan dokumen yang merangkum filosofi perusahaan
secara keseluruhan dan pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan kinerja
yang baik.

Validasi yang dilakukan di PT. Sagita Farma meliputi validasi proses, validasi
fasilitas dan sarana penunjang, validasi metode analisa, validasi pembersihan serta
validasi komputer.
a. Validasi metode analisa di PT.Sagita Farma dilakukan oleh Bagian Analytical
Development di Departemen R&D. Penentuan metode analisa mengacu pada
beberapa standar, diantaranya Farmakope Indonesia, United State Pharmacopea,
Japan Pharmacopea, Europe Pharmacopea dan beberapa pustaka lain.
b. Validasi pembersihan dilakukan terhadap mesin atau peralatan setelah digunakan
untuk proses produksi produk tertentu atau sampling bahan baku tertentu yang
ditentukan berdasarkan Risk Analysis (Worst case). Validasi pembersihan
dilakukan terhadap mesin atau peralatan setelah digunakan untuk proses produksi
produk tertentu.
c. Validasi fasilitas dan sistem penunjang dilakukan terhadap Heating, Ventilating,
and Air Conditioning (HVAC) System; Water System; Compressed Air System;
Pure Steam: Dust Collection System; Gas System; Plant Steam; Electricity;
fasilitas (bangunan di area produksi); dan peralatan.
d. Validasi proses yang dilakukan PT.Sagita Farma mengacu pada sejumlah
pedoman, diantaranya PIC/S, GMP Guidelines of Canada dan FDA Guidelines on
General Principle of Process Validation. Jika terjadi modifikasi dalam proses atau
terdapat perubahan sistem maupun peralatan yang terlibat dalam proses tersebut
perlu dilakukan revalidasi. Pelaksanaan revalidasi PT.Sagita Farma berdasarkan
RIV, yaitu tiga tahun sekali atau jika terjadi suatu perubahan yang harus segera
ditindaklanjuti dengan validasi. Dalam beberapa hal,validasi dilakukan pada
keadaan terburuk untuk menjamin bahwa proses tersebut dapat diterima pada
situasi yang ekstrim. Validasi proses harus dapat membuktikan kelayakan suatu
proses pada skala produksi sehingga juga dapat menjamin konsistensi kualitas
produk suatu line dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
I. Formulasi
a. Formula yang akan dibuat :
hydrocortisone Acetate Suspension 2,5 %

b. Formula Acuan ( Fornas Edisi II halaman 152 )


Hydrocortisoni Injectio
Injeksi Hidrokortison

Tiap ml mengandung:
Hydrocortisoni Acetas 25 mg
Zat tambahan yang cocok secukupnya
Aqua proinjection 1 ml

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,


terlindung dari cahaya
Dosis : Ia; inpiltrasi lokal, 5 mg sampai 50 mg

Catatan :
1. digunakan Hydrokortison Asetat serbuk sangat halus
2. sebagai zat tambahan digunakan zat dapar, zat pendispersi dan zat
pensuspensi
3. Ph 5,0 sampai 7,0
4. dibuat dengan cara tehnik aseptic
5. sediaan berkekuatan lain : 50 mg

c. Usulan Formula
R/ Hidrokortison Asetat 25 mg
NaCl 9 mg
Polisorbat 80 4 mg
HPMC 5 mg
Benzyl Alkohol 0,9 %
Aqua pro injeksi ad 1 ml
Cara sterilisasi
- NaCl disterilisasi panas kering (oven) pada suhu 1600C selama 1 jam
- Hidrokortison asetat dan polisorbat 80 disterilisasi panas kering
(oven) pada suhu 1600C selama 1 jam
- HPMC disterilisasi panas basah (autoklaf) pada suhu 1150C
selama 30 menit

II. FARMASETIKA SEDIAAN / FORMULASI


A. Perhitungan Bahan

1. Hidrokortison Asetat
= 25 mg x 10 + 20%
= 250 mg + (20/100 x 250)
= 250 + 50
= 300 = 0,3 gram
2. NaCl
= 9 mg x 10 + 20%
= 90 mg + (20/100 x 90)
= 108 mg = 0,108 gram
3. Polisorbat
P = m/v
1,310 = 4.10-3/v
V = 4.10-3/1,310 = 0,003 ml x 10 + (20/100 x 0,03) = 0,036 ml
4. Benzyl Alkohol
P=M/V
1,04 = 0,9 / V
V = 0,9 / 1,04 = 0,865 ml x 10 + ( 20 / 100 x 8,65 ) = 10,38 ml
V = 0,9/1,04 = 0,865 ml x 10 + (20/100 x 8,65) = 10,38 ml
5. HPMC
= 5 mg x 10 + 20%
= 5 mg + (20/100 x 50)
= 60 mg = 0,06 gram

B. Penimbangan Bahan

Nama Bahan Fungsi Untuk 1000 tube salep mata


Hidrokortison Asetat Zat aktif 0,3 g
NaCl Pengisotonis 0,108 g
Polisorbat 80 Wetting agent 0,036 ml
HPMC Suspending agent 0,06 g
Benzyl Alkohol Pengawet 10,38 ml
Aqua pro injeksi Pembawa secukupnya

C. Cara Sterilisasi Bahan dan Alat :

No Alat yang digunakan Jumlah Cara Sterilisasi


1 Kaca Arloji 1 buah Flamber 20 detik
2 Beaker Glass 1 buah Oven 150 oC(1 jam )
3 Erlenmeyer 1 buah Oven 150 oC(1 jam )
4 Batang Pengaduk 1 buah Flamber 20 detik
5 Pinset 1 buah Flamber 20 detik
Sendok Porselen 1 buah Flamber 20 detik
7 Botol Infus 100ml 1 buah Oven 150 oC(1 jam )
8 Pipet Tetes 1 buah Autoclave 30 menit
9 Corong 1 buah Autoclave 30 menit
10 Kertas Saring 1 buah Autoclave 30 menit
11 Sumbat Karet 1 buah Di rebus selama 30 menit
12 Gelas Ukur 1 buah Oven 150 oC(1 jam )
13 Tali 1 buah Autoclave 30 menit
14 Hot Plate 1 buah
 Prosedur Kerja Sterilisasi alat yang digunakan

Ditimbang HPMC,
Ditimbang hidrokortison asetat 625 dikembangkan dalam Aqua Ditimbang benzoil
mg, dimasukkan mortar dan pro injeksi (API) alcohol 225 mg
digerus ad halus dan dimasukkan
beker glas (a)

Dilarutkan dengan API


HPMC diaduk dan digerus
Ditimbang polisorbat 80 sampai terbentuk mucilago (b)
sebanyak 100 mg,
dimasukkan (a)

(b) disterilkan dengan autoklaf


Ditimbang NaCl 225 mg 1150C 30 menit

(a) Dan NaCl disterilkan dengan


oven 1600C 1 jam

(a) Dilarutkan dengan sedikit API lalu dicampur


dengan (b) → campuran (c)

NaCl yang sudag disterilkan dan benzyl alcohol dicampur dengan


campuran (c), diaduk ad homogen

Difiltrasi menggunakan syringe injeksi 18-21 gauge ke dalam wadah


sediaan
IV. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini kami membuat sediaan suspensi hidrokortison asetat 2,5% dengan teknik
aseptik. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fasa cair. Jenis produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan
pensuspensi dengan melarutkan dan pengocokan dalam sejumlah cairan pembawa.
Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis pada
sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Hidrokortison asetat digunakan pada
rheumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu
antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan
turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat juga mengganggu migrasi seldan
menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi
dan autoimun.
Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi
jaringan ini. Dimana, dalam membran synovial terdapat sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi
dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung
menggunakan reseptor permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-
6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik lainnya, yang menyebabkan erosi
tulang dan tulang rawan Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut
pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi tulang
dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan utama yakni hidrokortison asetat yang biasanya
digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada sendi, serta
bahan tambahan seperti NaCl, HPMC, polisorbat 80, benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro
Injection (API).
Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya NaCl karena
merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat
penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan akibat tekanan osmotis
sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan tubuh pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas
sehingga dapat disterilisasikan dengan pemanasan, beda halnya dengan gliserin yang dapat pula
bertindak sebagai agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan pemanasan
dan berubah menjadi acrolein toksik.
Bahan tambahan keduayaitu HPMC yang bertindak sebagai suspending agent dalam formula
ini yang berfungsi sebagai pendispersi partikel yang tidak larut dan peningkat viskositas.
Digunakannya HPMC pada formula ini karena dapat diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada
menggunakan bahan suspending agent yang lain seperti HPMC dan karbopol yang ternyata tidak
digunakan dalam sediaan injeksi; Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam
sediaan parenteral (HPE, hal.464). HPMC merupakan suspending agent yang tidak OTT
Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas sediaan dan juga digunakan untuk
melarutkan bahan aktif. Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan
injeksi, merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi
dosis.
Bahan tambahan terakhir adalah polisorbat 80 (Span) yang berfungsi sebagai wetting agent
yang dapat menurunkan sudut kontak antara permukaan zat padat dan larutan pembawa sehingga
dapat mudah larut.
I. KESIMPULAN
Pembuatan injeksi suspensi hidrokortison asetat 2,5 % digunakan bahan
aktif hidrokortison asetat dengan bahan tambahan NaCl, polisorbat dan benzil
alkohol CMC-Na serta aqua pro injenction (API).
DAFTAR PUSTAKA

Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G. 2013. Aulton's Pharmaceutics: The Design
and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh.


Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608,.
700, Jakarta, UI Press.
Anief, Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid.Journal
of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.

Dipiro, J.T., et.Al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh


Edition. Mc-Graw Hill. Hal 268.

Edwards, Jo, ed. 2000. Normal Joint Structure.Notes on Rheumatology. University


College London.Archived.

Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint


Lubrication in Health, Injury, and Disease.Systems Biology and Medicine.
Wiley Interdisciplinary Reviews 4 (1): 15–7.

Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor Gene


Expression by Human Synovial Fibroblasts.JRheumatol.27 (3): 594–600.
Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid and The
pH of Blood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital Schol of
Medicne.388-400

Rowe J, Raymond. Sheskey J, Paul. Quinin E, Marian. 1986. Handbook of


Pharmaceutical Excipients. London

Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta Societais


Medicorum Upsaliensi, 58, 13.

Teller MN, Brown GB. 1977.Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in rats.


Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225

Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.

John Wiley & Sons.


Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 558-564, 570, Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta

Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal Growth


and Homeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that
Affect Bones and Joints. Arthritis Research & Therapy.5 (Suppl 3): S2

Anda mungkin juga menyukai