Anda di halaman 1dari 11

Sari Kepustakaan Acc Supervisor

Divisi Alergi Imunologi Dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD, KAI

Penatalaksanaan Asma
Eksaserbasi Akut
Ade Andriany, Zuhrial Zubir

1. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit saluran napas yang merupakan masalah kesehatan yang
serius di berbagai negara di dunia. Tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan
peningkatan kunjungan ke Unit gawat darurat, rawat inap, angka kesakitan dan kematian
yang disebabkan asma. Menurut data studi survei kesehatan rumah tangga, asma termasuk
dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian yang terjadi di Indonesia.

Dengan masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas asma, untuk itu diharapkan
agar klinisi dapat segera dengan tepat mengenali tanda dan gejala, menegakkan diagnosa dan
memberikan pengobatan serta pencegahan timbulnya kembali serangan asma. 1

2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik
berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan
atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.2

Asma eksaserbasi merupakan keadaan akut maupun sub-akut denagn perburukan


gejala dan fungsi paru-paru dari status pasien sebelumnya, dimana kadang-kadang mungkin
merupakan tampilan awal pertama asma. 3
2.2 Insidensi

Berdasarkan data dari WHO, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang
menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Selain
itu setiap 250 orang, ada satu orang meninggal karena asma setiap tahunnya. 4,5

Pada SKRT 1992, asma, sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dan
didapatkan bahwa 77 dari 90 kasus asma eksaserbasi akut.1

2.3 Etiologi
Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu :
a. Sensitisasi, yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi, hipereaktivitas bronkus,
jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok,
polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga)
apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi
pada dirinya. Faktor pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah,
binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma.
Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi proses inflamasi pada saluran
napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis
berhubungan dengan hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan
pemakaian β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh
pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma.2

2.4 Patogenesis
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian.
Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/kecenderungan untuk
terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif
(gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. 2

Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom, dimana:
a) Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas
tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul
pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE
abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,
antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru,
yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.
b) Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas.
Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang
dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast misalnya pada reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptida.
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. 5
2.5 Klasifikasi berat serangan asma akut berdasarkan gejala dan tanda klinis

2.6 Diagnosis

Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Anamnesa berupa keluhan utama, riwayat penyakit keluarga, faktor
yang memperberat atau memperingan gejala, bagaimana dan kapan terjadinya keluhan.
Karakteristik gejala asma yaitu lebih dari satu gejala berupa mengi, sesak napas, batuk, dada
terasa berat, yang semakin buruk saat malam atau pagi hari dengan waktu dan intensitas yang
bervariasi, bisa dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan allergen, perubahan cuaca, serta
bahan iritan seperti asap. 3
2.7 Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) ,
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu
dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam
faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :
_pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
_baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.
2.8 Penatalaksanaan 7,8,9,10

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan


kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, yaitu:
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
 Mencegah kematian karena asma
Pengobatan sesuai berat asma, meliputi:

Pada penatalaksanaan serangan / eksaserbasi akut yang bervariasi dari ringan


sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan
asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain
penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala dengan memberikan
pengobatan yang tepat.
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan
serangan akut . Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya
menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan
ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan, sayangnya
seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan
bagaimana sebenarnya penanganan serangan asma.
Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat terjadi
serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari digunakan,
ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit.
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding asma pada dewasa antara lain adalah:
 Penyakit Paru Obstruksi Kronik
 Bronkitis kronik
 Gagal Jantung Kongestif
 Batuk kronik akibat lain-lain
 Disfungsi larings
 Obstruksi mekanis (misal tumor)
 Emboli Paru
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus Asma : Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta, 2008.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes R.I.), 2009. Profil Kesehatan
Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3. Global Initiative for Asthma (GINA). National Heart Lung and Blood Institute,
update 2014.
4. Global Initiative for Asthma (GINA). National Heart Lung and Blood Institute,
update 2004.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus Asma : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta, 2003.
6. Antariksa, Budhi. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Jakarta: Departemen
Pulmonologi dan ilmu kedokteran Respiratori FKUI.
7. Barnes, P.J., 2005. Editorials: A Single Inhaler for Asthma?. Am J Respir Crit Care
Med Vol 171: 95-97.
8. Gershwin, M Eric dkk. (2006) Bronchial Asthma, A guide for practical
understanding and treatmet . Edisi V
9. GINA (Global Initiative for Asthma, 2006); Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children . www.Ginaasthma.org.
10. World Health Organization. Facts about Asthma (2010).
Available.from http://www.who.int/mediacentre / factsheets / fs307 / en/index.html
Diunduh pada 20 Januari 2013

Anda mungkin juga menyukai