Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

Asma dan Antitusif

PERTEMUAN KE 2

DISUSUN OLEH:

1. Putri Wulandari
2. Enjita Ramadhani
3. Asi Anisa

KELAS REGULER 2B

Email: putriwulandari2020@student.poltekkespalembang.ac.id

DOSEN MATA KULIAH:

1. Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes

2. Ade Agustianingsih, S.Farm., Apt

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

JURUSAN FARMASI

TAHUN AJARAN 2022/2023


PERCOBAAN II

Judul: Asma dan Antitusif (penggolongan dan jenis obat )

I Hari/ Tanggal Jumat /25maret 2022

II Tujuan 1. Untuk memahami asma dan antitusif


2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat dan
penggolongan obat asma dan antitusif
3. untuk memberikan contoh obat asma dan
antitusif
4. untuk memahami mekanisme kerja obat –
obat asma dan antitusif

III a. Bahan Praktikum & alat 1. Laporan


Praktikum 2. Power point
b. Alat tulis
a.
1. Laptop
2. Alat tulis
3. Buku bacaan

IV Teori
a. Definisi
1. Asma
Asma adalah penyakit saluran napas dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran napas dengan
derajat yang bervariasi. Gejala klinis asma dapat berupa batuk, terdengar
suara napas wheezing, sesak napas, dada terasa seperti tertekan yang
timbul secara kronik dan atau berulang, cenderung memberat pada malam
atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan adanya
peradangan saluran napas kronis diikuti dengan gejala pernapasan seperti
mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran
udara saat ekspirasi.
b. faktor yang memicu gejala asma.
a. Faktor host
1) Genetik
Studi keluarga dan analisis asosiasi kontrol kasus telah
mengidentifikasi sejumlah kromosom yang berkaitan dengan
kerentanan asma. Kecenderungan untuk menghasilkan kadar
serum IgE total yang meningkat bersamaan dengan 10 terjadinya
hiperresponsif jalan napas merupakan salah satu contoh penyebab
terjadinya asma yang disebabkan oleh faktor genetik.
2) Obesitas
Asma cenderung banyak ditemukan pada orang obesitas dengan
BMI > 30 kg/m2 dan sulit untuk dikontrol. Efek obesitas pada
mekanisme paru berpengaruh pada jalan napas sehingga
mengakibatkan penurunan fungsi paru, dalam hal ini pasien
obesitas memiliki pengurangan volume cadangan respirasi dan
pola napas yang berpengaruh terhadap elastisitas otot polos dan
fungsi saluran napas lainnya.
3) Jenis kelamin
Pada usia anak-anak yaitu sebelum usia 14 tahun, jenis kelamin
laki-laki lebih berisiko mengalami asma dibandingkan dengan
perempuan, hal tesebut dikarenakan ukuran paru-paru pada laki-
laki ketika lahir lebih kecil dibandingkan perempuan. Akan tetapi,
ukuran paru-paru pada laki-laki ketika dewasa lebih besar
dibandingkan perempuan, sehingga beberapa penelitian
menyebutkan di usia dewasa perempuan cenderung lebih berisiko
mengalami asma dibandingkan laki-laki.

b. Faktor lingkungan
1) Alergen
Alergen dapat menyebabkan kekambuhan pada penyakit asma.
Jenis alergen dibagi menjadi dua, yaitu alergen indoor dan alergen
outdoor. Alergen indoor merupakan alergi sebagai faktor pencetus
asma yang didapatkan dari dalam ruangan, seperti debu rumah,
bulu pada binatang (anjing, kucing, dan hewan pengerat), alergen
pada kecoak dan jamur (alternaria, aspergilus, caldosporium, dan
candida), sedangkan alergen outdoor merupakan alergen yang
didapatkan dari luar ruangan, seperti serbuk pada pohon, gulma,
rumput, jamur, dsb.
2) Infeksi
Sejumlah virus berkaitan dengan fenotif asma muncul sejak masa
bayi. Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan parainfluenza virus
menghasilkan pola gejala bronkiolitis yang mirip dengan gejala
asma pada anak. Hipotesis terkait kebersihan menunjukkan bahwa
paparan infeksi di awal kehidupan perkembangan anak juga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang berkaitan dengan
terjadinya asma pada anak.
3) Asap rokok
Asap rokok pada perokok aktif maupun pasif menyebabkan
terjadinya percepatan penurunan fungsi paru, meningkatkan
keparahan asma, glukokortikosteroid sistemik, mengakibatkan
penderita asma kurang responsif terhadap pengobatan yang
diberikan sehingga mengakibatkan rendahnya kemungkinan dapat
terkontrolnya suatu penyakit asma pada pederita.
4) Makanan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bayi yang diberikan susu
sapi maupun susu protein kedelai memiliki insiden lebih tinggi
mengalami mengi dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI.
Peningkatan penggunaan makanan olahan yang mengandung
pewarna, pengawet, mengandung lemah jenuh berkontribusi dalam
peningkatan gejala munculnya penyakit asma.
c. Tanda dan gejala asma
a. Sesak napas
Sesak napas yang dialami oleh penderita asma terjadi setelah
berpaparan dengan bahan alergen dan menerap beberapa saat.
b. Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran
pernapasan untuk mengurangi penumpukan mukus yang
berlebihan pada saluran pernapasan dan partikel asing melalui
gerakan silia mukus yang ritmik keluar. Batuk yang terjadi pada
penderita asma sering bersifat produktif.
c. Suara napas
wheezing/ mengi Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang
bergelombang yang dihasilkan dari tekanan aliran udara yang
melewati mukosa bronkus yang mengalami pembengkakan tidak
merata. Wheezing pada penderita asma akan terdengar pada saat
ekspirasi.
d. Pucat
Pucat pada penderita asma sangat tergantung pada tingkat
penyempitan bronkus. Pada penyempitan yang luas penderita
dapat mengalami sianosis karena kadar karbondioksida yang ada
lebih tinggi daripada kadar oksigen jaringan.
e. Lemah
Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan
digunakan untuk proses metabolisme sel termasuk pembentukan
energi yang bersifat aerobic seperti glikolisis, jika jumlah oksigen
berkurang maka proses pembentukan energi secara metabolik juga
menurun sehingga penderita mengeluh lemah.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang


dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya keterbatasan aliran
udara yang persisten dan umumnya bersifat progresif, berhubungan
dengan respons inflamasi kronik yang berlebihan pada saluran napas dan
parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya. Karakteristik
hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran napas kecil dan kerusakan parenkim yang bervariasi
pada setiap individu, akibat inflamasi kronik yang menyebabkan
gangguan hubungan alveoli dan saluran napas kecil dan penurunan
elastisitas rekoil paru.1,2 PPOK seringkali diderita pasien usia
pertengahan dan berhubungan dengan berbagai faktor risiko seperti
merokok, polusi udara, usia, dan lain-lain. Data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai
penyebab utama kematian di dunia, pada tahun 2002 PPOK menempati
urutan ke-5 dan diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab
kematian ke-3 di seluruh dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker.1,2 Dalam sebuah telaah sistematis dan meta analisis pada 28
negara antara tahun 1990 dan 2004 serta ditambah penelitian dari Jepang
disebutkan bahwa prevalensi PPOK lebih tinggi diderita pada perokok
dan mantan perokok dibanding bukan perokok, dengan usia >40 tahun
lebih banyak dibanding 60 tahun.1,2,3 Inflamasi pada saluran napas
pasien PPOK merupakan modifikasi dari respons inflamasi saluran napas
terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme secara pasti dari
inflamasi ini masih belum dipahami secara baik serta dipengaruhi oleh
genetik. Timbulnya stres oksidatif dan meningkatnya protease pada paru
akan memodifikasi respons inflamasi.

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya PPOK melibatkan faktor pejamu dan paparan
lingkungan, dan penyakit ini terjadi biasanya karena interaksi antara
kedua faktor tersebut. Faktor pejamu adalah adanya defisiensi dari alpha
1 antitrypsin (a1-AT) sebagai inhibitor dari protease serin, dan sifat
resesif ini jarang ditemukan. Asap rokok merupakan faktor lingkungan
yang paling sering menyebabkan terjadinya PPOK, akan tetapi ada
beberapa faktor risiko yang lain seperti polusi udara, paparan zat
ditempat kerja, pria, usia tua, infeksi berulang, status sosial ekonomi,
asma dan bronkitis kronik. Paparan terhadap asap rokok dan sisa
pembakaran kendaraan bermotor juga berperan penting terutama pada
bukan perokok dan wanita

Patogenesis PPOK
Patogenesis terjadinya PPOK belum sepenuhnya diketahui walaupun
beberapa teori telah dikemukakan. Ada beberapa mekanisme utama
terjadinya PPOK, yaitu adanya proses inflamasi kronik pada saluran
napas, stress oksidatif, gangguan keseimbangan antara proteolitik dan
anti proteolitik. Inflamasi kronik dari saluran napas karena masuknya sel
inflamasi ke paru sebagai respons terhadap asap rokok. Beberapa sel
inflamasi seperti makrofag, netrofil, sel T CD8+ telah diketahui berperan
dalam proses inflamasi pada saluran napas pasien PPOK. Stres oksidati
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sel atau bahkan kematian sel
serta dapat menginduksi kerusakan matriks ekstraseluler paru.3 Stres
oksidatif selanjutnya akan mempengaruhi keseimbangan antara
proteolitik dan anti proteolitik melalui aktivasi protease dan
mengnonaktifkan antiproteinase. Gangguan keseimbangan antara
proteolitik dan anti proteolitik pada paru, mengakibatkan kerusakan
parenkim paru sehingga terjadi emfisema. Peningkatan aktivitas
proteolitik ini merupakan konsekuensi dari respons inflamasi, yaitu
pelepasan enzim proteolitik oleh sel inflamasi seperti makrofag dan
netrofil atau juga karenan faktor genetik yaitu defisiensi a1-antitripsin.
Perjalanan penyakit asma berbeda dengan PPOK. Asma lebih
disebabkan oleh bahan sensitif atau alergen seperti debu. Sedangkan
pada PPOK disebabkan oleh bahan berbahaya seperti rokok yang
menyebabkan kerusakan struktur paru menetap akibat inflamasi
neutrofilik. Sehingga keluhan sesak pada asma adalah reversible (bisa
baik kembali di luar serangan), sementara PPOK adalah irreversible
(tetap saja sesak setiap serangan )
Perjalanan penyakit asma berbeda dengan PPOK. Asma lebih
disebabkan oleh bahan sensitif atau alergen seperti debu. Sedangkan
pada PPOK disebabkan oleh bahan berbahaya seperti rokok yang
menyebabkan kerusakan struktur paru menetap akibat inflamasi
neutrofilik. Sehingga
keluhan sesak pada asma adalah reversible (bisa baik kembali di luar
serangan), sementara PPOK adalah irreversible (tetap saja sesak setiap
waktu) dan memburuk.

2. Antitusif

a. Fsisiologi batuk
Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif yang bermanfaat untuk
mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu,
zat-zat perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan unsur
unsur infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali berkat
mekanisme pembersih an dari bulu getar di dinding bronchi, yang
berfungsi menggerakkan dahak keluar dari paru-paru menuju batang
tenggorok. Cilia ini bantu menghindarkan masuknya zat-zat asing ke
saluran napas.

b. Etiologi
Pada banyak gangguan saluran napas, batuk merupakan gejala penting
yang ditimbul kan oleh terpicunya refleks batuk. Misal nya pada alergi
(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru), perubahan
suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Sering kali
juga disebabkan oleh peradangan akibat infeksi virus seperti virus
selesma (common cold), influenza dan cacar air di hulu tenggorok
(bronchitis, pharyngi tis). Virus-virus ini dapat merusak mukosa saluran
pernapasan, sehingga menciptakan "pintu masuk" untuk infeksi sekunder
oleh kuman, misalnya Pneumococci dan Haemophi lus. Batuk dapat
mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu bagian paru ke yang lain
dan juga merupakan beban tambahan pada pasien yang menderita
penyakit jantung.
Penyebab batuk lainnya adalah peradang an dari jaringan paru
(pneumonia), tumor dan juga akibat efek samping beberapa obat
(penghambat-ACE). Batuk juga merupakan gejala terpenting pada
penyakit kanker paru. Penyakit tuberkulosa di lain pihak, tidak selalu
harus disertai batuk, walaupun gejala ini sangat penting. Selanjutnya
batuk adalah gejala lazim pada penyakit tifus dan pada dekompensasi
jantung, terutama pada manula, begitu pula pada asma dan keadaan
psikis (ke biasaan atau "tic"). Akhirnya batuk yang tidak sembuh-sembuh
dan "batuk darah" terutama pada anak-anak dapat pula disebabkan oleh
penyakit cacing, misalnya oleh cacing gelang. Di samping gangguan-
gangguan tersebut, batuk bisa juga dipicu oleh stimulasi reseptor reseptor
yang terdapat di mukosa dari selu ruh saluran napas, (termasuk
tenggorok), juga dalam lambung. Bila reseptor ini yang peka bagi zat-zat
perangsang distimulir, lazimnya timbullah refleks batuk. Saraf-saraf
tertentu. menyalurkan isyarat-isyarat ke pusat-batuk di sumsum lanjutan
(medulla oblongata), yang kemudian mengkoordinir serangkaian proses
yang menjurus ke respons batuk. Batuk yang berlarut-larut merupakan
beban serius bagi banyak penderita dan menimbulkan pelbagai keluhan
lain seperti sukar tidur, keletihan dan inkontinensi urin.

* Selesma (common cold) yang umumnya disebut flu adalah infeksi akut
oleh sua tu rhinovirus yang terdapat dalam jumlah besar di udara.
Gejalanya timbul setelah suatu periode inkubasi singkat (1-3 hari) dan
berupa batuk-pilek, bersin dan sakit teng gorok yang akan sembuh
dengan sendirinya bila tidak ada komplikasi lain dan sering kali tanpa
demam. Penyebabnya adalah peradangan pada saluran pernapasan bagian
atas, seperti hidung, tenggorok, larynx (pang kal tenggorok) dan bronchi.
Pada musim hujan, keluhan yang banyak sekali timbul adalah flu, batuk
dan infeksi saluran napas tersebut

c. Dahak bronchi
Dahak bronchi terdiri dari larutan dalam air dari suatu persenyawaan
rumit mucopoly saccharida dan glycoprotein, yang saling ter ikat melalui
jembatan sulfur. Kekentalan dan keliatannya tergantung dari jumlah air
dan jembatan-SH (sulfhidril) tersebut. Dalam keadaan normal saluran
pernapasan membentuk sekitar 100 ml sekret seharinya, yang untuk
sebagian besar ditelan. Pada keadaan sakit, seperti pada pasien asma dan
bronchitis, produksi dahak bertambah, be gitu pula kekentalannya
meningkat hingga sukar dikeluarkan (lihat Bab 40, Obat asma dan
COPD). Sering kali keadaan ini diper sulit lagi oleh terganggunya fungsi
bulu getar.

d. Jenis batuk
Dapat dibedakan 2 jenis batuk, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan
batuk non-produktif (kering).

1. Batuk produktif merupakan suatu me kanisme perlindungan


dengan fungsi me ngeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dsb) dan
dahak dari batang tenggorok seperti diuraikan diatas. Batuk ini
pada hakekatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Tetapi
dalam praktek sering kali batuk yang hebat mengganggu tidur dan
meletihkan pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah pem
bedahan. Untuk meringankan dan mengu rangi frekuensi batuk
umumnya dilakukan terapi simtomatis dengan obat-obat batuk
(antitussiva), yakni zat pelunak, ekspekto ransia, mukolitika dan
pereda batuk
2. Batuk non-produktif bersifat "kering" tanpa adanya dahak,
misalnya pada batuk rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga karena
pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti pada tumor.
Batuk menggelitik ini tidak ada manfaatnya, menjengkelkan dan
sering kali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk demikian
akan berulang terus karena pengeluaran udara cepat pada waktu
batuk akan kembali merangsang mukosa tenggorok dan farynx

e. Obat-obat batuk.

Antitussiva (L. tussis batuk) digunakan untuk pengobatan batuk sebagai


gejala dan dapat dibagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme
kerja yang sangat ber aneka-ragam, yaitu:

a. zat pelunak batuk (emolliensia, L. mollis = lunak), yang


memperlunak rangsangan ba tuk, melumas tenggorok agar tidak
kering dan melunakkan mukosa yang teriritasi.. Untuk tujuan ini
banyak digunakan sirop (Thymi dan Altheae), zat-zat lendir (Infus
Carrageen) dan gula-gula seperti drop (akar manis, succus
liquiritiae), permen, pastilles hi sap (memperbanyak sekresi
ludah), dsbnya.
b. ekspektoransia (L. ex = keluar; pectus = dada): minyak terbang,
guaiakol, Radix Ipeca (dalam tablet/pulvis Doveri) dan amonium
klorida (dalam Obat Batuk Hitam). Zat-zat ini memperbanyak
produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi
kekental annya, sehingga mempermudah pengeluar annya dengan
batuk. Mekanisme kerjanya adalah merangsang reseptor-reseptor
di mukosa lambung yang kemudian mening katkan kegiatan
kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus dan sebagai refleks
memper banyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas.
Diperkirakan bahwa kegiatan ekspektoransia juga dapat dipicu
dengan meminum banyak air.
c. mukolitika: asetilsistein, mesna, bromheksin dan ambroksol. Zat-
zat ini berdaya merombak dan melarutkan dahak (L. mucus =
lendir, lysis = melarutkan) sehingga viskositasnya dikurangi dan
pengeluarannya dipermu dah. Lendir memiliki gugus-sulfhidril (-
SH) yang saling mengikat makromolekulnya. Senyawa-sistein dan
mesna berdaya membuka jembatan-disulfida ini. Bromheksin dan
am broxol bekerja dengan jalan memutuskan "serat-serat" (rantai
panjang) dari mucopo lysaccharida.nMukolitika digunakan dengan
efektif pada batuk dengan dahak yang kental sekali, se perti pada
bronchitis, emfisema dan mucovisci dosis (= cystic fibrosis).
Tetapi pada umumnya. zat-zat ini tidak berguna bila gerakan bulu
getar terganggu seperti pada perokok atau akibat infeksi.
d. zat pereda: kodein, noskapin, dekstrometorfan dan pentoksiverin
(Tuclase). Obat-obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada
batuk ke ring yang menggelitik.
e. antihistaminika: prometazin, oksomemazin, difenhidramin dan d-
klorfeniramin. Obat-obat ini sering kali efektif pula berdasarkan
efek sedatifnya dan juga dapat menekan perasaan menggelitik di
tenggorok. Antihistaminika banyak digunakan terkombinasi
dengan obat-obat batuk lain dalam bentuk sirop OTC.
f. anestetika lokal: pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan
rangsangan batuk ke pusat batuk.
Efektivitas dari emolliensia, ekspektoransia dan mukolitika untuk
meringankan batuk menurut sejumlah peneliti masih diragu kan, karena
belum pernah dibuktikan se cara objektif ilmiah.² Efek baik yang sering
kali dihasilkan oleh obat-obat ini terutama berdasarkan perasaan
subjektif dan diper kirakan berkat efek plasebo yang terkenal besar
pengaruhnya pada terapi batuk.

Penggolongan lain dari antitussiva dapat dilakukan menurut titik-


kerjanya, yaitu da lam otak (SSP) atau diluar SSP, yakni zat-zat sentral
dan zat-zat perifer
PENGGOLONGAN ANTITUSIF

 antitusif sentral

Obat antitusif sentral bekerja dengan cara menekan refleks batuk dengan
meningkatkan ambang rangsang pusat refleks batuk di medula oblongata
sehingga kepekaan pusat refleks batuk terhadap rangsangan batuk
berkurang.
Antitusif sentral dibagi menjadi dua yaitu antitusif narkotik dan antitusif
non narkotik. Antitusif narkotik adalah obat penekan batu yang
berpotensi mengakibatkan kecanduan.
Obat antitusif narkotik antara lain kodein, morfin, dan lain-lain.
Sedangkan obat antitusif non narkotik merupakan obat penekan batuk
yang tidak memiliki potensi menyebabkan adiksi.
Contoh dari obat antitusif non narkotik antara lain
adalah dekstrometorfan, noskapin, dan lain-lain
 Antitusif Perifer
Obat antitusif perifer bekerja langsung pada reseptor pernapasan di
saluran napas bagian atas melalui efek anestesi lokal atau secara tidak
langsung mengurangi iritasi lokal melalui pengaruhnya pada mukosa
saluran napas bagian atas.
Adapun mekanisme lain dari obat antitusif perifer adalah dengan
mengatur kelembaban udara dalam saluran napas dan relaksasi otot polos
bronkus pada saat spasme bronkus. Obat antitusif perifer antara lain
adalah lidokain, lignokain, tetrakain, dan lain-lain.
Jenis obat antitusif dibagi menjadi 2 :
1. Antitusif narkotik
Contoh obat : Kodein ,Diamorfin , Metadon
2. Antitusif non narkotik
Contoh obat :
Dekstrometorfan ,Folkodin,Difenhidramin,Noskapin , prometazin
Materi Pengobatan asma untuk menyembuhkan dan
Praktikum mengendalikan asma, menghilangkan gejala agar penderita
(Jelaskan
bisa menjalani kehidupan normal , mencegah kekambuhan ,
Point Dari
Tujuan) mencegah obstruksi saluran nafas yang irreversibel ,
mencegah eksaserbasi dan mempertahankan fungsi paru
normal atau mendekati normal
PENGOBATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIS (PPOK)
PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel dengan pengobatan bronkodilator.
Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan diyakini
mencerminkan respons inflamasi abnormal paru-paru
terhadap partikel atau gas berbahaya.Kondisi ini paling
sering merupakan konsekuensi dari kebiasaan merokok yang
berkepanjangan, tetapi sekitar 15% kasus terjadi pada bukan
perokok. Meskipun PPOK berbeda dari asma, beberapa obat
yang sama digunakan dalam pengobatannya. Bagian ini
membahas obat-obatan yang berguna dalam kedua kondisi
tersebut. Meskipun asma dan PPOK sama-sama dicirikan
oleh inflamasi saluran napas, penurunan aliran ekspirasi
maksimum, dan eksaserbasi episodik dari obstruksi aliran
udara, yang paling sering dipicu oleh infeksi virus
pernapasan, keduanya berbeda dalam banyak hal penting.
Yang paling penting di antara mereka adalah perbedaan
dalam populasi yang terkena,karakteristik peradangan
saluran napas, reversibilitas obstruksi aliran udara, respons
terhadap pengobatan kortikosteroid, dan perjalanan dan
prognosis. Dibandingkan dengan asma, PPOK terjadi pada
pasien yang lebih tua, dikaitkan dengan peradangan
neutrofilik daripada eosinofilik, kurang responsif bahkan
terhadap terapi kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan
dikaitkan dengan hilangnya fungsi paru progresif dan tak
terhindarkan dari waktu ke waktu, terutama dengan terus
merokok. Terlepas dari perbedaan ini, pendekatan
pengobatannya serupa, meskipun manfaat yang diharapkan
(dan dicapai) lebih sedikit untuk PPOK daripada asma.
Untuk menghilangkan gejala akut, inhalasi agonis kerja
pendek (misalnya albuterol), obat antikolinergik (misalnya,
ipratropium bromida), atau keduanya dalam kombinasi
biasanya efektif. Untuk pasien dengan gejala sesak saat
beraktivitas dan keterbatasan aktivitas, penggunaan
bronkodilator kerja panjang secara teratur, baik agonis kerja
lama (misalnya, salmeterol) atauantikolinergik kerja panjang
(misalnya, tiotropium) diindikasikan. Untuk pasien dengan
obstruksi aliran udara yang parah atau dengan riwayat
eksaserbasi sebelumnya, penggunaan kortikosteroid inhalasi
secara teratur mengurangi frekuensi eksaserbasi di masa
depan. Teofilin mungkin memiliki tempat tertentu dalam
pengobatan PPOK, karena dapat meningkatkan fungsi
kontraktil diafragma, sehingga meningkatkan kapasitas
ventilasi. Perbedaan utama dalam pengobatan kondisi ini
berpusat pada pengelolaan eksaserbasi. Penggunaan
antibiotik dalam konteks ini adalah rutin pada PPOK, karena
eksaserbasi seperti itu melibatkan infeksi bakteri pada
saluran napas bagian bawah jauh lebih sering pada PPOK
daripada asma.

(Bertram G.katzung, 2012)

Berdasarkan tipe terapi


1. GOLONGAN PELEGA NAFAS (RELIVER)
 Diberikan saat serangan untuk mengatasi
bronkospasme (TERAPI SERANGAN AKUT)

 Agonis β-2 kerja singkat inhalasi,


kortikosteroidsistemik,antikolinergik inhalasi, teofilin
kerja singkat,agonis β-2 kerja singkat oral (terbutalin,
salbutamol,ferneterol)

1. Salbutamol 2mg/4mg
Nama dagang : astharol,lasal ,saltam dll
Cara kerja:
melalui stimulasi reseptor ß2 yang banyak terdapat di
trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan
aktivasi dari suatu enzim di bagian dalam membran
(adenilsiklase). Enzim ini memperkuat pengubahan
adenosinetrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-
adenosine-monophospate (cAMP) dengan pembebasan
energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Efek samping:
Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor
halus pada otot skelet, palpitasi, kejang otot, takikardia,
sakit kepala dan vasodilatasi perifer.
Kontraindikasi: Hipersensitif

2. Teofilin 300mg ,130mg


Namadagang: : tusapres,theobron,retaphyl sr,asmadex
Cara kerja:
menghambat siklik nukleotida fosfodiesterase (PDE),
sehingga mencegah hidrolisis AMP siklik dan GMP siklik
menjadi 5-AMP dan 5-GMP. Penghambatan PDE
menyebabkan akumulasi AMP siklik dan GMP siklik,
sehingga meningkatkan transduksi sinyal melalui jalur ini.
Teofilin dan metilxantin terkait relatif nonselektif dalam
penghambatan PDE. Produksi nukleotida siklik diatur oleh
interaksi reseptor-ligan endogen yang mengarah pada
aktivasi adenilat siklase dan guanilil siklase. Oleh karena
itu, inhibitor PDE dapat dianggap sebagai obat yang
meningkatkan aktivitas autakoid endogen, hormon, dan
neurotransmiter yang memberi sinyalmelaluinukleotida
siklik. seperti mual, kadang- kadang muntah atau sakit
kepala.
3. Glukokortikoid
Merek dagang :betammeason prednisolon,metilprednisolon

Glukokortikoid sistemik telah lama digunakan untuk


mengobati asma kronis yang parah atau eksaserbasi akut
asma yang parah. Pengembangan formulasi aerosol secara
signifikan meningkatkan keamanan pengobatan
glukokortikoid, memungkinkannya digunakan untuk asma
sedang. Subyek asma yang membutuhkan inhalasi Bagonis
adrenergik empat kali atau lebih dalam seminggu dipandang
sebagai kandidat untuk glukokortikoid inhalasi.
Mekanisme Aksi Glucocorticoid Pada Asma
Glukokortikoid tidak secara langsung mengendurkan otot
polos saluran napas dan dengan demikian memiliki sedikit
efek pada bronkokonstriksi akut. Efek anti-inflamasinya
pada asma termasuk modulasi produksi sitokin dan
kemokin; penghambatan sintesis eicosanoid; penghambatan
nyata akumulasi basofil, eosinofil, dan leukosit lain di
jaringan paru-paru; dan penurunan permeabilitas vaskuler.
Karena tindakan anti-inflamasi yang mendalam dan umum,
glukokortikoid adalah obat yang paling efektif yang
digunakan dalam pengobatan asma.

Beberapa macam obat Antitusif yang dapat digunakan pada


asma:

1. Kodein fosfat 10mg, 20mg


Nama dagang : codikaf, codipront,coditam
Cara kerja:
sebagai antitusif(penekan batuk) bekerja dengan cara
menekan langsung pada pusat batuk dimedulla dan
digunakan untuk mengurangi frekuensi batuk pada batuk
kering non produktif.
Efek samping:
konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang sensitif atau
pada dosis besar
2. Noskapin
Nama dagang : longatin ,flucodin,flutom
Cara kerja:
Mekanisme kerja noskapin yaitu menekan batuk baik secara
perifer maupun pusat. Pada pusat, noskapin bekerja dalam
menekan pusat batuk saat terdapat stimulus batuk.
Sedangkan secara perifer menurunkan sensitifitas reseptor
saluran nafas. Beberapa obat memiliki mekanisme perifer
secara tidak langusng dan dapat mengubah faktor
mucociliary. Pada beberapa obat batuk jenis ini memiliki
efeksecara lokal analgesik atau anastetik namun untuk
noskapin hanya memiliki efekanalgesik sangat kecil atau
bahakan tidak ada (Martindale, hal 1566)

Efek samping:
Efek samping noskapin sama dengan efek samping
dextromethorphan meliputi pusing dan ganngguan saluran
cerna, eksitasi, kebingunan dan depresi pernafasan dapat
terjadi setelah pemberian dosis yang tinggi atau over
dosis.Hipersensitivitas dapat terjadi pada beberapa pasien.
Reaksi hipersensitivitas dapat berupa urtikaria, angiodema
dan nafas pendek, yang kemudian diikuti dengan eritema
dan pruritus serta penurunan tekanan darah (Martindale,
hal1555).
VI Hasil &  Obat Asma
Pembahasa
n
GENERIK
1. Salbutamol 2mg

NAMA DAGANG

Lasal tablet 2mg


Lasal syrup

Ventolin inhaler

2. Terbutalin
GENERIK

DAGANG
3. Teofilin
GENERIK

MEREK DAGANG

Retaphy tablet 300 mg

 Obat Antitusif
GENERIK
Codein 10mg

MEREK DAGANG
4. Noskapin
GENERIK

MEREK DAGANG

Antitusif Narkotik Antitusif non Narkotik

Kodein Dekstrometorfan

Diamorfin Folkadin
Metadon Difenhidramin

Noskapin

Prometazin

VII Kesimpula Asma merupakan penyakit umum dengan tingkat prevalensi


n yang makin meningkat. Berbagai macam aspek sistem imun
alamiah dan adaptif terhadap alergen,rangsangan lingkungan
atau virus berperan besar terhadap sensitisasi alergen, gejala
dan eksaserbasi asma serta respons terhadap terapi.
Terdapat interaksi yang kuat antara sel epitel saluran napas
dan sistem imun terhadap patogenesis asma. Imunopatologi
yang paling umum terjadi pada asma adalah inflamasi tipe 2
yang ditandai dengan proses di epitel saluran napas yang
melibatkan sitokin epitel seperti IL-33. Sitokin epitel akan
meningkatkan aktivitas sitokin tipe 2 dalam jalan napas,
umumnya dihasilkan oleh sel T CD4+ dan ILC. Sekresi
sitokin tipe 2 lokal akan menyebabkan mekanisme kaskade
termasuk IgE-mediated hypersensitivity, aktivasi sel epitel
saluran napas, chemoattraction of effector cells (sel mast,
eosinofil, dan basofil), serta remodeling epithelium dan
matriks subepithelial. Penelitian yang telah dilakukan
selama ini mengkonfirmasi bahwa asma merupakan
penyakit yang sangat heterogen.

PPOK merupakan penyakit inflamasi saluran napas dan


jaringan paru yang rumit, dengan model penelitian
terbanyak adalah menggunakan model pajanan asap rokok.
Kelainan dini pada paru akibat rokok adalah hiperplasia sel
basal, hiperplasia dan hipersekresi mukus oleh sel goblet,
metaplasia sel skuamosa, epithelial-mesenchymal transition
dan penurunan integritas barrier junctional. Saluran napas
pasien PPOK mengandung banyak sel-sel radang termasuk
netrofil, makrofag, limfosit T CD8, limfosit T CD4 dan sel
dendritik, yang masing-masing memiliki peranan tersendiri
dan saling berinteraksi dalam imunopatogenesis
PPOK.Inflamasi saluran napas pada PPOK akan menetap
meskipun telah berhenti merokok, hal ini dapat disebabkan
oleh karena kerusakan matriks ekstraseluler akan
melepaskan sitokin proinflamasi yang merupakan
kemotaksis netrofil dan monosit, gangguan fungsi makrofag
alveolar yang mengakibatkan gangguan pembersihan sel
apoptosis dan mikroba patogen, dan stres oksidatif yang
akan menyebabkan kerusakan rantai ganda DNA
Contoh obat yang digunakan untuk penyakit Asma :
-Salbutamol
Merek dagang : Astharol, Azmacon, Bronchosal,
Dilatamol, Fartolin, Glisend, Glitaven, Lasal Nebu, Proast, ,
Salbuven, Suprasma, Velutine, Ventolin Nebules, Ventolin
Inhaler, Combivent UDV, dan Saltam
-Theofillin
Merek dagang : Asthma Soho, Asmadex, Bufabron,
Euphyllin Retard, Kontrasma, Luvisma, Neo Napacin,
Retaphyl SR, Theobron, Tusapres

Antitusif adalah obat yang digunakan untuk mengurangi


gejala batuk akibat berbagai sebab termasuk infeksi virus
pada saluran napas atas. Obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian kronik. Obat antitusif terbagi menjadi dua kelas
yaitu obat perifer dan sentral.
Jenis obat antitusif dibagi menjadi 2 :
1. Antitusif narkotik
Contoh obat : Kodein ,Diamorfin , Metadon
2. Antitusif non narkotik
Contoh obat :
Dekstrometorfan ,Folkodin,Difenhidramin,Noskapin ,
prometazin
VIII Daftar nuryati, S. (2017). REKAM MEDIS DAN INFORMASI
Pustaka KESEHATAN (RMIK). FARMAKOLOGI, 266..

Ikatan Apoteker Indonesia. 2019. Informasi Spesialite Obat Indonesia


volume 52. Jakarta: Isfi Penerbitan
nadhira mahda dinar lubis, z. m. (2018). program study apoteker,
fakultas farmasi universitas padjadjaran. EFEK SAMPING
PENGGUNAAN KODEIN PADA PEDIATRIK, 64-70.

gilman's, goodman. &. (2008). FARMAKOTERAPI ASMA .


MANUAL OF PHARMACOLOGY THERAUPEUTICS, 462-
474.

Bertram G.katzung, S. B. (2012). OBAT YANG DIGUNAKAN


UNTUK ASMA . BASIC & CLINICAL PHARMACOLOGY,
339-357.
Rahardja, D. H. (2015). OBAT-OBAT PENTING . jakarta..

Resti Yudhawati, y. D. (2018). Imunopatphenesis penyakit paru - paru


obstruktif kronik . JURNAL RESPIRASI , 19-25..

Anda mungkin juga menyukai